Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

“ KONSEP PENYAKIT DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA TB PARU”

DISUSUN OLEH:

KELOMPOK 8: 1. RIZTI APRIANIGSIH

2. MASRIN

3. MUHAMAD FACHRUR AZHARI

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN ( STIKES) YAHYA BIMA

TAHUN AJARAN 2022\2023


Kata Pengantar

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan hidayah-Nya, penulis
dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul "KONSEP PENYAKIT DAN
ASUHAN KEPERAWATAN TB PARU" dengan tepat waktu.Makalah disusun untuk
memenuhi tugas Mata Pelajaran Sejarah. Selain itu, makalah ini bertujuan menambah
wawasan tentang manusia prasejarah bagi para pembaca dan juga bagi penulisPenulis
mengucapkan terima kasih kepada Ibu Nina selaku guru Mata Pelajaran Sejarah. Ucapan
terima kasih juga disampaikan kepada semua pihak yang telah membantu diselesaikannya
makalah ini.Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu,
saran dan kritik yang membangun diharapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Woha, 22,October 2022

Penyusun

Kelompok 8
PENDAHULUAN

A.LATAR BELAKANG

Penyakit tuberkulosis paru (TB paru) merupakan salah satu jenis penyakit

menular yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis dimana

seseorang dapat tertular melalui percikan ludah (droplet) ketika penderita TB

batuk, bersin, berbicara ataupun meludah.1

Meskipun penyakit ini merupakan

salah satu penyakit yang dapat diobati, TB Paru masih tetap menjadi masalah

kesehatan global yang utama. 2

TB paru merupakan salah satu dari 10 penyebab kematian tertinggi di

dunia. Menurut Global TB Report ditemukan sekitar 10 juta jiwa penderita TB

paru pada tahun 2019 tiap tahunnya di dunia, dimana 90% diantaranya

ditemukan pada usia dewasa yaitu laki-laki sebanyak 5,4 juta orang dan

perempuan sebanyak 3,2 juta orang. Indonesia merupakan salah satu negara

yang mempunyai beban TB paru terbesar diantara 5 negara di Asia yaitu India,

Indonesia, Cina, Philippina dan Pakistan.2

Pada tahun 2018 tercatat jumlah

populasi yang menderita TB paru di Indonesia sebesar 842.000 jiwa dari sekitar

252 juta penduduk Indonesia. Papua merupakan provinsi dengan jumlah

penderita TB paru terbanyak di Indonesia dengan 302 kasus per 100.000

penduduk, kemudiaan diikuti Maluku 281 kasus per 100.000 penduduk. Di

Sumatera Utara dijumpai 156 kasus per 100.000 penduduk.3,4 Menurut Profil

Kesehatan Sumatera Utara tahun 2018 ditemukan jumlah kasus TB paru

sebanyak 26.418. Hal ini menunjukkan peningkatan jika dibandingkan dengan

kasus TB paru yang ditemukan pada tahun 2017 yaitu sebanyak 15.715.
Adapun jumlah kasus tertinggi di Sumatera Utara dilaporkan terdapat di Kota

Medan yaitu sebanyak 7.384 kasus.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Apa itu Tb paru?

2. Apa saja Tb paru?

3. Apa saja patofisiologi Tb paru?

4. Apa saja manifestasi klinis Tb paru

5. Bagaimana saja pemeriksaan penunjang Tb paru?

6. Bagaimana saja penatalaksanaan Tb paru?

7. Apa saja komplikasi Tb paru?

C. TUJUAN

1. Untuk mengetahui apa itu Tb paru

2. Untuk mengetahui apa saja etiologi Tb paru

3. Untuk mengetahui apa saja patofisiologi Tb paru

4. Untuk mengetahui apa saja manifestasi klinis Tb paru

5. Untuk mengetahui bagaimana saja pemeriksaan penunjang Tb paru

6. Untuk mengetahui bagaimana saja penatalaksanaan Tb paru

7. Untuk mengetahui apa saja komplikasi Tb paru


BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN

paru adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh kuman TB (mycobacterium
tuberculosis). Kuman tersebut masuk ke dalam tubuh manusia melalui udara ke dalam paru-
paru,dan menyebar dari paru-paru ke organ tubuh yang lain melalui peredaran darah seperti
kelenjar limfe, saluran pernapasan atau penyebaran langsung ke organ tubuh lainnya (Febrian,
2015).

