Anda di halaman 1dari 30

Laporan Kasus

Tuberkulosis Paru

Pembimbing :
dr. , M.Kes

Disusun oleh :
dr.

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA


PUSKESMAS
2024

1
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa
karena atas rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan
LAPORAN KASUS dengan judul “TUBERKULOSIS PARU”
Dimana laporan kasus ini merupakan suatu tugas untuk menyelesaikan
Program Internship Dokter Indonesia di
Dalam penyelesaian refleksi kasus ini ada banyak pihak yang membantu
memberi bimbingan dan masukan kepada penulis. Oleh karena itu pada
kesempatan ini izinkan penulis menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan
yang setinggi-tingginya kepada dokter pendamping yang telah meluangkan
waktunya untuk membimbing penulis selama ini.
Semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Palopo, 03 Januari 2024


Penulis

dr

2
BAB I

PENDAHULUAN

Tuberkulosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh kuman

tuberkulosis (M.tuberculosis) sebagian besar menyerang paru tetapi juga dapat

menyerang organtubuh lainnya (Kementerian Kesehatan RI, 2022).

Dua puluh tahun memasuki era millennium ke-3, tuberculosis (TB) masih

menjadi masalah kesehatan global dan menjadi penyebab kematian akibat infeksi

tertinggi kedua di dunia. Berdasarkan data yang dikutip dari Global Tuberculous

Report 2020 oleh badan kesehatan dunia (WHO), Indonesia masuk di dalam

delapan negara penyumbang dua per tiga kasus TBC di seluruh dunia pada tahun

2019. Beban Indonesia semakin bertambah dengan permasalahan koinfeksi human

immunodeficiency virus (HIV) dengan TB. Pada tahun 2019 diperkirakan 10 juta

orang (rentang 8,9-11,0 juta) menderita infeksi TB, dengan 1,2 juta (1,1-1,3 juta)

kematian akibat TB, pada penderita TB tanpa HIV diseluruh dunia.1

Tuberkulosis adalah penyakit infeksius terutama menyerang parenkim

paru. Tuberkulosis paru adalah suatu penyakit yang menular yang disebabkan

oleh bacil Mycobacterium tuberculosis yang merupakan salah satu penyakit

saluran pernafasan bagian bawah. Sebagian besar bakteri M. tuberculosis masuk

ke dalam

jaringan paru melalui airbone infection dan selanjutnya mengalami proses yang

dikenal sebagai fokus primer.2

Tuberkulosis paru adalah salah satu penyakit penyakit menular yang

disebabkan infeksi bakteri M. tuberculosis yang sebagian besar menyerang paru –

3
paru. Kuman ini termasuk basil gram positif, berbentuk batang, dinding sel

mengandung komplek lipida glikolipida serta lilin (wax) yang sulit ditembus zat

kimia. Tuberkulosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh kuman M.

tuberculosis atau dikenal sebagai Bakteri Tahan Asam (BTA). Untuk pemeriksaan

bakterologis yang bisa mengidentifikasi kuman M. tuberculosis menjadi sarana

yang diagnosis yang ideal untuk tuberkulosis.2

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

DEFINISI
Tuberkulosis adalah suatu penyakit kronik menular yang disebabkan oleh
bakteri Mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini berbentuk batang dan bersifat
tahan asam sehingga sering dikenal dengan Basil Tahan Asam (BTA). Sebagian
besar kuman TB sering ditemukan menginfeksi parenkim paru dan menyebabkan
TB paru, namun bakteri ini juga memiliki kemampuan menginfeksi organ tubuh
lainnya (TB ekstra paru) seperti pleura, kelenjar limfe, tulang, dan organ ekstra
paru lainnya.3

EPIDEMIOLOGI
Menurut data epidemiologi, tuberkulosis paru atau TBC paru terjadi secara
global di seluruh belahan dunia. Akan tetapi, epidemiologi tuberkulosis lebih
umum berkaitan dengan negara berkembang karena faktor sosioekonomi yang
kurang baik.4
Global
Pada tahun 2020, sekitar 10 juta orang diestimasikan terinfeksi TB di
seluruh dunia, dengan 5,6 juta kasus laki-laki dan 3,3 juta kasus perempuan. Pada
tahun yang sama, jumlah kasus baru TB paling banyak terjadi di Asia Tenggara
dengan 43% kasus baru, lalu Afrika sebanyak 25%, dan Pasifik Barat sebanyak
18%. Sebanyak 86% kasus baru TB terjadi di 30 negara dengan beban TB yang
tinggi. Delapan negara yang menyumbangkan dua pertiga dari keseluruhan kasus
TB baru adalah India, Cina, Indonesia, Filipina, Pakistan, Nigeria, Bangladesh,
dan Afrika Selatan. Di negara industrial, kasus TB lebih umum terjadi pada
individu yang datang dari area endemik tuberkulosis, tenaga kesehatan, dan
individu dengan HIV.4
Indonesia
Indonesia merupakan salah satu negara yang berada dalam daftar WHO
untuk negara yang memiliki beban insidensi TB tinggi. Menurut data Profil

5
Kesehatan Indonesia, insidensi tuberkulosis di Indonesia mencapai 316 per
100.000 penduduk di tahun 2018. Namun, ada penurunan jumlah kasus TB dari
568.987 di tahun 2019 menjadi 351.936 di tahun 2020. Jumlah kasus tertinggi
dilaporkan ada di provinsi dengan jumlah penduduk besar, yakni Jawa Barat,
Jawa Timur, dan Jawa Tengah. Pada tahun 2020, jumlah kasus TB di tiga provinsi
tersebut mencapai 46% dari total seluruh kasus TB di Indonesia.5
Menurut data nasional maupun data setiap provinsi, jumlah kasus laki-laki
lebih tinggi daripada perempuan. Bahkan di Aceh, Sumatera Utara, dan Sulawesi
Utara kasus pria hampir mencapai dua kali lipat kasus wanita. Kasus TB
terbanyak ditemukan pada kelompok usia 45–54 tahun (17,3%), lalu diikuti
kelompok usia 25–34 tahun (16,8%) dan kelompok usia 15–24 tahun (16,7%).6
Mortalitas
Kesulitan akses terhadap fasilitas diagnosis dan terapi TB menyebabkan
peningkatan mortalitas TB. Pada tahun 2020, diestimasikan terdapat 1,3 juta
kematian akibat TB secara global pada kelompok individu HIV negatif dan
214.000 pada kelompok individu HIV positif. Angka ini meningkat bila
dibandingkan dengan angka tahun 2019, yaitu 1,2 juta pada kelompok HIV
negatif dan 209.000 pada kelompok HIV positif. Hal ini diduga berkaitan dengan
COVID-19.5

