Anda di halaman 1dari 26

BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM REFARAT

FAKULTAS KEDOKTERAN JANUARI 2023


UNIVERSITAS HALU OLEO

TUBERKULOSIS PARU

Oleh :

Lenny Wahyuningsi Lami, S.Ked


K1B1 22 110

Pembimbing:
dr. Handi Priambodo, Sp.P, M.Kes

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2023
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini, menyatakan bahwa:

Nama : Lenny Wahyuningsi Lami, S.Ked

NIM : K1B1 22 110

Program Studi : Profesi Dokter

Fakultas : Kedokteran

Refarat : Tuberkulosis Paru

Telah menyelesaikan tugas laporan kasus dalam rangka kepanitraan klinik

pada Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Halu Oleo.

Kendari, Januari 2023

Mengetahui,

Pembimbing

dr. Handi Priambodo, Sp.P., M.Kes

2
3

A. Pendahuluan
Tuberkulosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri
mycobacterium tuberculosis, yang paling umum mempengaruhi paru-paru.
Penyakit ini ditularkan dari orang ke orang melalui cairan dari tenggorokan dan
paru-paru seseorang dengan penyakit pernapasan aktif. (WHO)
TB merupakan salah satu dari 10 penyebab kematian terbanyak. Tahun
2015 dilaporkan, sebanyak 10,4 juta orang menderita TB dan 1,8 juta
diantaranya meninggal karena penyakit ini, termasuk 0,4 juta diantara orang
dengan penyakit HIV. TB adalah pembunuh utama orang dengan HIV-positif,
dimana 35% kematian akibat HIV penyebabnya adalah TB. Kematian akibat
TB lebih dari 95% dan terjadi di negara berpenghasilan rendah dan menengah.
Terdapat enam negara yang menyumbang 60% total kejadian, dimana India
berada pada peringkat atas disusul oleh Indonesia, China, Nigeria, Pakistan dan
Afrika Selatan.(Ramadhan R,dkk)
Kuman penyebab TBC (mycobacterium tuberculosis) ditemukan pertama
kali pada tahun 1882 oleh Robert Koch, sedangkan vaksin BCG ditemukan
pada tahun 1921. Kemudian pada tahun 1994 ditemukan streptomisin sebagai
obat pertama anti TBC, kemudian disusul INH pada tahun 1949. Penyakit TBC
muncul kembali kepermukaan dengan meningkatnya kasus TBC di negara-
negara maju atau industri pada tahun 1990.3 Sebagian besar bakteri
Tuberkulosis menyerang paru, dan juga dapat menginfeksi organ tubuh
lainnya. Bakteri ini memiliki ukuran 0,5-4 mikron x 0,3-0,6 mikron berbentuk
batang tipis,lurus atau agak bengkok, berglanula atau tidak memiliki selubung,
tetapi mempunyai lapisan luar tebal yang terdiri dari lipoid.
Penanganan penderita TB yang tidak benar akan menimbulkan berbagai
macam komplikasi, salah satunya adalah sindrom gagal nafas dewasa (Adult
Respiratory Distress Sindrome/ARDS). Angka kematian ARDS pada penderita
TB sebanyak 70%. Pada pasien yang dirawat dengan diagnosis tuberkulosis,
1%-3% ditemukan adanya pneumotoraks.(Krisnadina B.S,dkk )

B. Definisi
4

Tuberkulosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri


mycobacterium tuberculosis, yang paling umum mempengaruhi paru-paru.
Penyakit ini ditularkan dari orang ke orang melalui cairan dari tenggorokan dan
paru-paru seseorang dengan penyakit pernapasan aktif. (WHO,2012)
Tuberkulosis adalah penyakit infeksius terutama menyerang parenkim
paru. TB paru adalah suatu penyakit yang menular yang disebabkan oleh bacil
Mycobacterium tuberculosis yang merupakan salah satu penyakit saluran
pernafasan bagian bawah. Sebagian besar bakteri M. tuberculosis masuk ke dalam
jaringan paru melalui airbone infection dan selanjutnya mengalami proses yang
dikenal sebagai fokus primer. (Imam A,dkk 2020)

C. Etiologi
Reservoir utama M. tuberculosis adalah pasien dengan TB paru. Pasien
yang memiliki "kavitas" pada parunya mengandung 100 juta kuman. Jumlah
kuman TB lebih dari 5000 kuman per milliliter dahak dapat dilihat pada
pemeriksaan mikroskopis Basil Tahan Asam (BTA) "positif". Ketika pasien TB
paru berbicara dan terutama saat batuk, bersin, mereka akan menghasilkan
aerosol yang mengandung droplet yang infeksius. (Amin M, 2018)
TB adalah penyakit yang ditularkan melalui udara yang disebabkan oleh
bakteri Mycobacterium tuberculosis (M. tuberculosis). M. tuberculosis dan 7
spesies mikobakterium lainnya seperti M. bovis, M. africanum, M. microti, M.
caprae, M. pinnipedii, M. canetti dan M. mungi disebut sebagai M. tuberculosis
comnplex. Kuman Mycobacterium tuberculosis merupakan kuman aerob,
berbentuk batang dan tahan asam pada pewarnaan Ziehl Neelsen (ZN), kuman
akan mati apabila terpapar langsung dengan sinar ultraviolet. (Amin M, 2018)

