Anda di halaman 1dari 26

PROFIL LIMFOSIT PADA PASIEN TUBERKULOSIS PARU

KASUS BARU DI RSUD MEURAXA

PROPOSAL

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Dapat Melaksanakan Penelitian


Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Dokter Pada Fakultas Kedokteran
Universitas Abulyatama

Oleh

HEGATIA ASSYIFA GUSTAF

Pembimbing:

FAKULTAS KEDOTERAN
UNIVERSITAS ABULYATAMA
ACEH BESAR
2019
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan masyarakat yang
penting di dunia ini. Pada tahun 1992 World Health Organization (WHO) telah
mencanangkan tuberkulosis sebagai « Global Emergency ». Laporan WHO tahun
2004 menyatakan bahwa terdapat 8,8 juta kasus baru tuberkulosis pada tahun 2002,
3,9 juta adalah kasus BTA (Basil Tahan Asam) positif. Sepertiga penduduk dunia
telah terinfeksi kuman tuberkulosis dan menurut regional WHO jumlah terbesar
kasus TB terjadi di Asia tenggara yaitu 33 % dari seluruh kasus TB di dunia, namun
bila dilihat dari jumlah penduduk terdapat 182 kasus per 100.000 penduduk. Di
Afrika hampir 2 kali lebih besar dari Asia tenggara yaitu 350 per 100.000
penduduk. Diperkirakan angka kematian akibat TB adalah 8000 setiap hari dan 2 -
3 juta setiap tahun. Laporan WHO tahun 2004 menyebutkan bahwa jumlah terbesar
kematian akibat TB terdapat di Asia tenggara yaitu 625.000 orang atau angka
mortaliti sebesar 39 orang per 100.000 penduduk. Angka mortaliti tertinggi terdapat
di Afrika yaitu 83 per 100.000 penduduk, prevalens HIV yang cukup tinggi
mengakibatkan peningkatan cepat kasus TB yang muncul.1
Tuberkulosis adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis. Tuberkulosis adalah penyakit yang dikendalikan oleh
respon imunitas diperantarai sel. Sel efektor adalah makrofag dan limfosit
(biasanya sel T) adalah sel imunoresponsif. Tuberkulosis merupakan infeksi bakteri
kronik yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis dan ditandai oleh
pembentukan granuloma pada jaringan yang terinfeksi dan oleh hipersensitivitas
yang diperantarai sel (cell-mediated hypersensitivity). Penyakit biasanya terletak di
paru, tetapi dapat mengenai organ lain. Dengan tidak adanya pengobatan yang
efektif untuk penyakit yang aktif, biasa terjadi perjalanan penyakit yang kronik, dan
berakhir dengan kematian. 2
Tuberkulosis paru adalah suatu penyakit infeksi kronik yang sudah sangat
lama dikenal manusia, misalnya dia dihubungkan dengan tempat tinggal didaerah
urban, lingkungan yang padat, dibuktikan dengan adanya penemuan kerusakan
tulang vertebra torak yang khas TB dari kerangka yang digali di Heidelberg dari
kuburan zaman neolitikum, begitu juga penemuan yang berasal dari mumi dan
ukiran dinding piramid di Mesir kuno pada tahun 2000-4000 SM3.
Tuberkulosis merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting di
dunia ini. Pada tahun 1992 World Health Organization (WHO) telah
mencanangkan tuberkulosis sebagai Global Emergency. Laporan WHO tahun 2004
menyatakan bahwa terdapat 8,8 juta kasus BTA (Basil Tahan Asam ) positif.
Sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi kuman tuberkulosis dan menurut regional
WHO jumlah terbesar kasus TB terjadi di Asia tenggara yaitu 33% dari jumlah
penduduk terdapat 182 kasus per 100.000 penduduk. Di Afrika hampir 2 kali lebih
besar dari Asia tenggara yaitu 350 per 100.000 penduduk Diperkirakan angka
kematian akibat TB adalah 8000 setiap hari dan 2-3 juta setiap tahun. Laporan
WHO tahun 2004 menyebutkan bahwa jumlah terbesar kematian akibat TB terdapat
di Asia Tenggara yaitu 625.000 orang atau angka mortaliti sebesar 39 orang per
100.000 penduduk. Angka mortaliti tertinggi terdapat di Afrika yaitu 83 per
100.000 penduduk, prevalensi HIV yang cukup tinggi mengakibatkan peningkatan
cepat kasus TB yang muncul.4
Indonesia masih menempati urutan ke 3 di dunia untuk jumlah kasus TB
setelah India dan Cina. Setiap tahun terdapat 250.000 kasus baru TB dan sekitar
140.000 kematian akibat TB. Di Indonesia tuberkulosis adalah pembunuh nomor
satu diantara penyakit menular dan merupakan penyebab kematian nomor tiga
setelah jantung dan penyakit pernapasan akut pada seluruh kalangan usia.5
Ada bukti substansial yang mendukung peran utama sel T CD4 + dalam
mengandung TB pada semua tahap penyakit, dan model hewan mendukung saran
bahwa sel T CD4 + adalah aspek yang paling penting dari respons perlindungan
pada infeksi TB primer. Fungsi utama sel T CD4 adalah produksi sitokin dan
kekebalan terhadap infeksi mikobakteri melalui respons Th1. Selain itu, sel T CD8
+ juga berkontribusi terhadap respon imun yang berhasil melawan M. tuberculosis
dengan memproduksi IFN-g dan menyebabkan lisis sel yang terinfeksi.12
Penelitian mengenai gambaran limfosit sebelumnya telah dilakukan oleh
Farrah Azizah Ahzahra 2017 pada pasien TB paru di RS Tanggerang Selatan. Dari
hasil penelitian didapatkan Dari 90 pasien TB paru kasus baru ditemukan pasien
dengan jumlah limfosit <20% sebanyak 60 pasien (66,7%), jumlah limfosit 20 -
40% sebanyak 29 pasien (32,2%), dan jumlah limfosit >40% terdapat pada 1 pasien
(1,1%). Jumlah limfosit absolut <1.000/mm3 sebanyak 16 pasien (17,8%), jumlah
limfosit absolut 1.000-4.000/mm3 sebanyak 74 pasien (82,2%). Oleh karena itu,
peneliti ingin melihat bagaimana profil limfosit pada pasien TB kasus baru di
RSUD Meuraxa Banda Aceh.

