Kelompok 7
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Asma merupakan salah satu penyakit saluran nafas yang banyak
dijumpai, baik pada anak-anak maupun dewasa. Kata asma (Asthma)
berasal dari bahasa Yunani yang berarti “tengrengah-engah”. Lebih dari
200 tahun yang lalu, Hippocratesmenggunakan istilah asma untuk
menggambarkan kejadian pernafasan yang pendek-pendek (shortness of
breath). Sejak itu istilah asma sering digunakan untuk menggambarkan
gangguan apa saja yang terkait dengan kasulitan bernafas, termasuk ada
istilah asma kardiak dan asma bronchial.
Global Initiative for Asthma (GINA) tahun 2008 menerangkan
bahwa, asma didefinisikan sebagai penyakit inflamasi kronis pada saluran
pernafasan dimana berbagai sel dan elemen seluler berperan, terutama sel
mast, eosinofil, limfosit, makrofag, dan sel epithelial. Asam mempunyai
tingkat kefatalan yang rendah, namun angka kejadiannya cukup tinggi
ditemukan pada masyrakat (Katerine et al.,2014). Prevalensi asma di
Indonesia belum diketahui dengan pasti, namun dari hasil penelitian yang
dilakukan pada siswa SLTP di daerah Jakarta pada tahun 2002 prevalensi
asma masih 6,7%, keudian pada tahun 2008 meningkat menjadi 8,6%
(Rosamarlina et al.,2010).
Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) pada tahun 2013
menyebutkan bahwa hasil prevalensi nasional untuk penyakit asma pada
semua umur adalah 4,5%. Dengan prevalensi asma tertinggi terdapat di
Sulawesi Tengah (7,8%), diikuti Nusa Tenggara Timur (7,3%), di
Yogyakarta (6,9%), dan Sulawasi Selatan (6,7%).
Asma merupakan penyakit yang manifestasinya sangat bervariasi.
Sekelompok pasien mungkin bebas dari serangan dalam jangka waktu
lama dan hanya mengalami gejala jika mereka berolahraga, terpapar
alergen atau terinfeksi virus pada saluran pernafasannya. Pasien lain
mungkin mengalami gejala yang terus-menerus atau serangan akut yang
sering. Pola gejalanya juga berbeda antar satu pasien dengan pasien
lainnya. Selain itu dalam satu pasien sendiri, pola, frekuensi, dan intensitas
gejala bisa bervariasi antar waktu ke waktu.
Fisioterapi dapat membantu mengatasi permasalahan yang
ditimbulkan akibat asma. Fisioterapi membantu penderita asma untuk
dapat tetap aktif dan mendapatkan kebugaran tubuh yang optimal. Dari
berbagai macam modalitas fisioterapi untuk mengatasi asma secara umum
yang sering digunakan adalah dengan menggunakan modalitas nebulizer
untuk memperlancar dan mengurangi obstruksi jalan nafas dan
diaphragmaticbreathing untuk mengatur dan mengontrol pernafasan
ketika terjadi serangan.
Berdasarkan latar belakang diatas, penulis ingin mengulas lebih
lanjut tentang penyakit asma dan membuat rencana keperawatan ibu hamil
dengan asma.
B. Tujuan
1. Tujuan Khusus
Agar pembaca dapat memahami tentang gangguan asma yang
diderita oleh ibu hamil.
2. Tujuan Khusus
a. Agar pembaca dapat mengetahui apa itu asma yang diderita
oleh asma.
b. Agar pembaca dapat mengetahui faktor-faktor yang
menyebabkan ibu hamil mengalami asma
c. Agar pembaca dapat mengetahui komplikasi yang akan
ditimbulkan pada ibu hamil dengan asma
d. Agar pembaca dapat mengetahui diagnosa apa saja yang
ditegakkan pada ibu hamil dengan asma
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. LatarBelakang
Asma adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respon
trakea dan bronkus terhadap berbagai rangsangan dengan manifestasi
adanya penyempitan jalan napas yang luas dan derajatnya dapat berubah-
ubah, baik secara spontan maupun sebagai hasil pengobatan (Muttaqin,
2008).
