Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PRAKTIK KEPERAWATAN ANAK

LAORAN PENDAHULUAN An. A DENGAN ASMA


DI RUANG KREATIVA RS UNS SURAKARTA

Disusun oleh :

MILU YUNI MARDANI


202114079

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ‘AISYIYAH SURAKARTA

2021/2022
PENDAHULUAN

A. DEFINISI

Asma adalah penyakit obstruksi jalan nafas yang ditandai oleh


penyempitan jalan nafas yang mengakibatkan klien mengalami dispnea,
batuk, dan mengi. Asma dapat menyerang semua golongan setengah dari
asma menyerang lebih banyak pada saat anak anak dan sepertiga terjadi pada
usia sebelum empat puluh tahun (Puspasari, 2019: 146). Asma merupakan
penyakit kronis saluran pernafasan yang ditandai oleh inflamasi, peningkatan
reaktivitas terhadap berbagai stimulus, dan sumbatan saluran nafas yang bisa
kembali spontan atau dengan pengobatan yang sesuai.

Asma didefinisikan sebagai suatu kondisi ketika terjadi gangguan


pada sistem pernapasan yang menyebabkan penderita mengalami mengi
(wheezing), sesak napas, batuk, dan sesak di dada terutama ketika malam hari
atau dini hari. Menurut Canadian Lung Association, asma dapat muncul
karena reaksi terhadap faktor pencetus yang mengakibatkan penyempitan dan
penyebab yang mengakibatkan inflamasi saluran pernafasan atau reaksi
hipersensitivitas. Kedua faktor tersebut akan menyebabkan kambuhnya asma
dan akibatnya penderita akan kekurangan udara hingga kesulitan bernapas.
Secara medis, penyakit Asma didefinisikan sebagai suatu kondisi ketika
terjadi gangguan pada sistem pernapasan yang menyebabkan penderita
mengalami mengi (wheezing), sesak napas, batuk, dan sesak di dada terutama
ketika malam hari atau dini hari (Gina,2019).

B. PREVALENSI
Menurut WHO (World Health Organization) tahun 2011, 235 juta
orang di seluruh dunia menderita asma dengan angka kematian lebih dari
8% di egara-negara berkembang yang sebenarnya dapat dicegah. National
Center for Health Statistics (NCHS) pada tahun 2011, mengatakan bahwa
prevalensi asma menurut usia sebesar 9,5% pada anak dan 8,2% pada
dewasa, sedangkan menurut jenis kelamin 7,2% laki-laki dan 9,7%
perempuan. Di Indonesia, berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)
tahun 2013 mendapatkan hasil prevalensi nasional untuk penyakit asma
pada semua umur adalah 4,5%, dengan prevalensi asma tertinggi terdapat
di Sulawesi Tengah (7,8%), diikuti Nusa Tenggara Timur (7,3%), D.I.
Yogyakarta (6,9%), Sulawesi Selatan (6,7%), untuk Jawa Tengah
memiliki prevalensi asma sebesar 4,3 % (Riskesda, 2013). Asma
merupakan diagnosis masuk yang paling sering dikeluhkan di rumah sakit
anak dan mengakibatkan kehilangan 5-7 hari sekolah secara
nasional/tahun/anak. Sebanyak 10-15% anak laki-laki dan 7-10% anak
perempuan dapat menderita asma pada suatu waktu selama masa kanak-
kanak (Waldo, 2012). Data register rawat inap anak RSUD Prof. Dr. W. Z.
Johannes Kupang pada Januari sampai dengan Mei 2019 berjumlah 7
pasien yang dirawat ( Register Ruang Kenanga RSUD Prof. Dr. W. Z
Johanes Kupang, 2018).

