Anda di halaman 1dari 18

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Asma adalah penyakit obstruktif jalan nafas yang ditandai oleh
penyempitan jalan nafas. Penyempitan jalan nafas bisa
mengakibatkan klien mengalami dispnea, batuk, mengi. Penderita
asma juga lebih sering terjadinya kecemasan dikarenakan manajemen
dan tingkat kontrol yang buruk. Cemas merupakan reaksi emosional
terhadap persepsi adanya bahaya, baik yang nyata maupun yang
belum tentu ada atau nyata (Puspasari, 2019).
Asma merupakan gangguan inflamasi kronik pada saluran
nafas yang melibatkan banyak sel-sel inflamasi seperti eosinofil, sel
mast, leukotrin dan lain-lain. Inflamasi kronik ini berhubungan dengan
hiper responsif jalan nafas yang menimbulkan episode berulang dari
mengi, sesak nafas, dada terasa berat dan batuk terutama pada
malam dan pagi dini hari, kejadian ini biasanya ditandai dengan
obstruksi jalan nafas yang bersifat reversible baik secara spontan atau
dengan pengobatan ( Wijaya & Toyib,2018 ).
Menurut WHO (2014), Menunjukan prevalensi asma terus
meningkat dalam tiga puluh tahun terakhir terutama dinegara maju,
WHO memperkirakan 100-150 juta penduduk dunia saat ini terkena
penyakit asma. Dan memperkirakan mengalami penambahan 180.000
setiap tahunnya, dari data WHO tahun 2014 angka kematian akibat
penyakit asma mencapai 24, 733 orang atau 1,77% total jumlah
kematian penduduk (Arina, 2013).
Di Indonesia asma termasuk dalam 10 besar penyebab
kesakitan dan kematian, GINA dan pemerintah di indonesia telah
membuat pedoman penatalaksanaan asma untuk mencapai tingkat
kontrol asma, tetapi dalam kenyataannya pedoman yang ada tidak di
implementasikan secara efektif dalam sehari-hari. Kontrol asma yang
lebih bururk terjadi pada pasien dengan fungsi paru yang buruk, salah
satunya adalah orang yang mengalami kecemasan atau depresi.
Semakin berat kecemasan akan berbanding lurus dengan kontrol
asma ( Erlina et al.2020)
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (RIKESDAS) tahun 2018
secara keseluruhan penderita asma diindonesia sebesar 2,4% dan
terdapat sembilan belas provinsi teratas adalah daerah istimewa
yogyakarta (DIY) sebesar 4,5% Prevalensi penyakit asma dijawa
tengah sebesar 2,6%. Dari tingginya prevalansi penderita penyakit
asma dipengaruhi oleh beberapa pemicu.
Penderita asma akan mengalami banyak masalah ketika
penyakit ini kambuh. Mulai dari sesak, gangguan kemampuan untuk
melakukan untuk menyelesaikan aktivitas makan, mandi/hygiene,
berpakaian dan berdandan atau eliminasi untuk diri sendiri. Penderita
akan mengalami keterbatasan dalam kemampuan untuk melakukan
aktivitas fisik secara mandiri (Budi & Syahfitri, 2018).
Keadaaan seseorang yang mengalami asma dapat
menimbulkan rasa berdebar debar, tangan kaki sering berkeringat,
kesemutan dan merasa tremor. Keluhan tersebut termasuk kedalam
tanda dan gejala dari kecemasan. Kecemasan dapat diatasi
mengguanakan relaksasi otot progresif karena dapat mempengaruhi
hipotalamus yang menurunkan kerja sistem saraf simfatis melalui
peningkatan kerja saraf parasimpatis, sehingga dapat menurunkan
tingkat kecemasan pada pasien asma ( ambarwati & supriyanti, 2020).
Penyebab pencetus asma yaitu alergi, lingkungan, aktifitas fisik
dan stres yang menyebabkan kekambuhan asma yang patut
diwaspadai. Semakin meningkatnya faktor pencetus asma seseorang
dapat memperburuk kondisi patologisnya ( Saadah, 2017).
Teknik relaksasi otot progresif dapat meminimalkan kecemasan
pada penderita asma bronkial dan membantu memperlambat
kambuhnya asma. Sehingga penulis menggunakan teknik ROP untuk
menurunkan kecemasan pada pasien asma sebagai penelitian.
Dengan mengajarkan atau menerapkan teknik relaksasi otot progresif
dinyatakan dapat mengurangi kecemasan, penderita pada penyakit
asma dapat terhindar dari gejala asma dan dapat menjalani aktivitas
hidup sehari-hari sehingga meminimalisir semakin banyaknya
penderita asma (Resti,2014).
Hasil penelitian resti tahun 2014 menjelaskan bahwa teknik
relaksasi otot progresif yang diberikan dapat membantu mengurangi
tingkat stres, gejala stres dan rasa cemas yang dirasakan oleh kedua
subyek yang mempunyai penyakit asma. ( resti,2014).
Berdasarkan latar belakang di atas, dapat disimpilkan bahwa
penyakit asma merupakan penyakit yang tidak berbahaya yang dapat
dicegah dan diberikan asuhan keperawatan yang tepat. Oleh karena
itu penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang “ Penerapan
Teknik Relaksasi Otot Progresif Untuk Menurunkan Kecemasan Pada
Pasien Asma.
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana gambaran penerepan teknik relaksasi otot progresif
untuk menurunkan kecemasan pada pasien asma
1.3 Tujuan Penelitian
Memperoleh gambaran penerapan teknik relaksasi otot
progresif untuk menurunkan kecemasan pada pasien asma
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Secara praktis hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi
manfaat :
a. Bagi Rumah Sakit, hasil penelitian ini sebagai dasar
pengembangan standar / pedoman penerapan teknik relaksasi otot
progresif untuk menurunkan kecemasan pada pasien asma
b. Pedoman kerja bagi perawat dalam penerapan teknik
relaksasi otot progresif untuk menurunkan kecemasan pada pasien
asma
c. Bagi penulis meningkatkan pengetahuan dalam menerapkan
penerapan teknik relaksasi otot progresif untuk menurunkan
kecemasan pada asma dan memperoleh pengalaman yang nyata
dalam melakukan asuhan keperawatan tersebut.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Penyakit