Asma dalam kehamilan gangguan adalah inflamasi kronik jalan
napas terutama sel mast dan eosinofil sehingga menimbulkan gejala
periodik berupa mengi, sesak napas, dada terasa berat, dan batuk yang
ditemukan pada wanita hamil. Asma mungkin membaik, memburuk atau
tetap tidak berubah selama masa kehamilan, tetapi pada kebanyakan
wanita gejala-gejalanya cenderung meningkat selama tiga bulan terakhir
dari masa kehamilan.
Dengan bertumbuhnya bayi dan membesarnya rahim, sebagian
wanita mungkin sering mengalami sesak nafas. Tetapi ibu - ibu yang tidak
menderita asmapun mengalami hal tersebut karena gerakan diafragma/
sekat rongga badan menjadi terbatas. (Febrianti, 2008).
B. Etiologi
Sampai saat ini etiologi dari Asma Bronkhial belum diketahui.
Suatu hal yang menonjol pada penderita Asma adalah fenomena
hiperaktivitas bronkus. Bronkus penderita asma sangat peka terhadap
rangsangan imunologi maupun non-imunologi. Adapun rangsangan atau
faktor pencetus yang sering menimbulkan Asma adalah:
1. Faktor ekstrinsik (alergik): reaksi alergik yang disebabkan oleh
alergen atau alergen yang dikenal seperti debu, serbuk-serbuk, bulu-
bulu binatang.
2. Faktor intrinsik (non-alergik): tidak berhubungan dengan alergen,
seperti common cold, infeksi traktus respiratorius, latihan, emosi, dan
polutan lingkungan dapat mencetuskan serangan.
3. Asma gabungan: Bentuk asma yang paling umum. Asma ini
mempunyai karakteristik dari bentuk alergik dan non-alergik
(Smeltzer&Bare,2002).
Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan
presipitasi timbulnya serangan Asma Bronkhial yaitu:
1. Faktor predisposisi
a Genetik: Faktor yang diturunkan adalah bakat alerginya,
meskipun belum diketahui bagaimana cara penurunannya
yangjelas. Penderita dengan penyakit alergi biasanya
mempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit alergi.
Karena adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah
terkena penyakit Asma Bronkhial jika terpapar dengan
faktorpencetus. Selain itu hipersensitivitas saluran
pernapasannya juga bisa diturunkan.
2. Faktor presipitasi
a Alergen: Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu:
1) Inhalan: yang masuk melalui saluran pernapasan.
Contoh: debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora
jamur, bakteri dan polusi.
2) Ingestan: yang masuk melalui mulut. Contoh:
makanan dan obat-obatan.
3) Kontaktan: yang masuk melalui kontak dengan kulit.
Contoh: perhiasan, logam dan jam tangan.
b Perubahan cuaca: Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang
dingin sering mempengaruhiAsma. Atmosfir yang mendadak
dingin merupakan faktor pemicu terjadinya serangan Asma.
Kadang-kadang serangan berhubungan dengan musim, seperti
musim hujan, musim kemarau.
c Stres: Stres atau gangguan emosi dapat menjadi pencetus
serangan Asma, selain itu juga bisa memperberat serangan
Asma yang sudah ada. Disamping gejala Asma yang timbul
harus segera diobati penderita Asma yang mengalami stres
atau gangguan emosi perlu diberi nasehat untuk menyelesaikan
masalah pribadinya. Karena jika stresnya belum diatasi maka
gejala belum bisa diobati.
d Lingkungan kerja: Mempunyai hubungan langsung dengan
sebab terjadinya serangan Asma. Hal ini berkaitan dengan
dimana dia bekerja. Misalnya orang yang bekerja di
laboratorium hewan, industri tekstil, pabrik asbes, polisi lalu
lintas. Gejala ini membaik pada waktu libur atau cuti.
e Olahraga atau aktifitas jasmani. Sebagian besar penderita
Asma akan mendapat serangan jika melakukan aktifitas
jasmani atau olahraga yang berat. Lari cepat paling mudah
menimbulkan serangan Asma. Serangan asma karena aktifitas
biasanya terjadi segera setelah selesai aktifitas tersebut.
