Anda di halaman 1dari 21

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Landasan Teori


2.1.1. Definisi TB Paru
Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit menular yang
disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis. Terdapat
beberapa spesies Mycobacterium, antara lain : M. Tuberculosis, M,
africanum, M.bovis, M. Leprae, dsb. Yang juga dikenal sebagai Bakteri
Tahan Asam (BTA). Kelompok bakteri Mycobacterium selain
Mycobacterium tuberculosis yang bisa menimbulkan gangguan pada
saluran nafas dikenal sebagai MOTT (Mycobacterium Other than
Tuberculosis) yang terkadang bisa menggangu penegakan diagnosis dan
pengobatan TBC. 1
Penyakit tuberkulosis (TB) merupakan suatu penyakit infeksi
kronik yang menyerang hampir semua organ tubuh manusia dan yang
terbanyak adalah paru-paru. Penyakit ini banyak ditemukan didaerah
urban pada tempat tinggal atau lingkungan yang padat penduduknya.5
Tuberkulosis (TB) paru merupakan penyakit menular yang masih
menjadi masalah kesehatan utama di Indonesia. Penyakit TB paru
merupakan kasus yang perlu diperhatikan penanggulangan dan
pengobatannya, sehingga untuk mengoptimalkannya dibuatlah sebuah
standar nasional oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia yang
kemudian menjadi acuan bagi para tenaga kesehatan di unit-unit
pelayanan kesehatan masyarakat (puskesmas) di Indonesia dalam
melaksanakan pengendalian dan pengobatan TB paru (Kemenkes RI,
2016. 6

3
4

2.1.2. Etiologi
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh
bakteri Mycobacterium Tuberculosis. Kuman penyebab penyakit ini
berukuran 0,3-0,6 mikron berbentuk bacilli lurus atau fi lamen. Organ
bakteri ini tersusun atas protein, lipid dan polisakarida, sedangkan
penyusun organ terbesar adalah lipid yang menyebabkan bakteri tahan
terhadap asam. Adanya cord faktor merupakan mikosida yang yang
berhubungan dengan virulensi. Suhu optimal pertumbuhan bakteri ini ini
adalah 37oC, bakteri ini sangat mampu bertahan dalam kondisi asam
dengan pH optimum 6,5-6,8. Mycobcaterium tuberculosis dikenal
dengan bakteri tahan asam yang masuk dalam kategori gram positif.
Bakteri ini cenderung sulit untuk diwarnai, akan tetapi ia akan dengan
mudah mengikat zat warna Ziehl Niehlsen yang tidak larut dalam
alcohol.2

Gambar . Mycobacterium tuberculosis 2

Penyebaran bakteri ini dapat terjadi dari satu orang ke orang lainnya
dengan media udara. Ketika seorang penderita TB Paru batuk, maka
percik renik dari dahak orang tersebut akan terbawa oleh udara, sehingga
berpotensi terhirup oleh orang lain. Seseorang yang menghirup udara
yang terkontaminasi bakteri penyebab TB akan dengan mudah tertular
penyakit tersebut. Daya penularan bakteri ini sangat ditentukan oleh
banyaknya kuman yang dikeluarkan dari dalam paru-paru. Makin tinggi
derajat positif hasil pemeriksaan dahak, makin menular penderita
tersebut. Mycobacterium tuberculosis mampu bertahan di udara bebas,
terutama di udara dengan kelembaban yang tinggi. 2
Bakteri Mycobacterium tuberkulosis masuk melalui saluran
pernafasan atas kemudian turun ke paru-paru. Setelah adanya infeksi
5

