Disusun Oleh:
Kelompok 3
Di susun oleh :
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
PEMBAHASAN
2.1 DEFINISI
A. Definisi dari TB paru menurut beberapa ahli
Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan
oleh bakteri micro tuberculosis yang dapat menular melalui percikan
dahak. Tuberkulosis (TB) bukan penyakit keturunan atau kutukan dan
dapat disembuhkan dengan pengobatan teratur, diawasi oleh
Pengawasan Minum Obat (PMO). Tuberkulosis (TB) adalah penyakit
menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB. Sebagian besar
kuman TB menyerang paru tetapi bisa juga organ tubuh lainnya.
(Kemenkes, 2018)
Tuberkulosis atau TB adalah penyakit infeksius yang terutama
menyerang parenkim paru Tuberculosis paru adalah suatu penyakit
menular yang disebabkan oleh basil mikrobacterium tuberkolusis yang
merupakan salah satu penyakit saluran pemafasan bagian bawah
(Wijaya, 2019. Hal.137).
Tuberkulosis paru adalah suatu penyakit menular yang paling
sering mengenai parenkim paru, biasanya disebabkan oleh
mycobacterium tuberculosis (Smeltzer, 2017. Hal. 525).
Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit akibat kuman Mycobakterium
tuberkculosis sistemis sehingga dapat mengenai semua organ tubuh
dengan lokasi terbanyak di paru paru yang biasanya merupakan lokasi
infeksi primer (Arif Mansjoer, 2018).
Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksius yang terutama
menyerang parenkim paru. Tuberculosis dapat juga ditularkan ke
bagian tubuh lainnya, terutama meningen, ginjal, tulang, dan nodus
limfe (Suzanne dan Brenda, 2017).
B. Definisi dari asma bronkhial menurut beberapa ahli
Kata “Asthma” berasal dari bahasa yunani yang berarti “terengah-
engah” atau sukar bernapas. Menurut “United States National
Tuberculosis Association” 1967, Asma Bronkial adalah penyakit
inflamasi (peradangan) kronik saluran napas yang ditandai dengan
adanya mengi, batuk, dan rasa sesak di dada yang berulang dan timbul
terutama pada malam atau menjelang pagi akibat penyumbatan saluran
pernapasan (Infodatin, 2017)
Asma adalah penyakit heterogen, biasanya ditandai
dengan peradangan saluran napas kronis (Global Initiative
for Athma, 2018).
Asma Bronkial merupakan salah satu penyakit saluran pernafasan
yang banyak dijumpai pada anak-anak maupun dewasa. Menurut
global initiative for asthma (GINA) tahun 2015, asma didefinisikan
sebagai “ suatu penyakit yang heterogen, yang dikarakteristik oleh
adanya inflamasi kronis pada saluran pernafasan. Hal ini ditentukan
oleh adanya riwayat gejala gangguan pernafasan seperti mengi, nafas
terengah-engah dada terasa berat/tertekan, dan batuk, yang bervariasi
waktu dan intensitasnya, diikuti dengan keterbatasan aliran udara
ekspirasi yang bervariasi”, (Kementrian Kesehatan RI, 2017)
Saat ini penyakit asma masih menunjukkan prevalensi yang tinggi.
Berdasarkan data dari GINA (2011), di seluruh dunia diperkirakan
terdapat 300 juta orang menderita asma dan tahun 2025 diperkirakan
jumlah pasien asma mencapai 400 juta. Jumlah ini dapat saja lebih
besar mengingat asma merupakan penyakit yang underdiagnosed.
Buruknya kualitas udara dan berubahnya pola hidup masyarakat
diperkirakan menjadi penyebab meningkatnya penderita asma. Data
dari berbagai negara menunjukkan bahwa prevalensi penyakit asma
berkisar antara 1-18% (Infodatin, 2017).
Asma dibedakan menjadi 2 jenis, (Amin & Hardi, 2016) yakni :
1. Asma bronkial Penderita asma bronkial, hipersensitif dan
hiperaktif terhadap rangsangan dari luar, seperti debu
rumah, bulu binatang, asap dan bahan lain penyebab
alergi. Gejala kemunculannya sangat mendadak, sehingga
gangguan asma bisa datang secara tiba-tiba. Gangguan
asma bronkial juga bisa muncul lantaranadanya radang
yang mengakibatkan penyempitan saluran pernapasan
bagian bawah. Penyempitan iniakibat berkerutnya otot
polos saluran 8 pernapasan, pembengkakan selaput lendir,
dan pembentukan timbunan lendir yang berlebihan.
2. Asma kardial Asma yang timbul akibat adanya kelainan
jantung. Gejala asma kardial biasanya terjadi pada malam
hari, disertai sesak napas yang hebat. Kejadian ini disebut
nocturnal paroxymul dispnea. Biasanya terjadi pada saat
penderita sedang tidur.
2.2 ETIOLOGI
A. Etiologi TB paru menurut beberapa ahli :
Menurut Smeltzer & Bare (2017), Penyakit TB paru disebabkan
oleh kuman Mycobacterium tuberculosis yang bisa menularkan dengan
cara penderita penyakit TB paru aktif mengeluarkan organisme.
Individu yang rentan menghirup droplet dan bisa terinfeksi. Bakteria
ditransmisikan ke alveoli dan dapat memperbannyak diri. Reaksi
inflamasi menghasilkan eksudat di alveoli dan bronkopneumonia,
granuloma, dan jaringan fibrosa. Ketika pasien TB Paru batuk, bersin,
atau berbicara, maka secara tidak sengaja bisa tertular droplet nurkei
dan jatuh ke tanah, lantai atau tempat lainya. Akibat terkena sinar
matahari atau suhu panas, droplet atau nuklei dapat menguap.
Menguapnya droplet bakteri tuberculosis yang terkandung dalam
droplet nuklei terbang ke udara. Jika bakteri terhirup oleh orang sehat
maka orang itu berpotensi terkenan TB Paru.
Resiko tinggi yang tertular virus Tuberkulosis menurut Smeltzer &
Bare (2017) yaitu:
1. Mereka yang terlalu dekat kontak dengan pasien TB Paru yang
mempunyai TB Paru aktif.
