Anda di halaman 1dari 69

MAKALAH

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN SISTEM PERNAPASAN


PADA KASUS TB PARU DAN ASMA BRONKHIALE

Dosen Pengampu : Dodik Hartono S.Kep.Ns., M.Tr,Kep

Disusun Oleh:

Kelompok 3

Di susun oleh :

1. M. dio alfandi (14201.12.20026)


2. M. misbahul munir (14201.12.20028)
3. Fran asiska dwi maulinda (14201.12.20012)
4. Defi sela gunawan (14201.12.20007)
5. Qudsiyatul umniyah (14201.12.20034)
6. Indah nur kholizah (14201.12.20016)
7. Indriwati (14201.12.20017)
8. Any hidayatul jamilah (14201.12.20005)

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HAFSHAWATY

PESANTREN ZAINUL HASAN


PROBOLINGGO
2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
karuniaNya sehingga makalah dengan judul Konsep Asuhan Keperawatan
Tindakan Pada Klien TB Paru dan Asma Bronkhiale ini dapat diselesaikan
tepat waktu. Semoga shalawat serta salam tercurah limpahkan kepada Nabi kita
Muhammad SAW, juga segenap keluarga, dan para sahabatnya.
Untuk itu penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1. KH. Muhammad Hasan Mutawakkil Alallah, SH, MM. selaku Pembina
Yayasan Hafshawaty Pesantren Zainul Hasan Probolinggo.
2. Dr. H. Nur Hamim, S.KM., S.Kep.Ns., M.Kes selaku Ketuan STIKes
Hafshawaty Pesantren Zainul Hasan Probolinggo.
3. Ibu Shinta Wahyusari, S.Kep.Ns., M.Kep, Sp.Kep.Mat selaku Kepala Prodi
Sarjana Keperawatan STIKes Hafshawaty Pesantren Zainul Hasan
Probolinggo.
4. Bapak Dodik Hartono S.Kep.Ns., M.Tr,Kep selaku Dosen Pengampu Mata
Kuliah Keperawatan Medikal Bedah.
5. Orang tua selaku pemberi dukungan moral dan material.
6. Rekan – rekan STIKes Hafshawaty Pesantren Zainul Hasan Genggong
semester IV.
Karena tanpa dukungan dan bimbingan beliau makalah ini tidak akan
terselesaikan. Seiring doa semoga semua kebaikan yang telah diberikan kepada
saya mendapatkan balasan yang berlipat ganda dari Allah SWT. Harapan penulis,
semoga makalah ini dapat bermanfaat baik untuk diri sendiri dan para pembaca
untuk dijadikan referensi.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh
sebab itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun
dari pembaca untuk kesempurnaan makalah ini.

Probolinggo, 29 maret 2022

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Tuberkulosis paru adalah infeksi kronik yang sampai saat ini masih
menjadi masalah Kesehatan dunia yang utama. Indonesia menjadi negara
dengan jumlah penderita TB paru terbanyak ke-2. Pada tahun 2019,
jumlah penderita TB paru di Sulawesi Selatan yang ditatalaksana sesuai
dengan standar adalah sebesar 99,87%. Tingginya angka kejadian penyakit
TB paru ditimbulkan oleh penyebaran bakteri yang cepat, penyebaran
bakteri ini disebabkan karena mudahnya penyebaran melalui percikan
droplet yang mengandung Mycobacterium tuberculosis.
Pengobatan TB paru di Indonesia menggunakan panduan obat
antituberculosis (OAT) dan salah satu efek samping pengobatan adalah
hepatotoksisitas. Peningkatan resiko hepatotoksisitas terlihat dari
peningkatan kadar enzim transaminase yaitu SGOT dan SGPT pasien,
yang menjadi tanda untuk mendeteksi kerusakan hati. Obat anti
tuberkulosis yang menyebabkan hepatotoksisitas yaitu pirazinamid,
isoniazid dan rifampisin.
Penyakit asma berasal dari kata “asthma’ dari bahasa Yunani yang
berarti “sukar bernafas”. Asma adalah penyakit heterogen, biasanya
ditandai dengan peradangan saluran napas kronis. Hal itu ditandai dengan
adanya riwayat gejala pernapasan seperti mengi ekspirasi, napas pendek,
sesak dada dan batuk yang bervariasi dari waktu ke waktu dan dalam
intensitas bersamaan dengan keterbatasan aliran udara ekspirasi (Global
Initiative for Asthma, 2018).
Asma menjadi salah satu masalah kesehatan utama baik di negara
maju maupun di negara berkembang. Menurut data dari laporan Global
Initiatif for Asthma (GINA) tahun 2018 dinyatakan bahwa angka kejadian
asma dari berbagai negara adalah 1-18% dan diperkirakan terdapat 300
juta penduduk di dunia menderita asma.
1.2 RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis dapat mengambil
rumusan masalah sebagai berikut :
1. Apa definisi dari TB paru dan asma bronkhiale?
2. Bagaimana etiologi dari TB paru dan asma bronkhiale?
3. Bagaimana tanda dan gejala dari TB paru dan asma bronkhiale?
4. Bagaimana patofisiologi dari TB paru dan asma bronkhiale?
5. Bagaimana penatalaksanaan dari TB paru dan asma bronkhiale?
6. Pemeriksaan penunjang apa saja yang bisa dilakukan oleh penderita
TB paru dan asma bronkhiale?
7. Bagaimana aspek legal etis dan advokasi pada penderita TB paru dan
asma bronkhiale?
8. Bagaimana health education yang diberikan pada penderita TB paru
asma bronkhiale?
9. Bagaimana askep teori yang diberikan kepada pnderita TB paru dan
asma bronkhiale ?

1.3 TUJUAN DAN MANFAAT


a. Tujuan
Dari rumusan masalah di atas, maka makalah ini memiliki
tujuan sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui definisi dari TB paru asma bronkhiale.
2. Untuk mengetahui etiologi TB paru dari asma bronkhiale
3. Untuk mengetahui tanda dan gejala dari TB paru asma
bronkhiale
4. Untuk mengetahui patofisiologi dari TB paru dan asma
bronkhiale
5. Untuk mengetahui penatalaksanaan yang diberika kepada
pederita TB paru dan asma bronkhiale
6. Untuk mengetahui macam-macam pemeriksaan penunjang yang
bisa dilakukan oleh penderita TB paru dan asma bronkhiale
7. Untuk mengetahui aspek legal etis dan advokasi pada penderita
TB paru dan asma bronkhiale
8. Untuk mengetahui health education yang diberikan pada
penderita TB paru dan asma bronkhiale
9. Untuk mengetahui askep teori yang diberikan kepada penderita
TB paru dan asma bronkhiale
b. Manfaat
1. Bagi Institusi Pendidikan
Agar mengetahui sejauh mana kemampuan mahasiswa dalam
memahami tentang konsep asuhan keperawatan sistem pernapasan
pada kasus TB paru dan asma bronkhiale. Serta sebagai bahan
mata ajar dalam proses belajar mengajar di Institusi.
2. Tenaga Kesehatan (Perawat)
Agar mengetahui tentang konsep asuhan keperawatan sistem
pernapasan pada kasus TB paru dan asma bronkhiale sehingga
dapat dengan benar mengaplikasikannya dalam dunia kerja, serta
dapat meningkatkan mutu pelayanan kesehatan di masyarakat.
3. Mahasiswa
Menambah wawasan teori kepada mahasiswa tentang konsep
asuhan keperawatan sistem pernapasan pada kasus TB paru dan
asma bronkhiale sehingga nantinya mereka dapat mengetahui
bagaimana atau apa yang seharusnya mereka lakukan ketika
berjumpa dengan klien dengan kasus seperti ini.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 DEFINISI
A. Definisi dari TB paru menurut beberapa ahli
Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan
oleh bakteri micro tuberculosis yang dapat menular melalui percikan
dahak. Tuberkulosis (TB) bukan penyakit keturunan atau kutukan dan
dapat disembuhkan dengan pengobatan teratur, diawasi oleh
Pengawasan Minum Obat (PMO). Tuberkulosis (TB) adalah penyakit
menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB. Sebagian besar
kuman TB menyerang paru tetapi bisa juga organ tubuh lainnya.
(Kemenkes, 2018)
Tuberkulosis atau TB adalah penyakit infeksius yang terutama
menyerang parenkim paru Tuberculosis paru adalah suatu penyakit
menular yang disebabkan oleh basil mikrobacterium tuberkolusis yang
merupakan salah satu penyakit saluran pemafasan bagian bawah
(Wijaya, 2019. Hal.137).
Tuberkulosis paru adalah suatu penyakit menular yang paling
sering mengenai parenkim paru, biasanya disebabkan oleh
mycobacterium tuberculosis (Smeltzer, 2017. Hal. 525).
Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit akibat kuman Mycobakterium
tuberkculosis sistemis sehingga dapat mengenai semua organ tubuh
dengan lokasi terbanyak di paru paru yang biasanya merupakan lokasi
infeksi primer (Arif Mansjoer, 2018).
Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksius yang terutama
menyerang parenkim paru. Tuberculosis dapat juga ditularkan ke
bagian tubuh lainnya, terutama meningen, ginjal, tulang, dan nodus
limfe (Suzanne dan Brenda, 2017).
B. Definisi dari asma bronkhial menurut beberapa ahli
Kata “Asthma” berasal dari bahasa yunani yang berarti “terengah-
engah” atau sukar bernapas. Menurut “United States National
Tuberculosis Association” 1967, Asma Bronkial adalah penyakit
inflamasi (peradangan) kronik saluran napas yang ditandai dengan
adanya mengi, batuk, dan rasa sesak di dada yang berulang dan timbul
terutama pada malam atau menjelang pagi akibat penyumbatan saluran
pernapasan (Infodatin, 2017)
Asma adalah penyakit heterogen, biasanya ditandai
dengan peradangan saluran napas kronis (Global Initiative
for Athma, 2018).
Asma Bronkial merupakan salah satu penyakit saluran pernafasan
yang banyak dijumpai pada anak-anak maupun dewasa. Menurut
global initiative for asthma (GINA) tahun 2015, asma didefinisikan
sebagai “ suatu penyakit yang heterogen, yang dikarakteristik oleh
adanya inflamasi kronis pada saluran pernafasan. Hal ini ditentukan
oleh adanya riwayat gejala gangguan pernafasan seperti mengi, nafas
terengah-engah dada terasa berat/tertekan, dan batuk, yang bervariasi
waktu dan intensitasnya, diikuti dengan keterbatasan aliran udara
ekspirasi yang bervariasi”, (Kementrian Kesehatan RI, 2017)
Saat ini penyakit asma masih menunjukkan prevalensi yang tinggi.
Berdasarkan data dari GINA (2011), di seluruh dunia diperkirakan
terdapat 300 juta orang menderita asma dan tahun 2025 diperkirakan
jumlah pasien asma mencapai 400 juta. Jumlah ini dapat saja lebih
besar mengingat asma merupakan penyakit yang underdiagnosed.
Buruknya kualitas udara dan berubahnya pola hidup masyarakat
diperkirakan menjadi penyebab meningkatnya penderita asma. Data
dari berbagai negara menunjukkan bahwa prevalensi penyakit asma
berkisar antara 1-18% (Infodatin, 2017).
Asma dibedakan menjadi 2 jenis, (Amin & Hardi, 2016) yakni :
1. Asma bronkial Penderita asma bronkial, hipersensitif dan
hiperaktif terhadap rangsangan dari luar, seperti debu
rumah, bulu binatang, asap dan bahan lain penyebab
alergi. Gejala kemunculannya sangat mendadak, sehingga
gangguan asma bisa datang secara tiba-tiba. Gangguan
asma bronkial juga bisa muncul lantaranadanya radang
yang mengakibatkan penyempitan saluran pernapasan
bagian bawah. Penyempitan iniakibat berkerutnya otot
polos saluran 8 pernapasan, pembengkakan selaput lendir,
dan pembentukan timbunan lendir yang berlebihan.
2. Asma kardial Asma yang timbul akibat adanya kelainan
jantung. Gejala asma kardial biasanya terjadi pada malam
hari, disertai sesak napas yang hebat. Kejadian ini disebut
nocturnal paroxymul dispnea. Biasanya terjadi pada saat
penderita sedang tidur.

