Anda di halaman 1dari 33

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA KLIEN

DENGAN GANGGUAN SISTEM RESPIRASI ASMA


BRONKHIAL

OLEH :

KELOMPOK 2

1. ALFINA DAMAYANTI (2021.003)


2. CITRA LESTARI (2021.009)
3. DAHLYA SIMANJUNTAK (2021.011)
4. DIAH FAUZIAH HARAHAP (2021.015)
5. ERNIKA DELVIA SIAGIAN (2021.023)
6. INDAH SYAHPUTRI (2021.029)
7. NADIA FILZAH ADHARI (2021.037)
8. PUTRI ANDINI (2021.043)
9. RIZKY ARADEA (2021.051)
10. SRI RAHJIANI (2021.057)

AKADEMI KEPERAWATAN KESDAM I/BB PEMATANGSIANTAR


T.A 2023/2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-Nya, kami
dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Asuhan Keperawatan Gawat
Darurat pada Gangguan Sistem Respirasi dengan Asma Bronkhial” dengan tepat
waktu.
Makalah disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah keperawatan gawat
darurat dan manajemen bencana II. Selain itu, makalah ini bertujuan menambah
wawasan tentang Asuhan Keperawatan pada Gangguan Sistem Respirasi dengan
Asma Bronkhial bagi para pembaca dan juga kami.
Pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Nabila
Siregar S.Kep.,Ns.,M.Kep selaku dosen mata kuliah keperawatan gawat darurat dan
manajemen bencana II, yang telah mengajarkan dan membimbing kami untuk dapat
menyelesaikan tugas makalah yang diberikan.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari kata
sempurna dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan kami. Oleh
karena itu segala bentuk saran dan masukan serta kritik yang membangun. Semoga
makalah ini berguna bagi penulis dan pada bidang pendidikan.

Pematangsiantar, 29 September 2023

Tim Penyusun
DAFTAR ISI
JUDUL
Kata Pengantar
Daftar Isi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penelitian
D. Manfaat Penulisan
BAB II TINJAUAN TEORITIS
A. Konsep Medis
1. Defenisi
2. Etiologi
3. Klasifikasi
4. Patofisiologi
5. Manifestasi klinik
6. Pemeriksaan Penunjang
7. Komplikasi
8. Penatalaksanan medis
B. Konsep Keperawatan
1. Pengkajian
2. Diagnosa keperawatan
3. Intervensi
BAB III TINJAUAN KASUS
1. Pengkajian
2. Diagnosa
3. Intervensi
4. Implementasi
5. Evaluasi
BAB IV PENUTUP
1. Kesimpulan
2. Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Asma bronkial atau asma adalah suatu penyakit pada saluran napas yang
sering dijumpai pada anak-anak maupun dewasa. Penyakit asma masih menjadi
masalah kesehatan masyarakat di hampir semua negara di dunia yang sebagian
diderita oleh anak-anak sampai dewasa dengan derajat penyakit dari ringan sampai
berat, beberapa kasus bahkan menyebabkan kematian. Asma merupakan penyakit
kronis yang sering muncul pada masa kanak-kanak sampai usia muda yang dapat
menyebabkan kehilangan hari-hari bersekolah dan hari kerja produktif, gangguan
aktivitas sosial, dan berpontensi mengganggu pertumbuhan dan perkembangan
anak (Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI, 2019).
Asma adalah salah satu penyakit tidak menular utama yang bersifat kronis
dimana terjadi kondisi pada saluran udara paru-paru mengalami peradangan dan
penyempitan (Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI, 2019). Tanda
gejala dari penyakit asma bervariasi seperti adanya suara napas mengi, sesak
napas, batuk, keterbatasan aliran udara ekspirasi. Penderita asma sering mengalami
periode gejala yang memburuk dan saluran napas yang memburuk atau obstruksi
disebut eksaserbasi yang bisa berakibat fatal (GINA, 2021). Asma diartikan sebagai
suatu kondisi ketika terjadi gangguan pada sistem pernapasan yang bersifat kronik
dengan gejala yang muncul yaitu mengi (wheezing), sesak napas, batuk, kesulitan
bernapas terutama ketika malam hari atau dini hari, keterbatasan/pemanjangan
aliran udara eskpirasi (Boulet et al., 2019).
Dua Masalah keperawatan yang dapat muncul pada kasus asma bronkial yaitu
pola napas tidak efektif. Pola napas tidak efektif adalah suatu kondisi dimana
inspirasi dan/atau ekspirasi yang tidak memberikan ventilasi adekuat (PPNI, 2016).
Distress pernapasan merupakan kompensasi tubuh terhadap kekurangan oksigen
dalam tubuh, karena konsentrasi oksigen yang rendah. Terhambatnya suplai oksigen
dalam tubuh karena kesulitan bernapas, tubuh akan menstimulus syaraf pusat untuk
meningkatkan frekuensi pernapasan (Hidayatin, 2020).
Faktor risiko yang memicu asma yaitu zat, partikel yang terhirup memicu reaksi
alergi atau mengiritasi saluran napas (Pusat Data dan Informasi Kementrian
Kesehatan RI, 2019). Terdapat 5 faktor pencetus asma pada anak yaitu udara
dingin, flu dan infeksi, kelelahan, debu, dan asap rokok. Faktor keturunan dan
keluarga merupakan pencetus penyakit asma pada anak seperti riwayat asma, anak
yang merokok, dan orang tua yang merokok dengan kejadian asma pada anak
(Dharmayanti et al., 2015). Faktor risiko yang dapat mempengaruhi terjadinya
penyakit asma adalah genetik, infeksi saluran napas, faktor lingkungan seperti
terpapar allergen, asap rokok, polusi udara, obesitas, dan nutrisi pada saat
kehamilan (Miraglia del Giudice et al., 2014).
Penyakit asma sudah memengaruhi lebih dari 260 juta orang secara global dan
menyebabkan hampir setengah juta kematian pada tahun 2019 (GINA, 2021).
Menurut laporan WHO (2021), asma memengaruhi sekitar 262 juta orang pada tahun
2019, angka ini diperkirakan akan terus meningkat hingga 400 juta orang pada tahun
2025. Sekitar 26 juta orang terjangkit asma di Amerika Serikat, 7 juta diantaranya
adalah anak-anak (Morris & Pearson, 2020). Angka kejadian asma berdasarkan
catatan diagnosis dokter di berbagai belahan dunia adalah 4,3%. Paling rendah di
Cina (0,2%) dan tertinggi di Australia (21%). Berdasarkan keluhan klinis yang
dilaporkan pasien, angka prevalensi asma adalah 4,5%, dengan variasi antar negara
yang cukup lebar. Angka prevalensi terendah di Vietnam sebesar 1%, tertinggi di
Australia 21,5% (The World Health Survey dalam Ngurah Rai & Bagus Artana,
2016). 5 Negara Indonesia pada tahun 2018 memiliki rata-rata angka kejadian asma
pada semua umur sebesar 2,4%. Kejadian tertinggi terjadi di Provinsi Yogyakarta
sebesar 4,5% dan kejadian terendah di Provinsi Sumatra Utara sebesar 1%,
Prevalensi asma pada anak di Indonesia sebesar 0,4% pada usia < 1 tahun, 1,6%
pada usia 1-4 tahun, 1,9% pada usia 5-14 tahun, 1,1% pada usia 15-24 tahun,
berdasarkan catatan medis Rumah Sakit Umum Daerah Imelda Medan, data
penderita asma tahun 2022 adalah sebanyak Januari-Juni 2022 berjumlah 290
pasien (Riskesdas, 2018).