D. Epidemiologi
TB merupakan salah satu dari 10 penyebab utama kematian dari satu agen
infeksius. Jutaan orang menderita penyakit ini setiap tahunnya. Penyakit TB
dapat diderita oleh semua kelompok usia, 90% kasus TB dewasa berusia ≥15
tahun terdiri dari 64% laki-laki, 9% HIV positif (72% diantaranya dari Afrika )
dan dua pertiga berada di delapan negara yaitu: India (27%), Cina (9%),
5

Indonesia (8%), Filipina (6%), Pakistan (59%), Nigeria (4%), Bangladesh (4%)
dan Afrika Selatan (3%). (Amin M, 2018)
Menurut laporan WHO tahun 2015, ditingkat global diperkirakan 9,6 juta
kasus TB baru dengan 3,2 juta kasus diantaranya adalah perempuan. Dengan
1,5 juta kematian karena TB dimana 480.000 kasus adalah perempuan. Dari
kasus TB tersebut ditemukan 1,1 juta (12%) HIV positif dengan kematian
320.000 orang (140.000 orang adalah perempuan) dan 480.000 TB Resistan
Obat (TB-RO) dengan kematian 190.000 orang. Dari 9,6 juta kasus TB baru,
diperkirakan 1 juta kasus TB Anak (di bawah usia 15 tahun) dan 140.000
kematian/tahun.
Jumlah kasus TB di Indonesia menurut Laporan WHO tahun 2015,
diperkirakan ada 1 juta kasus TB baru pertahun (399 per 100.000 penduduk)
dengan 100.000 kematian pertahun (41 per 100.000 penduduk). Diperkirakan
63.000 kasus TB dengan HIV positif (25 per 100.000 penduduk). Angka
Notifikasi Kasus (Case Notification Rate/CNR) dari semua kasus, dilaporkan
sebanyak 129 per 100.000 penduduk. Jumlah seluruh kasus 324.539 kasus,
diantaranya 314.965 adalah kasus baru. Secara nasional perkiraan prevalensi
HIV diantara pasien TB diperkirakan sebesar 6,2%. Jumlah kasus TB-RO
diperkirakan sebanyak 6700 kasus yang berasal dari 1,9% kasus TB-RO dari
kasus baru TB dan ada 12% kasus TB-RO dari TB dengan pengobatan ulang.
(Permenkes RI, 2016)

E. Patomekanisme
M. tuberculosis dibawa oleh partikel udara, yang disebut droplet nuclei
yang berdiameter 1-5 mikron. Droplet ini membawa partikel menular yang
dihasilkan ketika orang yang menderita sakit TB paru atau TB laring batuk,
bersin, berteriak, atau bernyanyi. Jumlah droplet yang diproyeksikan ke udara
sangat tinggi ketika batuk (3500 kuman) atau bersin (1 juta kuman).
Penularan terjadi ketika seseorang menghirup droplet nuclei yang
mengandung M. tuberculosis melalui mulut atau hidung, saluran pernapasan
atas, bronkus dan akhirnya mencapai alveoli paru. Droplet yang mengandung
6

kuman dapat bertahan dalam jangka waktu lama di ruangan gelap.


(Permenkes RI, 2016)
Ketika droplet yang mengandung mengandung kuman TB mencapai
alveoli paru orang sehat, mereka akan difagositosis oleh makrofag alveolar.
Makrorag dan monosit lainnya tertarik, dan berpartisipasi dalam proses
pertahanan terhadap infeksi. "Fokus infeksi" yang dihasilkan terdiri dari sel-
sel inflamasi, disebut sebagai fokus primer. Kuman dan antigen yang
dilepaskan oleh makrofag melalui sistem limfatik menuju kelenjar limfe
terdekat. Di dalam kelenjar getah bening, limfosit T diubah menjadi limfosit
T spesifik, menyebabkan pelepasan limfokin dan aktivasi makrofag yang
menghambat pertumbunan kuman. Jaringan inflamasi yang terbentuk dalam
fokus primer digantikan oleh jaringan fibrotik, dimana makrofag yang
mengandung kuman TB diisolir dan mati. Fokus primer ini adalah tempat
nekrosis kaseosa spesifik TB. (Amin M, 2018)
Mayoritas dari turbekel Mycobacterium tuberculosis dapat dihancurkan
oleh makrofag alveolar. Lebih dari 90% orang yang terinfeksi M. tuberculosis
tanpa memberikan gejala apapun, yang selanjutnya disebut TB laten.
Sejumlah kecil dari kuman TB dapat berkembang biak intraseluler
dan dilepaskan ketika makrofag mati.(Amin M, 2018)
Mikroorganisme dapat tetap tidak aktif di dalam tubuh untuk waktu yang
lama. Beberapa orang yang telah terinfeksi kemudian berkembang menjadi
penyakit. Risiko penyakit menjadi aktif diperkirakan sekitar 5% dalam 18
bulan setelah infeksi awal dan sekitar 5% selama masa hidupnya.
Diperkirakan 2 miliar orang di seluruh dunia memiliki infeksi TB laten dan
berisiko untuk aktif kembali. Kuman TB yang hidup dapat menyebar melalui
saluran limfe dan aliran darah menuju ke jaringan atau organ yang lebih jauh
(kelenjar getah bening regional, apeks paru, ginjal, otak, dan tulang dan lain-
lain). (Amin M, 2018)

