Anda di halaman 1dari 39

Laporan Kasus

TUBERKULOSIS PARU

Oleh :
Rahma Dani
NIM. 2208438095

Pembimbing :
dr. Zarfiardi Aksa Fauzi Sp.P(K)

KEPANITERAAN KLINIK
PULMONOLOGI DAN KEDOKTERAN RESPIRASI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU
RSUD ARIFIN ACHMAD PROVINSI RIAU
2023
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit menular yang paling sering

menyebabkan kematian didunia. TB disebabkan oleh infeksi bakteri

Mycobacterium tuberculosis yang ditularkan secara droplet (udara). Kuman TB

sebagian besar bakteri menginfeksi paru-paru, namun dapat juga menginfeksi

organ lain.1 Tuberkulosis sebagai salah satu dari 10 penyakit teratas penyebab

kematian di seluruh dunia dan merupakan penyebab utama kematian oleh agen

infeksius tunggal.2

Laporan World Health Organization (WHO) tahun 2022, jumlah kasus

tuberkulosis (TB) pada 2021 diperkirakan mencapai 10,6 juta kasus yang

meningkat dari sebelumnya 10,1 juta kasus pada tahun 2020. Incidence rate TB

(kasus baru per 100.000 populasi per tahun) diperkirakan meningkat 3,6% antara

tahun 2021 dan 2022. Adapun negara yang menyumbang dua pertiga dari total

global adalah di India (28%), Indonesia (9,2%), diikuti China (7,4%), Filipina

(7,0%), Pakistan (5,8%), Nigeria (4,4%), Bangladesh (3,6%), dan Republik

Demokratik Kongo (2,9%).2

Indonesia berada pada peringkat ke-2 sebagai negara penyumbang kasus

TB terbanyak di dunia, yaitu sebanyak 824.000 kasus pada tahun 2021. Hasil riset

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia tahun 2018 menyebutkan bahwa

jumlah prevalensi TB paru klinis yang tersebar di seluruh Indonesia yaitu 1,0%.

Laporan WHO juga memperkirakan angka kematian tuberkulosis di Indonesia

1
2

sekitar 35 per 100.000 penduduk atau terdapat sekitar 93.000 orang meninggal

akibat tuberkulosis pada tahun 2018. Sedangkan di Riau, pada tahun 2019

ditemukan sebanyak 3.232 kasus baru.2-5

Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah

kematian, mencegah kekambuhan, dan mencegah terjadinya resistensi kuman

terhadap Obat Anti Tuberkulosis (OAT), serta memutuskan rantai penularan. 6

Peraturan menteri kesehatan juga menerangkan target TB Nasional yaitu eliminasi

TB tahun 2035 dan bebas TB tahun 2050 sehingga kasus mengenai tuberkulosis

masih harus diperhatikan lebih lanjut.6


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi

Tuberkulosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi

Mycobacterium tuberculosis dan juga dikenal sebagai bakteri tahan asam (BTA).

Dinding Mycobacterium tuberculosis sangat kompleks, terdiri dari lapisan lemak

cukup tinggi menyebabkan bakteri ini tahan asam, yaitu apabila sekali diwarnai

akan tetap tahan terhadap upaya penghilang zat warna. Mycobacterium

tuberculosis complex dapat ditularkan melalui droplet orang yang terinfeksi,

dimana sebagian besar bakteri menginfeksi paru-paru tetapi juga dapat

menginfeksi organ lain.1

2.2. Epidemiologi

Berdasarkan Global Tuberculosis Report 2020 yang diterbitkan WHO,

diperkirakan pada tahun 2019 terdapat insidens kasus TB sejumlah 10 juta (8,9-

11 juta), kasus meninggal dengan HIV negatif 1,2 juta (1,1-1,3 juta), dan kasus

meninggal dengan HIV positif 208.000 (177.000-242.000). Pada tahun 2019, di

Indonesia diperkirakan terdapat 845.000 (770.000-923.000) kasus baru TB paru,

sebanyak 19.000 kasus baru diantaranya merupakan kasus TB-HIV positif.

Diperkirakan terdapat 92.000 kematian pada kasus TB-HIV negatif dan 4.700

kematian pada pasien TB-HIV positif.1

3
4

2.3. Etiologi

Infeksi tuberkulosis disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis

yang ditularkan melalui droplet orang yang terinfeksi. Droplet dapat ditularkan

penderita saat batuk, bersin dan berbicara. Bakteri ini merupakan bagian dari

organisme yang diklasifikasikan sebagai Mycobacterium tuberculosis complex.

Mycobacterium tuberculosis merupakan bakteri berbentuk batang lurus atau

sedikit melengkung, tidak berspora, dan tidak berkapsul dengan panjang 1-4

mikron dan lebar sekitar 0,3-0,6 mikron. Dinding M. tuberculosis terdiri dari

lapisan lemak yang cukup tinggi (60%) dan tersusun oleh asam mikolat, lilin

kompleks (complex-waxes), trehalose dimikolat (cord factors), dan mycobacterial

sulfolipids yang berperan dalam virulensi.1 Unsur lain yang menyusun dinding sel

M. tuberculosis adalah polisakarida, seperti arabinogalaktan dan arabinomanan.

Struktur dinding sel yang kompleks tersebut menyebabkan M. tuberculosis

bersifat tahan asam, yaitu apabila sekali diwarnai akan tetap tahan terhadap upaya

penghilangan zat warna tersebut dengan larutan asam-alkohol. Oleh karena itu, M.

tuberculosis seringkali disebut sebagai bakteri tahan asam (BTA) atau acid fast

bacilli (AFB).1

M. tuberculosis berproliferasi dengan baik pada suhu 370C dengan pH

optimal 6,4-6,8. M. tuberculosis berkembang biak dengan cara membelah diri.

Proses pembelahan dari satu menjadi dua membutuhkan waktu sekitar 20 jam. 7

Bakteri diwarnai dengan metode Ziehl Neelsen, memerlukan media khusus untuk

pembiakan yaitu Lowenstein Jensen, dalam pemeriksaan mikroskop tampak

berbentuk batang berwarna merah. Kuman sangat peka terhadap panas, sinar
5

matahari dan ultraviolet. Paparan langsung terhadap sinar ultraviolet, sebagian

besar kuman akan mati dalam waktu beberapa menit.7,8

2.4. Cara Penularan dan Faktor Risiko

Penularan M. tuberculosis (M.TB) biasanya berasal dari orang dengan

BTA positif apabila orang tersebut batuk dan atau bersin dan menghasilkan

percikan dahak (droplet nuclei), kemudian terhirup oleh orang lain. Daya

penularan M.TB dipengaruhi oleh banyaknya kuman yang berasal dari paru-paru

penderita, daya tahan tubuh manusia yang terhirup, dan lamanya pemaparan.

