Anda di halaman 1dari 77

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pembangunan kesehatan merupakan bagian dari penerapan pembangunan

global dengan meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup

sehat bagi setiap orang agar peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang

setinggi-tingginya dapat terwujud. Salah satu aspek yang akan dicapai tahun

2018 dalam pencapaian Millennium Sustainable Development Goals (SDGs)

adalah kesehatan. Terjadinya transisi epidemiologi yang paralel dengan

transisi demografi dan transisi teknologi mengakibatkan berbagai negara

mengalami peningkatan beban akibat penyakit tidak menular. Data WHO

(2000) menunjukkan bahwa penyakit tidak menular menyebabkan 60%

kematian dan 43% beban penyakit di dunia. Pada tahun 2020, angka kematian

akibat penyakit tidak menular diperkirakan meningkat menjadi 73% dan

beban penyakit akibat penyakit tidak menular menjadi 60% (Melyana, 2014).

Asma adalah salah satu penyakit tidak menular yang jumlah kasusnya

cukup tinggi ditemukan dalam masyarakat. Menurut Global Initiative for

Asthma (GINA) tahun 2017, asma didefinisikan suatu penyakit saluran

pernapasan yang kronik dan heterogenous. Penyakit ini dikatakan mempunyai

kekerapan bervariasi yang berhubungan dengan peningkatan kepekaan

sehingga memicu episode mengi berulang (wheezing), sesak napas

(breathlessness), dada tertekan, dispnea, dan batuk (cough) terutama pada

malam atau dini hari. Sumbatan saluran nafas ini bersifat reversibel, baik

1
2

dengan atau tanpa pengobatan. Angka kejadian penyakit asma mengalami

peningkatan dan relatif dengan banyaknya morbiditas dan mortalitas. WHO

memperkirakan 235 juta penduduk dunia saat ini terkena penyakit asma dan

diperkirakan akan mengalami penambahan 180.000 setiap tahunnya (WHO,

2013).

Menurut WHO (2007) terdapat 300 juta (4,28%) penduduk dunia yang

menderita Asma, jumlah tersebut diperkirakan akan bertambah sebanyak 100

juta (1,43%) jiwa pada tahun 2025. Laporan Centers for Disease Control

(CDC) tahun 2012 menunjukkan peningkatan kasus Asma di Amerika Serikat

dari 7,3% pada tahun 2001 menjadi 8,4% pada tahun 2010. Prevalensi rata-

rata Asma di Asia Tenggara berkisar 3,3%. Perubahan gaya hidup

(industrialisasi dan pengembangan wilayah desa menjadi wilayah perkotaan)

diduga sebagai faktor yang memengaruhi peningkatan prevalensi Asma di

wilayah Asia Tenggara. Penelitian epidemiologi di berbagai negara mengenai

prevalensi Asma menunjukkan angka yang sangat bervariasi, di Skotlandia

18,4%; Inggris 15,3%; Australia 14,7%; Jepang 6,7%; Thailand 6,5%;

Malaysia 4,8%; Korea Selatan 3,9%; India 3,0%.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia dalam laporan Profil

Kesehatan Indonesia tahun 2017 menyebutkan penyakit asma termasuk 10

besar penyebab kesakitan dan kematian, dengan jumlah penderita pada tahun

2002 sebanyak 12.500.000. Dari 25 juta penduduk Indonesia, 10% menderita

asma. Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2005 mencatat 225.000

orang meninggal karena asma. Dari 18 provinsi di Indonesia terdapat 5

provinsi teratas yang memiliki prevalensi kejadian asma di atas nilai angka
3

nasional yaitu Sulawesi tengah, Nusa Tenggara Timur, D. I. Yogyakarta,

Sulawesi Selatan dan Kalimantan Selatan (RISKESDAS, 2013).

Pada tahun 2013, RISKESDAS melaporkan prevalensi asma dengan

metode wawancara. Prevalensi asma tertinggi terdapat di Sulawesi Tengah

(7,8%), diikuti Nusa Tenggara Timur (7,3%), D.I. Yogyakarta (6,9%), dan

Sulawesi Selatan (6,7%). Sedangkan provinsi dengan prevalensi terendah

terdapat di Lampung (1,6%), Riau (2,0%) dan Bengkulu (2,0%). Provinsi

Sumatera Utara sendiri mempunyai prevalensi asma sebesar 2,4%.Menurut

Oemiati (2010), prevalensi asma di Indonesia sebesar 3,32%. Prevalensi

tertinggi penyakit asma di

Berdasarkan data di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kepahiang di

dapati total kunjungan pasien dengan keluhan Asma selama tahun 2016

mengalami peningkatan di tahun 2017 yaitu dari 167 kasus mengalami

peningkatan menjadi 189 kasus, sedangkan kunjungan dari bulan Januari s/d

Juli didapati pasien dengan keluhan Asma sebanyak 80 kasus. Survei awal

yang dilakukan dari tanggal 18 Juli s/d 25 Juli 2018 didapati sebanyak 10

pasien mengidap Asma Bronkial selama kurun waktu survei.

Penyakit Asma Bronkial awalnya merupakan penyakit genetik yang

diturunkan dari orang tua yang karir pada anaknya. Namun, akhir-akhir ini

genetik bukan merupakan penyebab penyakit Asma Bronkial. Polusi udara

dan kurangnya kebersihan lingkungan di kota-kota besar merupakan faktor

dominan dalam peningkatan serangan. Orang yang menderita penyakit Asma

Bronkial 70% diantaranya adalah disebabkan karena perilaku individu dan


4

gaya hidup yang kurang bersih dan 30% diantaranya karena faktor genetik.

(Sundaru, 2010).

Penyebab pasti penyakit asma masih belum diketahui secara jelas (WHO,

2014). Tetapi, faktor resiko umum yang mencetuskan asma yaitu udara dingin,

debu, asap rokok, stress, infeksi, kelelahan, alergi obat dan alergi makanan

(RISKESDAS, 2013). Asma tidak bisa disembuhkan, tetapi dengan

tatalaksana yang tepat, asma dapat terkontrol dan kualitas hidup terjaga.

(WHO, 2014)

Asma bronkial merupakan kelainan saluran napas kronik yang

merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di dunia. Penyakit ini

dapat terjadi pada berbagai usia, baik laki-laki maupun perempuan. Asma

dapat timbul pada berbagai usia dan dapat menyerang semua jenis kelamin

namun dari waktu ke waktu terlihat kecenderungan terjadinya suatu

peningkatan penderita. Asma dapat terjadi karena adanya faktor genetik,

perokok aktif maupun pasif juga dapat mengakibatkan asma. Sebagai pemicu

timbulnya serangan-serangan dapat berupa infeksi virus Respiratory

Syncytial Virus (RSV), iklim (perubahan mendadak suhu, tekanan udara),

inhalan (debu, kapuk, tungau, sisa-sisa serangga mati, bulu binatang, serbuk

sari, bau asap, uap cat), makanan (putih telur, susu sapi, kacang tanah, coklat,

biji-bijian, tomat), obat (aspirin), kegiaatn fisik (olaraga berat, kecapaian,

tertawa terbahak-bahak), dan emosi (Amin, 2013).

Penanganan asma oleh perawat di instalasi rawat inap RSUD Kepahiang

sesuai SOP (standar oprasional prosedur) yang ada di Instalasi rawat inap

penyakit dalam, diberikan secara sistematis, seperti pemberian oksigen,


5

pengaturan posisi, pemberian nebulizer dan obat-obatan lainnya sesuai dengan

derajat serangan asma. Pada situasi seperti ini peran perawat sangat penting,

dimana perawat bisa melakukan tindakan mandiri lainnya sesuai dengan

diagnosa keperawatan yang didapatkan pada klien dengan asma bronchial.

Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik dan termotivasi untuk

menyusun laporan karya tulis ilmiah berjudul “Asuhan keperawatan pada

pasien dengan Asma Bronkial di zaal penyakit dalam RSUD Kepahiang tahun

2018?”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas dapat dirumuskan masalah “bagaimana

asuhan keperawatan pada klien dengan Asma Bronkial?”

1.3 Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan mengikuti rumusan masalah yang dibagi menjadi tujuan

umum dan tujuan khusus

a. Tujuan Umum :

Penulis mampu melaksanakan asuhan keperawatan secara langsung dan

komprehensif meliputi aspek biopsikososial dengan pendekatan proses

keperawatan.

b. Tujuan Khusus

1. Mampu melakukan pengkajian pada klien dengan gangguan saluran

pernafasan asma bronkial.

2. Mampu membuat rencana perawatan pada klien dengan gangguan

saluran pernafasan asma bronkial.


6

3. Mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada klien dengan

gangguan saluran pernafasan asma bronkial.

4. Mampu mengukur perencanaan pada klien dengan gangguan saluran

pernafasan asma bronkial.

5. Mampu melakukan implementasi pada klien dengan gangguan

saluran pernafasan asma bronkial.

6. Mampu melakukan Evaluasi pada klien dengan gangguan saluran

pernafasan asma bronkial.

7. Mampu menganalisa perbedaan antara konsep teori dan praktek di

lapangan pada klien dengan gangguan saluran pernafasan asma

bronkial.

1.4 Manfaat Penelitian

a. Bagi Ilmu/Akademik

Diharapkan dapat memberikan sumbangan ilmu pengetahuan bagi studi

kepustakaan di lingkungan kampus

b. Bagi Pelayanan kesehatan

Diharapkan dapat menjadi acuan dalam memberikan pelayanan

keperawataan kepada pasien khususnya dalam menangani pasien dengan

Asma Bronkial

c. Penulis selanjutnya

Diharapkan hasil penulisan ini dapat menjadi acuan bagi penulis

selanjutnya.
7

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Penyakit Asma Bronkial

2.1.1 Definisi

Asma merupakan penyakit inflamasi kronik saluran nafas yang

menyebabkan hipereaktivitas bronkus akibat dari berbagai

rangsangan, yang menunjukan gejala episodik berulang berupa mengi,

sesak nafas, nafas pendek dan batuk yang berubah-ubah setiap waktu

dalam kejadian, frekuensi dan intensitas (yulianti dan shusanty, 2015).

Asma bronkial adalah penyakit dengan keragaman, yang

ditandai dengan riwayat mengi, sesak, dada terasa berat, dan batuk,

yang bervariasi setiap waktu dan intensitasnya, yang disertai dengan

variasi hambatan aliran nafas saat ekspirasi. Global Initiative for

Asthma (GINA, 2016).

2.1.2 Klasifikasi

Menurut Yulianti dan Shusanty, (2015), ada beberapa klasifikasi

asma bronkial. Klasifikasi tersebut dikelompokkan berdasarkan

faktor-faktor tertentu. Beberapa ahli menyebutkan ada 2 golongan

besar asma yang saat ini diyakini oleh para ahli.

a. Asma Ekstrinsik

Asma ekstrinsik merupakan bentuk asma yang paling umum

terjadi, asma ekstrinsik dapat disebabkan karena reaksi alergi

terhadap hal-hal tertentu atau zat allergen. Akan tetapi zat-zat

7
8

allergen tersebut tidak membawa pengaruh apa-apa terhadap

mereka yang sehat. Kecenderungan alergi ini biasanya di bawa

oleh karena faktor keturunan.

Setiap orang dari lahir memiliki sistem imunitas alami yang

melindungi tubuhnya terhadap serangan dari luar. Sistem ini

bekerja dengan memproduksi antibodi. Pada saat datang

serangan, misalnya dari virus yang memasuki tubuh, sistem ini

akan menghimpun antibodi untuk menghadapi dan berusaha

menumpas sang penyerang. Dalam proses mempertahankan diri

ini, gejala-gejala permukaan yang mudah tampak adalah naiknya

temperatur tubuh, demam, perubahan warna kulit hingga timbul

bercak-bercak, jaringan-jaringan tertentu memproduksi lendir,

dan sebagainya.

b. Asma Intrinsik

Asma intrinsik tidak responsif terhadap pemicu yang

berasal dari alergen. Asma jenis ini disebabkan oleh stres, infeksi,

dan kondisi lingkungan seperti cuaca, kelembapan dan suhu

tubuh. Asma intrinsik biasanya berhubungan dengan menurunnya

kondisi ketahanan tubuh, terutama pada mereka yang memiliki

riwayat kesehatan paru-paru yang kurang baik, misalnya karena

bronkitis dan radang paru-paru (pneumonia).