Perjalanan alamiah dari penyakit tuberkulosis paru terdiri dari beberapa


tahap yaitu paparan, infeksi, menderita sakit kemudian meninggal dunia.
Risiko peningkatan terinfeksi bakteri Mycobacterium tuberculosis terkait
7

dengan adanya jumlah kasus yang menular di suatu lingkungan, peluang


kontaminasi dengan kasus menular, tingkat daya penularan sputum dari
sumber penularan, intensitas batuk, kedekatan kontak dengan penderita,
berapa lama waktu kontak dan faktor lingkungan dengan konsentrasi
Mycobacterium tuberculosis di udara, ventilasi dan sinar ultraviolet. Syarat
utama terinfeksi bakteri Mycobacterium tuberculosis adalah paparan infeksi
terhadap penderita tuberkulosis paru melalui droplet nuclei. Setelah 6-14
minggu seseorang terpapar bakteri Mycobacterium tuberculosis maka akan
terjadi respon imun dan ini disebut dengan tahap infeksi. Reaksi imunologis
merupakan reaksi dimana Mycobacterium tuberculosis memasuki alveoli dan
makrofag akan menangkapnya selanjutnya akan terjadi reaksi antigen-
antibody complex. Reaksi imunologi umum yaitu delayed hypersensitivity
yang akan menunjukan hasil tes tuberkulin menjadi positif. Setelah
Mycobacterium tuberculosis masuk ke dalam alveoli atau jaringan paru maka
akan segera ditangani dengan mekanisme sistem imunologi tubuh non-
spesifik. Makrofag yang berada di alveolus akan memfagosit Mycobacterium
tuberculosis dan makrofag biasanya mampu memfagosit sebagian besar
bakteri. Sebagian orang yang terinfeksi Mycobacterium tuberculosis akan
menjadi infeksi primer atau sakit primer dan biasanya terlokalisir pada pulmo
dan limfonodi regional dalam cavum thoracis. Infeksi primer biasanya
penderita tidak mengeluhkan adanya gejala dari infeksi primernya, akan
tetapi jika dilakukan pemeriksaan tes tuberkulin maka hasilnya adalah
tuberkulin positif. Sebagian kecil kasus makrofag yang tidak mampu
memfagosit Mycobacterium tuberculosis maka bakteri tersebut akan
bereplikasi dalam makrofag sehingga Mycobacterium tuberculosis akan
membentuk koloni di tempat tersebut. Mycobacterium tuberculosis akan
bereplikasi setiap 25-32 jam di dalam makrofag dan akan tumbuh selama 2-
12 minggu sampai jumlahnya cukup untuk membentuk respon imunologik.
Lokasi pertama kali Mycobacterium tuberculosis berada di jaringan pulmo
disebut dengan fokus primer atau fokus Ghon. Dari infeksi primer atau fokus
primer maka Mycobacterium tuberculosis akan menyebar menuju kelenjar
8

limfe regional melalui saluran limfe, saluran limfe tersebut merupakan


saluran limfe yang memiliki saluran limfe ke lokasi fokus primer. Penyebaran
tersebut akan sebabkan terjadinya limfangitis di saluran limfa dan
limfadenitis pada kelenjar limfa yang terinfeksi Mycobacterium tuberculosis.
Apabila infeksi primer berada pada lobus pulmo inferior atau medial maka
kelenjar limfe yang terlibat yaitu kelenjar limfe parahilus, apabila infeksi
primer berada di apeks pulmo maka yang akan terlibat yaitu kelenjar
paratrakeal. Kompleks primer yang terjadi merupakan gabungan antara fokus
primer, limfadenitis dan limfangitis. Waktu yang dibutuhkan dari awal
masuknya Mycobacterium tuberculosis sampai terbentuknya kompleks
primer lengkap disebut dengan masa inkubasi tuberkulosis. Masa inkubasi
tuberkulosis paru terjadi dan berlangsung dalam waktu empat sampai delapan
minggu dengan rentang waktu antara dua sampai dua belas minggu. Di masa
inkubasi tersebut Mycobacterum tuberculosis akan tumbuh hingga mencapai
> 100 bakteri, yaitu jumlah yang cukup untuk merangsang terjadinya respon
imunitas seluler. Lesi yang ada umunya akan sembuh secara total akan tetapi
bakteri Mycobacterium tuberculosis akan tetap beratahan hidup dalam lesi
tersebut yang disebut dengan istilah dormant dan di suatu saat akan kembali
menjadi aktif. Penyebaran melalui aliran darah dalam tubuh dan kelenjar
limfe dapat juga terjadi sebelum penyembuhan lesi. Tahap menderita sakit
tuberkulosis tergantung dengan jumlah bakteri Mycobacterium tuberculosis
yang terhirup, lama waktu sejak terpapar atau terinfeksi, usia seseorang yang
terinfeksi, kekuatan daya sistem kekebalan tubuh. Penderita dengan infeksi
HIV/AIDS dan gizi buruk atau malnutrisi akan lebih mudah terjadinya
perkembangan Tuberkulosis aktif. Risiko kematian karena Tuberkulosis
karena diagnosis yang terlambat dan atau karena penegakan diagnosis yang
salah, terapi yang tidak baik dan benar, adanya kondisi kesehatan sebelumnya
yang buruk ataupun penyakit penyerta dan riwayat penyakit sebelumnya.
Penderita Tuberkulosis paru tanpa pengobatan dalam waktu lima tahun, 50%
akan meninggal dan risiko ini sangat meningkat pada penderita yang
mempunyai infeksi HIV/AIDS. (Permatasari, 2022)
9

