Anda di halaman 1dari 17

1

SPIROMETRI

Pembimbing:
dr. Nina Marlina, Sp.P (K)

oleh

Lidya Angelina Purba 1818012110


Mutia Diah Pratiwi 181012100

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM


RSUD Dr. H. ABDUL MOELOEK PROVINSI LAMPUNG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG
2019
2

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat rahmat-Nya
penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Spirometri” ini. Penyusunan makalah ini
merupakan salah satu bentuk penugasan yang diberikan di bagian dalam mengikuti Kepaniteraan
Klinik di Bagian/SMF Ilmu Penyakit Dalam RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung.

Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Nina Marlina, Sp.P (K)
selaku preceptor bagian ilmu kedokteran paru dan pernapasan atas bimbingan yang diberikan.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih memiliki banyak hal yang perlu diperbaiki,
sehingga saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan. Semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi pembaca.

Bandar Lampung, 7 Agustus 2019

Penulis
3

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 4
1.2 Tujuan 6
1.3 Manfaat 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Ukuran-Ukuran Spirometri 7
2.2 Indikasi dan Kontraindikasi Pemeriksaan Spirometri 9
2.3 Prosedur Pemeriksaan Spirometri 10
2.2 Interpretasi Hasil Pemeriksaan Spirometri 12

BAB III KESIMPULAN 16

DAFTAR PUSTAKA 17
4

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit kronis merupakan penyebab utama kematian dewasa dini di seluruh bagian di
dunia. Penyakit kronis diperkirakan bertanggungjawab terhadap 58 juta kematian yang
terjadi pada tahun 2005. Penyakit kronis dua kali lebih banyak menyebabkan kematian
dibandingkan jumlah kematian akibat penyakit menular (termasuk HIV/AIDS, tuberkulsis,
dan malaria), kondisi maternal dan perinatal, dan defisiensi nutrisi digabungkan. Penyakit
respirasi kronis adalah penyakit saluran nafas dan struktur lainnya pada paru. Beberapa
penyakit yang paling umum, misalnya Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK), asma,
penyakit paru akibat kerja, dan hipertensi pulmonal. Selain asap tembakau, terdapat faktor
risiko lainnya termasuk polusi udara, debu dan zat kimiawi pada tempat kerja, dan infeksi
saluran nafas bawah yang terjadi saat kanak-kanak yang menyebabkan penyakit kronis pada
sistem respirasi (WHO, 2007).

Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) merupakan penyakit paru yang mengancam nyawa
secara progresif yang menyebabkan sesak dan dapat menjadi predisposisi untuk terjadinya
eksaserbasi. Berbagai penelitian melaporkan bahwa prevalensi kasus PPOK sejumlah 251
juta secara global pada 2016. Secara global, hal ini diperkirakan bahwa 3,17 juta kematian
yang disebabkan oleh PPOK pada 2015, dan 5% dari jumlah kematian secara global pada
tahun itu disebabkan oleh PPOK (Mathers CD & Loncar D, 2006).

Asma bronkial merupakan penyakit kronik yang sering dijumpai pada anak maupun dewasa
di negara berkembang maupun negara maju. Sejak duadekade terakhir, dilaporkan bahwa
prevalensi asma bronkial meningkat pada anak maupun dewasa. Prevalensi total asma
bronkial di dunia diperkirakan7,2 % (6% pada dewasa dan 10% pada anak) (IDAI, 2010).
Asma bronkial memberi dampak negatif bagi kehidupan pengidapnya, seperti menyebabkan
sering tidak masuk sekolah atau kerja dan membatasi kegiatan olahraga serta aktifitas dari
individu maupun seluruh keluarganya. Pada anak-anak, biaya tidak langsung meningkat jika
5

anak dirawat sehingga menggangu pekerjaan keluarga. Menurut sumber, di Amerika tiap
harinya 30.000 orang kambuh, 40.000 orang tidak masuk kerja dan sekolah dan 5.000 orang
masuk Instalasi Gawat Darurat (IGD) akibat asma bronkial. Anak dengan asma bronkial
membutuhkan biaya kesehatan 2,8 kali lebih tinggi daripada anak tanpa asma bronkial (CDC,
2010).