saluran pernafasan akan terjadi peradangan pada alveoli. Bakteri


kemudian menyebar dalam tubuh penderita melalui aliran darah. Organ
utama yang diserang oleh bakteri ini adalah limfe dan bronkus. Bakteri
ini dapat bertahan serta mampu beradaptasi dalam kondisi tubuh
manusia, hal ini menyebabkan cepatnya perkembangan bakteri di dalam
tubuh.3
2.1.3. Epidemiologi TB Paru
Tuberkulosis (TB) tetap menjadi salah satu ancaman kesehatan
global utama yang mengarah pada morbiditas dan mortalitas.7 Satu dari
tiga orang di seluruh dunia yang mewakili 2-3 miliar orang diketahui
terinfeksi Mycobacterium Tuberculosis (M. Tuberculosis) dimana 5-15%
kemungkinan mengembangkan penyakit TB aktif selama masa hidup
mereka. Sementara TB hadir di setiap negara, mayoritas penderita TB
hidup di negara berpenghasilan rendah dan menengah terutama di daerah
seperti Afrika Sub-Sahara dan Asia Tenggara terutama negara
Indonesia.8
Meskipun jumlah kematian akibat tuberkulosis menurun 22%
antara tahun 2000 dan 2015, namun tuberkulosis masih menepati
peringkat ke-10 penyebab kematian tertinggi di dunia pada tahun 2016.
(3). Secara global pada tahun 2016 terdapat 10,4 juta kasus insiden TBC
(CI 8,8 juta – 12, juta) yang setara dengan 120 kasus per 100.000
penduduk. Lima negara dengan insiden kasus tertinggi yaitu India,
Indonesia, China, Philipina, dan Pakistan seperti yang terlihat pada
gambar berikut ini 3:
6

Sebagian besar estimasi insiden TBC pada tahun 2016 terjadi di Kawasan
Asia Tenggara 45%, dimana Indonesia merupakan salah satu di dalamnya dan
25% nya terjadi di kawasan Afrika seperti pada Gambar 3 berikut ini 3 :

Jumlah kasus baru TB di Indonesia sebanyak 420.994 kasus pada tahun


2017 (data per 17 Mei 2018). Berdasarkan jenis kelamin, jumlah kasus baru TBC
tahun 2017 pada laki-laki 1,4 kali lebih besar dibandingkan pada perempuan.
Bahkan berdasarkan Survei Prevalensi Tuberkulosis prevalensi pada laki-laki 3
kali lebih tinggi dibandingkan pada perempuan. Begitu juga yang terjadi di
negara-negara lain. Hal ini terjadi kemungkinan karena laki-laki lebih terpapar
pada fakto risiko TBC misalnya merokok dan kurangnya ketidakpatuhan minum
obat. Survei ini menemukan bahwa dari seluruh partisipan laki-laki yang merokok
sebanyak 68,5% dan hanya 3,7% partisipan perempuan yang merokok. 2
7

2.1.3. Patofisiologi TB Paru


a) Patofisiologi : Infeksi Tuberkulosis Primer
Penularan TB paru terjadi karena kuman dibatukkan atau
dibersinkan keluar menjadi droplet nuclei dalam udara sekitar kita. Partikel
ini dapat menetap dalam udara bebas selama 1-2 jam tegantung pada ada-
tidaknya sinar ultraviolet, ventilasi yang buruk dan kelembaban. Dalam
suasana lembab dan gelap kuman dapat bertahan berhari-hari sampai
berbulan-bulan. Bila partikel infeksi ini terhisap oleh orang yang sehat,
maka ia akan menempel pada saluran nafas atau jaringan paru. Partikel
bisa masuk ke alveolar paru bila ukurannya < 5 µm. Karena ukurannya
sangat kecil, kuman TB dapat mencapai alveolus. Masuknya kuman TB ini
akan segera diatasi oleh mekanisme imunologik tubuh non spesifik.
Makrofag alveolus akan melakukan fagositosis terhadap kuman TB dan
biasanya sanggup menghancurkan kuman TB. 5
Sebagian besar orang yang terinfeksi kuman TB akan menajdi sakit
primer (infeksi primer) yang biasanya terlokalisir di paru dan di limfonodi
regional dalam cavum thoracis. Pada infeksi primer biasanya pasien tidak
mengeluh terhadap infeksi primernya, namun hasil tes tuberkulinnya
positif. Pada sebagian kecil kasus, makrofag tidak mampu menghancurkan
kuman TB dan kuman akan bereplikasi dalam makrofag. Kuman TB
dalam makrofag yang terus berkembang biak, akhirnya akan membentuk
koloni di tempat tersebut. Kuman membelah diri setiap 25-32 jam di dalam
makrofag dan tumbuh selama 2-12 minggu hingga jumlahnya cukup untuk
menginduksi respon imun. Lokasi pertama koloni kuman TB dijaringan
paru disebut Fokus Primer GOHN. 5
8