C. ETIOLOGI

Menurut Muttaqin (2012) faktor-faktor yang dapat menimbulkan


serangan asma bronkial atau sering disebut sebagia faktor pencetus asma
tersebut adalah :
1. Alergen Alergen adalah zat-zat tertentu yang bila diisap atau dimakan
dapat menimbulkan serangan asma misalnya debu rumah, spora,
jamur, bulu kucing, bulu binatang, beberapa makanan laut, dan
sebagainya.
2. Infeksi saluran pernafasan Infeksi saluran pernafasan terutama
disebabkan oleh virus. Virus influenza merupakan salah satu faktor
pencetus yang paling sering menimbulkan asma bronkial.
Diperkirakan, dua pertiga penderita asma dewasa serangan
ditimbulkan oleh infeksi saluran pernafasan
3. Tekanan Jiwa Tekanan jiwa bukan penyebab asma tetapi pencetus
asma, karena banyak orang menghadapi tekanan jiwa tetapi tidak
menjadi penderita asma bronkial. Faktor ini berperan mencetus
serangan asma terutama pada orang yang agak labil kepribadiannya.
Hal ini lebih menonjol pada wanita dan anak- anak.
4. Olahraga atau kegiatan jasmani yang berat Sebagian penderita asma
bronkial akan mendapatkan serangan asma bila melakukan olahraga
atau aktivitas fisik yang berlebihan. Lari cepat dan bersepeda adalah
dua jenis kegiatan paling mudah menimbulkan serangan asma .
serangan asma karena kegiatan jasmani (exercixe induced asma -EIA)
terjadi olahrga atau aktifitas fisik yang cukup berat dan jarang
serangan timbul beberapa jam setelah olahraga.
5. Obat-obatan Beberapa klien dengan asma bronkial sensitif atau alergi
terhadap obat tertentu seperti penisilin, salisilat, beta bloker, kodein,
dan sebagainya.
6. Polusi Udara Klien asma sangat peka terhadap udara berdebu, asap
pabrik/kendaraan dan oksida fotokemikal, serta bau yang tajam
7. Lingkuan Kerja Lingkungan kerja diperkirakan merupakan faktor
pencetus yang menyumbang 2-15% klien dengan asma bronkial

D. MANISFESTASI KLINIS

Menurut Puspasari (2019: 148, 149) pada penderita Asma biasanya


ditemukan tanda dan gejala sebagai berikut: Batuk (disertai lendir atau
tidak) biasanya terjadi batuk kering pada awalnya dan diikuti dengan batuk
yang lebih kuat dengan produksi sputum yang berlebih, Sesak nafas
(dispnea) yang lebih sering menyerang pada malam hari dan di pagi hari
nafas dangkal dan berubah, klien tampak gelisah terdapat suara nafas
tambahan (whezing) sehingga mengakibatkan obstruksi jalan nafas yang
memburuk yang dapat menimbulkan dispnea dan peningkatan tekanan
nadi yang cepat.
E. PATOFISIOLOGI

Obstruksi pada pada klien asma dapat disesabkan oleh kontraksi


otot otot yang mengelilingi bronkus yang menyempitkan jalan nafas,
pembekakan membran yang melapisi bronkus dan pengisian bronkus
dengan mukus yang kental, keterbatasan aliran udara disesabkan oleh
berbagai perubahan jalan. Bronkokontriksi pada asma, kejadian fisiologis
yang dominan menyebabkan gejala klinis adalah penyempitan saluran
nafas dan gangguan pada aliran udara. Pada eksaserbasi asma akut, kontra
ksi otot polos bronchial terjadi dengan cepat mempersempit jalan nafas
sebagai respon terhadap paparan berbagai rangsangan alergen atau iritasi.
Alergen akan menstimulasi pelepasan mediator IgE mencakup histamine,
tryptase, leukotrin, dan prostaglandin yang secara langsung
mengendalikan otot polos jalan nafas. Edema jalan nafas, terjadi karena
proses peradangan berupa peningkatan permeabilitas vascular, edema akan
mempersempit diameter bronkus dan membatasi aliran udara selain itu
perubahan struktural termasuk hipertropi dan hyperplasia pada otot polos
saluran nafas dapat berpengaruh Hipersekresi mukus, sekresi mukus
terjadi sebagai mekanisme fisiologis dari masuknya iritan.Pada asma
bronchial pengeluaran mukus terjadi secara berlebihan sehingga semakin
mengganggu bersihan jalan nafas (Puspasari, 2019: 150, 151).
F. PATHWAYS
G. PENATALAKSANAAN MEDIS DAN KEPERAWATAN
 Penatalaksaan Medis

Pada dasarnya obat-obat antiasma dipakai untuk mencegah dan


mengendalikan gejala asma. Obat-obat anti asma tersebut adalah:

