Anda di halaman 1dari 32

Case Report Session

TUBERKULOSIS

Oleh:

Arzia Rahmi 1010311021

Devi Miranda 1810312205

Tania Ratna Putri 1810312424

Preseptor :

dr. Oea Khairsyaf, Sp.P (K) FISR

dr. Fenty Anggrainy, Sp.P

BAGIAN PULMONOLOGI DAN ILMU KEDOKTERAN RESPIRASI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS

RSUP DR M. DJAMIL

PADANG

2018
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tuberkulosis (TB) adalah suatu infeksi bakteri kronik yang disebabkan oleh

Mycobacterium tuberculosis kompleks dan ditandai oleh pembentukan granuloma

pada jaringan yang terinfeksi dan oleh hipersensitivitas yang diperantarai sel

(cell-mediated hypersensitivity). Infeksi utama biasanya terletak di paru, tetapi

dapat mengenai organ lain. Dengan tidak adanya pengobatan yang efektif untuk

penyakit yang aktif, biasa terjadi perjalanan penyakit yang kronik, dan berakhir

dengan kematian.1

Walaupun seiring perkembangan ilmu kedokteran selama setengah abad

terakhir, efektivitas terapi untuk menyembuhkan kasus TB yang sudah terdeteksi,

masih ada ratusan ribu kematian setiap tahunnya di seluruh dunia. Morbiditas dan

mortalitas yang tinggi pada kasus TB tersebar tinggi di negara berkembang dan

dari negara dengan sumber daya terbatas.2

TB sampai saat ini masih merupakan salah satu masalah kesehatan

masyarakat di dunia walaupun berbagai upaya telah dilakukan sejak tahun 1995. 2

Data World Health Organization (WHO), pada tahun 2016 terdapat 6,3 juta kasus

TB baru, meningkat dari tahun 2015 yaitu 6,1 juta kasus. Terdapat 476.774 kasus

TB dengan HIV postif. Pada tahun 2016 diperkirakan terdapat 10,4 juta orang di

dunia menderita TB dan 56% nya terdapat di 5 negara yaitu India, Indonesia,

China, Filipina, dan Pakistan.4

Menurut data WHO tahun 2016, Indonesia saat ini menempati urutan ke-2

negara di dunia untuk jumlah kasus TB terbanyak setelah India dan urutan ke-5 di

2
dunia untuk jumlah kasus TB dengan HIV positif terbanyak setelah Afrika

Selatan, India, Nigeria, dan Mozambik. Insiden TB di Indoensia pada tahun 2016

diperkirakan sekitar 1 juta kasus dan terdapat 110.000 kematian akibat TB dan

13000 kematian akibat TB dengan HIV.3 Di Indonesia tuberkulosis adalah

pembunuh nomor satu diantara penyakit menular dan merupakan penyebab

kematian nomor tiga setelah jantung dan penyakit pernapasan akut pada seluruh

kalangan usia.5

1.2 Batasan Masalah

Penulisan case report ini dibatasi pada definisi, epidemiologi, etiologi,

klasifikasi, patofisiologi, diagnosis, dan tatalaksana TB paru.


1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan case report ini antara lain sebagai berikut:
a) Sebagai salah satu syarat dalam menjalani kepaniteraan klinik di bagian

paru RSUP. Dr. M. Djamil Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

Padang.
b) Menambah pengetahuan mengenai cara mendiagnosis sampai tatalaksana

TB paru yang benar dan sesuai dengan kompetensi.


1.4 Metode Penulisan
Penulisan case report ini menggunakan metode tinjauan kepustakaan yang

merujuk pada berbagai literatur.

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

3
Tuberkulosis (TB) merupakan infeksi bakteri kronik yang disebabkan oleh

Mycobacterium tuberculosis dan ditandai oleh pembentukan granuloma pada

jaringan yang terinfeksi dan oleh hipersensitivitas yang diperantarai sel (cell-

mediated hypersensitivity). Penyakit biasanya terletak di paru, tetapi dapat

mengenai organ lain. Dengan tidak adanya pengobatan yang efektif untuk

penyakit yang aktif, akan terjadi perjalanan penyakit yang kronik, dan berakhir

dengan kematian.1

TB paru primer merupakan TB paru yang muncul segera saat infeksi pertama kali.

Pada daerah dengan tingkat transmisi M. Tuberculosis, jenis penyakit ini lebih sering

muncul pada anak-anak. Daerah yang sering terlibat dalam TB paru primer adalah lobus

medial dan lobus bawah paru. Lesi yang terbentuk biasanya terletak di perifer dan disertai

dengan limfadenopati hilar atau paratracheal yang biasanya sulit dideteksi secara

radiologis. Pembesaran limfonodus dapat menekan bronchus, menimbulkan obstruksi

saluran nafas dan menyebabkan kolaps paru segmental atau bahkan lobar. Pada sebagian

besar kasus, lesi biasanya sembuh sendiri dan bermanifestasi sebagai nodul kalsifikasi