Dari fokus primer, kuman TB menyebar melalui saluran limfe


menuju kelenjar limfe regional , yaitu kelenjar limfe yang mempunyai
saluran limfe ke lokasi fokus primer. Penyebaran ini menyebabkan
terjadinya inflamasi disaluran limfe (limfangitis) dan dikelenjar limfe
(limfadenitis) yang terkena. Jika fokus primer terletak dilobus paru bawah
atau tengah, kelenjar limfe yang akan terlibat adalah kelenjar limfe
parahilus, sedangkan jika fokus primer terletak pada apeks paru, yang
terlibat adalah kelenjar paratrakeal. Waktu yang diperlukan sejak
masuknya kuman TB hingga terbentuknya kompleks primer secara
lengkap disebut masa inkubasi. Masa inkubasi TB biasanya berlangsung
pada waktu 4-8 minggu dengan rentang waktu antara 2-12 minggu. Dalam
masa inkubasi tersebut, kuman tumbuh hingga mencapai jumlah > 100
kuman, yaitu jumlah yang cukup untuk merangsang respon imunitas
seluler. Setelah imunitas seluler terbentuk, fokus primer dijaringan paru
biasanya mengalami resolusi secara sempurna menjadi fibrosis atau
kalsifikasi setelah mengalami nekrosis perkijuan dan enkapsulasi. Selama
masa inkubasi, sebelum terbentuknya imunitas seluler dapat terjadi
penyebaran limfogen dan hematogen. Pada penyebaran limfogen, kuman
menyebar ke kelenjarlimfe regional membentuk komplek primer,
sedangkan pada penyebaran hematogen, kuman TB masuk ke dalam
sirkulasi darah dan menyebar keseluruh tubuh. Organ yang dituju adalah
organ yang mempunyai vaskularisasi baik, misalnya seperti otak, tulanh,
ginjal, dan paru sendiri terutama apeks paru. 5
Bentuk penyebaran hamatogen yang lain adalah penyebaran
hematogenik generalisata akut (acute generalized hematogenic spread).
Pada bentuk ini, sejumlah besar kuman TB masuk dan beredar dalam
darah menuju ke seluruh tubuh. Hal ini dapat menyebabkan timbulnya
manifestasi klinis penyakit TB secara akut, yang disebut TB diseminata.
TB diseminata ini timbul dalam waktu 2-6 bulan setelah terjadi infeksi.
Timbulnya penyakit bergantung pada jumlah dan virulensi kuman TB
yang beredar serta frekuensi berulangnya penyebaran. Tuberkulosis
9

diseminata terjadi karena tidak adekuatnya system imun pejamu (host)


dalam mengatasi infeksi TB, misalnya pada balita.5

Gambar Bagan Patogenesis Tuberkulosis 9

b) Patofisiologi : Infeksi Tuberkulosis Sekunder (Pasca Primer)


Kuman yang bersifat dormant (tidur) pada TB primer akan muncul
bertahun-tahun kemudian sebagai infeksi andogen dewasa. Mayoritas
reinfeksi mencapai 90% TB sekunder terjadi karena imunitas tubuh
menurun seperti pada penyakit malnutrisi, DM, HIV/AIDS, kanker, gagal
jantung, gagal ginjal, dsb. TB sekunder ini dimulai dengan sarang dini
10

yang berlokasi di regio atas paru (bagian apical-posterior lobus superior


atau inferior). Invasinya adalah ke parenkim paru tidak ke nodul hilus
paru.5

Secara keseluruhan akan terdapat 3 macam sarang TB paru yakni 5 :


1. Sarang yang sudah sembuh. Sarang bentuk ini tidak perlu pengobatan
lagi
2. Sarang aktif eksudatif. Sarang betuk ini perlu pengobatan yang
lengkap dan sempurna
3. Sarang yang berada antara aktif dan sembuh. Sarang bentuk ini dapat
sembuh spontan, tetapi mengingat kemungkinan bisa terjadi eksserbasi
kembali, sebaiknya diberi pengobatan yang lengkap dan sempurna.