B. ETIOLOGI

Penyebab tuberkulosis adalah mycobacterium tuberculosis. Basil ini tidak berspora


sehingga mudah dibasmi dengan sinar matahari, pemanasan dan sinar ultraviolet. Terdapat 2
macam mycobacterium tuberculosis yaitu tipe human dan bovin. Basil tipe human berada di
bercak ludah (droplet) di udara yang berasal dari penderita TB paru dan orang yang rentan
terinfeksi bila menghirup bercak ludah ini (Nurrarif & Kusuma, 2015).

Menurut (Puspasari, 2019) Faktor resiko TB paru sebagai berikut:

1.Kontak dekat dengan seseorang yang memiliki TB aktif.

2.Status imunocompromized (penurunan imunitas) misalnya kanker, lansia, HIV.

3.Penggunaan narkoba suntikan dan alkoholisme.

4.Kondisi medis yang sudah ada sebelumnya, termasuk diabetes, kekurangan gizi, gagal
ginjal kronis.

5.Imigran dari negara-negara dengan tingkat tuberkulosis yang tinggi misal Asia
Tenggara, HaitI

6.Tingkat di perumahan yang padat dan tidak sesuai standart.

7.Pekerjaan misalnya petugas pelayanan kesehatan.


8.Orang yang kurang mendapat perawatan kesehatan yang memadai misalnya tunawisma
atau miskin

C.PATOFISIOLOGI

Menurut Darliana (2011), Individu terinfeksi melalui droplet nuclei dari pasien TB paru ketika
pasien batuk, bersin, tertawa. Droplet nuclei ini mengandung basil TB dan ukurannya kurang
dari 5 mikron dan akan melayang-layang di udara. Droplet nuclei ini mengandung basil TB. Saat
Mikrobacterium Tuberkulosa berhasil menginfeksi paru- paru maka dengan segera akan tumbuh
koloni bakteri yang berbentuk globular. Biasanya melalui serangkaian reaksi imunologis, bakteri
TB paru ini akan berusaha dihambat melalui pembentukan dinding di sekeliling bakteri itu oleh
sel-sel paru. Mekanisme pembentukan dinding itu membuat jaringan di sekitarnya menjadi
jaringan parut dan bakteri TB paru akan menjadi dormant (istirahat). Bentuk-bentuk dormant
inilah yang sebenarnya terlihat sebagai tuberkel pada pemeriksaan foto rontgen. Sistem imun
tubuh berespon dengan melakukan reaksi inflamasi. Fagosit (neutrofil dan makrofag) menelan
banyak bakteri; limpospesifik-tuberkulosis melisis (menghancurkan)

basil dan jaringan normal. Reaksi jaringan ini mengakibatkan penumpukan eksudat dalam
alveoli, yang menyebabkan bronkopneumonia dan infeksi awal terjadi dalam 2-10 minggu
setelah pemajanan.

Massa jaringan paru yang disebut granulomas merupakan gumpalan basil yang masih hidup.
Granulomas diubah menjadi massa jaringan -jaringan fibrosa, bagian sentral dari massa fibrosa
ini disebut tuberkel ghon dan menjadi nekrotik membentuk massa seperti keju. Massa ini dapat
mengalami klasifikasi, membentuk skar kolagenosa. Bakteri menjadi dorman, tanpa
perkembangan penyakit aktif. Setelah pemajaman dan infeksi awal, individu dapat mengalami
penyakit aktif karna gangguan atau respon yang inadekuat dari respon sistem imun. Penyakit
dapat juga aktif dengan infeksi ulang dan aktivasi bakteri dorman. Dalam kasus ini, tuberkel
ghon memecah melepaskan bahan seperti keju dalam bronki. Bakteri kemudian menjadi tersebar
di udara, mengakibatkan penyebaran penyakit lebih jauh. Tuberkel yang menyerang membentuk
jaringan parut. Paru yang terinfeksi menjadi lebih membengkak, mengakibatkan terjadinya
bronkopneumonia lebih lanjut

D.MANIFESTASI KLINIS

Tanda dan gejala pada TB paru yaitu batuk >3 minggu, nyeri dada, malaise, sesak nafas, batuk
darah, demam. Tanda dan gejala pada TB paru dibagi menjadi 2 bagian yaitu gejala sistemik dan
respiratorik (Padila,2013).