2.1.1 Definisi
Asma adalah penyakit obstruksi jalan nafas yang ditandai oleh
penyempitan jalan nafas. Penyempitan jalan nafas akan
mengakibatkan klien mengalami dispnea, batuk, dan mengi.
Eksasebasi akut terjadi dari beberapa menit sampai jam, bergantian
dengan periode bebas gejala. ( Puspasari 2019 ).
Asma adalah kondisi paru-paru umum yang menyebabkan
kesulitan bernafas. Ini sering dimulai pada masa kanak-kanak,
meskipun juga dapat berkembang pada orang dewasa, dan
mempengaruhi orang-orang dari segala usia. Asma disebabkan oleh
pembengkakan dan penyempitan tabung yang membawa udara dan
dari paru-paru.
Asma merupakan suatu penyakit dengan adanya penyempitan
saluran pernafasan yang berhubungan dengan tangkap rekasi yang
meningkat dari trakea dan bronkus berupa hiperaktivitas otot polos
dan inflamasi, hipersekresi mukus, edema dinding saluran pernafasan
dan inflamasi yang disebabkan berbagai macam rangsangan
( Alsagaff, 2017 dikutip dari Danusantoso, 2018 ).
Dari beberapa pengertian referensi diatas, maka dapat
disimpulkan asma adalah gangguan penyempitan pada jalan nafas
yang di tandai dengan episode mengi, sesak nafas, kekauan dada,
dan batuk berulang. Inflamasi menyebabkan peningkatan respontifitas
jalan nafas terhadap stimulus yang mutripel. Pada beberapa pasien
asma dapat mengalami episode yang lebih lama dengan beberapa
derajat gangguan jalan nafas setiap hari.
2.1.2 Anatomi Fisiologi
A. Anatomi sistem pernafasan

Gambar 2.1 Organ Sistem Pernafasan


( Health, 2020 )

B. Fisologi sistem pernafasan


Respirasi adalah ketika tubuh kita membutuhkan oksigen ( O2 ) dan oksigen
dari luar dihirup ( inspirasi ) melalui organ pernafasan. Pada keadaan tertentu
tubuh kelebihan karbon dioksida ( CO2 ) maka tubuh 12 berusahan
mengeluarkan kelebihan tersebut dengan menghembuskan nafas
( ekspirasi ) sehingga terjadi keseimbangan antara O2 dan CO2 dalam tubuh.
Fungsi pernafasan bagi tubuh adalah :
1. Mengambil udara dari luar masuk kedalam tubuh, beredar dalam
darah yang melanjutkan proses pembakaran dalam sel dan jaringan.
2. Mengeluarkan CO2 sisa dari metabolisme sel atau jaringan yang
dibawa darah ke paru-paru untuk dibuang melalui proses pernafasan.
3. Melindungi tubuh kita dari kekurangan cairan dan mengubah suhu
tubuh.
4. Melindungi sistem pernafasan dari jaringan lain terhadap serangan
patogenik, dan menghasilkan udara. ( Nurhastuti, 2019 )