ETIOLOGI
Terdapat 5 bakteri yang berkaitan erat dengan infeksi TB: Mycobacterium
tuberculosis, Mycobacterium bovis, Mycobacterium africanum, Mycobacterium
microti and Mycobacterium cannettii. M.tuberculosis (M.TB), hingga saat ini
merupakan bakteri yang paling sering ditemukan, dan menular antar manusia
melalui rute udara.3
Tidak ditemukan hewan yang berperan sebagai agen penularan M.TB.
Namun, M. bovis dapat bertahan dalam susu sapi yang terinfeksi dan melakukan
penetrasi ke mukosa saluran cerna serta menginvasi jaringan limfe orofaring saat
seseorang mengonsumsi susu dari sapi yang terinfeksi tersebut. Angka kejadian
infeksi M.bovis pada manusia sudah mengalami penurunan signifikan di negara
berkembang, hal ini dikarenakan proses pasteurisasi susu dan telah

6
diberlakukannya strategi kontrol tuberkulosis yang efektif pada ternak. Infeksi
terhadap organisme lain relatif jarang ditemukan.3
Tuberkulosis biasanya menular dari manusia ke manusia lain lewat udara
melalui percik renik atau droplet nucleus (<5 microns) yang keluar ketika seorang
yang terinfeksi TB paru atau TB laring batuk, bersin, atau bicara. Percik renik
juga dapat dikeluarkan saat pasien TB paru melalui prosedur pemeriksaan yang
menghasilkan produk aerosol seperti saat dilakukannya induksi sputum,
bronkoskopi dan juga saat dilakukannya manipulasi terhadap lesi atau pengolahan
jaringan di laboratorium. Percik renik, yang merupakan partikel kecil berdiameter
1 sampai 5 µm dapat menampung 1-5 basilli, dan bersifat sangat infeksius, dan
dapat bertahan di dalam udara sampai 4 jam. Karena ukurannya yang sangat kecil,
percik renik ini memiliki kemampuan mencapai ruang alveolar dalam paru,
dimana bakteri kemudian melakukan replikasi.4
Ada 3 faktor yang menentukan transmisi M.TB :
Jumlah organisme yang keluar ke udara.
Konsentrasi organisme dalam udara, ditentukan oleh volume ruang dan ventilasi.
Lama seseorang menghirup udara terkontaminasi.
Satu batuk dapat memproduksi hingga 3,000 percik renik dan satu kali
bersin dapat memproduksi hingga 1 juta percik renik. Sedangkan, dosis yang
diperlukan terjadinya suatu infeksi TB adalah 1 sampai 10 basil. Kasus yang
paling infeksius adalah penularan dari pasien dengan hasil pemeriksaan sputum
positif, dengan hasil 3+ merupakan kasus paling infeksius. Pasien dengan hasil
pemeriksaan sputum negatif bersifat tidak terlalu infeksius. Kasus TB ekstra paru
hampir selalu tidak infeksius, kecuali bila penderita juga memiliki TB paru.
Individu dengan TB laten tidak bersifat infeksius, karena bakteri yang
menginfeksi mereka tidak bereplikasi dan tidak dapat melalukan transmisi ke
organisme lain.4
Penularan TB biasanya terjadi di dalam ruangan yang gelap, dengan minim
ventilasi di mana percik renik dapat bertahan di udara dalam waktu yang lebih
lama. Cahaya matahari langsung dapat membunuh tuberkel basili dengan cepat,
namun bakteri ini akan bertahan lebih lama di dalam keadaan yang gelap. Kontak
dekat dalam waktu yang lama dengan orang terinfeksi meningkatkan risiko

7
penularan. Apabila terinfeksi, proses sehingga paparan tersebut berkembang
menjadi penyakit TB aktif bergantung pada kondisi imun individu. Pada individu
dengan sistem imun yang normal, 90% tidak akan berkembang menjadi penyakit
TB dan hanya 10% dari kasus akan menjadi penyakit TB aktif (setengah kasus
terjadi segera setelah terinfeksi dan setengahnya terjadi di kemudian hari). Risiko
paling tinggi terdapat pada dua tahun pertama pasca-terinfeksi, dimana setengah
dari kasus terjadi. Kelompok dengan- 11 - risiko tertinggi terinfeksi adalah anak-
anak dibawah usia 5 tahun dan lanjut usia.4
Orang dengan kondisi imun buruk lebih rentan mengalami penyakit TB
aktif dibanding orang dengan kondisi sistem imun yang normal. 50- 60% orang
dengan HIV-positif yang terinfeksi TB akan mengalami penyakit TB yang aktif.
Hal ini juga dapat terjadi pada kondisi medis lain di mana sistem imun
mengalami penekanan seperti pada kasus silikosis, diabetes melitus, dan
penggunaan kortikosteroid atau obat-obat imunosupresan lain dalam jangka
panjang.4
Faktor risiko TB
Terdapat beberapa kelompok orang yang memiliki risiko lebih tinggi untuk
mengalami penyakit TB, kelompok tersebut adalah :
1. Orang dengan HIV positif dan penyakit imunokompromais lain.
2. Orang yang mengonsumsi obat imunosupresan dalam jangka waktu panjang.
3. Perokok
4. Konsumsi alkohol tinggi
5. Anak usia <5 tahun dan lansia
6. Memiliki kontak erat dengan orang dengan penyakit TB aktif yang infeksius.
7. Berada di tempat dengan risiko tinggi terinfeksi tuberkulosis (contoh:
lembaga permasyarakatan, fasilitas perawatan jangka panjang)
8. Petugas kesehatan.3,4