C. Patofisiologi
Obstruksi saluran napas pada asma merupakan kombinasi spasme
otot bronkus, penyumbatan mukus, edema dan inflamasi dinding bronkus.
Obstruksi bertambah berat selama ekspirasi karena secara fisioiogis
saluran napas menyempit pada fase tersebut. Hal ini menyebabkan udara
distal tempat terjadinya obstruksi terjebak tidak bisa diekspirasi.
Selanjutnya terjadi peningkatan volume residu, kapasitas residu fungsional
(KRF), dan pasien akan bernapas pada volume yang tinggi mendekati
kapasitas paru total (KPT). Keadaan hiperinflasi ini bertujuan agar saluran
napas tetap terbuka dan pertukaran gas berjalan lancar. Untuk
mempertahankan hiperinflasi ini diperlukan otot bantu napas. Jelasnya
patofisiologi asma adalah sebagai berikut:
1. Kontraksi otot pada saluran napas meningkatkan resistensi jalan
napas.
2. Peningkatan sekresi mukosa dan obstruksi saluran napas.
3. Hiperinflasi paru dengan peningkatan volume residu.
4. Hiperaktivitas bronkial, yang diakibatkan oleh histamin, prostaglandin
dan leukotrin.
Degranulasi sel mast menyebabkan terjadinya asma dengan cara
pelepasan mediator kimia, yang memicu peningkatan resistensi jalan
napas dan spasme bronkus. Pada kasus kehamilan alkalosis respiratori
tidak bisa dipertahankan diawal berkurangnya ventilasi, dan terjadilah
asidosis. Akibat perubahan nilai gas darah arteri pada kehamilan
(penurunan PCO2 dan peningkatan pH). Pasien dengan perubahan nilai
gas darah arteri secara signifikan merupakan faktor risiko terjadinya
hipoksemia maternal, hipoksia janin yang berkelanjutan. dan gagal napas.
D. ManifestasiKlinik
Gejala-gejala yang lazim muncul pada asma bronkial adalah batuk,
dispnea,dan wheezing. Serangan serin terjadi pada malam hari. Asma
biasanya bermula mendadak dengan batuk dan rasa sesak di dada, disertai
dengan pernapasan lambat,wheezing. Ekspirasi selalu lebih susah dan
panjanh dibanding inspirasi, yang mendorong pasien untuk duduk tegak
dan menggunakan setiap otot otot eksesori pernapasan. Jallan napas yang
tersumbat menyebabkan dispnea. Serangan asma dapat berlangsung dari
30 menit sampai beberapa jam dan dapat hilang secara spontan. Meskipun
serangan asma jarang ada yang fatal, kadang terjadi reaksi kontinu yang
lebih berat,yang di sebut “status asmatikut” kondisi ini mengancam hidup
(Smeltzer&Bare, 2002).
E. Komplikasi
Komplikasi yang dapat timbul dari asma pada ibu dan janin , diantaranya:
1. Hipoksia janin dan ibu
2. Abortus
3. Persaljnan premature
4. BBLR
F. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada penderita asma antara lain:
1. Mencegah adanya strees
2. Menghindari faktor pencetus yang sudah diketahui secara intensif
3. Mencegah penggunaan aspirin karena dapat menimbulkan serangan
4. Pada serangan rimgan dapat digunakan obat inhalasi
5. Pada keadaan yang lebih berat penderita harus di rawat dan serangan
dapan di hilangan seperti efinefrin/sc, oksigen, isoproerenol/inhalasi,
aminoplin/ infuse, glukosa, hidrokortison/infuse dektrose 10%
Terapi asma asma bronchial meemilili 2 tujuan:
1. Meredakan serangan yang akut dan
2. Mencegah atau membatasi serangan yang akan datang. Pada semua
individu yang menderita asma ,allergen yaang diketahui haris
dieleminasi dan suhu harus di pertahankan nyaman didalam rumah.