1. Antiinflamasi Obat antiinflamsi khususnya kortikosteroid


hirup adalah obat yang paling efektif sebagai pencegah. Obat
antiinflamasi dapat mencegah terjadinya inflamasi serta
mempunyai daya profilaksis dan supresi. Dengan pengobatan
antiinflamasi jangka panjang ternyata perbaikan gejala asma,
perbaikan fungsi paru serta penurunan reaktivitas bronkus
lebih baik bila dibanding bronkodilator. Mekanismenya yaitu
dapat mengurangi jumlah eosinofil yang berada dalam
sirkulasi dan jumlah sel mast di saluran pernafasan dan
meningkatkan jumlah reseptor adrenergic β-2, selain itu juga
mengurangi hiperresponsivitas saluran nafas dengan
mengurangi inflamasi (Ikawati, 2006). Untuk mengontrol
gejala, direkomendasikan untuk menggunakan dosis terendah,
yaitu 2-4 hirupan sebanyak 2-4 kali sehari. Steroid inhalasi ada
yang dalam bentuk serbuk, dengan harapan dapat mencapai
paru-paru dengan lebih baik. Contohnya (Pulmicort
turbuhaler). Untuk mencapai efektivitas yang maksimum,
diperlukan kira-kira 2 minggu penggunaan kortikosteroid
inhalasi secara kontinyu. Jika didapatkan hambatan
pertumbuhan, perlu dirujuk ke bagian pediatrik (Ikawati,
2006).
2. Bronkodilator
Agonis β2 Stimulasi reseptor β2-adrenergik mengaktivasi
adenil siklase, yang menghasilkan peningkatan AMP siklik
intraselular. Menyebabkan relaksasi otot polos, stabilisasi
membrane sel mast, stimulasi otot skelet (Depkes, 2008).
Albuterol dan inhalasi agonis β2 selektif aksi pendek lain
diindikasikan untuk penanganan episode bronkospasmus
ireguler dan merupakan pilihan dalam penanganan asma para
akut. Sedangkan formaterol merupakan inhalasi agonis β2
kerja lama yang diindikasikan sebagai kontrol tambahan
jangka panjang untuk pasien yang telah mengkonsumsi
inhalasi kortikosteroid dosis sedang atau tinggi. Zat aksi
pendek memberikan perlindungan penuh selama paling sedikit
2 jam setelah dihirup, zat kerja lama setelah memberikan
perlindungan signifikan 8-12 jam pada awal pemberian, dan
durasi terapi ini akan berkurang apabila pemakaian rutin dan
asma mulai terkontrol (Depkes, 2008).
3. Metilxantin Yang merupakan obat golongan metilxantin
adalah theophyline, theobromine dan caffeine. Manfaat
theophyline dalam pengobatan asma berkurang karena
efektivitas obat-obat adrenoreseptor per inhalasi untuk asma
akut asma kronik telah ditemukan, tetapi harga murah
theophyline memiliki keuntungan untuk pasien dengan
ekonomi lemah dan dana kesehatan pada masyarakat yang
terbatas. Reseptor-reseptor tersebut memodulasi aktivitas
adenylyl cyclase dan adenoslyne, yang telah terbukti dapat
menyebabkan kontraksi otot polos jalan nafas terpisah dan
menyebabkan rilis histamine dari sel-sel mast jalan nafas.
Theophyline melawan efek-efek tersebut, dengan menyekat
reseptor adenosline permukaan sel (Katzung, 2001).
4. Antikolinergik Yang merupakan obat golongan antikolinergik
yaitu ipratropium bromida, tiotropium dan deptropium. Agen
antikolinergik memperbaiki efek vegal yang dimediasi
bronkospasme tetapi bukan bronkospasme yang diinduksi oleh
alergen atau olahraga. Mekanisme kerja Ipratropium untuk
inhalasi oral adalah suatu antikolinergik (parasimpatomimetik)
yang akan menghambat refleks vegal dengan cara
mengantagonis kerja asetilkolin. Digunakan dalam bentuk
tunggal atau kombinasi dengan bronkodilator lain (terutama
beta adrenergik) sebagai bronkodilator dalam pengobatan
bronkospasmus yang berhubungan dengan penyakit paru-paru
obstruktif kronik, termasuk bronkhitis kronik dan emfisema.
(Katzung, 2001).
5. Kortikosteroid Obat-obat ini merupakan steroid adrenokortikal
steroid sintetik dengan cara kerja dan efek yang sama dengan
glukokortikoid. Glukokortikoid dapat menurunkan jumlah dan
aktivitas dari sel yang terinflamasi dan meningkatkan efek obat
beta adrenergik dengan memproduksi AMP siklik, inhibisi
mekanisme bronkokonstriktor, atau merelaksasi otot polos
secara langsung. Penggunaan inhaler akan menghasilkan efek
lokal steroid secara efektif dengan efek sistemik minimal. Obat
ini tidak diindikasikan untuk pasien asma yang dapat diterapi
dengan bronkodilator dan obat non steroid lain, pasien yang
kadang-kadang menggunakan kortikosteroid sistemik atau
terapi bronkhitis non asma.
 Penatalaksanaan Keperawatan
Menurut mutaqqin, (2008) jika pasien tidak mendapat
serangan asma maka perawatan dirumah ditujukan untuk
mencegah timmbulnya serangan asma dengan memberikan
pendidikan kesehatan pada keluarga pasien. Mencegah serangan
asma dengan menghilangkan faktor pencetus timmbulnya
serangan.
Pendidikan kesehatan yang diberikan tersebut antara lain :
a. Menghilangkan faktor pencetus misalnya debu rumah, bau-bau
yang merangsang, hawa dingin dan lainnya
b. Keluarga harus mengenali tanda-tanda akan terjadi serangan
asma
c. Cara memberikan obat bronkodilator sebagai pencegahan bila
dirasakan anak akan mengalami serangan asma serta wajib
mengetahui obat mana yang lebih efektif bila anak mendapat
serangan asma
d. Menjaga kesehatan anak dengan memberi makanan yang
cukup bergizi tetapi menghindari makanan yang mengandung
cukup alergen bagi anaknya.
e. Kapan anak harus dibawa untuk konsultasi. Persediaan obat
tidak boleh sammpai habis. Lebih baik jika obat tinggal 1 – 2
kali pemakaian anak sudah dibawa kontrol ke dokter atau jika
anak batuk/ pilek walaupun belum terlihat sesak napas harus
segera dibawa berobat.