Bandar Lampung adalah kota dengan kepadatan penduduk tertinggi di Propinsi Lampung dan
masih terus bertambah, yaitu 743.109 jiwa pada tahun 2000 dan 841.370 jiwa pada tahun
2009. Sedangkan pada tahun 2009, jumlah populasi berdasarkan umur pada kelompok umur
0-4 tahun adalah 80714 jiwa, 5-9 tahun adalah 78731 jiwa, 10-14 80280 jiwa, dan 15-19
tahun sebanyak 83967 jiwa (BPS Lampung, 2011). Asma bronkial merupakan sepuluh besar
penyebab kesakitan dan kematian di Indonesia, hal itu tergambar dari data studi survei
kesehatan rumah tangga (SKRT) di berbagai propinsi di Indonesia. Survei kesehatan rumah
tangga tahun 1986 menunjukan asma bronkial menduduki urutan ke-5 dari 10 penyebab
kesakitan (morbiditas) bersama dengan bronkitis kronik dan emfisema. Pada SKRT 1992,
asma bronkial, bronkitis kronik dan emfisema sebagai penyebab kematian (mortalitas) ke-4
di Indonesia atau sebesar 5,6%. Tahun 1995, prevalensi asma bronkial diseluruh Indonesia
sebesar 13/1000 dibandingkan dengan bronkitis kronik11/1000 dan obstruksi paru 2/1000.
Secara keseluruhan prevalensi asma bronkial di dunia meningkat. Kendati Indonesia
dinyatakan sebagai low prevalence country untuk asma bronkial, kenyataan sulit dibantah
bahwa asma bronkial ada di mana-mana.

PPOK dan asma merupakan penyakit paru obstruktif, yang dapat dikonfirmasi lewat
pemeriksaan spirometri. Pemeriksaan spirometri tidak saja penting untuk menentukan
diagnosis tetapi juga penting untuk menilai beratnya obstruksi, berat restriksi dan efek
pengobatan. Banyak penderita tanpa keluhan tetapi pemeriksaan spirometrinya menunjukkan
obstruksi atau restriksi dan hal ini dapat dijadikan peringatan dini terhadap gangguan fungsi
paru yang kemungkinan dapat terjadi sehingga dapat ditentukan tindakan pencegahan
secepatnya. Spirometri merekam secara grafis atau digital volume ekspirasi paksa dan
kapasitas vital paksa ( Alasagaff, 2015).

Spirometri yang berarti “pengukuran nafas,” adalah pemeriksaan fungsi paru yang secara
rutin digunakan yang mengukur jumlah dan kecepatan udara yang bisa dihirup dan
dihembuskan. Hasil dari pemeriksaan spirometri dapat digunakan untuk memperkirakan
fungsi paru-paru dan membantu dalam diagnosis gangguan pernapasan tertentu (CDC, 2012).
Tes fungsi paru merupakan pengukuran obyektif apakah fungsi paru seseorang dalam
keadaan normal atau abnormal. Pemeriksaan fungsi paru biasanya dikerjakan berdasarkan
indikasi atau keperluan tertentu. Secara lengkap, uji faal paru dilakukan dengan menilai
fungsi ventilasi, difusi gas, perfusi darah paru dan transpor gas O2 dan CO2 dalam peredaran
darah. Untuk keperluan praktis dan uji skrining, biasanya penilaian faal paru seseorang cukup
dengan melakukan uji fungsi ventilasi paru. Apakah fungsi ventilasi nilainya baik, dapat
6

mewakili keseluruhan fungsi paru dan biasanya fungsi-fungsi paru lainnya juga baik.
Penilaian fungsi ventilasi berkaitan erat dengan penilaian mekanika pernapasan. Spirometer
dapat mengukur kapasitas inspirasi, kapasitas residu fungsional, kapasitas vital dan kapasitas
paru total melalui catatan grafik (Uyainah et al., 2014).