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimana Profil limfosit pada pasien TB Paru Kasus Baru di RSUD
Meuraxa Banda Aceh?

1.3 Tujuan Penelitian


1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui Profil limfosit pada pasien TB Paru Kasus Baru di RSUD
Meuraxa Banda Aceh.

1.3.2 Tujuan Khusus


a. Mengetahui presentase limfosit relatif pada pasien TB Paru Kasus
Baru di RSUD Meuraxa Banda Aceh
b. Mengetahui presentase limfosit absolut pada pasien TB Paru Kasus
Baru di RSUD Meuraxa Banda Aceh

1.4. Manfaat Penelitian


a. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi
dalam pengembangan ilmu pengetahuan
b. Menjadi landasan untuk dilakukan penelitian lebih lanjut terkait
profil limfosit pada pasien TB paru
c. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi landasan bagi
peneliti lain dalam melakukan penelitian selanjutnya demi
kemajuan ilmu pengetahuan.

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh


kuman TB (Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang
paru, tetapi dapat juga menyerang organ tubuh lainnya. 2 Tuberkulosis paru (TB)
adalah suatu penyakit infeksi kronik yang sudah lama dikenal pada manusia.
Ditandai pembentukan turbekel dan cenderung meluas secara lokal. Selain itu,
juga bersifat pulmoner maupun ekstrapulmoner dan dapat mempengaruhi organ
tubuh lainnya. Tuberculosis paru (TB) disebabkan oleh bakteri Mikobakterium
Tuberkulosis, Bakteri ini berbentuk batang dan bersifat tahan asam sehingga
dikenal juga sebagai Batang Tahan Asam (BTA). 3

2.2 Epidemiologi

Walaupun pengobatan TB yang efektif sudah tersedia tapi sampai saat ini
TB masih tetap menjadi problem kesehatan dunia yang utama. Pada bulan Maret
1993 WHO mendeklarasikan TB sebagaiglobal health emergency. TB dianggap
sebagai masalah penting karena lebih kurang 1/3 penduduk dunia terinfeksi oleh
mikobakterium TB. Pada tahun 1998 ada 3.617.047 kasus TB yang tercatat
diseluruh dunia.1 Sebagian besar dari kasus TB ini (95 %) dan kematiannya (98
%) terjadi dinegara-negara yang sedang berkembang. Di antara mereka 75 %
berada pada usia produktif yaitu 20-49 tahun. Karena penduduk yang padat dan
tingginya prevalensi maka lebih dari 65 % dari kasus-kasus TB yang baru dan
kematian yang muncul di Asia.4
Jumlah pasien TB paru di Indonesia diperkirakan sekitar 10 % dari total
jumlah pasien TB di dunia dan termasuk penyebab kematian utama. Hasil survey
Prevalensi TB paru di Indonesia tahun 2004 menunjukkan bahwa angka
prevalensi TB BTA positif secara Nasional adalah sebesar 110 per 100.000
penduduk. Secara regional prevalensi TB BTA positip di Indonesia di kelompokan
dalam 3 wilayah yaitu wilayah Sumatra dengan angka prevalensi TB sebesar 160
per 100.000 penduduk, wilayah Jawa dan Bali dengan angka prevalensi TB
sebesar 110 per 100.000 penduduk, dan wilayah Indonesia Timur dengan angka
prevalensi TB sebesar 210 per 100.000 penduduk. Khusus untuk propinsi DIY
dan Bali angka prevalensi TB adalah sebesar 68 per 100.000 penduduk4

2.3 Klasifikasi

3.1 Tuberkulosis Paru

Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan paru,


tidak termasuk pleura.