Gambar . Patofisiologi TB Paru10


11

2.1.4. Faktor Resiko TB Paru


Penyakit TB Paru yang disebabkan terjadi ketika daya tahan tubuh
menurun. Dalam perspektif epidemiologi yang melihat kejadian
kejadian penyakit sebagai hasil interaksi antar tiga komponen penjamu
(host), penyebab (agent), dan lingkungan (environmental) dapat ditelah
faktor risiko dari simpul-simpul tersebut.11
1. Host
Penjamu adalah semua faktor pada diri manusia yang dapat
mempengaruhi dan timbulnya suatu perjalanan penyakit. Faktor-
faktor yang dapat menimbulkan penyakit pada penjamu terdiri dari
umur, jenis kelamin, imunitas dan adat kebiasaan12
2. Agen
Penyebab penyakit merupakan zat, dimana dalam jumlah yang
melebihi batas tertentu atau mungkin sebaliknya, dalam jumlah
sedikit atau sama sekali tidak ada, dapat menimbulkan proses
penyakit, dalam kusus TB Paru agen penyebab penyakit adalah
Mycobacterium tuberculoisis.13
3. Lingkungan
Sanitasi lingkungan perumahan sangat berkaitan dengan penularan
penyakit. Rumah dengan pencahayaan dan ventilasi yang baik akan
menyulitkan pertumbuhan kuman, karena sinar ultraviolet dapat
mematikan kuman dan ventilasi yang baik menyebabkan pertukaran
udara sehingga mengurangi kosentrasi kuman. 13
12

Gambar Faktor Resiko Terpajan TB11

2.1.5. Klasifikasi TB Paru


Klasifikasi TB berdasarkan Pedoman Nasional Pengendalian
Tuberkulosis tahun 2014 adalah sebagai berikut14 :
a) Klasifikasi berdasarkan lokasi anatomi dari penyakit:
1. Tuberkulosis Paru
Adalah TB yang terjadi pada parenkim (jaringan) paru. Milier
TB dianggap sebagai TB paru karena adanya lesi pada jaringan
paru. Limfadenitis TB di rongga dada (hilusatau mediastinum)
atau efusi pleura tanpa terdapat gambaran radiologis yang
mendukung TB pada paru, dinyatakan TB ekstra paru. Pasien
yang menderita TB paru dan sekaligus menderita TB ekstra paru
di klasifikasikan sebagai pasien TB paru.
2. Tuberkulosis ekstra paru
Adalah TB yang terjadi pada organ selain paru, misal: pleura,
kelenjar limfe, abdomen, saluran kencing, kulit, sendi, selaput
otak dan tulang. Diagnosis TB ekstra paru dapat ditetapkan
13

berdasarkan hasil pemeriksaan bakteriologis atau klinis.


Diagnosis TB ekstra paru harus diupayakan berdasarkan
penemuan mycobacterium tuberculosis. Pasien TB ekstra paru
yang menderita TB pada bebrapa organ , diklasifikasikan
sebagai pasien TB ekstra paru pada organ menunjukan
gambaran TB yang terberat.

b) Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya


1. Pasien baru TBAdalah pasien yang belum pernah mendapatkan
pengobatan sebelumnya atau sudah pernah menelan OAT
namun kurang dari 1 bulan (< dari 28 dosis).
2. Pasien yang pernah diobati TB.Adalah pasien yang sebelumnya
pernah menelan OAT selama 1 bulan atau lebih (≥dari 28 hari).
Pasien iini selanjutnya diklasifikasikan berdasarkan hasil
pengobatan TB terakhir, yaitu:
- Pasien kambuh: adalah pasien TB yang pernah dinyatakan
sembuh dan saat ini didiagnosis TB berdasarkan hasil
pemeriksaan bakteriologis atau klinis ( baik karena kambuh
atau reinfeksi).
- Pasien yang diobati kembali setelah gagal: adalah pasien TB
yang pernah diobati dan dinyatakan gagal pada pengobatan
terakhir.
- Pasien yang diobati kembali setelah putus berobat ( lost to
follow-up ) : adalah pasien yang pernah diobati dan
dinyatakan lost to follow up ( klasifikasi ini sebelumnya
disebut sebagai pengobatan pasien setelah putus berobat/
default)
- Pasien pindah, adalah pasien yang dipindah cdari register TB
untuk melanjutkan pengobatannya.
- Lain-lain: adalah pasien TB yang pernah diobati namun hasil
akhir pengobatan sebelumnya tidak diketahui.
14

2.1.6. Gejala TB Paru


Gejala penyakit TBC dapat dibagi menjadi gejala umum dan
gejala khusus yang timbul sesuai dengan organ yang terlibat. Gambaran
secara klinis tidak terlalu khas terutama pada kasus baru, sehingga
cukup sulit untuk menegakkan diagnosa secara klinik.5
Gejala sistemik/umum:
 Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan
darah)
 Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya
dirasakan malam hari disertai keringat malam.Kadang-kadang
serangan demam seperti influenza dan bersifat hilang timbul
 Penurunan nafsu makan dan berat badan
 Perasaan tidak enak (malaise), lemah

Gejala khusus:
 Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi
sumbatan sebagian bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru)
akibat penekanan kelenjar getah bening yang membesar, akan
menimbulkan suara “mengi”, suara nafas melemah yang disertai
sesak.
 Kalau ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat
disertai dengan keluhan sakit dada.
 Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi
tulang yang pada suatu saat dapat membentuk saluran dan
bermuara pada kulit di atasnya, pada muara ini akan keluar cairan
nanah.
15

 Pada anak-anak dapat mengenai otak (lapisan pembungkus otak)


dan disebut sebagai meningitis (radang selaput otak), gejalanya
adalah demam tinggi, adanya penurunan kesadaran dan kejang-
kejang.

Pada pasien anak yang tidak menimbulkan gejala, TBC dapat


terdeteksi kalau diketahui adanya kontak dengan pasien TBC dewasa.
Kira-kira 30-50% anak yang kontak dengan penderita TBC paru
dewasa memberikan hasil uji tuberkulin positif. Pada anak usia 3
bulan - 5 tahun yang tinggal serumah dengan penderita TBC paru
dewasa dengan BTA positif, dilaporkan 30% terinfeksi berdasarkan
pemeriksaan serologi/darah. 5

2.1.5. Diagnosis TB Paru


Apabila dicurigai seseorang tertular penyakit TBC, maka beberapa hal
yang perlu dilakukan untuk menegakkan diagnosis adalah15:
a. Anamnesa baik terhadap pasien maupun keluarganya.
b. Pemeriksaan fisik.
c. Pemeriksaan laboratorium (darah, dahak, cairan otak).
d. Pemeriksaan patologi anatomi (PA).
e. Rontgen dada (thorax photo).
f. Uji tuberkulin.

Diagnosis TB Paru :
a. Anamesa
Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2-3
minggu atau lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu
dahak bercampur darah, batuk darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu
makan menurun, berat badan menurun, malaise, berkeringat malam hari
tanpa kegiatan fisik,demam meriang lebih dari satu bulan. Gejala-gejala
16

tersebut diatas dapat dijumpai pula pada penyakit paru selain TB, seperti
bronkiektasis, bronkitis kronis, asma, kanker paru, dan lain-lain. 15
Mengingat prevalensi TB paru di Indonesia saat ini masih tinggi, maka
setiap orang yang datang ke UPK dengan gejala tersebut diatas, dianggap
sebagai seorang tersangka (suspek) pasien TB, dan perlu dilakukan
pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung pada pasien remaja dan
dewasa, serta skoring pada pasien anak.