PATOFISIOLOGI
Setelah inhalasi, nukleus percik renik terbawa menuju percabangan trakea-
bronkial dan dideposit di dalam bronkiolus respiratorik atau alveolus, di mana
nukleus percik renik tersebut akan dicerna oleh makrofag alveolus yang kemudian

8
akan memproduksi sebuah respon nonspesifik terhadap basilus. Infeksi
bergantung pada kapasitas virulensi bakteri dan kemampuan bakterisid makrofag
alveolus yang mencernanya. Apabila basilus dapat bertahan melewati mekanisme
pertahanan awal ini, basilus dapat bermultiplikasi di dalam makrofag.3
Tuberkel bakteri akan tumbuh perlahan dan membelah setiap 23- 32 jam
sekali di dalam makrofag. Mycobacterium tidak memiliki endotoksin ataupun
eksotoksin, sehingga tidak terjadi reaksi imun segera pada host yang terinfeksi.
Bakteri kemudian akan terus tumbuh dalam 2-12 minggu dan jumlahnya akan
mencapai 103-104, yang merupakan jumlah yang cukup untuk menimbulkan
sebuah respon imun seluler yang dapat dideteksi dalam reaksi pada uji tuberkulin
skin test. Bakteri kemudian akan merusak makrofag dan mengeluarkan produk
berupa tuberkel basilus dan kemokin yang kemudian akan menstimulasi respon
imun.3
Sebelum imunitas seluler berkembang, tuberkel basili akan menyebar
melalui sistem limfatik menuju nodus limfe hilus, masuk ke dalam aliran darah
dan menyebar ke organ lain. Beberapa organ dan jaringan diketahui memiliki
resistensi terhadap replikasi basili ini. Sumsum tulang, hepar dan limpa ditemukan
hampir selalu mudah terinfeksi oleh Mycobacteria. Organisme akan dideposit di
bagian atas (apeks) paru, ginjal, tulang, dan otak, di mana kondisi organ-organ
tersebut sangat menunjang pertumbuhan bakteri Mycobacteria. Pada beberapa
kasus, bakteri dapat berkembang dengan cepat sebelum terbentuknya respon imun
seluler spesifik yang dapat membatasi multiplikasinya. 3
1. TB primer
Infeksi primer terjadi pada paparan pertama terhadap tuberkel basili. Hal
ini biasanya terjadi pada masa anak, oleh karenanya sering diartikan sebagai
TB anak. Namun, infeksi ini dapat terjadi pada usia berapapun pada individu
yang belum pernah terpapar M.TB sebelumnya. Percik renik yang
mengandung basili yang terhirup dan menempati alveolus terminal pada paru,
biasanya terletak di bagian bawah lobus superior atau bagian atas lobus
inferior paru. Basili kemudian mengalami terfagosistosis oleh makrofag;
produk mikobakterial mampu menghambat kemampuan bakterisid yang
dimiliki makrofag alveolus, sehingga bakteri dapat melakukan replikasi di

9
dalam makrofag. Makrofag dan monosit lain bereaksi terhadap kemokin yang
dihasilkan dan bermigrasi menuju fokus infeksi dan memproduksi respon
imun. Area inflamasi ini kemudian disebut sebagai Ghon focus. 3
Basili dan antigen kemudian bermigrasi keluar dari Ghon focus melalui
jalur limfatik menuju Limfe nodus hilus dan membentuk kompleks (Ghon)
primer. Respon inflamasinya menghasilkan gambaran tipikal nekrosis
kaseosa. Di dalam nodus limfe, limfosit T akan membentuk suatu respon imun
spesifik dan mengaktivasi makrofag untuk menghambat pertumbuhan basili
yang terfagositosis. Fokus primer ini mengandung 1,000–10,000 basili yang
kemudian terus melakukan replikasi. Area inflamasi di dalam fokus primer
akan digantikan dengan jaringan fibrotik dan kalsifikasi, yang didalamnya
terdapat makrofag yang mengandung basili terisolasi yang akan mati jika
sistem imun host adekuat. Beberapa basili tetap dorman di dalam fokus primer
untuk beberapa bulan atau tahun, hal ini dikenal dengan “kuman laten”.
Infeksi primer biasanya bersifat asimtomatik dan akan menunjukkan hasil
tuberkulin positif dalam 4-6 minggu setelah infeksi. Dalam beberapa kasus,
respon imun tidak cukup kuat untuk menghambat perkembangbiakan bakteri
dan basili akan menyebar dari sistem limfatik ke aliran darah dan menyebar ke
seluruh tubuh, menyebabkan penyakit TB aktif dalam beberapa bulan. TB
primer progresif pada parenkim paru menyebabkan membesarnya fokus
primer, sehingga dapat ditemukan banyak area menunjukkan gambaran
nekrosis kaseosa dan dapat ditemukan kavitas, menghasilkan gambaran klinis
yang serupa dengan TB post primer.3
2. TB pasca primer
TB pasca primer merupakan pola penyakit yang terjadi pada host yang
sebelumnya pernah tersensitisasi bakteri TB. Terjadi setelah periode laten
yang memakan waktu bulanan hingga tahunan setelah infeksi primer. Hal ini
dapat dikarenakan reaktivasi kuman laten atau karena reinfeksi.4
Reaktivasi terjadi ketika basili dorman yang menetap di jaringan selama
beberapa bulan atau beberapa tahun setelah infeksi primer, mulai kembali
bermultiplikasi. Hal ini mungkin merupakan respon dari melemahnya sistem
imun host oleh karena infeksi HIV. Reinfeksi terjadi ketika seorang yang