1. Berdasar hasil pemeriksaan dahak (BTA) , TB paru dibagi atas1,7:

a. Tuberkulosis paru BTA (+).

- Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak menunjukkan hasil BTA


positif
- Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan
kelainan radiologi menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif
- Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan
biakan positif.

b. Tuberkulosis paru BTA (-)

- Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif, gambaran


klinis dan kelainan radiologi menunjukkan tuberkulosis aktif
- Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif dan biakan M.
Tuberculosis.

2. Berdasarkan tipe pasien

Tipe pasien ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya. Ada


beberapa tipe pasien yaitu :

a. Kasus baru

Adalah pasien yang belum pernah mendapat pengobatan dengan OAT atau
sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan.
b. Kasus kambuh (relaps)

Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan


tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, kemudian
kembali lagi berobat dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif atau biakan
positif.

Bila BTA negatif atau biakan negatif tetapi gambaran radiologi dicurigai
lesi aktif / perburukan dan terdapat gejala klinis maka harus dipikirkan beberapa
kemungkinan :

- Lesi nontuberkulosis (pneumonia, bronkiektasis, jamur, keganasan dll)


- TB paru kambuh yang ditentukan oleh dokter spesialis yang berkompeten
menangani kasus tuberkulosis.

c. Kasus defaulted atau drop out

Adalah pasien yang telah menjalani pengobatan > 1 bulan dan tidak
mengambil obat 2 bulan berturut-turut atau lebih sebelum masa pengobatannya
selesai.

d. Kasus gagal

Adalah pasien BTA positif yang masih tetap positif atau kembali menjadi
positif pada akhir bulan ke-5 (satu bulan sebelum akhir pengobatan) atau akhir
pengobatan.

e. Kasus kronik

Adalah pasien dengan hasil pemeriksaan BTA masih positif setelah selesai
pengobatan ulang dengan pengobatan kategori 2 dengan pengawasan yang baik.5

f. Kasus Bekas TB:

- Hasil pemeriksaan BTA negatif (biakan juga negatif bila ada) dan
gambaran radiologi paru menunjukkan lesi TB yang tidak aktif, atau foto
serial menunjukkan gambaran yang menetap. Riwayat pengobatan OAT
adekuat akan lebih mendukung.
- Pada kasus dengan gambaran radiologi meragukan dan telah mendapat
pengobatan OAT 2 bulan serta pada foto toraks ulang tidak ada perubahan
gambaran radiologi.

3.2 Tuberkulosis Ekstra Paru

Tuberkulosis ekstraparu adalah tuberkulosis yang menyerang organ tubuh


lain selain paru, misalnya kelenjar getah bening, selaput otak, tulang, ginjal,
saluran kencing dan lain-lain.6 Diagnosis sebaiknya didasarkan atas kultur positif
atau patologi anatomi dari tempat lesi. Untuk kasus-kasus yang tidak dapat
dilakukan pengambilan spesimen maka diperlukan bukti klinis yang kuat dan
konsisten dengan TB ekstraparu aktif.10
Gambar 1. Skema klasifikasi tuberkulosis

2.4 Patogenesis

Kuman tuberkulosis yang masuk melalui saluran napas akan bersarang di


jaringan paru sehingga akan terbentuk suatu sarang pneumoni, yang disebut
sarang primer atau afek primer. Sarang primer ini mungkin timbul di bagian mana
saja dalam paru, berbeda dengan sarang reaktivasi. Dari sarang primer akan
kelihatan peradangan saluran getah bening menuju hilus (limfangitis lokal).
Peradangan tersebut diikuti oleh pembesaran kelenjar getah bening di hilus
(limfadenitis regional). Afek primer bersama-sama dengan limfangitis regional
dikenal sebagai kompleks primer. Kompleks primer ini akan mengalami salah
satu nasib sebagai berikut 9.11:

1. Sembuh dengan tidak meninggalkan cacat sama sekali (restitution ad integrum)

2. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas (antara lain sarang Ghon, garis
fibrotik, sarang perkapuran di hilus)

3. Menyebar dengan cara1 :

a. Perkontinuitatum, menyebar ke sekitarnya. Salah satu contoh adalah


epituberkulosis, yaitu suatu kejadian penekanan bronkus, biasanya bronkus lobus
medius oleh kelenjar hilus yang membesar sehingga menimbulkan obstruksi pada
saluran napas bersangkutan, dengan akibat atelektasis. Kuman tuberkulosis akan
menjalar sepanjang bronkus yang tersumbat ini ke lobus yang atelektasis dan
menimbulkan peradangan pada lobus yang atelektasis tersebut, yang dikenal
sebagai epituberkulosis.

b. Penyebaran secara bronkogen, baik di paru bersangkutan maupun ke paru


sebelahnya atau tertelan.