B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian latar belakang, maka dapat dirumuskan masalah yaitu :
“Bagaimana Asuhan Keperawatan Gawat Darurat pada Gangguan sistem Respirasi
dengan Asma Bronkhial?”.

C. TUJUAN
1. Tujuan Utama
Mengetahui konsep asuhan keperawatan gawat darurat pada klien dengan
gangguan sistem respirasi Asma Bronkhial.
2. Tujuan Khusus
a. Menjelaskan definisi asma bronkhial.
b. Menjelaskan etiologi asma bronkhial.
c. Menjelaskan klasifikasi asma bronkhial.
d. Menjelaskan patofisiologi asma bronkhial.
e. Menjelaskan manifestasi klinis asma bronkhial.
f. Menjelaskan pemeriksaan penunjang asma bronkhial.
g. Menjelaskan komplikasi asma bronkhial.
h. Menjelaskan penatalaksanan medis asma bronkhial.
i. Menjelaskan konsep asuhan keperawatan gawat darurat pada asma
bronkhial.
D. MANFAAT PENULISAN
1. Bagi Penulis
Agar menambah Ilmu Keperawatan Gawat Darurat system pernapasan
untuk memberikan Asuhan Keperawatan pada penyakit Asma Bronkhial
dengan masalah Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif
2. Bagi Pendidikan
Sebagai penyambung Ilmu Asuhan Keperawatan dengan klien Asma
Bronhail sehingga dapat menambah referensi dan acuan dalam memahami
Asuhan Keperawatan pada klien dengan Asma Bronkhial.
3. Bagi Pasien
Sebagai tambahan penegetahuan untuk memahami keadaanya, sehingga
mampu mengambil keputusan yang sesuai dengan masalah serta ikut serta
memperhatikan dalam melaksanakan Tindakan keperawatanyang diberikan
dan diajarkan oleh perawat.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. KONSEP MEDIS
1. DEFINISI ASMA BRONKHIAL
Asma adalah suatu keadaan dimana saluran nafas mengalami penyempitan
karena hiperaktivitas terhadap rangsangan tertentu, yang menyebabkan
peradangan, penyempitan ini bersifat berulang namun reversible, dan diantar
episode penyempitan bronkus tersebut terdapat keadaan ventilasi yang lebih nomal.
Beberapa faktor penyebab asma, antara lain jenis kelamin, umur pasien, status
atopi, faktor keturunan, serta faktor lingkungan (Nurarif & Kusuma, 2016)
Asma adalah kondisi yang dikarakteristikan dengan inflamsi lapisan jalan
napas bronkial. Sel yang melapisi bronkus melepaskan zat kimia yang menyebabkan
inflamsi ketika sel ini terstimulus oleh iritan dan allergen. Ketidakefektifan pola napas
adalah masalah utama pada klien asma bronkhial. Apabila tidak segera ditangani
akan menimbulkan kematian pada klien asma, karena masalah pertukaran gas yang
disebabkan oleh obtruksi saluran napas (Rosdahl,C.B& T.Kowalski,M, 2017).
Asma adalah penyakit obstruksi jalan nafas yang ditandai oleh penyempian
jalan nafas. Penyempitan jalan nafas akan mengakibatkan pasien mengalami
dispnea, batuk, mengi. Eksaserbasi akut terjadi dari beberapa menit sampai jam
bergantian dengan periode bebas gejala (Puspitasari, 2019)

2. ETIOLOGI ASMA BRONKHIAL


Penyebab asma bronkhial menurut Murwani (2017), yaitu :
a. Ekstrinsik : faktor alergi
1) Inhalan hirupan dari bahan-bahan debu, bulu hewan, tumbuhtumbuhan.
2) Ingestan lewat makanan / obat-obatan.
3) Ikan laut/ ikan tawar, telur dan obat-obatan .
4) Kontaktan bersinggungan perhiasan.
b. Intrinsik : faktor non alergi.
1) Biasanya tidak jelas faktor alerginya.
2) Biasanya ada peradangan.
c. Psikologis: kejiwaan.
1) Pada orang yang banyak marah.
2) Pada orang yang banyak masalah.
3) Pada orang yang iri hati dan dendam.
Menurut berbagai penelitiaan patologi dan etiologi asma belum diketahui
dengan pasti penyebabnya, akan tetapi hanya menunjukkan dasar gejala asma yaitu
inflamasi dan respons saluran napas yang berlebihan ditandai dengan adanya kalor
(panas karena vasodilatasi), tumor (esudasi plasma dan edema), dolor (rasa sakit
karena rangsangan sensori), dan function laesa (fungsi terganggu). Dan raang harus
disertai dengan infiltrasi sel-sel radang (Sudoyono dkk, 2016)
Sebagai pemicu timbulnya serangan-serangan dapat berupa infeksi (infeksi
virus RSV), iklim (perubahan mendadak suhu, tekanan udara), inhalan (debu, kapuk,
tungau, sisa-sisa serangga mati, bulu binatang, serbuk sari, bau asap, uap cat),
makanan (putih telur, susu sapi, kacang tanah, coklat, biji-bijian, tomat), obat
(aspirin), kegiatan fisik (olahraga berat, kecapaian, tertawa terbahak-bahak), dan
emosi (Nurarif & Kusuma, 2017)