1.Gejala sistemik yaitu :

a. Demam
Adanya proses peradangan akibat dari infeksi bakteri sehingga timbul gejala demam. Ketika
mycobacterium tuberculosis terhirup oleh udara ke paru dan menempel pada bronkus atau
alveolus untuk memperbanyak diri, maka terjadi

peradangan (inflamasi) ,dan metabolisme meningkat sehingga suhu tubuh meningkat dan
terjadilah demam.

b. Malaise

Malaise adalah rasa tidak enak badan, penurunan nafsu makan, pegal-pegal, penurunan berat
badan dan mudah lelah.

2. Gejala respiratorik yaitu :

a. Batuk

Batuk dimulai dari batuk kering (non produktif) kemudian muncul peradangan menjadi produktif
atau menghasilkan sputum yang terjadi lebih dari 3 minggu (Suprapto,Abd.Wahid &
Imam,2013).

b. Batuk darah

Batuk darah atau hemoptisis merupakan batuk yang terjadi akibat dari pecahnya pembuluh
darah. Darah yang dikeluarkan bisa bervariasi, berupa garis atau bercak darah, gumpalan darah
atau darah segar dalam jumlah yang banyak. (Suprapto,Abd.Wahid & Imam,2013).

c.Sesak nafas

Pada awal TB sesak nafas tidak ditemukan. Sesak nafas ditemukan jika penyakit berkelanjutan
dengan kerusakan paru yang meluas atau karena adanya hal lain seperti efusi pleura,
pneumothorax dan lain-lain (Suprapto,Abd.Wahid & Imam,2013).

d. Nyeri dada

Gejala nyeri dada dapat bersifat bersifat lokal apabila yang dirasakan berada pada tempat
patologi yang terjadi, tapi dapat beralih ke tempat lain seperti leher,abdomen dan punggung.
Bersifat pluritik apabila nyeri yang dirasakan akibat iritasi pleura parietalis yang terasa FESTASI
KLINIS

E.PEMERIKSAAN PENUNJANG

Menurut Kemenkes (2014) pemeriksaan pada penderita TB paru yang perlu diperhatikan adalah
sebagai berikut:

1.Pemeriksaan dahak mikroskopis langsung


a. Untuk diagnosis dilakukan pemeriksaan dahak mikroskopis langsung, penderita TB diperiksa
contoh uji dahak SPS (sewaktu- pagi-sewaktu).

b. Ditetapkan sebagai penderita TB apabila minimal satu dari pemeriksaan hasilnya BTA positif.

2. Pemeriksaan dahak

a. Pemeriksaan dahak mikroskopis langsung

Pemeriksaan dilakukan dengan cara mengumpulkan 3 contoh uji dahak yang dikumpulkan
dalam dua hari kunjungan berupa Sewaktu-Pagi-Sewaktu (SPS) :

S (sewaktu) : Dahak ditampung saat pasien TB datang berkunjung pertama kali ke pelayanan
kesehatan. Saat pulang pasien membawa sebuah pot dahak untuk menampung dahak pagi pada
hari kedua.

P (pagi) : Dahak ditampung pasien pada hari kedua,setelah bangun tidur. Pot dibawa dan
diserahkan kepada petugas pelayanan kesehatan.

S (sewaktu) : Dahak ditampung pada hari kedua setelah saat menyerahkan dahak pagi.

b. Pemeriksaan biakan

Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengidentifikasi mycbacterium tuberculosis.

3. Pemeriksaan uji kepekaan obat

Pemeriksaan ini bertujuan untuk menentukan ada tidaknya resistensi mycobacterium tuberculosis
terhadap OAT. Pemeriksaan uji kepekaan obat harus dilakukan oleh laboratorium yang telah
lulus uji pemantapan mutu atau quality assurance. (Kemenkes,2014).

4.Sedangkan menurut Nurafif & Kusuma (2015) pemeriksaan penunjang pada TB paru meliputi :

a. Laboratorium darah rutin

LED normal/meningkat, limfositosis

b.Pemeriksaan sputum BTA

Untuk memastikan diagnostik paru, pemeriksaan ini spesifikasi karena klien dapat didiagnosis
TB paru berdasarkan pemeriksaan ini.

c. Tes PAP (Peroksidase Anti Peroksidase)

Yaitu uji serologi imunosperoksidase memakai alat histogen staining untuk menentukan adanya
IgG spesifik terhadap basil TB.