H. KONSEP TUMBUH KEMBANG DAN HOSPITALISASI


 Pertumbuhan
 Konsep Tumbuh Kembang Anak Usia Sekolah (6-12 tahun)
Tumbuh kembang merupakan proses yang berkesinambungan
yang terjadi sejak konsepsi dan terus berlangsung sampai dewasa.
Istilah tumbuh kembang sebenarnya mencakup 2 peristiwa yang
sifatnya berbeda, tetapi saling berkaitan dan sulit dipisahkan yaitu
pertumbuhan dan perkembangan (Soetjiningsih & Ranuh, 2015).
Pertumbuhan (growth) adalah perubahan yang bersifat
kuantitatif, yaitu bertambahnya jumlah, ukuran, dimensi pada
tingkat sel, organ, maupun individu. Anak tidak hanya bertambah
besar secara fisik, melainkan juga ukuran struktur organ-organ
tubuh dan otak (Soetjiningsih & Ranuh, 2015).
a. Berat badan anak
Berat badan merupakan ukuran antropometrik yang
terpenting dan harus diukur pada setiap kesempatan
memeriksa kesehatan anak pada semua kelompok umur.
Berat badan merupakan hasil peningkatan/penurunan semu
jaringan yang ada pada tubuh , antara lain tulang, otot,
lemak cairan tubuh, dan lain-lain. Pengukuran bersifat
objektif dan dapat diulangi dengan menggunakan
timbangan apa saja yang relative murah, mudah dan tidak
memerlukan banyak waktu (Soetjiningsih & Ranuh, 2015).
Rumus perkiraan berat badan normal anak umur 6 – 12
tahun dari Behrman (1992) yang dikutip oleh Soetjiningsih
dan Ranuh (2015), sebagai berikut : Umur (tahun) x 7 – 5
2
b. Tinggi Badan
Tinggi badan merupakan ukuran antropometrik
kedua yang terpenting. Pada masa pertumbuhan ukuran
tinggi badan meningkat terus sampai tinggi maksimal
dicapai dan berhenti di usia 18-20 tahun (Soetjiningsih &
Ranuh, 2015). Rumus perkiraan tinggi badan normal anak
umur 2-12 tahun dari Behrman (1992) yang dikutip oleh
Soetjiningsih dan Ranuh (2015 sebagai berikut : umur
(tahun) x 6 + 77
c. Lingkar Kepala
Lingkar kepala mencerminkan volume intrakranial,
termasuk pertumbuhan otak. Acuan untuk lingkar kepala
adalah kurva lingkar kepala dari Nellhaus yang diperoleh
dari 14 penelitian di dunia, yang menemukan tidak terdapat
perbedaan bermakna antar suku bangsa, ras, maupun
geografi (Soetjiningsih & Ranuh, 2015).
d. Lingkar lengan atas
Lingkaran lengan atas (LLA) mencerminkan
tumbuh kembang jaringan lemak dan otot yang tidak
terpengaruh banyak oleh keadaan cairan tubuh, tidak seperti
berat badan. Saat lahir ukuran normal LLA 11 cm lalu
menjadi 16 cm pada umur satu tahun, LLA tidak banyak
berubah selama 1-3 tahun. LLA hanya digunakan pada
anak umur 1-3 tahun, walaupun ada yang mengatakan
pengukuran LLA digunakan pada anak umur 6 bulan
sampai 5 atau 6 tahun (Soetjiningsih & Ranuh, 2015).
e. Lingkar dada
Sebagaimana lingkar lengan atas, pengukuran
lingkar dada jarang dilakukan. Pengukurannya dilakukan
pada saat bernapas biasa. Pengukuran lingkar dada ini
dilakukan dengan posisi berdiri pada anak yang lebih besar
(Humedi, 2017).
f. Lingkar perut
Pengukuran lingkar perut lebih memberikan arti
dibandingkan IMT dalam menentukan timbunan lemak di
dalam rongga perut karena peningktan timbunan lemak di
perut tercermin dari meningkatnya lingkar perut (Humedi,
2017).