Mycobacterium tuberculosis dapat bertahan cukup lama dalam ruangan yang

tertutup dan lembap.9,10

Faktor risiko TB antara lain imunitas tubuh yang rendah, infeksi

HIV/AIDS, kurang gizi, tidak ada atau kurangnya ventilasi ruangan, padatnya

penduduk tempat tinggal, serta perilaku dan gaya hidup.9,10

2.5. Klasifikasi

2.5.1. Berdasarkan Definisi Kasus

1. Tuberkulosis bakteriologis

TB bakteriologis adalah pasien TB yang terbukti positif pada spesimen

pemeriksaan mikroskopik BTA sputum, kultur sputum, maupun tes cepat

molekuler (TCM) GeneXpert. Termasuk dalam kelompok ini adalah pasien TB

paru dengan hasil pemeriksaan BTA sputum positif, kultur bakteri MTB positif,

GeneXpert positif, pasien TB ekstraparu terkonfirmasi secara bakteriologis, baik

dengan BTA, biakan maupun GeneXpert dari contoh uji jaringan yang terkena,

serta TB anak yang terdiagnosis dengan pemeriksaan bakteriologis.12

2. Tuberkulosis paru klinis


6

TB paru klinis adalah pasien TB paru dengan hasil pemeriksaan BTA negatif

namun hasil pemeriksaan foto toraks mengarah ke TB, pasien TB paru BTA

negatif namun tidak ada perbaikan klinis setelah di berikan antibiotik non OAT,

dan mempunyai faktor risiko TB, pasien TB ekstraparu yang terdiagnosis secara

klinis tanpa konfirmasi hasil laboratorium. Pasien TB yang terdiagnosis secara

klinis dan kemudian terkonfimasi secara bakteriologis positif, maka pasien ini

diklasifikasikan ulang sebagai pasien TB paru bakteriologis.11,12

2.5.2. Berdasarkan Lokasi Anatomis

1. Tuberkulosis paru

Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan (parenkim)

paru dan tidak termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar pada hilus.13

2. Tuberkulosis ekstra paru

Tuberkulosis ekstra paru adalah tuberkulosis yang menyerang organ tubuh

selain paru misalnya pleura, kelenjar getah bening (termasuk mediastinum

dan/atau hilus), abdomen, traktus genitourinarius, kulit, sendi, usus, tulang dan

slaput otak.1,14

2.5.3. Berdasarkan Hasil Pemeriksaan Uji Kepekaan Obat

Pengelompokan pasien disini berdasarkan hasil uji kepekaan contoh uji

dari Mycobacterium tuberculosis terhadap OAT dan dapat berupa:1

1. Mono resistan (TB MR): resistan terhadap salah satu jenis OAT lini pertama

saja.

2. Poli resistan (TB PR): resistan terhadap lebih dari satu jenis OAT lini pertama

selain Isoniazid (H) dan Rifampisin (R) secara bersamaan.


7

3. Multi drug resistan (TB MDR): resistan terhadap Isoniazid (H) dan

Rifampisin (R) secara bersamaan.

4. Extensive Pre XDR : adalah TB MDR yang sekaligus juga resistan terhadap

salah satu OAT golongan fluorokuinolon atau minimal salah satu dari OAT

lini kedua jenis suntikan (Kanamisin, Kapreomisin dan Amikasin).

5. Extensive drug resistan (TB XDR): adalah TB MDR yang sekaligus juga

resistan terhadap salah satu OAT golongan fluorokuinolon dan minimal salah

satu dari OAT lini kedua jenis suntikan (Kanamisin, Kapreomisin dan

Amikasin).

6. Resistan Rifampisin (TB RR): resistan terhadap Rifampisin dengan atau tanpa

resistensi terhadap OAT lain yang terdeteksi menggunakan metode genotip

(tes cepat) atau metode fenotip (konvensional).

2.5.4. Berdasarkan Riwayat Pengobatan

1. TB kasus baru

TB kasus baru yaitu pasien TB paru bakteriologis ataupun klinis yang

belum pernah mendapatkan pengobatan TB sebelumnya atau sudah pernah

medapatkan OAT kurang dari 1 bulan/<28 dosis.

2. TB paru kasus kambuh

TB paru kasus kambuh yaitu pasien TB yang pernah sakit TB dan

dinyatakan sembuh oleh dokter atau pernah mendapatkan OAT lengkap selama 6

bulan saat ini didiagnosis TB berdasarkan hasil pemeriksaan bakteriologis atau

klinis.

3. TB paru yang diobati kembali setelah gagal


8

Pasien TB paru yang pernah diobati dan dinyatakan gagal pada pengobatan

terakhir (pemeriksaan sputum BTA kembali positif pada akhir pengobatan atau

klinis tidak membaik atau mengalami perburukan).

4. TB yang diobati kembali setelah putus berobat (loss to follow up)

Pasien yang pernah diobati dan dinyatakan loss to follow up (klasifikasi ini

sebelumnya dikenal dengan istilah default)

5. TB lain-lain

pasien TB yang pernah diobati namun hasil akhir pengobatan sebelumnya

tidak diketahui. 12,14

2.5.5. Berdasarkan Status HIV

1. TB dengan HIV positif (ko-infeksi TB/HIV)

Pasien TB dengan hasil tes HIV positif sebelumnya atau sedang

mendapatkan antiretroviral atau hasil tes HIV positif pada saat diagnosis TB.

2. TB dengan HIV negatif

Pasien TB dengan hasil tes HIV negatif sebelumnya atau hasil tes HIV

negatif pada saat diagnosis TB, dengan catatan apabila pada pemeriksaan

selanjutnya ternyata hasil tes HIV menjadi positif , maka pasien menjadi TB HIV

positif.