F.PENATA LAKSANAAN
1. Pengobatan TB paru menurut Kemenkes RI (2014):

a. Tujuan pengobatan

Pengobatan TB paru untuk menyembuhkan pasien, mencegah kekambuhan, mencegah kematian,


memutuskan rantai penularan serta mencegah resistensi mycobacterium tuberculosis terhadap
OAT.

b. Prinsip pengobatan

Pengobatan yang dilakukan harus memenuhi prinsip sebagai berikut: OAT yang diberikan
mengandung minimal 4 macam obat untuk mencegah resistensi, diberikan dalam dosis yang
tepat, obat ditelan secara teratur dan diawasi oleh PMO sampai selesai.

c. Tahapan pengobatan

pengobatan TB diberikan dalam dua tahap yaitu tahap awal (intensif) dan tahap lanjutan.

1). Tahap awal

Pada tahap awal, penderita mendapatkan obat setiap hari dan perlu diawasi secara langsung guna
mencegah terjadinya resisten obat.

2). Tahap lanjutan

Pada tahap lanjutan, penderita mendapatkan jenis obat yang lebih sedikit tetapi dalam jangka
waktu lebih lama.

d. Obat anti tuberkulosis

1) Isoniazid (H)

Isoniazid diberikan melalui oral atau intramuskular. Obat ini memiliki dua pengaruh toksik
utama yaitu neuritis perifer dan hepatotoksik. Tanda dari neuritis perifer yaitu mati rasa dan rasa
gatal pada tangan dan kaki. Sedangkan hepatotoksik jarang terjadi, mungkin terjadi pada anak
dengan TB berat dan remaja (Astuti,2010).

2) Rifampisin (R)

Efek samping obat ini yaitu terjadi perubahan warna orange pada urine dan air mata dan
gangguan saluran pencernaan.

3) Etambutol (E)

Etambutol bertujuan untuk mencegah resistensi terhadap obat yang lain.

4) Pirazinamid (Z)
Obat ini bersifat bakterisid dan memiliki efek samping rasa mual yang disertai nyeri ulu hati dan
muntah.

5) Streptomisin

Efek samping dari obat streptomisin yaitu rasa kesemutan didaerah mulut dan muka setelah obat
disuntikan.

G. KOMPLIKASI

Menurut Wahid&Imam (2013), komplikasi yang muncul pada TB paru yaitu :

1. Pneumothorak (adanya udara di dalam rongga pleura) spontan : kolaps spontan karena
kerusakan jaringan paru.

2. Bronki ektasis (peleburan bronkus setempat) dan fibrosis (pembentukan jaringan ikat
pada proses pemulihan atau reaktif) di paru.

3. Penyebaran infeksi keorgan lainnya seperti otak,tulang, persendian, ginjal dan


sebagainya.

4. Insufisiensi kardiopulmonal (Chardio Pulmonary Insufficiency).

5. Hemoptisis berat (pendarahan pada saluran nafas bawah) yang mengakibatkan


kematian karena terjadinya syok hipovolemik atau tersumbatnya jalan pernafasan.

H.PATHWAY
I.KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian

1.Identitas pasien menurut (Gusti,2013).

Identitas pasien meliputi : nama, umur, jenis kelamin, alamat, agama, pendidikan, status
perkawinan, suku bangsa, no. register, tanggal MRS, dan diagnosa keperawatan

Penderita TB paru sering diderita di daerah beriklim tropis.

a. Umur
Pada penderita TB paru ditemukan pada usia produktif sekitar 15- 50 tahun. Usia lebih
dari 55 tahun sistem imunologis menurun sehingga membuat rentan terhadap berbagai
penyakit termasuk TB paru.

b. Jenis kelamin

Penyakit TB paru cenderung lebih tinggi pada laki-laki daripada perempuan, karena pada
laki-laki cenderung merokok dan minum alkohol sehingga menurunkan sistem
pertahanan tubuh.

c. Faktor sosial ekonomi

Faktor sosial ekonomi berkaitan dengan tempat tinggal, lingkungan rumah dan sanitasi
tempat kerja yang buruk memudahkan penularan TB paru.

d. Suku bangsa

2.Keluhan utama

TB paru dijuluki sebagai the great iminator yaitu suatu penyakit yang memiliki kemiripan gejala
dengan penyakit lain seperti lemah dan demam. Menurut Arif Mutaqqin (2012) keluhan pada
penderita TB paru yaitu:

a. Batuk

Keluhan batuk timbul pada awal dan merupakan gangguan yang sering dikeluhkan oleh
klien.