(fokus gohn).6

2.2 Epidemiologi

Data World Health Organization (WHO), pada tahun 2016 terdapat 6,3 juta

kasus TB baru, meningkat dari tahun 2015 yaitu 6,1 juta kasus. Terdapat 476.774

kasus TB dengan HIV postif. Pada tahun 2016 diperkirakan terdapat 10,4 juta

orang di dunia menderita TB dan 56% nya terdapat di 5 negara yaitu India,

Indonesia, China, Filipina, dan Pakistan.4

Menurut data WHO tahun 2016, Indonesia saat ini menempati urutan ke-2

negara di dunia untuk jumlah kasus TB terbanyak setelah India dan urutan ke-5 di

dunia untuk jumlah kasus TB dengan HIV positif terbanyak setelah Afrika

4
Selatan, India, Nigeria, dan Mozambik. Insiden TB di Indoensia pada tahun 2016

diperkirakan sekitar 1 juta kasus dan terdapat 110.000 kematian akibat TB dan

13000 kematian akibat TB dengan HIV.4 Di Indonesia tuberkulosis adalah

pembunuh nomor satu diantara penyakit menular dan merupakan penyebab

kematian nomor tiga setelah jantung dan penyakit pernapasan akut pada seluruh

kalangan usia.5

WHO mengembangkan strategi DOTS atau Directly Observed Therapy

Strategy sebagai respons terhadap TB yang sudah menjadi kasus gawat-darurat

global pada tahun 1990. Sejak tahun 2004 insiden kasus TB menurun pada 22

negara beban tertinggi dan diperkirakan sekitar 20 juta orang berhasil

diselamatkan serta 51 juta orang sudah mendapat terapi, menjadikan DOTS

sebagai strategi dari WHO yang sangat efektif baik dalam pembiayaan serta dalam

intervensi kesehatan.2

Walaupun begitu, angka insiden kasus TB tetap tinggi dengan 8,7 juta kasus

dan 1,4 juta kematian akibat TB pada tahun 2011, menjadikan TB berada di

peringkat kedua setelah HIV sebagai penyebab utama mortalitas akibat infeksi

menular global. Distribusi TB terkait dengan perkembangan sumber daya manusia

dan tingkat kemiskinan. Perumahan yang buruk, turunnya imunitas tubuh terkait

HIV dan kasus resistensi obat untuk TB adalah tantangan untuk mengatasi TB

secara global. Selain itu, faktor-faktor seperti sanitasi air bersih dan tingkat

imunisasi anak-anak bisa memprediksi insidensi TB. 90% kasus TB banyak

muncul khususnya di negara-negara benua Afrika dan Asia. Insiden kasus TB di

Indonesia pada tahun 2011 adalah 187 per 100.000 penduduk, dengan total

487.000 kasus baru TB di Indonesia.2

5
Pasien HIV memiliki risiko untuk juga terinfeksi TB. TB merupakan

penyakit oportunistik tersering yang menyebabkan kematian pada pasien

HIV/AIDS. Sebagai salah satu faktor risiko HIV turut berperan dalam

peningkatan insiden TB, khususnya di daerah Sub-Sahara Afrika. Selain itu,

diabetes, kebiasaan merokok, dan adanya malnutrisi juga bisa memengaruhi

imunitas seseorang untuk terinfeksi TB.2

Resistensi obat TB selain HIV turut menjadi tantangan dalam mengatasi TB.

Pada tahun 2011, kasus MDR (Multidrug-resistant) TB ada lebih dari 600 ribu

kasus. TB MDR adalah pasien TB yang memiliki resistensi terhadap dua

antibiotik lini-pertama yaitu isoniazid dan rifampisin. Ada 3,7% kasus MDR-TB

pada kasus-kasus TB yang baru didiagnosis dan 20% kasus TB relaps di dunia.

Angka kasus TB MDR sangat tinggi di negara-negara Eropa Timur. Estimasi TB

MDR di setiap negara sulit untuk didapatkan karena DrugSusceptibilityTesting

(DST) tidak selalu tersedia, khususnya di negara-negara endemik TB dengan

sumber daya terbatas. Selain biaya terapi yang lebih mahal dan waktu terapi yang

lebih lama dibandingkan dengan biaya dan lama terapi TB tanpa resistensi obat,

hasil terapi TB MDR juga lebih buruk. Dengan manajemen program TB yang

lebih baik, diharapkan kemunculan resistensi obat TB dan prevalensi TB MDR

bisa dicegah dan dikurangi.2

2.3 Etiologi

Penyakit Tuberkulosis adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh

bakteri Mycobacterium tuberculosis. Mycobacterium tuberculosis merupakan

suatu bakteri berbentuk basil non spora berukuran 0.5-3 μm. Gram netral dan

6
bersifat tahan asam. Sifat tahan asamnya disebabkan oleh banyaknya kandungan

asam mikolik, asam lemak rantai panjang dan beberapa unsur lemak lainnya.

Asam mikolik tersebut terikat dalam struktur arabinogalactan dan peptidoglikan

yang menyebabkan permeabilitas dinding sel bakteri sangat rapat sehingga

menurunkan kerja antibiotik. Lipoarabinomannan juga merupakan suatu struktur

bakteri yang berperan dalam proses interaksi dan pertahanan diri dalam makrofag.

Oleh sebab itu bakteri ini dapat diwarnai dengan carbol fuchsin dan dipanaskan.

Mycobacteriun tuberculosis biasanya ditemukan di udara, tanah, bahkan air.

Mycobacterium tuberculosis tumbuh lambat dan berkembang biak dalam 18-24

jam. Mycobacteriun tuberculosis biasanya akan tampak membentuk koloni dalam

agar sekitar 2-5 minggu.1,3,7

2.4 Patogenesis

2.4.1 Tuberkulosis Primer

Penularan Tuberkulosis paru dari orang ke orang terjadi karena kuman dibatukkan

atau dibersinkan keluar menjadi droplet nuclei dalam udara sekitar kita. Partikel infeksi

ini dapat menetap dalam udara bebas selama 1-2 jam, tergantung pada ada tidaknya sinar

ultraviolet, ventilasi yang buruk, dan kelembaban. Dalam suasana lembab dan gelap

kuman dapat tahan berhari-hari sampai berbulan-bulan. Bila partikel infeksi ini terisap

oleh orang sehat, ia akan menempel pada saluran napas, atau jaringan paru. Partikel dapat

masuk ke alveolar bila ukuran parikel < 5 mikrometer. Kuman akan dihadapi pertama kali

oleh neutrofil, kemudian baru oleh makrofag. Kebanyakan partikel ini akan mati atau

dibersihkan oleh makrofag keluar percabangan trakeobronkial bersama gerakan silia

dengan sekretnya.7

Bila kuman menetap dijaringan paru, berkembang biak di dalam sitoplasma

makrofag. Disini ia dapat terbawa masuk ke organ tubuh lainnya. Kuman yang bersarang

7
di jaringan paru akan berbentuk sarang tuberkulosis pneumonia kecil dan disebut sarang

primer atau efek primer atau sarang (fokus) Ghon. Sarang primer ini dapat terjadi di

setiap bagian jaringan paru. Bila menjalar sampai ke pleura, maka terjadilah efusi pleura.

Kuman dapat juga masuk melalui saluran gastrointestinal, jaringan limfe, orofaring, dan

kulit, terjadi limfadenopati regional kemudian bakteri masuk ke dalam vena dan menjalar

ke seluruh organ seperti paru, otak, ginjal, dan tulang. Bila masuk ke arteri pulmonalis

maka akan terjadi penjalaran ke seluruh bagian paru menjadi TB milier.7

Dari sarang primer akan timbul peradangan saluran getah bening menuju hilus

(limfangitis lokal), dan juga diikuti pembesaran kelenjar getah bening hilus (limfadenitis

regional). Sarang primer limfangitis lokal bersama-sama limfadenitis regional dikenal

sebagai kompleks primer (Ranke). Semua proses ini memakan waktu 3-8 minggu.