3. KLASIFIKASI ASMA BRONKHIAL


Menurut Nurarif & Kusuma (2016) dalam buku Asuhan Keperawatan Praktis
Jilid 1 asma dibedakan menjadi dua jenis, yakni :
a. Asma bronkial
Penderita asma bronkial, hipersensitif dan hiperaktif terhadap rangsangan dari
luar, seperti debu rumah, bulu binatang, asap, dan bahan lain penyebab alergi.
Gejala kemunculannya sangat mendadak, sehingga gangguan asma bisa datang
secara tiba-tiba. Jika tidak mendapatkan pertolongan secepatnya, risiko kematian
bisa datang. Gangguan asma bronkial juga bisa muncul lantaran adanya radang
yang mengakibatkan penyempitan saluran pernapasan bagian bawah. Penyempitan
ini akibat berkerutnya otot polos saluran penapasan, pembengkakan saluran lendir,
dan pembentukan timbunan lendir yang berlebihan.
b. Asma kardial
Asma yang timbul akibat adanya kelainan jantung. Gejala asma kardial
biasanya terjadi pada malam hari, disertai sesak napas yang hebat. Kejadian ini
disebut nocturnal paroxymul dyspnea. Biasanya terjadi pada saat penderita sedang
tidur

4. PATOFISIOLOGI ASMA BRONKHIAL


Asma ditandai dengan kontraksi spastic dari otot polos bronkhiolus yang
menyebabkan sukar bernafas. Penyebab yang umum adalah hipersesitivitas
bronkhiolus terhadap benda-benda asing di udara. Reaksi yang timbul pada asma
tipe alergi diduga terjadi dengan cara, seorng yang alergi mempunyai
kecenderungan untuk membentuk sejumlah antibody Ig E abnormal dalam jumlah
besar dan antibody ini menyebabkan reaksi alergi bila reaksi dengan antigen
spefisikasinya (Prasetyo, 2016)
Antibody ini terutama melekat pada sel yang terdapat pada interstisial paru
yang berhubungan erat dengan bronkhiolus dan bronkhus keil. Seseorang yang
menghirup alergen bereaksi dengan antibody Ig E orang tersebut meningkat, alergen
bereaksi dengan antibody yang telah terlekat pada sel dan menyebabkan sel ini akan
mengeluarkan berbagai macam zat, diantaranya histamin. Efek gabungan dari
semua faktor-faktor ini akan menghasilkan edema lokal pada dinding bronkhiolus
kecil maupun sekresi mucus yang kental dalam lumen bronkhiolus dan spasma otot
polos bronkhiolus sehingga menyebabkan tahanan saluran napas menjadi sangat
meningkat (Prasetyo, 2016)
PATHWAY

Faktor Interinsik Faktor ektrinsik

Infeksi kuman Allergen Faktor

Infeksi saluran
pernapasan

Pengaktifan respon
imun (sel mati)

Pengaktifan Mediator
kimiawi,histamin

Bronchospame Edema Sekresi Inflamasi


mukosa

Penyempitan jalan nafas

Pola nafas tidak efektif

Serangan paroksimal

Dispnea, batuk, wheezing sputum


Bersihkan jalan napas
5. MANIFESTASI KLINIS ASMA BRONKHIAL Ancaman hidup
Manifestasi klinis menurut (Brunner & Suddarth 2016), yaitu:
a. Batuk kering awalnya, diikuti dengan batuk yang lebih kuat denganansiaetas
produksi
sputum berlebih
b. Dispnea dan mengi, pertama-tama pada ekspirasi, kemudian bisa juga terjadi
selama inspirasi.
c. Asma biasanya menyerang pada malam hari atau di pagi hari
d. Diperlukan usaha untuk melakukan ekspirasi memanjang.
e. Eksaserbasi asma sering kali didahului oeh peningkatan gejala selama berhari-
hari, namun dapat pula terjadi secara mendadak.
f. Gejala tambahan seperti diaphoresis, takikardi, dan tekanan nadi yang melebar
Tanda dan gejala lain yang muncul yaitu hipoventilasi, dyspnea, wheezing,
pusing-pusing, sakit kepala, nausea, peningkatan nafas pendek, kecemasan,
diaphoresis, dan kelelahan. Hiperventilasi adalah salah satu gejala awal dari asma.
Kemudian sesak nafas parah dengan ekspirasi memanjang disertai wheezing (di
apeks dan hilus). Gejala utama yang sering muncul adalah dipsnea, batuk dan
mengi. Mengi sering dianggap sebagai salah satu gejala yang harus ada bila
serangan asma muncul (Anisa, 2019).

6. PEMERIKSAAN PENUNJANG ASMA BRONKHIAL


Pemeriksaan diagnotik asma bronkhial menurut Huda Nurarif (2015) antara
lain:
a. Pengukuran fungsi paru (Spirometri)
Pengukuran ini dilakukan sebelum dan sesudah pemberian bronkodilator
aerosol golongan adrenergik. Menunjukkan diagnotik asma jika adanya peningkatan
pada nilai FEV dan FVC sebanyak lebih dari 20%.
b. Tes provokasi bronchus
Tes ini dilakukan pada Spirometri internal. Penurunan FEV sebesar 20% atau
bahkan lebih setelah tes provoksi dan denyut jantung 80- 90% dari maksimum
dianggap bermakna bila menimbulkan penurunan PEFR 10% atau lebih.
c. Pemeriksan kulit
Pemeriksaan kulit ini dilakukan untuk menunjukkan adanya antibody IgE
hypersensitive yang spesifik dalam tubuh
d. Pemeriksaan laboratorium
1) Analisa gas darah (AGD/ Astrup) Hanya dilakukan pada klien dengan serangan
asma berat karena terjadi hipoksemia, hiperksemia, dan asidosis respiratorik.
2) Sputum Adanya badan kreola adalah salah satu karakteristik untuk serangan
asmabronkhial yang berat, karena hanya reaksi yang hebat yang akan
menyebabkan transudasi dari edema mukosa, sehingga terlepas sekelompok
sel- sel epitel dari perlekatannya.
3) Sel eosinophil Sel eosinofil pada klien asma dapat mencapai 1000- 1500/mm2
dengan nilai sel eosinofil normal adalah 100-200/mm2
4) Pemeriksaan darah rutin dan kimia. Menunjukkan asmabronkhial jika jumlah
sel eosinofil yang lebih dari 15.000/mm2 terjadi karena adanya insfeksi. Serta
nilai SGOT dan SGPT meningkat disebabkan hati akibat hipoksia atau
hyperkapnea.
e. Pemeriksaan radiologi Hasil pemeriksaan radiologi biasanya normal tetapi ini
merupakan prosedur yang harus dilakukan dalam pemeriksaan diagnostik
dengan tujuan tidak adanya kemungkinan penyakit patologi di paru serta
komplikasi asma bronkhial