c. Penyebaran secara hematogen dan limfogen. Penyebaran ini berkaitan dengan


daya tahan tubuh, jumlah dan virulensi kuman. Sarang yang ditimbulkan dapat
sembuh secara spontan, akan tetetapi bila tidak terdapat imuniti yang adekuat,
penyebaran ini akan menimbulkan keadaan cukup gawat seperti tuberkulosis
milier, meningitis tuberkulosis, typhobacillosis Landouzy. Penyebaran ini juga
dapat menimbulkan tuberkulosis pada alat tubuh lainnya, misalnya tulang, ginjal,
anak ginjal, genitalia dan sebagainya. Komplikasi dan penyebaran ini mungkin
berakhir dengan :

- Sembuh dengan meninggalkan sekuele (misalnya pertumbuhan


terbelakang pada anak setelah mendapat ensefalomeningitis, tuberkuloma )
atau
- Meninggal. Semua kejadian diatas adalah perjalanan tuberkulosis primer.

Tuberkulosis postprimer akan muncul bertahun-tahun kemudian setelah


tuberkulosis primer, biasanya terjadi pada usia 15-40 tahun. Tuberkulosis
postprimer mempunyai nama yang bermacam-macam yaitu tuberkulosis bentuk
dewasa, localized tuberculosis, tuberkulosis menahun, dan sebagainya. 8 Bentuk
tuberkulosis inilah yang terutama menjadi masalah kesehatan masyarakat, karena
dapat menjadi sumber penularan. Tuberkulosis postprimer dimulai dengan sarang
dini, yang umumnya terletak di segmen apikal lobus superior maupun lobus
inferior. Sarang dini ini awalnya berbentuk suatu sarang pneumoni kecil. Sarang
pneumoni ini akan mengikuti salah satu jalan sebagai berikut :

1. Diresopsi kembali dan sembuh tanpa meninggalkan cacat

2. Sarang tersebut akan meluas dan segera terjadi proses penyembuhan dengan
penyebukan jaringan fibrosis. Selanjutnya akan terjadi pengapuran dan akan
sembuh dalam bentuk perkapuran. Sarang tersebut dapat menjadi aktif kembali
dengan membentuk jaringan keju dan menimbulkan kaviti bila jaringan keju
dibatukkan keluar.11

3. Sarang pneumoni meluas, membentuk jaringan keju (jaringan kaseosa). Kaviti


akan muncul dengan dibatukkannya jaringan keju keluar. Kaviti awalnya
berdinding tipis, kemudian dindingnya akan menjadi tebal (kaviti sklerotik).
Kaviti tersebut akan menjadi:
- Meluas kembali dan menimbulkan sarang pneumoni baru. Sarang
pneumoni ini akan mengikuti pola perjalanan seperti yang disebutkan di
atas
- memadat dan membungkus diri (enkapsulasi), dan disebut tuberkuloma.
Tuberkuloma dapat mengapur dan menyembuh, tetapi mungkin pula aktif
kembali, mencair lagi dan menjadi kaviti lagi
- Bersih dan menyembuh yang disebut open healed cavity, atau kaviti
menyembuh dengan membungkus diri dan akhirnya mengecil.
Kemungkinan berakhir sebagai kaviti yang terbungkus dan menciut

sehingga kelihatan seperti bintang (stellate shaped).11

Gambar 2. Skema perkembangan sarang tuberkulosis


postprimer dan perjalanan penyembuhannya

2.5 Gejala Klinis


Gejala klinis tuberkulosis dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala
lokal dan gejala sistemik, bila organ yang terkena adalah paru maka gejala lokal
ialah gejala respiratori (gejala lokal sesuai organ yang terlibat).2

1. Gejala respiratorik :

- Batuk > 2 minggu


- Batuk darah
- Sesak napas
- Nyeri dada

Gejala respiratori ini sangat bervariasi, dari mulai tidak ada gejala sampai
gejala yang cukup berat tergantung dari luas lesi. Kadang pasien terdiagnosis pada
saat medical check up. Bila bronkus belum terlibat dalam proses penyakit, maka
pasien mungkin tidak ada gejala batuk. Batuk yang pertama terjadi karena iritasi
bronkus, dan selanjutnya batuk diperlukan untuk membuang dahak ke luar.

2. Gejala sistemik

- Demam
- Gejala sistemik lain adalah malaise, keringat malam, anoreksia dan berat
badan menurun.