Penderita diabetes mellitus golongan lansia juga mudah

terkena asma intrinsik. Penderita asma jenis ini kebanyakan

berusia di atas 30 tahun. Namun penting dicatat, bahwa dalam


9

prakteknya, asma adalah penyakit yang kompleks, sehingga tidak

selalu dimungkinkan untuk menentukan secara tegas, golongan

asma yang diderita seseorang. Sering indikasi asma ekstrinsik dan

intrinsik bersama-sama dideteksi ada pada satu orang.

Sebagai contoh, dalam kasus asma bronkial (termasuk jenis

ekstrinsik) yang kronis, pada saat menangani terjadinya serangan,

dokter akan sering mendiagnosa hadirnya faktor-faktor

kecemasan dan rasa panik. Keduanya adalah emosi yang sifatnya

naluriah pada saat seseorang harus berjuang agar bisa bernapas.

Selanjutnya rasa cemas dan panik ini meneruskan lingkaran

setan dan memperparah gejala serangan. Juga akan tercatat,

bahwa bahan-bahan iritan (pengganggu) dari luar seperti asap

rokok dan hairspray akan memperparah kondisi penderita.

Kesimpulannya adalah, dari asal asma bronkial (termasuk asma

ekstrinsik) akan terlihat juga hadirnya faktor asma intrinsik.

Demikian pula, seseorang yang punya sejarah bronkitis di masa

kanak-kanak sering tumbuh menjadi orang dewasa yang

cenderung menderita asma yang alergik, sebagai akibat

kelemahan bawaan dari masa kanak-kanaknya (Hadibroto &

Alam, 2006).
10

Gambar 1 Anatomi Asma Bronkial

Sumber : Faiq Sulaifi (2015)

Asma ditandai dengan kontraksi spastic dari otot polos

bronchiolus yang menyebabkan sukar bernafas. Penyebab yang

umum adalah hipersensitivitas bronchiolus terhadap benda-benda

asing di udara. Reaksi yang timbul pada asma tipe alergi diduga

terjadi dengan cara sebagai berikut : seorang yang alergi

mempunyai kecenderungan untuk membentuk sejumlah antibody

Ig E abnormal dalam jumlah besar dan antibodi ini menyebabkan

reaksi alergi bila reaksi dengan antigen spesifikasinya.

Pada asma, antibody ini terutama melekat pada sel mast

yang terdapat pada interstisial paru yang berhubungan erat dengan

bronchiolus dan bronkus kecil. Bila seseorang menghirup alergen

maka antibody Ig E orang tersebut meningkat, alergen bereaksi


11

dengan antibody yang telah terlekat pada sel mast dan

menyebabkan sel ini akan mengeluarkan berbagai macam zat,

diantaranya histamin, zat anafilaksis yang bereaksi lambat (yang

merupakan leukotrient), faktor kemotaktik eosinofilik dan

bradikinin (Hadibroto & Alam, 2006).

Efek gabungan dari semua faktor-faktor ini akan

menghasilkan adema lokal pada dinding bronchiolus kecil

maupun sekresi mucus yang kental dalam lumen bronchiolus dan

spasme otot polos bronchiolus sehingga menyebabkan tahanan

saluran napas menjadi sangat meningkat pada asma, diameter

bronchiolus lebih berkurang selama ekspirasi dari pada inspirasi.

Klasifikasi tingkat penyakit asma dapat dibagi berdasarkan

frekuensi kemunculan gejala (Yulianti dan Shusanty, 2015)

a. Intermitten, yaitu sering tanpa gejala atau munculnya kurang

dari 1 kali dalam seminggu dan gejala asma malam kurang

dari 2 kali dalam sebulan. Jika seperti itu yang terjadi, berarti

faal (fungsi) paru masih baik.

b. Persisten ringan, yaitu gejala asma lebih dari 1 kali dalam

seminggu dan serangannya sampai mengganggu aktivitas,

termasuk tidur. Gejala asma malam lebih dari 2 kali dalam

sebulan. Semua ini membuat faal paru realatif menurun.

c. Persisten sedang, yaitu asma terjadi setiap hari dan serangan

sudah mengganggu aktivitas, serta terjadinya 1-2 kali

seminggu. Gejala asma malam lebih dari 1-2 kali seminggu.


12

Gejala asma malam lebih dari 1 kali dalam seminggu. Faal

paru menurun.

d. Persisten berat, gejala asma terjadi terus-menerus dan

serangan sering terjadi. Gejala asma malam terjadi hampir

setiap malam. Akibatnya faal paru sangat menurun.

Klasifikasi tingkat penyakit asma berdasarkan berat

ringannya gejala.

a. Asma akut ringan, dengan gejala: rasa berat di dada, batuk

kering ataupun berdahak, gangguan tidur malam karena batuk

atau sesak napas, mengi tidak ada atau mengi ringan, Arus

Puncak Espirasi (APE) kurang dari 80%.

b. Serangan asma akut sedang, dengan gejala: sesak dengan

mengi agak nyaring, batuk kering/berdahak, aktivitas

terganggu, APE antara 50-80%.

c. Serangan asma akut berat, dengan gejala: sesak sekali, sukar

berbicara dan kalimat terputus-putus, tidak bisa barbaring,

posisi harus setengan duduk agar dapat bernapas, APE

kurang dari 50%.

2.1.3 Etiologi

Menurut Yulianti dan Shusanty (2015),ada beberapa hal yang

merupakan penyebab dari asma bronchial yaitu :

a. Alergen Allergen merupakan factor pencetus asma yang sering di

jumpai pada penderita asma. Debu rumah, tengau debu rumah,


13

apora jamur, serpih kulit kucing, anjing dan sebagainya yang dapat

menimbulkan serangan asma pada penderita yang peka.

b. Infeksi saluran pernafasan Infeksi saluran pernafasan merupakan

salah satu pencetus yang paling sering menimbulkan asma.

Bebagai macam virus, seperti virus influenza sangat sering di

jumpai pada penderita yang sedang mendapat serangan asma.

c. Tekanan jiwa Tekanan jiwa selain dapat mencetuskan asma, juga

bisa memperberat serangan asma yang sudah ada. Selain gejala

asma yang timbul harus segera diobati, penderita asma yang

mengalami tekanan jiwa juga perlu mendapat nasehat untuk

menyelesaikan masalah pribadinya.

d. Olahraga/kegiatan jasmani Sebagian besar penderita asma akan

mendapat serangan asma jika melakukan olahraga yang cukup

berat. Penyelidikan menunjukkan bahwa macam, lama dan

beratnya oalhraga menentukan timbulnya asma.

e. Obat-obatan Obat-obatan juga dapat mencetuskan serangan asma.

Yang tersering yaitu obat-obat yang termasuk golongan penyekat

reseptor-beta atau lebih popular dengan nama beta blocker.


14

2.1.4 Web Of Causation (WOC)

Bagan 1 Web Of Causation (WOC) Asma Bronkial


EKSTRINSIK INTRINSIK CAMPURAN

Allergen : protein seperti


makanan, debu, bulu halus, Factor non spesifik :
spora jamur, serat kain Tdr dr komponen
flu, emosi, latihan fisik
ekstrinsi dan intrinsik

antigen
Ujung syaraf di jalan Stimulasi Penyekatan reseptor
nafas terangsang syaraf b- adrenergik
Ikatan antigen Antibody simpatis

Stimulas reseptor α
Ig E System parasimpatis
adrenergik

Sel Mast Syaraf vagus


Penurunan cAMP

Histamine, bradikinin,
Peningkatan pelepasan mediator
prostaglandin
kimiawi oleh sel mast
Merangsang otot polos
dan kelenjar jalan nafas

Bronkospasme Pembengkakan
membrane muosa
Ketidak efektifan bersihan
Bronkokontriksi
jalan nafas Pembentukan mukus

Ketidakefektifan pola Sesak nafas Batuk produktif


nafas
Udara Intoleransi aktivitas
terperangkap pd
bag distal
Ekspirasi memanjang

Ketidakseimbang Retraksi otot aksesori Turbulensi arus udara


an nutrisi tubuh pernafasan + getaran ke bronkus FEV rendah

Gangguan
Sumber : Amin & Hardi , 2015
pertukaran Gas
15

2.1.5 Manifestasi Klinis

Menurut Somantri (2009), gejala asma terdiri dari triad yaitu

dispne, batuk dan mengi (bengek atau sesak nafas). Gejala sesak nafas

sering dianggap gejala yang harus ada. Hal tersebut berarti jika

penderita menganggap penyakitnya adalah asma namun tidak

mengeluhkan sesak nafas, maka perawat harus yakin bahwa pasien

bukan penderita asma. Gambaran klinis pasien yang menderita asma :

a. Gambaran obyektif adalah kondisi pasien dalam keadaan :

1. Sesak nafas parah dengan ekspirasi memanjang disertai

wheezing

2. Dapat diserati batuk dengan sputum kental dan sulit

dikeluarkan

3. Bernafas dengan otot-otot nafas tambahan

4. Sianosis, takikardi, gelisah

b. Gambaran subyektif adalah pasien mengeluhkan sesak, sukar

bernafas dan anoreksia

c. Gambaran psikososial adalah cemas, takut, mudah tersinggung

dan kurangnya pengetahuan pasien terhadap situasi penyakitnya

2.1.6 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang pada penderita asma bronkial menurut

Kemenkes RI (2014), yaitu :

a. Pemeriksaan spinometri.

Pemeriksaan ini dilakukan sebelum dan sesudah pemberian

bronkodilator aerosol golongan adrenergik. Peningkatan (FEV)


16

atau (FVC) sebanyak lebih dari 20% menunjukkan diagnosis

asthma.

b. Pemeriksan tes kulit.

Untuk menunjukan adanya antibodi IgE hipersensitif yang spesifik

dalam tubuh.

c. Radiologi

Pemeriksaan radiologi dilakukan untuk menyingkirkan adanya

proses patologik diparu atau komplikasi asthma seperti

pneumothorak, pneumomediastinum, atelektosis dan lain – lain.

d. Scanning paru

Dengan scanning paru melalui inhalasi dapat dipelajari bahwa

redistribusi uada selama serangan asma tidak menyeluruh pada

paruparu.

e. Elektrokardiografi

Gambaran elektrografi yang terjadi selama serangan dapat dibagi

menjadi tiga bagian, disesuaikan dengan gambaran yang terjadi

pada empisema paru yaitu :

1. Perubahan aksis jantug yaitu pada umumnya terjadi right axis

defiasi dan clock wicerotation.

2. Terdapat tanda-tanda hipertropi otot jantung, yaitu

terdapatnya right bundle branch block (RBB).

3. Tanda-tanda hipoksemia yaitu terdapatnya sinus takikardi,

SVES dan VES atau terjadiya depresi sekmen ST negatif.


17

f. Laboratorium.