3. TB dengan status HIV tidak diketahui

Pasien TB tanpa ada bukti pendukung hasil tes HIV saat diagnosis TB

ditetapkan, jika terdapat hasil tes HIV pada pemeriksaan selanjutnya maka harus

disesuaikan dengan hasil tes HIV yang terbaru. 12,14

2.6. Patofisiologi
9

Sumber penularan infeksi TB berasal dari pasien TB BTA positif atau

terkonfimasi secara bakteriologis, pada saat batuk atau bersin. Pasien

menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk percikan dahak (droplet nuclei).

Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak. Infeksi diawali

karena seseorang menghirup droplet yang terdapat basil Mycobacterium

tuberculosis. Paru merupakan port d’entrée lebih dari 98% kasus infeksi TB.

Karena ukurannya yang sangat kecil, kuman TB dalam percik renik (droplet

nuclei) yang terhirup saat proses inspirasi, hingga mencapai alveolus.1,15

Masuknya kuman TB ini akan segera diatasi oleh mekanisme imunologis

non spesifik. Kuman TB yang terdeposisi tersebut sebagian besar akan segera

difagosit dan dicerna oleh sistem imun nonspesifik yaitu makrofag, namun Ketika

jumlah kuman TB yang terdeposit melebihi kemampuan makrofag untuk

mencerna, mikroorganisme tersebut dapat berkembang biak dan bertahan secara

intraseluler di dalam makrofag. Kuman TB dalam makrofag yang terus

berkembang biak, akhirnya akan membentuk koloni di tempat tersebut. Lokasi

pertama koloni kuman TB di jaringan parenkim paru disebut Fokus Primer

GOHN. Sistem imun akan merespon dengan membentuk barrier atau pembatas di

sekitar area terinfeksi dan membentuk granuloma.1,16

Jika respon imun tidak dapat mengontrol infeksi ini, maka barrier ini dapat

ditembus oleh kuman TB yang kemudian akan menyebar hingga ke jaringan dan

organ yang lebih jauh. Dari fokus primer, kuman TB menyebar melalui saluran

limfe menuju kelenjar limfe regional. Penyebaran ini menyebabkan terjadinya

inflamasi di saluran limfe (limfangitis) dan di kelenjar limfe (limfadenitis) yang

terkena. Jika fokus primer terletak di lobus paru bawah atau tengah, kelenjar limfe
10

yang akan terlibat adalah kelenjar limfe parahilus, sedangkan jika fokus primer

terletak di apeks paru, yang akan terlibat adalah kelenjar paratrakeal. Kompleks

primer merupakan gabungan antara focus primer, kelenjar limfe regional yang

membesar (limfadenitis) dan saluran limfe yang meradang (limfangitis).15

Setelah kompleks primer terbentuk, imunitas seluluer tubuh terhadap TB

telah terbentuk. Sebagian besar individu dengan sistem imun yang berfungsi baik,

proliferasi kuman TB akan terhenti. Namun, sejumlah kecil kuman TB dapat tetap

hidup dalam granuloma. Bila imunitas seluler telah terbentuk, kuman TB baru

yang masuk ke dalam alveoli akan segera dimusnahkan.15,16

Komplek primer ini dapat sembuh dengan tidak meninggalkan cacat sama

sekali (restitution ad integrum) atau pun sembuh dengan meninggalkan sedikit

bekas (antara lain sarang Ghon, garis fibrotik dan sarang perkapuran di hilus).

Kelenjar limfe regional juga akan mengalami fibrosis dan enkapsulasi, tetapi

penyembuhannya biasanya tidak sesempurna fokus primer di jaringan paru.

Kuman TB dapat tetap hidup dan menetap selama bertahun-tahun dalam kelenjar

ini.

Kemudian dapat pula terjadi penyebaran jauh dengan berbagai cara:1

a. Perikontinuitatum adalah penyebaran ke sekitarnya salah satu contohnya

yakni terjadi penyebaran pada bronkus yang tersumbat dikarenakan terjadi

penekanan oleh kelenjar hilus yang membesar. M. tuberkulosis dapat

menjalar sepanjang bronkus yang tersumbat akan menyebar ke lobus yang

mengalami atelektasis akibat penekanan bronkus (epituberkulosis).

b. Penyebaran secara bronkogen yaitu terjadinya penyebaran baik di paru

yang bersangkutan maupun ke paru sebelahnya.


11

c. Penyebaran secara limfogen ke kelenjar limfa sekitar dapat menyebabkan

limfadenitis TB, penyebaran dari sistem limfatik ini dapat berlanjut ke

penyebaran hematoogen melalui duktus torasikus ke organ tubuh lainnya.

d. Penyebaran secara hematogen. Penyebaran ini berkaitan dengan daya

tahan tubuh, jumlah dan virulensi Mycobacterium tuberkulosis. Pada kasus

ini dapat terjadi kejadian TB milier, meningitis TBM, Typhobacillosis

landouzy. Penyebaran ini juga dapat menimbulkan TB pada bagian tubuh

lainnya misalnya pada tulang, ginjal, anak ginjal, genitalia dan sebagainya.

Tuberkulosis post primer akan muncul bertahun-tahun kemudian setelah

infeksi primer. Tuberkulosis post-primer dimulai dengan sarang dini, yang

umumnya terletak disegmen apikal dari lobus superior maupun lobus inferior.

Sarang dini ini pada awalnya berbentuk suatu sarang pneumonik kecil. Sarang

pneumonik ini akan dapat diresopsi kembali dan sembuh kembali dengan tidak

meninggalkan cacat ataupun sarang tadi pada mulanya meluas, tetapi segera

terjadi proses penyembuhan dengan penyebukan jaringan fibrosis.1

2.7. Diagnosis

Diagnosis TB paru ditegakkan berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan fisik

dan pemeriksaan penunjang.1

2.7.1. Gejala Klinis

Gejala klinis TB dapat dibagi menjadi 2 yaitu gejala lokal (sesuai organ

yang terlibat) dan gejala sistemik. Bila organ yang terkena adalah paru, maka

gejala lokal ialah gejala respiratorik:2,8,17

1. Gejala repiratorik bervariasi tergantung dari luas lesi. Bisa asimptomatik

hingga simptomatik.
12

a. Batuk produktif ≥ 2minggu disertai gejala tambahan.

b. Batuk berkembang dari batuk biasa menjadi purulen hingga batuk darah

(gross haemopthysis).

c. Sesak napas.

d. Nyeri dada.