3. Gejala tuberkulosis ekstraparu

Gejala tuberkulosis ekstraparu tergantung dari organ yang terlibat,


misalnya pada limfadenitis tuberkulosis akan terjadi pembesaran yang lambat dan
tidak nyeri dari kelenjar getah bening, pada meningitis tuberkulosis akan terlihat
gejala meningitis, sementara pada pleuritis tuberkulosis terdapat gejala sesak
napas dan kadang nyeri dada pada sisi yang rongga pleuranya terdapat cairan.1,10

2.6 Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik kelainan yang akan dijumpai tergantung dari organ
yang terlibat. Pada tuberkulosis paru, kelainan yang didapat tergantung luas
kelainan struktur paru. Pada permulaan (awal) perkembangan penyakit umumnya
tidak (atau sulit sekali) menemukan kelainan. Kelainan paru pada umumnya
terletak di daerah lobus superior terutama daerah apeks dan segmen posterior (S1
dan S2) , serta daerah apeks lobus inferior (S6). Pada pemeriksaan jasmani dapat
ditemukan antara lain suara napas bronkial, amforik, suara napas melemah, ronki
basah, tanda-tanda penarikan paru, diafragma dan mediastinum.1 Pada pleuritis
tuberkulosis, kelainan pemeriksaan fisis tergantung dari banyaknya cairan di
rongga pleura. Pada perkusi ditemukan pekak, pada auskultasi suara napas yang
melemah sampai tidak terdengar pada sisi yang terdapat cairan. 1 Pada limfadenitis
tuberkulosis, terlihat pembesaran kelenjar getah bening, tersering di daerah leher
(pikirkan kemungkinan metastasis tumor), kadang-kadang di daerah ketiak.
Pembesaran kelenjar tersebut dapat menjadi “cold abscess”.1

2.7 Pemeriksaan Penunjang


3.7.1 Pemeriksaan Bakteriologik
Pemeriksaan bakteriologi untuk menemukan kuman tuberkulosis
mempunyai arti yang sangat penting dalam menegakkan diagnosis. Bahan untuk
pemeriksaan bakteriologi ini dapat berasal dari dahak, cairan pleura, liquor
cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan lambung, kurasan bronkoalveolar
(bronchoalveolar lavage/BAL), urin, faeces dan jaringan biopsi (termasuk biopsi
jarum halus/BJH).1

a. Cara pengumpulan dan pengiriman bahan

Cara pengambilan dahak 3 kali (SPS): Sewaktu / spot (dahak sewaktu saat
kunjungan), Pagi ( keesokan harinya ), Sewaktu / spot ( pada saat mengantarkan
dahak pagi), atau setiap pagi 3 hari berturut-turut. Bahan pemeriksaan/spesimen
yang berbentuk cairan dikumpulkan/ditampung dalam pot yang bermulut lebar,
berpenampang 6 cm atau lebih dengan tutup berulir, tidak mudah pecah dan tidak
bocor. Apabila ada fasiliti, spesimen tersebut dapat dibuat sediaan apus pada gelas
objek (difiksasi) sebelum dikirim ke laboratorium. Bahan pemeriksaan hasil
BJH, dapat dibuat sediaan apus kering di gelas objek, atau untuk kepentingan
biakan dan uji resistensi dapat ditambahkan NaCl 0,9% 3-5 ml sebelum dikirim ke
laboratorium. Spesimen dahak yang ada dalam pot (jika pada gelas objek
dimasukkan ke dalam kotak sediaan) yang akan dikirim ke laboratorium, harus
dipastikan telah tertulis identiti pasien yang sesuai dengan formulir permohonan
pemeriksaan laboratorium.1

Bila lokasi fasiliti laboratorium berada jauh dari klinik/tempat pelayanan


pasien, spesimen dahak dapat dikirim dengan kertas saring melalui jasa pos. Cara
pembuatan dan pengiriman dahak dengan kertas saring:

- Kertas saring dengan ukuran 10 x 10 cm, dilipat empat agar terlihat bagian
tengahnya
- Dahak yang representatif diambil dengan lidi, diletakkan di bagian tengah
dari kertas saring sebanyak + 1 ml
- Kertas saring dilipat kembali dan digantung dengan melubangi pada satu
ujung yang tidak mengandung bahan dahak
- Dibiarkan tergantung selama 24 jam dalam suhu kamar di tempat yang
aman, misal di dalam dus.
- Bahan dahak dalam kertas saring yang kering dimasukkan dalam kantong
plastik kecil
- Kantong plastik kemudian ditutup rapat (kedap udara) dengan
melidahapikan sisi kantong yang terbuka dengan menggunakan lidi
- Di atas kantong plastik dituliskan nama pasien dan tanggal pengambilan
dahak
- Dimasukkan ke dalam amplop dan dikirim melalui jasa pos ke alamat
laboratorium.

3.7.2 Cara pemeriksaan dahak dan bahan lain.

Pemeriksaan bakteriologi dari spesimen dahak dan bahan lain (cairan


pleura, liquor cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan lambung, kurasan
bronkoalveolar /BAL, urin, faeces dan jaringan biopsi, termasuk BJH) dapat
dilakukan dengan cara mikroskopik dan biakan.1

a. Pemeriksaan mikroskopik:

- Mikroskopik biasa : pewarnaan Ziehl-Nielsen


- Mikroskopik fluoresens : pewarnaan auramin-rhodamin ( untuk
screening)

Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosis, menilai


keberhasilan pengobatan dan menentukan potensi penularan. Pemeriksaan
dahak untuk penegakan diagnosis pada semua suspek TB dilakukan dengan
mengumpulkan 3 spesimen dahak yang dikumpulkan dalam dua hari
kunjungan yang berurutan berupa dahak Sewaktu-Pagi-Sewaktu (SPS): 1

• S(sewaktu):
Dahak dikumpulkan pada saat suspek TB datang berkunjung pertama kali.
Pada saat pulang, suspek membawa sebuah pot dahak untuk mengumpulkan
dahak pagi pada hari kedua.