Selain itu, spirometri juga berguna untuk menilai dan mengelola penyakit pernapasan,
termasuk mengukur keberadaan dan tingkat keparahan penyakit paru restriktif, penyaringan
tenaga kerja di Indonesia lingkungan kerja yang berbahaya, penyaringan pra-pekerjaan untuk
pekerjaan tertentu, dan menilai kebugaran untuk menyelam. Beberapa percaya itu mungkin
berguna sebagai alat motivasi untuk membantu perokok untuk berhenti, tetapi bukti ilmiah
yang kuat tentang hal ini masih kurang saat ini, dan temuan penelitian telah samar (GOLD,
2010).

1.2 Tujuan

Adapun tujuan yang ingin dicapai adalah:


1. Mengetahui ukuran-ukuran dalam spirometri untuk penilaian fungsi paru
2. Mengetahui indikasi dan kontraindikasi pemeriksaan spirometri
3. Mengetahui prosedur pemeriksaan spirometri
4. Mengetahui interpretasi hasil pemeriksaan spirometri

1.3 Manfaat

1.3.1 Manfaat bagi Peneliti

Makalah ini diharapkan dapat mengembangkan pengetahuan dan kemampuan


peneliti di bidang penelitian dan menambah pengetahuan peneliti tentang spirometri.

1.3.2 Manfaat bagi Institusi

Makalah ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dalam upaya


pendeteksian dini fungsi paru dan pencegahan penurunan fungsi paru.

1.3.3 Manfaat bagi Mahasiswa Kedokteran


ini diharapkan mampu menambah pengetahuan tentang spirometri sehingga
mahasiswa dapat melakukan pemeriksaan spirometri secara mandiri.
7

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Ukuran-ukuran Spirometri

Uji fungsi faal paru pada dasarnya dilakukan untuk mengetahui apakah kerja pernapasan
seseorang mampu mengatasi kedua resistensi yang mempengaruhi kerja pernapasan, yaitu
resistensi elastik dan resistensi nonelastik, sehingga dapat menghasilkan fungsi ventilasi
yang optimal. Ventilasi dipengaruhi oleh saluran napas, paru dan dinding dada. Dua bagian
terakhir mengatur besarnya volume dan aliran udara pada saat istirahat dan ketika
beraktivitas, seperti: kegiatan fisik, bersuara, batuk, tertawa, perubahan posisi tubuh, dan
lain-lain. Pada penyakit kardiopulmoner, volume paru dapat berubah sebagai hasil dari
mekanisme dinamis saluran napas dan pola bernapas disertai perubahan statis pada paru dan
dinding dada (Uyainah A, Amin Z, dkk, 2014).

Resistensi elastik dihasilkan oleh sifat elastis paru (tegangan permukaan cairan yang
membatasi alveolus dan serabut elastis yang terdapat di seluruh paru) dan rongga toraks
(kemampuan meregang otot, tendon, dan jaringan ikat). Resistensi nonelastik dihasilkan
oleh tahanan gesekan terhadap aliran udara dalam saluran napas, dalam jumlah kecil yang
juga disebabkan karena viskositas jaringan paru. Parameter yang digunakan untuk menilai
kemampuan kerja pernapasan dalam mengatasi kedua resistensi tersebut adalah volume
paru, baik volume statis maupun dinamis. Volume statis menggambarkan kemampuan kerja
pernapasan dalam mengatasi resistensi elastik, sedangkan volume dinamik mengukur
kecepatan aliran udara dalam saluran pernapasan dibandingkan dengan fungsi waktu yang
digunakan untuk menilai kemampuan kerja pernapasan mengatasi resistensi nonelastik .
Adapun volume-volume tersebut dipaparkan di bawah ini:
8