10
pernah mengalami infeksi primer terpapar kembali oleh kontak dengan orang
yang terinfeksi penyakit TB aktif. Dalam sebagian kecil kasus, hal ini
merupakan bagian dari proses infeksi primer. Setelah terjadinya infeksi
primer, perkembangan cepat menjadi penyakit intra-torakal lebih sering terjadi
pada anak dibanding pada orang dewasa. Foto toraks mungkin dapat
memperlihatkan gambaran limfadenopati intratorakal dan infiltrat pada lapang
paru. TB post-primer biasanya mempengaruhi parenkim paru namun dapat
juga melibatkan organ tubuh lain. Karakteristik dari dari TB post primer
adalah ditemukannya kavitas pada lobus superior paru dan kerusakan paru
yang luas. Pemeriksaan sputum biasanya menunjukkan hasil yang positif dan
biasanya tidak ditemukan limfadenopati intratorakal.4

GEJALA KLINIS
Gejala penyakit TB tergantung pada lokasi lesi, sehingga dapat
menunjukkan manifestasi klinis sebagai berikut:
Batuk ≥ 2 minggu
Batuk berdahak
Batuk berdahak dapat bercampur darah
Dapat disertai nyeri dada
Sesak napas.4

Dengan gejala lain meliputi :


1. Malaise
2. Penurunan berat badan
3. Menurunnya nafsu makan
4. Menggigil
5. Demam
6. Berkeringat di malam hari.4

KLASIFIKASI
Terduga (presumptive) pasien TB adalah seseorang yang mempunyai
keluhan atau gejala klinis mendukung TB (sebelumnya dikenal sebagai terduga
TB). Pasien TB yang terkonfirmasi bakteriologis adalah pasien TB yang

11
terbukti positif bakteriologi pada hasil pemeriksaan (contoh uji bakteriologi
adalah sputum, cairan tubuh dan jaringan) melalui pemeriksaan mikroskopis
langsung, TCM TB, atau biakan. 3
Termasuk dalam kelompok pasien ini adalah :
Pasien TB paru BTA positif
Pasien TB paru hasil biakan M.TB positif
Pasien TB paru hasil tes cepat M.TB positif
Pasien TB ekstra paru terkonfirmasi secara bakteriologis, baik dengan BTA,
biakan maupun tes cepat dari contoh uji jaringan yang terkena.
TB anak yang terdiagnosis dengan pemeriksaan bakteriologis. 4

Pasien TB terdiagnosis secara klinis adalah pasien yang tidak memenuhi


kriteria terdiagnosis secara bakteriologis tetapi didiagnosis sebagai pasien TB
aktif oleh dokter, dan diputuskan untuk diberikan pengobatan TB. Termasuk
dalam kelompok pasien ini adalah :
1) Pasien TB paru BTA negatif dengan hasil pemeriksaan foto toraks
mendukung TB.
2) Pasien TB paru BTA negatif dengan tidak ada perbaikan klinis setelah
diberikan antibiotika non OAT, dan mempunyai faktor risiko TB
3) Pasien TB ekstra paru yang terdiagnosis secara klinis maupun laboratoris
dan histopatologis tanpa konfirmasi bakteriologis.
4) TB anak yang terdiagnosis dengan sistim skoring.3

Klasifikasi berdasarkan lokasi anatomis :


a. TB paru adalah kasus TB yang melibatkan parenkim paru atau
trakeobronkial. TB milier diklasifikasikan sebagai TB paru karena
terdapat lesi di paru. Pasien yang mengalami TB paru dan ekstra paru
harus diklasifikasikan sebagai kasus TB paru.
b. TB ekstra paru adalah kasus TB yang melibatkan organ di luar parenkim
paru seperti pleura, kelenjar getah bening, abdomen, saluran
genitorurinaria, kulit, sendi dan tulang, selaput otak. Kasus TB ekstra
paru dapat ditegakkan secara klinis atau histologis setelah diupayakan
semaksimal mungkin dengan konfirmasi bakteriologis. 3

12
Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan :
a. Kasus baru adalah pasien yang belum pernah mendapat OAT sebelumnya
atau riwayat mendapatkan OAT kurang dari 1 bulan (< dari 28 dosis bila
memakai obat program).
b. Kasus dengan riwayat pengobatan adalah pasien yang pernah
mendapatkan OAT 1 bulan atau lebih (>28 dosis bila memakai obat
program). 3

Kasus ini diklasifikasikan lebih lanjut berdasarkan hasil pengobatan terakhir


sebagai berikut :
a. Kasus kambuh adalah pasien yang sebelumnya pernah mendapatkan OAT
dan dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap pada akhir pengobatan
dan saat ini ditegakkan diagnosis TB episode kembali (karena reaktivasi
atau episode baru yang disebabkan reinfeksi).
b. Kasus pengobatan setelah gagal adalah pasien yang sebelumnya pernah
mendapatkan OAT dan dinyatakan gagal pada akhir pengobatan.
c. Kasus setelah loss to follow up adalah pasien yang pernah menelan OAT 1
bulan atau lebih dan tidak meneruskannya selama lebih dari 2 bulan
berturut-turut dan dinyatakan loss to follow up sebagai hasil pengobatan.
d. Kasus lain-lain adalah pasien sebelumnya pernah mendapatkan OAT dan
hasil akhir pengobatannya tidak diketahui atau tidak didokumentasikan.
e. Kasus dengan riwayat pengobatan tidak diketahui adalah pasien yang tidak
diketahui riwayat pengobatan sebelumnya sehingga tidak dapat
dimasukkan dalam salah satu kategori di atas.3

Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan uji kepekaan obat Berdasarkan hasil


uji kepekaan, klasifikasi TB terdiri dari :
a. Monoresisten: resistensi terhadap salah satu jenis OAT lini pertama.
b. Poliresisten: resistensi terhadap lebih dari satu jenis OAT lini pertama
selain isoniazid (H) dan rifampisin (R) secara bersamaan.
c. Multidrug resistant (TB MDR) : minimal resistan terhadap isoniazid (H)
dan rifampisin (R) secara bersamaan.