7. KOMPLIKASI ASMA BRONKHIAL


Beberapa komplikasi dari asma bronkhial menurut Mansjoer (2016) meliputi:
a. Pneumotoraks
Pneumothoraks adalah keadaan dimana adanya udara dalam rongga pleura
yang dicurigai bila terdapat benturan atau tusukan dada.
b. Atelectasis
Atelectasis adalah pengerutan atau seluruh paru- paru akibat penyumbatan
saluran udara atau akibat dari pernafasan yang sangat dangkal.
c. Aspergilos
Aspergilosis merupakan penyakit pernafasan yang disebabkan dari jamur yaitu
Aspergillus sp
d. Gagal nafas
Gagal napas diakibatkan karena pertukaran oksigen dengan karbondioksida
dalam paru- paru yang tidak dapat mengontrol konsumsi oksigen dan pembentukan
karbondioksida dalam sel-sel tubuh.
e. Bronkhitis
Bronkhitis atau radang paru- paru adalah kondisi dimana lapisan bagian dalam
saluran pernafasan yang kecil (bronkhiolis) mengalami bengkak.

8. PENATALAKSANAAN ASMA BRONKHIAL


Pengobatan Nonfarmakologi
a. Penyuluhan ini ditunjuk untuk meningkatkan pengetahuan klie tentang penyakit
asma sehingga klien secara sadar menghindari faktor-faktor pencetus,
menggunakan obat secara benar, dan berkonsultasi pada tim kesehatan.
b. Menghindari faktor pencetus klien perlu dibantu mengidentifikasi pencetus
serangan asma yang ada pada lingkungannya, diajarkan cara menghindari dan
mengurangi faktor pencetus, termasuk intake cairan yang cukup bagi klien.
c. Fisisoterapi dapat digunakan untuk mempermudah pengeluaran mucus. Ini
dapat dilakukan dengan postural drainase, perkusi dan fibrasi dada
Pengobatan Farmakologi
a. Bronkodilator
1) Agonis β2
Obat ini mempunyai efek bronkodilator. Terbutalin, salbutamol, dan fenetoral
memiliki lama kerja 4-6 jam, sedangkan agonis β 2 long acting bekerja melebihi
12 jam, seperti salmeterol, formeterol, bambuterol, dan lain-lain. Bentuk aerosol
dan inhalasi memberikan efek bronkodilatasi yang sedang dengan dosis yang
jauh lebih kecil yaitu sepersepuluh dosis oral dan pemberiannya lokal.
2) Metilaxatin
Teofilin termasuk golongan ini. Efek bronkodilatorrnya berkaitan dengan
konsentrasinya dalam serum. Efek samping obat ini dapat ditekan dengan
pemantauan kadar teofilin serum dalam pengobatan jangka panjang.
b. Anti inflamasi menghambat inflamasi jalan nafas dan mempunyai efek supresi
dan profilaksis.
1) Kortikosteroid
Jika agonisbeta dan metilxantin tidak memberikan respon yang baik, harus
diberikan kortikosteroid. Steroid dalam bentuk aerosol dengan dosis 4x
semprottiap hari. Pemberian steroid dalam jangka lama mempunyai efek samping,
maka klien yang dapat steroid jangka lama harus diawasi dengan ketat.
2) Kromolin dan Iprurtropium bromide (atroven)
Kromolin merupakan obat pencegah asma khususnya untuk anakanak. Dosis
Iprurtropium Bromide deberikan 1-2 kapsul 4x sehari

9. PERTOLONGAN PERTAMA ASMA BRONKHIAL


Pertolongan Pertama pada asma menurut Mansjoer (2016) adalah:
Mengetahui langkah-langkah pertolongan pertama pada asma sangatlah penting
dalam mengatasi situasi darurat. Berikut sejumlah langkah pertolongan pertama
pada asma:
a. Pada diri sendiri
Berikut langkah pertolongan pertama pada asma jika terjadi pada diri sendiri:
b. Tetap tenang
Duduk tenang dan ambil napas pelan secara stabil adalah langkah awal yang
penting dalam mengatasi serangan asma.
c. Gunakan Inhaler
Semprotkan inhaler untuk asma setiap 30-60 detik, maksimal 10 semprotan.
Gunakan inhaler pengontrol.
d. Jauhkan diri dari pemicu asma
Jauhkan diri dari pemicu asma, seperti debu, bulu binatang, dan udara dingin.
Dengan menjauhkan diri dari pemicu asma, akan membantu mengurangi
keparahan serangan asma.
e. Hubungi dokter
Jika sudah melakukan langkah di atas, tapi asma masih belum membaik, segera
panggil ambulans atau hubungi dokter. Pastikan melakukan setiap langkah
dengan tenang, karena panik dan cemas hanya akan memperparah serangan
asma.
B. KONSEP KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
Menurut moh wahyu ( 2017 ) pengkajian asma sebagai berikut :
1. Pengkajian Primer Asma
a. Airway
1) Peningkatan sekresi pernafasan
2) Bunyi nafas krekles, ronchi, weezing
b. Breathing
1) Distress pernafasan : pernafasan cuping hidung, takipneu/bradipneu,
retraksi.
2) Menggunakan otot aksesoris pernafasan
3) Kesulitan bernafas : diaforesis, sianosis
c. Circulation
1) Penurunan curah jantung : gelisah, latergi, takikardi
2) Sakit kepala
3) Gangguan tingkat kesadaran : ansietas, gelisah
4) Papiledema
5) Urin output meurun
d. Dissability
1) Mengetahui kondisi umum dengan pemeriksaan cepat status umum dan
neurologi dengan memeriksa atau cek kesadaran, reaksi pupil.