2.2 ETIOLOGI
A. Etiologi TB paru menurut beberapa ahli :
Menurut Smeltzer & Bare (2017), Penyakit TB paru disebabkan
oleh kuman Mycobacterium tuberculosis yang bisa menularkan dengan
cara penderita penyakit TB paru aktif mengeluarkan organisme.
Individu yang rentan menghirup droplet dan bisa terinfeksi. Bakteria
ditransmisikan ke alveoli dan dapat memperbannyak diri. Reaksi
inflamasi menghasilkan eksudat di alveoli dan bronkopneumonia,
granuloma, dan jaringan fibrosa. Ketika pasien TB Paru batuk, bersin,
atau berbicara, maka secara tidak sengaja bisa tertular droplet nurkei
dan jatuh ke tanah, lantai atau tempat lainya. Akibat terkena sinar
matahari atau suhu panas, droplet atau nuklei dapat menguap.
Menguapnya droplet bakteri tuberculosis yang terkandung dalam
droplet nuklei terbang ke udara. Jika bakteri terhirup oleh orang sehat
maka orang itu berpotensi terkenan TB Paru.
Resiko tinggi yang tertular virus Tuberkulosis menurut Smeltzer &
Bare (2017) yaitu:
1. Mereka yang terlalu dekat kontak dengan pasien TB Paru yang
mempunyai TB Paru aktif.
2. Individu imunnosupresif (lansia, pasien dengan kanker, meraka
yang dalam terapi kortikosteroid atau mereka yang
terkontaminasi oleh HIV).
3. Mengunakan obat-obatan IV dan alkhoholik.
4. Individu tanpa perawatan kesehatan yang adekuat (tunawisma,
tahanan, etnik dan juga ras minoritas, terutama pada anak-anak
di bawah uiasa 15 tahun dan dewasa muda sekitar usia 15
sampai 44 tahun).
5. Gangguan medis yang sudah ada sebelumnya (diabetes, gagal
ginjal kronis, silikosis, dan penyimpanan gizi).
6. Individu yang tinggal di daerah perumahan yang kumuh atau
sub standar.
7. Pekerjaan (tenangga kerja kesehehatan, terutama yang
melakukan aktivitas yang mempunyai resiko tinggi).

Penyebab tuberkulosis paru menurut Danusantoso (2018) adalah


sebagai mana telah diketahui, tuberkulosis paru disebabkan oleh basil
TB (mycobacterium tuberculosis humanis).

1. Mycobacterium tuberculosis termasuk family


mycobacteriaceae yang mempunyai berbagai genus, satu
diantaranya adalah mycobacterium, salah satu speciesnya
adalah M. tuberculosis.
2. Mycobacterium tuberculosis yang paling berbahaya bagi
manusia adalah type humani (kemungkinan infeksi type
bovinus saat dapat diabaikan, setelah hygiene peternakan
makin di tingkatkan
3. Basil tuberculosis mempunyai dinding sel lipoid sehingga
tahan asam basa. Karena itu, kuman disebut pula Basil Tahan
Asam (BTA)
4. Karena pada umumnya mycobacterium tahan asam, secara
teoritis Basil Tahan Asam (BTA) belum tentu identik dengan
basil. tuberculosis. mungkin saja Basil Tahan Asam (BTA)
yang ditemukan adalah mycobacterium atipik yang menjadi
penyebab mycobacteriosis.
5. Kalau bakteri bakteri lain hanya memerlukan beberapa menit
sampai 20 menit untuk mitosis, basil tuberculosis memerlukan
waktu 12 sampai 24 jam.
6. Basil tuberculosis sangat rentan terhadap sinar matahari,
sehingga dalam beberapa menit saja akan mati. Basil
tuberculosis juga akan terbunuh dalam beberapa menit bila
terkena alkohol 70% atau lisol.

B. Etiologi asma bronkhiale :


Menurut the lung Association ada 2 faktor yang menjadi pencetus asma
(klinik citama, 2011):
1. pemicu (trigger) yang mengakibatkan terganggunya aliran
pernafasan dan mengakibatkan mengencang atau menyempitnya
saluran pernafasan tetapi tidak menyebabkan peradangan.
2. Perubahan cuaca atau suhu udara
3. Rangsangan sesuatu yang bersifat alergi misal; asap rokok, serbuk
sari, debu, bulu binatang, asap, uap, dan olahraga insektisida,polusi
udara dan hewan peliharaan.
4. Infeksi saluran pernapasan
5. Gangguan emosi.
6. Kerja fisik atau olahraga yang berlebihan
a. Penyebab (inducer) yaitu sel mast disepanjang bronchi
melepaskan bahan seperti histamin dan leukotrien sebagai 9
respon terhadap benda asing (allergen) seperti serbuk sari, debu
halus yang terdapat didalam rumah atau bulu binatang yang
menyebabkan terjadinya :
1. Kontraksi otot polos
2. Peningkatan pembentukan lendir
3. Perpindahan sel darah putih tertentu ke bronkus yang
mengakibatkan peradangan pada saluran pernafasan
dimana hal ini akan memperkecil diameter dari saluran
udara (bronkokonstriksi) dan penyempitan ini
menyebabkan penderita harus berusaha sekuat tenaga
supaya dapat bernafas.
2.3 TANDA DAN GEJALA
A. Tanda dan gejala TB paru
1. Batuk disertai dahak lebih dari 3 minggu
2. Sesak napas dan nyeri dada
3. Badan lemah, kurang enak badan
4. Berkeringat pada malam hari walau tanpa kegiatan berat badan
menurun

Menurut Wijaya, (2019, Hal. 140) Gambaran klinik TB paru dapat


di bagi menjadi 2 golongan, gejala respiratorik dan gejala sistemik:

1. Gejala respiratorik, meliputi:


a. Batuk Gejala batuk timbul paling dini dan merupakan.
gangguan yang paling sering dikeluhkan. Mula-mula bersifat
non produktif kemudian berdahak bahkan bercampur darah bila
sudah ada kerusakan jaringan.
b. Batuk darah darah yang dikeluarkan dalam dahak bervariasi,
mungkin tampak berupa garis atau bercak-bercak darah,
gumpalan darah atau darah segar dalam jumlah sangat banyak.
c. Sesak napas: gejala ini ditemukan bila kerusakan parenkim
paru sudah luas atau karena ada hal-hal yang menyertai seperti
efusi pleura, pneumothorax, anemia, dan lain-lain.
d. Nyeri dada: Nyeri dada pada TB paru termasuk nyeri pleuritik
yang ringan Gejala ini timbul apabila sistem persarafan di
pleura rusak.
2. Gejala sistemik, meliputi:
Demam Merupakan gejala yang sering dijumpai biasanya
timbul pada sore dan malam hari mirip demam influcza, hilang
timbul dan makin lama makin panjang serangannya sedang masa
bebas serangan makin pendek.
Gejala sistemik lain: Gejala sistemik lain ialah keringat
malam, anoreksia, penurunan berat badan serta malaise. Timbulnya
gejala biasanya gradual dalam beberapa minggu-bulan, akan tetapi
penampilan akut dengan batuk, panas, sesak napas walaupun
jarang dapat juga timbulnya menyerupai gejala pneumonia
tuberkulosis paru termasuk insidius (Wijaya. 2013. Hal, 140)

Tanda dan gejala lain yaitu:

1. Demam 40-41°C, serta ada batuk/batuk berdahak


2. Sesak nafas dan nyeri dada
3. Malaise, keringat malam
4. Suara khas pada perkusi dada, bunyi dada
5. Peningkatan sel darah putih dengan dominasi limfosit
6. Pada anak:
a. Berkurangnya BB 2 bulan berturut-turut tanpa sebab yang
jelas atau gagal tumbuh
b. Demam tanpa sebab jelas, terutama jka berlanjut sampai 2
minggu
c. Batuk kronik 23 minggu, dengan atau tanpa wheezing
d. Riwayat kontak dengan pasien TB paru dewasa
e. Semua anak dengan reaksi cepat BCG (reaksi lokal timbul
< 7 hari setelah penyuntikan) harus dievaluasi dengan
sistem scroring TB anak
f. Anak dengan Tb jika jumlah skor 26 (skor maksimal 13)
g. Pasien usia balita yang dapat skor 5, dirujuk ke rumah sakit
untuk evaluasi lebih lanjut.
B. Tanda dan gajala asma bronkhiale
Gejala utama asma meliputi sulit bernapas (dipsnea), batuk-batuk,
dada yang terasa sesak, dan mengi). Penggunaan otot bantu napas juga
menjadi salah satu dari gejala asma ini.
Tingkat keparahan gejala asma bervariasi, mulai dari yang ringan
hingga parah. Memburuknya gejala biasanya terjadi pada malam hari atau
dini hari. Sering kali hal ini membuat penderita asma menjadi sulit tidur
dan kebutuhan akan inhaler semakin  sering. Selain itu, memburuknya
gejala juga bisa dipicu oleh reaksi alergi atau aktivitas fisik.
Gejala asma yang memburuk secara signifikan disebut serangan
asma. Serangan asma biasanya terjadi dalam kurun waktu 6-24 jam, atau
bahkan beberapa hari. Meskipun begitu, ada beberapa penderita yang
gejala asmanya memburuk dengan sangat cepat kurang dari waktu
tersebut.
Gejala Asma Bronkial bersifat episodik, seringkali reversible
dengan atau tanpa pengobatan. Gejala awal berupa :
1. Batuk terutama pada malam atau dini hari
2. Sesak napas
3. Napas berbunyi (mengi) yang terdengar saat menghembuskan
napas
4. Rasa berat di dada
5. Dahak sulit keluar
Gejala yang berat adalah keadaan gawat darurat yang mengancam
jiwa, yang termasuk gejala yang berat adalah :
1. Serangan batuk yang hebat
2. Sesak nafas yang berat dan tersengal-sengal
3. Sianosis
4. Sulit tidur dan posisi tidur yang nyaman adalah dalam keadaan
duduk
5. Kesadaran menurun