 Perkembangan Anak Usia Sekolah (6-12 tahun)


Usia sekolah adalah waktu berlanjutnya kematangan
karakteristik fisik, sosial dan psikologis anak. Selama saat
ini anak bergerak kearah berpikir abstrak dan mencari
pengakuan dari teman sebaya, guru dan orang tua, biasanya
anak usia ini menghargai kehadiran di sekolah dan aktivitas
di sekolah (Kyle & Carman, 2015). Macam-macam
perkembangan menurut Kyle dan Carman (2015) sebagai
berikut :
a. Perkembangan Psikososial
masa usia sekolah, anak mengembangkan rasa harga
diri mereka dengan terlibat dalam berbagai aktivitas di
rumah, di sekolah dan di komunitas, yang mengembangkan
keterampilan kognitif dan sosialnya. Anak sangat tertarik
dalam mempelajari bagaimana hal-hal baru dilakukan dan
berfungsi. Kepuasan anak usia sekolah dari mencapai
kesuksesan dalam mengembangkan keterampilan baru
memicu ia mencapai peningkatan sensasi nilai diri dan
tingkat kompetensi
b. Perkembangan Kognitif
Tahap perkembangan kognitif Piaget untuk anak
berusia 7 sampai 11 tahun, anak mampu melihat sesuatu
dari sudut pandang orang lain, dan berpikir melalui suatu
tindakan, mengantisipasi akibatnya dan kemungkinan untuk
memikirkan kembali sebelum melakukan tindakan. Pada
saat inilah anak usia sekolah mengembangkan ketertarikan
dalam mengumpulkan benda-benda dan menjadi mulai
selektif saat ia berusia lebih besar. Anak memahami konsep
waktu, terlibat dalam urutan rangkaian/serial, penambahan,
pengurangan, dan dapat mengklasifikasikan atau
mengelompokkan objek berdasarkan unsur kesamaannya.
c. Perkembangan Moral dan Spiritual
Selama masa usia sekolah, rasa moralitas anak
terbentuk secara konstan, anak usia 7-10 tahun biasanya
mengikuti peraturan yang menghasilkan rasa sebagai orang
“baik”. Ia ingin menjadi orang baik bagi orang tua, teman
dan guru serta bagi dirinya sendiri. Orang dewasa dianggap
sebagai orang yang benar. Pada tahap ini anak mulai dapat
menentukan apakah suatu tindakan baik atau buruk
berdasarkan alasan tindakan. Selama usia sekolah, anak
mampu mengembangkan keinginan untuk memahami lebih
banya tentang agama mereka.
d. Perkembangan Motorik
1) Perkembangan Motorik
Selama masa usia sekolah, koordinasi,
keseimbangan dan ritme meningkat, memfasilitasi
kesempatan untuk mengendarai sepeda roda dua,
melakukan lompat tali, menari dan berpartisipasi
dalam berbagai olahraga. Anak usia sekolah antara
usai 6 dan 8 tahun menikmati aktivitas motorik
kasar seperti bersepeda, bermain seluncur dan
berenang. Mereka terpikat dengan dunia dan berada
dalam gerakan konstan.
2) Motorik halus
Pada anak usia sekolah, koordinasi mata-tangan dan
keseimbangan meningkat seiring dengan maturitas
dan praktik. Penggunaan tangan meningkat, menjadi
lebih mantap dan mandiri serta menjamin
kemudahan dan ketepatan yang memungkinkan
anak ini untuk menulis, menyalin kata-kata, dan
membangun model atau kerajinan lain.
e. Perkembangan Sensorik
Semua indra mulai matang di awal masa usia sekolah, anak
sekolah biasanya memiliki ketajaman visual, dilakukan
proses skrining penglihatan untuk mengidentifikasi masalah
penglihatan, untuk indra pendengaran bagi yang memiliki
defisit pendengaran berat biasanya sudah didiagnosis dari
bayi tapi bagi yang kurang berat tidak dapat didiagnosis
sampai anak memasuki usia sekolah, dan indra penciuman
dapat diperiksa menggunakan wewangian, selain itu anak
usia sekolah dapat diperiksa untuk mengetahui sensasi
sentuhan (indra peraba) dengan membedakan objek dingin
dan panas, lembut dan keras, serta tumpul dan tajam.
f. Perkembangan Komunikasi dan Bahasa
Keterampilan bahasa terus meningkat selama masa usia
sekolah dan kosakata meningkat. Kata-kata yang spesifik
secara budaya digunakan. Anak-anak usia sekolah yang
belajar membaca dan kecakapan membaca meningkatkan
keterampilan bahasa. Anak usia sekolah mulai
menggunakan lebih banyak bentuk tata bahasa yang
kompleks. Anak usia sekolah cenderung meniru orang tua,
anggota keluarga atau orang lain disekitarnya.
 Hospitalisasi
a. Pengertian Hospitalisasi
Anak membutuhkan perawatan yang kompeten