2. Pengkajian Sekunder Asma


a. Anamnesis
Anamnesis pada penderita asma sangat penting, berguna untuk mengumpulkan
berbagai informasi yang diperlukan untuk menyusun strategi pengobatan. Gejala
asma sangat bervariasi baik antar individu maupun pada diri individu itu sendiri
(pada saat berbeda), dari tidak ada gejala sama sekali sampai kepada sesak
yang hebat yang disertai gangguan kesadaran.Keluhan dan gejala tergantung
berat ringannya pada waktu serangan. Pada serangan asma bronkial yang
ringan dan tanpa adanya komplikasi, keluhan dan gejala tak ada yang khas.
Keluhan yang paling umum ialah : Napas berbunyi, Sesak, Batuk, yang timbul
secara tiba-tiba dan dapat hilang segera dengan spontan atau dengan
pengobatan, meskipun ada yang berlangsung terus untuk waktu yang lama.
b. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum: hal yang perlu dikaji perawat mengenai kesadaran klien,
kecemasan, kegelisahan, kelemahan, denyut nadi, ferkuensi pernafasan yang
meningkat, pengguanaan otot bantu pernafasan, sianosis, batuk dengan lender
yang meiningkat, dan psisi istirahat klien.
1) Sistem Pernafasan
a) Inspeksi: pada penderita asma terlihat adanya otot bantu pernapasan,
terdapat usaha saat bernapas, pada saat di inspeksi pada area dada
perawat memeriksa kesimetrisan dada dan melihat postur dada, reteksi
otot-otot interkostalis, irama pernapasan dan frekuensi pernapasan.
b) Palpasi: pada pemeriksaan palpasi ini biasanya memeriksa kesimetrisan,
ekspansi, dan taktil fremitus normal
c) Perkusi: pada pemeriksaan perkusi ini biasanya pada pasien asma
didapatkan suara normal sampai hipersonon, sedangkan pada diafragma
menjadi datar dan renda.
d) Auskultasi: pada pasien asma biasanya terdapat suara faskuler yang
meningkat disertai dengan ekspirasi lebih dari 4 detik atau lebih dari tiga kali
inspirasi, dengan bunyi nafas tambahan utama mengi (wheezing) pada akhir
ekspirasi
2) Sisitem Kardiovaskuler
Pada pemeriksaan kardiovaskuler ini perlu dimonitor oleh perawat seperti
pemeriksaan nadi, tekanan darah, dan CRT. Karena mempengaruhi pada
pasien dengan asma.
3) Sistem Perkemihan
Tingkat kesadaran saat intake cairan maka perhitungan dan pengukuran volume
output urine perlu dilakukan, sehingga perawat memonitor apakah terdapat
oliguria, Karena dikhawatirkan terjadinya syok, pemeriksaan ini juga dapat
mengetahui tanda awal gejala syok.
4) Sistem Pencernaan
Pada sistem pencernaan ini perlu dikaji apakah terdapat, nyeri, turgor kulit, dan
tanda-tanda infeksi sebaiknya juga dikaji, hal-hal tersebut dapat merangsang
serangan asma. Pengkajian tentang status eliminasi klien meliputi jumlah,
frekuensi, dan kesulitankesulitan dalam memenuhi kebutuhannya.
5) Sistem Moskuloskeletal
Pada isitem moskuloskeletal juga perlu dikaji, bagaimana klien dengan asma
menjalani aktivitas sehari-hari, serta beberapa besar akibat kelelahan yang
dialami klien juga dikaji, aktivitas sehari-hari klien juga diperhatikan seperti
olahraga, bekerja, dan aktivitas lainnya, aktivitas fisik juga dapat menjadi factor
pencetus asma.

2. DIAGNOSA
Menurut buku Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia (SDKI) tahun (2016)
yaitu :
a. Bersihkan jalan napas berhubungan dengan spasme jalan napas ditandai
dengan batuk tidak efektif, tidak mampu batuk, sputum berlebih, mengi,
wheezing dan/atau ronkhi kering, meconium di jalan napas, gelisah, sianosis,
bunyi napas menurun, frekuensi napas berubah, pola napas berubah (D.0001).
b. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya nafas (mis:
kelemahan otot pernapasan) ditandai dengan dipsnea, penggunaa otot bantu
pernafasan, pasien ekspirasi memanjang, pola nafas abnormal, pernafasan
pursed-lip, pernafasan cuping hidung, diameter thoraks anterior posterior
meningkat, ventilasi semenit menurun, kapasitas vital menurun, tekanan ekpirasi
menurun, tekanan inspirasi menurun, ekskursi dada berubah (D.0005).
c. Ansiaetas berhubungan dengan ancaman terhadap kematian ditandai dengan
merasa khawatir dengan akibat dan kondisi yang dihadapi, sulit berkonsentrasi,
tampak gelisah, sulit tidur, frekuensi napas meningkat, denyut nadi meningkat,
tekanan darah meningkat, muka tampak pucat, suara bergetar, kontak mata
buruk (D.0080).

3. INTERVENSI
N Diagnosa Luaran dan Kriteria Intervensi
O Hasil
01 Bersihkan jalan Setelah dilakukan Manajemen jalan napas (I. 01011)
napas tindakan keperawatan Observasi
berhubungan selama 1x24 jam a. Monitor pola napas (frekuensi,
dengan spasme diharapkan bersihan kedalaman, usaha napas)
jalan napas jalan napas meningkat b. Monitor bunyi napas tambahan
ditandai dengan (L. 01001) (misalnya: gurgling, mengi,
batuk tidak Kriteria hasil: wheezing, ronchi kering)
efektif, tidak a. Batuk efektif c. Monitor sputum (jumlah, warna,
mampu batuk, meningkat aroma)
sputum berlebih, b. Produksi sputum Terapeutik
mengi, wheezing menurun a. Pertahankan kepatenan jalan
dan/atau ronkhi napas dengan head-tilt dan chin-
kering, c. Mengi menurun lift (jaw thrust jika curiga trauma
meconium di d. Wheezing menurun fraktur servikal)
jalan napas, e. Meconium menurun b. Posisikan semi-fowler atau fowler
gelisah, sianosis, f. Dispnea menurun c. Berikan minum hangat
bunyi napas g. Ortopne menurun d. Lakukan fisioterapi dada, jika
menurun, h. Sulit bicara menurun perlu
frekuensi napas i. Sianosis menurun e. Lakukan penghisapan lendir
berubah, pola j. Gelisah menurun kurang dari 15 detik
napas berubah k. Frekuensi napas f. Lakukan hiperoksigenasi sebelum
(D.0001). membaik penghisapan endotrakeal
l. Pola napas membaik g. Keluarkan sumbatan benda padat
dengan forsep McGill
h. Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi
a. Anjurkan asupan cairan 2000
ml/hari, jika tidak ada
kontraindikasi
b. Ajarkan Teknik batuk efektif
Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian
bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik, jika perlu.

