PASIEN ASMA
DISUSUN OLEH:
NAMA KELOMPOK:
TINGKAT : II.B
DOSEN PENGAMPU :
1. NS.LINDESI YANTI,S.Pd.,S.Kep.,M.Kes.,M.Kep
2. WENI APRYANTI,S.Kep.,Ners.,M.Kep
PENDAHULUAN
Data WHO pada tahun 2016 menunjukan sebanyak 300 juta orang di dunia dan 225 ribu
orang meninggal karena mengidap penyakit Asma. Jumlah ini diprediksi akan semakin
meningkat hingga 400 juta orang pada tahun 2025. Prevalensi penyakit Asma di Indonesia
tahun 2010 diperkirakan mencapai 6,4%, tahun 2011 sebesar 0,69%,tahun 2012 sebesar
0,68% dan tahun 2013 mencapai 0,58% (John, 2016).
Kasus Asma merupakan salah satu masalah kesehatan terbesar di Indonesia, kasus Asma
merupakan salah satu kasus kesehatan terbesar diseluruh dunia yang mempengaruhi kurang
lebih 300 juta jiwa. Angka kematian di dunia akibat asma diperkirakan sudah mencapai
250.000 orang/tahun (Ikawati, 2017). Kasus Asma di dunia cukup besar, berdasarkan data
World Health Organization (WHO) memperkirakan 100-150 juta penduduk dunia menderita
Asma, jumlah ini diperkirakan akan terus bertambah besar 180.000 orang pertahun. Apabila
tidak dicegah dan tidak ditangani dengan baik maka diperkirakan akan terjadi peningkatan
pervalensi yang lebih tinggi lagi pada masa yang akan datang serta akan menggangu proses
tumbuh kembang anak dan kualitas hidup pasien (WHO, 2016).
Penyakit asma di Indonesia termasuk sepuluh besar penyakit penyebab kesakitan dan
kematian. Angka kejadian asma tertinggi dari hasil survey Riskesdas ditahun 2013 mencapai
4,5% dengan penderita terbanyak adalah perempuan yaitu 4,6% dan laki-laki sebanyak 4,4%.
Di Indonesia tahun 2014 didapatkan prevalensi asma tertinggi di Sulawesi Tengah (7,8%),
diikuti Nusa Tenggara Timur (7,3%), di Yogyakarta (6,9%) dan Sulawesi Selatan (6,7%).
Sulawesi Utara masuk ke urutan 18 dari 33 Provinsi dengan prevalensi sebesar 4,7%.
Selanjutnya prevalensi meningkat ditahun 2015, didapatkan penderita di Jawa Tengah 7,5%
kasus dan jumlah asma tertinggi berada di Surakarta dengan jumlah kasus 8,0% (Kemenkes,
2018).
Berdasarkan data medical record Rumah Sakit Bhayangkara Palembang di peroleh pasien
rawat IGD pada tahun 2015 sebanyak 356 kasus asma bronkial, selanjutnya pada tahun 2016
sebanyak 426 dan mengalami peningkatan pada tahun 2017 sebanyak 640 dengan diagnosa
asma bronkial. Data pasien asma dari bulan januari, februari, maret tahun 2018 sebanyak 126
kasus asma bronkial (Rekam Medik RS Bhayangkara Palembang, 2018).
Penyakit asma ditemukan sebesar 2,1% di Provinsi Sumatera Selatan dan prevalensi
berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan adalah 1,5%. Data ini menunjukkan cakupan
diagnosis asma oleh tenaga kesehatan sebesar 71,4%. Pravelensi penyakit asma,jantung,
DM,dan tumor meningkat dengan bertambahnya umur,namun pravalensi cenderung menurun
kembali untuk DM setelah umur 64 tahun,untuk tumor setelah umur 74 tahun ( RISKESDAS
PROV SUMATERA SELATAN,2017).
Tanda utama dari patofisiologi Asma adalah terjadi pengurangan diameter saluran pernafasan
disebabkan oleh kontraksi otot polos, edema dari dinding bronkus, dan sekret yang mengental
dan membanyak. Hasil akhirnya adalah peningkatan tahanan pada saluran nafas, penurunan
forced exfiratory volume (FEV), hiperinflasi paru dan toraks, peningkatan kerja nafas,
peningkatan perubahan fungsi otot-otot pernapasan, distribusi yang abnormal dari ventilasi
dan aliran darah paru dan perubahan gas darah.
Pada penelitian yang kami lakukan melalui metode literature review dari 5 artikel. Nebulizer
dapat mengurangi sesak nafas yang ditandai dengan respirasi rate (RR) kembali normal dan
meningkatnya saturasi oksigen pada pasien asma. Dan pada penelitian oleh S.k Ramlal dkk
(2016) nebulizer efektif dafat meningkatkan arus puncak ekspirasi pada pasien Asma.
Pada serangan asma, terapi yang paling tepat adalah menggunakan terapi nebulizer.
Nebulizer merupakan pilihan terbaik pada kasus kasus yang berhubungan dengan inflamasi
terutama pada penderita asma, nebulizer yaitu alat yang digunakan untuk merubah obat-obat
bronkodilator dari bentuk cair ke bentuk partikel aerosol atau partikel yang sangat halus,
aerosol sangat bermanfaat apabila dihirup atau dikumpulkan dalam organ paru, efek dari
terapi nebulizer adalah untuk mengembalikan kondisi spasme bronchus (Yuliana, 2019).
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Budi ES (2017) dengan judul Perbedaan
Pengaruh Latihan Batuk Efektif dan postural drainage pada intervensi Nebulizer Terhadap
Penurunan Frekuensi Pernafasan pada Asma didapatkan hasil ada pengaruh latihan batuk
efektif dengan pemberian nebulizer terhadap penurunan frekuensi batuk pada asma
bronchiale. dengan nilai P= 0,005>0,05). Sedangkan penelitian Kurniati, (2016) Perbedaan
Efektivitas Pemberian Nebulizer dengan Menggunakan Latihan Batuk Efektif pada Penderita
Asma Akut di Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat (BBKPM) Surakarta didapatkan hasil
ada perbedaan yang signifikan antara efektivitas pemberian nebulizer dengan latihan batuk
efektif pada penderita asma dengan nilai p=0,0007 (p<0,05).
Berdasarkan uraian diatas, maka fenomena di RS Bhayangkara Palembang pada kasus asma
bronkial pasien yang masuk ke IGD diberikan pertolongan pertama dengan menggunakan
nebulizer untuk mempertahankan jalan nafas.
Dari beberapa penelitian diatas menunjukan bahwa terapi nebulizer dapat mengurangi sesak
nafas pada pasien Asma. Berdasarkan analisa diatas penulis ingin mengetahui
“Bagaimanakah asuhan keperawatan dengan penerapan terapi nebulizer terhadap
hemodinamik pada pasien Asma?”