F. Klasifikasi Tuberculosis Paru


1. Klasifikasi berdasarkan Organ tubuh yang terkena: (Amin M, 2018)

a) Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan


(parenkim) paru. tidak termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar
pada hilus.
b) Tuberkulosis ekstra paru adalah tuberkulosis yang menyerang organ
tubuh lain selain paru, misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung
(pericardium), kelenjar limfe, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal,
saluran kencing, alat kelamin, dan lain-lain
2. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis, yaitu pada
TB Paru:
a) Tuberkulosis paru BTA positif
- Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya
BTApositif.
- 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks
dadamenunjukkan gambaran tuberkulosis.
- 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman
TB positif
- 1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3
spesimendahak SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya
BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah pemberian
antibiotika non OAT
b) Tuberkulosis paru BTA negatif
- Minimal 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negative
- Foto toraks abnormal menunjukkan gambaran tuberculosis
- Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT
- Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi
pengobatan
10

3. Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya: (Permenkes RI,


2016)

a) Pasien baru TB: adalah pasien yang belum pernah mendapatkan


pengobatan TB sebelumnya atau sudah pernah menelan OAT namun
kurang dari 1 bulan (˂ dari 28 dosis)
b) Pasien yang pernah diobati TB: adalah pasien yang sebelumnya
pernah menelan OAT selama 1 bulan atau lebih (≥ dari 28 dosis).
Pasien ini selanjutnya diklasifikasikan berdasarkan hasil pengobatan
TB terakhir, yaitu
- Pasien kambuh: adalah pasien TB yang pernah dinyatakan sembuh
atau pengobatan lengkap dan saat ini didiagnosis TB berdasarkan
hasil pemeriksaan bakteriologis atau klinis (baik karena benar-
benar kambuh atau karena reinfeksi).
- Pasien yang diobati kembali setelah gagal: adalah pasien TB yang
pernah diobati dan dinyatakan gagal pada pengobatan terakhir.
- Pasien yang diobati kembali setelah putus berobat (lost to follow-
up): adalah pasien yang pernah diobati dan dinyatakan lost to
follow up. (Klasifikasi ini sebelumnya dikenal sebagai pengobatan
pasien setelah putus berobat /default).
- Lain-lain: adalah pasien TB yang pernah diobati namun hasil akhir
pengobatan sebelumnya tidak diketahui.
c) Pasien yang riwayat pengobatan sebelumnya tidak diketahui.
4. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan uji kepekaan obat (Permenkes
RI, 2016)

Pengelompokan pasien disini berdasarkan hasil uji kepekaan


contoh uji Mycobacterium tuberculosis terhadap OAT dan dapat berupa:
a) Mono resistan (TB MR): Mycobacterium tuberculosis resistan terhadap
salah satu jenis OAT lini pertama saja.
b) Poli resistan (TB PR): Mycobacterium tuberculosis resistan terhadap
lebih dari satu jenis OAT lini pertama selain Isoniazid (H) dan
Rifampisin (R) secara bersamaan.
11

c) Multi drug resistan (TB MDR): Mycobacterium tuberculosisresistan


terhadap Isoniazid (H) dan Rifampisin (R) secara bersamaan, dengan
atau tanpa diikuti resitan OAT lini pertama lainnya.
d) Extensive drug resistan (TB XDR): adalah TB MDR yang sekaligus
juga Mycobacterium tuberculosis resistan terhadap salah satu OAT
golongan fluorokuinolon dan minimal salah satu dari OAT lini kedua
jenis suntikan (Kanamisin, Kapreomisin dan Amikasin)
e) Resistan Rifampisin (TB RR): Mycobacterium tuberculosisresistan
terhadap Rifampisin dengan atau tanpa resistensi terhadap OAT lain
yang terdeteksi menggunakan metode genotip (tes cepat molekuler)
atau metode fenotip (konvensional).
5. Klasifikasi pasien TB berdasarkan status HIV
a) Pasien TB dengan HIV positif (pasien ko-infeksi TB/HIV): adalah pasien
TB dengan:
- Hasil tes HIV positif sebelumnya atau sedang mendapatkan ART, atau
- Hasil tes HIV positif pada saat diagnosis TB
b) Pasien TB dengan HIV negatif: adalah pasien TB dengan:
- Hasil tes HIV negatif sebelumnya, atau
- Hasil tes HIV negative pada saat diagnosis TB.
Catatan: Apabila pada pemeriksaan selanjutnya ternyata hasil tes HIV
menjadi positif, pasien harus disesuaikan kembali klasifikasinya sebagai
pasien TB dengan HIV positif.
c) Pasien TB dengan status HIV tidak diketahui: adalah pasien TB tanpa
ada bukti pendukung hasil tes HIV saat diagnosis TB ditetapkan.
Catatan: Apabila pada pemeriksaan selanjutnya dapat diperoleh hasil tes
HIV pasien, pasien harus disesuaikan kembali klasifikasinya berdasarkan
hasil tes HIV terakhir.