• P(Pagi):
Dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua, segera setelah bangun
tidur. Pot dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas di UPK.

• S(sewaktu):
Dahak dikumpulkan di UPK pada hari kedua, saat menyerahkan dahak pagi.

lnterpretasi hasil pemeriksaan dahak dari 3 kali pemeriksaan ialah bila 3


kali hasilnya positif atau 2 kali positif, 1 kali negatif berarti maknanya BTA
positif. Bila1 kali hasilnya positif, 2 kali negatif maka ulang BTA 3 kali,
kemudian bila hasilnya 1 kali positif, 2 kali negatif berarti BTA positif. Bila 3
kali negatif berarti BTA negatif. Interpretasi pemeriksaan mikroskopis dibaca
dengan skala IUATLD (rekomendasi WHO). Skala IUATLD (International Union
Against Tuberculosis and Lung Disease) :5

- Tidak ditemukan BTA dalam 100 lapang pandang, disebut negatif


- Ditemukan 1-9 BTA dalam 100 lapang pandang, ditulis jumlah kuman
yang ditemukan
- Ditemukan 10-99 BTA dalam 100 lapang pandang disebut + (1+)
- Ditemukan 1-10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut ++ (2+)
- Ditemukan >10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut +++ (3+)

b. Pemeriksaan biakan kuman

Pemeriksaan biakan M.tuberculosis dengan metode konvensional ialah


dengan cara Egg base media: Lowenstein-Jensen (dianjurkan), Ogawa, Kudoh dan
Agar base media : Middle brook. Melakukan biakan dimaksudkan untuk
mendapatkan diagnosis pasti, dan dapat mendeteksi Mycobacterium tuberculosis
dan juga Mycobacterium other than tuberculosis (MOTT). Untuk mendeteksi
MOTT dapat digunakan beberapa cara, baik dengan melihat cepatnya
pertumbuhan, menggunakan uji nikotinamid, uji niasin maupun pencampuran
dengan cyanogen bromide serta melihat pigmen yang timbul.1

3.7.3 Pemeriksaan Radiologi

Pemeriksaan standar ialah foto toraks PA. Pemeriksaan lain atas indikasi:
foto lateral, top-lordotik, oblik, CT-Scan. Pada pemeriksaan foto toraks,
tuberkulosis dapat memberi gambaran bermacam-macam bentuk (multiform).
Gambaran radiologi yang dicurigai sebagai lesi TB aktif antara lain; Bayangan
berawan / nodular di segmen apikal dan posterior lobus atas paru dan segmen
superior lobus bawah, Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan
opak berawan atau nodular, Bayangan bercak milier, Efusi pleura unilateral
(umumnya) atau bilateral (jarang).1,5

Gambar 3. Gambaran Foto Rontgen TB Paru


Sedangkan gambaran radiologik yang dicurigai lesi TB inaktif antara lain;
Fibrotik , Kalsifikasi, Schwarte atau penebalan pleura . Gambaran radiologi yang
menunjukkan kerusakan jaringan paru yang berat, biasanya secara klinis disebut
luluh paru . Gambaran radiologi luluh paru terdiri dari atelektasis, ektasis/
multikaviti dan fibrosis parenkim paru. Sulit untuk menilai aktiviti lesi atau
penyakit hanya berdasarkan gambaran radiologi tersebut. Perlu dilakukan
pemeriksaan bakteriologi untuk memastikan aktiviti proses penyakit. Luas lesi
yang tampak pada foto toraks untuk kepentingan pengobatan dapat dinyatakan
sebagai berikut (terutama pada kasus BTA negatif) ; Lesi minimal bila proses
mengenai sebagian dari satu atau dua paru dengan luas tidak lebih dari sela iga 2
depan (volume paru yang terletak di atas chondrostemal junction dari iga kedua
depan dan prosesus spinosus dari vertebra torakalis 4 atau korpus vertebra
torakalis 5), serta tidak dijumpai kaviti. Sedangkan dikatakan Lesi luasBila proses
lebih luas dari lesi minimal.1