02 Pola nafas tidak Setelah dilakukan Manajemen jalan napas (I. 01011)
efektif tindakan keperawatan Observasi
berhubungan selama 1x24 jam a. Monitor pola napas (frekuensi,
dengan diharapkan pola napas kedalaman, usaha napas)
hambatan upaya membaik (L. 01004) b. Monitor bunyi napas tambahan
nafas (mis: Kriteria hasil: (misalnya: gurgling, mengi,
kelemahan otot a. Ventilasi semenit wheezing, ronchi kering)
pernapasan) meningkat c. Monitor sputum (jumlah, warna,
ditandai dengan b. Kapasitas vital aroma)
dipsnea, meningkat Terapeutik
penggunaa otot c. Diameter thoraks a. Pertahankan kepatenan jalan
bantu anterior-posterior napas dengan head-tilt dan chin-
pernafasan, meningkat lift (jaw thrust jika curiga trauma
pasien ekspirasi d. Tekanan ekspirasi fraktur servikal)
memanjang, pola meningkat b. Posisikan semi-fowler atau fowler
nafas abnormal, e. Tekanan insprirasi c. Berikan minum hangat
pernafasan meningkat d. Lakukan fisioterapi dada, jika
pursed-lip, f. Dispnea menurun perlu
pernafasan g. Penggunaan otot e. Lakukan penghisapan lendir
cuping hidung, bantu napas kurang dari 15 detik
diameter thoraks menurun f. Lakukan hiperoksigenasi sebelum
anterior posterior h. Pemanjangan fase penghisapan endotrakeal
meningkat, ekspriasi menurun g. Keluarkan sumbatan benda padat
ventilasi semenit i. Ortopnea menurun dengan forsep McGill
menurun, j. Pernapasan pursed- h. Berikan oksigen, jika perlu
kapasitas vital lip menurun Edukasi
menurun, k. Ferkuensi napas a. Anjurkan asupan cairan 2000
tekanan ekpirasi membaik ml/hari, jika tidak ada
menurun, l. Kedalaman napas kontraindikasi
tekanan inspirasi membaik b. Ajarkan Teknik batuk efektif
menurun, m. Ekskursi dada Kolaborasi
ekskursi dada membaik a. Kolaborasi pemberian
berubah bronkodilator, ekspektoran,
(D.0005). mukolitik, jika perlu.

03 Ansiaetas Setelah dilakukan Reduksi Ansietas (I. 09314)


berhubungan tindakan keperawatan Observasi
dengan ancaman selama 1x24 jam a. Identifikasi saat tingkat ansietas
terhadap diharapkan tingkat berubah
kematian ditandai ansietas menurun (L. b. Identifikasi kemampuan
dengan merasa 09093) mengambil keputusan
khawatir dengan Kriteria hasil: c. Monitor tanda-tanda ansietas
akibat dan a. Verbilisasi Terapeutik
kondisi yang kebingungan a. Ciptakan suasana terauptik untuk
dihadapi, sulit menurun menumbuhkan kepercayaan
berkonsentrasi, b. Verbilisasi khawatir b. Temani pasien untuk mengurangi
tampak gelisah, akibat kondisi yang kecemasan, jika memungkinkan
sulit tidur, dihadapi menurun c. Pahami situasi yang membuat
frekuensi napas c. Perilaku gelisah
meningkat, menurun ansietas
denyut nadi d. Perilaku tegang d. Dengarkan dengan penuh
meningkat, menurun perhatian
tekanan darah e. Keluhan pusing e. Gunakan pendekatan yang
meningkat, muka menurun tenang dan meyakinkan
tampak pucat, f. anoreksia menurun f. Tempatkan barang pribadi yang
suara bergetar, g. palpitasi menurun memberikan kenyamanan
kontak mata h. frekuensi g. Motivasi mengidentifikasi situasi
buruk (D.0080). pernapasan yang memicu kecemasan
menurun h. Diskusikan perencanaan realistis
i. frekuensi nadi tentang peristiwa yang akan
menurun datang
j. tekanan darah Edukasi
menurun a. Jelaskan prosedur, termasuk yang
k. diaphoresis menurun mungkin dilami
l. tremor menurun b. informasikan secara factual
m.pucat menurun mengenai diagnosis, pengobatan,
n. konsentrasi dan prognosis
membaik c. Anjurkan keluarga untuk tetap
o. pola tidur membaik Bersama pasien, jika perlu
p. perasaan d. Anjurkan melakukan kegiatan
keberdayaan yang tidak kompetitif, sesuai
membaik kebutuhan
q. kontak mata e. Latih kegiatan pengkajian untuk
membaik mengurangi ketegangan
r. pola berkemih f. Latih pengguanaan mekanisme
membaik pertahanan diri yang tepat
s. orientasi membaik g. Latih Teknik relaksasi
Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian obat
antinsietas, jika perlu
BAB III
TINJAUAN KASUS

A. Pengkajian

Identitas Klien

Nama : Ny.R

Tempat/Tanggal Lahir : Pematangsiantar, 10 Oktober 2000

Usia : 23 Tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Kristen Protestan

Alamat : Jln. Nusa Indah

Status Perkawinan : Belum menikah

Pekerjaan : Mahasiswa

Pendidikan : SMA

Sumber informasi : Orangtua

Penanggung jawab : Orangtua

Tanggal Masuk : 27 September 2023

Tanggal pengkajian : 27 September 2023

No. MR : 15-93-08

Diagnosa Medis : Asma Bronkhial

TRIAGE: P2

GENERAL IMPRESSION:
Penampilan/kesan umum : Pasien tampak lemah

Keluhan utama/alasan masuk RS: Klien mengatakan sesak nafas disertai batuk
produktif

A. PENGKAJIAN PRIMER:

1. Airway

Jalan nafas : Tidak paten

Obstruksi : Cairan (Sekret)