2.4 PATOFISIOLOGI
A. Patofisiologi dari TB paru, yaitu:
Basil tuberkel yang mengcapai permukaan alveoli biasanya
diinhalasi sebagai suatu unit yang terdiri dari satu sampai tiga basil karena
gumpalan yang lebih besar cenderung tertahan di rongga hidung dan tidak
menyebabkan penyakit, setelah berada dalam ruang alveolus (biasanya dil
bagian bawah lobus atas atau di bagian atas lobus bawah) basil
tuberculosis ini membangkitkan reaksi peradangan. Lekosit
polimorfunuklear tampak pada tempat tersebut dan mefagosit bakteri
tetapi tidak membunuh organisme tersebut. Sesudah hari-hari pertama
maka lekosit diganti oleh magrofat (Wijaya, 2019, Hal. 138).
Alveoli yang terserang akan mengalami konsolidasi dan timbul
gejala-gejala pneumonia akut. Basil juga menyebar melalui kelenjar limfe
regional, Makrofag yang mengalami infiltrasi menjadi lebih panjang dan
sebagian bersatu sehingga membentuk sel tuberkel spiteloid yang
dikelilingi oleh limfosit. Reaksi ini biasanya berlangsung selama 10-20
hari. Nekrosis bagian sentral lesi memberikan gambaran yang relatif padat
seperti keju, lesi nekrosis ini disebut nekrosis kascosa. Daerah yang
mengalami nekrosis kaseosa dan jaringan granulasi disekitarnya yang
terdiri dari sel epiteloid dan fibroblas menimbulkan respon berbeda.
Jaringan granulasi menjadi lebih fibrosa, membentuk jaringan parut yang
akhirnya membentuk suatu kapsul yang mengelingi tuberkel (Wijaya,
2019. Hal. 138).
Lesi primer paru-paru disebut focus ghon dan gabungan
terserangnya kelenjar limfe regional dan lesi primer dinamakan kompleks
ghon. Kompleks ghon yang mengalami perkapuran ini dapat dilihat pada
orang sehat yang kebetulan menjalani pemeriksaan radiogram rutin.
Respon lain yang terjadi pada daerah nekrosis adalah percairan dimana
bahan cair lepas ke dalam bronkus dan menimbulkan kavitas. Materi
tubercular yang dilepaskan dari dinding kavitas akan masuk ke
percabangan trakeobronkial. Proses ini dapat terulang kembali pada bagian
lain dari paru atau basil dapat terbawa ke laring, telinga tengah atau usus.
Kavitas kecil dapat menutup sekalipun tanpa pengobatan dan
meninggalkan parut fibrosa( Wijaya. 2019, Hal. 138).
Bila peradangan mereda lumen bronkus dapat menyempit dan
tertutup oleh jaringan parut yang terdapat dekat dengan perbatasan
bronkus. Bahan perkejuan dapat mengental sehingga tidak dapat mengalir
melalui saluran yang ada dan lesi mirip dengan lesi berkapsul yang tidak
terlepas. Keadaan ini dapat tidak menimbulkan gejala dalam waktu lama
atau membentuk lagi hubungan dengan bronkus dan menjadi tempat
peradangan aktif. Penyakit dapat menyebar melalui saluran limfe atau
pembuluh darah (limfohematogen). Organisme yang lolos dari kelenjar
limfe akan memcapai aliran darah dalam jumlah yang lebih kecil yang
kadang-kadang dapat menimbulkan lesi pada berbagai organ lain
(ekstrapulmaner). Penyebaran hematogen merupakan suatu fenomena akut
yang biasanya menyebabkan tuberculosis milier. Ini terjadi apabila focus
nekrotik merusak pembuluh darah sehingga banyak organisme masuk ke
dalam sistem vascular dan tersebar ke dalam sistem vaskuler ke organ
organ tubuh (Wijaya, 2019. Hal. 138).
B. Patofisiologi dari asma bronkhiale, yaitu:
1. Asma ekstrinsik
Pada saat penderita menarik napas, udara akan masuk melalui hidung
menuju ke trakea. Ketika udara yang masuk itu bercampur dengan alergen
(debu, serbuk, bulu binatang, dll) megakibatkan terbentuk dan
terangsangnya antigen IgE. Karena hal tersebut, otomatis antigen akan
melepaskan produk-produk sel mastoit, yang dimana fungsi dari sel
mastoit dalam sistem imun tersebut yaitu membantu tubuh melawan
infeksi. Lepasnya sel-sel mastoit mengakibatkan terjadinya kontraksi otot
polos. Ketika otot polos berkontraksi, mengakibatkan bronkus menyempit
dan membatasi jumlah udara yang masuk dan keluar dari paru. Hal
tersebut dinamakan dengan bronkospasme. Terhambatnya jumlah oksigen
yang masuk menyebabkan penderita kesulitan bernapas, batuk dan disertai
mengi. Jika hal tersebut terjadi terus-menerus, maka si penderita
dikategorikan mengalami gejala asma.
2. Asma intrinsik
Proses terjadinya asma intrinsik hampir sama dengan asma
ekstrinsik. Bedanya hanya terletak pada faktor persipitasinya. Faktor
persipitasi dari asma intrinsik seperti olahraga, infeksi saluran
pernapasan, udara yang dingin, emosi, lingkungan, dll. Misal kita
mengambil faktor pencetus yang udara dingin. Udara dingin masuk
melalui hidung dan menuju ke trakea hingga sampai di bronkiolus.
Saluran pernapasan yang hanya dilapisi oleh cairan tipis, menjadi
kering karena udara dingin tersebut. Akibatnya saluran pernapasan
mengalami iritasi dan pembengkakan sehingga memperparah gejala
asma yang kambuh. Tak hanya itu, udara dingin mengakibatkan
produksi lendir di paru dan tenggorokan semakin banyak. Tak hanya
diproduksi lebih banyak, namun lendir tersebut lebih kental dari
biasanya. Ketika produksinya terlalu banyak, maka lendir tersebut
sukar untuk dikeluarkan dan berakhir dengan menyumbat saluran
pernapasan. Tersumbatnya saluran pernapasan membuat penderita
kekurangan oksigen sehingga berefek pada kambuhnya gejala asma.
2.5 PENATALAKSANAAN
A. Penatalaksanaan TB paru
1. Penatalaksanaan Medis
Dalam pengobatan TB paru dibagi 2 bagian:
a. Jangka pendek. Dengan tata cara pengobatan setiap hari dengan
jangka waktu 1-3 bulan.
1) Streptomisin inj 750 mg.
2) Pas 10 mg.
3) Ethambutol 1000 mg.
4) Isoniazid 400 mg.
b. Kemudian dilanjutkan dengan jangka panjang, tata cara
pengobatannya adalah setiap 2 x seminggu, selama 13-18
bulan, tetapi setelah perkembangan pengobatan ditemukan
terapi. Therapi TB paru dapat dilakukan dengan minum obat
saja, obat yang diberikan dengan jenis:
1) INH.
2) Rifampicin
3) Ethambutol.
Dengan fase selama 2 x seminggu, dengan lama
pengobatan kesembuhan menjadi 6-9 bulan.
c. Dengan menggunakan obat program TB paru kombipack bila
ditemukan dalam pemeriksan sputum BTA (+) dengan
kombinasi obat:
1) Rifampicin.
2) Isoniazid (INH).
3) Ethambutol
4) Pyridoxin (B6).
2. Penatalaksanaan Keperawatan
Menurut Hidayat (2018) perawatan anak dengan tuberculosis dapat
dilakukan dengan melakukan :
a. Pemantauan tanda-tanda infeksi sekunder
b. Pemberian oksigen yang adekuat
c. Latihan batuk efektif
d. Fisioterapi dada
e. Pemberian nutrisi yang adekuat
f. Kolaburasi pemberian obat antutuberkulosis (seperti: isoniazid,
streptomisin, etambutol, rifamfisin, pirazinamid dan lain-lain)
g. Intervensi yang dapat dilakukan untuk menstimulasi
pertumbuhan perkembangan anak yang tenderita tuberculosis
dengan membantu memenuhi kebutuhan aktivitas sesuai
dengan usia dan tugas perkembangan, yaitu (Suriadi dan
Yuliani, 2019):
1. Memberikan aktivitas ringan yang sesuai dengan usia anak
(permainan, ketrampilan tangan, vidio game, televisi)
2. Memberikan makanan yang menarik untuk memberikan
stimulus yang bervariasi bagi anak
3. Melibatkan anak dalam mengatur jadual harian dan
memilih aktivitas yang diinginkan
4. Mengijinkan anak untuk mengerjakan tugas sekolah selama
di rumah sakit, menganjurkan anak untuk berhubungan
dengan teman melalui telepon jika memungkinkan.
B. Penatalaksanaan asma bronkhiale
Tujuan utama penatalaksanaan Asma adalah mencapai asma
terkontrol sehingga penderita asma dapat hidup normal tanpa hambatan
dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Pada prinsipnya penatalaksanaan
asma dibagi menjadi 2, yaitu : penatalaksanaan asma jangka panjang dan
penatalaksanaan asma akut/saat serangan.
1. Tatalaksana Asma Jangka Panjang
Prinsip utama tatalaksana jangka panjang adalah edukasi,
obat Asma (pengontrol dan pelega), dan menjaga kebugaran
(senam asma). Obat pelega diberikan pada saat serangan, obat
pengontrol ditujukan untuk pencegahan serangan dan diberikan
dalam jangka panjang dan terus menerus.

2. Tatalaksana Asma Akut pada Anak dan Dewasa


3. Tujuan tatalaksana serangan Asma akut:
a. Mengatasi gejala serangan asma
b. Mengembalikan fungsi paru ke keadaan sebelum serangan
c. Mencegah terjadinya kekambuhan
d. Mencegah kematian karena serangan asma

Menurut Kusuma (2016), ada program penatalaksanaan asma meliputi 7


komponen, yaitu :

1. Edukasi Edukasi yang baik akan menurunkan morbiditi dan


mortaliti. Edukasi tidak hanya ditujukan untuk penderita dan
keluarga tetapi juga pihak lain yang membutuhkan energi
pemegang keputusan, pembuat perencanaan bidang
kesehatan/asma, profesi kesehatan.
2. Menilai dan monitor berat asma secara berkala Penilaian klinis
berkala antara 1-6 bulan dan monitoring asma oleh penderita
sendiri mutlak dilakukan pada penatalaksanaan asma. Hal
tersebut disebabkan berbagai faktor antara lain :
a. Gejala dan berat asma berubah, sehingga membutuhkan
perubahan terapi
b. Pajanan pencetus menyebabkan penderita mengalami
perubahan pada asmanya
c. Daya ingat (memori) dan motivasi penderita yang perlu
direview, sehingga membantu penanganan asma terutama
asma mandiri.
3. Identifikasi dan mengendalikan faktor pencetus
4. Merencanakan dan memberikan pengobatan jangka panjang
Penatalaksanaan asma bertujuan untuk mengontrol penyakit,
disebut sebagai asma terkontrol.
Terdapat 3 faktor yang perlu dipertimbangkan :

1. Medikasi asma ditujukan untuk mengatasi dan mencegah gejala


obstruksi jalan napas, terdiri atas pengontrol dan pelega.
2. Tahapan pengobatan
a. Asma Intermiten, medikasi pengontrol harian tidak perlu
sedangakan alternatif lainnya tidak ada.
b. Asma Presisten Ringan, medikasi pengontrol harian
diberikan Glukokortikosteroid ihalasi (200-400 ug Bd/hati
atau ekivalennya), untuk alternati diberikan Teofilin lepas
lambat, kromolin dan leukotriene modifiers.
c. Asma Persisten Sedang, medikasi pengontrol harian
diberikan Kombinasiinhalasi glukokortikosteroid (400-800
ug BD/hari atau ekivalennya), untuk alternatifnya diberikan
glukokortikosteroid ihalasi (400-800 ug Bd atau
ekivalennya) ditambah Teofilin dan di tambah agonis beta 2
kerja lama oral, atau Teofilin lepas lambat.
d. Asma Persisten Berat, medikasi pengontrol harian diberikan
ihalasi glukokortikosteroid (> 800 ug Bd atau ekivalennya)
dan agonis beta 2 kerja lama, ditambah 1 antara lain :
Teofilin lepas lambat, Leukotriene, Modifiers,
Glukokortikosteroid oral. Untuk alternatif lainnya
Prednisolo/ metilprednisolon oral selang sehari 10 mg
ditambah agonis bate 2 kerja lama oral, ditambah Teofilin
lepas lambat. c. Penanganan asma mandiri (pelangi asma)
23 Hubungan penderita dokter yang baik adalah dasar yang
kuat untuk terjadi kepatuhan dan efektif penatalaksanaan
asma. Rencanakan pengobatan asma jangka panjang sesuai
kondisi penderita, realistik/ memungkinkan bagi penderita
dengan maksud mengontrol asma.
e. Menetapkan pengobatan pada serangan akut Pengobatan
pada serangan akut antara lain : Nebulisasi agonis beta 2
tiap 4 jam, alternatifnya Agonis beta 2 subcutan, Aminofilin
IV, Adrenalin 1/1000 0,3 ml SK, dan oksigen bila mungkin
Kortikosteroid sistemik.
1. Kontrol secara teratur . Pada penatalaksanaan jangka panjang
terdapat 2 hal yang penting diperhatikan oleh dokter yaitu:
a. Tindak lanjut (follow-up) teratur
b. Rujuk ke ahli paru untuk konsultasi atau penangan lanjut
bila diperlukan
2. Pola hidup sehat
a. Meningkatkan kebugaran fisik Olahraga menghasilkan
kebugaran fisik secara umum. Walaupun terdapat salah
satu bentuk asma yang timbul serangan sesudah execrise,
akan tetapi tidak berarti penderita EIA dilarang melakukan
olahraga. Senam asma Indonesia (SAI) adalah salah satu
bentuk olahraga yang dianjurkan karena melatih dan
menguatkan otot-otot pernapasan khususnya, selain
manfaat lain pada olahraga umumnya. 24
b. Berhenti atau tidak pernah merokok
c. Lingkungan kerja Kenali lingkungan kerja yang berpotensi
dapat menimbulkan asma.

2.6 PEMERIKSAAN PENUNJANG


A. Pemeriksaan penunjang TB paru

Menurut Somantri (2017. Hal 62) ada beberapa pemeriksaan


penunjang pada klien dengan dengan tuberkulosis paru untuk
menunjang dignosis yaitu :

