SKENARIO 2
Disusun oleh:
BBDM 18
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
2019
DAFTAR PESERTA DIDIK
BBDM 18
Mengetahui
( )
Seorang anak berusia 2 tahun dating dengan keluhan kejang. Kejang seluruh tubuh, selama
kejang tidak sadar, sebelum dan sesudah kejang anak sadar. Kejang berlangsung selama 10
menit, mata mendelik ke atas, tangan dan kaki kaku. 1 hari sebelumnya anak demam tinggi
terus menerus, disertai dengan batuk dan pilek. Riwayat perkembangan saat ini anak baru bias
berjalan dengan dibantu, mengucapkan satu-dua kata, dan mampu menyusun 3 balok. Dengan
pemeriksaan KPSP satu bulan sebelum sakit didapatkan skor 7. Riawayat imunisasi sesuai
jadwal Puskesmas, tapi belum mendapatkan imunisasi campak. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan anak sadar, napas spontan (+), adekuat, kejang (-), kesan status gizi normal. Tnada
vital RR 32x/ menit, HR 110x/ menit. Nadi isi dan tegangan cukup. Suhu 39,5o C. Statys
internus lain dalam batas normal. Pemeriksaan laboratorium Hb 12,0 gr%. Ht 36,8%. Leukosit
18.600/ mmk. Trombosit 420.000/mmk. Pemeriksaan LCS dalam batas normal. Pemeriksaan
neurologis Nn. Craniales dalam batas normal, Meningeal Sign (-)
I. Terminologi
1. KPSP
Kuesioner Pra Skrining Perkembangan anak untuk mengetahui perkembangan anak
normal atau tidak pada usia 0 – 72 bulan.
Cukup dijawab ya atau tidak
9 – 10: pertumbuhan normal
7 – 8: pertumbuhan meragukan
<6: dicurigai terdapat penyimapangan pertumbuhan
Menilai motorik kasar, halus, kemampuan sosialisasi dan kemampuan bicara
2. Pemeriksaan Neurologis
Pemeriksaan subjektif dan objektif, yang dinilai yaitu sensorik, motorik, refleks
fisiologis dan patologis, tonus, trofi, dan klonus.
3. Meningeal Sign
Merupakan pemeriksaan untuk mencari tanda tanda meningitis, misal : brudzinski,
kernig, dan kaku kuduk
II. Rumusan Masalah
1. Apakah perkembangan anak saat ini normal? (seusai dengan usianya)
2. Apakah ada hubungan dari perkembangan anak dengan kejang yang dialami?
3. Kapan imunisasi campak dan adakah hubungannya dengan kejang?
4. Apa komplikasi dari kejang?
5. Interpretasi dari pemeriksaan fisik dan penunjang pada skenario?
III. Hipotesis
1. KPSP skor 7: pertumbuhan meragukan (tidak normal)
Umumnya pada usia 2 tahun kemampuan motorik sudah baik/ sudah terkoordinasi,
kosakata juga meningkat (50 – 300 kata), dan dapat menyusun balok menjadi
sebuah bangunan.
2. Dari skor KPSP pertumbuhan anak mengalami Global Development Delay. Risiko
menyebabkan kejang demam karena perkembangan otak tidak sesuai sehingga
ambang batas kejang menjadi lebih rendah.
3. Imunisasi Campak: berusia 9 bulan
Hubungan dengan kejang: kurang berhubungan karena yg lebih berhubungan GDD.
Tidak mendapatkan imunisasi, mudah terkena virus campak yang memiliki gejala
: demam tinggi (FR kejang), dan mata merah.
Imunisasi campak: vaksin hidup juga bisa menyebabkan demam, maka dari itu
karena kondisi anak, vaksinasi campak belum dapat diberikan.
4. Komplikasi Kejang:
Terjadi gerakan involunter sehingga terjadi gangguan/deifisit neurologis
(terjadi hipoksi a pada jaringan)
Menghambat perkembangan anak (proses neurologis berkurang).