13
d. Extensive drug resistant (TB XDR) : TB-MDR yang juga resistan terhadap
salah satu OAT golongan fluorokuinolon dan salah satu dari OAT lini
kedua jenis suntikan (kanamisin, kapreomisin, dan amikasin).
e. Rifampicin resistant (TB RR) : terbukti resistan terhadap Rifampisin baik
menggunakan metode genotip (tes cepat) atau metode fenotip
(konvensional), dengan atau tanpa resistensi terhadap OAT lain yang
terdeteksi. Termasuk dalam kelompok TB RR adalah semua bentuk TB
MR, TB PR, TB MDR dan TB XDR yang terbukti resistan terhadap
rifampisin.3

Klasifikasi berdasarkan status HIV


a. Kasus TB dengan HIV positif adalah kasus TB terkonfirmasi
bakteriologis atau terdiagnosis klinis pada pasien yang memiliki hasil tes
HIV-positif, baik yang dilakukan pada saat penegakan diagnosis TB
atau ada bukti bahwa pasien telah terdaftar di register HIV (register pra
ART atau register ART).
b. Kasus TB dengan HIV negatif adalah kasus TB terkonfirmasi
bakteriologis atau terdiagnosis klinis pada pasien yang memiliki hasil
negatif untuk tes HIV yang dilakukan pada saat ditegakkan diagnosis
TB. Bila pasien ini diketahui HIV positif di kemudian hari harus
kembali disesuaikan klasifikasinya.
c. Kasus TB dengan status HIV tidak diketahui adalah kasus TB
terkonfirmasi bakteriologis atau terdiagnosis klinis yang tidak memiliki
hasil tes HIV dan tidak memiliki bukti dokumentasi telah terdaftar
dalam register HIV. Bila pasien ini diketahui HIV positif dikemudian
hari harus kembali disesuaikan klasifikasinya. 3

Menentukan dan menuliskan status HIV sangat penting dilakukan untuk


mengambil keputusan pengobatan, pemantauan dan menilai kinerja program.
Dalam kartu berobat dan register TB, WHO mencantumkan tanggal pemeriksaan
HIV, kapan dimulainya terapi profilaksis kotrimoksazol, dan kapan dimulainya
terapi antiretroviral.3

14
DIAGNOSIS
Diagnosis tuberkulosis paru atau TBC paru ditegakkan berdasarkan gejala
batuk kronis yang dapat disertai dahak berdarah, penurunan berat badan, keringat
malam, sesak, dan demam. Pemeriksaan fisik toraks dapat menemukan kelainan
suara napas. Selain itu, pemeriksaan penunjang seperti rontgen toraks,
pemeriksaan sputum basil tahan asam atau BTA, dan tes Mantoux juga dapat
dilakukan untuk diagnosis.7
Anamnesis
Gejala umum tuberkulosis paru adalah batuk berdahak yang dapat bersifat
kronis dan mungkin disertai darah. Nyeri dada, lemas, penurunan berat badan,
demam, sesak napas, penurunan nafsu makan, rasa menggigil, dan keringat malam
juga merupakan gejala yang umum terjadi.
Individu usia lanjut dengan infeksi TB umumnya tidak menunjukkan tanda
dan gejala yang tipikal karena respons imun tubuh yang menurun. Infeksi TB aktif
pada kelompok usia lanjut dapat terlihat seperti pneumonitis yang tidak kunjung
membaik.8
Pemeriksaan Fisik
Pada pasien tuberkulosis paru, pemeriksaan fisik paru menunjukkan
kelainan suara napas, terutama di lobus atas paru. Auskultasi dapat menemukan
ronki basah, suara napas bronkial, suara napas amforik, dan penurunan suara
napas vesikuler di apeks paru yang menandakan konsolidasi paru.8
Pemeriksaan Penunjang
Skrining TB bisa dilakukan dengan tes Mantoux atau IGRA (interferon
release assays). Selain itu, pasien yang dicurigai mengalami TB dapat menjalani
pewarnaan BTA (basil tahan asam) dan kultur sputum. Pemeriksaan radiologis
seperti rontgen toraks juga dapat menunjang diagnosis.

1. Tes Tuberkulin Kulit atau Tes Mantoux


Tes tuberkulin kulit atau tes Mantoux dilakukan dengan menginjeksi
purified protein derivate (PPD). Pemeriksaan ini merupakan skrining tradisional
untuk mengetahui adanya paparan tuberkulosis. Setelah injeksi pada kulit, hasil
akan diinterpretasikan bersama dengan risiko paparan masing-masing pasien.9

15
Pasien dengan risiko paparan rendah (pasien yang tidak memiliki risiko
terpapar TB) memiliki hasil Mantoux positif bila terdapat indurasi pada kulit yang
diinjeksikan PPD hingga mencapai ukuran 15 mm. Pasien dengan risiko sedang
(pasien yang berasal dari negara endemik TB, tenaga kesehatan, dan sebagainya)
memiliki hasil Mantoux positif bila indurasi berukuran >10 mm.9
Pasien dengan risiko tinggi (pasien dengan HIV positif, riwayat TB, dan
kontak erat dengan pasien TB lain) memiliki hasil Mantoux positif bila indurasi
berukuran >5 mm. Pembacaan hasil dilakukan 48–72 jam setelah injeksi 0,1 ml
PPD secara intradermal. Suntikan akan menimbulkan gelembung kulit pucat
berdiameter 6–10 mm.9

2. Interferon Release Assays atau IGRA


IGRA merupakan tes skrining tuberkulosis yang lebih spesifik dengan
sensitivitas yang serupa dengan tes Mantoux. Pemeriksaan ini dapat dilakukan
untuk skrining infeksi TB laten. Konversi interferon-gamma release assay yang
positif merupakan cerminan reaksi hipersensitivitas yang lambat terhadap protein
Mycobacterium tuberculosis.10
Kekurangan pemeriksaan IGRA bila dibandingkan dengan tes Mantoux
adalah biaya yang lebih mahal. Selain itu, tes IGRA membutuhkan sarana
laboratorium yang lebih memadai dan proses yang lebih rumit.10