2. Individu imunnosupresif (lansia, pasien dengan kanker, meraka
yang dalam terapi kortikosteroid atau mereka yang
terkontaminasi oleh HIV).
3. Mengunakan obat-obatan IV dan alkhoholik.
4. Individu tanpa perawatan kesehatan yang adekuat (tunawisma,
tahanan, etnik dan juga ras minoritas, terutama pada anak-anak
di bawah uiasa 15 tahun dan dewasa muda sekitar usia 15
sampai 44 tahun).
5. Gangguan medis yang sudah ada sebelumnya (diabetes, gagal
ginjal kronis, silikosis, dan penyimpanan gizi).
6. Individu yang tinggal di daerah perumahan yang kumuh atau
sub standar.
7. Pekerjaan (tenangga kerja kesehehatan, terutama yang
melakukan aktivitas yang mempunyai resiko tinggi).
2.4 PATOFISIOLOGI
A. Patofisiologi dari TB paru, yaitu:
Basil tuberkel yang mengcapai permukaan alveoli biasanya
diinhalasi sebagai suatu unit yang terdiri dari satu sampai tiga basil karena
gumpalan yang lebih besar cenderung tertahan di rongga hidung dan tidak
menyebabkan penyakit, setelah berada dalam ruang alveolus (biasanya dil
bagian bawah lobus atas atau di bagian atas lobus bawah) basil
tuberculosis ini membangkitkan reaksi peradangan. Lekosit
polimorfunuklear tampak pada tempat tersebut dan mefagosit bakteri
tetapi tidak membunuh organisme tersebut. Sesudah hari-hari pertama
maka lekosit diganti oleh magrofat (Wijaya, 2019, Hal. 138).
Alveoli yang terserang akan mengalami konsolidasi dan timbul
gejala-gejala pneumonia akut. Basil juga menyebar melalui kelenjar limfe
regional, Makrofag yang mengalami infiltrasi menjadi lebih panjang dan
sebagian bersatu sehingga membentuk sel tuberkel spiteloid yang
dikelilingi oleh limfosit. Reaksi ini biasanya berlangsung selama 10-20
hari. Nekrosis bagian sentral lesi memberikan gambaran yang relatif padat
seperti keju, lesi nekrosis ini disebut nekrosis kascosa. Daerah yang
mengalami nekrosis kaseosa dan jaringan granulasi disekitarnya yang
terdiri dari sel epiteloid dan fibroblas menimbulkan respon berbeda.
Jaringan granulasi menjadi lebih fibrosa, membentuk jaringan parut yang
akhirnya membentuk suatu kapsul yang mengelingi tuberkel (Wijaya,
2019. Hal. 138).
Lesi primer paru-paru disebut focus ghon dan gabungan
terserangnya kelenjar limfe regional dan lesi primer dinamakan kompleks
ghon. Kompleks ghon yang mengalami perkapuran ini dapat dilihat pada
orang sehat yang kebetulan menjalani pemeriksaan radiogram rutin.
Respon lain yang terjadi pada daerah nekrosis adalah percairan dimana
bahan cair lepas ke dalam bronkus dan menimbulkan kavitas. Materi
tubercular yang dilepaskan dari dinding kavitas akan masuk ke
percabangan trakeobronkial. Proses ini dapat terulang kembali pada bagian
lain dari paru atau basil dapat terbawa ke laring, telinga tengah atau usus.
Kavitas kecil dapat menutup sekalipun tanpa pengobatan dan
meninggalkan parut fibrosa( Wijaya. 2019, Hal. 138).
Bila peradangan mereda lumen bronkus dapat menyempit dan
tertutup oleh jaringan parut yang terdapat dekat dengan perbatasan
bronkus. Bahan perkejuan dapat mengental sehingga tidak dapat mengalir
melalui saluran yang ada dan lesi mirip dengan lesi berkapsul yang tidak
terlepas. Keadaan ini dapat tidak menimbulkan gejala dalam waktu lama
atau membentuk lagi hubungan dengan bronkus dan menjadi tempat
peradangan aktif. Penyakit dapat menyebar melalui saluran limfe atau
pembuluh darah (limfohematogen). Organisme yang lolos dari kelenjar
limfe akan memcapai aliran darah dalam jumlah yang lebih kecil yang
kadang-kadang dapat menimbulkan lesi pada berbagai organ lain
(ekstrapulmaner). Penyebaran hematogen merupakan suatu fenomena akut
yang biasanya menyebabkan tuberculosis milier. Ini terjadi apabila focus
nekrotik merusak pembuluh darah sehingga banyak organisme masuk ke
dalam sistem vascular dan tersebar ke dalam sistem vaskuler ke organ
organ tubuh (Wijaya, 2019. Hal. 138).
B. Patofisiologi dari asma bronkhiale, yaitu:
1. Asma ekstrinsik
Pada saat penderita menarik napas, udara akan masuk melalui hidung
menuju ke trakea. Ketika udara yang masuk itu bercampur dengan alergen
(debu, serbuk, bulu binatang, dll) megakibatkan terbentuk dan
terangsangnya antigen IgE. Karena hal tersebut, otomatis antigen akan
melepaskan produk-produk sel mastoit, yang dimana fungsi dari sel
mastoit dalam sistem imun tersebut yaitu membantu tubuh melawan
infeksi. Lepasnya sel-sel mastoit mengakibatkan terjadinya kontraksi otot
polos. Ketika otot polos berkontraksi, mengakibatkan bronkus menyempit
dan membatasi jumlah udara yang masuk dan keluar dari paru. Hal
tersebut dinamakan dengan bronkospasme. Terhambatnya jumlah oksigen
yang masuk menyebabkan penderita kesulitan bernapas, batuk dan disertai
mengi. Jika hal tersebut terjadi terus-menerus, maka si penderita
dikategorikan mengalami gejala asma.
2. Asma intrinsik
Proses terjadinya asma intrinsik hampir sama dengan asma
ekstrinsik. Bedanya hanya terletak pada faktor persipitasinya. Faktor
persipitasi dari asma intrinsik seperti olahraga, infeksi saluran
pernapasan, udara yang dingin, emosi, lingkungan, dll. Misal kita
mengambil faktor pencetus yang udara dingin. Udara dingin masuk
melalui hidung dan menuju ke trakea hingga sampai di bronkiolus.