1. Analisa gas darah. Hanya di lakukan pada serangan asthma

berat karena terdapat hipoksemia, hyperkapnea, dan asidosis

respiratorik

2. Sputum. Adanya badan kreola adalah karakteristik untuk

serangan Asthma yang berat, karena hanya reaksi yang hebat

saja yang menyebabkan transudasi dari adema mukasa,

sehingga terlepaslah sekelompok sel – sel epitel dari

perlekatannya. Peawarnaan gram penting untuk melihat

adanya bakteri, diikuti kultur dan uji resistensi terhadap

beberapa antibiotic

3. Sel eosinofil Pada penderita status asthmatikus sel eosinofil

dapat mencapai 1000 – 1500 /mm3 baik asthma Intrinsik

ataupun extrinsik, sedangkan hitung sel eosinofil normal

antara 100-200/mm3. Perbaikan fungsi paru disertai

penurunan hitung jenis sel eosinofil menunjukkan

pengobatan telah tepat

2.1.7 Penatalaksanaan

Menurut Kemenkes RI (2014), dalam penatalaksanaan medis terdapat

lima pengobatan yang digunakan dalam mengobati asma yaitu :

a. Agonis beta

Agonis beta (agen B-adrenergik) adalah medikasi awal yang

digunakan dalm mengobati asma karena agen ini medilatasi otot-

otot polos bronkial. Agen adrenergik juga meningkatkan gerakan


18

siliaris, menurunkan mediator kimiawi anafilaktik dan dapat

menguatkan efek bronkodilatasi dan kortikosteroid. Agens

adrenergik yang paling umum digunakan adalah epinefrin,

albuterol, metaproterol, isoproterol dan terbutalin. Obat-obat

tersebut biasanya diberikan secara parenteral atau melalui inhalasi.

b. Metilsantin

Metilsantin seperti aminofilin dan teofilin, digunakan karena

mempunyai efek bronkodilatasi. Agen ini merileksasikan otot-otot

polos bronkus, meningkatkan gerakan mukus pada jalan nafas, dan

meningkatkan konstraksi diafragma. Aminofilin diberikan secara

intravena, teofilin diberikan secara peroral. Metilsantin tidak

digunakan dalam serangan akut karena awitannya lebih lambat

dibanding agonis beta. Jika obat ini diberikan terlalu cepat akan

terjadi takikardi.

c. Antikolinergik

Antikolinergik seperti atropin tidak pernah dalam riwayatnya

untuk pengobatan rutin asma karena efek samping sistemiknya,

seperti kekeringan pada mulut, penglihatan kabur, palpitasi, sering

kencing. Agens ini diberikan secara inhalasi.

d. Kortikosteroid

Obat ini penting dalam pengobatan asma. Medikasi ini mungkin

diberikan secara intravena (hidrokortison), secara oral (prednison,

predhnisolon), atau melalui inhalasi (beklometason

dexamethason). Kortikosteroid yang di hirup mungkin efektif


19

dalam mengobati pasien 15 asma tergantung steroid. Keuntungan

urama dalam pemberian ini adalah mengurangi efek kortikosteroid

pada sitem tubuh lainnya. Iritasi tenggorokan, batuk, mulut kering,

suara parau dan infeksi jamur pada mulut.

e. Inhibilator sel mast

Natrium kromolin, suatu inhibilator sel mast adalah bagian

integral dari pengobatan asma. Medikasi ini di berikan secara

inhalasi. Medikasi ini mencegah pelepasan mediator kimiawi

anafilaktik, dengan demikian mengakibatkan bronkodilatasi dan

penurunan inflamasi jalan nafas (Brunner and Bare, 2013).

Prinsip umum pengobatan asma bronkial (Brunner and Bare, 2013)

adalah :

1. Menghilangkan obstruksi jalan nafas dengan segera

2. Mengenal dan menghindari faktor-faktor yang dapat

mencetuskan serangan asma

3. Memberikan penerangan kepada penderita dan keluarga

mengenai penyakit asma baik cara pengobatannya maupun

perjalanan penyakitnya sehingga penderita dapat ikut

bekerjasama dan mengerti tujuan pengobatan yang akan

diberikan.

Untuk serangan asma akut dapat diberikan golongan obat

adrenergik beta atau teofilin. Untuk status asmatikus dimana

dengan pengobatan agonis beta dan teofilin tidak mengalami

regrakter maka untuk mengembalikan fungsinya diperlukan


20

kortikosteroid dan tindakan lanjut selain memberikan oksigen

ialah pemasangan infus. Urutannya adalah sebagai berikut :

a. Oksigen 2-4 liter per menit

b. Infus cairan 2 – 3 liter / hari, penderita boleh minum

c. Aminophilin 5 – 6 mg / kg BB / IV, dilanjutkan dengan

dosis pemeliharaan 0,5 – 0,9 mg / kg BB / jam

d. Kortikostereoid : hidrokortison 4 mg / kg BB / IV atau

deksametason 10 – 20 mg. setelah tampak perbaikan

kortikosteroid intravena dapat diganti dengan bentuk oral

e. Obat adrenergik beta, bila ada lebih disukai nebulizer

diberikan tiap 4 – 6 jam

f. Antibiotik bila ada tanda-tanda infeksi

Sedangkan untuk asma kronis prinsip pengobatannya :

a. Mengenal, menyingkirkan dan atau menghindari faktor-

faktor pencetus serangan seperti alergi, iritan, infeksi,

kegiatan jasmani, lingkungan kerja, obat-obatan, perubahan

cuaca yang ekstrim

b. Menggunakan obat-obatan

Pada penyempitan saluran pernafasan timbul akibat-akibat

sebagai berikut :

a. Gambaran aliran udara nafas merupakan gangguan ventilasi

( hipoventilasi )

b. Distribusi ventilasi yang tidak merata dengan sirkulasi

darah paru
21

c. Gangguan difusi gas ditingkat alveoli

Ketiga hal ini akan menyebabkan hipoksemia, hiperkapnia

pada asma dan asidosis pernafasan tahap yang sangat lanjut.

Identifikasi obstruksi jalan nafas pada asma tidak hanya

beredar pada sesak nafas dan bunyi mengi (wheezing) saja

tetapi sangat dipengaruhi oleh :

a. Kecepatan terjadinya obstruksi, akut atau kronis

b. Tingkat berat ringan aktivitas seseorang

Cara menentukan obstruksi jalan nafas adalah bila pada

pemeriksaan fisik dapat ditemukan:

a. Ekpirasi dan atau inspirasi memanjang

b. Rasio inspirasi/ekspirasi yang abnormal, lebih besar dari 1:3

c. Waktu ekspirasi paksa yang memanjang

2.1.8 Komplikasi

Menurut Sundaru dan Sukanto, (2013 ) ada beberapa komplikasi yang

timbul pada penyakit asma bronkial, antara lain :

a. Pneumothoraks

b. Pneumodiastinum

c. Atelektasis dan Asperigilosis bronkopulmoner alergik

d. Gagal nafas dan Bronkitis


22

2.2 Anatomi Sistem Pernafasan

Sistem respirasi manusia merupakan suatu susunan yang sangat

kompleks. Setiap sel dan jaringan yang menyusunnya memiliki fungsi dan

peranannya tersendiri. Menurut Scanlon, et al., dalam bukunya Essential of

Anatomy and Physiology 5th edition (2007), sistem respirasi manusia dapat

dibagi menjadi 2 (dua), yaitu sistem respirasi atas dan sistem respirasi bawah.

Bagian-bagian dari dua sistem respirasi manusia adalah sebagai berikut :

1. Sistem Respirasi Atas, yang terdiri dari bagian luar rongga dada yaitu

hidung, rongga hidung, faring, laring, dan trakea atas.

Gambar 2 Anatomi Sistem Pernafasan Atas

Sumber : Faiq Sulaifi (2015)

2. Sistem Respirasi Bawah, yang terdiri dari bagian dalam rongga dada

yaitu trakea bawah dan paru-paru, termasuk pembuluh bronchial dan

alveoli. Membran pleura dan otot respirasi yang membentuk diafragma

dan otot interkosta juga merupakan bagian dari sistem respirasi.

Gambar anatomi sistem pernafasan bawah dapat dilihat dibawah ini :


23

Gambar 3 Anatomi Sistem Pernafasan

Sumber : Faiq Sulaifi (2015)

Saluran pernapasan terdiri dari rongga hidung, rongga mulut, faring,

laring, trakea, dan paru. Laring membagi saluran pernapasan menjadi dua

bagian, yakni saluran pernapasan atas dan saluran pernapasan bawah. Setelah

melalui saluran hidung dan faring, tempat udara pernapasan dihangatkan dan

dilembabkan oleh uap air, udara inspirasi berjalan menuruni trakea, melalui

bronkiolus, bronkiolus respiratorius, dan duktus alveolaris sampai alveolus.

Menurut yulianti dan shusanty (2015), anatomi dan fisiologi pernafasan

sistem pernafasan dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

a. Anatomi sistem pernafasan

1. Hidung

Hidung merupakan saluran udara yang pertama, mempunyai dua lubang

(kavum nasi), dipisahkan oleh sekat hidung (septum nasi). Di

dalamnya terdapat bulu-bulu yang berguna untuk menyaring udara,

debu yang masuk ke dalam hidung yulianti dan shusanty (2015)


24

2. Sinus paranasalis

Sinus paranasalis rongga dalam tengkorak yang terletak di dekat

hidung dan mata.terdapat empat sinus yaitu: sinus frontalis, etmoidalis,

sfenoidalis, dan maksilaris (Yulianti dan Shusanty, 2015)

3. Faring

Faring atau tenggorok adalah rongga yang menghubungkan antara

hidung dan rongga mulut ke laring. Faring dibagi menjadi dalam tiga

area,yaitu nasofaring,orofaring dan hipofaring (Yulianti dan Shusanty,

2015).

4. Laring

Laring merupakan unit organ terakhir pada jalan nafas atas. Laring juga

disebut kotak suara karena pita suara terdapat di sini. Terdapat juga

kartilago tiroid yang merupakan kartilago terbesar pada faring (Yulianti

dan Shusanty, 2015)

5. Trakea

Trakea atau batang tenggorok merupakan lanjutan dari laring yang

dibentuk oleh 16-20 cincin yang terdiri dari tulang-tulang rawan yang

berbentuk seperti kuku kuda. Sebelah dalam diliputi oleh selaput lender

yang berbulu getar yang disebut sel bersilia (Yulianti dan Shusanty,

2015).

6. Bronkus

Bronkus merupakan lanjutan dari trakea terletak pada ketinggian

vertebra torakalis IV dan V. bronkus mempunyai struktur yang sama


25

dengan trakea dan terletak mengarah ke paru-paru (Yulianti dan

Shusanty, 2015).

b. Fisiologi sistem pernapasan

Bernafas adalah proses keluar masuknya udara ke dalam dan keluar paru.

Proseses bernafas diawali dengan memasukan udara ke dalam rongga paru

untuk kemudian diedarkan ke dalam sirkulasi serta pengeluaran zat sisa

(CO2) dari sirkulasi menuju keluar tubuh melalui paru.

1. Ventilasi

Ventilasi adalah proses pergerakan udara masuk dan keluar

paru.ventilasi terdiri dari dua tahap yaitu,inspirasi dan ekspirasi.

2. Difusi gas

Difusi adalah proses ketika terjadi pertukaran oksigen dan karbon

dioksida pada tempat pertemuan udarah – darah.

3. Tranportasi gas

Bagian ketiga dari proses pernapasan adalah transportasi gas ( oksigen

dan karbon dioksida ) dari paru menuju ke sirkulasi tubuh yulianti dan

shusanty (2015).

2.3 Konsep Asuhan Keperawatan Pada Pasien Asma Bronciale

2.3.1 Pengertian Asuhan Keperawatan

Asuhan keperawatan adalah proses pemberian rangkaian

kegiatan kepada sistem klien di sarana dan tatanan kesehatan

lainnya,berupa suatu praktik keperawatan baik langsung atau tidak


26

langsung dengan menggunakan pendekatan ilmiah keperawatan

berdasarkan kode etik dan standar praktik keperawatan. Asuhan

keperawatan langsung adalah pemenuhan kebutuhan dasar klien

maupun tindakan kolaborasi yang merupakan tindakan dari hasil

konsultasi dengan profesi kesehatan lain dan atau didasarkan pada

keputusan pengobatan oleh tim medik yang ditetapkan dan dilakukan

oleh perawat secara mandiri atas dasar justifikasi ilmiah keperawatan.

Asuhan keperawatan tidak langsung merupakan kegiatan yang

menunjang dan memfasilitasi keterlaksanaan asuhan keperawatan

(PPNI,2012).

Asuhan keperawatan adalah segala bentuk tindakan atau

kegiatan pada praktek keperawatan yang diberikan kepada klien yang

sesuai dengan standar operasional prosedur (SOP) (Carpenito, 2009).

2.3.2 Pengkajian

Pengkajian merupakan langkah pertama dalam proses keperawatan.