3. Pemeriksaan Bakteriologik
Pemeriksaan bakteriologik dilakukan dengan tujuan menemukan bakteri
tuberkulosis. Umumnya, bahan pemeriksaan diambil dari sputum dan diambil
setiap pagi selama 3 hari berturut-turut. Dokter juga mungkin mengambil sputum
sewaktu-pagi-sewaktu (SPS). Sputum lalu diberikan pewarnaan Ziehl-Neelsen
dengan tingkat spesifisitas yang cukup tinggi untuk menemukan Mycobacterium.
Akan tetapi, pemeriksaan ini tidak dapat membedakan Mycobacterium
tuberculosis dengan basil tahan asam lainnya.10

16
Pemeriksaan dikatakan positif jika salah satu atau kedua contoh uji dahak
menunjukkan hasil basil tahan asam (BTA) positif. Pemeriksaan dikatakan negatif
jika kedua uji sputum menunjukkan hasil BTA negatif. Pemeriksaan bakteriologik
cukup ekonomis, cepat, dan berguna dalam penegakkan diagnosis tuberkulosis
paru.10

4. Kultur Sputum
Kultur sputum adalah pemeriksaan diagnostik yang sangat sensitif untuk
mengisolasi Mycobacterium dan mendeteksi minimal 10 hingga 100 basil.
Spesifisitas kultur sputum mencapai >99% dalam mendiagnosis tuberkulosis paru,
sehingga kultur merupakan pemeriksaan baku emas. Akan tetapi, pemeriksaan ini
memerlukan waktu yang lama (hingga >2 minggu) untuk mendapatkan hasil.11

5. Gene Xpert MTB/RIF Assay


Gene Xpert MTB/RIF Assay adalah pemeriksaan yang menggunakan
amplifikasi polymerase chain reaction (PCR) real-time multiplex. Metode ini
dapat mengidentifikasi bakteri berdasarkan teknik DNA molekular. Pemeriksaan
ini merupakan tes diagnostik yang cepat dengan sensitivitas mencapai 98%,
terutama dalam mendeteksi resistensi rifampisin. Pemeriksaan yang menggunakan
RNA ribosom dan PCR DNA ini dapat selesai dalam waktu 24 jam.11

6. Pemeriksaan Radiologis
Pada pasien TB paru, rontgen toraks dapat menunjukkan bercak atau nodul
infiltrat, terutama di lobus atas paru-paru. Selain itu, rontgen toraks juga dapat
menunjukkan pembentukan kavitas, nodul kalsifikasi seperti tuberkuloma, dan
lesi nodular kecil banyak yang menunjukkan infeksi TB milier.10
Sekitar seperempat pasien dengan TB primer dapat menunjukkan efusi
pleura pada rontgennya. CT scan dapat dilakukan untuk melihat adanya
limfadenopati dan lebih superior dalam mengevaluasi infeksi TB paru daripada
rontgen toraks.10

17
Gambar 1. Alur Diagnosa TB3

PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan tuberkulosis paru atau TBC paru dilakukan dengan
pemberian obat antituberkulosis atau OAT, misalnya isoniazid, rifampisin,
pirazinamid, dan etambutol. Kombinasi obat-obat ini dikonsumsi secara teratur
dan diberikan dalam jangka waktu yang tepat meliputi tahap awal dan tahap
lanjutan.12

Medikamentosa Tuberkulosis Paru Aktif

18
Pada tahap awal (fase intensif), obat diberikan tiap hari selama 2 bulan,
yakni berupa kombinasi isoniazid, rifampisin, pirazinamid, dan etambutol. Lalu,
pada tahap lanjutan, obat diberikan tiap hari selama 4 bulan, yakni berupa
isoniazid dan rifampisin.3
Pengobatan fase lanjutan juga dapat diberikan dalam waktu 7 bulan,
terutama untuk kelompok pasien dengan TB paru resisten obat, pasien dengan
kultur sputum yang tetap positif setelah pengobatan fase intensif 2 bulan, dan
pasien dengan HIV yang tidak mendapatkan obat antiretroviral (ARV).5
Vitamin B6 juga umum diberikan bersama dengan isoniazid untuk
mencegah kerusakan saraf (neuropati). Streptomisin merupakan antibiotik
bakterisidal yang memengaruhi sintesis polipeptida. Streptomisin sering kali tidak
termasuk dalam regimen obat TB paru lini pertama dikarenakan tingkat
resistensinya yang cukup tinggi.12
Dosis OAT lini pertama untuk dewasa adalah isoniazid 5 mg/kgBB (dosis
maksimal 300 mg/hari), rifampisin 10 mg/kgBB (dosis maksimal 600 mg),
pirazinamid 25 mg/kgBB, dan etambutol 15 mg/kgBB. Streptomisin juga dapat
diberikan dengan dosis sebesar 15 mg/kgBB. Terapi lini pertama ini dapat
diberikan pada pada ibu menyusui.13
Medikamentosa Tuberkulosis Paru yang Resisten
TB paru yang resisten obat disebabkan oleh bakteri tuberkulosis yang
resisten terhadap minimal satu regimen obat lini pertama tuberkulosis. Multidrug-
resistant TB (MDR-TB) adalah kasus TB yang resisten terhadap >1 OAT, yang
meliputi isoniazid dan rifampisin.10
Extensively drug-resistant TB (XDR-TB) adalah tipe MDR-TB yang
ditandai dengan resistensi terhadap isoniazid dan rifampisin, fluorokuinolon apa
pun, dan minimal satu dari tiga obat injeksi lini kedua (amikacin, kanamisin, dan
lainnya).10
Durasi total pengobatan dapat dilakukan dalam waktu 9–11 bulan, di mana
durasi tahap intensif adalah 4–6 bulan dan durasi tahap lanjutan adalah 5 bulan.10
TB paru yang resisten terhadap isoniazid (dengan atau tanpa resistensi
streptomisin) dapat diterapi dengan rifampisin, pirazinamid, dan etambutol selama

