Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULAN DAN ASUHAN KEPERAWTAN PADA Tn.

S
DENGAN ASMA BRONCIALE
DI PUSKESMAS RAWAT INAP MALINGPING

DISUSUN OLEH :

NAMA : IPAN MAULANA


NIM : 21222053

PROGRAM STUDI NERS KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PERTAMEDIKA
2022/2023
LAPORAN PENDAHULUAN ASMA BRONCIALE

A. Pengertian

Asma adalah suatu keadaan kondisi paru – paru kronis yang ditandai dengan

kesulitan bernafas, dan menimbulkan gejala sesak nafas, dada terasa berat, dan batuk

terutama pada malam menjelang dini hari. Dimana saluran pernafasan mengalami

penyempitan karena hiperaktivitas terhadap rangsangan tertentu, yang menyebabkan

penyempitan atau peradangan yang bersifat sementara.

Asma merupakan penyakit inflamasi kronik pada jalan nafas dan

dikarakteristikkan dengan hiperresponsivitas, produksi mukus, dan edema mukosa.

Inflamasi ini berkembang menjadi episode gejala asma yang berkurang yang meliputi

batuk, sesak dada, mengi, dan dispnea. Penderita asma mungkin mengalami periode gejala

secara bergantian dan berlangsung dalam hitungan menit, jam, sampai hari (Brunner &

Suddarth, 2017).

A. Penyebab

Penyebab utama penyakit Asma belum diketahui sampai saat ini. Faktor risiko

paling utama untuk memicu asma adalah kombinasi dari kecenderungan genetik dengan

paparan lingkungan terhadap zat dan partikel yang dihirup yang dapat memicu reaksi

alergi atau mengiritasi saluran udara, seperti:

1. alergen dalam ruangan (misalnya tungau, debu rumah, polusi, dan bulu hewan

peliharaan)

2. alergen luar ruangan (contohnya serbuk sari dan jamur)

3. batuk

4. asap rokok

5. iritasi kimia ditempat kerja

Pemicu lain dapat termasuk udara dingin, kondisi emosional yang ekstrem seperti

kemarahan atau ketakutan, dan latihan fsik. Bahkan obat-obatan tertentu


dapat memicu asma, seperti aspirin dan obat anti inflamasi non-steroid lainnya, dan

beta-blocker (yang digunakan untuk mengobati tekanan darah tinggi, kondisi jantung,

dan migrain). Penyebab penyakit asma ini dibagi menjadi 4 yaitu:

1) faktor intrinsik

Yaitu psikologi dapat mencetuskan suatu serangan asma, karena rangsangan tersebut

dapat mengaktivitas sistem parasimpatis yang diaktifkan oleh emosi rasa takut dan

cemas. Karena rangsangan parasimpatis ini juga dapat mengaktifkan otot polos

bronkious, maka apapun yang meningkatkan aktifitas parasimpatis dapat mencetuskan

asma. Dengan demikian dapat mengalami asma mungkin serangan terjadi akibat

gangguan emosi.

2). Kegiatan jasmani

Yaitu asma yang timbul karena bergerak badan atau olahraga terjadibila seseorang

mengalami gejala – gejala asma selama atau setelah olahraga atau melakukan gerak

badan. Pada saat penderita sedang istirahat, ia bernafas melalui hidung, udara

dipanaskan dan akan menjadi lembab. Saat melakukan gerak badan pernafasan terjadi

melalui mulut, nafasnya semakin cepat dan volume udara yang dihirup semakin banyak,

hal ini lah yang menyebabkan otot yang peka disaluran pernafasan mengencang

sehingga saluran udara menjadi lebih sempit, yang menyebabkan bernafas

menjadilebih sulit sehingga terjadilah gejala asma.