Tabel 1. Volume statis (Uyainah A, Amin Z, dkk, 2014)

Pengukuran Definisi Nilai Rerata Dewasa (ml)


Volume Tidal Jumlah udara yang diinspirasi atau diekspirasi pada 500
setiap kali bernapas (nilai ini adalah untuk keadaan
istirahat)
Volume Jumlah udara yang dapat diinspirasi secara paksa 3100
Cadangan sesudah inspirasi volume tidal normal
Inspirasi

Volume Jumlah udara yang dapat diekspirasi secara paksa 1200


Cadangan sesudah ekspirasi volume tidal yang normal
Ekspirasi
Volume Residu Jumlah udara yang tertinggal di dalam paru sesudah 1200
ekspirasi paksa
Kapasitas Paru Jumlah udara maksimal yang dapat dimasukkan ke 6000
Total dalam paru setelah inspirasi maksimal.
TLC=TV+IRV+ERV+RV

Kapasitas Vital Jumlah udara maksimal yang dapat diekspirasi setelah 4800
inspirasi maksimal: VC=TV+IRV+ERV (Seharusnya
80% dari TLC)
Kapasitas Jumlah udara maksimal yang dapat diinspirasi setelah 3600
Inspirasi ekspirasi normal: IC=TV+IRV
Kapasitas Residu Volume udara yang tertinggal di dalam paru setelah 2400
Fungsional ekspirasi volume tidal normal: FRC=ERV+RV

Tabel 2. Volume dinamis (Uyainah A, Amin Z, dkk, 2014)

Pengukuran Definisi
Kapasitas Vital Paksa / Pengukuran yang diperoleh dari ekspirasi yang dilakukan secepat dan sekuat
Force Vital Capacity (FVC) mungkin
Kapasitas Vital Lambat / Volume gas yang diukur pada ekspirasi lengkap yang dilakukan secara
Slow Vital Capacity (SVC) perlahan setelah atau sebelum inspirasi maksimal
Volume Ekspirasi Paksa Jumlah udara yang dikeluarkan sebanyak-banyaknya dalam 1 detik pertama
pada Detik Pertama / Force pada waktu ekspirasi maksimal setelah inspirasi maksimal (volume udara
Expiration Volume (FEV1) yang dapat diekspirasi dalam waktu standar selama pengukuran kapasitas
vital paksa)

Maximal Voluntary Jumlah udara yang bisa dikeluarkan sebanyak-banyaknya dalam 2 menit
Ventilation (MVV) dengan bernapas cepat dan dalam secara maksimal.

2.2 Indikasi dan Kontraindikasi Pemeriksan Spirometri


9

Indikasi spirometri dibagi dalam 4 manfaat, yaitu:


1. Diagnostik: evaluasi individu yang mempunyai gejala, tanda, atau hasil laboratorium
yang abnormal; skrining individu yang mempunyai risiko penyakit paru; mengukur efek
fungsi paru pada individu yang mempunyai penyakit paru; menilai risiko preoperasi;
menentukan prognosis penyakit yang berkaitan dengan respirasi dan menilai status
kesehatan sebelum memulai program latihan.
2. Monitoring: menilai intervensi terapeutik, memantau perkembangan penyakit yang
mempengaruhi fungsi paru, monitoring individu yang terpajan agen berisiko terhadap
fungsi paru dan efek samping obat yang mempunyai toksisitas pada paru.
3. Evaluasi kecacatan/kelumpuhan: menentukan pasien yang membutuhkan program
rehabilitasi, kepentingan asuransi dan hukum.
4. Kesehatan masyarakat: survei epidemiologis (skrining penyakit obstruktif dan restriktif)
menetapkan standar nilai normal dan penelitian klinis.