Suara nafas tambahan : Wheezing

Keluhan lain : -

2. Breathing

Gerakan dada : Simetris

Irama nafas : Cepat

Pola nafas : Tidak teratur

Retraksi otot dada : Ada, penggunaan otot bantu pernapasan

Sesak nafas : Ada RR: 24 x/menit

Batuk : Ada

Suara nafas : Wheezing

Saturasi oksigen : 95%

Keluhan lain :-

3. Circulation

Nadi : Teraba HR: 90 x/menit

Tekanan darah : 120/80 mmHg


Suhu tubuh : 36°C

CRT : 2 Detik

Akral : Teraba dingin

Sianosis : Tidak ada

Pendarahan : Tidak ada

Nyeri dada : Tidak ada

Edema : Tidak ada

Keluhan lain : -

4. Disability

Respon : Alert

GCS : Eye 4 Verbal 5 Motorik 6 Total GCS 15

Kesadaran : Composmentis

Pupil : Isokor

Refleks cahaya : Ada

5. Eksposure

Deformitas : Tidak ada

Contusio : Tidak ada

Abrasi : Tidak ada

Penetrasi : Tidak ada

Laserasi : Tidak ada

Edema : Tidak ada

Keluhan lain : -
B. PENGKAJIAN SEKUNDER:
1. Anamnesa

Riwayat Kesehatan Sekarang(PQRST) : Klien datang ke UGD pada pukul


22.00 WIB dengan keluhan sesak nafas sejak tadi pagi akibat mengkonsumsi
makanan seafood, sesak muncul secara tiba-tiba disertai batuk produktif.

Alergi : klien mengatakan memiliki alergi makanan seafood

Medikasi : Klien mengatakan menggunakan inhaler untuk meredakan sesak


nafas yang dirasakan.

Riwayat Penyakit Sebelumnya : Klien mengatakan sebelumnya pernah


menderita asma sejak usia 6 tahun

Riwayat Kesehatan Keluarga : Klien mengatakan ayahnya memiliki riwayat


penyakit asma sudah 30 tahun yang lalu

2. Pemeriksaan Fisik

Tanda Vital : TD:120/80 mmHg N: 90x/i S:36°C RR:24x/i

BB : 55 kg

TB : 155 cm

IMT : 22,8

Kepala dan Leher

Inspeksi: Mukosa bibir tampak kering, kepala simetris, konjungtiva mata


anemis, pernapasan cuping hidung, terpasang oksigen twins nasal 5 liter pada
hidung, wajah tampak pucat.

Palpasi : Tidak ada pembengkakan atau nyeri tekan

Thoraks

Inspeksi : Bentuk thoraks simetris, batuk produktif, menggunakan otot bantu


pernapasan, adanya retraksi dinding dada
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan

Perkusi : Hipersonor dibagian dada sebelah kiri

Auskultasi : Wheezing disertai ronkhi basa, irama nafas tidak teratur

Abdomen

Inspeksi : Tampak simetris, turgor kulit kembali dalam 2 detik

Auskultasi : Bunyi peristaltik usus normal, bising usus 20x/menit

Palpasi : Tidak ada nyeri tekan

Perkusi : Timpani diseluruh area abdomen

Ekstremitas

Inspeksi : Terpasang infus RL 500 ml 20 tetes/menit ditangan sebelah kanan

Palpasi : Kulit teraba dingin, tidak ada lesi

Pemeriksaan Diagnostik

Jenis Pemeriksaan Nilai normal Hasil

Haemoglobin Pria (12-16) Wanita (12-14) 13

Leukosit 5.000-10.000 14,300


Haematokrit 35-50 30,5

Eritrosit (RBC) 4,0-6,0 4,3

Trombosit (PLT) 150.000-400.000 265,000

MCV 85-95 88

MCH 27-34 38

MCHCH 32-37 31

Hitung Jenis Leukosit

0-1 0

Basofil 1-3 1

Eosinofil 3-5 1

N. batang 50-70 67

Neutropil Segmen 20-40 43

Limfosit 2-8 10

Monosit

TERAPI:

Infus ringer laktat 20 tetes/ menit/ iv

Injeksi methylprednisolon 3x1 amp/8 jam/iv

Oksigen twins nasal 5 liter

Injeksi cefotaxime 2x1 amp/ 12 jam/ iv

Flutison 2x1 vial/ 12 jam/nebul

Ventolin 2x1 vial/12 jam/ nebul

Ambroxol 3x1 tab/ 8 jam/ oral


Analisa Data

No Data Etiologi Masalah


01 DS: Klien mengatakan Spasme jalan napas, Bersihan jalan
sesak nafas disertai batuk hipersekresi jalan napas tidak efektif
produktif napas (D. 0001)
DO:
a. TD: 120/80 mmHg
b. RR: 24x/i
c. HR: 90x/i
d. T: 36°C
e. SPO2: 95%
f. Pernapasan cuping
hidung
g. Terpasang oksigen twins
nasal 5 liter pada hidung
h. Batuk produktif,
i. Menggunakan otot bantu
pernapasan
j. Terdapat retraksi dinding
dada
k. Suara napas wheezing
disertai dengan ronkhi
basah
l. Perkusi dinding dada
sebelah kiri hipersonor
m. Irama nafas tidak teratur
B. Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan spasme jalan napas,
hipersekresi jalan napas ditandai dengan klien mengatakan sesak nafas disertai
batuk produktif, TD: 120/80 mmHg, RR: 24x/i, HR: 90x/i, T: 36°C, SPO2: 95%,
pernapasan cuping hidung, terpasang oksigen twins nasal 5 liter pada hidung, batuk
produktif, menggunakan otot bantu pernapasan,adanya retraksi dinding dada, suara
napas wheezing disertai ronkhi basah, perkusi dada sebelah kiri hipersonor, irama
nafas tidak teratur (D.0001)

C. Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Luaran dan Intervensi


Kreteria Hasil

01 Bersihan jalan napas Setelah dilakukan Manajemen jalan napas (I.


tidak efektif tindakan 01011)
berhubungan dengan keperawatan Observasi:
spasme jalan napas, selama 1x24 jam 1. Monitor pola napas
hipersekresi jalan diharapkan bersihan (frekuensi, usaha napas)
napas ditandai dengan jalan napas 2. Monitor bunyi napas
klien mengatakan meningkat (L. tambahan (misalnya:
sesak nafas disertai 01001) wheezing)
batuk produktif, TD: Kriteria Hasil: 3. Monitor sputum (jumlah,
120/80 mmHg, RR: 1. Batuk efektif warna, aroma)
24x/i, HR: 90x/i, T: meningkat Terapeutik:
36°C, SPO2: 95%, 2. Produksi sputum 1. Posisikan semi-fowler atau
pernapasan cuping menurun fowler
hidung, terpasang 3. Wheezing 2. Berikan minum hangat
oksigen twins nasal 5 menurun 3. Berikan oksigen, jika perlu
liter pada hidung, batuk 4. Dispnea Edukasi:
produktif, menurun 1. Anjurkan asupan cairan
menggunakan otot 5. Sulit bicara 2000 ml/hari, jika tidak ada
bantu menurun kontraindikasi
pernapasan,adanya 6. Frekuensi napas 2. Ajarkan teknik batuk efektif
retraksi dinding dada, membaik Kolaborasi:
suara napas wheezing 7. Pola napas 1. Kolaborasi pemberian
disertai ronkhi basah, membaik bronkodilator, ekspektoran,
perkusi dada sebelah
kiri hipersonor, irama mukolitik, jika perlu.
nafas tidak teratur
(D.0001)