3). Faktor Ekstrinsik

Yaitu allergen yang merupakan faktor pencetus asma yang sering dijumpai. Seperti

debu, bulu, polusi udara dan sebagainya yang dapat menimbulakn serangan asma pada

penderita yang peka. Dan juga terdapat pada obat – obatan yang sering mencetus

serangan asma adalah reseptor beta, atau biasanya disebut dengan beta blocker.
4). Faktor lingkungan

Seperti cuaca yang lembab serta hawa gunung sering mempengaruhi asma.

Atmosfir yang mendadak menjadi dingin sering merupakan faktor provokatif untuk

serangan. Kadang – kadang asma berhubungan dengan satu musim. Lingkungan lembab

yang disertai dengan banyaknya debu rumah atau berkembanganya virus infeksi

saluran pernafasan, merupakan pencetus serangan asma yang perlu diwaspadai

(Hasdianah,2014).

B. Manifestasi klinik

Gejala asma sering terjadi pada malam atau pagi hari. Gejala yang ditimbulkan

diantaranya batuk – batuk, sesak nafas, bunyi saat bernafas (wheezing atau mengi), rasa

tertekan pada dada, dan gangguan tidur pada malam hari karena batuk yang berlebihan

dan adanya rasa sesak nafas.

Gejala ini bersifat reversibel dan episodik berulang (Brunner & Suddart 2011).
Gejala asma dapat diperburuk oleh keadaan lingkungan seperti adanya debu, polusi,

asap rokok, bulu binatang, uap kimia, perubahan temperatur, obat (aspirin, beta –

blocker), olahraga berat, infeksi saluran pernafasan, serbuk bunga dan stres. Gejala

asma dapat menjadi lebih buruk akibat adanya komplikasi terhadap asma tersebut

sehingga bertambahnya gejala terhadap distres pernafasan atau yang lebih dikenal

dengan Status Asmaticus (Brunner & Suddart, 2011).

Status Asmaticus ditandai dengan adanya suara nafas wheezing, yang kemudian berlanjut

menjadi pernafasan labored (perpanjang ekshalasi), perbesar vena leher, hipoksemia,

respirasi alkalosis, repspirasi sianosis dyspnea, kemudian berakhir tachipnea. Namun

besarnyaobstruksi di bronkus maka suara wheezing akan menghilang dan akan menjadi

bertanda bahaya gagal pernafasan( Brunner & Sudart 2011).


beta – blocker), olahraga berat, infeksi saluran pernafasan, serbuk bunga dan stres. Gejala

asma dapat menjadi lebih buruk akibat adanya komplikasi terhadap asma tersebut sehingga

bertambahnya gejala terhadap distres pernafasan atau yang lebih dikenal dengan Status

Asmaticus (Brunner &

Suddart, 2011).

Status Asmaticus ditandai dengan adanya suara nafas wheezing, yang kemudian berlanjut

menjadi pernafasan labored (perpanjang ekshalasi), perbesar vena leher, hipoksemia,

respirasi alkalosis, repspirasi sianosis,

bronkus maka suara wheezing akan menghilang dan akan menjadi pertanda

bahaya gagal pernafasan (Brunner & Suddart, 2011).

C. Patofisiologi

Secara umum, allergen menimbulkan reaksi yang hebat pada mukosa bronkus

yang mengakibatkan kontriksi otot polos, hyperemia, serta sekresi lender putih yang

tebal. Mekanisme reaksi ini telah diketahui 7 dengan baik, tetapi sangat rumit.

Penderita yang telah disensitisasi terhadap satu bentuk

allergen yang spesifik, akan membuat antibody terhadap allergen yang

dihirup tersebut. Antibodi yang merupakan imunoglobin jenis IgE ini kemudian

melekat dipermukaan sel mast pada mukosa bronkus. Sel mast tersebut tidak lain

adalah basofil yang kita gunakan pada saat menghitung leukosit Bila satu molekul

IgE terdapat pada permukaan sel mast menangkap satu permukaan allergen, maka

sel mast tersebut akan memisahkan diri dan melepaskan sejumlah bahan yang

menyebabkan kontriksi bronkus. Salah satu contohnya adalah histamine dan

prostaglandin. Pada permukaan sel

0 0
mast juga terdapat reseptor beta-2 adrenergik, sedangkan pada jantung

mempunyai reseptor beta-1 (Naga, 2012).