2. Gejala sistemik

a. Demam

b. Gejala sistemik lain adalah malaise, keringat malam, anoreksia dan berat

badan menurun.

3. Gejala tuberkulosis ekstraparu

Gejala tuberkulosis ekstraparu tergantung dari organ yang terlibat, misalnya

pada limfadenitis tuberkulosis akan terjadi pembesaran yang lambat dan tidak

nyeri dari kelenjar getah bening, pada meningitis tuberkulosis akan terlihat gejala

meningitis, sementara pada pleuritis tuberkulosis terdapat gejala sesak napas dan

kadang nyeri dada pada sisi yang rongga pleuranya terdapat cairan.

2.7.2. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik yang dilakukan tergantung dari organ yang terlibat.

keadaan umum pasien dimulai dari ringan sampai berat. Pasien dapat terlihat

kurus atau berat badan menurun, suhu badan demam subfebris, konjungtiva mata

atau kulit yang pucat karena anemia. Umumnya pada pemeriksaan fisik pasien

tidak menunjukkan suatu kelainanpun terutama pada kasus-kasus dini atau yang

sudah terinfiltrasi secara asimptomatik. Pada TB paru kelainan yang didapat

tergantung luas kerusakan struktur paru. Kelainan paru pada umumnya terletak di


13

daerah lobus superior terutama daerah apeks dan segmen posterior serta daerah

apeks lobus inferior.1 

Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan antara lain suara napas bronkial,

amforik, suara napas melemah, ronki basah, tanda-tanda penarikan paru,

diafragma dan mediastinum Pada pleuritis tuberkulosa dapat ditemukan cairan

dirongga pleura dimana pada perkusi ditemukan redup/pekak, pada auskultasi

ditemukan suara nafas melemah sampai tidak terdengar pada sisi yang terdapat

cairan. Selain itu, dapat ditemukan juga pembengkakan kelenjar getah bening di

leher dan ketiak pada limfadenitis tuberkulosa.1

2.7.3. Pemeriksaan penunjang

a. Pemeriksaan Sputum

Untuk mendiagnosis apakah seseorang terinfeksi M.TB bisa dilakukan

dengan pemeriksaan dahak mikroskopis dan pemeriksaan biakan dengan

media Lowenstein Jensen. Pemeriksaan dahak berfungsi untuk

menegakkan diagnosis, menilai keberhasilan pengobatan dan menentukan

potensi penularan pemeriksaan dahak. Semua pasien baik dewasa, remaja,

maupun anak-anak yang dapat diambil spesimen dahaknya dan diduga

menderita tuberkulosis paru harus menjalani pemeriksaan mikroskopik

pada laboratorium yang teruji kualitasnya minimal 2 kali dan sebaiknya 3

kali. Jika memungkinkan paling tidak terdapat 1 spesimen yang berasal

dari pagi hari. Dilakukan dengan cara mengumpulkan 3 spesimen dahak

yang dikumpulkan dalam 2 hari kunjungan yang berurutan yaitu Sewaktu-

Pagi-Sewaktu (SPS).1
14

 S (sewaktu): dahak dikumpulkan saat pertama kali suspek TB datang.

Pada saat pulang suspek TB membawa pot dahak untuk

mengumpulkan dahak pagi pada hari kedua

 P (pagi): dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari segera setelah

bangun tidur. Pot dahak dibawa dan diserahkan kepada petugas

kesehatan

 S (sewaktu): dahak dikumpulkan oleh petugas kesehatan pada hari

kedua saat menyerahkan dahak pagi

Cara menegakkan diagnosis TB Paru dari hasil pemeriksaan dahak:1

1) Semua suspek TB diperiksa 3 spesimen dahak dalam waktu 2 hari

yaitu Sewaktu - Pagi – Sewaktu (SPS).

2) Diagnosis TB paru pada orang dewasa ditegakkan dengan

ditemukannya kuman TB. Pada program TB nasional penemuan

BTA melalui pemeriksaan dahak mikroskopis merupakan

diagnosis utama. Pemeriksaan lain seperti foto rontgen toraks,

biakan dan uji kepekaan dapat digunakan sebagai penunjang

diagnosis sepanjang sesuai dengan indikasinya.

3) Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan

pemeriksaan foto rontgen toraks saja. Foto rontgen toraks tidak

selalu memberikan gambaran yang khas pada TB paru sehingga

sering terjadi overdiagnosis.

Pemeriksaan mikroskopis pewarnaan Mycobacterium Tuberculosis

dapat menggunakan pewarnaan Ziehl Nelsen dan auramin-rhodamin.


15

Interpretasi mikroskopis dibaca dengan skala IUATLD (International

Union Against Tuberculosis and Lung Disease), yakni:1

- Negatif: tidak ditemukan BTA dalam 100 lapang pandang

- Scienty: ditemukan 1-9 BTA / 100 lapang pandang, ditulis

jumlah basil yang ditemukan

- Positif 1: ditemukan 10-99 BTA dalam 100 lapang pandang

- Positif 2: ditemukan 1-10 BTA dalam 1 lapang pandang

- Positif 3: ditemukan >10 BTA dalam 1 lapang pandang

Pemeriksaan biakan bakteri tuberkulosis merupakan gold standard

dalam mengidentifikasi Mycobacterium tuberculosis. Biakan bakteri ini

dapat menggunakan dua jenis medium biakan, yakni media Lowenstein-

Jensen merupakan media padat berbasis telur dengan spesivitas dan

sensitivitas tinggi. Sedangkan Mycobacteria Growth Indicator Tube

(MGIT) merupakan media biakan dengan menggunakan sensor fluorescent

yang ditanam dalam bahan dasar silikon sebagai indikator pertumbuhan

Mycobacterium tuberculosis.1

Gambar 2.1. Bakteri Mycobacterium tuberculosis di bawah mikroskop


16

b. GeneXpert MTB/RIF

Xpert MTB/RIF adalah uji diagnostik cartridge-based, otomatis yang

dapat mengidentifikasi M. Tuberculosis dan resistensi terhadap

Ripamfisin. Xpert MTB/RIF berbasis cepheidgenexpert platform, cukup

sensisitf, mudah digunakan dengan metode nucleiacid amplification test

(NAAT) metode ini mempurifikasi, membuat konsentrat dan amplifikasi

(dengan real time PCR) dan mengidentifikasi sekuens asam nukleat pada

genom TB. Lama pengelolaan uji sampai selesai memakan waktu 1-2 jam.