Kompleks primer ini selanjutnya dapat menjadi7:

1) Sembuh sama sekali tanpa meninggalkan cacat. Ini yang banyak terjadi.
2) Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas berupa garis-garis fibrotik,

kalsifikasi di hilus, keadaan ini terdapat pada lesi pneumonia yang luasnya > 5

mm dan ±10% diantaranya dapat terjadi reaktivasi lagi karena kuman yang

dormant
3) Berkomplikasi dan menyebar secara :
a) Perkontinuitatum, yakni menyebar ke sekitarnya.
Salah satu contoh adalah epituberkulosis, yaitu suatu kejadian

penekanan bronkus, biasanya bronkus lobus medius oleh kelenjar hilus

yang membesar sehingga menimbulkan obstruksi pada saluran napas

bersangkutan, dengan akibat atelektasis. Kuman tuberkulosis akan

menjalar sepanjang bronkus yang tersumbat ini ke lobus yang atelektasis

dan menimbulkan peradangan pada lobus yang atelektasis tersebut,

yang dikenal sebagai epituberkulosis7.

8
b) Secara bronkogen pada paru yang bersangkutan maupun paru yang

disebelahnya. Kuman dapat juga tertelan bersama sputum dan ludah

sehingga menyebar ke usus


c) Secara hematogen dan limfogen. Penyebaran ini berkaitan dengan daya

tahan tubuh, jumlah dan virulensi kuman. Sarang yang ditimbulkan

dapat sembuh secara spontan, akan tetapi bila tidak terdapat imuniti

yang adekuat, penyebaran ini akan menimbulkan keadaan yang cukup

gawat seperti TB milier, meningitis TB, typhobachillosis Landouzy7.

Semua kejadian diatas tergolong dalam perjalanan Tuberkulosis primer.7

2.4.2 Tuberkulosis Pasca Primer ( Tuberkulosis Sekunder)

Kuman yang dormant pada tuberkulosis primer akan muncul bertahun-tahun

kemudian sebagai infeksi endogen menjadi tuberkulosis dewasa (Tuberkulosis post

primer = TB pasca primer = TB sekunder). Mayoritas reinfeksi mencapai 90%.

Tuberkulosis sekunder terjadi karena imunitas menurun seperti malnutrisi, alcohol,

penyakit maligna, diabetes, AIDS, dan gagal ginjal. Tuberkulosis sekunder ini dimulai

dengan sarang dini yang berlokasi di regio atas paru (bagian apical-posterior lobus

sduperior atau inferior). Invasinya adalah ke daerah parenkim paru-paru dan tidak ke

nodus hiler paru.4

Sarang dini ini mula-mula juga berbentuk sarang pneumonia kecil. Dalam 3-10

minggu sarang ini menjadi tuberkel yakni suatu granuloma yang terdiri dari sel-sel

Histiosit dan sel Datia-Langhans (sel besar dengan banyak inti) yang dikelilingi oleh sel-

sel limfosit dan berbagai jaringan ikat.4

Tergantung dari jumlah kuman, virulensinya, dan imunitas pasien, sarang dini ini

dapat menjadi7:

1) Direabsorbsi kembali dan sembuh tanpa meninggalkan cacat.

9
2) Sarang yang mula-mula meluas, tetapi segera menyembuh dengan serbukan

jaringan fibrosis. Ada yang membungkus diri menjadi keras, menimbulkan

perkapuran.
3) Sarang dini yang meluas sebagai granuloma berkembang menghancurkan

jaringan ikat sekitarnya dan bagian tengahnya mengalami nekrosis, menjadi

lembek membentuk jaringan keju. Bila jaringan keju dibatukkan keluar terjadilah

kavitas. Kavitas ini mula-mula berdinding tipis, lama-lama dindingnya menebal

karena infiltrasi jaringan firbroblas dalam jumlah besar, sehingga menjadi kavitas

sklerotik (kronik). Terjadinya perkijuan dan kavitas adalah karena adanya

hidrolisis protein lipid dan asam nukleat oleh enzim yang diproduksi oleh

makrofag, dan proses yang berlebihan sitokin dengan TNF-nya.

Bentuk perkijuan lain yang jarang terjadi adalah cryptic disseminate TB yang

terjadi pada imunodefisiensi dan usia lanjut. Disini lesi sangat kecil, tetapi berisi bakteri

sangat banyak. Kavitas dapat menjadi7:

a) Meluas kembali dan menimbulkan sarang pneumonia baru. Bila isi kavitas ini

masuk dalam peredaran darah arteri, maka akan terjadi TB milier. Dapat juga

masuk ke paru sebelahnya atau tertelan masuk lambung dan selanjutnya ke usus

menjadi TB usus. Sarang ini selanjutnya mengikuti perjalanan seperti yang

disebutkan diatas. Bisa juga terjadi TB endobronkial dan TB endotrakeal atau

empiema bila ruptur ke pleura,


b) Memadat dan membungkus diri (enkapsulasi) sehingga menjadi tuberkuloma.

Tuberkuloma ini dapat mengapur dan menyembuh atau dapat aktif kembali

menjadi cair dan jadi kavitas lagi. Komplikasi kronik kavitas ini adalah kolonisasi

oleh fungus seperti Aspergillus dan kemudian menjadi mycetoma,


c) Bersih dan menyembuh, disebut open healed cavity. Dapat juga meyembuh

dengan membungkus diri menjadi kecil. Kadang-kadang berakhir dengan kavitas

10
yang terbungkus, menciut, dan berbetuk seperti bintang yang disebut stellate

shape.

2.5. Gejala Klinis

Sekitar 80% kasus TB memengaruhi paru dan 20-30% turut menginfeksi

organ ekstrapulmonar. Organ ekstrapulmonar yang paling sering turut terinfeksi

pada kasus TB adalah kelenjar limfe perifer dan rongga pleura. Gejala klinis

timbul selama berminggu-minggu, seperti batuk yang awalnya kering kemudian

menjadi produktif, atau adanya pembesaran kelenjar getah bening servikal dan

gejala sistemik terkait sengan produksi sitokin pirogenik seperti TNF-α, antara

lain demam, keringat malam, penurunan nafsu makan dan penurunan berat badan.

Pada pasien lansia manifestasi demam bisa saja tidak ada. Gejala batuk darah,

penurunan nafsu makan dan berat badan terjadi seiring perjalanan penyakit.2

2.5.1 Gejala Respiratori

Gejala respiratori yaitu7:

1) Batuk / Batuk Darah


Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2-3minggu atau

lebih. Batuk terjadi karena adanya iritasi pada bronkus. Batuk ini diperlukan untuk

membuang produk-produk radang keluar. Sifat batuk dimulai dari batuk kering (non-

produktif) kemudian setelah timbul peradangan menjadi produktif (menghasilkan

sputum). Keadaan lanjut adalah batuk darah (hemoptisis).


Kavitas dapat menjadi sumber hemoptisis mayor. Menetapnya arteri pulmonalis

terminal didalam kavitas dapat menjadi sumber perdarahan yang hebat (aneurisma

Rasmussen). Penyebab perdarahan lainnya adalah aspergiloma pada kavitas tuberkulosis

kronik.
2) Sesak Napas
Sesak napas akan dirasakan pada penyakit yang sudah lanjut, yang infiltrasinya

sudah meliputi setengah bagian paru-paru.