Saluran pernapasan yang hanya dilapisi oleh cairan tipis, menjadi
kering karena udara dingin tersebut. Akibatnya saluran pernapasan
mengalami iritasi dan pembengkakan sehingga memperparah gejala
asma yang kambuh. Tak hanya itu, udara dingin mengakibatkan
produksi lendir di paru dan tenggorokan semakin banyak. Tak hanya
diproduksi lebih banyak, namun lendir tersebut lebih kental dari
biasanya. Ketika produksinya terlalu banyak, maka lendir tersebut
sukar untuk dikeluarkan dan berakhir dengan menyumbat saluran
pernapasan. Tersumbatnya saluran pernapasan membuat penderita
kekurangan oksigen sehingga berefek pada kambuhnya gejala asma.
2.5 PENATALAKSANAAN
A. Penatalaksanaan TB paru
1. Penatalaksanaan Medis
Dalam pengobatan TB paru dibagi 2 bagian:
a. Jangka pendek. Dengan tata cara pengobatan setiap hari dengan
jangka waktu 1-3 bulan.
1) Streptomisin inj 750 mg.
2) Pas 10 mg.
3) Ethambutol 1000 mg.
4) Isoniazid 400 mg.
b. Kemudian dilanjutkan dengan jangka panjang, tata cara
pengobatannya adalah setiap 2 x seminggu, selama 13-18
bulan, tetapi setelah perkembangan pengobatan ditemukan
terapi. Therapi TB paru dapat dilakukan dengan minum obat
saja, obat yang diberikan dengan jenis:
1) INH.
2) Rifampicin
3) Ethambutol.
Dengan fase selama 2 x seminggu, dengan lama
pengobatan kesembuhan menjadi 6-9 bulan.
c. Dengan menggunakan obat program TB paru kombipack bila
ditemukan dalam pemeriksan sputum BTA (+) dengan
kombinasi obat:
1) Rifampicin.
2) Isoniazid (INH).
3) Ethambutol
4) Pyridoxin (B6).
2. Penatalaksanaan Keperawatan
Menurut Hidayat (2018) perawatan anak dengan tuberculosis dapat
dilakukan dengan melakukan :
a. Pemantauan tanda-tanda infeksi sekunder
b. Pemberian oksigen yang adekuat
c. Latihan batuk efektif
d. Fisioterapi dada
e. Pemberian nutrisi yang adekuat
f. Kolaburasi pemberian obat antutuberkulosis (seperti: isoniazid,
streptomisin, etambutol, rifamfisin, pirazinamid dan lain-lain)
g. Intervensi yang dapat dilakukan untuk menstimulasi
pertumbuhan perkembangan anak yang tenderita tuberculosis
dengan membantu memenuhi kebutuhan aktivitas sesuai
dengan usia dan tugas perkembangan, yaitu (Suriadi dan
Yuliani, 2019):
1. Memberikan aktivitas ringan yang sesuai dengan usia anak
(permainan, ketrampilan tangan, vidio game, televisi)
2. Memberikan makanan yang menarik untuk memberikan
stimulus yang bervariasi bagi anak
3. Melibatkan anak dalam mengatur jadual harian dan
memilih aktivitas yang diinginkan
4. Mengijinkan anak untuk mengerjakan tugas sekolah selama
di rumah sakit, menganjurkan anak untuk berhubungan
dengan teman melalui telepon jika memungkinkan.
B. Penatalaksanaan asma bronkhiale
Tujuan utama penatalaksanaan Asma adalah mencapai asma
terkontrol sehingga penderita asma dapat hidup normal tanpa hambatan
dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Pada prinsipnya penatalaksanaan
asma dibagi menjadi 2, yaitu : penatalaksanaan asma jangka panjang dan
penatalaksanaan asma akut/saat serangan.
1. Tatalaksana Asma Jangka Panjang
Prinsip utama tatalaksana jangka panjang adalah edukasi,
obat Asma (pengontrol dan pelega), dan menjaga kebugaran
(senam asma). Obat pelega diberikan pada saat serangan, obat
pengontrol ditujukan untuk pencegahan serangan dan diberikan
dalam jangka panjang dan terus menerus.
2) Tindakan keperawatan
3) Informed Consent
1. Cuci sarung bantal, guling, seprei dan selimut dengan air panas
(36-60C) seminggu sekali
2. Ganti karpet dengan linoleum atau lantai kayu
3. Ganti furniture berlapis kain dengan berlapis kulit
4. Gunakan pembersih vakum
5. Cuci mainan kainan dengan air panas
I. Keluhan Utama
Keluhan yang dirasakan pasien
II. Riwayat Penyakit Sekarang
Perjalanan penyakit pasien yang sedang dialami saat ini
III. Riwayat Penyakit Dahulu
Penyakit yang diderita klien yang berhubungan dengan
penyakit saat ini atau penyakit yang mungkin dapat
dipengaruhi atau mempengaruhi penyakit yang diderita
klien saat ini
IV. Riwayat Penyakit Keluarga
Dihubungkan dengan kemungkinan adanya penyakit
keturunan untuk mengidentifikasi adanya sifat genetik atau
penyaki yang memiliki kecendrungan familiar, untuk
mengkaji kebiasaan keluarga dan terpapar penyakit menular
dapat mempengaruhi anggota keluarga.