1. Sputum culture: untuk memastikan apakah keberadaan M.


Tuberkulosis pada stadium aktif
2. Zichl neelsen (Acid-fast staind applied to smear of body fluid):
positif untuk BTA.
3. Skin test (PPD, mantoux, tine, and vollmer patch): reaksi postif
(area indurasi 10 mm atau lebih, timbul 48-72 jam setelah injeksi
antigen intradermal) mengindikasikan infeksi lama dan adanya
antibodi, tetapi tidak mengindikasikan penyakit yang sedang aktif.
4. Chest X-ray: dapat memperlihatkan infiltrasi kecil pada lesi awal
dibagian paru paru, deposit kalsium pada lesi primer yang
membaik atau cairan pleura. Perubahan yang mengindikasikan TB
yang lebih berat dapat mencakup area berlubang dan fibrosa.
5. Histlogi atau kultur jaringan ( teramasuk kumbah lambung, urin
dan CSF, serta biopsi kulit): positif untuk M. Tuberkulosis.
6. Needle biopsi of lung tissue: positif untuk granuloma TB, adanya
sel-sel besar yang mengindikasikan nekrosis.
7. Elektrolit mungkin abnormal tergantung dari lokasi dan beratnya
infeksi misalnya hiponatremia mengakibatkan retensi air, dapat
ditemukan pada TB paru-paru lanjut kronis.
8. ABGS: mungkin abnormal, tergantung lokasi, berat, dan sisa
kerusakan paru paru.
9. Bronkografi: merupakan pemeriksaan khusus untuk melihat
kerusakan bronkhus atau kerusakan paru-paru karena TB.
10. Darah: leukositosis, LED meningkat.
11. Tes fungsi paru paru: VC menurun, dead space meningkat, TLC
meningkat, dan menurunnya saturasi 02 yang merupakan gejala
sekunder dari fibrosis/infiltrasi parenkim paru-paru dan penyakit
pleura.
B. Pemeriksaan penunjang asma bronkhiale
1. Pengukuran Fungsi Paru (spirometri)
Pengukuran ini dilakukan sebelum dan sesudah pemberian
bronkodilator aerososl golongan adrenergik. Peningkatan FEV atau
FVC sebanyak lebih dari 20% menunjukkan diagnosis asma.
2. Tes Provokasi Bronkus
Tes ini dilakukan pada spirometri internal. Penurunan Fev sebesar
20% atau lebih setelah tes provokasi dan denyut jantung 80-90% dari
maksimum dianggap bermakna bila menimbulkan penurunan PEFR
105 atau lebih.
3. Pemeriksaan Kulit
Untuk menunjukkan antibody IgE hipersensitif yang spesifik dalam
tubuh.
4. Pemeriksaan Laboratorium
a. Analisa Gas Darah (AGD/Astrup): hanya dilakukan pada
serangan asma berat karena terdapat hipoksemia, hiperkapnea,
dan asidosis respiratorik.
b. Sputum: adanya badan kreola adalah karakteristik untuk
serangan asma yang berat, karena hanya reaksi yang hebat saja
yang menyebabkan trensudasi dari edema mukosa, sehingga
terlepaslah 25 sekelompok sel-sel epitelnya dari perlekatannya.
Pewarnaan gram penting untuk melihat adanya bakteri, cara
tersebut kemudian diikuti kultur dan uji resistensi terhadap
antibiotik.
c. Sel eosinofil: pada klien dengan status asmatikus dapat
mencapai 1000-1500/mm3 baik asma instrinsik maupun
ekstrinsik, sedangkan hitung sel eosinosil normal antara 100-
200/mm3 .
d. Pemeriksaan darah rutin dan kimia: jumlah sel leukosit yang
lebih dari 15.000/mm3 terjadi karena adanya infeksi SGOT
dan SGPT meningkat disebabkan kerusakan hati akibat
hipoksia dan hiperkapnea.
5. Pemeriksaan radiologi: hasil pemeriksaan radiologi pada klien asma
bronkial biasanya normal, tetapi prosedur ini harus tetap dilakukan
untuk menyingkirkan kemungkinan adanya proses patologi di paru
atau komplikasi asma seperti pneumothoraks, pneumomediastinum,
atelektasis. (Muttaqin, 2012)
2.7 ASPEK LEGAL ETIS DAN FUNGSI ADVOKASI
A. Aspek legal etis
Etika keperawatan (nursing ethic) merupakan bentuk ekspresi
bagaimana perawat seharusnya mengatur diri sendiri, dan etika
keperawatan diatur dalam kode etik keperawatan. Aspek Legal Etik
Keperawatan adalah Aspek aturan Keperawatan dalam memberikan
asuhan keperawatan sesuai lingkup wewenang dan tanggung jawabnya
pada berbagai tatanan pelayanan, termasuk hak dan kewajibannya yang
diatur dalam undang-undang keperawatan. Keperawatan adalah suatu
bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian integral dari
pelayanan kesehatan, didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan
ditujukan kepada individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat baik
sehat maupun sakit yang mencakup seluruh proses kehidupan manusia.
Perawat sebagai profesi dan bagian integral dari pelayanan kesehatan
tidak saja membutuhkan kesabaran. Kemampuannya untuk ikut
mengatasi masalah-masalah kesehatan tentu harus juga bisa diandalkan.
Praktik keperawatan yang aman memerlukan pemahaman tentang
batasan legal yang ada dalam praktik perawat. Sama dengan semua
aspek keperawatan, pemahaman tentang implikasi hukum dapat
mendukung pemikiran kristis perawat. Perawat perlu memahami hukum
untuk melindungi hak kliennya dan dirinya sendiri dari masalah.
Perawat tidak perlu takut hukum, tetapi lebih melihat hukum sebagai
dasar pemahaman terhadap apa yang masyarakat harapkan dari
penyelenggara pelayanan keperawatan yang profesional.

1. Isi dari prinsip – prinsip legal dan etis

a). Autonomi ( Otonomi )


Prinsip otonomi didasarkan pada keyakinan bahwa individu
mampu berpikir logis dan mampu membuat keputusan sendiri. Orang
dewasa dianggap kompeten dan memiliki kekuatan membuat sendiri,
memilih dan memiliki berbagai keputusan atau pilihan yang harus dihargai
oleh orang lain. Prinsip otonomi merupakan bentuk respek terhadap
seseorang, atau dipandang sebagai persetujuan tidak memaksa dan
bertindak secara rasional. Otonomi merupakan hak kemandirian dan
kebebasan individu yang menuntut pembedaan diri. Praktek profesional
merefleksikan otonomi saat perawat menghargai hak-hak klien dalam
membuat keputusan tentang perawatan dirinya.
a) Beneficience ( Berbuat Baik )
Beneficience berarti, hanya melakukan sesuatu yang baik.
Kebaikan, memerlukan pencegahan dari kesalahan atau kejahatan,
penghapusan kesalahan atau kejahatan dan peningkatan kebaikan oleh diri
dan orang lain. Terkadang,dalam situasi pelayanan kesehatan, terjadi
konflik antara prinsip ini dengan otonomi.
b) Justice ( Keadilan )
Prinsip keadilan dibutuhkan untuk tercapai yang sama dan adil
terhadap orang lain yang menjunjung prinsip-prinsip moral, legal dan
kemanusiaan. Nilai inidirefleksikan dalam prkatek profesional ketika
perawat bekerja untuk terapiyang benar sesuai hukum, standar praktek dan
keyakinan yang benar untuk memperoleh kualitas pelayanan kesehatan.
c) Nonmal eficience ( Tidak Merugikan )
Prinsip ini berarti tidak menimbulkan bahaya/cedera fisik dan
psikologis pada klien.
d) Veracity ( Kejujuran )
Prinsip ini berarti penuh dengan kebenaran. Nilai diperlukan oleh
pemberi pelayanan kesehatan untuk menyampaikan kebenaran pada setiap
klien dan untuk meyakinkan bahwa klien sangat mengerti. Prinsip ini
berhubungan dengan kemampuan seseorang untuk mengatakan kebenaran.
e) Fidellity (Metepati Janji)
Prinsip ini dibutuhkan individu untuk menghargai janji dan
komitmennya terhadap orang lain. Perawat setia pada komitmennya dan
menepati janji serta menyimpan rahasia pasien.
f) Confidentiality ( Kerahasiaan )
Aturan dalam prinsip kerahasiaan adalah informasi tentang klien
harus dijaga privasi klien. Segala sesuatu yang terdapat dalam dokumen
catatan kesehatan klien hanya boleh dibaca dalam rangka pengobatan
klien.
g) Accountability ( Akuntabilitas )
Akuntabilitas merupakan standar yang pasti bahwa tindakan
seorang professional dapat dinilai dalam situasi yang tidak jelas atau tanpa
terkecuali.
h) Informed Consent
“Informed Consent” terdiri dari dua kata yaitu “informed” yang
berarti telah mendapat penjelasan atau keterangan (informasi), dan
“consent” yang berarti persetujuan atau memberi izin. Jadi “informed
consent” mengandung pengertian suatu persetujuan yang diberikan setelah
mendapat informasi. Dengan demikian “informed consent” dapat
didefinisikan sebagai persetujuan yang diberikan oleh pasien dan atau
keluarganya atas dasar penjelasan mengenai tindakan medis yang akan
dilakukan terhadap dirinya serta resiko yang berkaitan dengannya.
2. Aplikasi Aspek Legal Dalam Keperawatan

Hukum mengatur perilaku hubungan antar manusia sebagai subjek hukum


yang melahirkan hak dan kewajiban. Dalam kehidupan manusia, baik secara
perorangan maupun berkelompok, hukum mengatur perilaku hubungan baik
antara manusia yang satu dengan yang lain, antar kelompok manusia, maupun
antara manusia dengan kelompok manusia. Hukum dalam interaksi manusia
merupakan suatu keniscayaan (Praptianingsih, S., 2006). Berhubungan
dengan pasal 1 ayat 6 UU no 36/2009 tentang kesehatan berbunyi : “Tenaga
kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan
serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan di
bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk
melakukan upaya kesehatan.”

Begitupun dalam pasal 63 ayat 4 UU no 36/2009 berbunyi “Pelaksanaan


pengobatan dan/atau perawatan berdasarkan ilmu kedokteran atau ilmu
keperawatan hanya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai
keahlian dan kewenangan untuk itu”. Yang mana berdasarkan pasal ini
keperawatan merupakan salah satu profesi/tenaga. kesehatan yang bertugas
untuk memberikan pelayanan kepada pasien yang membutuhkan Pelayanan
keperawatan di rumah sakit meliputi : proses pemberian asuhan keperawatan,
penelitian dan pendidikan berkelanjutan. Dalam hal ini proses pemberian
asuhan keperawatan sebagai inti dari kegiatan yang dilakukan dan dilanjutkan
dengan pelaksanaan penelitian-penelitian yang menunjang terhadap asuhan
keperawatan, juga peningkatan pengetahuan dan keterampilan serta sikap
yang diperoleh melalui pendidikan dimana hal ini semua bertujuan untuk
keamanaan pemberian asuhan bagi pemberi pelayanan dan juga pasien selaku
penerima asuhan. Berdasarkan undang-undang kesehatan yang diturunkan
dalam Kepmenkes 1239 dan Permenkes No. HK.02.02/Menkes/148/I/2010,
terdapat beberapa hal yang berhubungan dengan kegiatan keperawatan.
Adapun kegiatan yang secara langsung dapat berhubungan dengan aspek
legalisasi keperawatan :
1) Proses Keperawatan

2) Tindakan keperawatan

3) Informed Consent

B. Fungsi advokasi TB paru


Advokasi adalah upaya atau proses terencana untuk memperoleh
komitmen dan dukungan dari pemangku kebijakan yang dilakukan
secara persuasif, dengan menggunakan informasi yang akurat dan tepat.
Advokasi Program Penanggulangan TB adalah suatu perangkat kegiatan
yang terencana, terkoordinasi dengan tujuan:
a. Menempatkan TB sebagai hal/perhatian utama dalam agenda
politik.
b. Mendorong komitmen politik dari pemangku kebijakan yang
ditandai adanya peraturan atau produk hukum untuk program
penanggulangan TB.
c. Meningkatkan dan mempertahankan kesinambungan pembiayaan
dan sumber daya lainnya untuk TB. Advokasi akan lebih efektif
bila dilaksanakan dengan prinsip kemitraan melalui forum
kerjasama.
C. Fungsi advokasi asma bronkhiale
Felle (2018) menyatakan bahwa faktor tingkat pendidikan perawat
mempengaruhi pengetahuan tentang peran advokasi perawat terhadap
pasien. Peran perawat sebagai advokasi pasien adalah perawat mampu
memberikan perlindungan terhadap pasien, keluarga pasien, dan orang-
orang disekitar pasien. Perawat mampu mempertahankan lingkungan yang
aman dan nyaman serta mengambil tindakan untuk mencegah terjadinya
kecelakaan yang tidak diinginkan dari hasil pengobatan, contohnya
mencegah terjadinya alergi terhadap efek pengobatan dengan memastikan
bahwa pasien tidak memiliki riwayat alergi.
Kualitas peran perawat sebagai mediator (advokasi) dalam
melaksanakan layanan asuhan keperawatan didapatkan bahwa perawat
bertugas mendampingi dan menjembatani komunikasi antara pasien dan
dokter sehingga tidak terjadi kesalahpahaman. Perawat juga menekankan
kembali apa yang sudah dikatakan dokter kepada pasien jika pasien dan
keluarga belum paham atau tidak mengerti apa yang dikatakan oleh dokter.
Perawat juga mendampingi pasien dalam menjalani pemeriksaan medis
misalnya pasien mengantarkan pasien dan keluarga untuk melaksanakan
foto rotgen (Suyanti, dkk, 2014).
2.8 HEALTH EDUCATION
A. Health education TB paru
TBC merupakan penyakit yang proses penularannya cukup mudah
yaitu melalui droplet yang menyebabkan angka kejadian tb paru terus
meningkat. Apalagi kondisi sanitasi lingkungan yang buruk dan anggota
keluarga yang tinggal serumah. Health education yang digunakan yaitu
melalui family health education sanitasi lingkungan dengan memberikan
pre-test terlebih dahulu kepada keluarga untuk mengetahui tingkat
pengetahuan tentang sanitasi lingkungan. Beberapa family health
education yang diberikan kepada keluarga yang serumah adalah:
1. Membuka jendela kamar
2. Tidak menumpuk baju yang kotor
3. Tidak membuang dahak sembarangan
4. Pencahayaan yang cukup
5. Membuat tempat pembuangan dahak dengan detergen
6. Dan memberikan ruangan yang cukup untuk keluarga yang terkena
TB paru

B. Health education asma bronkhiale


Health education sangat penting untuk penderita asma bronkial.
Penderita harus tahu bahwa asma merupakan penyakit yang tidak dapat
disembuhkan namun dapat dikontrol. Terdapat tujuh langkah untuk
mengatasi asma, yaitu:
1. Mengenal seluk beluk asma
2. Mengenali dan menghindari pencetus
3. Menentukan kualifikasi
4. Merencanakan pengobatan jangka panjang
5. Mengatas serangan asma dengan tepat
6. Memeriksakan diri dengan teratur
7. Menjaga kebugaran dan olahraga teratur
Edukasi dilakukan saat kunjungan pertama baik di gawat darurat,
klinik maupun tempat lain. Bahan edukasi terutama mengenai cara dan
waktu penggunaan obat, menghindari pencetus, mengenali efek samping
obat serta kegunaan control teratur pada pengobatan asma. Pada pasien
diketahui debu rumah sebagai salah satu pencetus maka perlu edukasi
untuk mengontrol lingkungan rumah dalam artian mengurangi paparan
dari pencetus seperti:

1. Cuci sarung bantal, guling, seprei dan selimut dengan air panas
(36-60C) seminggu sekali
2. Ganti karpet dengan linoleum atau lantai kayu
3. Ganti furniture berlapis kain dengan berlapis kulit
4. Gunakan pembersih vakum
5. Cuci mainan kainan dengan air panas

Komunikasi yang baik merupakan kunci kepatuhan penderita untuk


berobat. Faktor yang berperan dalam terjadinya komunikasi yang baik
adalah ramah, humor, perhatian, mengandung dialog interaktif, memberi
semangat, empati, memberikan informasi yang diinginkan serta
memberikan umpan balik.