19
6 bulan. Terapi dapat diperpanjang hingga 9 bulan bila kultur sputum tetap positif
setelah 2 bulan.13
TB paru yang resisten terhadap rifampisin dapat diberikan isoniazid,
flurokuinolon, dan etambutol selama 12–18 bulan, yang disertai dengan
pirazinamid selama 2 bulan pertama.13

Evaluasi Terapi Tuberkulosis Paru Aktif


Pasien dalam terapi TB paru perlu menjalani evaluasi berkala untuk
menilai respons terhadap terapi OAT. Pemeriksaan sputum basil tahan asam
(BTA) dilakukan pada akhir fase intensif. Sputum BTA yang positif pada akhir
fase intensif dapat mengindikasikan dosis OAT yang kurang, kepatuhan minum
obat yang buruk, adanya komorbiditas, atau adanya resistensi terhadap obat lini
pertama.3
Pemeriksaan sputum BTA dilakukan kembali pada akhir pengobatan TB.
Jika sputum menunjukkan hasil positif, pengobatan bisa dikatakan gagal dan
pemeriksaan resistensi obat perlu dilakukan. Pada pasien dengan sputum BTA
negatif di akhir fase pengobatan intensif dan akhir fase lanjutan, pemantauan
sputum lebih lanjut tidak diperlukan.4
Terapi Profilaksis pada Tuberkulosis Laten
WHO menyarankan terapi profilaksis pada penderita tuberkulosis laten.
Regimen yang direkomendasikan adalah:
 6H atau 9H: isoniazid tiap hari selama 6 bulan atau 9 bulan
 3HP: isoniazid dengan rifapentin tiap minggu selama 3 bulan
 3HR: isoniazid dengan rifampisin tiap hari selama 3 bulan
 4R: rifampisin tiap hari selama 4 bulan
 1HP: isoniazid dengan rifapentin tiap hari selama 1 bulan
 H+B6+CPT: isoniazid, vitamin B6, dan kotrimoksazol tiap hari selama
6 bulan khusus untuk orang dengan HIV/AIDS.14

20
Tabel 1. Definisi hasil pengobatan.3

BAB III

21
STATUS PASIEN

Tgl. Masuk :14 Desember 2023


Pukul :09.13 WITA

 IDENTIFIKASI PASIEN

Nama Pasien : Tn. S


No RM : 0900747
Tanggal Lahir : 31-12-1973
Status Perkawinan : Menikah
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Tiromanda
Jenis Kelamin : Laki-laki
Suku Bangsa : Suku Bugis
Agama : Islam
Pendidikan : SMP

ANAMNESA PENYAKIT

22
Tn.S, 50 tahun, 169 cm, 48 kg, datang dengan keluhan:
Keluhan Utama: Batuk ± 3 minggu
Telaah: Pasien datang dengan keluhan batuk ± 3 minggu, disertai dahak putih
kekuningan, mudah dikeluarkan, dahak bercampur darah (-), keluhan dirasakan
terus menerus dan tidak dipengaruhi cuaca, mengganggu terutama malam hari.
Demam naik turun, menggigil (-). Nafsu makan menurun disertai mual, berat
badan menurun sekitar 4 kg dan berkeringat pada malam hari tanpa didahului
beraktifitas.
Riwayat hipertensi disangkal
Riwayat DM disangkal
Riwayat alergi disangkal
Riwayat kontak penderita TB ada
Riwayat asma disangkal
Riwayat merokok ada
Pasien bekerja sebagai pegawai wiraswasta
Riwayat pengobatan tidak ada.

ANAMNESIS ORGAN
Jantung
Sesak Nafas :(-) Edema :(-)
Angina Pectoris :(-) Palpitasi :(-)
Lain-lain :(-)
Saluran Pernapasan
Batuk-batuk :(+) Asma, bronchitis :(-)
Dahak : ( +) Lain-lain :(-)
Saluran Pencernaan
Nafsu Makan : Menurun Penurunan BB :(+)
Keluhan Mengunyah :(-) Keluhan Defekasi :(-)
Keluhan Perut :(-) Lain-lain :(-)

Saluran Urogenital
Nyeri BAK :(-) BAK Tersendat :(-)
Batu :(-) Keadaan Urin : Kuning

23
Haid :(-) Lain-lain :(-)
Sendi dan Tulang
Nyeri Pinggang :(-) Keterbatasan Gerak :(-)
Keluhan Persendian :(-) Lain- lain :(-)
Endokrin
Haus/Polidipsi :(-) Gugup :(-)
Poliuri :(-) Perubahan suara :(-)
Polifagi :(-) Lain-lain :(-)
Saraf Pusat, Sakit Kepala :(-) Hoyong :(-)
Lain- lain :(-)
Darah dan Pembuluh Darah
Pucat :(+) Perdarahan :(-)
Petechie :(-) Purpura :(-)
Lain-lain :(-)
Sirkulasi Perifer
Claudicatio Intermitten :(-) Lain-lain :(-)

ANAMNESA FAMILI: Riwayat keluarga menderita sakit yang sama disangkal.