A. Pemeriksaan Fisik
1. Kesadaran : normal, composmentis (kesadaran penuh)
2. Ttv
Tekanan Darah
Nadi
Suhu
Respirasi Rate
3. Head To Toe
Pemeriksaan fisik Dilakukan dengan cara inspeksi, palpasi,
perkusi, dan auskultasi terhadap berbagai sistem tubuh. Untuk
mendapatkan informasi tentang masalah kesehatan yang
potensial.
a) Keadaan umum Keadaan umum meliputi penampilan
umum, postur tubuh, gaya bicara, mimik wajah.
b) Tanda-tanda vital Bertujuan untuk mengetahui keadaan
tekanan darah, nadi, pernafasan, suhu tubuh.
c) Kulit Kaji keadaan kulit mengenai tekstur, kelembaban,
turgor, warna dan fungsi perabaan, pruritus, perubahan
warna lain, jerawat, erupsi, kering berlebih, selain itu
perlu dikaji apakah ada sianosis.
d) Kepala Kaji cedera lain seperti memar pada kepala,
periksa kebersihan dan keutuhan rambut.
e) Mata Periksa mata untuk mengetahui ada tidak nya
nyeri tekan, kaji reflek cahaya, edema kelopak mata.
f) Hidung Perdarahan hidung (epitaksis), kaji cairan
keluar dari hidung, ada tidaknya sumbatan.
g) Telinga Kaji ada tidaknya sakit telinga, rabas, bukti
kehilangan pendengaran.
h) Mulut Pernafasan mulut, perdarahan gusi, kaedaan gigi,
jumlah gigi, kaji kelembaban mukosa, warna mukosa
bibir.
i) Tenggorokan Sakit tenggorokan, kaji adanya
kemerahan atau edema, kaji ada tidaknya kesulitan
dalam menelan, tersedak, serak atau ketidakteraturan
suara lain.
j) Leher Kaji nyeri, keterbatasan gerak, kekakuan,
kesulitan menahan kepala lurus, pembesaran tiroid,
pembesaran nodus atau massa lain.
k) Dada Kaji kesimetrisan bentuk dada, pembesaran
payudara, pembesaran nodus remaja, tanyakan tentang
pemeriksaan payudara.
1. Inspeksi dada
Pada Pemeriksaan ini pemeriksa melihat
gerakan dinding dada, bandingkan kesimetrisan
dinding dada kiri dan kanan. Lihat adanya bekas
luka, bekas operasi, atau adanya lesi. Perhatikan
warna kulit daerah dada. Kaji pola pernafasan
pasien, perhatikan adanya retraksi interkosta,
dan penggunaan otot bantu nafas.
2. Palpasi dada
Pada Pemeriksaan pertama dilakukan oleh
pemeriksa yaitu, meletakan tangan di atas kedua
dinding dada. Rasakan kesimetrisan
pengembangan dinding dada saat inspirasi dan
ekspirasi. Selanjutnya, rasakan adanya massa
dan krepitasi (jika terjadi fraktur). Setelah itu,
lakukan Pemeriksaan taktil fremitus dengan cara
letakan tangan diatas dada, lalu minta pasien
mengatakan “tujuh tujuh” atau “Sembilan
Sembilan”. Lakukan Pemeriksaan disemua
lapang paru. Prinsip Pemeriksaan adalah getaran
suara akan merambat melalui udara yang ada
dalam paru–paru (vibrasi) dan saat bicara,
getaran ini akan terasa dari luar dinding dada.
3. Perkusi paru
Suara perkusi normal adalah suara perkusi
sonor, yaitu suara seperti bunyi “dug-dug”.
Pemeriksaan ini dilakukan dengan mengetuk
pada seluruh lapang paru pada ruang interkosta
(dilakukan di antara dua kosta atau ICS ). Pada
area jantung akan menghasilkan bunyi peka
(ICS 3–5, sebelah kiri sternum). Hasil perkusi
juga akan terdengar pekak pada daerah hepar
dan daerah payudara.
4. Auskultasi
Auskultasi dilakukan dengan cara sebagai
berikut:
1) Anjurkan pasien untuk bernafas normal.
Setelah beberapa saat, letakan stetoskop
pada ICS 2 kanan, minta pasien bernafas
panjang
2) Bandingkan suara terdengar di lapang
paru kiri dan kanan
3) Dengar apakah ada suara nafas tambahan
di semua lapang paru. Suara nafas
normal sebagai berikut :
a. Vasikuler: suara ini terdengar halus.
Biasa didengar di lapang paru. Suara ini
dihasilkan oleh perputaran udara dalam
alveoli (inspirasi > ekspirasi).
b. Bronkovasikuler: suara ini biasa
didengar di ICS 1 dan 2 kiri dan kanan.
Suara ini dihasilkan dari perputaran
udara dari saluran besar menuju saluran
lebih kecil (inspirasi= ekspirasi)
c. Bronkhial: suaranya terdengar kerasa
dan karas. suara ini dihasilkan dari
perputaran udara melalui trakea
(ekspirasi > inspirasi).
l) Kardiovaskuler
Kaji warna konjungtiva, ada tidaknya sianosis, warna
bibir, adanya peningkatan tekanan vena jugularis, kaji
bunyi jantung pada dada, pengukuran tekanan darah,
dan frekuensi nadi.
m) Adbomen
Kaji bentuk adbomen, keadaan luka, kaji tanda-tanda
infeksi, perkusi area abdomen.
n) Punggung dan bokong
Kaji bentuk punggung dan bokong, kaji ekstremitas:
CRT, turgor kulit, kekuatan otot, refleks bisep, trisep,
refleks patela, dan achiles.
o) Genitalia
Kaji kebersihan genitalia, kebiasaan BAK
p) Anus
Kaji BAB dan keadaan di area anus.
q) Sistem persyarafan
Kaji adanya penurunan sensasi sensori, nyeri penurunan
refleks, nyeri kepala, fungsi syaraf kranial dan fungsi
serebral, kejang, tremor.
B. Pola-Pola Kesehatan
1. Pola Personal Higiene (Mandi, Sikat gigi, Cuci rambut)
Bagaimana individu tersebut membersihkan dirinya dengan
mandiri, adanya faktor resiko sehubung dengan kesehatan yang
berkaitan dengan oksigenasi.
2. Pola Nutrisi
Untuk mendapatkan informasi tentang keadekuatan masukan
diet dan pola makan
3. Pola Cairan
Untuk mendapatkan informasi tentang keadekuatan masukan
cairan dan pola minum
4. Pola Eliminasi
Perubahan pola defekasi (darah pada feses, nyeri saat devekasi)
perubahan berkemih (perubahan warna, jumlah, frekuensi)
5. Pola Aktifitas
Adanya kelemahan atau keletihan, aktivitas yang
mempengaruhi kebutuhan oksigenasi seseorang. Aktivitas
berlebih dibutuhkan oksigen yang banyak. Orang yang biasa
olahraga memiliki peningkatan aktivitas metabolisme tubuh.