2.1.3 Etiologi
Ada berbagai macam faktor penyebab terjadinya asma,
serangan berat, dan asma ringan. Faktor-faktor tersebut antara lain
yaitu :
1. Alergi
Alergi adalah zat-zat tertentu yang bila dihisap atau dimakan dapat
menimbulkan serangan asma misalnya debu rumah, jamur, spora,
bulu kucing, bulu binatang, beberapa makanan laut dan
sebagainya.
2. Infeksi saluran pernafasan
Infeksi saluran pernafasan terutama disebabkan oleh virus. Virus
influenza merupakan salah satu faktor pencetus yang paling sering
menimbulkan asma bronkial. Diperkirakan 2/3 penderita asma
dewasa serangan ditimbulkan oleh infeksi saluran pernafasan
3. Tekana jiwa
Tekanan jiwa bukan penyebab asma tetapi pencetus asma, karena
banyak orang menghadapi tekanan jiwa tetapi tidak menjadi
penderita asma bronkial. Faktor ini berperan mencetus serangan
asma terutama pada orang yang agak labil kepribadiannya. Hal ini
lebih menonjol pada wanita dan anak-anak.
4. Olahraga atau kegiatan jasmani yang berat
Sebagian penderita asma akan akan mendapatkan serangan asma
bila melakukan olahraga atau aktivitas fisik yang berlebihan. Lari
cepat dan bersepeda adalah dua jenis kegiatan paling mudah
menimbulkan serangan asma. Serangan asma karena kegiatan
jasmani (exercise induced asma-EIA ) Terjadi olahraga atau
aktivitas fisik yang cukup berat dan serangan timbul beberapa jam
setelah olahraga.

5. Obat-obatan
Beberapa klien dengan asma bronkial sensitif atau alergi terhadap
obat tertentu seperti penisilin, beta bloker, kodein, salisilat, dan
sebagainya.
6. Polusi udara
Pada asma sangat peka terhadap udara berdebu, asap pabrik atau
kendaraaan dan oksida fotokemikal, serta bau yang tajam.
7. Lingkungan kerja
Lingkungan kerja diperkirakan merupakan faktor pencetus yang
menyumbang 2-15% klien dengan asma bronkial. (Fernando,
2018).

2.1.4 Patofisiologi
Asma merupakan obstruksi jalur nafas disfusi reversibel. Obstruksi
yang diakibatkan oleh satu ataupun lebih dari kontraksi otot-otot yang
mengelilingi brinkhi, yang bisa menyempitkan jalan napas, ataupun
pembengkakan membran yang melapis brionkhi, ataupun pengisian
bronkhi dengan mukus yang kental. Tidak hanya itu, ada otot-otot
bronkhial serta kelenjar mukosa membengkak, sputum yang kental,
yang banyak dihasilkan serta alveoli jadi hiperinflasi, dengan hawa
terperangkap didalam jaringan paru. Sebagian orang yang dengan
asma memiliki reaksi imun yang kurang baik terhadap area hidup
mereka. Antibodi yang dihasikan ( IgE ) setelah itu melanda sel-sel
mast serta paru. Menyebabkan pelepasan produk sel-sel mast
misalnya histamin, bradikinin, serta prostaglandin dan anafilaksis dari
subtansi yang bereaksi lelet. Pelepasan mediator ini dalam jaringan
paru yang mempengaruhi otot polos serta kelenjar jakur napas.
Menimbulkan bronkopasme, pembengkakan membran mukosa serta
pembuatan mukus yang sangat banyak sehingga menyebabkan
ketidakefektifan bersihan jalan nafas.
Mekanisme pada asma proses radang menyebabkan peningkatan
aktivitas jaaln napas. Oleh sebab itu, pengendalian atau pencegahan
radang merupakan inti manajemen asma. Asma sebagai respon
kompleks terkait pemicu. Saat proses tersebut mulai terjadi, sel mast
limposit T, makrofag dan sel epitel terlibat dalam pelepasan mediator
radang. Eosinofil dan noutrofil migrasi ke jalan nafas menyebabkan
cedera, mediator kimia, seperti leukotriene, bradikinin, histamin, dan
faktor pengaktif trombosit juga berperan dalam respons radang
tersebut. Adanya leokotrin menyebabkan konstriksi jalan nafas jangka
panjang. Kendali saraf otonom tonus jalan nafas terkena, sekresi
mukus jalan nafas meningkat, fungsi mukosilia berubah, responsifitas
otot polos jalan nafas meningkat. ( Indraswari, 2018 )