Apabila reseptor beta-2 dirangsang dengan obat antiasma salbutamol,

maka pelepasan histamine akan terhalang. Tidak hanya itu, aminofilin obat antiasma

yang sudah terkenal, juga menghalangi pembebasan histamine. Pada mukosa

bronkus dan dalam darah tepi, terdapat banyak eosinofil. Adanya eosinofil dalam

sputum dapat dengan mudah terlihat. Pada mulanya fungsi eosinofil di dalam

sputum tidak dikenal, tetapi baru-baru ini diketahui bahwa dalam butir-butir granula

eosinofil terdapat enzim yang dapat menghancurkan histamine dan prostaglandin.

Jadi eosinofil ini memberikan perlindungan terhadap serangan asma (Naga, 2012).
D. Pathway keperawatan
E. Penatalaksanaan

Menurut (Bruner & Suddarth, 2017) yaitu :

1. Penatalaksanaan Medis

a. Agonis adrenergik – beta 2 kerja –pendek.

b. Antikolinergik.

c. Kortikosteroid : inhaler dosis – terukur (MDI)

d. Inhibitor pemodifikasi leukotrien / antileukotrien.

e. Metilxatin.

2. Penatalaksanaan non farmakologis menurut (BTS,2014; GINA,2015)

a. Berhenti merokok.

b. Aktifitas fisik secara teratur.

c. Mencegah paparan alergen ditempat kerja, di dalam maupun di luar


ruangan.

d. Mencegah penggunaan obat yang dapat memperberat asma.

e. Tekinik pernapasan yang benar (Breathing Exercise, yoga dan senam


asma).

f. Diet sehat dan menurunkan berat badan.

g. Mengatasi sres emosional.

h. Imunoterapi alergen
F. Pemeriksaan penunjang

Ada beberapa pemeriksaan yang bisa dilakukan pada penderita asma diantaranya (Amin

Huda Nurarif & Hardhi Kusuma, 2015) :

1. Spirometer

Dilakukan sebelum dan sesudah bronkodilator hirup (nebulizer / inhaler),

2. Sputum

Eosinofil meningkat.

3. RO dada

yaitu patologis paru/ komplikasi asma.

4. AGD

Terjadi pada asma berat, pada fase awal terjadi hipoksemia dan hipokapnia (PCO2

turun) kemudian pada fase lanjut nomokapnia dan hiperkapnia (PCO2 naik).