2.9 ASUHAN KEPERAWATAN


3. Askep teori TB paru
A. Pengkajian
Data klien diperoleh melalui wawancara (anamnesa), pemeriksaan
fisik, pemeriksaan penunjang. Semua data yang didapat tersebut
diperoleh melalui proses komuniksi, baik komunikasi secara langsung
(verbal, tulis) maupun secara tidak langsung (non verbal).
Perawat perlu mengetahui hambatan, kekurangan dan keuntungan
oksigenasi. Perawat perlu memperhatikan sesuatu yang
mempengaruhi oksigenasi
I. Identitas Klien
Nama, Umur, Jenis kelamin, Suku/Bangsa, Agama,
Pendidikan, Pekerjaan, Alamat, No. Register, Tanggal
MRS, Diagnosa Medis, Tanggal Pengkajian, Sumber
Informasi, Penanggung

I. Keluhan Utama
Keluhan yang dirasakan pasien
II. Riwayat Penyakit Sekarang
Perjalanan penyakit pasien yang sedang dialami saat ini
III. Riwayat Penyakit Dahulu
Penyakit yang diderita klien yang berhubungan dengan
penyakit saat ini atau penyakit yang mungkin dapat
dipengaruhi atau mempengaruhi penyakit yang diderita
klien saat ini
IV. Riwayat Penyakit Keluarga
Dihubungkan dengan kemungkinan adanya penyakit
keturunan untuk mengidentifikasi adanya sifat genetik atau
penyaki yang memiliki kecendrungan familiar, untuk
mengkaji kebiasaan keluarga dan terpapar penyakit menular
dapat mempengaruhi anggota keluarga.
A. Pemeriksaan Fisik
1. Kesadaran : normal, composmentis (kesadaran penuh)
2. Ttv
 Tekanan Darah
 Nadi
 Suhu
 Respirasi Rate
3. Head To Toe
Pemeriksaan fisik Dilakukan dengan cara inspeksi, palpasi,
perkusi, dan auskultasi terhadap berbagai sistem tubuh. Untuk
mendapatkan informasi tentang masalah kesehatan yang
potensial.
a) Keadaan umum Keadaan umum meliputi penampilan
umum, postur tubuh, gaya bicara, mimik wajah.
b) Tanda-tanda vital Bertujuan untuk mengetahui keadaan
tekanan darah, nadi, pernafasan, suhu tubuh.
c) Kulit Kaji keadaan kulit mengenai tekstur, kelembaban,
turgor, warna dan fungsi perabaan, pruritus, perubahan
warna lain, jerawat, erupsi, kering berlebih, selain itu
perlu dikaji apakah ada sianosis.
d) Kepala Kaji cedera lain seperti memar pada kepala,
periksa kebersihan dan keutuhan rambut.
e) Mata Periksa mata untuk mengetahui ada tidak nya
nyeri tekan, kaji reflek cahaya, edema kelopak mata.
f) Hidung Perdarahan hidung (epitaksis), kaji cairan
keluar dari hidung, ada tidaknya sumbatan.
g) Telinga Kaji ada tidaknya sakit telinga, rabas, bukti
kehilangan pendengaran.
h) Mulut Pernafasan mulut, perdarahan gusi, kaedaan gigi,
jumlah gigi, kaji kelembaban mukosa, warna mukosa
bibir.
i) Tenggorokan Sakit tenggorokan, kaji adanya
kemerahan atau edema, kaji ada tidaknya kesulitan
dalam menelan, tersedak, serak atau ketidakteraturan
suara lain.
j) Leher Kaji nyeri, keterbatasan gerak, kekakuan,
kesulitan menahan kepala lurus, pembesaran tiroid,
pembesaran nodus atau massa lain.
k) Dada Kaji kesimetrisan bentuk dada, pembesaran
payudara, pembesaran nodus remaja, tanyakan tentang
pemeriksaan payudara.
1. Inspeksi dada
Pada Pemeriksaan ini pemeriksa melihat
gerakan dinding dada, bandingkan kesimetrisan
dinding dada kiri dan kanan. Lihat adanya bekas
luka, bekas operasi, atau adanya lesi. Perhatikan
warna kulit daerah dada. Kaji pola pernafasan
pasien, perhatikan adanya retraksi interkosta,
dan penggunaan otot bantu nafas.

2. Palpasi dada
Pada Pemeriksaan pertama dilakukan oleh
pemeriksa yaitu, meletakan tangan di atas kedua
dinding dada. Rasakan kesimetrisan
pengembangan dinding dada saat inspirasi dan
ekspirasi. Selanjutnya, rasakan adanya massa
dan krepitasi (jika terjadi fraktur). Setelah itu,
lakukan Pemeriksaan taktil fremitus dengan cara
letakan tangan diatas dada, lalu minta pasien
mengatakan “tujuh tujuh” atau “Sembilan
Sembilan”. Lakukan Pemeriksaan disemua
lapang paru. Prinsip Pemeriksaan adalah getaran
suara akan merambat melalui udara yang ada
dalam paru–paru (vibrasi) dan saat bicara,
getaran ini akan terasa dari luar dinding dada.
3. Perkusi paru
Suara perkusi normal adalah suara perkusi
sonor, yaitu suara seperti bunyi “dug-dug”.
Pemeriksaan ini dilakukan dengan mengetuk
pada seluruh lapang paru pada ruang interkosta
(dilakukan di antara dua kosta atau ICS ). Pada
area jantung akan menghasilkan bunyi peka
(ICS 3–5, sebelah kiri sternum). Hasil perkusi
juga akan terdengar pekak pada daerah hepar
dan daerah payudara.
4. Auskultasi
Auskultasi dilakukan dengan cara sebagai
berikut:
1) Anjurkan pasien untuk bernafas normal.
Setelah beberapa saat, letakan stetoskop
pada ICS 2 kanan, minta pasien bernafas
panjang
2) Bandingkan suara terdengar di lapang
paru kiri dan kanan
3) Dengar apakah ada suara nafas tambahan
di semua lapang paru. Suara nafas
normal sebagai berikut :
a. Vasikuler: suara ini terdengar halus.
Biasa didengar di lapang paru. Suara ini
dihasilkan oleh perputaran udara dalam
alveoli (inspirasi > ekspirasi).
b. Bronkovasikuler: suara ini biasa
didengar di ICS 1 dan 2 kiri dan kanan.
Suara ini dihasilkan dari perputaran
udara dari saluran besar menuju saluran
lebih kecil (inspirasi= ekspirasi)
c. Bronkhial: suaranya terdengar kerasa
dan karas. suara ini dihasilkan dari
perputaran udara melalui trakea
(ekspirasi > inspirasi).
l) Kardiovaskuler
Kaji warna konjungtiva, ada tidaknya sianosis, warna
bibir, adanya peningkatan tekanan vena jugularis, kaji
bunyi jantung pada dada, pengukuran tekanan darah,
dan frekuensi nadi.
m) Adbomen
Kaji bentuk adbomen, keadaan luka, kaji tanda-tanda
infeksi, perkusi area abdomen.
n) Punggung dan bokong
Kaji bentuk punggung dan bokong, kaji ekstremitas:
CRT, turgor kulit, kekuatan otot, refleks bisep, trisep,
refleks patela, dan achiles.
o) Genitalia
Kaji kebersihan genitalia, kebiasaan BAK
p) Anus
Kaji BAB dan keadaan di area anus.
q) Sistem persyarafan
Kaji adanya penurunan sensasi sensori, nyeri penurunan
refleks, nyeri kepala, fungsi syaraf kranial dan fungsi
serebral, kejang, tremor.
B. Pola-Pola Kesehatan
1. Pola Personal Higiene (Mandi, Sikat gigi, Cuci rambut)
Bagaimana individu tersebut membersihkan dirinya dengan
mandiri, adanya faktor resiko sehubung dengan kesehatan yang
berkaitan dengan oksigenasi.
2. Pola Nutrisi
Untuk mendapatkan informasi tentang keadekuatan masukan
diet dan pola makan
3. Pola Cairan
Untuk mendapatkan informasi tentang keadekuatan masukan
cairan dan pola minum
4. Pola Eliminasi
Perubahan pola defekasi (darah pada feses, nyeri saat devekasi)
perubahan berkemih (perubahan warna, jumlah, frekuensi)
5. Pola Aktifitas
Adanya kelemahan atau keletihan, aktivitas yang
mempengaruhi kebutuhan oksigenasi seseorang. Aktivitas
berlebih dibutuhkan oksigen yang banyak. Orang yang biasa
olahraga memiliki peningkatan aktivitas metabolisme tubuh.
Mengungkapkan pola aktivitas pasien sebelum sakit dan
sesudah sakit. Meliputi nutrisi, eliminasi, personal hygene,
istirahat tidur, aktivitas dan gaya hidup.
1) Data psikologis
Kemungkinan klien memperlihatkan kecemasan terhadap
penyakitnya, hal ini diakibatkan karena proses penyakit
lama dan kurangnya pengetahuan tentang prosedur
tindakan akan dilakukan. Kaji ungkapan pasien tentang
ketidakmampuan koping, perasaan negatif tentang tubuh
serta konsep diri klien
2) Data sosial
Perlu dikaji tentang keyakinan pasien tentang
kesembuhannya dihubungkan dengan agama dianut pasien
dan bagaimana persepsi pasien terhadap penyakitnya,
bagaiman aktifitas pasien selama menjalani perawatan di
rumah sakit dan siapa menjadi pendorong atau pemberi
motivasi untuk kesembuhan
3) Riwayat seksual
Untuk mendapatkan informasi tentang masalah dan atau
aktivitas orang muda dan adanya data berhubungan
dengan aktivitas seksual
4) Data spiritual
Perlu dikaji tentang persepsi pasien terhadap dirinya
sehubungan dengan kondisi sekitarnya, hubungan pasien
dengan perawat, dokter dan tim kesehatan lainnya.
Biasanya pasien akan ikut serta dalam aktifitas sosial atau
menarik diri dari interaksi sosial terutama jika sudah
terjadi komplikasi fisik seperti anemia, ulkus, gangren dan
gangguan penglihatan
6. Pola Istirahat dan Tidur
Adanya gangguan oksigenasi menyebabkan perubahan pola
istirahat
7. Pola Kognitif
Rasa kecap lidah berfungsi atau tidak, gambaran indera pasien
terganggu atau tidak, penggunaan alat bantu dalam pengindraan
pasien
8. Pola Hubungan Psikososial (Konsep Diri)
Keadaan sosial yang mempengaruhi oksigenasi seseorang
9. Pola Reproduksi dan Seksual
Pada pasien yang memiliki gangguan oksigenasi cenderung
tidak mampu berhubungan intim
10. Pola Penanggulangan Setress (Koping)
Adanya stress yang mempengaruhi ke oksigenasi
11. Pola Persepsi Spiritual
Status ekonomi dan budaya yang mempengaruhi oksigenasi,
adanya patungan atau larangan minuman tertentu dalam agama
pasien.
C. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang dapat dilakukan dengan memantau analisa
dan pemeriksaan USG, pemeriksaan foto rontgen, pemeriksaan
laborarorium urin.
D. Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan napas tidak efektif b.d spasme jalan napas
d.d wheezing (D.0001)
2. Gangguan pertukaran gas b.d ketidak seimbangan ventilasi
perfusi d.d bunyi napas tambahan (D.0003)
3. Pola napas tidak efektif b.d hambatan upaya napas d.d
pernapasan cuping hidung (D.0005)
4. Defisit nutrisi b.d kurangnya asupan makanan d.d membran
mulosa pucat (D.0019)
5. Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplai
dan kebutuhan oksigen d.d penyakit paru obstruktif kronis
(PPOK) (D.0056)
E. Intervensi
Menurut standar intervensi keperawatan indonesia SIKI DPP
PPNI, 2018 intervensi keperawatan adalah segala treatment yang
dikerjakan oleh perawat didasarkan pada pengetahuan dan
penilaian krisis untuk mencapai luaran (outcome) yang di
harapkan, sedangkan tindakan keperawatan adalah prilaku atau
aktivitas spesifik dikerjakan oleh perawat untuk
mengimpementasikan intervensi keperawatan. Standar Intervensi
Keperawatan Indonesia menggunakan sistem klasifiksai sama
dengan SDKI. Sistem klasifikasi diadaptasi dari sistem klasifikasi
international classification of nursing precite (ICNP) yang
dikembangkan oleh International Council of Nursing (ICN) sejak
tahun 1991. Komponen ini merupakan rangkaian prilaku atau
aktivitas dikerjakan oleh perawat untuk mengimplementasikan
intervensi keperawatan. tindakan-tindakan pada intervensi
keperawatan terdiri atas observasi, teraupetik, edukasi dan
kolaborasi (Berman et al, 2015: Potter dan Perry, 2013; Seba,
2007; Wilkinson et al, 2016). Dalam menentukan intervensi
keperawatan, perawat perlu mempertimbangkan beberapa faktor
yaitu: karakteristik diagnosis keperawatan, luaran (outcome)
keperawatan yang diharapkan, kemampulaksanaan intervensi
keperawatan, kemampuan perawat, penerimaan pasien, hasil
penelitian.
1. Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif (D.0001)
Kriteria Hasil
Luaran Utama : Bersihan Jalan Napas
(L.01001)
: Ekspektasi (meningkat)