Mengungkapkan pola aktivitas pasien sebelum sakit dan
sesudah sakit. Meliputi nutrisi, eliminasi, personal hygene,
istirahat tidur, aktivitas dan gaya hidup.
1) Data psikologis
Kemungkinan klien memperlihatkan kecemasan terhadap
penyakitnya, hal ini diakibatkan karena proses penyakit
lama dan kurangnya pengetahuan tentang prosedur
tindakan akan dilakukan. Kaji ungkapan pasien tentang
ketidakmampuan koping, perasaan negatif tentang tubuh
serta konsep diri klien
2) Data sosial
Perlu dikaji tentang keyakinan pasien tentang
kesembuhannya dihubungkan dengan agama dianut pasien
dan bagaimana persepsi pasien terhadap penyakitnya,
bagaiman aktifitas pasien selama menjalani perawatan di
rumah sakit dan siapa menjadi pendorong atau pemberi
motivasi untuk kesembuhan
3) Riwayat seksual
Untuk mendapatkan informasi tentang masalah dan atau
aktivitas orang muda dan adanya data berhubungan
dengan aktivitas seksual
4) Data spiritual
Perlu dikaji tentang persepsi pasien terhadap dirinya
sehubungan dengan kondisi sekitarnya, hubungan pasien
dengan perawat, dokter dan tim kesehatan lainnya.
Biasanya pasien akan ikut serta dalam aktifitas sosial atau
menarik diri dari interaksi sosial terutama jika sudah
terjadi komplikasi fisik seperti anemia, ulkus, gangren dan
gangguan penglihatan
6. Pola Istirahat dan Tidur
Adanya gangguan oksigenasi menyebabkan perubahan pola
istirahat
7. Pola Kognitif
Rasa kecap lidah berfungsi atau tidak, gambaran indera pasien
terganggu atau tidak, penggunaan alat bantu dalam pengindraan
pasien
8. Pola Hubungan Psikososial (Konsep Diri)
Keadaan sosial yang mempengaruhi oksigenasi seseorang
9. Pola Reproduksi dan Seksual
Pada pasien yang memiliki gangguan oksigenasi cenderung
tidak mampu berhubungan intim
10. Pola Penanggulangan Setress (Koping)
Adanya stress yang mempengaruhi ke oksigenasi
11. Pola Persepsi Spiritual
Status ekonomi dan budaya yang mempengaruhi oksigenasi,
adanya patungan atau larangan minuman tertentu dalam agama
pasien.
C. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang dapat dilakukan dengan memantau analisa
dan pemeriksaan USG, pemeriksaan foto rontgen, pemeriksaan
laborarorium urin.
D. Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan napas tidak efektif b.d spasme jalan napas
d.d wheezing (D.0001)
2. Gangguan pertukaran gas b.d ketidak seimbangan ventilasi
perfusi d.d bunyi napas tambahan (D.0003)
3. Pola napas tidak efektif b.d hambatan upaya napas d.d
pernapasan cuping hidung (D.0005)
4. Defisit nutrisi b.d kurangnya asupan makanan d.d membran
mulosa pucat (D.0019)
5. Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplai
dan kebutuhan oksigen d.d penyakit paru obstruktif kronis
(PPOK) (D.0056)
E. Intervensi
Menurut standar intervensi keperawatan indonesia SIKI DPP
PPNI, 2018 intervensi keperawatan adalah segala treatment yang
dikerjakan oleh perawat didasarkan pada pengetahuan dan
penilaian krisis untuk mencapai luaran (outcome) yang di
harapkan, sedangkan tindakan keperawatan adalah prilaku atau
aktivitas spesifik dikerjakan oleh perawat untuk
mengimpementasikan intervensi keperawatan. Standar Intervensi
Keperawatan Indonesia menggunakan sistem klasifiksai sama
dengan SDKI. Sistem klasifikasi diadaptasi dari sistem klasifikasi
international classification of nursing precite (ICNP) yang
dikembangkan oleh International Council of Nursing (ICN) sejak
tahun 1991. Komponen ini merupakan rangkaian prilaku atau
aktivitas dikerjakan oleh perawat untuk mengimplementasikan
intervensi keperawatan. tindakan-tindakan pada intervensi
keperawatan terdiri atas observasi, teraupetik, edukasi dan
kolaborasi (Berman et al, 2015: Potter dan Perry, 2013; Seba,
2007; Wilkinson et al, 2016). Dalam menentukan intervensi
keperawatan, perawat perlu mempertimbangkan beberapa faktor
yaitu: karakteristik diagnosis keperawatan, luaran (outcome)
keperawatan yang diharapkan, kemampulaksanaan intervensi
keperawatan, kemampuan perawat, penerimaan pasien, hasil
penelitian.
1. Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif (D.0001)
Kriteria Hasil
Luaran Utama : Bersihan Jalan Napas
(L.01001)
: Ekspektasi (meningkat)
Kriteria Hasil :
Terapeutik :
4. Pertahanan kepatenan jalan napas dengan headtilt dan chin-
lift (jaw-thrust jika curiga trauma servikal)
5. Posisikan semi-fowler
6. Berikan minuman hangat
7. Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
8. Lakukan penghisapan lendir kurang 15 detik
9. Lakukan hiperoksigenasi sebelum penghisapan endotrakeal
10. Keluarkan sumbatan benda padat dengan forsep McGiil
11. Berikan oksigen jika perlu
Edukasi :
12. Ancurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika tidak
kontaindikasi
13. Ajarkan teknik batuk efektif
Kalaborasi :
14. Kalaborasikan pemberian bronkondilator, ekspetoran,
mukolitik, jika perlu
Pemantauan respirasi (I.01014)
Observasi :
1. Monitor frekuensi, irama, kedalaman upaya napas
2. Monitor pola napas (seperti bradipnea, takipnea,
hiperventilasi, kussmaul, cheyne-stokes, biot, aktaksis)
3. Monitor kemampuan batuk efektif
4. Monitor adanya produksi sputum
5. Monitor adanya sumbatan jalan napas
6. Monitor saturasi oksigen
7. Monitor nilai AGD
8. Monitor hasil x-ray thoraks
Terapeutik :
9. Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien
10. Dokumentasi hasil pemantauan respirasi sesuai kondisi
pasien
Edukasi :
1. Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
2. Informasikan pemantauan, jika perlu
2. Gangguan Pertukaran Gas (D.0003)
Kriteria Hasil
: Ekspektasi (meningkat)
Kriteria Hasil :
Intervensi Utama
Terapeutik
Edukasi
2) Terapi oksigen
Observasi
1. Monitor kecepatan aliran oksigen
2. Monitor posisi alat terapi oksigen
3. Monitor aliran oksigen secara periodik dan pastikan fraksi
yang diberikan cukup
4. Monitor efektifitas terapi oksigen
5. Monitor kemampuan melepaskan oksigen saat makan
6. Monitor tanda-tanda hipoventilasi
7. Monitor tanda – tanda dan gejala toksikasi oksigen dan
etelektasis
8. Monitor tingkat kecemasan akibat terapi oksigen
9. Monitor integritas mukosa hidung akibat pemasangan
oksigen
Terapeutik
Edukasi
Kolaborasi
Kasitas Vital 1 2 3 4 5
Tekanan Ekspirasi 1 2 3 4 5
Tekanan Inspirasi 1 2 3 4 5
Ortopnea 1 2 3 4 5
Pernapasan pursed-lip 1 2 3 4 5
Kedalam Napas 1 2 3 4 5
Ekskursi dada 1 2 3 4 5
Intervensi Utama :
a) Manajemen Jalan Napas (1.01011)
Obsevasi
1. Monitor pola napas (frekuensi,kedalaman,usaha napas)
2. Monitor bunyi tambahan (Mis, gurgling, mengi. wheezing,
ronkhi kering)
3. Monitor sputum (Jumlah,warna,aroma)
Teraupetik
4. Pertahankan kepatenan jalan napas denagn head-tilt dan chin-
lift (jaw-thrust jika curuga trauma servikal)
5. Posisiskan semi fowler atau fowler
6. Berikan minuman hangat
7. Lakukan fisioterapi dada, jika perliu
8. Lakukan penghisapan lender kurang dari 15 detik
9. Lakukan hiperoksigonasi sebelum penghisapan endotrakeal
10. Keluarkan sumbatan benda padat dengan forsep McGill
11. Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi
12. Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika tidak kontraindikasi
13. Ajarkan Teknik batuk efektif
b) Pemantauan Respirasi (I.01014)
Observasi
1. Monitor frekuensi,irama,kedalaman dan upaya napas
2. Monitor pola napas (seperti bradypnea, takipnea, hiperventilasi,
kussmaul, Cheyne-stokes, biot, ataksik)
3. Monitor kemampuan batuk efektif
4. Monitor adanya produksi sputum
5. Monitor adanya sumbatan jalan napas
6. Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
7. Auskultasi bunyi napas
8. Monitor saturasi oksigen
9. Monitor nilai AG D
10. Monitor hasil x-ray toraks
Teraupetik
11. Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien
12. Dokumenmtasikan hasil pemantauan
Edukasi
13. Jelaskan tujuan dan prosedur pematuan
14. Informasikan hasil pemtauan, jika perlu
4. Defisit Nutrisi (D.0019)
Luaran Utama : Status Nutrisi (L.03030)
: Ekspektasi (Membaik)
Kriteria Hasil :
Menurun Cukup Seda Cukup meningk
menurun ng meningk at
at
Porsi makanan yang 1 2 3 4 5
di habiskan
Kekuatan otot 1 2 3 4 5
mengunyah 1 2 3 4 5
Kekuatan otot menelan
Serum albumin 1 2 3 4 5
Verbalisasi keinginan
untuk meningkatkan 1 2 3 4 5
nutrisi
Pengetahuan tentang 1 2 3 4 5
pilihan minuman yang
sehat 1 2 3 4 5
Pengetahuan tentang
standar asupan nutrisi 1 2 3 4 5
yang tepat
Penyiapan dan 1 2 3 4 5
penyimpanan makanan
yang aman
Penyiapan dan
penyimpanan minuman
yang aman
Sikap terhadap
Makanan / minuman
sesuai
Dengan tujuan
kesehatan
Meningka Cukup Seda Cukup Menuru
t meningka ng menuru n
t n
Perasaan cepat 1 2 3 4 5
kenyang 1 2 3 4 5
Nyeri abdomen 1 2 3 4 5
Sariawan 1 2 3 4 5
Rambut rontok 1 2 3 4 5
Diare
Memburu Cukup Seda Cukup membai
k memburu ng membai k
k k
Berat badan 1 2 3 4 5
Indeks Massa Tubuh 1 2 3 4 5
(IMT) 1 2 3 4 5
Frekuensi makan 1 2 3 4 5
Nafsu makan 1 2 3 4 5
Bising usus 1 2 3 4 5
Tebal lipatan kulit 1 2 3 4 5
trisep
Membran mukosa
a) Manajemen Nutrisi (I.03119)
Observasi
1. Identifikasi status nutrisi
2. Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
3. Identifikasi makanan yang di sukai
4. Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrien
5. Identifikasi perlunya penggunaan selang nasogastrik
6. Monitor asupan makanan
7. Monitor berat badan
8. Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
Terapeutik
9. Lakukan oral hygine sebelum makan, jika perlFasilitasi
menentukan pedomen diet ( mis, piramida makanan )
10. Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai
11. Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah konstipasi
12. Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein
13. Berikan suplemen, jika perlu
14. Hentikan pemberian makanan sesuai selang nasogatrik jika
asupan oral dapat di toleransi
Edukasi
15. Anjurkan posisi duduk, jika mampu
16. Ajarkan diet yang di programkan
Kolaborasi
17. Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan ( mis,pedera
nyeri,antiemetik ), jika perlu
18. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori
dan jenis nutrien yang di butuhkan, jika perlu
5. Intoleransi Aktivitas (D.0056)
Luaran Utama : Toleransi Aktivitas (L.05047)
: Ekspektasi (Meningkat)
Kriteria Hasil :