5. Uji alergi kulit, IgE.

G. Pengkajian focus

1. Pengkajian primer asma

a. Airway
✓ Peningkatan sekresi pernafasan
✓ Bunyi nafas krekles, ronchi, weezing
b. Breathing
✓ Distress pernafasan : pernafasan cuping hidung, takipneu/bradipneu, retraksi.
✓ Menggunakan otot aksesoris pernafasan
✓ Kesulitan bernafas : diaforesis, sianosis
c. Circulation
✓ Penurunan curah jantung : gelisah, latergi, takikardi
✓ Sakit kepala
✓ Gangguan tingkat kesadaran : ansietas, gelisah
✓ Papiledema
✓ Urin output meurun
d. Dissability
Mengetahui kondisi umum dengan pemeriksaan cepat status umum dan neurologi
dengan memeriksa atau cek kesadaran, reaksi pupil.
2. Pengkajian Sekunder Asma
a. Anamnesis
Anamnesis pada penderita asma sangat penting, berguna untuk mengumpulkan
berbagai informasi yang diperlukan untuk menyusun strategi pengobatan. Gejala
asma sangat bervariasi baik antar individu maupun pada diri individu itu sendiri
(pada saat berbeda), dari tidak ada gejala sama sekali sampai kepada sesak yang
hebat yang disertai gangguan kesadaran.
Keluhan dan gejala tergantung berat ringannya pada waktu serangan. Pada
serangan asma bronkial yang ringan dan tanpa adanya komplikasi, keluhan dan
gejala tak ada yang khas. Keluhan yang paling umum ialah : Napas berbunyi,
Sesak, Batuk, yang timbul secara tiba-tiba dan dapat hilang segera dengan
spontan atau dengan pengobatan, meskipun ada yang berlangsung terus untuk
waktu yang lama.
b. Pemeriksaan Fisik
Berguna selain untuk menemukan tanda-tanda fisik yang mendukung diagnosis
asma dan menyingkirkan kemungkinan penyakit lain, juga berguna untuk
mengetahui penyakit yang mungkin menyertai asma, meliputi pemeriksaan :
1) Status kesehatan umum
Perlu dikaji tentang kesadaran klien, kecemasan, gelisah, kelemahan suara
bicara, tekanan darah nadi, frekuensi pernapasan yang meningkatan,
penggunaan otot-otot pembantu pernapasan sianosis batuk dengan lendir
dan posisi istirahat klien.
2) Integumen
Dikaji adanya permukaan yang kasar, kering, kelainan pigmentasi, turgor
kulit, kelembapan, mengelupas atau bersisik, perdarahan, pruritus, ensim,
serta adanya bekas atau tanda urtikaria atau dermatitis pada rambut di kaji
warna rambut, kelembaban dan kusam.
3) Thorak
a) Inspeksi
Dada di inspeksi terutama postur bentuk dan kesemetrisan adanya
peningkatan diameter anteroposterior, retraksi otot-otot Interkostalis,
sifat dan irama pernafasan serta frekwensi peranfasan.
b) Palpasi.
Pada palpasi di kaji tentang kosimetrisan, ekspansi dan taktil fremitus.
c) Perkusi
Pada perkusi didapatkan suara normal sampai hipersonor sedangkan
diafragma menjadi datar dan rendah.
d) Auskultasi.
Terdapat suara vesikuler yang meningkat disertai dengan expirasi lebih
dari 4 detik atau lebih dari 3x inspirasi, dengan bunyi pernafasan dan
Wheezing.
c. Sistem pernafasan
1) Batuk mula-mula kering tidak produktif kemudian makin
keras dan seterusnya menjadi produktif yang mula-mula
encer kemudian menjadi kental. Warna dahak jernih atau putih tetapi
juga bisa kekuningan atau kehijauan terutama kalau terjadi infeksi
sekunder.
2) Frekuensi pernapasan meningkat
3) Otot-otot bantu pernapasan hipertrofi.
4) Bunyi pernapasan mungkin melemah dengan ekspirasi yang
memanjang disertai ronchi kering dan wheezing.
5) Ekspirasi lebih daripada 4 detik atau 3x lebih panjang
daripada inspirasi bahkan mungkin lebih.
6) Pada pasien yang sesaknya hebat mungkin ditemukan:
✓ Hiperinflasi paru yang terlihat dengan peningkatan diameter
anteroposterior rongga dada yang pada perkusi terdengar
hipersonor.
✓ Pernapasan makin cepat dan susah, ditandai dengan pengaktifan
otot-otot bantu napas (antar iga, sternokleidomastoideus),
sehingga tampak retraksi suprasternal, supraclavikula dan sela iga