Kriteria Hasil :

Menurun Cukup Sedang Cukup Meningkat


Menurun Meningkat
Batuk Efektif 1 2 3 4 5
Meningkat Cukup Sedang Cukup Menurun
Meningkat Menurun
Produksi sputum 1 2 3 4 5
Mengi 1 2 3 4 5
Wheezing 1 2 3 4 5
Mekonium (pada 1 2 3 4 5
neonatus)
Dispnea 1 2 3 4 5
Ortopnea 1 2 3 4 5
Sulit bicara 1 2 3 4 5
Sianosis 1 2 3 4 5
Gelisah 1 2 3 4 5

Memburuk Cukup Sedang Cukup Membaik


Memburu Membaik
k
Frekuensi napas 1 2 3 4 5
Pola napas 1 2 3 4 5

Latihan Batuk Efektif (I.01006)


Observasi :
1. Identifikasi kemampuan batuk
2. Monitor adanya retensi sputum
3. Monitor tanda dan gejala infeksi saluran napas
4. Monitor input dan output cairan (misalnya: jumlah dan
karakteristik)
Terapeutik :
5. Atur posisi semi-Fowler atau Fowler
6. Pasang perlak dan bengkok dipangkuan pasien
7. Buang sekret pada tempat sputum
Edukasi :
8. Jelaskan tujuan dan prosedur batuk efektif
9. Anjurkan tarik napas dalam melalui hidung sselama 4 detik,
ditahan selama 2 detik, kemudian keluarkan dari mulut
dengan bibir mencucu (dibulatkan) selama 8 detik
10. Anjurkan mengulangi tarik napas dalam hingga 3 kali
11. Anjurkan batuk dengan kuat langsung setelah tarik napas
dalam yang ke-3
Kolaborasi :
12. Kolaborasi pemberian mukolitik atau ekspektoran, jika
perlu
Manajemen jalan napas
Observasi :
1. Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha napas)
2. Monitor bunyi napas tambahan (misalnya: gurgling, mengi,
wheezing, ronkhi kering)
3. Monitor sputum (jumlah, warna, aroma)

Terapeutik :
4. Pertahanan kepatenan jalan napas dengan headtilt dan chin-
lift (jaw-thrust jika curiga trauma servikal)
5. Posisikan semi-fowler
6. Berikan minuman hangat
7. Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
8. Lakukan penghisapan lendir kurang 15 detik
9. Lakukan hiperoksigenasi sebelum penghisapan endotrakeal
10. Keluarkan sumbatan benda padat dengan forsep McGiil
11. Berikan oksigen jika perlu
Edukasi :
12. Ancurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika tidak
kontaindikasi
13. Ajarkan teknik batuk efektif
Kalaborasi :
14. Kalaborasikan pemberian bronkondilator, ekspetoran,
mukolitik, jika perlu
Pemantauan respirasi (I.01014)
Observasi :
1. Monitor frekuensi, irama, kedalaman upaya napas
2. Monitor pola napas (seperti bradipnea, takipnea,
hiperventilasi, kussmaul, cheyne-stokes, biot, aktaksis)
3. Monitor kemampuan batuk efektif
4. Monitor adanya produksi sputum
5. Monitor adanya sumbatan jalan napas
6. Monitor saturasi oksigen
7. Monitor nilai AGD
8. Monitor hasil x-ray thoraks
Terapeutik :
9. Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien
10. Dokumentasi hasil pemantauan respirasi sesuai kondisi
pasien
Edukasi :
1. Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
2. Informasikan pemantauan, jika perlu
2. Gangguan Pertukaran Gas (D.0003)

Kriteria Hasil

Luaran Utama : Pertukaran Gas (L.01003)

: Ekspektasi (meningkat)
Kriteria Hasil :

Menurun Cukup Sedang Cukup Meningkat


menurun meningkat
Tingkat kesadaran 1 2 3 4 5
Meningkat Cukup Sedang Cukup Menurun
meningkat menurun
Dispnea 1 2 3 4 5
Bunyi napas 1 2 3 4 5
tambahan 1 2 3 4 5
Pusing 1 2 3 4 5
Penglihatan kabur 1 2 3 4 5
Diaphoresis 1 2 3 4 5
Gelisah 1 2 3 4 5
Nafas cuping hidung
Memburuk Cukup Sedang Cukup membaik
memburuk membaik
PCO2 1 2 3 4 5
PO2 1 2 3 4 5
Takikardia 1 2 3 4 5
PH arteri 1 2 3 4 5
Sianosis 1 2 3 4 5
Pola nafas warna kulit 1 2 3 4 5

Intervensi Utama

1) Pemantauan respirasi (1.01014)


Pemantauan respirasi
Observasi
1. Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan upaya nafas
2. Monitor pola nafas
3. Monitor kemampuan batuk efektif
4. Monitor adanya produksi sputum
5. Monitor adanya sumbatan jalan nafas
6. Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
7. Auskultasi bunyi nafas
8. Monitor saturasi oksigen
9. Monitor nilai AGD
10. Monitor hasil X-ray toraks

Terapeutik

11. Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien


12. Dokumentasikan hasil pemantauan

Edukasi

13. Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan


14. Informasikan hasil pemantauan

2) Terapi oksigen
Observasi
1. Monitor kecepatan aliran oksigen
2. Monitor posisi alat terapi oksigen
3. Monitor aliran oksigen secara periodik dan pastikan fraksi
yang diberikan cukup
4. Monitor efektifitas terapi oksigen
5. Monitor kemampuan melepaskan oksigen saat makan
6. Monitor tanda-tanda hipoventilasi
7. Monitor tanda – tanda dan gejala toksikasi oksigen dan
etelektasis
8. Monitor tingkat kecemasan akibat terapi oksigen
9. Monitor integritas mukosa hidung akibat pemasangan
oksigen

Terapeutik

10. Bersihkan secret pada mulut, hidung dan trakea


11. Pertahankan kepatenan jalan nafas
12. Siapkan dan atur peralatan pemberian oksigen
13. Berikan oksigen tambahan, jika perlu
14. Tetap berikan oksigen saat pasien ditransportasi
15. Gunakan peralatan oksigen yang sesuai dengan tingkat
mobilitas pasien

Edukasi

16. Ajarkan pasien dan keluarga menggunakan oksigen di


rumah

Kolaborasi

17. Kolaborasi penentuan dosis oksigen


18. Kolaborasi penggunaan oksigen saat aktivitas atau tidur
3. Pola Napas Tidak Efektif (D.0005)
Luaran Utama : Pola Napas (L.01004)
: Ekspektasi (Membaik)
Kriteria Hasil :
Menurun Cukup Sedang Cukup Meningkat
Menurun Meningka
t
Ventilasi Semenit 1 2 3 4 5