Menurun Cukup Sedang Cukup Meningkat
Menurun Meningkat
Kemudahan melakukan aktivitas 1 2 3 4 5
sehari-hari
Kecepatan berjalan 1 2 3 4 5
Jarak berjalan 1 2 3 4 5
Kekuatan tubuh bagian atas 1 2 3 4 5
Kekuatan tubuh bagian bawah 1 2 3 4 5
Toleransi menaiki tangga 1 2 3 4 5
Intervensi Utama
a. Manajemen Energi
Observasi
1. Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan
kelelahan
2. Monitor kelelahan fisik dan emosional
3. Monitor pola dan jam tidur
4. Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama melakukan
aktivitas
Terapeutik
5. Sediakan lingkungan nyaman dan rendah stimulus (mis.
cahaya, suara, kunjungan)
6. Lakukan latihan rentang gerak pasif dan/atau aktif
7. Berikan aktivitas distraksi yang menenangkan
8. Fasilitasi duduk di sisi tempat tidur, jika tidak dapat
berpindah atau berjalan
Edukasi
9. Anjurkan tirah baring
10. Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap
11. Anjurkan menghubungi perawat jika tanda dan gejala
kelelahan tidak berkurang
12. Anjurkan strategi koping untuk mengurangi kelelahan
Kolaborasi
13. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan
asupan makanan
F. Implementasi
Implementasi keperawatan merupakan sebuah fase dimana perawat
melaksanakan rencana atau intervensi sudah dilaksanakan
sebelumnya. Implementasi keperawatan membutuhkan fleksibilitas
dan kreativitas perawat. Sebelum melakukan suatu tindakan,
perawat harus mengetahui alasan mengapa tindakan tersebut
dilakukan. Beberapa hal harus diperhatikan diantaranya tindakan
keperawatan dilakukan harus sesuai dengan tindakan sudah
direncanakan, dilakukan dengan cara tepat, aman, serta sesuai
dengan kondisi pasien, selalu dievaluasi mengenai keefektifan dan
selalu mendokumentasikan menurut urutan waktu. Aktivitas
dilakukan pada tahap implementasi dimulai dari pengkajian
lanjutan, membuat prioritas, menghitung alokasi tenaga, memulai
intervensi keperawatan, dan mendokumentasikan tindakan dan
respon klien terhadap tindakan yang telah dilakukan.
Jenis-jenis tindakan pada tahap pelaksanaan implementasi adalah:
a. Secara mandiri (independent) Tindakan diprakarsai oleh
perawat untuk membantu pasien dalam mengatasi
masalahnya dan menanggapi reaksi karena adanya stressor.
b. Saling ketergantungan (interdependent) Tindakan
keperawatan atas dasar kerja sama tim keperawatan dengan
tim kesehatan lainnya seperti: dokter, fisioterapi, dan
lainlain.
c. Rujukan/ketergantungan (Dependent) Tindakan
keperawatan atas dasar rujukan dan profesi lainnya
diantaranya dokter, psikiatri, ahli gizi, dan lainnya.
C. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum
Keadaan umum pada pasien asma yaitu compas metis, lemah,
dan sesak nafas.
2. Pemeriksaan kepala dan muka
a. Inspeksi : pemerataan rambut, berubah/tidak, simetris,
bentuk wajah.
b. Palpasi : tidak ada nyeri tekan, tidak rontok, tidak ada
oedema.
3. Pemeriksaan telinga
a. Inspeksi : simetris, tidak ada lesi, tidak ada nyeri tekan.
b. Palpasi : tidak ada nyeri tekan.
4. Pemeriksaan mata
a. Inspeksi : simetris, tidak ada lesi, tidak ada oedema,
konjungtiva anemis, reflek cahaya normal.
b. Palpasi : tidak ada nyeri tekan.
5. Pemeriksaan mulut dan farink
a. Inspeksi : mukosa bibir lemah, tidak ada lesi disekitar
mulut, biasanya ada kesulitan dalam menelan.
b. Palpasi : tidak ada pembesaran tonsil.
6. Pemeriksaan leher
a. Inspeksi : simetris, tidak ada peradangan, tidak ada
pembesaran kelenjar tiroid
b. Palpasi : tidak ada nyeri tekan.
7. Pemeriksaan payudara dan ketiak
a. Inspeksi : ketiak tumbuh rambut/tidak, kebersihan ketiak,
ada lesi/tidak,ada benjolan/tidak.
b. Palpasi : tidak ada nyeri tekan.
8. Pemeriksaan thorak
a. Pemeriksaan paru
Inspeksi : batuk produktif/nonproduktif, terdapat
sputum yang kental dan sulit dikeluarkan, dengan
menggunakan otot-otot tambahan, sianosis.
Mekanika bernafas,pernafasan cuping hidung,
penggunaan oksigen,dan sulit bicara karena sesak
nafas.
Palpasi : bernafas dengan menggunakan otot-otot
tambahan. Takikardi akan timbul diawal serangan,
kemudian diikuti sianosis sentral.
Perkusi : lapang paru yang hipersonor pada perkusi.
Auskultasi : respirasi terdengar kasar dan suara
mengi (wheezing) pada fase respirasi semakin
menonjol.
b. Pemeriksaan jantung
Inspeksi : ictuscordis tidak tampak.
Palpasi : ictus cordis terdengar di ICS V mid
clavicula kiri.
Perkusi : pekak.
Auskultasi : BJ 1dan BJ 2 terdengar tunggal, ada
suara tambaha/tidak.
9. Pemeriksaan abdomen
a. Inspeksi : bentuk tidak simetris.
b. Auskultasi : bising usus normal (5-30x/menit).
c. Palpasi : tidak ada nyeri tekan.
d. Perkusi : tympani.
10. Pemeriksaan integumen
a. Inspeksi : kulit berwarna sawo matang, tidak ada lesi,
tidak ada oedema.
b. Palpasi : integritas kulit baik, tidak ada nyeri tekan.
11. Pemeriksaan anggota gerak (ekstermitas)
a. Inspeksi : otot simetri, tidak ada fraktur.
b. Palpasi : tidak ada nyeri tekan.
12. Pemeriksaan genetalia dan sekitar anus
a. Inspeksi : tidak terdapat lesi, tidak ada benjolan, rambut
pubis merata.
b. Palpasi : tidak ada nyeri tekan.