Infeksi pernapasan harus diobati dan inhalasi uap atau kabut
diterapkan untuk mengencerkan lendir. Terapi asma bronchial
diberikan, episode akut.membutuhkan steroid, aminofilin, oksigen,
dan koreksi ketidak seimbangan cairan elektrolit.
Tindakan pencegahan khusus untuk obstetric meliputi hal-hal berikut:
1. Jangan gunakan morfin dalam persalinan karena obat ini dapat
menyebabkan bronkospasme. Meperidin (Demerol) biasanya akan
meredakan bronkospasme.
2. Hindari atau batasi penggunaan efedrin dan kortikosteroid (obat-
obatan penekan) pada klien dengan preeklamsi dan eklamsia
3. Pilih lahiran pervagina serta penggunaan anestesi local atau anestesi
regional setiap kali ada kesempatan
G. Pemeriksaan lab
I. Diagnostik
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan
broncospasme, peningkatan sekresi pulmoner.
2. Ansietas berhubungan dengan ancaman jiwa sekunder terhadap
sesak nafas dan takut.
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan, kelelahan,
sekunder.
4. Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan prognosis penyakit
saat hamil.
J. Intervensi/ManajemenKeperawatan
Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
B. Analisa Data
Data Masalah Penyeba
b
Ds. Ketidakefe Bronkos
1. Klienmengeluhsesaknafas ktifanbersih pasme
2. Klienmengatakanmemilikiriwayatasma anjalannafa
sejakkecil s
Do.
1. RR: 24 kali/menit
2. Klienterlihatsulituntukbernafas dan
menggunakanotot bantu nafas
Ds. Kurangpen Salahint
1. Klienmengatakantidakmaumenggunaka getahuan erpretasi
nobatbronkodilatorsaatsakitnyakambuh prognosis informa
karenatakutmengganggupertumbuhanja kesehatan si
nin
Do.
1. Klienmenolakkerassaatingindiberikann
ebulizer.
Ds. Ansietas Ancama
1. Klienmengatakankhawatirjaninnyatidak n jiwa
sehat/cacatjikadiamenggunakanbronkod sekunde
ilator r
2. Klienkhawatirdengankesehatanjaninnya terhadap
karenaasmanya yang seringkambuh sesak
Do. nafas
1. Gelisah dan
2. Kesulitanbernafas takut
3. TD: 130/85 mmHg
C. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifanbersihanjalannafas b.d bronkospasme.
2. Kurangpengetahuan prognosis kesehatan b.d
salahinterpretasiinformasi.
3. Ansietas b.d Ancaman jiwa sekunder terhadap sesak nafas dan
takut.
D. Intervensi Keperawatan
Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Intervensi
Kriteria Hasil
Ketidakefektifanbersihanjala Tujuan : 1. Kaji tanda-
menunjukkan tanda vital
nnafas b.d bronkospasme
pembersihan jalan dan
nafas yang efektif, auskultasi
yang dibuktikan bunyi nafas.
oleh pencegahan 2. Berikan
aspirasi status klien untuk
pernafasan, posisi yang
kepatenan jalan nyaman.
nafas, dan status 3. Lakukan
pernafasan : fisioterapi
ventilasi tidak dada jika
terganggu. perlu.
Kriteria Hasil:
1. Pencegahan
aspirasi :
tindakan
personal
untuk
mencegah
masuknya
cairan dan
partikel padat
kedalam
paru.