Metode ini akan bermanfaat untuk menyaring kasus suspek TB MDR

secara cepat dengan bahan pemeriksaan dahak. Pemeriksaan ini memiliki

sensitivitas dan spesifisitas 99%.1

c. Pemeriksaan Radiologi

Pemeriksaan standar adalah rontgen thoraks posterior - anterior.

Gambaran radiologi yang dicurigai sebagai lesi TB aktif:1

- Bayangan berawan / nodular di segmen apikal dan posterior  lobus atas

paru dan segmen superior lobus bawah.

- Kavitas terutama lebih dari satu dikelilingi oleh bayangan opak

berawan atau nodular.

- Bayangan bercak milier.

- Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang).

Gambaran radiologis yang dicurigai lesi TB inaktif: fibrotik, kalsifikasi,

schwarte atau penebalan pleura. Luas lesi yang tampak pada foto rontgen toraks

untuk kepentingan pengobatan dapat dinyatakan sebagai berikut (terutama pada

kasus BTA negatif) : 1


17

 Lesi minimal, bila proses mengenai sebagian dari satu atau dua paru

dengan luas tidak lebih dari sela iga 2 depan (volume paru yang terletak di

atas chondrostemal junction dari sela iga kedua depan dan prosesus

spinosus dari vertebra torakalis 4 atau korpus vertebra torakalis 5 serta

tidak dijumpai kavitas)

 Lesi luas, bila proses lebih luas dari lesi minimal.

d. Uji Tuberkulin

Uji tuberkulin yang positif menunjukkan adanya infeksi tuberkulosis.

Di Indonesia dengan prevalensi tuberkulosis yang tinggi uji tuberkulin

sebagai alat bantu diagnostik penyakit kurang berarti pada orang

dewasa. Uji ini akan mempunyai makna bila didapatkan konversi bula atau

apabila kepositifan dari uji yang didapat besar sekali. Pada malnutrisi dan

infeksi HIV uji tuberkulin dapat memberikan hasil negatif. Alur diagnosis

TB paru seperti yang dijelaskan pada gambar 2.2. berikut:17


18

Gambar 2.2. Alur Diagnosis TB1

2.8. Penatalaksanaan

Tujuan penatalaksanaan TB adalah untuk menyembuhkan pasien,

mencegah kematian, mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan,

mencegah terjadinya resistensi kuman terhadap OAT, dan memperbaiki

produktivitas serta kualitas hidup. Prinsip penatalaksanaan tuberkulosis:1,17,18

1. OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, untuk

mencegah resistensi dan dalam dosis yang tepat.


19

2. Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat dilakukan pengawasan

langsung (DOT = Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas

Menelan Obat (PMO).

3. Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan.

 Tahap awal (intensif), pengobatan diberikan setiap hari selama 2 bulan

dan biasanya pasien menular menjadi tidak menular dalam kurun

waktu 2 minggu. Pada tahap ini dimaksudkan untuk menurunkan

jumlah kuman yang ada dalam tubuh pasien.

 Tahap lanjutan, pasien mendapat jenis obat lebih sedikit namun dalam

jangka waktu yang lama. Tahap ini penting untuk membunuh sisa

kuman yang masih ada dalam tubuh sehingga mencegah terjadinya

kekambuhan.Berikut jenis dan dosis OAT seperti yang ditunjukkan

pada tabel 2.1. 1,15,16

Paduan OAT yang digunakan di Indonesia.1

A. Paduan OAT yang digunakan oleh program nasional penanggulangan

tuberkulosis di Indonesia adalah :

1. Kategori 1 : 2(HRZE) 4(HR)3

Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru:

 Pasien baru TB paru terkonfirmasi bakteriologis


20

 Pasien TB paru terdiagnosis klinis

 Pasien TB ekstra paru

Tabel 2.2 Dosis panduan OAT KDT Kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3

Berat Tahap intensif Tahap lanjutan

badan Tiap hari selama 56 hari 3 kali seminggu dalam 16 minggu

RHZE (150/75/400/275) RH (150/150)

30-37 kg 2 tablet 4KDT 2 tablet 2KDT

38-54 kg 3 tablet 4KDT 3 tablet 2KDT

55-70 kg 4 tablet 4KDT 4 tablet 2KDT

≥ 71 kg 5 tablet 4KDT 5 tablet 2KDT

Tabel 2.3 Dosis paduan OAT Kombipak Kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3

Tahap Lama Dosis per hari Jumlah

hari

Tab Tab Tab Tab

Isoniazid Rifampisin Pirazinamid Etambutol

@300 mg @450 mg @500 mg @250 mg

Intensif 2 bln 1 1 3 3 56

Lanjutan 4 bln 2 1 - - 48

2. Kategori 2 : 2(HRZE)S / (HRZE) / 5(HR)3E3.

a. Pasien kambuh

b. Pasien gagal pada pengobatan dengan paduan OAT kategori 1

sebelumnya
21

c. Pasien yang diobati kembali setelah putus berobat (lost to follow up)

Tabel 2.4 Dosis Paduan OAT KDT Kategori 2

Tabel 2.5 Dosis paduan OAT kombipak Kategori 2

Berikut jenis dan efek samping OAT seperti yang ditunjukkan pada tabel 2.1.1,6

Tabel 2.6 Jenis dan efek samping OAT

Lini Pertama
Jenis Sifat Efek Samping
Isoniazid (H) Bakterisidal Neuropati perifer, psikosis toksik, gangguan
fungsi hati, kejang
Rifampisin (R) Bakterisidal Flu syndrome, gangguan gastrointestinal,
urine berwarna merah, gangguan fungsi hati,
trombositopeni, demam, skin rash, sesak
nafas, anemia hemolitik
Pirazinamid (Z) Bakterisidal Gangguan gastrointestinal, gangguan fungsi
hati, gout artritis
Streptomisin (S) Bakterisidal Gangguan keseimbangan dan pendengaran,
syok anafilaktik, anemia, agranulositosis,
trombositopeni
Etambutol (E) Bakteriostatik Gangguan penglihatan, buta warna, neuritis
perifer
22