Gambar 4. Skema Alur Diagnosis TB Paru


2.8 Terapi

Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3 bulan)
dan fase lanjutan 4 atau 7 bulan. Paduan Obat anti tuberkulosis (OAT) yang
digunakan terdiri dari paduan obat utama (lini 1) dan tambahan (lini 2). Jenis obat
utama (lini 1) yang digunakan antara lain INH, Rifampisin, Pirazinamid ,
Streptomisin, Etambutol. Sedangkan Obat tambahan (lini 2) antara lain
Kanamisin, Amikasin dan Kuinolon.1,4 Penggunaan OAT lini kedua
misalnya golongan aminoglikosida (misalnya kanamisin) dan golongan
kuinolon tidak dianjurkan diberikan kepada pasien baru tanpa indikasi yang jelas
karena potensi obat tersebut jauh lebih rendah dari pada OAT lapis
pertama. Disamping itu dapat juga meningkatkan terjadinya risiko resistensi

pada OAT lapis kedua.4

Tabel 1. Jenis, Sifat dan Dosis OAT

Pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan prinsip - prinsip sebagai


berikut; OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam
jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Jangan
gunakan OAT tunggal (monoterapi) . Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis Tetap
(OAT – KDT) lebih menguntungkan dan sangat dianjurkan. Untuk menjamin
kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan langsung (DOT = Directly
Observed Treatment) oleh seorang Pengawas Menelan Obat (PMO). Pengobatan
TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan.1,4
Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu
diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat. Bila
pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya pasien
menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu. Sebagian besar
pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) dalam 2 bulan. 2Pada
tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka
waktu yang lebih lama Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persisten
sehingga mencegah terjadinya kekambuhan.1,4

Untuk Panduan OAT dan peruntukannya tertera seperti di bawah ini :1

a. Kategori-1 (2HRZE/ 4H3R3)

Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru:

- Pasien baru TB paru BTA positif.


- Pasien TB paru BTA negatif foto toraks positif
- Pasien TB ekstra paru.

Tabel 2. Dosis untuk Paduan OAT KDT Kategori 1

b. Kategori -2 (2HRZES/ HRZE/ 5H3R3E3)

Paduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang telah diobati
sebelumnya:

- Pasien kambuh
- Pasien gagal
- Pasien dengan pengobatan setelah default (terputus).
Tabel 3. Dosis untuk Paduan OAT KDT Kategori 2

c. OAT Sisipan (HRZE)

Paket sisipan KDT adalah sama seperti paduan paket untuk tahap intensif
kategori 1 yang diberikan selama sebulan (28 hari).2,5

Tabel 4. Dosis KDT Sisipan

2.9 Efek Samping OAT

Sebagaimana obat-obatan lainnya, tablet tablet TBC kadangkala dapat


menimbulkan efek sampingan, namun kebanyakan orang tidak mengalami
masalah. Pasien harus memberieri tahu dokter atau petugas kesehatan dengan
segera jika muncul penyakit yang tidak diduga atau salah satu gejala efek samping
antara lain; Mual dan/atau muntah, Sakit kuning (kulit dan mata berwarna kuning,
kencing berwarna gelap), Demam yang tidak biasanya atau rasa lelah, Kesemutan
pada tangan atau kaki , sakit pada persendian, Gatal-gatal pada kulit, lebam,
Penglihatan menjadi kabur atau buta warna merah/hijau dll.6

Tabel 5. Efek Samping OAT dan Penatalaksanaannya

2.10 Prognosis

Kematian pada TB Paru dapat dipengaruhi oleh berbagai kondisi


komorbid kronik lain seperti kondisi imunospuresi, nutrisi, kepatuhan berobat,
dan infeksi lain yang memberikan pengaruh pada status kesehatan pasien, yang
akan mengganggu penatalaksanaan TB Paru. Kematian pasien rawat inap pada
pasien yang datang ke rumah sakit karena hiperkapnia dengan asidosis berkisar
10%. Pada pasien yang membutuhkan bantuan nafas mekanik selama dirawat di
rumah sakit, kematian meningkat 40% satu tahun setelah pasien dipulangkan
untuk berobat jalan. Dan keseluruhan kematian 3 tahun setelah dirawat di rumah
sakit meningkat menjadi 49%.3