D. Diagnosa Keperawatan
Diagnosis keperawatan bertujuan untuk mengidentifikasi respon
individu, keluarga dan komunitas yang dapat berkaitan dengan
kondisi kesehatan (Tim Pokja DPP PPNI SDKI, 2017). Berikut
beberapa diagnosa keperawatan yang mungkin muncul, yaitu:
1. (D.0001) Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif b.d benda asing
dalam jalan napas, respon alergi dan efek agen farmakologis.
2. (D.0003) Gangguan Pertukaran Gas b.d ketidakseimbangan
ventilasi-perfusi
3. (D.0005) Pola Napas Tidak Efektif b.d hambatan upaya napas
4. (D.0056) Intoleransi Aktivitas b.d ketidakseimbangan antara
suplai dan kebutuhan oksigen
5. (D.0080) Ansietas b.d kebutuhan tidak terpenuhi
E. Intervensi Keperawatan
Diagnosa
No Keperawatan Tujuan & Intervensi
yang Mungkin Kriteria Hasil Keperawatan
Muncul
Edukasi
1. Jelaskan tujuan
dan prosedur
pemantauan.
2. Informasikan
hasil
pemantauan, jika
perlu.
Manajemen Jalan
Napas (I.01011)
Observasi
1. Monitor bunyi
napas tambahan.
Terapeutik
1. Berikan posisi
semi fowler atau
fowler.
2. Berikan oksigen,
jika perlu.
Kolaborasi
1. Pemberian
bronkodilator,
jika perlu
Edukasi
1. Jelaskan tujuan
dan prosedur
pemantauan.
2. Informasikan
hasil
pemantauan, jika
perlu.
Manajemen Jalan
Napas (I.01011)
Observasi
1. Monitor bunyi
napas tambahan.
Terapeutik
1. Berikan posisi
semi fowler atau
fowler.
2. Berikan oksigen,
jika perlu.
Kolaborasi
1. Pemberian
bronkodilator,
jika perlu
Edukasi
1. Jelaskan tujuan
dan prosedur
pemantauan.
2. Informasikan
hasil
pemantauan, jika
perlu.
Manajemen Jalan
Napas (I.01011)
Observasi
1. Monitor bunyi
napas tambahan.
Terapeutik
1. Berikan posisi
semi fowler atau
fowler.
2. Berikan oksigen,
jika perlu.
Kolaborasi
1. Pemberian
bronkodilator,
jika perlu.
Edukasi
1. Anjurkan
melakukan
aktivitas fisik,
sosial, spiritual,
dan kognitif
dalam menjaga
fungsi dan
kesehatan
2. Anjurkan terlibat
dalam aktivitas
kelompok atau
terapi.
Kolaborasi
1. Rujuk pada pusat
atau program
aktivitas
komunitas
Edukasi
1. Jelaskan tujuan,
manfaat, batasan
dan jenis
relaksasi yang
tersedia.
2. Jelaskan secara
rinci intervensi
relaksasi yang
dipilih.
3. Anjurkan
mengambil posisi
yang nyaman.
4. Anjurkan rileks
dan merasakan
sensasi relaksasi
5. Anjurkan sering
mengulangi dan
melatih teknik
yang dipilih.
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Asma bronkhial adalah penyakit pada sistem pernapasan yang
bersifat heterogen, biasanya ditandai dengan peradangan saluran napas
kronis. Hal itu ditandai dengan adanya riwayat gejala pernapasan seperti
mengi ekspirasi, napas pendek, sesak dada dan batuk yang bervariasi dari
waktu ke waktu dan dalam intensitas bersamaan dengan keterbatasan
aliran udara ekspirasi.
Gejala kemunculan asma bronkhial ini sangat mendadak, sehingga
gangguan asma bisa datang secara tiba-tiba. Jika tidak mendapatkan
pertolongan secepatnya, resiko kematian bisa datang. Gangguan asma
bronkial juga bisa muncul lantaran adanya radang yang mengakibatkan
penyempitan saluran pernafasan bagian bawah. Penyempitan ini akibat
berkerutnya otot polos saluran pernafasan, pembengkakan selaput lendir,
dan pembentukan timbunan lendir yang berlebih.
Asma bronkhiale dibagi menjadi tiga jenis berdasarkan
penyebabnya yaitu asma ekstrinsik atau alergik, asma idiopatik atau
ekstrinsik dan mixed asma (campuran dari kedua asma).
3.2 SARAN
Hasil pembuatan makalah ini diharapkan dapat memberikan
informasi dan tambahan pengetahuan dalam ilmu keperawatan khususnya
dalam pemahaman tentang konsep asuhan keperawatan sistem pernapasan
dengan kasus TB paru dan asma bronkhiale sehingga penulis menyarankan
kepada para pembaca khusunya mahasiswa keperawatan agar bisa
mengaplikasikan dengan tepat perihal tindakan atau asuhan keperawatan
yang dilakukan.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth. 2018. Buku Ajar keperawatan medikal bedah, edisi 8 vol 3.
Jakarta: EGC
Carpenito, L.J. 2017. Diagnosa Keperawatan, Aplikasi pada Praktik Klinis, edisi
6. Jakarta: EGC
Corwin, EJ. 2019. Buku Saku Patofisiologi, 3 Edisi Revisi. Jakarta: EGC
Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. 2018. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam edisi ketiga. Balai Penerbit FKUI: Jakarta.
Adane, K., Spigt, M., Winkens, B., & Dinant, G. (2019). Articles Tuberculosis
case detection by trained inmate peer educators in a resource-limited prison
setting in Ethiopia : a cluster-randomised trial. The Lancet Global Health, 7(4),
e482–e491. https://doi.org/10.1016/S2214-109X(18)30477-7
Agustina, Y., Amin, M., & Sukartini, T. (2017). Health Coaching Berbasis Health
Promotion Model Terhadap Peningkatan Efikasi Diri dan Perilaku Pencegahan
Penularan Pada Pasien TB Paru. Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes,
VIII, 172–179.
Anita, dkk (2020). Management Keperawatan Sesak Nafas pada Pasien Asma di
Unit Gawat Darurat : Literature Review. Universitas Surakarta
Arif, dkk (2009). Peran Komunikasi, Informasi dan Edukasi Pada Asma Anak Vol
10, No 5. Medan: Sari Pediatri