11
3) Nyeri dada
Nyeri dada timbul bila insfiltrasi radang sudah sampai ke pleura sehingga

menimbulkan pleuritis. Terjadi gesekan kedua pleura sewaktu pasien menarik /

melepaskan nafasnya.

2.5.2 Gejala Sistemik

Gejala sistemik yaitu7:

1) Demam
Biasanya subfebril menyerupai demam influenza. Tetapi kadang-kadang panas

badan dapat mencapai 40-41°C. Serangan demam pertama dapat sembuh sebentar,

tetapi kemudian dapat timbul kembali. Begitulah seterusnya, sehingga pasien tidak

pernah merasa terbebas dari serangan demam influenza.


2) Malaise
Gejala malaise yang sering ditemukan berupa anoreksia tidak nafsu makan,

badan makin kurus (berat badan turun), sakit kepala, meriang, nyeri otot, keringat

malam, dan lain-lain. Gejala malaise ini makin lama makin berat dan hilang timbul secara

tidak teratur.

2.6 Diagnosis

12
2.6.1 Pemeriksaan Fisik

Pada tuberkulosis paru, kelainan yang didapat tergantung kelainan struktur paru.

Kelainan paru pada umumnya terletak di daerah lobus superior terutama daerah apeks

dan segmen posterior, serta daerah apeks lobus inferior. Dapat ditemukan antara lain

suara napas bronkial, amforik, suara napas melemah, ronki basah, tanda-tanda

penarikan paru, diafragma dan mediastinum.4

13
Bunyi ronkhi biasa ditemukan terutama karena peningkatan produksi

sputum. Bunyi wheezing juga terkadang ditemukan akibat obstruksi parsial

bronkus dan bunyi amphoric klasik pada kavitas. Terkadang bunyi pernafasan

terdengar redup yang berarti menunjukkan ada proses abnormalitas yang cukup

parah sebagai komplikasi dari infeksi tuberculosis. Pada keadaan tertentu pasien

juga dapat menunjukkan wajah yang pucat serta clubbing finger.1,9


Tanda-tanda ekstrapulmonar seperti limfadenopati, gejala klinis pada sendi

atau tulang penting untuk diperiksa, khususnya pada individu yang juga terinfeksi

HIV. Hipoksia dan takipnea jarang ditemukan, kecuali pada pasien TB miliar atau

TB dengan destruksi paru ekstensif.2

2.6.2 Pemeriksaan Penunjang

- Pemeriksaan Bakteriologi
1) Sputum
Pemeriksaan sputum adalah penting, karena dengan ditemukannya kuman BTA,

diagnosis tuberculosis sudah dapat dipastikan. Disamping itu pemeriksaan sputum juga

dapat memberikan evaluasi terhadap pengobatan. Tetapi kadang-kadang tidak mudah

untuk mendapat sputum, terutama pasien yang tidak batuk atau batuk yang non

produktif. Dalam hal ini dianjurkan satu hari sebelum pemeriksaan sputum, pasien

dianjurkan minum air sebanyak +2 liter dan diajarkan melakukan refles batuk. Dapat juga

dengan memberikan tambahan obat-obat mukolitik selama 20-30 menit. Bila masih sulit,

sputum dapat diperoleh dengan cara bronkoskopi diambil dengan brushing atau

bronchial washing atau BAL (broncho alveolar lavage).7


Kriteria sputum BTA positif adalah bila sekurang-kurangnya ditemukan 3 batang

kuman BTA pada satu sediaan. Dengan kata lain diperlukan 5000 kuman dalam 1 mL

sputum. (3) Kuman berbentuk batang yang ramping (diameter kurang dari 0,5 µm),

kadang melengkung, sering bermanik-manik polikromatik, seringkali tampak pada

14
specimen klinis sebagai pasangan atau kelompok beberapa organism yang terletak

bersisian.4
2) Untuk pemeriksaan BTA sediaan mikroskopis biasa dan sediaan biakan, bahan-

bahan selain sputum dapat juga diambil dari :


a) Cairan serebrospinal sebaiknya dianalisis untuk mengetahui kadar proteindan

glukosa (dibandingkan dengan total serumsimultan protein danglukosa). Jumlah

sel darah putih juga harus diperoleh. Protein yang tinggi (50% dari konsentrasi

serumprotein), limfositosis, dan glukosayang rendah adalah khasmeningitis

tuberculosis.3
b) Bilasan lambung sering dikerjakan pada anak-anak karena mereka sulit

mengeluarkan dahaknya3. Sekitar 50 ml isi lambung harus diaspirasi pada pag

hari, setelah pasien menjalani puasa selama 8-10 jam, dan lebih baik jika pasien

masih di tempat tidur.


c) Cairanpleura, peritoneum, dan perikardialdapat dianalisis untuk mengetahui

kadar proteindan glukosa (dibandingkan dengan total serumsimultan protein

danglukosa). Sel dandiferensialjumlahharus diperoleh. Protein yang tinggi (50%

dari konsentrasiserum protein), limfositosis, danglukosa yang rendahbiasanya

ditemukanpada infeksituberkulosis.
- Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan standar adalah foto toraks posterior-anterior. Gambaran yang

dicurigai sebagi lesi tuberkulosis aktif adalah:


1) Pada segmen apikal dan posterior lobus atas paru serta segmen superior

lobus bawah paru ditemukan berupa bercak-bercak seperti awan / nodular.


2) Pada kavitas bayangannya berupa cincin yang mula-mula berdinding tipis.

Lama-lama dinding jadi sklerotik dan terlihat menebal,


3) Bayangan bercak milier, berupa bercak-bercak halus yang umumnya

tersebar merata pada seluruh lapangan paru.4


4) Efusi pleura unilateral atau bilateral.