2.1.5 Manifestasi Klinis


Menurut ( Puspasari, 2019 )
1. Secara umum asma mempunyai gejala seperti batuk ( dengan atau
tanpa lendir ) dipsnea, mengi.
2. Asma biasanya menyerang pada malam hari atau dipagi hari
3. Eksaserbasi sering didahului dengan meningkatnya gejala selama
berhari-hari, tapi bisa juga terjadi secara tiba-tiba.
4. Pernafasan berat dan mengi.
5. Obstruksi jalan nafas yang memperburuk dispnea
6. Batuk kering pada awalnya sama dengan diikuti dengan batuk
yang lebih kuat dengan produksi sputum berlebih.
7. Gejala tambahan seperti diaforesis, takikardi dan tekanan nadi
yang melebar.
2.1.6 Komplikasi

Menurut Puspasari ( 2019 , komplikasi dari asma yaitu :


a) Pneumonia ( Infeksi paru-paru )
b) Kerusakan sebagian atau seluruh paru-paru
c) Gagal nafas, dimana kadar oksigen dalam darah menjadi sangat
rendah atau kadar karbon dioksida menjadi sangat tinggi
d) Status asthmaticus komplikasi dari hipertensi

2.1.7 Pemeriksaan Penunjang


( Fernando, 2018 )
a. Pengukuran fungsi paru ( spirometri )
b. Pemeriksaan Kulit
c. Tes provokasi bronkus
d. Pemeriksaan Laboratorium
1) AGD
2) Sputum
3) Pemeriksaan darah rutin
4) Pemeriksaan Radiologi

2.1.8 Penatalaksanaan Medis Keperawatan


a) Menyembuhkan dan mengendalikan gejala asma
b) Mengupayakan fungsi paru senormal mungkin
c) Mengupayakan aktivitas harian tingkat normal termasuk olahraga
d) Mencegah kekambuhan
e) Mencegah obstruksi jalan nafas
f) Menghindari efek samping obat
g) Obat-obatan
1. Obat pelega nafas ( Reliever )
2. Obat pengontrol asma ( Controller )
2.2 Konsep Kecemasan
2.2.1 Definisi Kecemasan
Kecemasan adalah kondisi psokilogis seseorang yang penuh
dengan rasa takut, khawatir. Dimana perasaan takut dan khawatir
akan sesuatu hal yang belum pasti akan terjadi. Kecemasan
merupakan keadaan emosi yang muncul saat individu sedang stress
ditandai oleh perasaan tegang, fikiran yang membuat individu merasa
khawatir dan disertai respon fisik ( jantung berdebar kencang, naiknya
tekanan darah dan lain-lain). ( Musyasaroh et al 2020)
Kecemasan atau anxietas adalah rasa khawatir, takut yang tidak
jelas sebabnya pengaruh cemas terhadap tercapainya kedewasaan
merupakan permasalahan penting dalam perkembangan
kepribadian. Kecemasan meruoakan kekuatan yang besar dalam
menggerakan baik tingkah laku normal maupun menyimpang yang
terganggu, keduanya merupakan pernyataan penampilan
penjelmaan dari pertahanan terhadap kecemasan. ( Handayani 2019
)

2.2.2 Tingkat Kecemasan


Menurut ( Musyasarih et al. 2020 ) kecemasan bisa dialami
setiap orang. Mengidentifikasi 4 kecemasan yaitu :
a. Kecemasan Ringan
Kecemasan ini berhubungan dengan kehidupan sehari-hari.
Kecemasan ini dapat memotivasi belajar menghasilkan pertumbuhan
serta kreatifitas. Tanda dan gejala antara lain : persepsi dan
perhatian meningkat, waspada sadar akan stimulus internal dan
eksternal mampu mengatasi masalah secara efektif serta terjadi
kemampuan belajar. Perubahan fisiologis ditandai dengan gelisah,
sulit tidur, hipersensitif terhadap suara, tanda tanda vital dan pupil
normal