Kasitas Vital 1 2 3 4 5

Diameter Thoraks Anterior- 1 2 3 4 5


Posterior

Tekanan Ekspirasi 1 2 3 4 5

Tekanan Inspirasi 1 2 3 4 5

Menurun Cukup Sedang Cukup Meningkat


Menurun Meningkat
Dispnea 1 2 3 4 5

Penggunaa otot bantu napas 1 2 3 4 5

Pemanjangan fase ekspirasi 1 2 3 4 5

Ortopnea 1 2 3 4 5

Pernapasan pursed-lip 1 2 3 4 5

Pernapasan cuping hidung 1 2 3 4 5

Memburuk Cukup sedang Cukup Membaik


Memburuk Membaik
Frekuensi Napas 1 2 3 4 5

Kedalam Napas 1 2 3 4 5

Ekskursi dada 1 2 3 4 5

Intervensi Utama :
a) Manajemen Jalan Napas (1.01011)
Obsevasi
1. Monitor pola napas (frekuensi,kedalaman,usaha napas)
2. Monitor bunyi tambahan (Mis, gurgling, mengi. wheezing,
ronkhi kering)
3. Monitor sputum (Jumlah,warna,aroma)
Teraupetik
4. Pertahankan kepatenan jalan napas denagn head-tilt dan chin-
lift (jaw-thrust jika curuga trauma servikal)
5. Posisiskan semi fowler atau fowler
6. Berikan minuman hangat
7. Lakukan fisioterapi dada, jika perliu
8. Lakukan penghisapan lender kurang dari 15 detik
9. Lakukan hiperoksigonasi sebelum penghisapan endotrakeal
10. Keluarkan sumbatan benda padat dengan forsep McGill
11. Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi
12. Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika tidak kontraindikasi
13. Ajarkan Teknik batuk efektif
b) Pemantauan Respirasi (I.01014)
Observasi
1. Monitor frekuensi,irama,kedalaman dan upaya napas
2. Monitor pola napas (seperti bradypnea, takipnea, hiperventilasi,
kussmaul, Cheyne-stokes, biot, ataksik)
3. Monitor kemampuan batuk efektif
4. Monitor adanya produksi sputum
5. Monitor adanya sumbatan jalan napas
6. Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
7. Auskultasi bunyi napas
8. Monitor saturasi oksigen
9. Monitor nilai AG D
10. Monitor hasil x-ray toraks
Teraupetik
11. Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien
12. Dokumenmtasikan hasil pemantauan
Edukasi
13. Jelaskan tujuan dan prosedur pematuan
14. Informasikan hasil pemtauan, jika perlu
4. Defisit Nutrisi (D.0019)
Luaran Utama : Status Nutrisi (L.03030)
: Ekspektasi (Membaik)
Kriteria Hasil :
Menurun Cukup Seda Cukup meningk
menurun ng meningk at
at
Porsi makanan yang 1 2 3 4 5
di habiskan
Kekuatan otot 1 2 3 4 5
mengunyah 1 2 3 4 5
Kekuatan otot menelan
Serum albumin 1 2 3 4 5
Verbalisasi keinginan
untuk meningkatkan 1 2 3 4 5
nutrisi
Pengetahuan tentang 1 2 3 4 5
pilihan minuman yang
sehat 1 2 3 4 5
Pengetahuan tentang
standar asupan nutrisi 1 2 3 4 5
yang tepat
Penyiapan dan 1 2 3 4 5
penyimpanan makanan
yang aman
Penyiapan dan
penyimpanan minuman
yang aman
Sikap terhadap
Makanan / minuman
sesuai
Dengan tujuan
kesehatan
Meningka Cukup Seda Cukup Menuru
t meningka ng menuru n
t n
Perasaan cepat 1 2 3 4 5
kenyang 1 2 3 4 5
Nyeri abdomen 1 2 3 4 5
Sariawan 1 2 3 4 5
Rambut rontok 1 2 3 4 5
Diare
Memburu Cukup Seda Cukup membai
k memburu ng membai k
k k
Berat badan 1 2 3 4 5
Indeks Massa Tubuh 1 2 3 4 5
(IMT) 1 2 3 4 5
Frekuensi makan 1 2 3 4 5
Nafsu makan 1 2 3 4 5
Bising usus 1 2 3 4 5
Tebal lipatan kulit 1 2 3 4 5
trisep
Membran mukosa
a) Manajemen Nutrisi (I.03119)
Observasi
1. Identifikasi status nutrisi
2. Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
3. Identifikasi makanan yang di sukai
4. Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrien
5. Identifikasi perlunya penggunaan selang nasogastrik
6. Monitor asupan makanan
7. Monitor berat badan
8. Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
Terapeutik
9. Lakukan oral hygine sebelum makan, jika perlFasilitasi
menentukan pedomen diet ( mis, piramida makanan )
10. Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai
11. Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah konstipasi
12. Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein
13. Berikan suplemen, jika perlu
14. Hentikan pemberian makanan sesuai selang nasogatrik jika
asupan oral dapat di toleransi
Edukasi
15. Anjurkan posisi duduk, jika mampu
16. Ajarkan diet yang di programkan
Kolaborasi
17. Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan ( mis,pedera
nyeri,antiemetik ), jika perlu
18. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori
dan jenis nutrien yang di butuhkan, jika perlu
5. Intoleransi Aktivitas (D.0056)
Luaran Utama : Toleransi Aktivitas (L.05047)
: Ekspektasi (Meningkat)
Kriteria Hasil :
Menurun Cukup Sedang Cukup Meningkat
Menurun Meningkat
Kemudahan melakukan aktivitas 1 2 3 4 5
sehari-hari
Kecepatan berjalan 1 2 3 4 5
Jarak berjalan 1 2 3 4 5
Kekuatan tubuh bagian atas 1 2 3 4 5
Kekuatan tubuh bagian bawah 1 2 3 4 5
Toleransi menaiki tangga 1 2 3 4 5
Intervensi Utama
a. Manajemen Energi
Observasi
1. Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan
kelelahan
2. Monitor kelelahan fisik dan emosional
3. Monitor pola dan jam tidur
4. Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama melakukan
aktivitas
Terapeutik
5. Sediakan lingkungan nyaman dan rendah stimulus (mis.
cahaya, suara, kunjungan)
6. Lakukan latihan rentang gerak pasif dan/atau aktif
7. Berikan aktivitas distraksi yang menenangkan
8. Fasilitasi duduk di sisi tempat tidur, jika tidak dapat
berpindah atau berjalan
Edukasi
9. Anjurkan tirah baring
10. Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap
11. Anjurkan menghubungi perawat jika tanda dan gejala
kelelahan tidak berkurang
12. Anjurkan strategi koping untuk mengurangi kelelahan
Kolaborasi
13. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan
asupan makanan
F. Implementasi
Implementasi keperawatan merupakan sebuah fase dimana perawat
melaksanakan rencana atau intervensi sudah dilaksanakan
sebelumnya. Implementasi keperawatan membutuhkan fleksibilitas
dan kreativitas perawat. Sebelum melakukan suatu tindakan,
perawat harus mengetahui alasan mengapa tindakan tersebut
dilakukan. Beberapa hal harus diperhatikan diantaranya tindakan
keperawatan dilakukan harus sesuai dengan tindakan sudah
direncanakan, dilakukan dengan cara tepat, aman, serta sesuai
dengan kondisi pasien, selalu dievaluasi mengenai keefektifan dan
selalu mendokumentasikan menurut urutan waktu. Aktivitas
dilakukan pada tahap implementasi dimulai dari pengkajian
lanjutan, membuat prioritas, menghitung alokasi tenaga, memulai
intervensi keperawatan, dan mendokumentasikan tindakan dan
respon klien terhadap tindakan yang telah dilakukan.
Jenis-jenis tindakan pada tahap pelaksanaan implementasi adalah:
a. Secara mandiri (independent) Tindakan diprakarsai oleh
perawat untuk membantu pasien dalam mengatasi
masalahnya dan menanggapi reaksi karena adanya stressor.
b. Saling ketergantungan (interdependent) Tindakan
keperawatan atas dasar kerja sama tim keperawatan dengan
tim kesehatan lainnya seperti: dokter, fisioterapi, dan
lainlain.
c. Rujukan/ketergantungan (Dependent) Tindakan
keperawatan atas dasar rujukan dan profesi lainnya
diantaranya dokter, psikiatri, ahli gizi, dan lainnya.

4. Askep teori Asma Bronkhiale


A. Pengkajian
Pengkajian adalah pengumpulan, pengaturan, validasi, dan
dokumentasi data (informasi) yang sistematis dan bersinambungan.
Sebenarnya, pengkajian adalah proses bersinambungan yang
dilakukan pada semua fase proses keperawatan. Misalnya, pada fase
evaluasi, pengkajian dilakukan untuk melakukan hasil strategi
keperawatan dan mengevaluasi pencapaian tujuan. Semua fase
proses keperawatan bergantung pada pengumpulan data yang akurat
dan lengkap (Kozier, Berman, & Snyder, 2011).
1. Identitas Klien
a. Usia: asma bronkial dapat menyerang segala usia tetapi,
lebih sering dijumpai pada usia dini. Separuh kasus timbul
sebelum usia 10 tahun dan sepertiga kasus lainnya terjadi
sebelum usia 40 tahun.
b. Jenis kelamin: laki-laki dan perempuan di usia dini sebesar
2:1 yang kemudian sama pada usia 30 tahun.
c. Tempat tinggal dan jenis pekerjaan: lingkungan kerja
diperkirakan merupakan faktor pencetus yang
menyumbang 2- 15% klien dengan asma bronkial
(Muttaqin, 2012). Kondisi rumah, pajanan alergen hewan
di dalam rumah, pajanan asap rokok tembakau,
kelembapan, dan pemanasan.
2. Keluhan Utama
Keluhan utama yang timbul pada klien dengan asma bronkial
adalah dispneu (bisa sampai berhari-hari atau berbulan-bulan),
batuk, dan mengi.
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Riwayat penyakit sekarang yang biasa timbul pada pasien asma
yaitu pasien mengalami sesak nafas, batuk berdahak, pasien
yang sudah menderita penyakit asma, bahkan keluarga yang
sudah menderita penyakit asma/faktor genetik.
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Terdapat data yang menyertakan adanya faktor predisposisi
timbulnya penyakit ini, di antaranya adalah riwayat alergi dan
riwayat penyakit saluran nafas bagian bawah.
5. Riwayat Penyakit Keluarga
Klien dengan asma bronkial sering kali didapatkan adanya
riwayat penyait keturunan, tetapi pada beberapa klien lainnya
tidak ditemukan penyakit yang sama pada anggota
keluarganya.

B. Pola Fungsi Kesehatan


1. Persepsi Terhadap Kesehatan Klien
Seperti apa penderita dan keluarganya menangani gejala awal
dari asma.
2. Pola Aktivitas Latihan
Ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas sehari-hari karena
sulit bernafas.
3. Pola Istirahat Tidur
Penderita akan sulit tidur karena gejala asmanya yang biasanya
sering kambuh di malam hari dan dini hari
4. Pola Nutrisi Metabolik
Terjadi penurunan berat badan yang cukup drastis sebagai
akibat dari hilangnya nafsu makan karena produksi dahak yang
makin melimpah.
5. Pola Eliminasi
Penderita asma dilarang menahan buang air besar dan buang air
kecil. Kebiasaan menahan buang air besar akan menyebabkan
feses menghasilkan radikal bebas yang bersifat meracuni tubuh,
menyebabkan sembelit, dan semakin mempersulit pernafasan.
6. Pola Kognitif Perseptual
Panca indra penderita tidak mengalami gangguan. Mungkin
hanya pada indra penghidunya yang mengalami gangguan
ketika asmanya kambuh.
7. Pola Konsep Diri
Penderita akan menganggap dirinya lemah dan tak berdaya
ketika asma menyerang.
8. Pola Koping
Penderita meminta pendapat kepada keluarganya tentang
masalah yang dihadapi.
9. Pola Seksual Reproduksi
Seksual reproduksi penderita berjalan dengan lancar. Namun,
keturunan pasien bisa mengalami asma juga sebab faktor
genetik.
10. Pola Peran Hubungan
Hubungan penderita dengan keluarga dan masyarakat berjalan
dengan lancar. Penderita biasanya akan dijauhi oleh orang-
orang sekitar karena mereka beranggapan bahwa asma itu
menular.
11. Pola Nilai dan Kepercayaan
Penderita tetap patuh dan taat terhadap Tuhan-Nya.

C. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum
Keadaan umum pada pasien asma yaitu compas metis, lemah,
dan sesak nafas.
2. Pemeriksaan kepala dan muka
a. Inspeksi : pemerataan rambut, berubah/tidak, simetris,
bentuk wajah.
b. Palpasi : tidak ada nyeri tekan, tidak rontok, tidak ada
oedema.
3. Pemeriksaan telinga
a. Inspeksi : simetris, tidak ada lesi, tidak ada nyeri tekan.
b. Palpasi : tidak ada nyeri tekan.
4. Pemeriksaan mata
a. Inspeksi : simetris, tidak ada lesi, tidak ada oedema,
konjungtiva anemis, reflek cahaya normal.
b. Palpasi : tidak ada nyeri tekan.
5. Pemeriksaan mulut dan farink
a. Inspeksi : mukosa bibir lemah, tidak ada lesi disekitar
mulut, biasanya ada kesulitan dalam menelan.
b. Palpasi : tidak ada pembesaran tonsil.
6. Pemeriksaan leher
a. Inspeksi : simetris, tidak ada peradangan, tidak ada
pembesaran kelenjar tiroid
b. Palpasi : tidak ada nyeri tekan.
7. Pemeriksaan payudara dan ketiak
a. Inspeksi : ketiak tumbuh rambut/tidak, kebersihan ketiak,
ada lesi/tidak,ada benjolan/tidak.
b. Palpasi : tidak ada nyeri tekan.
8. Pemeriksaan thorak
a. Pemeriksaan paru
 Inspeksi : batuk produktif/nonproduktif, terdapat
sputum yang kental dan sulit dikeluarkan, dengan
menggunakan otot-otot tambahan, sianosis.
Mekanika bernafas,pernafasan cuping hidung,
penggunaan oksigen,dan sulit bicara karena sesak
nafas.
 Palpasi : bernafas dengan menggunakan otot-otot
tambahan. Takikardi akan timbul diawal serangan,
kemudian diikuti sianosis sentral.
 Perkusi : lapang paru yang hipersonor pada perkusi.
 Auskultasi : respirasi terdengar kasar dan suara
mengi (wheezing) pada fase respirasi semakin
menonjol.
b. Pemeriksaan jantung
 Inspeksi : ictuscordis tidak tampak.
 Palpasi : ictus cordis terdengar di ICS V mid
clavicula kiri.
 Perkusi : pekak.
 Auskultasi : BJ 1dan BJ 2 terdengar tunggal, ada
suara tambaha/tidak.
9. Pemeriksaan abdomen
a. Inspeksi : bentuk tidak simetris.
b. Auskultasi : bising usus normal (5-30x/menit).
c. Palpasi : tidak ada nyeri tekan.
d. Perkusi : tympani.
10. Pemeriksaan integumen
a. Inspeksi : kulit berwarna sawo matang, tidak ada lesi,
tidak ada oedema.
b. Palpasi : integritas kulit baik, tidak ada nyeri tekan.
11. Pemeriksaan anggota gerak (ekstermitas)
a. Inspeksi : otot simetri, tidak ada fraktur.
b. Palpasi : tidak ada nyeri tekan.
12. Pemeriksaan genetalia dan sekitar anus
a. Inspeksi : tidak terdapat lesi, tidak ada benjolan, rambut
pubis merata.
b. Palpasi : tidak ada nyeri tekan.

D. Diagnosa Keperawatan
Diagnosis keperawatan bertujuan untuk mengidentifikasi respon
individu, keluarga dan komunitas yang dapat berkaitan dengan
kondisi kesehatan (Tim Pokja DPP PPNI SDKI, 2017). Berikut
beberapa diagnosa keperawatan yang mungkin muncul, yaitu:
1. (D.0001) Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif b.d benda asing
dalam jalan napas, respon alergi dan efek agen farmakologis.
2. (D.0003) Gangguan Pertukaran Gas b.d ketidakseimbangan
ventilasi-perfusi
3. (D.0005) Pola Napas Tidak Efektif b.d hambatan upaya napas
4. (D.0056) Intoleransi Aktivitas b.d ketidakseimbangan antara
suplai dan kebutuhan oksigen
5. (D.0080) Ansietas b.d kebutuhan tidak terpenuhi

E. Intervensi Keperawatan

Diagnosa
No Keperawatan Tujuan & Intervensi
yang Mungkin Kriteria Hasil Keperawatan
Muncul

1. Bersihan Jalan Setelah dilakukan Pemantauan


Napas Tidak intervensi dalam Respirasi (I.01014)
Efektif b.d 1x4 jam, masalah Observasi
benda asing bersihan jalan 1. Monitor
dalam jalan napas tidak efektif frekuensi, irama,
napas, respon diatasi dengan kedalaman dan
alergi dan efek kriteria hasil upaya nafas.
agen sebagai berikut : 2. Monitor pola
farmakologis Bersihan Jalan nafas (bradipnea,
(D.0001) Napas (L.01001) takipnea,
1. Mengi hiperventilasi,
menurun kussmaul,
(Nilai: 5) cheyne-stokes,
2. Dipsnea biot, ataksik).
menurun 3. Monitor saturasi
(Nilai: 5) oksigen.
3. Frekuensi 4. Monitor nilai
napas analisa gas darah
membaik (AGD)
(Nilai: 5) Terapeutik
4. Pola napas 1. Atur interval
membaik pemantauan
(Nilai: 5) respirasi sesuai
kondisi pasien.
2. Dokumentasikan
hasil pemantauan
respirasi sesuai
kondisi pasien.