b. Pemeriksaan Fisik
Kelainan pemeriksaan fisik pada penderita tuberkulosis terletak pada
paru.Kelainan yang didapat tergantung daripada luas kelainan struktur
paru. Gejala dini yang dijumpai pada awal perkembangan penyakit
umumnya tidak ditemukan kelainan. Kelainan paru biasanya terletak di
daerah lobus bagian superior terutama daerah apeks yang mengandung
banyak oksigen dan lobus posterior (S1 dan S2), serta daerah apeks lobus
inferior (S6). Hal lain yang dapat ditemukan pada saat pemeriksaan fisik
ialah suara napas bronkial, amforik, suara napas melemah, ronki basah,
tanda-tanda penarikan paru, diafragma, dan mediastinum. 15
Pada kasus pleuritis tuberkulosis, kelainan yang didapatkan pada saat
pemeriksaan fisik tergantung dari banyak cairan di rongga pleura. Pada
saat dilakukan perkusi akan didapati pekak. Lalu, pada saat auskultasi akan
terdengar suara napas yang melemah sampai tidak terdengar di daerah
yang terdapat cairan.
Pada kasus limfadenitis tuberkulosis, akan dijumpai pembesaran
kelenjar getah bening yang umumnya di daerah leher ataupun di daerah
ketiak. Pembesaran kelenjar getah bening ini dinamakan cold abscess.
17

Gambar . Apeks lobus superior dan apeks lobus inferior

c. Pemeriksaan laboratorium (dahak)


Pemeriksaan laboratorium merupakan pemeriksaan standar baku yang
digunakan untuk mendiagnosis TB10.
a. Spesimen
Spesimen yang dipakai untuk pemeriksaan bakteriologi dalam kasus
tuberkulosis adalah sputum segar, bilasan lambung, urin, cairan pleura,
cairan serebrospinal, cairan sendi, bahan biopsy, darah, atau bahan lain
yang dicurigai.
Dahak yang diambil ialah dahak 3 kali (SPS). Cara pengambilan dahak
SPS ialah Sewaktu yaitu saat kunjungan, Pagi yaitu saat keesokan
harinya, dan Sewaktu yaitu pada saat mengantarkan dahak pagi. Atau
dilakukan setiap pagi selama 3 hari berturut-turut
18

Gambar . Logaritma diagnosis pasien TB10

d. Pemeriksaan khusus

a. Pemeriksaan BACTEC

Menggunakan metode radiometrik dengan mendeteksi growth index CO2


hasil metabolisme asam lemak oleh M. tuberculosis.

b. Polymerase Chain Reaction (PCR)

PCR dapat mendeteksi DNA M.tuberculosis.

c. Pemeriksaan serologi
dengan berbagai metode: Enzym Linked Immunosorbent Assay (ELISA)
Teknik ini dapat mendeteksi respons humoral yaitu proses antigen antibodi
yang terjadi.

d. Immunochromatographic tuberculosis (ICT)


Uji ICT dapat mendeteksi antibody M. tuberculosis dalam serum.Uji ICT
menggunakan 5 antigen spesik yang berasal dari membran sitoplasma
M.tuberculosis.

e. Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan radiologi khususnya foto toraks merupakan pemeriksaan yang
penting untuk menegakkan diagnosis TB. Dengan penggunaan yang tepat, foto
toraks dapat mendeteksi TB paru dini atau early preclinical stage untuk
mencegah bentuk penyakit kronis dan pembentukan sekuel. Gambaran
radiologi yang dicurigai sebagai lesi dari TB aktif, ialah:

a) Bayangan berawan / nodular di segmen apikal dan posterior lobus superior


paru dan segmen superior lobus inferior.
b) Adanya kavitas. Kavitas yang dijumpai lebih dari satu akan semakin
menunjukkan lesi TB aktif. Kavitas dikelilingi oleh bayangan opak
berawan dan nodular.
c) Bayangan bercak milier
d) Umumnya dijumpai efusi unilateral. Efusi pleura bilateral jarang
19

dijumpai.