Kontraindikasi spirometri terbagi dalam kontraindikasi absolut dan relatif. Kontraindikasi


absolut meliputi: Peningkatan tekanan intrakranial, space occupying lesion (SOL) pada otak,
ablasio retina, dan lain-lain. Sedangkan yang termasuk dalam kontraindikasi relatif antara
lain: hemoptisis yang tidak diketahui penyebabnya, pneumotoraks, angina pektoris tidak
stabil, hernia skrotalis, hernia inguinalis, hernia umbilikalis, Hernia Nucleous Pulposus
(HNP) tergantung derajat keparahan, dan lain-lain (Uyainah A, Amin Z, dkk, 2014).

Berikut ini adalah pertanyaan eksklusi untuk keamanan spirometri.

1. Apakah pasien memiliki infeksi telinga yang menyebabkan nyeri


2. Apakah sebelumnya pernah operasi pada mata? (Tidak termasuk operasi kosmetik pada
kelopak mata atau kulit sekitar mata)
3. Apakah operasi mata tersebut berlangsung pada tiga bulan terakhir?
4. Apakah sebelumnya pernah operasi bedah dada atau perut?
5. Apakah operasi bedah tersebut berlangsung pada tiga bulan terakhir?
6. Apakah pasien atau orang yang tinggal serumah memiliki tuberkulosis sebelumnya?
7. Apakah dokter atau petugas kesehatan lainnya pernah memberitahukan pasien bahwa
pasien memiliki aneurisma, paru kolaps, kerusakan retina, stroke, atau serangan jantung?
8. Apakah stroke terjadi pada tiga bulan terakhir?
9. Apakah serangan jantung terjadi dalam tiga bulan terakhir?
10. Dalam beberapa bulan terakhir, apakah pernah batuk darah?

Jawaban terhadap pertanyaan tersebut dapat berupa “Ya”, “Tidak”, “Menolak menjawab”,
“Tidak tahu”. Respon “Ya”, “Menolak menjawab”, “Tidak tahu” terhadap salah satu
pertanyaan membuat partisipan dieksklusikan dari pemeriksaan spirometri (CDC, 2008).

2.3 Prosedur Pemeriksaan Spirometri


1. Persiapan Tindakan
10

a. Bahan dan Alat :


- Alat spirometer yang telah dikalibrasi untuk volume dan arus
- Mouth piece sekali pakai.

b. Pasien :
- Bebas rokok minimal 2 jam sebelum pemeriksaan
- Tidak boleh makan terlalu kenyang, sesaat sebelum pemeriksaan
- Tidak boleh berpakaian terlalu ketat
- Penggunaan bronkodilator kerja singkat terakhir minimal 8 jam sebelum
pemeriksaan dan 24 jam untuk bronklodilator kerja panjang.
- Memasukkan data ke dalam alat spirometri, data berikut :
 Identitas diri (Nama)
 Jenis kelamin
 Umur
 Berat badan
 Tinggi badan
 Suhu ruangan

c. Ruang dan fasilitas :


- Ruangan harus mempunyai sistem ventilasi yang baik
- Suhu udara tempat pemeriksaan tidak boleh <170C atau >400C
- Pemeriksaan terhadap pasien yang dicurigai menderita penyakit infeksi saluran
napas dilakukan pada urutan terakhir dan setelah itu harus dilakukan tindakan
antiseptik pada alat.