b. Batuk darah

Keluhan batuk darah pada klien TB paru selalu menjadi alasan utama untuk meminta
pertolongan kesehatan.

c. Sesak nafas

Keluhan sesak nafas ditemukan apabila kerusakan parenkim sudah luas atau ada hal-hal
lainnya seperti efusi pleura, pneumothoraks dan lain-lain.

d. Nyeri dada

Nyeri dada pada klien dengan TB paru termasuk nyeri pleuritik ringan.

e.Demam

Demam biasanya timbul pada sore atau malam hari mirip demam atau influenza yang
hilang timbul.
f.Keluhan sistemis lainnya

Keluhan yang muncul biasanya keringat malam, anoreksia, malaise, penurunan berat
badan.

2.Riwaya penyakit sekarang

Pengkajian ini dilakukan untuk mendukung keluhan utama. Jika keluhan pada pasien adalah
batuk maka perawat harus menanyakan berapa lama batuk muncul. Jika yang menjadi alasan
pasien meminta pertolongan kesehatan adalah sesak nafas maka perawat harus mengkaji dengan
menggunakan PQRST agar memudahkan perawat dalam pengkajian.

a.Provoking incident: apakah ada peristiwa penyebab sesak nafas, apakah sesak nafas berkurang
saat istirahat?

b.Quality of pain: seperti apa rasa sesak nafas yang dirasakan pasien apakah rasanya seperti
tercekik atau sulit dalam melakukan inspirasi?

c.Region: dimana rasa berat dalam melakukan pernafasan? Harus ditunjukan oleh pasien.

d.Severity (scala) of pain: seberapa jauh sesak nafas yang dirasakan klien, seberapa jauh sesak
nafas mempengaruhi aktivitas klien.

e.Time: berapa lama rasa nyeri berlangsung, kapan dan apakah bertambah buruk pada malam
hari atau pada siang hari. Apakah sesak nafas timbul mendadak atau perlahan-lahan. Tanyakan
pada pasien apakah gejala terus menerus atau hilang timbul (intermiten) (Muttaqin,2012).

3.Riwayat penyakit dahulu

Perawat menanyakan apakah sebelumnya pernah menderita TB paru, keluhan batuk lama saat
masih kecil, TB dari orang lain, atau penyakit lain seperti diabetes militus. Tanyakan pada pasien
apakah ada obat-obatan yang diminum pada masa lalu, tanyakan adanya alergi obat serta reaksi
alergi yang timbul (Muttaqin,2012)

4. Riwayat penyakit keluarga

Tanyakan apakah penyakit TB paru pernah dialami oleh anggota keluarga lain sebagai faktor
predisposisi penularan di dalam rumah (Muttaqin,2012).

5.Riwayat psiko-sosio dan spiritual

Pengkajian psikologis meliputi beberapa dimensi yang memungkinkan perawat untuk


memperoleh persepsi mengenai status emosi,status kongnitif, dan perilaku pasien. Data ini
penting untuk menentukan tingkat perlunya pengkajian psiko-sosio-spiritual yang seksama
(Muttaqin,2012).
a. Persepsi dan harapan klien terhadap masalahnya

Kaji tentang persepsi klien terhadap penyakitnya. Persepsi yang salah bisa menghambat respon
koperatif pada diri klien.

b. Pola interaksi dan komunikasi

Gejala klien dengan TB paru akan membatasi klien untuk menjalankan kehidupan secara normal.

c. Pola nilai dan kepercayaan

Kedekatan klien pada sesuatu yang diyakini dipercaya dapat meningkatkan kekuatan klien.
Karena sesak nafas, nyeri dada, dan batuk menyebabkan terganggunya aktivitas ibadahnya.

d. Pola persepsi dan konsep diri

Karena sesak nafas dan nyeri akan meningkatkan emosi dan rasa cemas klien tentang
penyakitnya

6. pola kesehatan kesehari-haria

Pola nutrisi Pada penderita TB paru akan mengeluh tidak nafsu makan karena menurunnya
nafsu makan, disertai batuk yang akhirnya berakibat mengalami penurunan berat badan
(Somantri,2012).

b. Pola eliminasi

Penderita TB paru urine berwarna jingga pekatdan berbau sebagai ekskresi karena meminum
OAT terutama Rifampisin (Muttaqin,2012).

c. Pola istirahat dan tidur

Dengan adanya nyeri dada dan sesak nafas pada penderita TB akan terganggu kenyamanan tidur
dan istirahat.

d. Pola Pesonal Hygiene

Pada Personal Hygiene tidak mengalami perubahan jika dalam keadaan sakit berat penderita TB
paru membutuhkan bantuan untuk memenuhi kebutuhan Personal Hygiene nya.

e. Aktivitas

Dengan adanya batuk dan sesak nafas akan menganggu aktivitas klien.