Pengumpulan data-data yang akurat dari klien sehingga akan diketahui

permasalahan yang ada. Pengkajian terdiri dari :

1. Pengumpulan Data

Merupakan upaya untuk mendapatkan data yang dapat digunakan

sebagai informasi tentang klien. Pada penelitian ini pengumpulan

data dilakukan melalui wawancara, observasi, pemeriksaan fisik

dan pemeriksaan penunjang.


27

2. Validasi Data

Validasi data merupakan upaya untuk memberikan justifikasi pada

data yang telah dikumpulkan dengan melakukan perbandingan data

subyektif dan obyektif yang didapat dari berbagai sumber.

3. Identifikasi Masalah

Identifikasi masalah merupakan tahapan terakhir dari pengkajian

setelah dilakukan validasi data dengan mengidentifikasi pola atau

masalah yang mengalami gangguan yang ada dimulai dari

pengkajian pola fungsi kesehatan.

Dibawah ini dijelaskan proses pengkajian data :

a. Identitas Klien

Silahkan masukkan identitas klien mulai dari nama, usia, jenis

kelamin, pekerjaan, tempat tiinggal, dan lain-lain. Identitas klien

disini dapat menjadi penunjang informasi dalam memberikan

asuhan keperawatan.

b. Keluhan Utama

Pasien mengatakan nyeri dan sesak nafas

c. Riwayat kesehatan

1. Riwayat kesehatan yang lalu:

a. Kaji riwayat pribadi atau keluarga tentang penyakit paru

sebelumnya.

b. Kaji riwayat reaksi alergi atau sensitifitas terhadap zat/

faktor lingkungan.

c. Kaji riwayat pekerjaan pasien.


28

d. Aktivitas

- Ketidakmampuan melakukan aktivitas karena sulit bernapas.

- Adanya penurunan kemampuan/peningkatan kebutuhan

bantuan melakukan aktivitas sehari-hari.

- Tidur dalam posisi duduk tinggi.

e. Pernapasan

Data Subjektif :

- Penyakit saluran napas ada atau tidak

- Penggunaan oksigen

- sesak napas

Data Objektif :

- RR biasanya lebih dari 20 x/menit pada dewasa

- Napas cepat dangkal

- Pemeriksaan dada:

- Inspeksi dada pergerakannya cepat

- Perkusi suara paru sonor, Auskultasi paru terdengan mengi

f. Sirkulasi

- Adanya peningkatan tekanan darah.

- Adanya peningkatan frekuensi jantung.

- Warna kulit atau membran mukosa normal/ abu-abu/ sianosis.

- Kemerahan atau berkeringat.

g. Riwayat Psikososial

- Ansietas

- Cemas atau ketakutan


29

h. Asupan nutrisi

- Kekurangan asupan nutrisi

i. Hubungan sosal

- Keterbatasan mobilitas fisik.

j. Penyakit

Data Subjektif:

- Penyakit yang lalu atau riwayat alergi terhadap benda tertentu

- Pengetahuan tentang penyakit bagaimana

Data Objektif

- Alergi terhadap udara dingin atau bahan-bahan lain

- KU biasanya tampak sesak sedang hingga berat

- TTV: TD dapat naik, RR biasanya meningkat, Nadi cepat, dan

suhu tubuh biasanya normal, akan tetapi dapat naik

k. Nutrisi

Data Subjektif

- Alergi terhadap makanan ada atau tidak

Data Objektif (-)

l. Aktivitas Dan Istirahat

Data Subjektif

- Jika sesak tidur terganggu

Data Objektif

- Tidak ada
30

2.3.3 Diagnosa Keperawatan

Merupakan keputusan klinik mengenai seseorang, keluarga, atau

masyarakat sebagai akibat dari masalah kesehatan atau proses

kehidupan aktual atau potensial (Nanda 1990).

Diagnosa keperawatan ini dapat memberikan dasar pemilihan

intervensi untuk menjadi tanggung gugat perawat. Formulasi diagnosa

keperawatan adalah bagaimana diagnosa keperawatan digunakan

dalam proses pemecahan masalah karena melalui identifikasi masalah

dapat di gambarkan berbagai masalah keperawatan yang membutuhkan

asuhan keperawatan.

Dalam penulisan pernyataan diagnosa keperawatan meliputi tiga

komponen yaitu, komponen P (problem), komponen E (etiologi) S

(simptom) atau dikenal dengan batasan karakteristik. Dengan demikian

cara membuat diagnosa keperawatan adalah dengan menentukan

masalah keperawatan yang terjadi, kemudian mencari penyebab dari

masalah yang ada.

Ada beberapa tipe diagnosa keperawatan diantaranya, aktual

resiko, kemungkinan, sehat sejahtera (wellness) dan sindrom.

1. Diagnosa keperawatan aktual.

Diagnosa keperawatan aktual menurut NANDA adalah penyajian

keadaan secara klinis yang telah dipalidasikan melalui batasan

karakteristik mayor yang di identifikasikan. Diagnosis keperawatan

aktual penulisanya adalah P + E + S


31

2. Diagnosa keperawatan risiko.

Menurut NANDA adalah keputusan klinis tentang individu,

keluarga, atau komunitas sangat rentan untuk mengalami masalah

di bandingkan yang lain pada situasi yang sama penulisannya

adalah P E (Problem + Etiologi).

3. Diagnosa keperawatan kemungkinan.

Menurut NANDA adalah pernyataan tentang masalah-masalah

yang diduga masih memerlukan data tambahan, dengan harapan

masih diperlukan untuk memastikan adanya tanda dan gejala utama

faktor resiko.

4. Diagnosa keperawatan sehat sejahtera (Wellness).

Menurut NANDA diagnosa keperawatan sehat adalah ketentuan

klinis mengenai individu kelompok atau masyarakat dalam transisi

dari tingkat kesehatan khusus ke tingkat kesehatan yang lebih baik

5. Diagnosa keperawatan sindrom

Menurut NANDA diagnosa keperawatan sindrom adalah diagnosa

keperawatan yang terdiri dari sekelompok diagnosa keperawatan

aktual atau resiko tinggi yang diduga akan tampak karena suatu

kejadian atau situasi tertentu

Diagnosa menurut Amin, Hardhi (2015) diagnosa keperawatan dapat

ditegakkan pada pasien asma bronkial adalah sebagai berikut :

1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan tachipnea,

peningkatan produksi mukus, kekentalan sekresi dan

bronchospasme.
32

2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan

membran kapiler – alveolar

3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan batuk persisten dan

ketidakseimbangan antara suplai oksigen dengan kebutuhan tubuh.

4. Pola Nafas tidak efektif berhubungan dengan penyempitan bronkus

5. Nyeri akut; ulu hati berhubungan dengan proses penyakit.

6. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik

7. Cemas berhubungan dengan kesulitan bernafas dan rasa takut

sufokasi.

8. Kurang pengetahuan berhubungan dengan faktor-faktor pencetus

asma.

9. Resiko infeksi dengan faktor resiko prosedur invasif pemasangan

infus

10. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

berhubungan dengan faktor psikologis dan biologis yang

mengurangi pemasukan makanan

2.3.4 Rencana Keperawatan

Merupakan suatu proses penyusunan berbagai intervensi

keperawatan yang dibutuhkan untuk mencegah, menurunkan atau

mengurangi masalah-masalah klien. Perencanaan ini merupakan

langkah ke 3 dalam membuat suatu proses keperawatan, pada tahap

perencanaan dapat dilaksanakan dengan berbagai kegiatan sebagai

berikut :
33

a) Menentukan prioritas diagnosa

Penentuan prioritas diagnosa ini dilakukan pada tahap perencanaan

setelah tahap diagnosa keperawatan, dengan menentukan diagnosa

keperawatan maka dapat diketahui diagnosa mana yang akan

dilakukan atau diatasi pertama kali.

- Prioritas berdasarkan tingkat kegawatan (mengancam jiwa)

- Prioritas berdasarkan kebutuhan menurut Maslow

b) Menentukan tujuan dan hasil yang diharapkan.

Tujuan merupakan hasil yang ingin dicapai untuk mengatasi

masalah diagnosa keperawatan dengan kata lain tujuan merupakan

sinonim dari kriteria hasil yang mempunyai komponen sebagai

berikut : S (Subyek) P (Predikat) K (Kriteria) K (Kondisi) W

(Waktu) dengan penjabaran sbb:

S : Perilaku pasien yang diamati.

P : Kondisi yang melengkapi pasien.

K : Sesuatu yang dapat diukur menentukan pencapaian tujuan.

K : Sesuatu yang menyebabkan asuhan yang diberikan.

W : Waktu yang ingin dicapai.

Kriteria hasil yang diharapkan merupakan standar evaluasi yang

memberikan gambaran tentang faktor-faktor dan dapat memberikan

petunjuk bahwa tujuan telah tercapai, setiap kriteria hasil

berhubungan dengan tujuan yang ditetapkan


34

2.3.5 Intervensi Keperawatan Pada Pasien Asma Bronkial

Menurut Amin, Hardhi (2015), intervensi keperawatan yang dapat diberikan pada pasien dengan asma bronkiale seperti tabel berikut ini :

No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi


Keperawatan
1 Bersihan jalan NOC : NIC :
nafas tidak efektif 1. Respiratory status : Ventilation Airway Management
berhubungan 2. Respiratory status : Airway patency - Buka jalan nafas, gunakan teknik chin lift atau jaw

dengan tachipnea, Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 thrust bila perlu

peningkatan x 24 jam, diharapkan jalan nafas bersih, - Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi

produksi mukus, dengan kriteria hasil : - Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas
buatan
kekentalan sekresi 1. Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara
- Pasang mayo bila perlu
dan nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan
- Lakukan fisioterapi dada jika perlu
bronchospasme. dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu
- Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
bernafas dengan mudah, tidak ada pursed lips)
- Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
2. Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak
- Lakukan suction pada mayo
merasa tercekik, irama nafas, frekuensi
- Berikan bronkodilator bila perlu
pernafasan dalam rentang normal, tidak ada
- Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl Lembab
suara nafas abnormal)
- Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan
3. Mampu mengidentifikasikan dan mencegah
- Monitor respirasi dan status O2
factor yang dapat menghambat jalan nafas
35

No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi


Keperawatan
2 Gangguan NOC NIC :
pertukaran gas 1. Respiratory Status : Gas exchange Airway Management
berhubungan dengan 2. Respiratory Status : ventilation - Buka jalan nafas, gunakan teknik chin lift atau jaw
perubahan membran 3. Vital Sign Status thrust bila perlu
kapiler – alveolar Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 - Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
jam, diharapkan gangguan pertukaran gas teratasi, - Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas
Dengan kriteria hasil : buatan
1. Mendemonstrasikan peningkatan ventilasi dan - Pasang mayo bila perlu
oksigenasi yang adekuat - Lakukan fisioterapi dada jika perlu
2. Memelihara kebersihan paru paru dan bebas dari - Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
tanda tanda distress pernafasan - Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
3. Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas - Lakukan suction pada mayo
yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu - Berika bronkodilator bial perlu
(mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas - Barikan pelembab udara
dengan mudah, tidak ada pursed lips) - Atur intake untuk cairan mengoptimalkan
4. Tanda tanda vital dalam rentang normal keseimbangan.
- Monitor respirasi dan status O2
Respiratory Monitoring
- Monitor rata – rata, kedalaman, irama dan usaha
respirasi
- Catat pergerakan dada,amati kesimetrisan, penggunaan
otot tambahan, retraksi otot supraclavicular dan
36

intercostal
- Monitor suara nafas, seperti dengkur
- Monitor pola nafas : bradipena, takipenia, kussmaul,
hiperventilasi, cheyne stokes, biot
- Catat lokasi trakea
- Monitor kelelahan otot diagfragma (gerakan paradoksis)
- Auskultasi suara nafas, catat area penurunan / tidak
adanya ventilasi dan suara tambahan
- Tentukan kebutuhan suction dengan mengauskultasi
crakles dan ronkhi pada jalan napas utama
- Auskultasi suara paru setelah tindakan untuk
mengetahui hasilnya
37