serta pernapasan cuping hidung.
7) Pada keadaan yang lebih berat dapat ditemukan
````````````pernapasan

0 0
cepat dan dangkal dengan bunyi pernapasan dan wheezing
tidak terdengar(silent chest), sianosis.
d. Sistem kardiovaskuler
1) Tekanan darah meningkat, nadi juga meningkat
2) Pada pasien yang sesaknya hebat mungkin ditemukan:
✓ takhikardi makin hebat disertai dehidrasi.
✓ Timbul Pulsus paradoksusdimana terjadi penurunan tekanan
darah sistolik lebih dari 10 mmHg pada waktu inspirasi.
Normal tidak lebih daripada 5 mmHg, pada asma yang berat
bisa sampai 10 mmHg atau lebih.
3) Pada keadaan yang lebih berat tekanan darah menurun,
gangguan irama jantung.
H. Diangnosa keperawatan
• Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan tachipnea, peningkatan
produksi mukus, kekentalan sekresi dan bronchospasme.
• Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran kapiler –
alveolar.
• Pola Nafas tidak efektif berhubungan dengan penyempitan bronkus.
• Nyeri akut; ulu hati berhubungan dengan proses penyakit.

0 0
Lampiran 1

INTERVENSI KEPERAWATAN BERSIHAN JALAN NAPAS


TIDAK EFEKTIF

Standar Luaran Standar Intervensi


Diagnosis Keperawatan
Keperawatan Indonesia Keperawatan Indonesia
(SDKI)
(SLKI) (SIKI)
1 2 3
Bersihan jalan napas tidak Setelah dilakukan intervensi Manajemen Jalan Napas
efektif keperawatan selama ….. x (I.01011)
….. maka diharapkan Tindakan:
Penyebab bersihan jalan napas Observasi:
Fisiologis membaik dengan kriteria □ Monitor pola napas
□ Spasme jalan napas hasil: (frekuensi, kedalaman,
□ Hipersekesi jalan napas usaha napas)
□ Disfungsi neuromuskuler Bersihan jalan napas □ Monitor bunyi napas
□ Benda asing dalam jalan (L.01001) tambahan (mis. gurgling,
napas □ Batuk efektif meningkat mengi, wheezing, ronchi
□ Adanya jalan napas buatan (5) kering)
□ Sekresi yang tertahan □ Produksi sputum □ Monitor sputum (jumlah,
□ Hiperplasia menurum (5) warna, aroma)
□ Proses infeksi □ Wheezing menurun (5)
□ Respon alergi □ Dispnea menurun (5) Terapeutik:
□ Efek agen farmakologi □ Gelisah menurun (5) □ Pertahankan kepatenan
□ Frekuensi napas membaik jalan napas dengan head-
Situasional (5) tilt dan chin-lift (jaw-
□ Merokok aktif □ Pola napas membaik (5) thrust jika curiga trauma
□ Merokok pasif servical)
□ Terpajam polutan □ Posisikan semi-fowler
atau fowler
Gejala dan Tanda Mayor □ Berikan minum hangat
Subjektif □ Lakukan fisioterapi dada,
- (Tidak tersedia) jika perlu
Objektif □ Lakukan penghisapan
□ Batuk tidak efektif lendir kurang dari 15
□ Tidak mampu batuk detik
□ Sputum berlebih □ Lakukan hiperoksigenasi
□ Mengi, wheezing dan atau sebelum penghisapan
ronkhi kering endotrakeal
□ Mekonium di jalan napas □ Keluarkan sumbatan

□ Dokumentasikan hasil
pemantauan

Edukasi:
□ Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan
□ Informasikan hasil
pemantauan, jika perlu

0 0
0 0
1. Pola napas tidak efektif

0 0
2. Gangguan pertukaran gas

0 0
3. Nyeri akut

0 0
DAFTAR PUSTAKA

Almazini, P. 2012. Bronchial Thermoplasty Pilihan Terapi Baru untuk Asma Berat.
Jakrta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Saheb, A.
2011. Penyakit Asma. Bandung: CV medika
Brunner et al. 2011. Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Brunner et al. 2017. Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : Buku Kedokteran EGC.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia:
Definisi dan Indikator Diagnostik (1st ed). Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia:
Definisi dan Tindakan Keperawatan (1st ed). Jakarta:Dewan Pengurus pusat PPNI.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria
Hasil Keperawatan (1st ed). Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat
Nasional Indonesia

Anda mungkin juga menyukai