2. Status
pernafasan :
kepatenan
jalan nafas :
jalan nafas
trakeobronkea
l, terbukan
dan bersih
untuk
pertukaran
gas.
3. Status
pernafasan :
ventilasi :
pergerakan
udara masuk
dan keluar
paru.
E. Implementasi Keperawatan
Tanggal/Wakt No. DK Tindakan Keperawatan dan Hasil
u
07 Maret 2020 1. 1. Kaji tanda-tanda vital dan auskultasi
(08.15) bunyi nafas.
Hasil:
TD: 130/85 mmHg
N: 88 x/menit
RR: 24 x/menit
S: 37,0oC
Bunyi nafas: Ronchi
2. Berikan klien untuk posisi yang
nyaman.
Hasil: Klien terlihat nyaman dengan
perubahan posisi yang diberikan.
3. Lakukan fisioterapi dada jika perlu.
Hasil: Masih sedikit terasa sesak.
F. Evaluasi Keperawatan
No. Hari/Tanggal/Jam Evaluasi Hasil (SOAP)
DX (Mengacu pada Tujuan)
1. Sabtu/07-Maret- S: Klien mengeluh sesak nafas
2020/08.15 O: RR: 24 kali/menit, terlihat
menggunakan otot bantu nafas, bunyi
nafas rinchi
A: Masalah belum teratasi
P: Lanjutkan intervensi
2. Sabtu/07-Maret- S: Klien mengatakan tidak mau
2020/09.00 menggunakan obat bronkodilator saat
sakitnya kambuh karena takut
menggangu pertumbuhan janin.
O: Klien menolak keras saat ingin
diberikan nebulezer, klien terlihat
cemas.
A: Masalah belum teratasi
P: Lanjutkan intervensi
3. Sabtu/07-Maret- S: Klien khawatir dengan kesehatan
2020/09.15 janinnya karena asmanya yang sering
kambuh.
O: Gelisah, kesulitan bernafas, TD:
130/85 mmHg.
A: Masalah belum teratasi
P: Lanjutkan intervensi
A. Kesimpulan
Asma dalam kehamilan gangguan adalah inflamasi kronik jalan
napas terutama sel mast dan eosinofil sehingga menimbulkan gejala
periodik berupa mengi, sesak napas, dada terasa berat, dan batuk yang
ditemukan pada wanita hamil. Asma mungkin membaik, memburuk atau
tetap tidak berubah selama masa kehamilan, tetapi pada kebanyakan
wanita gejala-gejalanya cenderung meningkat selama tiga bulan terakhir
dari masa kehamilan. Faktor yang menimbulkan munculnya asma yaitu
faktor intrinsik (alergen) seperti debu, faktor ekstrinsik (non-alergen)
seperti cuaca, dan gabungan dari keduanya.
Gejala-gejala yang lazim muncul pada Asma Bronkhial adalah
batuk, dispnea, dan wheezing. Serangan seringkali terjadi pada malam
hari. Komplikasi yang dapat timbul dari asma pada ibu dan janin,
diantaranya yaitu hipoksia janin dan ibu, abortus, persalinan premature,
dan BBLR. Panatalaksanaan pada penderita asma antara lain mencegah
adanya strees, menghindari factor pencetus yang sudah diketahui secara
intensif, mencegah penggunaan aspirin karena dapat menimbulkan
serangan, pada serangan ringan dapat digunakan obat inhalan, dan pada
keadaan yang lebih berat penderita harus dirawat dan serangan dapat
dihilangkan seperti efinefrin/sc dan oksigen.
B. Saran
Diharapkan bagi mahasiswa dapat mampu memenuhi asuhan
keperawatan khususnya pada ibu hamil dengan penyakit asma dan dapat
memahami tentang asma pada ibu hamil dan juga diharapkan bagi
pembaca dapat memahami isi dari makalah kami.