Edukasi
1. Jelaskan tujuan
dan prosedur
pemantauan.
2. Informasikan
hasil
pemantauan, jika
perlu.

Manajemen Jalan
Napas (I.01011)
Observasi
1. Monitor bunyi
napas tambahan.

Terapeutik
1. Berikan posisi
semi fowler atau
fowler.
2. Berikan oksigen,
jika perlu.
Kolaborasi
1. Pemberian
bronkodilator,
jika perlu

2. Gangguan Setelah dilakukan Pemantauan


Pertukaran Gas intervensi dalam Respirasi (I.01014)
b.d perubahan 1x4 jam, masalah Observasi
membran gangguan 1. Monitor
alveolus-kapiler pertukaran gas frekuensi, irama,
(D.0003) diatasi dengan kedalaman dan
kriteria hasil upaya nafas.
sebagai berikut : 2. Monitor pola
Pertukaran Gas nafas (bradipnea,
(L.01003) takipnea,
1. Dispnea hiperventilasi,
menurun kussmaul,
(Nilai: 5) cheyne-stokes,
2. Bunyi napas biot, ataksik).
tambahan 3. Monitor saturasi
menurun oksigen.
(Nilai: 5) 4. Monitor nilai
3. Napas cuping analisa gas darah
hidung (AGD)
menurun
(Nilai: 5) Terapeutik
4. PCO2 1. Atur interval
membaik pemantauan
(Nilai: 5) respirasi sesuai
5. PO2 membaik kondisi pasien.
(Nilai: 5) 2. Dokumentasikan
6. Takikardi hasil pemantauan
membaik respirasi sesuai
(Nilai: 5) kondisi pasien.

Edukasi
1. Jelaskan tujuan
dan prosedur
pemantauan.
2. Informasikan
hasil
pemantauan, jika
perlu.

Manajemen Jalan
Napas (I.01011)
Observasi
1. Monitor bunyi
napas tambahan.

Terapeutik
1. Berikan posisi
semi fowler atau
fowler.
2. Berikan oksigen,
jika perlu.

Kolaborasi
1. Pemberian
bronkodilator,
jika perlu

3. Pola Napas Setelah dilakukan Pemantauan


Tidak Efektif intervensi dalam Respirasi (I.01014)
b.d hambatan 1x4 jam, masalah
upaya napas pola napas tidak Observasi
(D.0005) efektif diatasi 1. Monitor
dengan kriteria frekuensi, irama,
hasil sebagai kedalaman dan
berikut : upaya nafas.
Pola Napas 2. Monitor pola
(L.01004) nafas (bradipnea,
1. Dipsnea takipnea,
menurun hiperventilasi,
(Nilai: 5) kussmaul,
2. Penggunaan cheyne-stokes,
otot bantu biot, ataksik).
napas menurun 3. Monitor saturasi
(Nilai: 5) oksigen.
3. Pernapasan 4. Monitor nilai
cuping hidung analisa gas darah
menurun (AGD)
(Nilai: 5)
4. Frekuensi napas Terapeutik
membaik 1. Atur interval
(Nilai: 5) pemantauan
5. Kedalaman respirasi sesuai
napas membaik kondisi pasien.
(Nilai: 5) 2. Dokumentasikan
hasil pemantauan
respirasi sesuai
kondisi pasien.

Edukasi
1. Jelaskan tujuan
dan prosedur
pemantauan.
2. Informasikan
hasil
pemantauan, jika
perlu.

Manajemen Jalan
Napas (I.01011)
Observasi
1. Monitor bunyi
napas tambahan.

Terapeutik
1. Berikan posisi
semi fowler atau
fowler.
2. Berikan oksigen,
jika perlu.

Kolaborasi
1. Pemberian
bronkodilator,
jika perlu.

4. Intoleransi Setelah dilakukan Terapi Aktivitas


aktivitas b.d intervensi dalam (I.05186)
ketidak 1x24 jam, masalah Observasi
seimbangan intleransi aktivitas 1. Identifikasi
antara suplai dan diatasi dengan defisit aktivitas
kebutuhan kriteria hasil 2. Identifikasi
oksigen sebagai berikut : kemampuan
(D.0056) Toleransi Aktivitas beraktivitas
(L.05047) dalam aktivitas
1. Saturasi
oksigen tertentu
meningkat 3. Identifikasi
(Nilai: 5) strategi
2. Kemudahan meningkatkan
dalam partisipasi dalam
melakukan aktivitas
aktivitas
sehari-hari Terapeutik
meningkat 1. Fasilitasi memilih
(Nilai: 5) aktivitas dan
3. Dipsnea saat tetapkan tujuan
aktivitas aktivitas yang
menurun konsisten sesuai
(Nilai: 5) kemampuan fisik,
4. Dipsnea psikologi dan
setelah sosial.
aktivitas 2. Fasilitasi makna
menurun aktivitas yang
(Nilai: 5) dipilih
5. Frekuensi 3. Fasilitasi pasien
napas dan keluarga
membaik dalam
(Nilai: 5) menyesuaikan
lingkungan untuk
mengakomodasi
aktivitas yang
dipilih
4. Jadwalkan
aktivitas dan
rutinitas sehari-
hari
5. Berikan
penguatan positif
atas partisipasi
dalam aktivitas

Edukasi
1. Anjurkan
melakukan
aktivitas fisik,
sosial, spiritual,
dan kognitif
dalam menjaga
fungsi dan
kesehatan
2. Anjurkan terlibat
dalam aktivitas
kelompok atau
terapi.

Kolaborasi
1. Rujuk pada pusat
atau program
aktivitas
komunitas

5. Ansietas b.d Setelah dilakukan Terapi Relaksasi


kebutuhan tidak intervensi dalam (I.09326)
terpenuhi 1x4 jam, masalah Observasi
(D.0080) ansietas diatasi 1. Identifikasi
dengan kriteria teknik relaksasi
hasil sebagai yang pernah
berikut : efektif digunakan
2. Identifikasi
Tingkat Ansietas kesediaan,
(L.09093) kemampuan dan
1. Verbalisasi penggunaan
khawatir teknik
akibat kondisi sebelumnya.
yang dihadapi 3. Monitor respon
menurun terhadap terapi
(Nilai: 5) relaksasi.
2. Frekuensi
pernapasan Terapeutik
membaik 1. Ciptakan
(Nilai: 5) lingkungan
3. Pola tidur tenang dan tanpa
membaik gangguan dengan
(Nilai: 5) pencahayaan dan
suhu ruang yang
nyaman.
2. Gunakan nada
suara lembut
dengan irama
lambat dan
berirama.

Edukasi
1. Jelaskan tujuan,
manfaat, batasan
dan jenis
relaksasi yang
tersedia.
2. Jelaskan secara
rinci intervensi
relaksasi yang
dipilih.
3. Anjurkan
mengambil posisi
yang nyaman.
4. Anjurkan rileks
dan merasakan
sensasi relaksasi
5. Anjurkan sering
mengulangi dan
melatih teknik
yang dipilih.
BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Asma bronkhial adalah penyakit pada sistem pernapasan yang
bersifat heterogen, biasanya ditandai dengan peradangan saluran napas
kronis. Hal itu ditandai dengan adanya riwayat gejala pernapasan seperti
mengi ekspirasi, napas pendek, sesak dada dan batuk yang bervariasi dari
waktu ke waktu dan dalam intensitas bersamaan dengan keterbatasan
aliran udara ekspirasi.
Gejala kemunculan asma bronkhial ini sangat mendadak, sehingga
gangguan asma bisa datang secara tiba-tiba. Jika tidak mendapatkan
pertolongan secepatnya, resiko kematian bisa datang. Gangguan asma
bronkial juga bisa muncul lantaran adanya radang yang mengakibatkan
penyempitan saluran pernafasan bagian bawah. Penyempitan ini akibat
berkerutnya otot polos saluran pernafasan, pembengkakan selaput lendir,
dan pembentukan timbunan lendir yang berlebih.
Asma bronkhiale dibagi menjadi tiga jenis berdasarkan
penyebabnya yaitu asma ekstrinsik atau alergik, asma idiopatik atau
ekstrinsik dan mixed asma (campuran dari kedua asma).
3.2 SARAN
Hasil pembuatan makalah ini diharapkan dapat memberikan
informasi dan tambahan pengetahuan dalam ilmu keperawatan khususnya
dalam pemahaman tentang konsep asuhan keperawatan sistem pernapasan
dengan kasus TB paru dan asma bronkhiale sehingga penulis menyarankan
kepada para pembaca khusunya mahasiswa keperawatan agar bisa
mengaplikasikan dengan tepat perihal tindakan atau asuhan keperawatan
yang dilakukan.
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2018. Buku Ajar keperawatan medikal bedah, edisi 8 vol 3.
Jakarta: EGC

Carpenito, L.J. 2017. Diagnosa Keperawatan, Aplikasi pada Praktik Klinis, edisi
6. Jakarta: EGC

Corwin, EJ. 2019. Buku Saku Patofisiologi, 3 Edisi Revisi. Jakarta: EGC

Departemen Kesehatan Republik Indonesia 2018. Pedoman Nasional


Penanggulangan Tuberkulosis, Depkes RI: Jakarta.

Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. 2018. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam edisi ketiga. Balai Penerbit FKUI: Jakarta.

Tambayong, J. 2018. Patofisiologi untuk Keperawatan. EGC: Jakarta.

Adane, K., Spigt, M., Winkens, B., & Dinant, G. (2019). Articles Tuberculosis
case detection by trained inmate peer educators in a resource-limited prison
setting in Ethiopia : a cluster-randomised trial. The Lancet Global Health, 7(4),
e482–e491. https://doi.org/10.1016/S2214-109X(18)30477-7

Agustina, Y., Amin, M., & Sukartini, T. (2017). Health Coaching Berbasis Health
Promotion Model Terhadap Peningkatan Efikasi Diri dan Perilaku Pencegahan
Penularan Pada Pasien TB Paru. Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes,
VIII, 172–179.

Anita, dkk (2020). Management Keperawatan Sesak Nafas pada Pasien Asma di
Unit Gawat Darurat : Literature Review. Universitas Surakarta

Arif, dkk (2009). Peran Komunikasi, Informasi dan Edukasi Pada Asma Anak Vol
10, No 5. Medan: Sari Pediatri

Christina, dkk (2013). Penanganan Perioperatif Pada Asma. Jurnal Biomedik


(JBM), Vol 5, No 1, hlm 10-16. Manado
Destriana, dkk (2015) Peran Perawat Tentang Penanganan Asma Pada Anak Di
IGD Puskesmas Sibela Mojosongo Surakarta. Stikes Kusuma Husada.
Surakarta

Muslimah (2020) Asuhan Keperawatan Gangguan Kebutuhan Oksigenasi Pada


Pasien Asma Bronkial Di Ruang Melati Rsud Dr. H. Abdul Moeloek
Provinsi Lampung Tahun 2020. Diploma Thesis, Poltekkes Tanjungkarang.

Nugroho, S. (2009). Terapi Pernapasan Pada Penderita Asma. Medikora, (1).


Dosen Pendidikan Olahraga Kesehatan Fakultas Ilmu Keolahragan
Universitas Negeri Yogyakarta

PPNI (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi daan Indikator


Diagnostik, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI

PPNI (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi daan Tindakan


Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI

PPNI (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi daan Kriteria


Hasil Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI

Rahmatunnisa (2020) Hubungan Penggunaan Kipas Angin Dengan Kekambuhan


Asma Bronkial Pada Anak Di Rumah Sakit Muhammadiyah
Palembang. Skripsi Thesis, Universitas Muhammadiyah Palembang.

Sukmawati, D. (2020). Penerapan Teknik Relaksasi Otot Progresif Terhadap


Penurunan Skor Kecemasan Pada Pasien Asma Di Puskesmas
Banguntapan I (Doctoral Dissertation, Poltekkes Kemenkes Yogyakarta).

Talenta, Hariesty (2019). Peran Perawat Sebagai Advokat Pasien Dalam


Pemberian Asuhan Keperawatan Di Pelayanan Kesehatan. Program Studi
Magister Ilmu Keperawatan, Universitas Sumatera Utara: Medan

Wijayanti, Reni (2019) Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dewasa Penderita


Asma Bronkial Dengan Masalah Keperawatan Ketidakefektifan Pola Nafas
Di Ruang Asoka Rsud Dr. Harjono Ponorogo. Tugas Akhir (D3) Thesis,
Universitas Muhammadiyah Ponorogo.

Anda mungkin juga menyukai