No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi


Keperawatan
3 Intoleransi aktivitas NOC : NIC :
berhubungan dengan 1. Energy conservation Activity Therapy
batuk persisten dan 2. Activity tolerance - Kolaborasikan dengan Tenaga Rehabilitasi Medik
ketidakseimbangan 3. Self Care : ADLs dalammerencanakan progran terapi yang tepat.
antara suplai oksigen Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 - Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang
dengan kebutuhan jam, diharapkan pasien Tidak intoleransi aktivitas, mampu dilakukan
tubuh. Dengan Kriteria Hasil : - Bantu untuk memilih aktivitas konsisten yang sesuai
1. Berpartisipasi dalam aktivitas fisik tanpa disertai dengan kemampuan fisik, psikologi dan social
peningkatan tekanan darah, nadi dan RR - Bantu untuk mengidentifikasi dan mendapatkan sumber
2. Mampu melakukan aktivitas sehari hari (ADLs) yang diperlukan untuk aktivitas yang diinginkan
secara mandiri - Bantu untuk mendapatkan alat bantuan aktivitas seperti
kursi roda, krek
- Bantu untuk mengidentifikasi aktivitas yang disukai
- Bantu klien untuk membuat jadwal latihan diwaktu
luang
- Bantu pasien/keluarga untuk mengidentifikasi
kekurangan dalam beraktivitas
- Sediakan penguatan positif bagi yang aktif beraktivitas
- Bantu pasien untuk mengembangkan motivasi diri dan
penguatan
- Monitor respon fisik, emoi, social dan spiritual
38

No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi


Keperawatan
4 Pola Nafas tidak NOC : NIC :
efektif berhubungan 1. Respiratory status : Ventilation Airway Management
dengan penyempitan 2. Respiratory status : Airway patency - Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift atau jaw
bronkus 3. Vital sign Status thrust bila perlu
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 - Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
jam, diharapkan pola nafas efektif Dengan kriteria: - Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan
1. Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas nafas buatan
yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu - Pasang mayo bila perlu
(mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas - Lakukan fisioterapi dada jika perlu
dengan mudah, tidak ada pursed lips) - Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
2. Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak - Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
merasa tercekik, irama nafas, frekuensi pernafasan - Lakukan suction pada mayo
dalam rentang normal, tidak ada suara nafas - Berikan bronkodilator bila perlu
abnormal) - Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl Lembab
3. Tanda Tanda vital dalam rentang normal (tekanan - Atur intake untuk cairan mengoptimalkan
darah, nadi, pernafasan) keseimbangan.
- Monitor respirasi dan status O2
Terapi Oksigen
- Bersihkan mulut, hidung dan secret trakea
- pertahankan jalan nafas yang paten
- Atur peralatan oksigen
- Monitor aliran oksigen
39

- Pertahankan posisi pasien


- Observasi adanya tanda tanda hipoventilasi
- Monitor adanya kecemasan pasien terhadap oksigenasi
Vital sign Monitoring
- Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
- Catat adanya fluktuasi tekanan darah
- Monitor VS saat pasien berbaring, duduk, atau berdiri
- Auskultasi TD pada kedua lengan dan bandingkan
- Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama, dan setelah
aktivitas
- Monitor kualitas dari nadi
- Monitor frekuensi dan irama pernapasan
- Monitor suara paru
- Monitor pola pernapasan abnormal
- Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit
- Monitor sianosis perifer
- Monitor adanya cushing triad (tekanan nadi yang
melebar, bradikardi, peningkatan sistolik)
- Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign
40

No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi


Keperawatan
5 Nyeri akut; ulu hati NOC : NIC :
berhubungan dengan 1. Pain Level, Pain Management
proses penyakit. 2. Pain control, - Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif
3. Comfort level termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 dan faktor presipitasi
jam, diharapkan nyeri berkurang. Dengan Kriteria Hasil : - Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
1. Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, - Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk
mampu menggunakan tehnik nonfarmakologi untuk mengetahui pengalaman nyeri pasien
mengurangi nyeri, mencari bantuan) - Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri
2. Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan - Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
menggunakan manajemen nyeri - Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain tentang
3. Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi ketidakefektifan kontrol nyeri masa lampau
dan tanda nyeri) - Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan
4. Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang menemukan dukungan
5. Tanda vital dalam rentang normal - Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri
seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan
- Kurangi faktor presipitasi nyeri
- Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi, non
farmakologi dan inter personal)
- Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi
- Ajarkan tentang teknik non farmakologi
- Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
41

- Evaluasi keefektifan kontrol nyeri


- Tingkatkan istirahat
- Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan
tindakan nyeri tidak berhasil
- Monitor penerimaan pasien tentang manajemen nyeri
Analgesic Administration
- Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan derajat
nyeri sebelum pemberian obat
- Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis, dan
frekuensi
- Cek riwayat alergi
- Pilih analgesik yang diperlukan atau kombinasi dari
analgesik ketika pemberian lebih dari satu
- Tentukan pilihan analgesik tergantung tipe dan beratnya
nyeri
- Tentukan analgesik pilihan, rute pemberian, dan dosis
optimal
- Pilih rute pemberian secara IV, IM untuk pengobatan
nyeri secara teratur
- Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian
analgesik pertama kali
- Berikan analgesik tepat waktu terutama saat nyeri hebat
- Evaluasi efektivitas analgesik, gejala (efek samping)
42

No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi


Keperawatan
6 Defisit perawatan NOC : NIC :
diri berhubungan 1. Self care : Activity of Daily Living (ADLs) Self Care assistane : ADLs
dengan kelemahan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 - Monitor kemempuan klien untuk perawatan diri yang
fisik jam, defisit perawatan tidak terjadi, Dengan Kriteria mandiri.
Hasil : - Monitor kebutuhan klien untuk alat-alat bantu untuk
1. Klien terbebas dari bau badan kebersihan diri, berpakaian, berhias, toileting dan
2. Menyatakan kenyamanan terhadap kemampuan makan.
untuk melakukan ADLs - Sediakan bantuan sampai klien mampu secara utuh
3. Dapat melakukan ADLS dengan bantuan untuk melakukan self-care.
- Dorong klien untuk melakukan aktivitas sehari-hari
yang normal sesuai kemampuan yang dimiliki.
- Dorong untuk melakukan secara mandiri, tapi beri
bantuan ketika klien tidak mampu melakukannya.
- Ajarkan klien/ keluarga untuk mendorong kemandirian,
untuk memberikan bantuan hanya jika pasien tidak
mampu untuk melakukannya.
- Berikan aktivitas rutin sehari- hari sesuai kemampuan.
- Pertimbangkan usia klien jika mendorong pelaksanaan
aktivitas sehari-hari.
43

No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi


Keperawatan
7 Cemas berhubungan NOC : NIC :
dengan kesulitan 1. Anxiety control Anxiety Reduction (penurunan kecemasan)
bernafas dan rasa 2. Coping - Gunakan pendekatan yang menenangkan
takut sufokasi. 3. Impulse control - Nyatakan dengan jelas harapan terhadap pelaku pasien
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 - Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan selama
jam, diharapkan cemas hilang. Dengan Kriteria Hasil : prosedur
1. Klien mampu mengidentifikasi dan mengungkapkan - Pahami prespektif pasien terhadap situasi stres
gejala cemas - Temani pasien untuk memberikan keamanan dan
2. Mengidentifikasi, mengungkapkan dan menunjukkan mengurangi takut
tehnik untuk mengontol cemas - Berikan informasi faktual mengenai diagnosis, tindakan
3. Vital sign dalam batas normal prognosis
4. Postur tubuh, ekspresi wajah, bahasa tubuh dan - Dorong keluarga untuk menemani anak
tingkat aktivitas menunjukkan berkurangnya - Lakukan back / neck rub
kecemasan - Dengarkan dengan penuh perhatian
- Identifikasi tingkat kecemasan
- Bantu pasien mengenal situasi yang menimbulkan
kecemasan
- Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan,
ketakutan, persepsi
- Instruksikan pasien menggunakan teknik relaksasi
- Berikan obat untuk mengurangi kecemasan
44

No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi


Keperawatan
8 Kurang pengetahuan NOC : NIC :
berhubungan dengan 1. Kowlwdge : disease process Teaching : disease Process
faktor-faktor 2. Knowledge : health Behavior - Berikan penilaian tentang tingkat pengetahuan pasien
pencetus asma. Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 tentang proses penyakit yang spesifik
diharapkan pengetahuan meningkat, Dengan Kriteria - Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan bagaimana hal
Hasil : ini berhubungan dengan anatomi dan fisiologi, dengan
1. Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman tentang cara yang tepat.
penyakit, kondisi, prognosis dan program - Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada
pengobatan penyakit, dengan cara yang tepat
2. Pasien dan keluarga mampu melaksanakan prosedur - Gambarkan proses penyakit, dengan cara yang tepat
yang dijelaskan secara bena - Identifikasi kemungkinan penyebab, dengan cara yang
3. Pasien dan keluarga mampu menjelaskan kembali tepat
apa yang dijelaskan perawat/tim kesehatan lainnya - Sediakan informasi pada pasien tentang kondisi, dengan
cara yang tepat
- Hindari harapan yang kosong
- Sediakan bagi keluarga atau pasien informasi tentang
kemajuan pasien dengan cara yang tepat
- Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin
diperlukan untuk mencegah komplikasi di masa yang
akan datang dan atau proses pengontrolan penyakit
- Diskusikan pilihan terapi atau penanganan
- Dukung pasien untuk mengeksplorasi atau mendapatkan
45

second opinion dengan cara yang tepat atau


diindikasikan
- Eksplorasi kemungkinan sumber atau dukungan, dengan
cara yang tepat
- Rujuk pasien pada grup atau agensi di komunitas lokal,
dengan cara yang tepat
- Instruksikan pasien mengenai tanda dan gejala untuk
melaporkan pada pemberi perawatan kesehatan, dengan
cara yang tepat
46

No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi


Keperawatan
9 Resiko infeksi NOC : NIC :
dengan faktor resiko 1. Immune Status Infection Control (Kontrol infeksi)
prosedur invasif 2. Risk control - Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain
pemasangan infus. Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 - Pertahankan teknik isolasi
jam, diharapkan resiko infeksi tidak terjadi. Dengan - Batasi pengunjung bila perlu
Kriteria Hasil : - Instruksikan pada pengunjung untuk mencuci tangan
1. Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi saat berkunjung dan setelah berkunjung meninggalkan
2. Menunjukkan kemampuan untuk mencegah pasien
timbulnya infeksi - Gunakan sabun antimikrobia untuk cuci tangan
3. Jumlah leukosit dalam batas normal - Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan
4. Menunjukkan perilaku hidup sehat kperawtan
- Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat pelindung
- Pertahankan lingkungan aseptik selama pemasangan
alat
- Ganti letak IV perifer dan line central dan dressing
sesuai dengan petunjuk umum
- Gunakan kateter intermiten untuk menurunkan infeksi
kandung kencing
- Tingkatkan intake nutrisi
- Berikan terapi antibiotik bila perlu
47

Infection Protection (proteksi terhadap infeksi)


- Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal
- Monitor hitung granulosit, WBC
- Monitor kerentanan terhadap infeksi
- Batasi pengunjung
- Saring pengunjung terhadap penyakit menular
- Partahankan teknik aseptic pada pasien yang beresiko
- Pertahankan teknik isolasi
- Berikan perawatan kulit pada area epidema
- Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap
kemerahan, panas, drainase
- Inspeksi kondisi luka / insisi bedah
- Dorong masukkan nutrisi yang cukup
- Dorong masukan cairan
- Dorong istirahat
- Instruksikan pasien untuk minum antibiotik sesuai resep
- Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala infeksi
- Ajarkan cara menghindari infeksi
- Laporkan kecurigaan infeksi
- Laporkan kultur positif
48