5. Interpretasi Pemeriksaan
KPSP skor 7: pertumbuhan meragukan
RR 32x: Tachypnea (normal 20 – 30x/ menit)
Suhu tinggi
HR: normal (normal 80-150x/ menit)
Laboratorium: leukosit sedikit meningkat (normal 5000 - 18000)
IV. Peta Skematik
V. Sasaran Belajar
1. Etiologi, dan faktor risiko kejang demam
2. Patofisiologi terjadinya kejang demam
3. Klasifikasi kejang
4. Anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang
5. Penegakkan diagnosis dan diagnosis banding
6. Tatalaksana dan edukasi kejang demam
7. Pemberian dan konseling imunisasi
8. Konselingmengenai perkembangan anak berdasarkan umur
VI. Belajar Mandiri
1. Etiologi dan Faktor Risiko Kejang Demam
Etiologi
a. Demam yang disebabkan oleh ISPA, OMA, pneumonia, gastroenteritis, dan
ISK
b. Produk toksik dari mikroorganisme
c. Respon alergik atau keadaan umum abnormal oleh infeksi
d. Perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit
e. Ensefalitis viral yang ringan atau ensefalopati toksik sepintas
Faktor Risiko
2. Patofisiologi Kejang Demam
Pada demam, kenaikan suhu 10 C akan mengakibatkan kenaikan metabolisme
basal 10 - 15 % dan kebutuhan O2 meningkat 20 %. Pada seorang anak berumur 3
tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh dibandingkan dengan orang
dewasa (hanya 15%) oleh karena itu, kenaikan suhu tubuh dapat mengubah
keseimbangan membran sel neuron dan dalam waktu singkat terjadi difusi dari
ion kalium dan natrium melalui membran listrik. dengan bantuan
”neurotransmitter”, perubahan yang terjadi secara tiba-tiba ini dapat menimbulkan
kejang.
3. Klasifikasi Kejang
a. Kejang parsial (fokal/lokal)
Kejang ini terjadi pada salah satu atau lebih lokasi yang spesifik pada otak.
Dalam beberapa kasus, kejang parsial dapat menyebar luas di otak. Kejang ini
terkadang disebabkan terjadinya trauma spesifik, namun dalam banyak kasus
penyebabnya tidak dapat diketahui (idiopatik).
a. Kejang parsial sederhana
Dalam kasus kejang parsial sederhana (Jacksonian epilepsy), pasien tidak
mengalami kehilangan kesadaran, namun dapat mengalami kebingungan,
jerking movement, atau kelainan mental dan emosional. Manifestasi klinis
dari kejang parsial sederhana ini yaitu klonik. (repetitif, gerakan
kepala dan leher menengok ke salah satu sisi). Beberapa pasien dapat pula
terjadi gejala somatosensorik berupa aura, halusinasi, atau perasaan kuat
pada indra penciuman dan perasa. Setelah kejang, pasien biasanya
mengalami kelemahan pada otot tertentu. Umumnya kejang terjadi selama
90 detik.
b.Kejang parsial kompleks
Sekitar 80% dari kejang ini berasal dari temporal lobe, bagian otak yang
berdekatan dengan telinga. Gangguan pada bagian tersebut dapat
mengakibatkan penurunan kesadaran atau dapat terjadi perubahan tingkah
laku misalnya automatisme. Pasien kemungkinan mengalami kehilangan
kesadaran secara singkat dan tatapan kosong. Kejang ini seringkali diawali
dengan aura. Episode serangan biasanya tidak lebih dari 2 menit. Sakit
kepala yang berdenyut kemungkinan terjadi pada kejang tipe ini.
c. Kejang parsial diikuti kejang umum sekunder
Kejang fokal dapat berkembang menjadi tonik klonik dengan kehilangan
kesadaran dan kejang (tonik) otot seluruh badan diikuti periode kontraksi
otot bertukar dengan relaksasi (klonik). Seringkali sulit dibedakan dengan
kejang umum. Hal ini karena kejang parsial dengan generalisata sekunder
mempunyai onset fokal yang seringkali tak teramati. Onset fokal kejang
diidentifikasi melalui analisis riwayat kejang dan EEG secara cermat
(Kasper dkk., 2008).
b. Kejang umum
Kejang umum dapat terjadi karena gangguan sel saraf yang terjadi pada daerah
otak yang lebih luas daripada yang terjadi pada kejang parsial. Oleh karena itu,
kejang ini memiliki efek yang lebih serius pada pasien.
a. Kejang absence (petit mal)
Kejang ini ditandai dengan hilangnya kesadaran yang berlangsung sangat
singkat sekitar 3-30 detik. Jenis yang jarang dijumpai dan umumnya hanya
terjadi pada masa anak-anak atau awal remaja. Sekitar 15-20% anak-anak
menderita kejang tipe ini (Kasper dkk., 2008). Penderita tiba-tiba melotot
atau matanya berkedip-kedip dengan kepala terkulai. Kejang ini
kemungkinan tidak disadari oleh orang di sekitarnya. Petit mal terkadang
sulit dibedakan dengan kejang parsial sederhana atau kompleks, atau
bahkan dengan gangguan attention deficit.
Selain itu terdapat jenis kejang atypical absence seizure, yang
mempunyai perbedaan dengan tipe absence. Sebagai contoh atipikal
mempunyai jangka waktu gangguan kesadaran yang lebih panjang,
serangan terjadi tidak dengan tiba-tiba, dan serangan kejang terjadi diikuti
dengan tanda gejala motorik yang jelas. Kejang ini diperantarai oleh
ketidaknormalan yang menyebar dan multifokal pada struktur otak.