Gambaran radiologis yang dicurigai lesi tuberkulosis inaktif adalah12:

1) Fibrotik, terlihat bayangan yang bergaris-garis,


2) Kalsifikasi, terlihat seperti bercak-bercak padat dengan densitas tinggi,

15
3) Schwarte atau penebalan pleura.
- Tes Tuberkulin Intradermal (Mantoux)
Pemeriksaan ini masih banyak dipakai utuk membantu menegakkan diagnosis

tuberkulosis terutama pada anak-anak (balita).10 Teknik standar tes Mantoux adalah

dengan menyuntikkan tuberkulin PPD (Purified Protein Derivative) sebanyak 0,1 ml yang

mengandung 5 T.U. tuberkulin secara intrakutan, pada sepertiga atas permukaan volar

atau dorsal lengan bawah setelah kulit dibersihkan dengan alkohol. Jarum dipegang

dengan permukaan miring diarahkan ke atas dan ujungnya dimasukkan ke bawah

permukaan kulit. Akan terbentuk satu gelembung berdiameter 6-10 mm yang

menyerupai gigitan nyamuk bila dosis 0,1 ml disuntikkan dengan tepat dan cermat.
Untuk memperoleh reaksi kulit yang maksimum diperlukan waktu antara 48-72 jam

sesudah penyuntikan dan reaksi harus dibaca dalam periode tersebut, yaitu dalam

cahaya yang terang dan posisi lengan bawah sedikit ditekuk. Hanya indurasi

(pembengkakan yang teraba) dan bukan eritem yang bernilai.12

Hasil tes mantoux ini dibagi dalam4:

1) Indurasi berdiameter 0-5 mm : Mantoux negatif


2) Indurasi berdiameter 6-9 mm : hasil meragukan
3) Indurasi berdiameter 10-15 mm : Mantoux positif
4) Indurasi berdiameter > 15 mm : Mantoux positif kuat
5) Untuk pasien dengan HIV positif, tes mantous ± 5 mm, dinilai positif.

Tes Mantoux hanya menyatakan apakah seseorang individu sedang atau pernah

mengalami infeksi Mycobacterium tuberculosis, Mycobacterium bovis, vaksinasi BCG

dan Mycobacteria patogen lainnya. Dasar tes tuberkulin ini adalah reaksi alergi tipe

lambat. Biasanya hampir seluruh pasien tuberkulosis memberikan reaksi Mantoux yang

positif (99,8%). Kelemahan tes ini juga terdapat positif palsu yakni pada pemberian BCG

atau terinfeksi Mycobacterium lain. Negatif palsu lebih banyak dijumpai daripada positif

palsu.10

Hal-hal yang memberikan reaksi tuberkulin berkurang (negatif palsu) yakni7:


1) Pasien yang baru 2-10 minggu terpajan tuberkulosis.

16
2) Penyakit sistemik berat (Sarkoidosi, LE),
3) Penyakit eksantematous dengan panas yang akut: morbili, cacar air,

poliomielitis,
4) Reaksi hipersensitivitas menurun pada penyakit Hodgkin.
5) Pemberian kortikosteroid yang lama,
6) Usia tua, malutrisi, uremia, penyakit keganasan.
- Pemeriksaan Penunjang Lain
1) Pemeriksaan Histopatologi Jaringan
Pemeriksaan histopatologi dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosis

tuberkulosis. Bahan jaringan dapat diperoleh melalui biopsi atau otopsi, yaitu10:
a) Biopsi aspirasi dengan jarum halum (BJH) kelenjar getah bening (KGB),
b) Biopsi pleura (melalui torakoskopi atau dengan jarum Abram, Cope dan Veen

Silverman),
c) Biopsi jaringan paru (trans bronchial lung biopsy / TBLB) dengan bronkoskopi,
d) Biopsi atau aspirasi pada lesi organ di luar paru yang dicurigai tuberkulosis.

Pada pemeriksaan biopsi sebaiknya diambil dua sediaan, satu sediaan

dimasukkan ke dalam larutan salin dan di kirim ke laboratorium mikrobiologi untuk

dikultur, serta sediaan yang kedua difiksasi untuk pemeriksaan histologi.10

2) Pemeriksaan Darah

Hasil pemeriksaan darah rutin kurang menunjukkan indikator yang spesifk untuk

tuberkulosis. Pada saat tuberkulosis baru mulai (aktif) akan didapatkan jumlah leukosit

yang sedikit meninggi dengan hitung jenis pergeseran ke kiri. Jumlah limfosit masih

dibawah normal. Laju endap darah mulai meningkat. Bila penyakit mulai sembuh, jumlah

leukosit kembali normal, dan jumlah limfosit masih tinggi. Laju endap darah mulai turun

ke arah normal lagi.7

2.7 Penatalaksanaan

Tujuan pengobatan TB adalah:


 Menyembuhkan pasien dan mengembalikan kualitas hidup dan
produktivitas.
 Mencegah kematian karena penyakit TB aktif atau efek lanjutannya.
 Mencegah kekambuhan
 Mengurangi transmisi atau penularan kepada yang lain.
 Mencegah terjadinya resistensi obat serta penularannya.

17
Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3
bulan) dan fase lanjutan 4 atau 7 bulan. Paduan obat yang digunakan terdiri
dari paduan obat utama dan tambahan.

1. Obat Anti Tuberkulosis (OAT)


a. Obat yang dipakai:
1) Jenis obat utama (lini 1) yang digunakan adalah:
 Rifampisin
 INH
 Pirazinamid
 Etambutol
 Streptomisin
2) Jenis obat tambahan lainnya (lini 2):
 Kanamisin
 Kapreomisin
 Amikasin
 Kuinolon
 Sikloserin
 Etionamid / Protionamid
 Para-Amino Salisilat (PAS)
 Obat lain masih dalam penelitian: makrolid,amoksilin +
asam klavulanat, linezolid, clofazimin.
OAT lini kedua hanya digunakan untuk kasus resisten obat,
terutama TB MDR. Beberapa obat seperti kapreomisin,
Sikloserin, Etionamid, dan PAS belum tersedia di Indonesia tetapi
sudah digunakan pada pusat pengobatan TB-MDR.
b. Kemasan
 Obat tunggal, obat disajikan secara terpisah, masing-masing
INH, rifampisin, pirazinamid, dan etambutol.
 Obat kombinasi dosis tetap/KDT (Fixed Dose Combination
/ FDC). Kombinasi dosis tetap ini terdiri dari : empat obat
antituberkulosis dalam satu tablet, yaitu rifampisin 150 mg,
isoniazid 75 mg, pirazinamid 400 mg dan etambutol 275
mg dan dua obat antituberkulosis dalam satu tablet, yaitu
rifampisin 150 mg, isoniazid 75 mg.
c. Dosis OAT

18
Tabel 1. Jenis dan dosis OAT

Dosis (mg)/berat badan


Dosis yang dianjurkan
(kg)/ hari
Dosis Dosis
Obat (Mg/KgBB/ Harian maks/hari
Intermitten
Hari) (mg/kg (mg)
(mg/KgBB/ <40 40-60 >60
BB/
Hari)
hari)

R 8-12 10 10 600 300 450 600

H 4-6 5 10 300 300 300 300

Z 20-30 25 35 750 1000 1500

E 15-20 15 30 750 1000 1500

Sesuai
S* 15-18 15 15 1000 750 1000
BB

* Pasien berusia lebih dari 60 tahun tidak bisa mendapatkan dosis lebih dari
500mg perhari

Pengembangan pengobatan TB paru yang efektif merupakan hal


yang penting untuk menyembuhkan pasien dan menghindari TB
MDR. Pengembangan strategi DOTS untuk mengontrol epidemi TB
merupakan prioritas utama WHO. International Union Against
Tuberculosis and Lung Disease (IUATLD) dan WHO menyarankan
untuk menggantikan paduan obat tunggal dengan KDT dalam
pengobatan TB primer pada tahun 1998. Dosis obat TB KDT
berdasarkan WHO seperti terlihat pada tabel 2.