G. Manifestasi Klinis
12

Keluhan yang dirasakan pada pasien TB dapat bermacam-macam atau


tanpa keluhan dalam pemeriksaannya. Gejala klinis pada TB paru meliputi :
(Ramadhan R, dkk, 2017)
a) Gejala pernapasan
- Batuk / batuk darah.
Gejala ini sering ditemukan. Batuk terjadi karena adanya iritasi pada
bronkus. Sifat batuk dimulai dari batuk kering (non-produktif), kemudian
setelah timbul perdangan berubahh menjadi batuk produktif
( mrnghasilkan dahak). Keadaan lebih lanjut dapat berupa batuk darah.
Batuk darah pada TB terjadi pada kavitas, tetapi dapat juga terjadi pada
ulkus dinding bronkus.
- Sesak nafas
Penyakit TB paru yang ringan (baru tumbuh) belum dirasakan adanya
sesak nafas. Sesak nafas akan ditemukan pada penyakit TB paru yang
sudah lanjut, dimana infiltasinya sudah meliputi setengah bagian paru-
paru.
- Nyeri dada
Nyeri dada timbul bila infiltarasi radang sudah sampai ke pleura sehingga
menimbulkan pleuritis, terjadi gesekkan kedua pleura sewaktu pasien
menarik/melepaskan nafas.
- Sering terserang flu
Gejala batuk lama kadang disertai pilek sering terjadi karena daya tahan
tubuh pasien yang rendah sehingga mudah terserang infeksi virus seperti
influenza.
b) Gejala sistemik
- Demam
Biasanya subfebris menyerupai demam influenza tetapi kadang-kadang
suhu badan dapat mencapai 40-41o C. Serangan demam pertama dapat
sembuh sebentar, tetapi kemudian dapat timbul kemali. Keadaan ini sangat
dipengaruhi oleh daya tahan tubuh pasien dan berat ringannya infeksi
kuman TB yang masuk.
13

- Malaise
Penyakit TB bersifat radang yang menahun. Gejala malaise sering
ditemukkan berupa anoreksia, tidak ada nafsu makan, sakit kepala,
meriang, nyeri otot, keringat malam, dll. Gejala malaise makin lama makin
memberat dan terjadi hilang timbul secara tidak teratur.
- Berat badan menurun
Biasanya pasien tidak merasakan berat badannya turun. Sebaiknya kita
menanyakan berat badan sekarang dan berat badan sebelum pasien sakit.
Pada pasien anak-anak biasanya berat badan sulit naik terutama dalam 2-3
bulan terakhir atau status giazinya kurang.
- Rasa cepat lelah
Gejala ini hampir tidak dirasakan pada pasien.

H. Diagnosis
Diagnosis Tb paru pada dewasa dapat ditegakkan berdasarkan gejala
klinik, pemeriksaan fisik, bakteriologik dan radiologis : (Amin M, 2018)
1. Gejala klinik berupa batuk persisten lebih dari 2 minggu atau lebih,
setiap pasien dengan gejala ini harus ditetapkan sebagai terduga TB
paru; batuk darah, sesak nafas, nyeri dada, keringat malam hari,
demam, cepat lelah, nafsu makan menurun, berat badan menurun.
2. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik pada TB paru tidak spesifik, tergantung pada derajat
kerusakan parenkim parus, sedikit berkontribusi dalam diagnosis. Pada
banyak kasus, pasien tampak sehat, namun demikian pemeriksaan yang
sistematis tetap perlu dilakukan. Dapat ditemukan adanya temperatur
yang meningkat; pernapasan meningkat; pada pemeriksaan toraks
dapat ditemukan abnormalitas suara napas, suara napas tambahan
seperti ronkhi dan wheezing dapat terdengar, tergantung luasnya lesi.
Pada lesi yang minimal biasanya tidak ditemukan kelainan pada
pemeriksaan fisiknya.
3. Pemeriksaan bakteriologis
14