b. Kecemasan Sedang
Kecemasan sedang memungkinkan seseorang memusat hal yang
penting dan mengesampingkan yang lain, sehingga individu
mengalami perhatian yang selektif, namun dapat melakukan sesuatu
yang lebih terarah.
Respon fisiologi : sering nafas pendek, nadi dan tekanan darah naik,
mulut kering, gelisah, konstipasi. Sedangkan respon kognitif yaitu
lahan persepsi menyempit, rangsangan luar tidak mampu diterima,
berfokus pada apa yang menjadi perhatiannya.
c. Kecemasan Berat
Kecemasan berat sangat mempengaruhi persepsi individu, individu
cenderung untuk memusatkan pada sesuatu yang terinci dan
spesifik, serta tidak dapat berfikir tentang hal ini. Semua perilaku
ditunjukan untuk mengulangi ketegangan. Tanda dan gejala dari
kecemasan berat yaitu : persepsinya sangat kurang, berfokus pada
hal yang detail, rentang perhatian sangat terbatas, tidak dapat
berkonsentrasi atau menyelesaikan masalah, serta tidak dapat
belajar secara efektif. Pada tingkatan individu mengalami sakit
kepala, pusing mual, gemetar, insomnia, palpitasi takikardi,
hiverpentilasi, sering buang air kecil maupun besar dan diare. Secara
emosi individu mengalami ketakutan serta seluruh perhatian terfokus
pada dirinya.
d. Panik
Pada tingkat panik kecemasan berhungan dengan perpengarah,
ketakutan dan terror, karena mengalami kehilangan kendali, individu
yang mengalami panik tidak dapat mengalami sesuatu walaupun
dengan pengarahan. Panik menyebabkan peningkatan aktivitas
motorik, menurunnya kemampuan berhubungan dengan orang lain,
persepsi yang menyimpang, kehilangan pemikiran yang rasional.
Kecemasan ini tidak sejalan dengan kehidupan, dan jika berlangsung
lama dapat terjadi kelelahan yang sangat bahkan kematian. Tanda
dan gejala dari tingkat panik yaitu tidak dapat fokus pada sesuatu
kejadian.

2.2.3 Faktor-faktor Penyebab Kecemasan


Munculnya kecemasan menurut ( musyasaroh et al. 2020 ) ada
beberapa faktor yang menunjukan reaksi kecemasan antara lain
ialah:
a. Lingkungan
Lingkungan atau sekitar tempa tinggal mempengaruhi cara berfikir
individu tentang diri sendiri maupun orang lain.
b. Emosi yang ditekan
Kecemasan bisa terjadi jika individu tidak mampu menemukan jalan
keluar untuk perasaannya sendiri dalam hubungan personal,
terutama jika dirinya menekan rasa marah atau frustasi dalam jangka
waktu yang sangat lama.
c. Sebab fisik
Fikiran dan tubuh senantiasa saling berinteraksi dan dapat
menyebabkan timbulnya kecemasan. Hal ini terlihat dalam kondisi
seperti misalnya kehamilan semasa remaja dan suatu terkena
penyakit. Selama di timpa kondisi tersebut perubahan perasaan
lazim muncul, dan dapat menyebabkan timbulnya kecemasan.

2.2.4 Cara Penilaian Pengukuran


Menurut Chrisnawati & aldino (2019), cara penilaian kecemasan
adalah dengan memberikan nilai dengan kategori :
a. 0 = Tidak pernah
b. 1 = Jarang
c. 2 = Kadang-kadang
d. 3 = Sering
e. 4 = Selalu
Penentuan derajat kecemasan adalah dengan cara menjumlahkan
skor 1-14 dengan hasil :
a. Skor < 14 : Tidak ada kecemasan
b. Skor < 14-20 : Kecemasan ringan
c. Skor < 21-27 : Kecemasan sedang
d. Skor < 28-41 : Kecemasan berat
e. Skor < 42-52 : Kecemasan berat sekali