2.11 Hubungan Imfosit dengan TB Paru


Pengetahuan tentang sel T memori dimulai dari studi infeksi virus akut
dan kronis, yaitu infeksi bakteri kronis, seperti tuberkulosis (TB), masih sedikit
dipelajari. Pentingnya subpopulasi dari memori T limfosit dalam infeksi yang
disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis (Mtb) telah dibuktikan dalam
penelitian yang dilakukan pada hewan. Dalam beberapa penelitian yang
mengevaluasi kandidat vaksin baru terhadap TB, efektivitas alternatif baru
imunisasi dianalisis sesuai dengan memori imunologis yang dikembangkan oleh
analisis subpopulasi sel memori. Populasi ini juga telah menjadi subjek penelitian
dalam studi perbandingan respon kekebalan anti-Mtb pada kelompok individu
yang terinfeksi oleh basil Koch, di antara mereka, mereka yang mengembangkan
TB paru aktif, mereka yang dirawat dan disembuhkan dari penyakit dan yang
mempertahankan infeksi dalam keadaan latensi.13,12
Respon imun seluler memainkan peran penting dalam penahanan infeksi
Mycobacterium tuberculosis yang persisten; Namun, mekanisme imunologis yang
mengarah ke kontrolnya tidak sepenuhnya diidentifikasi. Dalam suatu penelitian
yang dilakukan oleh Hernandez et al adalah untuk mengevaluasi B (CD19 +) dan
T (CD3 +) profil limfosit darah tepi dan subset sel T (CD4 + dan CD8 +) pada
pasien dengan TB paru (TB). Persentase (p = 0,02) dan jumlah absolut (p = 0,005)
sel B secara signifikan lebih rendah pada pasien dengan TB paru daripada pada
donor sehat. Sebaliknya, persentase (p = 0,12) dan jumlah absolut (p = 0,14) sel T
adalah serupa pada pasien TB dan donor sehat. Tidak ada perbedaan signifikan
dalam persentase CD4 + (p = 0,19) atau CD8 + (p = 0,85) sel T antara pasien dan
donor sehat diamati. Singkatnya, pasien dengan TB paru memiliki jumlah limfosit
B darah tepi yang lebih rendah daripada kontrol yang sehat.
Ada bukti substansial yang mendukung peran utama sel T CD4 + dalam
mengandung TB pada semua tahap penyakit, dan model hewan mendukung saran
bahwa sel T CD4 + adalah aspek yang paling penting dari respons perlindungan
pada infeksi TB primer. Fungsi utama sel T CD4 adalah produksi sitokin dan
kekebalan terhadap infeksi mikobakteri melalui respons Th1. Selain itu, sel T
CD8 + juga berkontribusi terhadap respon imun yang berhasil melawan M.
tuberculosis dengan memproduksi IFN-g dan menyebabkan lisis sel yang
terinfeksi. Sel T CD8 + dianggap lebih penting dalam fase penyakit selanjutnya.
Peran sel B dalam memerangi infeksi M. tuberculosis kurang jelas, dan hanya ada
beberapa penelitian yang menjelaskan fungsinya dalam TB. Ada laporan yang
melibatkan sel B dalam mengembangkan pembentukan granuloma paru selama
infeksi mikobakteri; Namun, mekanisme yang terlibat tetap tidak teridentifikasi. 12
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis dan Desain Penelitian


Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif kategorik dengan
menggunakan desain penelitian potong lintang dengan melihat data sekunder
pasien TB paru kasus baru di RSUD Meuraxa Banda Aceh.

3.2 Populasi dan Sampel Penelitian


Populasi yang terjangkau pada penelitian ini adalah pasien TB paru kasus
baru di RSUD Meuraxa Banda Aceh Januari 2019-Desember 2019.

3.3 Jumlah Sampel Penelitian


Rumus besar sampe berdasarkan penelitian deskriptif kategorik15.

2 2
Z α PQ 1, 96 x 0 ,63 x 0 , 37
N= d
2 == 0,1
2 = 89,5 = 90

Keterangan:
n = Jumlah pasien TB
Alpha (𝛼) = Kesalahan generalisasi, ditetapkan sebesar 5%
Z𝛼 = Nilai standar alpha 5%, yaitu 1,96
P = Prevalensi limfositosis pada pasien TB berdasarkan
yaitu 63%.11
Q = 1−P = 1−0,63 = 0,37
D = Kesalahan prediksi prevalensi limfositosis pada pasien
TB
yang masih dapat diterima, ditetapkan sebesar 10%
Dengan demikian, jumlah subjek yang diperlukan adalah 90.

3.4 Teknik Pengumpulan Data


Teknik pengambilan sampel yang digunakan peneliti dalam penelitian ini
adalah consecutive sampling, yaitu memasukkan subjek yang memenuhi kriteria
penelitian sampai kurun waktu tertentu sampai jumlah sampel yang diperlukan
terpenuhi.

3.5 Kriteria Sampel Penelitian


3.5.1 Kriteria Inklusi
 Pasien TB paru kasus baru
 Pasien dengan data laboratorium meliputi jumlah leukosit dan
hitung jenis limfosit

3.6.2 Kriteria Ekslusi


 Pasien Human imunodefeciency virus/ acquired immunodeficiency
syndrome (HIV/AIDS)
 Pasien keganasan (leukimia)
 Pasien Infeksi selain TB

3.7 Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilakukan di RSUD Meuraxa Banda Aceh antara Bulan
Januari 2019 – Mei 2019.

3.8 Rancangan Pengolahan Data


 Jumlag limfosit relative disajikan dalam presentase yang didapat
denga melohat hasil laboratorium pada rekam medik. Dihitung
dengan cara menghitung jumlah limfosit dalam serratus leukosit
pada sediaan apusan darah tepi
 Jumlah limfosit absolut disajikan dalam satuan millimeter kubik
yang didapat dengan mengalikan jumlah limfosit relatif dengan
jumah leukosit
 Data dihitung dengan menggunana program software Microsoft
Excel 2016

Anda mungkin juga menyukai