No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi


Keperawatan
10 Ketidakseimbangan NOC : NIC :
nutrisi kurang dari 1. Nutritional Status : food and Fluid Intake Nutrition Management
kebutuhan tubuh 2. Nutritional Status : nutrient Intake - Kaji adanya alergi makanan
berhubungan dengan 3. Weight control - Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah
faktor psikologis dan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien.
biologis yang jam, diharapkan ketidak seimbangan nutrisi tidak terjadi, - Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake Fe
mengurangi dengan kriteria hasil : - Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan
pemasukan makanan 1. Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan vitamin C
tujuan - Berikan substansi gula
2. Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan - Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi serat
3. Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi untuk mencegah konstipasi
4. Tidk ada tanda tanda malnutrisi - Berikan makanan yang terpilih ( sudah dikonsultasikan
5. Menunjukkan peningkatan fungsi pengecapan dari dengan ahli gizi)
menelan - Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan makanan
6. Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti harian.
- Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori
- Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi
- Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan nutrisi
yang dibutuhkan
Nutrition Monitoring
- BB pasien dalam batas normal
- Monitor adanya penurunan berat badan
49

- Monitor tipe dan jumlah aktivitas yang biasa dilakukan


- Monitor interaksi anak atau orangtua selama makan
- Monitor lingkungan selama makan
- Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak selama jam
makan
- Monitor kulit kering dan perubahan pigmentasi
- Monitor turgor kulit
- Monitor kekeringan, rambut kusam, dan mudah patah
- Monitor mual dan muntah
- Monitor kadar albumin, total protein, Hb, dan kadar Ht
- Monitor makanan kesukaan
- Monitor pertumbuhan dan perkembangan
- Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan jaringan
konjungtiva
- Monitor kalori dan intake nuntrisi
- Catat adanya edema, hiperemik, hipertonik papila lidah
dan cavitas oral.
- Catat jika lidah berwarna magenta, scarlet
50

BAB III

TINJAUAN KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. N DENGAN ASMA BRONKIAL

DIRUANGAN PENYAKIT DALAM RSUD KEPAHIANG

KABUPATEN KEPAHIANG

TAHUN 2018

Tanggal pengkajian : 4 September 2018 Tanggal MRS : 8 Mei 2018

Jam : 14:00 WIB Jam : 12. 20 WIB

Ruangan Kelas : Penyakit dalam No Rekam Medis : 081442

Diagnosa Medis : Asma Bronkial

A. PENGKAJIAN

1. Identitas Klien

Nama klien : Tn. Z

Usia /Jenis Kelamin : 66 Th, Laki - laki

Status Perkawinan : Kawin

Agama : Islam

Suku Bangsa : Indonesia

Pendidikan :SMA

Bahasa yang digunakan : Indonesia,Rejang

Pekerjaan : Petani

Alamat : Embong Ijuk Kab. Kepahiang

50
51

2. Riwayat Keperawatan

a. Riwayat kesehatan sekarang

1) Keluhan utama MRS

Klien datang ke IGD RSUD Kepahiang pada tanggal 05 September

2018 pukul 12.20WIB dengan keluhan sesak, batuk berdahak, nyeri

dada, keringat dingin, lemas dan pucat.

Faktor pencetus : Sesak nafas pada Tn. Z diakibatkan oleh debu,

cuaca dingin, asap rokok, dan pengawet makanan

a) Timbulnya keluhan : Mendadak, mulai terasa sesak pada

malam hari, dan jika udara terlalu dingin, terpapar debu dan

asap rokok.

b) Upaya mengatasi : Klien dibawa ke RSUD Kepahiang

2) Keluhan saat ini

Saat dikaji diruangan interne pada tanggal 05 September 2018,

pukul 14:00WIB, klien masih mengeluh sesak, nafas sesak (+), klien

terlihat menggunakan otot bantu pernafasan, klien mengatakan batuk

tidak berhenti-berhenti dan dahak susah keluar, batuk berdahak (+),

bunyi nafas wheezing (+), nafas dangkal, terdapat sumbatan pada

jalan nafas, pernafasan tacipneu, klien mengatakan alergi jika

terkena debu dan makanan yang menggunakan pengawet, penyedap

dan pewarna, klien mengatakan sesak jika terkena asap rokok, klien

mengatakan sesak akan kambu dimalam hari dan jika udara terlalu

dingin, klien tampak gelisah, luekosit 11.000 u/l, klien tidak tahu
52

tentang mengatasi penyakinya, klien tampak bingung, klien tampak

tidak mengerti cara penanganan penyakit yang dialaminya.

b. Riwayat kesehatan masa lalu

1) Riwayat alergi : Tidak ada riwayat alergi obat-obatan

2) Riwayat kecelakaan : Tidak ada riwayat kecelakaan.

3) Riwayat rawat di RS : Tn. N mengatakan tidak ada riwayat masuk

Rumah sakit, tetapi Tn. N selalu melakukan control kesehatan di

puskesmas terkait dengan penyakit Asma Bronkial

4) Riwayat operasi : Tidak ada riwayat operasi.

5) Riwayat pemakaian obat: Tn. N ada mengkonsumsi obat-obatan

untuk sesak yaitu salbutamol sejak tahun 2014 dan didapatkan di

puskesmas, yang diminum jika terjadi serangan asma bronkial..

6) Riwayat rokok & alkohol: Tn. N mengatakan tidak pernah

merokok dan Tn. N tidak mengkonsumsi alkohol

c. Riwayat kesehatan keluarga (Genogram dan keterangan)

X X

X X X X X X X

P P
Ket :
o o
: Laki-laki : :

: Perempuan X X
X
: Pasien
53

: Tinggal 1 Rumah

: Laki-laki meninggal

: Perempuan meninggal
X
d. Penyakit yang pernah diderita oleh anggota keluarga yang menjadi factor

resiko : Ny Z mengatakan keluarganya tidak ada yang mengalami penyakit

yang sama seperti Tn. N derita.

e. Riwayat psikososial dan spiritual

1) Adakah orang terdekat dengan pasien : Ada anak perempuan serta

menantu yang menjaga klien

2) Interaksi dalam keluarga

a) Pola komunikasi : Komunikasi dalam anggota keluarga baik

b) Pembuatan keputusan : Pengambilan keputusan selalu dilakukan

dengan bermusyawarah antar anggota keluarga

c) Kegiatan kemasyarakatan : Mengikuti acara pernikahan, acara

kematian di masyarakat.

3) Dampak penyakit pasien terhadap keluarga : Keluarga menjadi cemas

terhadap penyakit yang diderita oleh Tn. N sekarang.

4) Masalah yang mempengaruhi pasien : Klien tidak bebas beraktivitas

seperti biasanya, karena ketika beraktivitas mudah lelah dan sesak

5) Mekanisme koping terhadap stress

Selalu bercerita dengan keluarganya akan keluhan yang dialaminya.

6) Persepsi pasien terhadap penyakitnya


54

a) Hal yang sangat dipikirkan saat ini : Tn. N memikirkan

tentang penyakit yang dialaminya, klien bertanya tentang

penyakit yang dialami karena tidak tahu dengan cara mengatasi

masalah penyakit yang dialaminya.

b) Harapan setelah menjalani perawatan :

Tn. N mengatakan berharap cepat sembuh dari penyakitnya

supaya ia bisa beraktivitas seperti sebelum sakit.

c) Perubahan yang dirasakan setelah jatuh sakit :

Tn. N mengatakan sekarang menyadari betapa pentingnya arti

menjaga kesehatan pada pola hidup yang baik, dan Tn. N

mengatakan tidak bisa melakukan aktivitas seperti biasanya

seperti bekerja sebagai petani karena cepat lelah dan sesak.

7) System nilai kepercayaaan :

a) Nilai-nilai yang berhubungan dengan kesehatan

Tidak ada Nilai-nilai yang bertentangan dengan kesehatan.

b) Aktivitas agama/ kepercayaan yang dilakukan

Beragama islam, sebelum sakit klien sholat 5 waktu, dan

setelah jatuh sakit klien tetap sholat dan keluarga selalu berdoa

untuk kesembuhan penyakit yang dideritanya sekarang.

f. Kondisi lingkungan rumah :

kondisi lingkungan rumah baik, ventilasi terbuka. Jarak Pelayanan

kesehatan seperti bidan desa cukup dekat dari rumah klien.


55

g. Pola kebiasaan

Hal yang dikaji Pola kebiasaan


Sebelum sakit Sesudah sakit

a. Pola nutrisi
1) Frekuensi makan 3x/hari 3x/hari 3x/hari saat
pengkajian
2) Nafsu makan baik/tidak Nafsu makan baik Kurang baik
Alasan… karena nyeri pada
(mual, muntah, sariawan) dada
3) Porsi makan yang 1 porsi 5 sendok
dihabiskan
4) Makan yang tidak disukai Tidak ada makanan Tidak ada
yang tidak disukai
5) Makanan yang membuat Tidak ada Tidak ada
elergi
6) Makanan pantangan Tidak ada makanan diit Tidak ada
7) Makanan diet Tidak ada NB

8) Penggunaan obat-obatan Tidak ada penggunaan Ada


sebelum makan obat-obatan sebelum
makan
9) Minum Baik Baik
10) Intake cairan Normal Minum 5gelas
(1000cc)
IUFD 30tts/mnt
11) Penggunaan alat Tidak ada pengunaan Tidak ada
bantu(ngt,dll) alat bantu seperti penggunaan alat
NGT,dll bantu seperti
NGT,dll
56

b. Pola eliminasi
1) BAK
a) Frekuensi… x/hari 3x/hari 2x/hari saat
pengkajian
b) Warna Jernih Kuning
c) Keluhan tidak ada Tidak ada

d) Penggunaan alat bantu Tidak ada menggunakan Tidak Ada


(kateter,dll) alat bantu seperti kateter

2) BAB
a) Frekuensi… x/hari 1x/hari 1x/hari
b) Waktu (pagi,siang, Pagi Pagi saat
malam,tidak tentu) pengkajian
c) Warna kuning Kuning
d) Konsistensi Lembek kecoklatan
e) Keluhan Tidak ada lembek
f) Penggunaan laxative Tidak ada tidak ada
Tidak ada
c. Pola personal hygine
1) Mandi 2x/hari, pagi,sore Hanya dilap
2) Oral 2x/hari pagi,sore 1x/pagi
3) Cuci rambut 2x/ hari, pagi, sore Tidak ada
d. Pola istirahat dan tidur
1) Lama tidur 2 jam Tidak bisa tidur
siang:..jam/hari siang karena
sesak
2) Lama tidur 6 jam 2 jam
malam:..jam/hari
3) Kebiasaan sebelum tidur Menonton Tidak ada
e. Pola aktivitas dan latihan
1) Waktu bekerja: Pagi Tidak bekerja
pagi/siang/sore/malam setelah sakit
57

2) Olah raga Tidak ada Tidak ada


3) Jenis olahraga Tidak ada Tidak ada
4) Frekuensi Tidak ada Tidak ada
olahraga:..x/hari Tidak adanya keluhan Adanya keluhan
5) Keluhan dalam dalam beraktivitas dalam beraktivitas
beraktifitas: (pergerakan badan terasa
tubuh/mandi/mengenakan lemah dan sesak,
pakaian/ sesak setelah klien hanya
beraktivitas,dll) terbaring ditempat
tidur
f. Kebiasaan yang
mempengaruhi kesehatan
1) Merokok: ya/tidak Tidak Tidak ada
a) Jumlah.. Tidak ada Tidak ada
b) Lama pemakaian Tidak ada Tidak ada
2) Minuman keras : ya/tidak
a) Frekuensi Tidak ada Tidak ada
b) Jumlah Tidak ada Tidak ada
c) Lama pemakaian Tidak ada Tidak ada

3. PENGKAJIAN FISIK

a. Pemeriksaan fisik umum

1) Berat badan : 58 kg

2) Tinggi badan : 156 cm

3) Tekanan darah : 120/90mmHg

4) Frekuensi nafas : 30x/menit

5) Nadi : 96x/menit

6) Suhu tubuh : 36,8 °C

7) Keadaan umum : lemah, sesak


58

b. System penglihatan

1) Posisi mata : kanan : simetris, kiri : simetris

2) Kelopak mata : Tidak ada nyeri tekan, tidak ada jaringan

parut

3) Pergerakan bola mata : Pergerakan bola mata kiri dan kanan

normal

4) Konjungtiva : An anemis baik kanan maupun kiri

5) Kornea : Normal, Tidak ada bekas katarak dimata

kiri dan kanan

6) Sclera : An ikterik baik kanan maupun kiri

7) Pupil : Isokor, Baik kiri maupun kanan dapat

menerima rangsangan cahaya dengan baik.