Lini Kedua
Grup Golongan Jenis obat
A Florokuinolon Levofloksasin, mosifloksasin, gatifloksasin
B OAT suntik Kanamisin, amikasin, kapreomisin,
lini kedua streptomisin
C OAT oral lini Etionamid/protionamid, sikloserin/terizidon.
kedua Clofazimin, linezolid
D D1 OAT lini pertama: pirazinamid, etambutol,
isoniazid dosis tinggi
D2 OAT baru: bedaquiline, delamanid,
pretonamid
D3 OAT tambahan: asam para aminosalisilat,
imipenemsilastatin, meropenem, amoksilin
clavulanat, thioasetazon
23

BAB III

ILUSTRASI KASUS

Identitas pasien

Nama : Tn. IR

Umur : 46 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Pekerjaan : Supir

Status : Sudah Menikah

Alamat : Dusun Bukit Lajim, Kerinci Kanan

Masuk RS : 10 Februari 2023

Keluhan utama

Batuk darah sejak 1 minggu SMRS

Riwayat penyakit sekarang

Pasien datang dengan keluhan batuk darah yang bercampur dahak sejak 1

minggu sebelum masuk rumah sakit. Pasien pernah batuk berdarah keluar

sebanyak 500 ml. Darah berwarna merah segar. Sebelumnya pasien mengalami

batuk dengan bercak darah sejak 5 bulan yang lalu SMRS.

Pasien juga mengeluhkan demam yang naik turun sejak 3 bulan SMRS.

Demam terutama dirasakan saat sore dan malam hari. Keringat malam (+),

Keluhan sesak napas (+), sesak tidak dipengaruhi debu, cuaca, makanan dan

aktivitas. Pasien mengelukan nyeri dada sebalah kanan (+) nyeri dada dirasakan

saat pasien batuk dan nyeri menjalar ke punggung.


24

Penurunan nafsu makan (+), Penurunan berat badan (+) dalam 6 bulan ini

berat badan turun 20 kg. Mual (-), muntah (-). Pilek (-), nyeri tenggorokan (-).

Riwayat vaksin covid-19 (3x), BAB dan BAK tidak ada keluhan. Pasien

merupakan rujukan dari RSUD Selasih setelah dirawat selama 6 hari kemudia

dirujuk ke RSUD Arifin Achmad untuk dilakukan tatalaksana lebih lanjut.

Riwayat Penyakit dahulu

 Riwayat meminum OAT (-)

 Riwayat asma (-)

 Riwayat hipertensi (-)

 Riwayat diabetes melitus (-)

 Riwayat keganasan (-)

 Riwayat covid (-)

 Riwayat stroke (-)

 Riwayat Asam urat (+)

Riwayat Penyakit Keluarga

 Riwayat keluhan yang sama (-)

 Riwayat OAT (-)

 Riwayat asma (-)

 Riwayat hipertensi (-)

 Riwayat diabetes melitus (-)

 Riwayat keganasan (-)

 Riwayat penyakit jantung (-)

Riwayat pekerjaan, sosial ekonomi dan kebiasaan

 Pasien seorang supir


25

 Riwayat merokok (+) : 27 x 24 batang = 648 (IB berat).

 Riwayat minum alkohol (-)

 Riwayat NAPZA (-)

 Ventilasi rumah cukup, cahaya matahari dapat masuk ke dalam rumah

PEMERIKSAAN FISIS

Pemeriksaan umum

Kesadaran : Komposmentis kooperatif

Keadaan umum : Tampak sakit sedang

Tekanan darah : 117/77 mmHg

Nadi : 70 x/menit

Nafas : 24 x/menit

Suhu : 36,4°C

SpO2 : 96% RA, 99% 3 lpm NK

Berat badan : 55 kg

Tinggi badan :

BMI :

Pemeriksaan kepala dan leher

Kepala : Normocephal

Mata :Konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (-/-), refleks cahaya (+/+)

Telinga : Keluar cairan (-), keluar darah (-)

Hidung : Napas cuping hidung (-), keluar cairan (-), keluar darah (-)

Mulut : Sianosis (-), mukosa bibir pucat (-)

Leher : trakea letak di tengah, pembesaran KGB (-)

Thoraks Paru
26

Inspeksi

Statis : Simetris kiri dan kanan

Dinamis : Gerakan dinding dada simetris kiri dan kanan, sela iga melebar (-)

penggunaan otot napas tambahan (-), retraksi (-)

Palpasi : Vokal fremitus kanan dan kiri sama

Perkusi : Sonor pada seluruh lapangan paru

Auskultasi : Suara pernapasan : vesikuler (+/+)

Suara tambahan : ronki (+/+), wheezing (-/-)

Thoraks Jantung

Inspeksi : Iktus cordis tidak terlihat

Palpasi : Iktus cordis teraba di linea midklavikularis sinistra SIK V

Perkusi : Batas kanan jantung : SIK IV linea parasternalis dextra

Batas kiri jantung : SIK V linea midclavicularis sinistra

Auskultasi : BJ I-II reguler, gallop (-), murmur (-)

Abdomen

Inspeksi : Perut datar, venektasi (-)

Auskultasi : Bising usus (+) normal 8 x/menit

Palpasi : Supel, nyeri tekan epigastrium (+), hepar dan lien tidak teraba,

masa (-)

Perkusi : Timpani pada seluruh abdomen

Ekstremitas

Atas : Pucat (+/+), sianosis (-/-), ekstremitas teraba hangat, edem (-),

clubbing finger (-), CRT < 2 detik.