Kadangkala diikuti dengan gejala keterlambatan mental. Kejang tipe ini
kurang efektif dikendalikan dengan antiepilepsi dibandingkan tipe kejang
absence tipikal (Kasper dkk., 2008).
Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
tidak dikerjakan secara rutin pada kejang demam, tetapi dapat dikerjakan untuk
mengevaluasi sumber infeksi penyebab demam, atau keadaan lain misalnya
gastroenteritis dehidrasi disertai demam. Pemeriksaan laboratorium yang dapat
dikerjakan misalnya darah perifer, elektrolit dan gula darah
b. Pungsi Lumbal
c. Elektroensefalografi
d. Pencitraan
Foto X-ray kepala dan pencitraan seperti computed tomography scan (CT-
scan) atau magnetic resonance imaging (MRI) jarang sekali dikerjakan, tidak
rutin dan hanya atas indikasi seperti:
Kejang selalu merupakan peristiwa yang menakutkan bagi orang tua. Pada saat
kejang sebagian besar orang tua beranggapan bahwa anaknya telah meninggal.
Kecemasan ini harus dikurangi dengan cara yang diantaranya:
d. Pemberian obat untuk mencegah rekurensi memang efektif tetapi harus diingat
adanya efek samping
7. Konseling Imunisasi
Di Indonesia terdapat jenis imunisasi yang diwajibkan oleh pemerintah dan ada
juga yang hanya dianjurkan. Imunisasi wajib di Indonesia sebagaimana yang
diwajibkan oleh WHO yaitu BCG, DPT, Polio, Campak, dan Hepatitis B.
Imunisasi dasar adalah imunisasi pertama yang diberikan pada semua orang,
terutama bayi dan balita sejak lahir untuk melindungi tubuhnya dari penyakit-
penyakit yang berbahaya.
8. Konseling Perkembangan Anak
a. Bayi usia 1-30 hari
• Bayi mampu mengisap ASI dengan baik
• Bayi dapat menggerakkan kedua lengan, kaki (kedua tungkai) secara mudah
dan aktif
• Bayi memberikan reaksi dengan melihat ke sumber cahaya dan mata bayi
kadang-kadang dapat menatap ke mata ibunya
• Bayi mulai mengeluarkan suara, mengoceh, selain menangis
b. Bayi usia 1-4 bulan
• Pada saat telengkung, leher bayi sudah kuat menyangga kepalanya dan
menegakkan/mengangkat kepalanya mengikuti gerakan badan
• Bayi dapat menggenggam benda/mainan yang di sentuhkan pada ujung jari
dan telapak tangan selama beberapa saat
• Bayi dapat membalas senyuman
c. Bayi usia 4-6 bulan
• Bayi dapat mengguling-guling dan berbalik dari terlentang ke telungkup atau
sebaliknya
• Bayi dapat meraih benda yang berada dalam jangkauan tangannya dan
mencari benda yang dipindahkan
• Bayi akan mencari dan menengok kearah sumber suara
d. Bayi usia 6-9 bulan
• Bayi mulai belajar duduk sendiri
• Bayi mampu memindahkan benda dari tangan yang satu ke tangan yang lain
• Jika melihat benda yang menarik , bayi akan tertawa/berteriak
• Bayi akan menirukan bunyi dan suara yang di dengarnya
• Bayi dapat memegang dan makan kue sendiri tanpa di bantu
e. Bayi usia 9-12 bulan
• Bayi dapat merangkak dan mulai belajar sendiri tanpa bantuan
• Bayi mulai belajar berjalan dengan berpegangan
• Bayi mampu meraup benda-benda kecil seperti kacang dengan jari-jari
tangannya
• Bayi mampu mengatakan / menyebut suku kata yang sama misalnya ma-ma,
pa-pa
• Bayi mengenali orang yang sudah dikenal dan takut pada orang belum di
kenal
f. Anak usia 12-18 bulan
• Anak dapat berjalan sendiri
• Belajar menendang dan melempar bola
• Anak mampu memungut benda-benda kecil dengan jari-jari tangannya
• Anak dapat mengungkapkan keinginan dengan ucapan yang sederhana
• Anak dapat bertepuk tangan dan minum sendiri dengan gelas tanpa tumpah
g. Anak usia 18-24 bulan
• Anak belajar melompat dengan 2 kaki
• Anak dapat berjalan mundur paling sedikit 5 langkah
• Anak mampu mengenai gambar-gambar yang diperlihatkan padanya
• Anak dapat mencoret-coret dengan menggunakan alat tulis
• Anak mampu menyebut dan menunjuk bagian tubuh dengan benar
• Anak dapat menirukan pekerjaan rumah tangga, misalnya membantu
menyapu, membersihkan meja atau menyiapkan meja makan
VII. Daftar Pustaka
Ranuh dkk. Buku Imunisasi di Indonesia. Jakarta : Satgas Imunisasi IDAI, 2011