19
Tabel 2. Dosis OAT kombinasi dosis tetap

Fase intensif Fase lanjutan

BB 2-3 bulan 4 bulan

Harian Harian 3x/minggu

(RHZE) (RH) (RH)


150/75/400/275 150/75 150/150

30-37 2 2 2

38-54 3 3 3

55-70 4 4 4

>71 5 5 5

2. Panduan OAT
Pengobatan TB standar dibagi menjadi:8
 Pasien baru
Paduan obat yang dianjurkan 2RHZE/4RH dengan pemberian
dosis setiap hari. Bila menggunakan OAT program, maka
pemberian dosis setiap hari pada fase intensif dilanjutkan dengan
pemberian dosis 3 kali seminggu dengan DOT 2RHZE/4R3H3.
 Pada pasien dengan riwayat pengobatan TB lini pertama,
pengobatan sebaiknya berdasarkan hasil uji resistensi secara
individual. Selama menunggu hasil uji resistensi, diberikan
paduan obat 2 RHZES/5RHE
 Pasien Multi Drug Resistant (MDR).
TB paru dan TB ekstra paru diobati dengan regimen
pengobatan yang sama dan lama pengobatan berbeda:
 Meningitis TB, lama pengobatan 9-12 bulan karena berisiko
kecacatan dan mortalitas. Etambutol sebaiknya digantikan dengan
streptomisin.
 TB tulang, lama pengobatan 9 bulan karena sulit untuk menilai
respon pengobatan.
 Kortikosteroid diberikan pada meningitis TB dan perikarditis TB

20
 Limfadenitis TB, lama pengobatan minimal 9 bulan.
3. Efek Samping OAT:
Sebagian besar penderita TB dapat menyelesaikanpengobatan
tanpa efek samping. Namun sebagian kecil dapatmengalami efek
samping, oleh karena itu pemantauan kemungkinan terjadinya efek
samping sangat penting dilakukan selama pengobatan. Efek samping
yang terjadi dapat ringan atau berat, bila efek samping ringan dan
dapat diatasi dengan obat simtomatik maka pemberian OAT dapat
dilanjutkan.13

Tabel 3. Pendekatan berdasarkan masalah penatalaksanaan OAT13

Efek samping berat Penyebab Penanganan

Kemerahan Semua jenis OAT Beri antihistamin &

pada kulit dengan atau tanpa gatal dievaluasi ketat

Tuli Streptomisin Streptomisin dihentikan

Gangguan keseimbangan (vertigo Streptomisin Streptomisin dihentikan


dan nistagmus)

Ikterik Hampir semua Hentikan semua OAT sampai


ikterik menghilang
OAT

Efek samping ringan Penyebab Penanganan

Bingung dan muntah Hampir semua Hentikan semua OAT &


lakukan uji fungsi
Obat
Hati

Gangguan penglihatan Ethambutol Hentikan ethambutol

Purpura dan renjatan (syok), gagal Rifampisin Hentikan Rifampisin


ginjal akut

Penuruna urin Streptomisin Streptomisin dihentikan

Tidak nafsu makan, mual, Rifampisin Obat diminum malam


sebelum tidur
sakit perut

Nyeri sendi Pyrazinamid Beri aspirin /allopurinol

Kesemutan s/d rasa terbakar INH Beri vitamin B6 (piridoksin)

21
di tangan dan kaki 100 – 200 mg/hari selama 3
minggu.

Warna kemerahan pada air Rifampisin Beri penjelasan, tidak perlu


diberi apa-apa
Seni

4. Pengobatan Suportif / Simptomatik


Pengobatan yang diberikan kepada penderita TB
perludiperhatikan keadaan klinisnya. Bila keadaan klinis baik dan
tidakada indikasi rawat, dapat rawat jalan. Selain OAT kadang
perlupengobatan tambahan atau suportif/simtomatik
untukmeningkatkan daya tahan tubuh atau mengatasi gejala/keluhan.13
a. Penderita rawat jalan
1) Makan makanan yang bergizi, bila dianggap perludapat
diberikan vitamin tambahan (pada prinsipnyatidak ada larangan
makanan untuk penderitatuberkulosis, kecuali untuk penyakit
komorbidnya)
2) Bila demam dapat diberikan obat penurun panas/demam
3) Bila perlu dapat diberikan obat untuk mengatasi gejalabatuk,
sesak napas atau keluhan lain.
b. Penderita rawat inap
1) Indikasi rawat inap:
TB paru disertai keadaan/komplikasi:
 Batuk darah (profus)
 Keadaan umum buruk
 Pneumotoraks
 Empiema
 Efusi pleura masif / bilateral
 Sesak napas berat (bukan karena efusi pleura)
TB di luar paru yang mengancam jiwa :
 TB paru milier
 Meningitis TB
2) Pengobatan suportif / simtomatik yang diberikan sesuai
dengan keadaan klinis dan indikasi rawat
5. Evaluasi Pengobatan
Evaluasi penderita meliputi evaluasi klinik,
bakteriologik,radiologik, dan efek samping obat, serta evaluasi
keteraturanberobat.
a. Evaluasi klinik

22
 Penderita dievaluasi setiap 2 minggu pada 1 bulan
pertamapengobatan selanjutnya setiap 1 bulan
 Evaluasi : respons pengobatan dan ada tidaknya efeksamping
obat serta ada tidaknya komplikasi penyakit
 Evaluasi klinik meliputi keluhan , berat badan, pemeriksaan
fisik2(Alsagaff, 2006).
b. Evaluasi bakteriologik (0 - 2 - 6 /9)
 Tujuan untuk mendeteksi ada tidaknya konversi dahak
 Pemeriksaan & evaluasi pemeriksaan mikroskopik
- Sebelum pengobatan dimulai
- Setelah 2 bulan pengobatan (setelah fase intensif)
- Pada akhir pengobatan
 Bila ada fasiliti biakan : pemeriksaan biakan (0 - 2 – 6/9)
c. Evaluasi radiologik (0 - 2 – 6/9)
Pemeriksaan dan evaluasi foto toraks dilakukan pada:
 Sebelum pengobatan
 Setelah 2 bulan pengobatan
 Pada akhir pengobatan
d. Evalusi keteraturan berobat
 Yang tidak kalah pentingnya selain dari paduan obat yang
digunakan adalah keteraturan berobat, yaitu diminum/tidaknya
obat tersebut. Dalam hal ini maka sangat pentingpenyuluhan
atau pendidikan mengenai penyakit dan keteraturan berobat
yang diberikan kepada penderita,keluarga dan lingkungan
 Ketidakteraturan berobat akan menyebabkan timbulnyamasalah
resistensi.
e. Evaluasi penderita yang telah sembuh
Penderita TB yang telah dinyatakan sembuh tetap
dievaluasiminimal dalam 2 tahun pertama setelah sembuh untuk
mengetahuiterjadinya kekambuhan. Yang dievaluasi adalah
mikroskopikBTA dahak dan foto toraks. Mikroskopik BTA dahak
3,6,12 dan24 bulan setelah dinyatakan sembuh. Evaluasi foto
toraks 6, 12,24 bulan setelah dinyatakan sembuh8.