8) Otot-otot mata : 8 otot mata kiri dan kanan berfungsi baik

9) Fungsi penglihatan : Fungsi penglihatan baik

10) Tanda-tanda radang : Tidak terdapat tanda-tanda radang

11) Pemakaian kaca mata : Tidak ada menggunakan kaca mata

12) Pemakaian lensa kontak : Tidak menggunakan lensa mata.

13) Reaksi terhadap cahaya : Pupil mata kiri dan kanan mengecil

disaat diberikan rangsangan cahaya.

c. System pendengaran

1) Daun telinga : Normal tidak ada lesi dan jaringan parut

2) Telinga tengah : Tidak ada tanda radang

3) Cairan dari telinga : Tidak ada cairan yang keluar dari telinga
59

4) Perasaan penuh ditelinga : Tidak ada rasa penuh dlm telinga

5) Tinnitus : Tidak ada tinnitus

6) Fungsi pendengaran : Normal

7) Ganguan keseimbangan : Tidak ada gangguan keseimbangan

8) Pemakaian alat bantu : Tidak memakai alat bantu

d. System pernafasan

1) Jalan nafas : terdapat sumbatan pada jalan nafas,

berupa bunyi whezing

2) Pernafasan : pernafasan tidak teratur

3) Penggunaan otot bantu pernafasan: Klien menggunakan otot bantu

pernafasan exstrna (luar).

4) Penggunaan O2 : Menggunakan nasal kanul 4 L/m

5) Perkusi : Dada anterior sebelah kanan ics ke

1-5 (resonan), ke 6-7 (peka), dan sebelah kiri ics 1 (resonan), ics ke

2-5 (redup), 6-7 (timpani).

6) Frekuensi : 30x/menit

7) Irama : Ireguler

8) Jenis pernafasan : Tacipneu (cepat)

9) Kedalaman : Dangkal

10) Batuk : Adanya batuk

11) Sputum : Ada sputum

12) Terdapat darah : Tidak ada perdarahan

13) Suara nafas : Wheezing


60

e. System kardiovaskuler

1) Sirkulasi perifer

a) Frekuensi nadi : 96 x/menit

b) Tekanan darah : 130/90 mmhg

c) Distensi vena jugularis : Kanan : Tidak ada

Kiri : Tidak ada

d) Perkusi : Dada anterior sebelah kanan ics ke

1-5 (resonan), ke 6-7 (peka), dan sebelah kiri ics 1 (resonan),

ics ke 2-5 (redup), 6-7 (timpani).

e) Temperature kulit : Lembab

f) Warna kulit : Kuning Langsat

g) Edema : Tidak ada edema

h) Capillary Refill time (CRT): kembali dalam < 2 detik

2) Sirkulasi jantung

a) Bunyi jantung : S1 : Lup, S2 : Dup, S3 : terdengar

suara mur - mur

b) Irama : regular

c) Sakit dada : Sebelah kiri, skala nyeri 5, nyeri

seperti ditusuk-tusuk, menjalar ke rahang, dan lengan bagian kiri

dalam, nyeri secara mendadak

f. System hematologi

1) Pucat : Tidak pucat

2) Perdarahan : Tidak ada perdarahan


61

g. System syaraf pusat

1) Keluhan sakit kepala : Tidak ada

2) Tingkat kesadaran : Composmentis

3) Glasgow coma scale : 15 (E4, M6, V5 )

4) Ganguan system persyarapan : Tidak ada

h. System pencernaan

1) Keadaan mulut : Gigi lengkap, tidak menggunakan

gigi palsu, keadaan gigi bersih.

2) Muntah : Tn. Z mengatakan tidak ada mual

dan muntah saat makan.

3) Nyeri daerah perut : Tidak ada

4) Bising usus : 15x/menit

5) Konsistensi feses : Keras

6) Hepar : Tidak teraba

7) Abdomen : Tidak ada bekas operasi

8) lingkar perut : 105cm

i. System endokrin

1) Pembesaran kelenjar tiroid : Tidak ada

2) Nafas berbau keton : Nafas tidak bau keton

3) Luka gangrene : Tidak ada luka gangrene

j. System urogenital

1) Perubahan pola kemih : tidak Ada memakai kateter

2) B.A.K : 2x sehari
62

3) Warna : Kuning

4) Keluhan sakit pinggang : Tidak ada

k. System integument

1) Turgor kulit : Elastis (+)

2) Warna kulit : Kuning langsat

3) Keadaan kulit : Tidak ada luka

4) Kelainan kulit : Tidak ada

5) Kondisi kulit daerah pemasangan infus: Tidak bengkak

6) Keadaan rambut : Rambut bersih, rambut

sudah memutih

l. System musculoskeletal

1) Kesulitan dalam pergerakan : Tidak ada, Klien bisa duduk

2) Sakit pada tulang, sendi, kulit : Tidak ada

3) Fraktur : Tidak ada

4) Keadaan tonus otot : Baik

5) Kekuatan otot :

4444 4444

4444 4444
Keterangan : 5

Nilai 5 : Tidak mengalami gangguan melawan gravitasi dengan


tahanan penuh
Nilai 4 : Dapat melawan gravitasi dengan sedikit tahanan
Nilai 3 : Dapat melawan gravitasi, tidak mampu melawan tahanan
Nilai 2 : Tidak mampu menahan gravitasi
Nilai 1 : Tidak ada pergerakan, hanya adanya kontraksi otot.
63

m. Data penunjang
Hasil lab tanggal 03 Januari 2017
Hasil
Jenis Pemeriksaan Satuan Nilai Rujukan
pemeriksaan
Hemoglobin 12,0 g/dl W: 11,7-15,5 L: 13,2-17,3

Leukosit 11.000 u/l W:3.600-11.000 L: 3.800-10.600

LED 55 Mm W:0-20 L: 0-10

4. PENATALAKSANAAN (Therapi/ pengobatan termasuk diet)

No Tanggal Jenis obat Dosis obat


1. 05 September IUFD NaCL 0,9% 30 tt/mnt
2018
O2 4 l/m
Nebulizer 1 Pentolin : 2 cc aquades
PO:
Ketopilin syr 2x1/2 Sdt
Metronidazole 2x1
Lansoprazole 2x1
Ambroxole syr 3x2 Sdt
64

B. ANALISA DATA

Nama pasien : Tn. Z Umur : 66 tahun


Ruangan : Interne No. RM : 081442
Tanggal : 05 September 2018
No Data Senjang Etiologi Masalah

1. DS:
- Klien mengatakan batuk tidak Peningkatan Bersihan jalan
berhenti-berhenti produksi sputum nafas tidak
- Batuk berdahak susak keluar efektif

DO:
- Sesak (+)
- Batuk berdahak
- Bunyi nafas Wheezing
- TD : 130/90 mmHg

2. DS:
- Klien mengatakan nafas sesak Meningkatnya dan Perubahan pola
- Klien mengatakan sesak nafas saat frekuensi nafas (thacpnea)
cuaca dingin pernafasan

DO:
- Klien terlihat sesak
- Klien terlihat memegang dada
- Klien menggunakan otot bantu
pernafasan
- Pernafasan tacipneu
- Nafas dangkal
- RR : 30x/menit
- Nadi : 96 x/menit

3. DO:
- Klien mengatakan alergi jika terkena Penyebaran Resiko tinggi
debu dan makanan yang penyakit Infeksi
menggunakan pengawet, penyedap
dan pewarna
- Klien mengatakan sesak jika terkena
asap rokok
- Klien mengatakan sesak akan

DS:
- Klien terlihat batuk berdahak
- TD : 130/90 mmHg
- TB : 156 cm
- BB : 62 kg
- T : 36,8 °C
65

4. Ds :
- Klien mengatakan tidak tahu Faktor-faktor Kurang
mengatasi penyakit yang dialaminya pencetus asma pengetahuan

Do :
- Klien tampak bingung
- Klien tampak tidak mengerti cara
penanganan penyakit yang
dialaminya
66

C. DIAGNOSA KEPERAWATAN

Nama pasien : Tn. Z Umur : 68 tahun


Ruangan : Interne No. RM : 182146
Tanggal : 05 September 2018

Tanggal Tanggal

No Diagnosa Keperawatan masalah Paraf masalah Paraf

muncul dan teratasi dan

nama nama

1. Bersihan jalan nafas tidak efektif 8 mei 10 mei

berhubungan dengan peningkatan 2018 karmidi 2018 karmidi

produksi sputum.

2. Perubahan pola nafas (thacpnea) 8 mei 10 mei

berhubungan dengan meningkatnya 2018 2018

dan frekuensi pernafasan karmidi karmidi

3. Resiko tinggi infeksi berhuungan 8 mei 10 mei

dengan penyebaran penyakit 2018 2018

Karmidi karmidi

4. Kurang pengetahuan berhubungan 8 mei 10 mei

dengan faktor-faktor pencetus asma 2018 Karmidi 2018 karmidi


67

BAB IV

PEMBAHASAN

Asma Bronkial adalah satu hiper-reaksi dari bronkus dan trakea yang

mengakibatkan penyempitan saluran nafas yang bersifar reversible (Sibuea

Herdin, Panggabean M. & Gultom, 2009). Penerapan asuhan keperawatan dalam

proses keperawatan dimulai dengan pengkajian keperawatan, analisa keperawatan,

diagnosa keperawatan, intervensi keperawatan, implementasi keperawatan hingga

evaluasi keperawatan pada Tn. Z dengan Asma Bronkial yang dilaksanakan

tanggal 05 September 2018 – 07 September 2018 dengan menggunakan berbagai

pertimbangan ilmu dan menentukan kasus secara nyata, maka penulis memberi

kesimpulan sebagai berikut:

A. Pengkajian Keperawatan

Pengkajian merupakan tahap awal dari proses asuhan keperawatan

dilakukan dengan menggunakan metode wawancara, observasi, studi

kepustakaan dan pemeriksaan fisik. Kasus Tn. Z didapatkan data klien

kiriman dari IGD Pukul 14.00 WIB, saat dikaji diruangan interne, klien

masih mengeluh sesak, nafas sesak (+), klien terlihat menggunakan otot bantu

pernafasan, klien terlihat memakai O2, klien terlihat lemas, klien mengatakan

badannya lemas, klien mengatakan batuk tidak berhenti-berhenti dan dahak

susah keluar, batuk berdahak (+), bunyi nafas wheezing (+), klien

mengatakan nyeri pada dada, nafas dangkal, terdapat sumbatan pada jalan

nafas, stridor (+), pernafasan tacipneu, klien mengatakan alergi jika terkena

67
68

debu dan makanan yang menggunakan pengawet, penyedap dan pewarna,

klien mengatakan sesak jika terkena asap rokok, klien mengatakan sesak akan

kambu dimalam hari dan jika udara terlalu dingin, klien tampak gelisah,

luekosit 11.000 u/l, klien tidak tahu tentang mengatasi penyakinya, klien

tampak bingung, klien tampak tidak mengerti cara penanganan penyakit yang

dialaminya.

Kasus pada Tn. Z didapatkan data bahwa Asma Bronkial terjadi

berulang sejak 10 tahun saat usai Tn. Z 56 tahun, sesuai teori yang dijelaska

etiologi dari Asma Bronkial terbagi dua, asma ekstrinsik mulai pada usia

muda dan asma bronchial intrinsik timbul pada usia yang lebih lanjut.