Bawah : Pucat (+/+), sianosis (-/-), ekstremitas teraba hangat, edem (-),
27

clubbing finger (-), CRT < 2 detik.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Darah Lengkap (10-02-23)

▪ Hemoglobin : 10 gr/dL (L)

▪ Leukosit : 10,43 x 103/uL

▪ Trombosit : 393 x 103/uL

▪ Eritrosit : 4,65 x 106/uL (L)

▪ Hematokrit : 33,5% (L)

▪ Basofil : 0,4%

▪ Eosinofil : 0,4% (L)

▪ Neutrofil : 74,2% (H)

▪ Limfosit : 14,3% (L)

▪ Monosit : 10,7% (H)

Kimia Klinik (10-02-23)

▪ CRP Kuantitatif : 123,9 (H)

▪ Albumin : 3,6 g/dL

▪ Glukosa darah sewaktu : 119 mg/dL

▪ Ureum : 26,0 mg/dL

▪ Kreatinin : 1,08 mg/dL

Analisa Gas darah (10-02-23)

 pH : 7,45
28

 pCO2 : 38 mmHg

 PO2 : 96 mmHg

 HCO3 : 26 mmol/L

 TCO2 : 28 mmol/L

 BE :2

 SO2C : 98

Elektrolit (29-01-2022)

▪ Na+ : 134 mmol/L (L)

▪ K+ : 3,6 mmol/L

▪ Ca2+ : 1,10 mmol/L (H)

▪ Laktat : 1,50 mmol/L

Pemeriksaan Mikrobiologi

• GeneXpert : MTB detected low, Rifampicin resistance not detected

• Sputum BTA (+1)

• Kultur sputum jamur : menunggu hasil

HIV Kualitatif (10-02-23)

• Non Reaktif

Foto Thoraks (10-02-2023)


29

Interpretasi rontgen :

 Identitas sesuai

 Marker R

 Foto diambil secara PA dan lateral

 Kekerasan foto lunak

 Tulang trakea sulit dinilai

 Tulang scapula, clavicula, costae, intak dan tidak ada tanda-tanda fraktur

 Tulang vertebrae tidak terlihat

 Jaringan lunak <2 cm

 Sudut kostofrenikus kanan dan kiri lancip


30

 Diafragma kanan dan kiri licin.

 Cor: CTR <50%

 Pulmo:

 Kesan: dalam batas normal

Pulmo: proses spesifik susp. Mikosis paru

RESUME

TN. IR 46 tahun datang ke RSUD Arifin Achmad dengan keluhan batuk darah

yang bercampur dahak sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit. Pasien pernah

batuk berdarah keluar sebanyak 500 ml. Darah berwarna merah segar.

Sebelumnya pasien mengalami batuk dengan bercak darah sejak 5 bulan yang lalu

SMRS. Pasien juga mengeluhkan demam yang naik turun sejak 3 bulan SMRS.

Demam terutama dirasakan saat sore dan malam. Keringat malam (+), Keluhan

sesak napas (+), sesak tidak dipengaruhi debu, cuaca, makanan dan aktivitas.

Pasien mengelukan nyeri dada sebalah kanan yang dirasakan saat pasien batuk

dan nyeri menjalar ke punggung. Penurunan nafsu makan (+), Penurunan berat

badan dalam 6 bulan, turun 75 -> 55 kg. Pasien merupakan rujukan dari RSUD

Selasih setelah dirawat selama 6 hari. Pada pemeriksaan fisis didapatkan suara

napas tambahan ronkhi kiri dan kanan. Pada pemeriksaan foto thorax didapatkan

DIAGNOSIS

TB paru bakteriologis kasus baru status HIV (-)

Mikosis paru possible

Daftar Masalah
31

- Hemoptisis

- Anemia

- Atelektasis paru kanan

- Sindrom Dispepsia

TATALAKSANA

Non farmakoterapi :

▪ O2 4 lpm NK

▪ Tirah baring

▪ Pantau tanda-tanda vital

Farmakoterapi :

▪ IVFD NaCl 0.9% 500cc + drip carbazokrom 25 mg/8 jam

▪ Drip resfar 1x1,6 gr

▪ Inj. Asam traneksamat 3x500 mg

▪ Inj. Vitamin K 3x10 mg

▪ Inj. Vitamin C 3x400 mg

▪ Inj. Lansoprazole 2 x 30 mg

▪ OAT 4FDC 1 x 4 tab

▪ Curcuma 3 x 1 tab

Rencana

 KI hemoptisis

 BDMO jika hemoptisis masif berlangsung


32

 Kultur sputum jamur -> menunggu hasil

Edukasi

 Menggunakan masker terutama saat pasien batuk, menerapkan etika batuk

yang benar, dan tidak membuang dahak sembarangan

 Mengkonsumsi OAT secara rutin sesuai anjuran dan tepat waktu hingga

pengobatan selesai

 Menganjurkan kepada orang-orang terdekat untuk memeriksakan dahak

 Makan makanan tinggi kalori dan protein untuk memenuhi kebutuhan tubuh

dan mempercepat penyembuhan

 Rutin kontrol minimal 1 kali dalam sebulan untuk evaluasi pengobatan

 Edukasi tentang efek samping obat kepada pasien, seperti urin dan keringat

menjadi berwarna merah, kesemutan pada anggota gerak, nyeri sendi,

gangguan pendengaran, gangguan penglihatan, gatal dan kemerahan pada

kulit, serta kuning pada mata ataupun kulit


BAB IV

PEMBAHASAN

Pasien didiagnosis TB Bakteriologi, berdasarkan anamnesis, pemeriksaan

fisik dan pemeriksaan penunjang. Pada anamnesis, didapatkan adanya keluhan

berupa batuk darah yang bercampur dahak dan sebelumnya pasien mempunyai

riwayat batuk dengan bercak darah sejak 5 bulan SMRS. Pasien juga

mengeluhkan sesak napas yang tidak dipengaruhi aktivitas dan istirahat. Pasien

juga mengeluhkan nyeri dada sebelah kanan (+), nyeri dada dirasakan ketika

pasien batuk. Riwayat demam (+), keringat malam hari (+). Pasien juga

merasakan penurunan nafsu makan, penurunan berat badan 20 kg dalam 6 bulan

terakhir. Berdasarkan teori, pasien TB paru memiliki gejala berupa gejala

respiratorik dan gejala sistemik. Gejala respiratorik berupa: batuk produktif ≥ 2

minggu disertai gejala tambahan seperti: batuk berkembang dari batuk biasa

menjadi purulen hingga batuk darah (gross haemopthysis), sesak napas, nyeri

dada dan gejala sistemik berupa demam, malaise, keringat malam, anoreksia, dan

berat badan menurun.2,8,17

Berdasarkan teori, batuk pada TB terjadi karena adanya respon pertahanan

dari tubuh untuk mengeluarkan benda asing dikarenakan kuman TB terus-

menerus berkembang dalam paru dan disertai dengan adanya perlawanan dari

sistem tubuh menyebabkan semakin banyaknya mukus diproduksi pada saluran

pernapasan. Mukus yang semakin banyak menyebabkan terjadinya penyempitan

pada saluran pernapasan sehingga pasien cenderung sesak napas.1,19

33
34

Gejala tambahan lain yang dirasakan oleh pasien diantaranya penurunan

nafsu makan dan penurunan berat badan 5 kg dalam 1 bulan. Berdasarkan teori,

penurunan nafsu makan pada pasien TB dikaitkan dengan peningkatan hormon

leptin yang memiliki efek menurunkan nafsu makan. Konsentrasi leptin pada

tubuh sebanding dengan massa lemak pada tubuh dan meningkat oleh inflamasi.