23
BAB 3

LAPORAN KASUS

Identitas

1. Nama : Tn. E
2. Umur/tgl lahir : 60 tahun / 08 Juni 1957
3. Jenis kelamin : Laki-laki
4. Pekerjaan : Pensiunan
5. Nomor RM : 00.43.86.56
6. Alamat : Pengambiran, Padang
7. Status perkawinan : Menikah
8. Negeri Asal : Indonesia

Anamnesis

Keluhan utama :

Pasien datang untuk kontrol rutin sejak pemakaian OAT 1 bulan yang lalu.

Riwayat Penyakit Sekarang:

24
 Pasien datang untuk kontrol rutin sejak pemakaian OAT 1 bulan yang lalu.

Awalnya pasien datang dengan keluhan batuk berdahak disertai darah,

kemudian pasien didiagnosis menderita TB Paru.


 Batuk berdahak (+) warna putih kental sejak 3 bulan yang lalu sebelum

masuk rumah sakit.


 Batuk darah (+) sejak ± 1 bulan sebelum masuk rumah sakit. Darah

lengket di dahak, sekitar tiga tetes. Saat ini batuk darah sudah tidak ada

lagi.
 Sesak napas meningkat sejak 3 bulan yang lalu sebelum masuk rumah

sakit. Sesak tidak menciut, sesak dirasakan meningkat terutama jika batuk

dan beraktivitas. Sesak tidak dipengaruhi makanan, emosi dan cuaca.

Riwayat sesak sebelumnya (-).


 Nyeri dada (-) dada kadang terasa berat.
 Demam (-).
 Keringat malam (-).
 Penurunan nafsu makan (+)
 Riwayat penurunan BB (+), sekitar 5 kg sejak 3 bulan sebelum masuk

rumah sakit.
 Mual muntah (-)
 BAK dan BAB tidak ada keluhan.

Riwayat Penyakit Dahulu

 Riwayat TB (-)
 Riwayat DM (-)
 Riwayat Hipertensi (-)
 Riwayat keganasan (-)

Riwayat Penyakit Keluarga

 Riwayat TB (-) dalam keluarga


 Riwayat DM (-) dalam keluarga
 Riwayat Hipertensi (-) dalam keluarga.

Riwayat pekerjaan, sosial-ekonomi, kejiwaan dan kebiasaan

 Pasien seorang pensiunan

25
 Pasien merokok 12 batang perhari selama ± 44 tahun dan berhenti sejak 1

bulan yang lalu (IB sedang)

 Free sex (-)

 Alcohol (-)

 Tatto (-)

Pemeriksaan umum

 Kesadaran : CMC
 Tekanan darah : 120/70
 Nadi : 89x/menit
 Suhu : 36,2ºC
 Pernapasan : 20x/menit
 Sianosis : (-)
 Keadaan umum : sedang
 Keadaan gizi : sedang
 Tinggi badan : 163 cm
 Berat badan : 60 kg
 Edema : (-)
 Anemis : (-)
 Ikterus : (-)

Kulit : tidak ada kelainan

Kelenjar getah bening : pembesaran KGB (-)

Kepala : Normocephal

Rambut : tidak ada kelainan

Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik

Telinga : tidak ada kelainan

Hidung : tidak ada kelainan

Tenggorokan : tidak hiperemis

Gigi dan mulut : tidak ada kelainan

Leher

 JVP : 5 - 2 cmH2O

26
 Deviasi trakea : (-)

Paru depan

 Inspeksi : Statis = simetris kiri dan kanan

Dinamis = pergerakan kiri dan kanan sama

 Palpasi : fremitus kanan dan kiri sama


 Perkusi : sonor kiri dan kanan
 Auskultasi : SN bronkovesikular, rh -/-, wh -/-

Paru belakang

 Inspeksi : Statis = simetris kiri dan kanan

Dinamis = pergerakan kiri dan kanan sama

 Palpasi : fremitus kanan dan kiri sama


 Perkusi : sonor kiri dan kanan
 Auskultasi : SN bronkovesikular, rh -/-, wh -/-
Jantung
 Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat
 Palpasi : iktus kordis teraba 1 jari medial LMCS RIC V
 Perkusi : Atas : RIC II
Kanan : RIC IV LSD
Kiri : 1 jari medial LMCS RIC V
 Auskultasi : S1-S2 Reguler, bising jantung (-), gallop (-)

Abdomen

 Inspeksi : tidak membuncit, distensi (-)


 Palpasi : supel, hepar dan lien tidak teraba
 Perkusi : timpani
 Auskultasi : Bising usus (+) N

Alat kelamin : tidak diperiksa

Ekstremitas : teraba hangat, CRT <2 dtk, edema -/-, clubbing

finger -/-

Pemeriksaan penunjang

Foto toraks

27
Pasien laki-laki usia 60 tahun foto thorax diambil di RSU Aisyiyah Padang

tanggal 23 Juli 2018 dan 08 Agustus 2018. Foto sentris, tidak simetris, densitas

sedang dengan gambaran fibroinfiltrat dan multikavitas di lapangan paru kanan.

Kesan:

TB Paru.