Gambaran radiologi yang dicurigai sebagai lesi dari TB inaktif, ialah:

a) Fibrotik

b) Kalsifikasi

c) Schwarte atau penebalan pleura

f. Uji Tuberkulin
Pemeriksaan inimasih banyak dipakai untuk emebantu menegakan
diagnosis TB terutama pada anak-anak (balita). Ada beberapa cara
melakukan uji tuberkulin, namun sampai sekarang cara mantoux lebih
sering digunakan. Lokasi penyuntikan uji mantoux umumnya pada ½
bagian atas lengan bawah kiri bagian depan, disuntikkan intrakutan (ke
dalam kulit). Penilaian uji tuberkulin dilakukan 48–72 jam atau setelah 3
hari setelah penyuntikan dan diukur diameter dari pembengkakan
(indurasi) yang terjadi:

1. Pembengkakan (Indurasi) : 0–4mm, uji mantoux negatif. Arti klinis :


tidak ada infeksi Mycobacterium tuberculosis.
2. Pembengkakan (Indurasi) : 5–9mm, uji mantoux meragukan. Hal ini
bisa karena kesalahan teknik, reaksi silang dengan Mycobacterium
atypikal atau pasca vaksinasi BCG.
3. Pembengkakan (Indurasi) : >= 10mm, uji mantoux positif. Arti klinis :
sedang atau pernah terinfeksi Mycobacterium tuberculosis.5

2.1.6. Penatalaksanaan Khomprehensif TB Paru


Penatalaksanaan16
Tujuan pengobatan :
1. Menyembuhkan, mengembalikan kualitas hidup dan produktivitas
pasien
20

2. Mencegah kematian akibat TB aktif atau efek lanjutan


3. Mencegah kekambuhan TB
4. Mengurangi penularan TB kepada orang lain
5. Mencegah terjadinya resistensi obat dan penularannya

Prinsip – prinsip terapi :

1. Obat Anti Tuberkulosis (OAT) harus diberikan dalam bentuk kombinasi


dari beberapa jenis obat, dalam jumlah cukup dan dosis tepat sesuai
dengan kategori pengobatan. Hindari penggunaan monoterapi.
2. Pemakaian OAT- Kombinasi Dosis Tepat (KDT) / Fixed Dose
Combination (FDC) akan lebih menguntungkan dan dianjurkan.
3. Obat ditelan sekaligus (single dose) dalam keadaan perut kosong.
4. Obat praktisi yang mengobati pasien tuberkulosis mengemban tanggung
jawab kesehatan masyarakat.
5. Semua pasien (termasuk mereka yang terinfeksi HIV) yang belum pernah
diobati harus diberi paduan obat lini pertama.
6. Untuk menjamin kepatuhan pasien berobat hingga selesai, diperlukan
suatu pendekatan yang berpihak kepada pasien (patient centered
approach) dan dilakukan dengan pengawasan langsung (DOT = directly
observed treatment) oleh seorang pegawas menelan obat.
7. Semua pasien harus dimonitor respons pengobatannya. Indikator penilaian
terbaik adalah pemeriksaan dahak berkala yaitu pada akhir tahap awal,
buan ke-5 dan akhir pengobatan.
8. Rekaman tertulis tentang pengobatan, respons bakteriologis dan efek
samping harus tercatat dan tersimpan.

 Terapi Farmakologi
Jenis obat yang dipakai sekarang 5 :
1. Obat Primer (OAT lini 1)
21

Yang selalu diberikan pada setiap pasien TB Paru baru atau yang
kambuh yaitu INH, Rimfapisin, Pirasinamid, Etambutol, dan
Streptomisin.
2. Obat Sekunder ( OAT lini 2)
Yang diberikan bila sudah terjadi resistensi terhadap OAT lini 1 yaitu :
PAS, kanamisin, tiasetazon, etionamid, protionamid, sikloserin,
viomisin, kapreomisin, amikasin, ofloksasin, siprofloksasin,
norfloksasin, levofloksasin, klofazimin.