2.3 TERAPI RELAKSASI OTOT PROGRESIF


2.3.1. Pengertian Relaksasi Otot Progresif
Teknik relaksasi otot progresif merupakan teknik relaksasi
terhadap otot dalam yang tidak memerlukan imajinasi,
ketekunan bahkan sugesti. Teknik relaksasi ini dilakukan
dengat memusatkan perhatian pada suatu aktivitas otot
dengan menidentifikasi ketegangan otot kemudian
menurunkan ketegangan otot tersebut dengan melakukan
beberapa tindakan relaksasi untuk mendapatkan perasaan
yang rileks. Dengan kata lain teknik ini merupakan teknik
relaksasi dengan menegangkan otot-otot tertentu yang
dikombinasikan dengan latihan bernafasan dalam serta
serangkaian seri kontraksi dan relaksasi terhadap otot
tertentu. ( Murdiyanti dewi & nuril rahmita, 2019 )
2.3.2. Tujuan Terapi Relaksasi Otot Progresif
Menurut murdiyanti dewi & nuril rahmita (2019), bahwa tujuan
dari teknik ini adalah :
a. Dapat meringankan ketegangan otot, kecemasan, nyeri
leher, atau punggung, menentukan tekanan darah tinggi,
memperlancar frekuensi jantung, serta meringankan
metabolisme.
b. Mengurangi disritmia, ( kelainan denyut jantung ) serta
kebutuhan oksigen
c. Meningkatkan gelombang alpa yang berada diotak ketika
seseorang dalam keadaan sadar tetapi tidak memfokuskan
perhatiannya secara rileks
d. Menambah kebugaran serta konsentrasi seseorang
e. Memperbaiki sistem kemampuan untuk menangani stres
f. Mampu mengatasi insomnia, depresi, kelelahan iritabilitas,
spasme otot, fobia ringan, dan gagap ringan
g. Mampu memperbaiki emosi negatif menjadi positif

2.3.3. Waktu Pelaksanaan


Waktu yang diperlukan untuk melakukan relaksasi otot progresif
sehingga dapat menimbulkan efek yang maksimal adalah sebanyak
1-2 kali dalam sehari dengan sekali tindakan selama 15 menit dan
dilakukan kurang lebih selama satu sampai dua minggu. Untuk
selanjutnya pada tahap follow up diperlukan waktu sekitar 2 minggu
setelah diterapkan terapi tersebut.

2.3.4. Manfaat Terapi Relaksasi Otot Progresif


Manfaat melakukan relaksasi otot progresif adalah sebagai berikut :
1. Mengurangi kecemasan dan ketegangan
2. Meningkatkan kualitas tidur
3. Mengurangi nyeri punggung bawah
4. Meningkatkan tekanan darah sistolik
5. Meredakan gangguan psikomatis
6. Meredakan stres dan depresi
7. Sangat baik untuk kesehatan otot tubuh agar tidak kaku
8. Mencegah atau menyembuhkan kram dan kesemutan
9. Dapat melenturkan otot persendian
10. Mampu meningkatkan pegal dan sakit leher

2.3.5. Indikasi Terapi Relaksasi Otot Progresif


1. Klien mengalami gangguan tidur
2. Klien sering mengalami stres
3. Klien mengalami kecemasan
4. Klien mengalami depresi

2.3.6. Standar Prosedur Operasi Terapi Relaksasi Otot Progresif


Tabel 2.2
Standar Prosedur Operasi Terapi Relaksi Otot Progresif
No PROSEDUR

1. Identifikasi pasien menggunakan minimal dua indentitas ( nama


lengkap, tanggal lahir, dan nomor rekam medis )

2. Siapkan alat-alat

3. Cuci tangan dan pasang sarung tangan

4. Periksa kategangan otot,frekuensi nadi,tekanan darah, dan suhu

5. Tempatkan pasien di tempat tenang dan nyaman

6. Anjurkan untuk menggunakan pakaian longgar dan nyaman

7. Berikan posisi yang nyaman,misal dengan duduk bersandar atau


tidur

8. Anjurkan rileks dan merasakan sensasi relaksasi

9. Anjurkan menegangkan otot selama 5-10 detik,kemudian anjurkan


untuk merilekskan otot 20-30 detik,masing-masing 8-16 kali

10. Anjurkan menegangkan otot kaki selama tidak lebih dari 5 detik
untuk menghindari kram

11. Anjurkan fokus pada sensasi otot yang menegang atau otot rileks

12. Anjurkan bernafas dalam dan perlahan

13. Periksa ketegangan otot,frekuensi nadi,tekanan darah,dan suhu

14. Rapikan pasien dan alat-alat yang digunakan

15. Lepaskan sarung tangan

16 Lakukan kebersihan tangan 6 langkah

17. Dokumentasi prosedur yang telah dilakukan dan respons


pasien

SPO menurut buku pedoman standar prosedur operasional


Keperawatan ( Tim pokja pedoman SPO keperawatan DPP PPNI,
2021 )

Anda mungkin juga menyukai