PEMERIKSAAN FISIK

Tekanan Darah : 110/60 mmHg


Frekuensi Nadi : 84 x/menit
Frekuensi Napas : 20 x/menit
Suhu Tubuh : 37 C
Mata : Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-
Gigi/Mulut : Gigi geligi lengkap, Karies (-)
Leher : Pembesaran kelenjar tiroid (-), pembesaran
KGB (-)
Thorax :

 Inspeksi : Pergerakan dada


Paru

24
simetris kiri dan kanan saat statis dan
dinamis, tidak ada penggunaan otot-
otot bantu napas

 Palpasi : Nyeri tekan tidak


ada, vokal fremitus meningkat

 Perkusi : Sonor di kedua


lapang paru
 Auskultasi : Bunyi nafas
bronchoversikuler, ronkhi pada
hemithorax sinistra et dextra
wheezing tidak ada
Jantung :  Inspeksi : Iktus cordis tidak
terlihat
 Palpasi : Iktus cordis teraba pulsasi
di ICS V midclavicula sinistra
 Perkusi :
Batas jantung kanan : ICS IV linea
parasternal dextra
Batas jantung kiri : ICS V linea
midclavicula sinistra
Batas pinggang jantung: ICS II
parasternal dextra
 Auskultasi : BJ I dan II normal
reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen :  Inspeksi : Datar, ikut gerak
napas
 Auskultasi: Peristaltik (+), kesan
normal
 Palpasi : Nyeri tekan (-),
massa tumor (-), Hepar tidak teraba,

25
Lien tidak teraba
 Perkusi : Timpani, undulasi (-)
 Lain-lain : Ascites (-)
Ekstremitas : Edema pretibial -/-, akral hangat

 Pemeriksaan Penunjang

Tes cepat molekuler (M Tb detected medium, Rif no resisten)

 RESUME

Tn. S, 50 tahun, Pasien datang dengan keluhan batuk ± 3 minggu, disertai

dahak putih kekuningan, keluhan dirasakan terus menerus dan tidak

dipengaruhi cuaca, mengganggu terutama malam hari. Demam naik turun,

Nafsu makan menurun disertai mual, berat badan menurun sekitar 4 kg dan

berkeringat pada malam hari tanpa didahului beraktifitas..

Pada pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran compos mentis, TD 110/60

mmHg, suhu 37°C, nadi 84x/menit dan RR 20x/menit. Pemeriksaan

penunjang didapatkan TCM positif

 DIAGNOSIS KERJA

Tuberkulosis Paru terkonfirmasi bakteriologis

 PENATALAKSANAAN

 Edukasi tentang kondisi pasien

 OAT FDC 1x3 tab/24 jam/oral

 Ambroxol 30 mg/ 8 jam/oral

26
 Vitamin C/24 jam/oral

 Prognosis

Quo ad vitam : Dubia

Quo ad sanasionam : Dubia

Quo ad functionam : Dubia

27
BAB IV

KESIMPULAN

Tuberkulosis paru yang disebabkan oleh kuman tuberkulosis

(Mycobacterium Tuberculosis) adalah salah satu dari sepuluh penyakit

yang menyebabkan angka kematian terbesar di dunia. Orang beresiko

tinggi terkena TB yaitu bayi, usia lanjut, kurang gizi, daya tahan tubuh

yang rendah, dan orang yang mempunyai penyakit penyerta. Gambaran

klinisnya berupa keluhan umum (malaise, anoreksia, berat badan turun,

cepat lelah), keluhan karena infeksi kronik (keringat pada malam hari),

keluhan karena ada proses patologis di paru (batuk lebih dari 2 minggu,

batuk bercampur darah, sesak nafas, demam dan nyeri dada).

Penegakan diagnosis tuberkulosis paru dilakukan dengan

anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan diagnostik dengan tes

tuberkulin, foto rontgen paru, pemeriksaan serologi dan pemeriksaan

bakteriologi. Pengobatan tuberkulosis paru dibagi menjadi kategori I pada

pasien kasus baru atau pasien dengan HIV-AIDS sedangkan kategori II

pada pasien relaps, putus obat, atau gagal pengobatan. Kategori III

diberikan pada pasien baru dengan BTA (-), dan Kategori IV diberikan

pada pasien TB kronis dan MDR TB.

Tanpa pengobatan angka kematian akibat tuberculosis mencapai

50% dalam 5 tahun. Angka kesembuhan kepada pasien-pasien ini sangat

tergantung kepada jenis obat apa yang resistan dan besarnya kerusakan

paru.

28
DAFTAR PUSTAKA

1. World Health Organization. Global Tuberculosis Report 2020. Geneva:


World Health Organization; 2020.
2. Kementerian Kesehatan RI. Buku Petunjuk TB-HIV untuk Petugas
Kesehatan. Jakarta: Direktorat Pencegahan dan Pengendalian
Penyakit;2018.
3. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Nasional Pelayanan
Kedokteran Tata Laksana Tuberkulosis. Kemenkes RI. 2019 Desember.
https://yankes.kemkes.go.id/unduh/fileunduhan_1610422577_801904.pdf/
43.
4. Adigun R, Singh R. Tuberculosis. StatPearls Publishing. 2021.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK441916/
5. World Health Organization (WHO). Global Tuberculosis Report 2021.
2021 October. https://www.who.int/publications/i/item/9789240037021
6. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Profil Kesehatan Indonesia
Tahun 2020. Kemenkes RI. 2021.
https://pusdatin.kemkes.go.id/download.php?file=download/pusdatin/
profil-kesehatan-indonesia/Profil-Kesehatan-Indonesia-Tahun-2020.pdf
7. World Health Organization (WHO). Tuberculosis. 2021 October.
https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/tuberculosis
8. Herchline T. Tuberculosis (TB). Medscape. 2020.
https://emedicine.medscape.com/article/230802-overview#a1
9. CDC. Tuberculosis (TB): Fact Sheets Tuberculin Skin Testing. 2016.
https://www.cdc.gov/tb/publications/factsheets/testing/skintesting.hm
10. Suárez I, Fünger SM, Kröger S, et al. The Diagnosis and Treatment of
Tuberculosis. Deutsches Aerzteblatt International. 2019 Oct 25;116(43).
11. Acharya B, Acharya A, Gautam S, et al. Advances in diagnosis of
Tuberculosis: an update into molecular diagnosis of Mycobacterium
tuberculosis. Molecular Biology Reports. 2020 May;47(5):4065-75.
12. Bansal R, Sharma D, Singh R. Tuberculosis and its treatment: an
overview. Mini Reviews in Medicinal Chemistry. 2018 Jan 1;18(1):58-71.

29
13. CDC. Tuberculosis (TB): Treatment for TB disease. 2016.

https://www.cdc.gov/tb/topic/treatment/tbdisease.htm

30

Anda mungkin juga menyukai