a. Pemeriksaan smear sputum mikroskopis BTA, 2 sampel dahak


pada laboratorium yang berkualitas. Sputum diambil Sewaktu-Pagi
(S-P)
b. Pemeriksaan Tes Cepat Molekuler (TCM), dengan metode Xpert
MTB/RIF. TCM merupakan sarana untuk penegakan diagnosis,
tetapi tidakdapat digunakan untuk mengevaluasi hasil pengobatan
c. Pemeriksaan Biakan atau kultur. Pemeriksaan biakan dapat
dilakukan dengan media padat (Lowenstein-Jensen) dan media cair
(Mycobacteria Growth Indicator Tube)
d. Pemeriksaan uji kepekaan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) lini 1 dan
2. Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui ada atau tidaknya
resistensi atau kekebalan terhadap OAT lini 1 atau 2.
4. Pemeriksaan radiologi
Gambaran radiologis pada TB paru dewasa dapat berupa gambaran
kavitas, nodul, fibroinfiltat pada lapangan paru atas. Infiltrat dapat
berada di lapangan paru bawah terutama pada pasien HIV atau
diabetes. Gambaran lesi TB yang mungkin merupakan suatu sequele
adalah kalsifikasi, fibrotik dan bullae. Foto toraks tidak boleh
digunakan sebagai alat diagnostik tunggal untuk menegakkan
diagnosis TB paru. Foto toraks tidak selalu memberikan gambaran
yang spesifik pada TB paru, sehingga dapat menyebabkan terjadinya
overdiagnosis ataupun underdiagnosis. Radiografi toraks mungkin
bermanfaat pada pasien dengan hasil pemeriksaan bakteriologis
"negatif'.
5. Pemeriksaan penunjang lain
Pemeriksaan lainnya seperti pemeriksaan histopatologi untuk
kecurigaan pada kasus TB ekstra paru.

I. Penatalaksanaan
Tujuan terapi tuberkulosis adalah untuk: (Amin M, 2018)
15

1. Mengurangi jumlah kuman TB yang tumbuh aktif (actively


growing),dengan demikian dapat mengurangi keparahan penyakit,
mencegahkematian dan menghentikan penularan M. tuberculosis
2. Memberantas populasi persisting bacilli untuk mencegah kekambuhan
setelah menyelesaikan terapi
3. Mencegah terjadinya resistensi obat selama terapi
Tahapan Pengobatan TB harus selalu meliputi pengobatan tahap awal dan
tahap lanjutan yaitu : (Permenkes RI, 2016)
1) Tahap Awal: Pengobatan diberikan setiap hari. Paduan pengobatan pada
tahap ini adalah dimaksudkan untuk secara efektif menurunkan jumlah
kuman yang ada dalam tubuh pasien dan meminimalisir pengaruh dari
sebagian kecil kuman yang mungkin sudah resistan sejak sebelum pasien
mendapatkan pengobatan. Pengobatan tahap awal pada semua pasien
baru, harus diberikan selama 2 bulan. Pada umumnya dengan pengobatan
secara teratur dan tanpa adanya penyulit, daya penularan sudah sangat
menurun setelah pengobatan selama 2 minggu pertama.
2) Tahap Lanjutan: Pengobatan tahap lanjutan bertujuan membunuh sisa
sisa kuman yang masih ada dalam tubuh, khususnya kuman persister
sehingga pasien dapat sembuh dan mencegah terjadinya kekambuhan.
Obat Anti Tuberkulosis (OAT) adalah komponen terpenting
dalampengobatan TB. Pada prinsipnya pengobatan diberikan dalam bentuk
paduan kombinasi minimal 4 macam obat yang ditelan teratur dan diawasi
langsungoleh Pengawas Menelan Obat (PMO). Dosis yang diberikan
berdasarkan berat badan pasien. Regimen pengobatan terdiri dari 4 obat
standard dari obat lini pertama yaitu isoniazid (H), rifampisin (R), pirazinamid
(Z), dan etambutol (E). (Amin M, 2018)

Tabel. Jenis OAT lini 1 (Permenkes RI, 2016)

Jenis Sifat Efek Samping


Isoniazid(H) Bakterisidal Neuropati perifer (Gangguan saraf
tepi), psikosis toksik, gangguan
16

fungsi hati, kejang.


Rifampisin (R) Bakterisidal Flu syndrome (gejala influenza
berat), gangguan gastrointestinal,
urine berwarna merah, gangguan
fungsi hati, trombositopeni,
demam, skin rash, sesak nafas,
anemia hemolitik.
Pirazinamid (Z) Bakterisidal Gangguan gastrointestinal,
gangguan fungsi hati, gout
arthritis.
Streptomisin (S) Bakterisidal Nyeri ditempat suntikan, gangguan
keseimbangan dan pendengaran,
renjatan anafilaktik, anemia,
agranulositosis, trombositopeni.
Etambutol (E) Bakteriostatik Gangguan penglihatan, buta
warna, neuritis perifer (Gangguan
saraf tepi).

Tabel. Jenis OAT lini 2

Grup Golongan Jenis Obat


A Floroquinolon - Levofloksasin (Lfx)
- Moksifloksasin (Mfx)
- Gatifloksasin (Gfx)*
B OAT Suntik Lini kedua - Kanamisin (km)
- Amikasim (Am)*
- Kapreomisin(Cm)
Streptomisin (S)**
C OAT Oral Lini kedua -Etionamid (Eto)/Protionamid
(Pto)*
-Sikloserin (Cs) /Terizidon
17

(Trd)*
-Clofazimin (Cfz)
-Linezolid (Lzd)
D D1 OAT lini - Pirazinamid (Z)
pertama - Etambutol (E)
- Isoniazid (H) dosis tinggi
D2 OAT baru - Bedaquiline (Bdq)
- Delamanid (Dlm)*
- Pretonamid (PA-824)*
D3 OAT - Asam para aminosalisilat
Tambahan (PAS)
- Imipenem-silastatin (Ipm)*
- Meropenem (Mpm)*
- Amoksilin clavulanat (Amx-
Clv)*
- Thioasetazon (T)*
Keterangan:
*Tidak disediakan oleh program
**Tidak termasuk obat suntik lini kedua, tetapi dapat diberikan pada kondisi
tertentu dan tidak disediakan oleh program