2. Prosedur Tindakan
- Dilakukan pengukuran tinggi badan, kemudian tentukan besar nilai dugaan
berdasarkan nilai standar faal paru Pneumobile Project Indonesia
- Pemeriksaan sebaliknya dilakukan dalam posisi berdiri
- Penilaian meliputi pemeriksaan VC, FVC, FEV1, MVV :

a) Kapasitas vital (Vital Capasity, VC)


 Pilih pemeriksaan kapasitas vital pada alat spirometri
 Menerangkan manuver yang akan dilakukan
 Pastikan bibir pasien melingkupi sekeliling mouth piece sehingga tidak ada
kebocoran
 Instruksikan pasien menghirup udara sebanyak mungkin dan kemudian udara
dikeluarkan sebanyak mungkin melalui mouthpiece
 Manuver dilakukan minimal 3 kali
11

b) Kapasitas vital paksa (Forced Vital Capasity, FVC) dan Volume ekspirasi paksa
detik pertama (Forced Expiratory Volume in One Second, FEV1)
 Pilih pemeriksaan FVC pada alat spirometri
 Menerangkan manuver yang akan dilakukan
 Pastikan bibir pasien melingkupi sekeliling mouth piece sehingga tidak ada
kebocoran
 Istruksikan pasien menghirup udara semaksimal mungkin dengan cepat
kemudian sesegera mungkin udara dikeluarkan melalui mouth piece dengan
tenaga maksimal hingga udara dapat dikeluarkan sebanyak-banyaknya
 Nilai FEV1 ditentukan dari FVC dalam 1 detik pertama (otomatis)
 Pemeriksaan dilakukan 3 kali

c) Maksimal Voluntary Ventilation (MVV)


 Pilih pemeriksaan MVV pada alat spirometri
 Menerangkan manuver yang akan dilakukan
 Pastikan bibir pasien melingkupi sekeliling mouth piece sehingga tidak ada
kebocoran
 Instruksikan pasien bernapas cepat dan dalam selama 15 detik
 Manuver dilakukan 1 kali

- Menampilkan hasil di layar spirometri dan mencetak hasil grafik.


- Menentukan interpretasi hasil uji faal paru (spirometri).

2.4 Interpretasi Hasil


Pemeriksaan Spirometri
Sebelum data dari hasil
pemeriksaan diinterpretasikan, sebaiknya dipastikan terlebih dahulu hasil pemeriksaan yang
12

diperoleh sudah memenuhi syarta. Menurut Amerian Thoracic Society (ATS), hasil
spirometri yang baik adalah yang suatu usaha ekspirasi yang menunjukkan:
a. gangguan minimal pada saat awal ekspirasi paksa
b. tidak ada batuk pada detik pertama ekshalasi paksa
c. memenuhi 1 dari 3 kriteria valid end-of-test:
- peningkatan kurva linier yang halus dari volume-time ke fase plateau dengan
durasi sedikitnya 1 detik;
- jika pemeriksaan gagal untuk memperlihatkan gambaran plateau ekspirasi, waktu
ekspirasi paksa/ forced expiratory time (FET) dari 15 detik; atau
- ketika pasien tidak mampu atau sebaiknya tidak melanjutkan ekshalasi paksa
berdasarkan alasan medis.

Setelah hasil pemeriksaan dipastikan baik, selanjutnya tentukan nilai referensi normal
FEV1 dan FVC pasien berdasarkan jenis kelamin, umur dan tinggi badan. Kemudian
pilih 3 hasil FEV1 dan FVC yang konsisten dari pemerikssan spirometri yang selanjutnya
dibandingkan dengan nilai normal yang sudah ditentukan sebelumnya untuk
mendapatkan persentase nilai prediksi.

Faal Paru Normal :


- VC dan FVC >80% dari nilai prediksi
- FEV1 >80% dari nilai prediksi
- Rasio FEV1/FVC >70%
13

Gangguan Faal Paru Restriksi :

Gangguan restriktif yang menjadi masalah adalah hambatan dalam pengembangan paru
dan akan mempengaruhi kerja pernapasan dalam mengatasi resistensi elastik. Manifestasi
spirometrik yang biasanya timbul akibat gangguan ini adalah penurunan pada volume
statik. RVD menunjukkan reduksi patologik pada TLC (<80%).