D. Implementasi dan Evaluasi Keperawatan

No Diagnosa Tgl Implementasi Evaluasi

1 Bersihan jalan 27 Manajemen jalan napas (I. S: Klien mengatakan


napas tidak efektif Sep 01011) sesak nafas mulai
berhubungan 2023 Observasi: berkurang
dengan spasme 1. Memonitor pola napas
jalan napas, (frekuensi, usaha napas) O: TD: 120/80
hipersekresi jalan Hasil: frekuensi: 28x/i, usaha mmHg, RR: 22x/i,
napas ditandai napas: menggunakan otot HR: 85x/i, T: 36,5°C ,
dengan klien bantu pernapasan/cuping SPO2: 97%,
mengatakan sesak hidung, adanya retraksi pernapasan cuping
nafas disertai batuk dinding dada hidung, terpasang
produktif TD: 2. Memonitor bunyi napas oksigen twins nasal 5
120/80 mmHg, RR: tambahan (misalnya: liter pada hidung,
24x/i, HR: 90x/i, T: wheezing) batuk produktif,
36°C, SPO2: 95%, Hasil: Suara napas wheezing menggunakan otot
pernapasan cuping disertai ronkhi basah bantu pernapasan,
hidung, terpasang 3. Memonitor sputum (jumlah, adanya retraksi
oksigen twins nasal warna, aroma) dinding dada, suara
5 liter pada hidung, Hasil: Sputum keluar sedikit napas wheezing
batuk produktif, demi sedikit berwarna kuning disertai ronkhi basah
menggunakan otot kehijauan perkusi dada sebelah
bantu Terapeutik: kiri hipersonor, irama
pernapasan,adanya 1. Memposisikan semi-fowler nafas tidak teratur.
retraksi dinding atau fowler
dada, suara napas Hasil: klien tanpak rileks, RR: A: Masalah belum
wheezing disertai 26x/i teratasi
ronkhi basah, 2. Memberi minum hangat
perkusi dada Hasil: klien tampak rileks. RR: P: Intervensi
sebelah kiri 26x/i dilanjutkan di ruang
hipersonor, irama 3. Memberi oksigen, jika perlu rawat inap Teratai
nafas tidak teratur Hasil: terpasang oksigen twins
(D.0001) nasal 5 liter pada hidung, RR:
26x/i, SPO2: 96%, HR: 85x/i,
T: 36,5°C
Edukasi:
1. Mengajarkan teknik batuk
efektif
Hasil: klien mengatakan
mengerti cara melakukan
teknik batuk efektif dan klien
tampak dapat melakukannya
Kolaborasi:
1. Mengkolaborasi pemberian
bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik, jika perlu.
Hasil: setelah diberikan terapi
Injeksi methylprednisolon 1
amp, Flutison 1 vial, Ventolin
1 vial, ambroxol 1 tab, klien
mengatakan sesak mulai
berkurang, RR: 22x/i, SPO2:
97%
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Asma adalah suatu keadaan dimana saluran nafas mengalami penyempitan karena
hiperaktivitas terhadap rangsangan tertentu, yang menyebabkan peradangan, penyempitan
ini bersifat berulang namun reversible, dan diantar episode penyempitan bronkus tersebut
terdapat keadaan ventilasi yang lebih nomal. Beberapa faktor penyebab asma, antara lain
jenis kelamin, umur pasien, status atopi, faktor keturunan, serta faktor lingkungan. Masalah
keperawatan yang sering terjadi pada gangguan sistem respirasi adalah, Bersihan Jalan
Nafas Tidak Efektif, pola nafas tidak efektif, Ansietas. Jika dikaji maka intervensi
keperawatan yang dapat ditegakkan yaitu: manajemen jalan napas.

B. Saran
1. Bagi Perawat
Dalam perawatan sistem respirasi hendaknya dilakukan dengan hati-hati, cermat dan
teliti agar mempercepat proses penyembuhan. Perawat perlu mengetahui tanda gejala
adanya gangguan sistem respirasi, perawat harus mampu mengetahui kondisi pasien
secara keseluruhan sehingga intervensi yang diberikan bermanfaat untuk kemampuan
fungsional pasien, perawat harus mampu berkolaborasi dengan tim kesehatan lain dan
keluarga untuk mendukung adanya proses keperawatan serta dalam pemberian asuhan
keperawatan diperlukan pemberian pendidikan kesehatan pada keluarga penyebab
gangguan sistem respirasi, pencegahan, dan penanganan.
2. Bagi Mahasiswa
Setelah dilakukan asuhan keperawatan pada kasus ini mahasiswa dapat menambah
wawasan tentang masalah Keperawatan Pola Nafas Tidak Efektif pada Pasien Asma
Bronkhial.

DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth. (2016). Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.

Munawir. (2018). Keperawatan Gawat Darurat. Jakarta: EGC.

Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2016). Asuhan Keperawatan Praktis (Edisi Revi). MediAction.
Prastyo. (2014). Asuhan Keperawatan Pada Ny. S Dengan Gangguan Sistem Pernafasan :
Asma Bronkhiale Di Bangsal Melati Rsud Banyudono. Surakarta : Program Studi DIII
Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Salemba Medika

PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator Diagnostik,
Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan


Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Krateria Hasil
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

Puspitasari, A. I. (2019). Faktor-Faktor Yang Mempengahi Asma Spinal Anestesi Di RSUP


Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten. Skripsi. Yogyakarta: Poltekkes Kemenkes
Yogyakarta.

Rosdahl, C. B., dan Kowalski, M. T. (2017). Buku Ajar Keperawatan Dasar. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC.

Saryono. (2013). Metodologi Penelitian Kualitatif dalam Bidang Kesehatan. Yogyakarta:


Nuha Medika.

Sudoyono, Aru W, dkk. (2016) . Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I Edisi VI. Jakarta:
Interna Publishing.

Anda mungkin juga menyukai