Pada pasien TB, terjadi peningkatan respon inflamasi sehingga meningkatan

produksi leptin dan dikaitkan dengan penurunan nafsu makan pada pasien.

Sedangkan penurunan berat badan pada pasien terjadi akibat infeksi TB yang

dapat menurunkan asupan dan malabsorpsi nutrien serta perubahan metabolisme

tubuh sehingga terjadi proses penurunan massa otot dan lemak (wasting).20,21

Berdasarkan pemeriksaan fisik paru, tidak didapatkan ronki pada kedua

lapangan paru. Pada pasien TB paru, suara ronkhi timbul akibat peningkatan

sekret pada saluran pernapasan.1

Pada pemeriksaan penunjang foto thoraks didapatkan gambaran

Pada pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan mikrobiologi sputum

BTA (+1), pemeriksaan GeneXpert didapatkan MTB detected low, Rifampisin

resisten not detected. Berdasarkan teori, termasuk ke dalam TB paru bakteriologis,

karena pasien TB yang terbukti positif pada spesimen pemeriksaan mikroskopik

BTA sputum, kultur sputum, maupun tes cepat molekuler (TCM) GeneXpert

termasuk ke dalam TB paru bakteriologis.12

Pasien didiagnosis dengan TB paru bakteriologis kasus baru status HIV (-)

on OAT. Penangangan TB paru pada pasien ini sudah mengacu pada pedoman

penatalaksanaan TB paru dengan pemberian OAT. Pada pasien ini dengan berat

badan 55 kg diberikan OAT 4FDC 1 x 4 tab untuk fase intensif dan diberikan
35

edukasi mengenai pencegahan penularan, lama pengobatan, serta efek samping

yang dapat timbul dari penggunaan obat antituberkulosis.


DAFTAR PUSTAKA

1. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pedoman diagnosis dan

penatalaksanaan tuberkulosis di Indonesia. Jakarta: Perhimpunan Dokter Paru

Indonesia. 2021.

2. World Health Organization. Global Tuberculosis Report 2022. Geneva:

World Health Organization; 2022.

3. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Laporan nasional riskesdas

2018 [Internet]. Jakarta: Lembaga Penerbit Badan Penelitian dan

Pengembangan Kesehatan; 2019. Available from:

http://labdata.litbang.kemkes.go.id/images/download/laporan/RKD/2018/

Laporan_Nasional_RKD2018_FINAL.pdf

4. Kementerian Kesehatan RI. Strategi nasional penanggulangan tuberkulosis di

Indonesia 2020-2024. Jakarta: Kemenkes RI; 2020.

5. Dinas Kesehatan Pekanbaru. Profil kesehatan provinsi riau tahun 2019.

Pekanbaru : Dinas Kesehatan Pekanbaru; 2019.

6. Kementrian Kesehatan R.I. Rencana Aksi Nasional: Public Private Mix

Pengendalian Tuberkulosis Indonesia: 2011-2014. Jakarta: Kementrian

Kesehatan RI; 2011.

7. Staf Pengajar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Buku Ajar

Mikrobiologi Kedokteran. Jakarta: Binarupa Aksara Publisher; 2010.

8. Brooks GF, Butel JS, Morse SA. Jawetz, Melnick, Adelberg’s. Medical

Microbiology 24th Edition. McGraw-Hill Companies. 2013.

36
37

9. Price, SA dan Wilson LM. Patofisiologi konsep Klinis proses-proses

penyakit. Jakarta: EGC. 2006: 852-862.

10. Kementerian Kesehatan R.I. Alur diagnosis TB: 2017. Kementerian

Kesehatan RI. Jakarta. 2017.

11. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Permenkes RI no 67 tahun 2016.

Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia; 2016.

12. World Health Organization. Definitions and reporting framework for

tuberculosis-2013 revision Updated December 2014. Geneva, Switzerland:

World Health Organization; 2013; 2; 3-4.

13. Microbiology. 23rd ed. United States: McGraw-Hill Companies. 2004.

14. Kementrian Kesehatan R.I. Pedoman Nasional Pelayanan Kesehatan

Tatalaksana Tuberkulosis. Kementrian Kesehatan RI. Jakarta: 2013.

15. Hunter R. The pathogenesis of tuberculosis: the early infiltrate of post

primary (Adult pulmonary) Tuberculosis: A Distinct disease entity. Front

Immunol. 2018; 9:2108.

16. Miggiano R, Rizzi M, Ferraris DM. Mycobacterium tuberculosis

pathogenesis, infection prevention and treatment. Pathogens. 2020

May;9(5):385.

17. Kementrian Kesehatan R.I. Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis :

2014. Kementrian Kesehatan RI. Jakarta. 2014.

18. International Standards for Tuberculosis Care : Diagnosis, Treatment, Public

Health. Tuberculosis Coalition for Technical Assistance (TBCTA). 2006.


38

19. Rasmin M, Jusuf A, Yunus F, Amin M, Aditama TY, Syafiuddin T, et. al.

Buku Ajar Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi Buku 2. Jakarta: UI

Publishing. 2018;299-327.

20. Van Crevel R, Karyadi E, Netea MG, Verhoef H, Nelwan RH, West CE, van

der Meer JW. Decreased plasma leptin concentrations in tuberculosis patients

are associated with wasting and inflammation. The Journal of Clinical

Endocrinology & Metabolism. 2002 Feb 1;87(2):758-63.

21. Narasimhan P, Wood J, Chandini RM, Mathai D. Risk Factors for

Tuberculosis. Statpearls [Internet]. 2013.

22. Vinod P, Kanmani MK, Ketaki U, Unnati D, JM Joshi. Complication and

Sequelae of Pulmonary Tuberculosis: A Tertiary Care Center Experience. Int

J Pul & Res Sci. 2022; 5(5): 555674.

Anda mungkin juga menyukai