Tabel. Dosis rekomendasi OAT Lini pertama untuk dewasa


18

Beberapa panduan OAT yang digunakan di Indonesia saat ini antara lain
adalah
1. Kategori 1
Diberikan untuk pasien TB paru yang terkonfirmasi bakteriologis;
yang terdiagnosis klinis dan pasien TB ekstra paru. Panduan yang diberikan
adalah :
i. 2(HRZE)/4(HR)3 , fase awal diberikan setiap harim fase lanjutan
diberikan 3x per minggu (rekomendasi B). Panduan ini dapat
doberikan dengan syarat : harus dengan pengawasan minum obat
yang ketat, tidak diberikan kepada pasien dengan HIV positif7
ii. 2(HRZE)/4(HR), fase awal dan lanjutan diberikan setiap hari.
Pedoman pengobatan TB yang optimal baik pada pasien HIV
positif maupun HIV negatif (Rekomendasi A)

Tabel. Dosis Paduan OAT KDT Kategori 1 (2(HRZE)/4(HR))


19

Tabel. Dosis Paduan OAT KDT Kategori 1 (2(HRZE)/4(HR)3))

Tabel. Dosis Paduan OAT Kombipak Kategori 1

2. Kategori 2
Panduan pengobatan kategori 2 : 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3 atau
2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)E. Kategori ini diberikan pada pasien yang
pernah mendapatkan pengobatan sebelumnya, antara lain :
a. Pada kasus gagal pengobatan kategori 1
b. Pada kasus kambuh baik dari kategori 1
c. Pada kasus yang kembali setelah putus berobat (loss to follow up)
Tabel. Dosis Paduan OAT KDT Kategori 2 {2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)E}
20

Tabel. Dosis Paduan OAT KDT Kategori 2


{2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3)}
21

Tabel. Dosis Paduan OAT Kombipak Kategori 2


{2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3)}

3. Kategori Anak : 2(HRZ)/4(HR) atau 2HRZE(S)/4-10HR.


4. Paduan OAT untuk pasien TB Resistan Obat: panduan OAT pada TB-RO
meliputi obat lini 1 yang masih sensitive dan OAT lini 2 yang hampir
massih sensitive. Terdiri dari OAT lini ke-2 yaitu Kanamisin, Kapreomisin,
Levofloksasin, Etionamide, Sikloserin, Moksifloksasin, PAS, Bedaquilin,
Clofazimin, Linezolid, Delamanid dan obat TB baru lainnya serta OAT
lini-1, yaitu pirazinamid and etambutol.
Paduan OAT kategori-1 dan kategori-2 disediakan dalam bentuk paket
obat kombinasi dosis tetap (OAT-KDT). Tablet OAT KDT ini terdiri dari
kombinasi 2 dan 4 jenis obat dalam satu tablet. Dosisnya disesuaikan dengan
berat badan pasien. Paduan ini dikemas dalam 1 (satu) paket untuk 1 (satu)
pasien untuk 1 (satu) masa pengobatan. Paket Kombipak adalah paket obat
lepas yang terdiri dari Isoniasid (H), Rifampisin (R), Pirazinamid (Z) dan
Etambutol (E) yang dikemas dalam bentuk blister.
Paduan OAT ini disediakan program untuk pasien yang tidak bisa
menggunakan paduan OAT KDT.Paduan OAT kategori anak disediakan dalam
bentuk paket obat kombinasi dosis tetap (OAT-KDT). Tablet OAT KDT ini
terdiri dari kombinasi 3 jenis obat dalam satu tablet. Dosisnya disesuaikan
dengan berat badan pasien. Paduan ini dikemas dalam satu paket untuk satu
pasien untuksatu (1) masa pengobatan.
22

Kombinasi Dosis Tetap (KDT) atau FDC= Fixed Dose Combination


dianggap dapat mencegah resistensi sekunder (didapat) karena dapat
menghindari terjadinya monoterapi yang dapat terjadi pada pemberian obat
lepas. Beberapa hal berikut merupakan manfaat pemakaian obat KDT yaitu
pasien tidak bisa selektif memilih obat untuk ditelan, kesalahan penulisan resep
dapat di minimalisir, penyesuaian dosis sesuai dengan berat badan lebih mudah
dilakukan dan jumlah tablet yang ditelan lebih sedikit sehingga dapat
meningkatkan kepatuhan pasien.
Hasil pengobatan Pasien TB
1. Sembuh : Pasien TB paru dengan hasil pemeriksaan bakteriologis
positifpada awal pengobatan yang hasil pemeriksaan bakteriologis pada
akhir pengobatan menjadi negatif dan pada salah satu pemeriksaan
sebelumnya.
2. Pengobatan lengkap : Pasien TB yang telah menyelesaikan pengobatan
secara lengkap dimana pada salah satu pemeriksaan sebelum akhir
pengobatan hasilnya negatif namun tanpa ada bukti hasil pemeriksaan
bakteriologis pada akhir pengobatan.
3. Gagal : Pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali
menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama masa pengobatan;atau
kapan saja dalam masa pengobatan diperoleh hasil laboratorium yang
menunjukkan adanya resistensi OAT.
4. Meninggal : Pasien TB yang meninggal oleh sebab apapun sebelum
memulai atau sedang dalam pengobatan.
5. Putus berobat (loss to follow-up) : Pasien TB yang tidak memulai
pengobatannya atau yang pengobatannya terputus terus menerus selama 2
bulan atau lebih.
6. Tidak dievaluasi : Pasien TB yang tidak diketahui hasil akhir
pengobatannya. Termasuk dalam kriteria ini adalah ”pasien pindah
(transfer out)” ke kabupaten/kota lain dimana hasil akhir pengobatannya
tidak diketahui oleh kabupaten/kota yang ditinggalkan.
23