Pemeriksaan SPS

Sewaktu: negatif

Pagi: negatif

Sewaktu: negatif

Pemeriksaan TCM

-MTB terdeteksi rendah

-Rifampisin resisten tidak terdeteksi

Laboratorium
-
Hb : 12,8 g/dl
-
Leukosit : 9.350/mm3
-
Trombosit : 386.000/mm3
-
Ht : 40%

28
-
GDS : 117
-
Ureum : 29
-
Kreatinin : 0,6
-
Tot. Protein : 7,0
-
Albumin : 4,0
-
Globulin : 3,0
-
Bilirubin total : 0,2
-
Bilirubin direk : 0,1
-
Bilirubin indirek : 0,1
-
SGOT : 75
-
SGPT : 37

Kesan:

Globulin ↑ dan SGOT ↑

Diagnosis Kerja

TB Paru Kasus Baru BTA (-), TCM (+), Ro (+)

Diagnosis Banding

Tatalaksana
-
OAT Kategori 1 (R600 / H300 / Z1250 / E1000) (mulai tanggal 22/8/2018)
o INH 4-6 x 60 = 240 - 360 = 300
o Rifampisin 8-12 x 60 = 450 - 720 = 600
o Etambutol 15-20 x 60 = 900 – 1200 = 1000
o Pirazinamid 20-30 x 60 = 1200 – 1800 = 1250
-
B6 tab 1 x 10
-
N-asetilsistein tab 2 x 1
-
Lansoprazole tab 1 x 1

BAB 4
DISKUSI

Setelah dilakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang pada pasien,

ditemukan gejala-gejala yang ditemukan sesuai dengan gejala TB paru. Pasien

mengalami batuk selama sebulan. Batuklebih dari dua minggu merupakan gejala

respiratorik khas TB paru. Batuk merupakan refleks pertahanan yang timbul

29
akibat iritasi percabangan trakeobronkial. Kemampuan untuk batuk merupakan

mekanisme yang penting untuk membersihkan saluran nafas bagian bawah.

Rangsangan yang biasanya menyebabkan batuk adalah rangsangan mekanik,

kimia, dan peradangan. Proses peradangan batuk ini dicetuskan oleh adanya benda

asing oleh tubuh. Bila bronkus belum terlibat dalam proses penyakit, maka pasien

mungkin tidak ada gejala batuk. Batuk yang pertama terjadi karena iritasi bronkus,

dan selanjutnya batuk diperlukan untuk membuang dahak ke luar. Batuk darah

terjadi karena pecahnya pembuluh darah kapiler yang menyelubungi kavitas.


Sesak napas pada pasien bisa disebabkan oleh banyak hal. Penyebab

penting sesak napas diantaranya berasal dari obstruksi jalan napas atas, penyakit

saluran napas bawah, penyakit parenkim paru, penyebab pernapasan lain,

penyebab kardiovaskular, dan penyebab lainnya. Penurunan berat badan pada

tuberkulosis dapat disebabkan oleh produksi mediator inflamasi.

Pada pemeriksaan rontgen thorax dijumpai fibroinfiltrat pada lapangan paru

di apeks paru kanan dan juga dijumpai kavitas. Berdasarkan teori, gambaran

radiologi yang dicurigai sebagai lesi TB aktif adalah bayangan berawan/nodular di

segmen apikal dan kavitas yang dikelilingi oleh bayangan opak berawan atau

nodular. Sedangkan gambaran radiologi yang dicurigai lesi TB inaktif yaitu

fibrotik, kalsifikasi dan penebalan pleura. Sedangkan gambaran radiologi pada

pneumonia yaitu dijumpai adanya infiltrat sampai dengan konsolidasi dengan air

bronchogram.

Pada pasien sudah dilakukan pemeriksaan BTA SPS, namun hasilnya

negatif. Sesuai teori, berdasarkan hasil pemeriksaan dahak, TB paru dibagi atas

TB paru BTA (+) dan TB paru BTA (-). Dikatakan TB paru BTA (-) apabila hasil

pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif, gambaran klinis dan

30
kelainan radiologi menunjukkan tuberkulosis aktif atau hasil pemeriksaan dahak 3

kali menunjukkan BTA negatif dan biakan M. tuberculosis. Dikatakan TB paru

BTA (+), sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak menunjukkan hasil BTA

(+) atau hasil pemeriksaan 1 spesimen dahak menunjukkan BTA (+) dan kelainan

radiologi menunjukkan gambaran tuberculosis aktif atau hasil pemeriksaan 1

spesimen dahak menununjukkan BTA (+) dan biakan (+).

Pada pemeriksaan TCM (GeneXpert) didapatkan hasil MTB terdeteksi tanpa

adanya resistensi Rifampisin. Oleh karena itu, pasien masih dapat diberikan OAT

lini I yaitu Rifampisin, INH, Pirazinamid, Etambutol, dan Streptomisin. Pasien

disebutkan dengan kasus baru karena pertama kali pasien mengonsumsi OAT

adalah pada tanggal 22 Agustus 2018. Kasus baru adalah penderita yang belum

pernah mendapat pengobatan dengan OAT atau sudah pernah menelan OAT

kurang dari satu bulan (30 dosis harian).

DAFTAR PUSTAKA

1. Fauci, Anthony S. Kasper, Dennis L. Longo, Dan L. Braunwald, Hauser,

Eugene Stephen L. Jameson, J. Larry. Loscalzo, Joseph. Chapter 158

Tuberculosis in: Harrison principle of internal medicine 17th edition. USA:

McGraw-Hill. 2008
2. Grippi MA, Elias JA, Fishman JA, Kotloff RM, Pack AI, Senior RM.

Chapter 131 Tuberculosis in: Fishman’s Pulmonary Diseases and

Disorders. Fifth Edition. USA. McGraw-Hill. 2015.


3. Kemenkes RI. Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis. Jakarta:

Kemenkes. 2014

31
4. World Health Organization. Global Tuberculosis Report. 2017

5. Isselbacher, Braunwald, Wilson et all. Harrison Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit

Dalam. Volume 2. Edisi 13. Hal 799-808. Jakarta: EGC, 1999.

6. Iseman, Michael D. Chapter 345 Tuberculosis in: Goldman, Lee. Ausiello,

Dennis. Cecil medicine 23rd edition. Philadelphia: Elsevier Saunders.

2008.

7. Amin Z dan Asril B. Tuberkulosis Paru dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.

Jilid II. Edisi IV. Hal 988-992. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu

Penyakit Dalam FKUI, 2006.

8. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Tuberkulosis. Pedoman Diagnosis dan

Pentalaksanaan di Indonesia. Jakarta: Indah Offset Citra Grafika, 2006.

9. Baliga, Ragavendra. Hough, Rachel. Haq, Iftikhar. Crash course internal

medicine. United Kingdom: Elsevier Mosby. 2007.

10. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Tuberkulosis. Pedoman Diagnosis dan

Pentalaksanaan di Indonesia. Jakarta: Indah Offset Citra Grafika, 2006.

11. Amin Z dan Asril B. Tuberkulosis Paru dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid

II. Edisi IV. Hal 988-992. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit

Dalam FKUI, 2006


12. Sylvia A, Loraine M. Patofisiologi. Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Volume 2.

Edisi 6. Hal 852-860. Jakarta: EGC, 2005

13. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2011. Pedoman Diagnosis dan


Penatalaksanaan Tuberkulosis di Indonesia. Jakarta : Indah Offset Citra
Grafika.

32

Anda mungkin juga menyukai