B. Diagnosa Keperawatan

Tahapan ini dilakuakan suatu analisis terhadap data klien yang telah

berkumpul untuk menegakkan diagnosa keperawatan. Menurut (NANDA,

2012) terdapat 5 diagnosa keperawatan pada pasien, Asma Bronkial yaitu :

a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan

produksi lendir.

b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan

perfusi ventilasi

c. Pola nafas berhubungan dengan meningkatnya dan frekuensi

pernafasan

d. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya imunitas

e. Kurang pengetahuan berhubungan dengan faktor-faktor pencetus asma


69

Diagnosa yang timbul pada kasus Tn. Z setelah dilakukan pengkajian

keperawatan, diagnosa yang timbul hanya 4 diagnosa keperawatan, yaitu:

a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan

produksi lendir.

b. Pola nafas berhubungan dengan meningkatnya dan frekuensi

pernafasan

c. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya

imunitas

d. Kurang pengetahuan berhubungan dengan faktor-faktor pencetus

asma

Diagnosa yang timbul pada kasus Tn. Z setelah dilakukan pengkajian

Penulis menemukan satu diagnosa keperawatan yang tidak timbul karena

tidak ada data yang mendukung diagnosa keperawatan tersebut, diagnosa itu

yaitu, Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran

kapiler – alveolar. Diagnosa tersebut tidak dapat ditegakkan karena penulis

tidak menemukan data yang mendukung untuk diagnosa tersebut, penulis

hanya menegakkan diagnosa sesuai dengan data yang telah ditemukan.

C. Intervensi Keperawatan

Penulis menyusun rencana keperawatan setelah melakukan

pengkajian. Rencana keperawatan merupakan langkah yang sangat

menentukan dalam mencapai keberhasilan dalam asuhan keperawatan yang

dilakukan. Rencana tindakan keperawatan diambil dari buku sumber yang ada

kaitannya dengan penyakit plasenta previa. Rencana keperawatan yang


70

terdapat pada teori yang sudah disusun tidak semua penulis angkat atau tidak

semua yang bisa di terapkan pada rencana asuhan keperawatan dikarenakan

penulis sesuaikan dengan kondisi klien dan sarana yang ada di RSUD

Kepahiang.

D. Implementasi Keperawatan

Pelaksanaan merupakan perwujudan dari perencanaan keperawatan

yang telah disusun. Pelaksanaan tindakan keperawatan ada yang dapat

dilakukan secara mandiri oleh perawat dan ada juga yang dilakukan secara

kolaborasi atau berkerja sama dengan tim kesehatan lainnya, dan hal ini penulis

temukan saat praktek. Penulis sebelum melakukan tindakan perlu meninjau

kembali keadaan dan kebutuhan klien dengan mengacu pada diagnosa

keperawatan.

Pelaksanakan tindakan keperawatan yang telah direncanakan tidak

seluruhnya penulis dapat melakukan sendiri, penulis bekerja sama dengan

perawat ruangan seperti melakukan pemeriksaan TTV, observasi pernafasan,

otot bantu bernafasan, bunyi nafas, observasi tanda-tanda terjadinya infeksi.

Penulis bekerja sama dengan keluarga seperti untuk mengurangi frekuensi

pernafasan dan peningkatan produksi mukus,kekentalan sekresi dan

bronchospasme Tn. Z, setiap tindakan Tn. Z keluarga selalu mendampingi.

Penulis juga bekerja sama dengan tim medis yang lainnya seperti :

a. Pemeriksaan laboratorium dilakukan oleh tim kesehatan lain yaitu ahli

analis
71

b. Pembacaan hasil laboratorium dilakukan oleh ahli penyakit dalam yaitu

dokter spesialis

c. Pemberian terapi yang dilakukan dokter spesialis sesuai dosis

5. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi keperawatan dibagi menjadi dua yaitu evaluasi formatif dan

evaluasi sumatif. Evaluasi formatif merupakan hasil observasi dan analisa

perawat terhadap respon klien segera pada saat/setelah dilakukan tindakan

keperawatan. Evaluasi sumatif merupakan rekapitulasi dan kesimpulan dari

hasil observasi dan analisa status kesehatan sesuai waktu pada tujuan dalam

bentuk SOAP. Teknik SOAPIER digunakan pada catatan medik yang

berorientasi pada masalah yang mencerminkan masalah yang diidentifikasi

oleh semua anggota tim perawat.

Evaluasi yang dilakukan dalam kasus ini penulis lakukan dengan

pengamatan selama tiga hari perawatan di RSUD Kepahiang di ruangan

Interne dan kriteria hasil yang dicapai teratasi karena Tn. Z, sesak berkurang,

tidak menggunakan otot bantu pernafasan, tidak lemas, tidak batuk, tidak

terdapat bunyi wheezing, nyeri dada (-), tidak terdapat sumabatan jalan nafas,

gelisah berkurang, pasien telah mengerti dengan mengatasi penyakit, ,

luekosit normal 11.000 u/l, TD 130/80, Nadi 80x/menit, Pernafasan

24x/menit, Suhu 36,2 C, dan terapi yang diberikan masih berlanjut yaitu

salbutamol 1x1 sesuai dengan anjuran dari dokter.


72

BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan

Asuhan keperawatan yang dilakukan pada Tn. Z dengan Asma Bronkial

diruangan Interne RSUD Kepahiang yang dilakukan mulai tanggal 05

September 2018 sampai dengan 07 September 2018, maka dapat disimpulkan :

1. Pengkajian

Pengkajian pada Tn. Z didapatkan data dengan tanda klinis dari Asma

Bronkial, yaitu mengalami batuk berdahak, sesak nafas, menggunakan otot

bantu pernafasan, nyeri dada atau rasa berat didada, kambuh dimalam hari,

bias juga disebabkan udara terlalu dingin.

2. Diagnosa Keperawatan

Menurut (Saheb, A. 2011) pada kasus Asma Bronkial terdapat 5 diagnosa

keperawatan. Kasus Tn. Z penulis menemukan 4 diagnosa, satu diagnosa

keperawatan berdasarka teori tidak dapat diangkat karena tidak ada data

yang menunjang pada diagnosa tersebut, dan tidak terdapat penambahan

diagnosa keperawatan yang timbul tidak berdasarkan teori.

3. Intervensi Keperawatan

Penulis merencanakan intervensi yang dilakukan setelah menemukan

diagnosa keperawatan langkah berikutnya merumuskan rencana

keperawatan berdasarkan diagnosa keperawatan ditunjukkan untuk

mencegah terjadinya sesak secara tiba-tiba pada pasien, pernafasan pasien

normal, tidak menggonakan otot bantu pernafasan, tidak batuk, klien dan

72
73

keluarga mematuhi apa yang telah direncanakan dan melaksanakan anjuran

rencana keperawatan dan pengobatan sesuai dengan tujuan dan kriteria hasil

dalam rencana keperawatan.

4. Implementasi Keperawatan

Penulis melaksanakan tindakan keperawatan, selama 3 hari perawatan

implementasi berjalan sesuai dengan yang direncanakan, dan pada hari ke 3

implementasi teratasi, penulis melakukan tindak lanjut untuk pasien dan

keluarga dirumah; (1) Menganjurkan pasien untuk istirahat; (2)

Menganjurkan pasien untuk terus control ulang dipuskesmas atau poli

penyakit dalam RSUD Kepahiang; (3) Menganjurkan pasien untuk tidak

bekerja terlalu berat; (4) Menganjurkan pasien untuk banyak memakan

sayur-sayuran.

5. Evaluasi Keperawatan

Pelaksanaan asuhan keperawatan pada Tn. Z dengan Asma Bronkial

berlangsung selama 3 hari perawatan dilakukan di ruangan interne RSUD

Kepahiang dan masalah seluruh teratasi.

6. Pembehasan antara penerapan asuhan keperawatan

Penulis tidak mempunyai kendala ataupun hambatan dalam melakukan

asuhan keperawatan khususnya pada Tn. Z, akan tetapi penulis mempunyai

hambatan dalam proses membuat tugas akhir, dimana penulis kesulitan

dalam mencari referensi terbaru.


74

B. Saran

Penerapan proses keperawatan pada Asma Bronkial penulis ingin memberikan

saran-saran yang mungkin nantinya dapat berguna bagi klien khususnya dan

perawat pada umumnya, yaitu yang sesuai kasus:

1. Klien

Klien diharapkan dapat mengikuti dan bekerjasama dalam proses

keperawatan sehingga terapi dan pengobatan pada klien dapat dilaksanakan

dengan baik sehingga kesembuhan klien dapat tercapai dengan maksimal.

2. Rumah Sakit

Penulis mengharapkan pihak rumah sakit dapat menyediakan dan

mefasilitasi apa yang dibutuhkan oleh klien untuk menyembuhkan, seperti

perlengkapan ADL klien seperti ruang kamar mandi yang bersih sehingga

dapat memberi kenyamanan pada diri pasien dalam memenuhi kebutuhan

eliminasi. Kamar mandi bersih juga dapat menurunkan resioko jatuh pasien

karena terpeleset. Memberikan rasa nyaman pada pasien dan juga mencegah

penyebaran infeksi dan bakteri.

3. Tenaga Kesehatan

Penulis mengharapkan tenaga kesehatan dalam melakukan pelayanan

kepada pasien hendaknya dapat lebih meningkatkan ilmu pengetahuan

melalui reperensi-reperensi yang tersedia sehingga tenaga kesehatan dapat

cepat tanggap dan cekatan dalam menangani tindakan, khususnya dengan

pasien Asma Bronkial. Pelayanan kesehatan yang diberikan pada pasien


75

Asma Bronkial secara menyeluruh baik dalam memenuhi kebutuhan bio,

psiko, sosial, dan spiritual dalam meningkatkkan derajat kesehatan klien.

4. Institusi pendidikan

Institusi pendidikan diharapkan pada fasilitas perpustakaan agar dapat

mempertahankan untuk menyediakan, melengkapi, dan memperbanyak

buku-buku tentang keperawatan medical bedah khususnya buku-buku teori

tentang Asma Bronkial sehingga landasan teori bagi mahasiswa agar

memperoleh pengetahuan yang lebih luas tentang keperawatan pada klien

dengan berbagai macam penyakit.


76

DAFTAR PUSTAKA

Amin, Hardhi, 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa


Medis dan Nanda (North American Nursing Diagnosis Association). Edisi
Revisi Jilid 1.
Awaliyah, 2013. Asuhan Keperawatan pada Asma Bronkial. Diakses pada
tanggal 28 Juli 2018 dari www.scrib.com
Badan penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan RI. 2013.
RISKESDAS (Riset Kesehatan Dasar) Kementrian Kesehatan RI : Jakarta
Brunner & Suddarth. 2013. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah edisi 8.
Jakarta: EGC
Faiq Sulaifi, 2015. Anatomi Sistem Pernafasan. Ilmu dasar Keperawatan
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah Lamongan
GINA. 2016. Global Strategy for Asthma Management and Prevention. Diakses
pada tanggal 28 Juli 2018 dari www.ginasthma.org
Kemenkes RI . 2014. Infodatin Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan
RI “you can control your Asthma”. ISSN 2442-7659. Diunduh melalui
file:///D:/Data/Downloads/infodatin-asma.pdf pada taggal 25 Juli 2018
Melyana, Hiswani, Jemadi. 2013. Karakteristik Penderita Asma Bronkial Rawat
Inap Di Rumah Sakit Umum Daerah Arifin Achmad Pekanbaru Tahun
2011-2013. Diunduh melalui
http://download.portalgaruda.org/article.php?article pada tanggal 28 Juli
2018

Muttaqin, A.2008.Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan


Sistem Pernapasan.Jakarta: Salemba Medika

Runtuwene, dkk. 2016. Prevalensi dan faktor-faktor risiko yang menyebabkan


asma pada anak di RSU GMIM Bethesda Tomohon periode Agustus 2011
– Juli 2016. Jurnal e-Clinic (eCl) : Volume 4, Nomor 2, Juli-Desember
2016
Somantri, I.2012.Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Gangguan Sistem
pernapasan edisi 2.Jakarta: Salemba Medika
WHO 2018 Causes of asthma diakses melaui
http://www.who.int/respiratory/asthma/causes/en/ pada 25 Juli 2018
Yulianthi, Dwi dan Susanthi. 2015. Penatalaksanaan Asma Bronkial.
Yogyakarta : Universitas Brawijaya Press
77

Zaini, J.(2011). Asthma Control Test: Cara simple dan efektif untuk menilai
derajat dan respons terapi asma (editorial). J.Respirasi Indo. 31 (2) p 51- 52

Anda mungkin juga menyukai