7. pemeriksaan fisik

a. Keadaan umum pasien dan tanda-tanda vital


Keadaan umum pada penderita TB paru perlu dilakukan seperti kesadaran klien yang
terdiri dar composmentis, somnolen, apatis, sopor, soporokoma atau koma
(Muttaqin,2012). Pada pemeriksaan tanda-tanda vital klien biasanya didapatkan
peningkatan suhu tubuh secara signifikan. Frekuensi nafas meningkat apabila disertai
sesak nafas, denyut nadi meningkat seiring dengan peningkatan suhu tubuh, frekuensi
pernafasan dan tekanan darah bila ada riwayat hipertensi(Muttaqin,2012).

b. Pemeriksaan kepala dan muka

Simetris, tidak ada nyeri tekan, tidak ada lesi, warna rambut hitam atau putih biasanya
pada klien dengan asma muka tampak pucat.

c. Pemeriksaan telinga

Simetris, tidak ada benjolan, tidak ada nyeri tekan, terdapat serumen atau tidak.

d. Pemeriksaan mata

Simetris, konjungtiva merah muda, sklera putih, tidak ada benjolan, tidak ada nyeri tekan.

e. Pemeriksaan hidung

Simetris, terdapat sekret atau tidak, terdapat polip atau tidak, ada nyeri tekan atau tidak,
pada klien dengan asma biasanya terdapat cuping hidung.

f. Pemeriksaan mulut dan faring

Mukosa bibir lembab, tidak ada lesi, tidak ada nyeri tekan, adakah kesulitan untuk
menelan.

g. Pemeriksaan leher

Simetris, ada nyeri tekan atau tidak, ada benjolan atau tidak, adakah pembesaran vena
jugularis atau tidak.

8. Diagnosa Keperawatan yang muncul yaitu:

1.Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit

2. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan obstruksi sputum.

3. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan kelelahan otot pernafasan

4.Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kongesti paru, hipertensi pulmonal, penurunan
perifer yang mengakibatkan asidosis laktat dan penurunan curah jantung.
5.Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakadekuatan intake nutrisi.

Diagnosa keperawatan yang menjadi fokus pada studi literatur yang akan dilakukan oleh penulis
adalah hipertermia.

9.Intervensi Keperawatan

Intervensi keperawatan merupakan bentuk penanganan yang dilakukan oleh perawat berdasarkan
pertimbangan dan pengetahuan klinis yang bertujuan meningkatkan hasil perawatan klien.
(Dermawan, 2012) Intervensi keperawatan mencakup :

1. Perawatan Langsung

Yaitu penanganan yang dilaksanakan setelah berinteraksi dengan klien. Misal klien menerima
intervensi langsung berupa pemberian obat, pemasangan infus intravena, dan konseling saat
berduka.

2. Perawatan Tidak Langsung Yaitu penanganan yang dilakukan tanpa adanya klien, namun tetap
representatif untuk klien. Misal pengaturan lingkungan klien.

J.Implementasi

Implementasi adalah pelaksanaan dari intervensi untuk mencapai tujuan spesifik. Pada tahap ini
implementasi dimulai setelah intervensi disusun dan ditunjukan pada nursing order untuk
membantu klien dalam mencapai tujuan yang di harapkan. Intervensi dilaksanakan untuk
memodifikasi faktor yang mempengaruhi masalah kesehatan pada klien.

K.Evaluasi

Evaluasi merupakan tindakan untuk melengkapi proses keperawatan yang menandakan


keberhasilan dari diagnosa keperawatan, intervensi dan implementasi yang sudah dilakukan.
Evaluasi diperlukan pada tahap intervensi untuk menentukan apakah tujuan dari intervensi dapat
dicapai secara efektif (Budiono & Pertami,2016).

Anda mungkin juga menyukai