J. Komplikasi
Penyakit TB paru bila tidak ditangani dengan benar akan menimbulkan
komplikasi. Komplikasi dibagai atas:
- Komplikasi dini: pleuritis, efusi pleura, empiema, laringitis, TB usus,
Poncet's arthropathy
- Komplikasi lanjut: obstruksi jalan nafas (Sindrom Obstruksi Pasca TB),
kerusakan parenkim berat (fibrosis paru), kor-pulmonal, amiloidosis paru,
sindrom gagal nafas dewasa (ARDS), TB milier, jamur paru (aspergilosis)
dan kavitas.

K. Prognosis
Prognosis yang buruk dikaitkan dengan ketidakpatuhan terhadap terapi
yang mengakibatkan durasi penyakit yang lebih lama, rujukan pasien yang
terlambat ke pusat perawatan, dan pengembangan komplikasi. Diagnosis dini,
rujukan tepat waktu, dan kepatuhan yang dipantau dapat membantu
mengurangi angka kematian. Diperlukan kepatuhan terhadap rejimen
pengobatan yang secara radikal lebih efektif untuk menghilangkan TB sejak
awal penyakit (Jayanti, 2020)

L. Pengendalian
Pengendalian infeksi baru Mycobacterium tuberculis dan perkembangannya
menjadi tuberculosis aktif maka dilakukan pengobatan tuberculosis laten dan
vaksinasi BCG (bacille Calmette-Guérin). Pencegahan dan pengendalian faktor
risiko tuberculosis dilakukan dengan cara:
1) Membudayakan perilaku hidup bersih dan sehat.
2) Membudayakan perilaku etika berbatuk.
3) Melakukan pemeliharaan dan perbaikan kualitas perumahan dan
lingkungannya sesuai dengan standar rumah sehat.
4) Peningkatan daya tahan tubuh.
5) Penanganan penyakit penyerta tuberculosis.
24

6) Penerapan pencegahan dan pengendalian infeksi tuberculosis di Fasilitas


Pelayanan Kesehatan, dan di luar Fasilitas Pelayanan Kesehatan
(Jayanti, 2020)
25

DAFTAR PUSTAKA
World Health rganization (WHO). Global Tuberculosis Report. 2012.
Switzerland.
Ramadhan R., Eka F., Rosdiana. 2017. Deteksi Mycobacterium
Tuberculosis dengan Pemeriksaan Mikroskopis Dan Teknik PCR pada Penderita
Tuberkulosis Paru Di Puskesmas Darul Imarah. SEL Jurnal Penelitian
Kesehatan 4 (2).
Zulkifli Amin, Asril Bahar. Tuberkulosis Paru. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Jilid I ed. VI : Jakarta. Interna Publishing 2014.
Firdayanti, Angriani F., Ani U., 2019. Gambaran Kadar Bilirubin Total
pada Penderita Tuberkulosis Paru dengan Terapi Obat Anti Tuberkulosis (OAT)
di Puskesmas Poasia Kota Kendari. Jurnal Kesehatan Vokasional 4 (3)
Krisnadina B. S., Sulistyo A,. Rika M. S,. Pemberian Posisi Semi Fowler
Pada Pasien Tb Paru Dengan Masalah Keperawatan Ketidakefektifan Pola nafas.
Health Sciences Journal 4 (2)
Imam A., Riris A. A., 2020. Kualitas hidup penderita tuberkulosis resisten
obat di kabupaten Banyumas. Journal of Community Medicine and Public
Health 34 (2)
Amin M., Winariani K., Helmia H., Isnin A. M., 2018. Buku Ajar Paru.
Departemen Pulmologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran
Universitas Airlangga.
Permenkes RI. 2016. Penangulangan Tuberculosis. Jakarta: Kementrian
Kesehatan RI.
Jayanti R, 2020. Gambaran Penderita Tuberkulosis Paru di Beberapa
Lokasi di Wilayah Indonesia Tahun 2012 Sampai Dengan Tahun 2019. Skripsi.
Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Bosowa
Makassar.
Permatasari,2022. Hal – Hal Yang Ada Hubungan Dengan Terjadinya
Tuberkulosis Paru Pada Anak Di Beberapa Lokasi Di Wilayah Asia Afrika
Periode Tahun 2015 Sampai Dengan Tahun 2020 (Systematic Review). Skripsi.
26

Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Bosowa


Makassar.

Anda mungkin juga menyukai