Derajat Restriksi % pred FVC


Ringan 70-79% pred
Sedang 60-69% pred
Sedang-berat 50-59% pred
Berat 35-49% pred
Sangat berat <35% pred

Gangguan Faal Paru Obstruksi :

Gangguan obstruktif pada paru dimana terjadi penyempitan saluran napas dan gangguan
aliran udara di dalamnya, akan mempengaruhi kerja pernapasan dalam mengatasi
resistensi nonelastik dan akan bermanifestasi pada penurunan volume dinamik. Kelainan
ini berupa penurunan rasio FEV1/FVC <70%. FEV1 akan selalu berkurang pada OVD
dan dapat dalam jumlah yang besar, sedangkan FVC dapat tidak berkurang. Pada orang
sehat dapat ditemukan penurunan rasio FEV1/FVC, namun nilai FEV1 dan FVC tetap
normal. Ketika sudah ditetapkan diagnosis OVD, maka selanjutnya menilai beratnya
obstruksi.
14

Derajat Obstruksi % pred FEV1


Ringan 70-79% pred
Sedang 60-69% pred
Sedang-berat 50-59% pred
Berat 35-49% pred
Sangat berat <35% pred

Secara umum gangguan fungsi pernapasan memiliki dua pola yaitu gangguan restriktif
dan gangguan obstruktif. Perbandingan volume dan kapasitas paru pada berbagai kondisi
dijelaskan dalam gambar berikut.

Gambar Perbandingan Volume dan Kapasitas Paru


15

Dan dari hasil penilaian pemeriksaan spirometri, penilaian fungsi faal paru dapat dilihat
dalam tabel berikut :

Tabel Penilaian Pemeriksaan Spirometri


16

BAB III
KESIMPULAN

Spirometri merupakan pemeriksaan untuk fungsi paru yang berguna untuk skrining, diagnosis,
dan pemantauan penyakit pernapasan. Hasil pemeriksaan spirometri dapat membedakan fungsi
paru normal, obstriksif, atau restriktif dengan menggunakan parameter volume ekspirasi paksa
(forced expiratory volume in 1 second/FEV1) dan kapasitas vital paksa (forced vital
capacity/FVC). Pada fungsi paru normal, nilai FVC >80% dari nilai prediksi atau FEV1 >80%
dari nilai prediksi, dan FEV1/FVC normal (>70%). Pada penyakit paru obstruktif, nilai FVC
normal, FEV1 menurun, dan FEV1/FVC menurun (<70%). Pada penyakit paru restriktif, nilai
FVC menurun, FEV1 normal atau menurun, dan FEV1/FVC meningkat (>70%).
17

Daftar Pustaka

Alsagaff H, Mukty A. 2015. Dasar-dasar Ilmu Penyakit paru. Cetakan Ketiga. Surabaya:
Airlangga University Press. PPOK Asma

Badan Pusat Statistik Kota Bandar Lampung. 2011. Bandar Lampung dalam Angka Tahun 2011.
Bandar Lampung; BPS Kota Bandar Lampung

CDC. 2012. Respiratory Health Spirometry Procedures Manual. US: CDC

GOLD. 2010. SPIROMETRY FOR HEALTH CARE PROVIDERS. Diakses pada 7 Agustus
2019. Tersedia dari http://www.goldcopd.org.

IDAI. 2010 Buku Ajar: Respirologi Anak. Badan Penerbit IDAI. Jakarta. halaman 71-118.

Mathers CD, Loncar D. 2006. Projections of global mortality and burden of disease from 2002 to
2030. PLoS Med 3(11): e442.

Universitas Hassanudin. 2017. Keterampilan Klinis: Uji Faal Paru (Spirometri). Makasar:
Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin
Uyainah A, Amin Z, Theufeilsyah F. Spirometri. Ina J Chest Crit and Emerg Med. 2014: 1(1);
35─8.

WHO. 2007. Global surveillance, prevention, and control of chronic respiratory diseases.
Switzerland: WHO Library

Anda mungkin juga menyukai