Dosis Obat :

Tabel 1. Dosis Rekomendasi OAT Lini Pertama untuk Dewasa


dalam mg/kgBB 5
Nama Obat Dosis Harian 3 kali per minggu
Dosis Maksimum Dosis Maksimum
(mg/kgBB) (mg) (mg/kgBB) (mg)
Isoniazid 5 (4-6) 300 10 (8-12) 900
Rifampisin 10 (8-12) 600 10 (8-12) 600
Pirazinamid 25 (20-30) 35 (30-40)
Etambutol 15 (15-20) 30 (25-35)
Streptomisin 15 (12-18) 15 (12-18) 1000

Tabel 2. Dosis Obat Antituberkulosis KDT/FDC 16


Berat Badan Fase Intensif Fase Lanjutan
Harian Harian 3x/minggu 3x/minggu 3x/minggu
(R/H/Z/E) (R/H/Z) (R/H/Z) (R/H) (R/H)
150/75/400/275 150/75/40 150/150/50 150/75 150/75
0
30-37 2 2 2 2 2
38-54 3 3 3 3 3
22

55-70 4 4 4 4 4
>71 5 5 5 5 5

Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap , yaitu tahap awal dan lanjutan16:

1. Tahap awal menggunakan paduan obat rifampisin, isoniazid, pirazinamid,


dan etambutol
a. Pada tahap awal pasien mendapat 4 jenis obat yang terdiri dari
( rimfapisin, isoniazid, pirazinamid, dan etambutol), diminum setiap
hari dan diawasi secara langsung untuk menjamin kepatuhan minum
obat dan mencegah terjadinya kekebalan obat.
b. Bila pengobatan tahap awal diberikan secara adekuat, daya penularan
menurun dalam kurun waktu 2 minggu.
c. Pasien TB paru BTA positive sebagian besar menjadi BTA negatif
(konversi) setelah menyelesaikan pengobatan tahap awal. Setelah
terjadi konversi pengobatan dilanjutkan dengan tahap lanjut.
2. Tahap lanjutan menggunakan paduan obat rifampisin dan isoniazid
a. Pada tahap lanjutan pasien mendapat 2 jenis obat (rifampisin, dan
isoniazid), namun dalam jangka waktu yang lebih lama (minimal 4
bulan)
b. Obat dapat diminum secara intermtten yaitu 3x/minggu (obat program)
atau tiap hari (obat non program)
c. Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persisten sehingga
mencegah terjadinya kekambuhan.

Panduan OAT lini pertama yang digunakan oleh Program Nasional


Pengendalian Tuberkulosis di Indonesia adalah sebagai berikut16 :
1. Kategori 1 : 2HRZE/4H3R3
Artinya pengobatan tahap awal selama 2 bulan diberikan tiap hari dan
tahap selama 4 bulan diberikan 3 kali dalam seminggu. Jadi lama
pengobatan seluruhnya 6 bulan.
23

2. Kategori 2 : 2HRZES/HRZE/5H3R3E3
Diberikan pada TB paru pengobatan ulang (TB kambuh, gagal
pngobatan, putus berobat/default. Pada kategori 2, tahap awal
pengobatan selama 3 bulan terdiri dari 2 bulan RHZE ditambah
suntikan streptomisin, dan 1 bulan HRZE. Pengobatan tahap awal
diberikan setiap hari. Tahap lanjutan diberikan HRE selama 5 bulan, 3
kali seminggu. Jadi lama pengobatan 8 bulan.
3. OAT sisipan : HRZE
Apabila pemeriksaan dahak masih positif (belum konversi) pada akhir
pengobatan tahap awal kategori 1 maupun kategori 2, maka diberikan
pengobatan sisipan selama 1 bulan dengan HRZE.

 Non Farmakologi
Konseling dan Edukasi
1. Memberikan informasi kepada pasien dan keluarga tentang
penyakit tuberkulosis.
2. Pengawasan ketaatan minum obat dan kontrol secara teratutr
3. Pola hidup sehat dan sanitasi lingkungan. 16

Anda mungkin juga menyukai