untuk meminimalisasi efek negatif dari hospitalisasi dan
mengembangkan efek yang positif. Dalam membuat
rencana asuhan keperawatan, harus berdasarkan
pemahaman tentang pertumbuhan dan perkembangan anak.
Hospitalisasi merupakan suatu proses yang memiliki alasan
berencana/darurat sehingga mengharuskan anak untuk
tinggal di rumah sakit, menjalani terapi dan perawatan
sampai pemulangannya kembali ke rumah. Selama proses
tersebut, anak dan orangtua dapat mengalami berbagai
kejadian yang menurut beberapa penelitian ditunjukkan
dengan pengalaman yang sangat traumatik dan penuh
dengan stress. Perasaan yang muncul yaitu cemas, marah
sedih, takut, dan rasa bersalah (Wulandari & Erawati,
2016).
b. Faktor - faktor yang mempengaruhi hospitalisasi pada anak
 Berpisah dengan orang tua
 Fantasi-fantasi dan unrealistic anxieties tentang
kegelapan monster, pembunuhan, dan binatang buas
diawali dengan yang asing.
 Gangguan kontak sosial jika pengunjung tidak
diizinkan.
 Prosedur yang menyakitkan dan takut akan cacat
dan kematian
c. Reaksi Hospitalisasi Pada Usia 6-12 tahun (Masa Sekolah)
Perawatan di rumah sakit memaksakan anak
meninggalkan lingkungan yang dicintai, keluarga,
kelompok sosial sehingga menimbulkan kecemasan.
Kehilangan kontrol berdampak pada perubahan peran
dalam keluarga, kehilangan kelompok sosial, perasaaan
takut mati, dan kelemahan fisik. Reaksi nyeri dapat
digambarkan dengan verbal (Wulandari & Erawati, 2016).
I. KONSEP DASAR KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Anamnesis
1) Apakah terdapat batuk yang berulang terutama pada
malam hari menjelang dini hari.
2) Apakah terjadi batuk, mengi, sesak di dada, ketika
ada perubahan musim/cuaca/suhu yang
ekstrem( perubahan yang tiba-tiba).
3) Apakah pada waktu klien mengalami selesma
(Common cold), klien merasakan sesak di dada,
apakah selesmanya menjadi berkepanjangan selama
10 hari lebih.
4) Apakah setelah melakukan aktifitas kliem
merasakan sesak, batuk dan terdapat suara nafas
tambahan seperti mengi.
5) Apakah terdapat alergi
6) Apakah di dalam keluarga terdapat anggota yang
memiliki asma atau alergi.
b. Pemeriksaan Fisik
1) Inspeksi: klien terlihat gelisah, sesak (nafas cuping
hidung, nafas cepat, retraksi sela iga, retraksi
epigastrium, retraksi suprasternal) dan sinosis.
2) Palpasi: gerakan di dinding toraks biasanya tidak
terdapat kelainan yang nyata (pada serangan berat,
dapat terjadi pulsus paradoksus).
3) Perkusi: biasanya tidak terdapat kelainan yang
nyata.
4) Auskultasi: dengan cara mendekatkan telinga atau
hidung anak untuk mendengarkan ekspirasi
memanjang, mengi / wheezing dan ronchi
2. Diagnosa Keperawatan Asma Bronkial
a. Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif atau ketidakmampuan
membersihkan secret, obstruksi jalan nafas untuk
mempertahankan jalan nafas tetap paten berhubungan
dengan adanya sekresi yang tertahan, hipersekresi jalan
nafas, edema mukosa dengan batasan karakteristik batuk
tidak efektif, tidak mampu batuk, sputum berlebih,
wheezing, dispnea, gelisah, frekuensi nafas berubah, pola
nafas berubah
b. Pola Nafas Tidak Efektif atau inspirasi/ekspirsi yang tidak
memberikan ventilasi adekuat berhubungan dengan
hambatan upaya nafas dengan batasan karakteristik
Dispnea, ortopnea, penggunaan otot bantu pernafasan, fase
ekspirasi memanjang, pola nafas abnormal (takipnea,
bradipnea), tekanan ekspirasi menurun, tekanan inspirasi
menurun
3. Rencana Keperawatan
a. Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif berhubungan dengan
Sekresi yang Tertahan.
 Observasi
- Kemampuan batuk
- Monitor adanya retensi sputum
- Monitor frekuensi dan kedalaman nafas
- Monitor tanda dan gejala hipoksia
- Monitor bunyi nafas tambaha
 Terapeutik
- Atur posisi semi
- fowler atau fowler
- Berikan oksigen nasal kanul
 Edukasi
- Jelaskan tujuan dan prosedur batuk efektif
- Ajarkan tarik nafas dalam
- Ajarkan mengidentifikasi dan menghindari
pemicu (debu,asap rokok dan lainnya)
 Kolaborasi
- terapi pemberian obat dengan tepat dan
sesuai prosedur

b. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hambatan


upaya nafas
 Observasi
- Monitor pula nafas (frekuensi, kedalaman, upaya
nafas) - Monitor bunyi nafas tambahan
 Terapeutik
- Posisikan semi fowler atau fowler
- Lakukan penghisapan lender kurang lebih 15
menit - Berikan oksigen
 Edukasi
- Ajarkan teknik batuk efektif
 Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian bronkodilator
DAFTAR PUSTAKA

Global Initiative in Asthma (GINA, 2011). Pocket Guide For Asthma


Management And Prevension In Children. Di akses melalui
www.Ginaasthma.org. Tanggal 02 Juni 2019

Pusat Data & Imformasi Infodat. (2013). You Can Control Asma. (p. 2-4).
Jakarta: Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI. Retrived 01 Juni ,
2019.http://www.depkes.go.id/download.php?file=download/pusdatin/
infodatin/infodatin-asma.pdf.

Puspasari.(2019). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gngguan


Sistem Pernafasan. Yogyakarta: Pustaka Baru Press.

Katzung, B.G., 2001, Farmakologi Dasar dan Klinik, Edisi I, 583-612,


Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Kedokteran Airlangga,
Surabaya.

Muttaqin, A. 2008. Asuhan keperawatan anak dengan gangguan sistem


pernapasan. Jakarta: Salemba Medika

Ikawati.(2016). Penatalaksanaan Terapi Penyakit Sistem Pernafasan.


Karangkajen Yogyakarta: Nuge

Febrina, N. M. (2019). Asuhan Keperawatan Pada Anak Asma Bronkial


Dengan Ketidakefektifan Pola Napas Di Ruang Melati Rsud Ciamis.

Anda mungkin juga menyukai