Anda di halaman 1dari 40

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Pengertian TB Paru
TB paru adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan bakteri mycobacterium
tuberculosis, yang dapat menyerang berbagai organ, terutama paru-paru ( pusat data dan
informasi kementerian kesehatan RI, 2017).
Penyakit ini bila tidak diobati atau pengobatannya tidak tuntas dapat menimbulkan
komplikasi berbahaya hingga kematian.
Tuberculosis merupakan penyakit infeksi bakteri menahun pada paru yang disebabkan
oleh Mycobakterium tuberculosis, yaitu bakteri tahan asam yang ditularkan melalui udara
yang ditandai dengan pembentukan granuloma pada jaringan yang terinfeksi. Mycobacterium
tuberculosis merupakan kuman yang dapat hidup terutama di paru atau bebrbagai organ
tubuh lainnyayang bertekanan parsial tinggi. Penyakit tuberculosis ini biasanya menyerang
paru tetapi dapat menyebar ke hamper seluruh bagian tubuh termasuk meningens, ginjal,
tulang dan nodus limfe. Infeksi awal biasanya terjadi 2-10 minggu setelah virus masuk ke
dalam tubuh.individu kemudian dapat mengalami penyakit aktif karena gangguan atau
Penyakit TB Paru disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium tuberculosis). Kuman ini
berbentuk batang, mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan, Oleh
karena itu disebut pula sebagai Basil Tahan Asam (BTA), kuman TB cepat mati dengan sinar
matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam ditempat yang gelap dan
lembab. Dalam jaringan tubuh kuman ini dapat Dormant, tertidur lama selama beberapa
tahun.

B. Etiologi
Menurut buku pedoman nasional pengendalian tuberkulosis yang dikeluarkan oleh
kementerian kesehatan RI tahun 2014, penyebab TB Paru adalah kuman mycobacterium
tuberculosis.
Terdapat beberapa spesies mycobacterium antara lain M.tuberculosis, M.africanum,
M.bovis, dsb yang juga dikenal sebagai bakteri tahan asam BTA). Kelompok bakteri
mycobacterium selain mycobacterium tuberculosisyang bhisa menimbulkan gangguan pada
saluran nafasdikenal sebagai MOTT (mycobacterium other than tuberculosis) yang terkadang
bisa mengganggu penegakan diagnosis dan pengobatan TB. Untuk itupemeriksaan
bakteriologis yang mampu melakukan identifikasi terhadap mycobacterium tuberculosis
menjadi saran diagnosis ideal untuk TB.
Secara umum sifat kuman TB (Mycobacterium Tuberculosis) antara lain sebagai berikut:
1. Berbentuk batang dengan panjang 1-10 mikron, lebar 0,2-0,6 mikron
2. Bersifat tahan asam dalam pewarnaan dengan metode Zehl Nielsen
3. Memerlukan media khusus untuk biakan antara lain Lowenstein Jansen, Ogawa
4. Kuman Nampak berbentuk batang berwarna merah dalam pemeriksaan dibawah
mikroskop
5. Tahan terhadap sushu rendah sehinga dapat bertahan hidup dalam jangka waktu lama
pada suhu antara 4° sampai minus 70°C
6. Kuman sangat peka terhadap panas, sinar matahari dan sinar ultraviolet
7. Paparan langsung terhadap siuanr ultraviolet, sebagian besar kuman akan mati dalam
waktu beberapa menit
8. Dalam dahak pada suhu antara 30-37°C akan mati dalam waktu kurang lebih 1 minggu
9. Kuman dapat bersifat dormant(“tidur”/tidak berkembang)
Cara Penularan TB :
1. Sumber penularan adalah pasien TB BTA positif melalui percik renik dahak yang
dikeluarkannya. Namun, bukan berarti bahwa pasien TB dengan hasil pemeriksaan BTA
negatif tidak mengandung kuman dalam dahaknya. Hal tersebut bisa saja terjadi oleh
karena jumlah kuman yang terkandung dalam contoh uji ≤ dari 5.000 kuman/cc dahak
sehingga sulit dideteksi melalui pemeriksaan mikroskopis langsung.
2. Pasien TB dengan BTA negatif juga masih memiliki kemungkinan menularkan penyakit
TB. Tingkat penularan pasien TB BTA positif adalah 65%, pasien TB BTA negatif
dengan hasil kultur positif adalah 26% sedangkan pasien TB dengan hasil kultur negatif
dan foto Toraks positif adalah 17%.
3. Infeksi akan terjadi apabila orang lain menghirup udara yang mengandung percik renik
dahak yang infeksius tersebut.
4. Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk
percikan dahak (droplet nuclei / percik renik). Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar
3000 percikan dahak.
C. Patofisiologi
Paru merupakan port d’entrée lebih dari 98% kasus infeksi TB. Karena ukurannya yang
sangat kecil, kuman TB dalam percik renik (droplet nuclei) yang terhirup, dapat mencapai
alveolus. Masuknya kuman TB ini akan segera diatasi oleh mekanisme imunologis non
spesifik. Makrofag alveolus akan menfagosit kuman TB dan biasanya sanggup
menghancurkan sebagian besar kuman TB. Akan tetapi, pada sebagian kecil kasus, makrofag
tidak mampu menghancurkan kuman TB dan kuman akan bereplikasi dalam makrofag.
Kuman TB dalam makrofag yang terus berkembang biak, akhirnya akan membentuk koloni
di tempat tersebut. Lokasi pertama koloni kuman TB di jaringan paru disebut Fokus Primer
GOHN.
Dari focus primer, kuman TB menyebar melalui saluran limfe menuju kelenjar limfe
regional, yaitu kelenjar limfe yang mempunyai saluran limfe ke lokasi focus primer.
Penyebaran ini menyebabkan terjadinya inflamasi di saluran limfe (limfangitis) dan di
kelenjar limfe (limfadenitis) yang terkena. Jika focus primer terletak di lobus paru bawah
atau tengah, kelenjar limfe yang akan terlibat adalah kelenjar limfe parahilus, sedangkan jika
focus primer terletak di apeks paru, yang akan terlibat adalah kelenjar paratrakeal. Kompleks
primer merupakan gabungan antara focus primer, kelenjar limfe regional yang membesar
(limfadenitis) dan saluran limfe yang meradang (limfangitis).
Waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman TB hingga terbentuknya kompleks primer
secara lengkap disebut sebagai masa inkubasi TB. Hal ini berbeda dengan pengertian masa
inkubasi pada proses infeksi lain, yaitu waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman
hingga timbulnya gejala penyakit. Masa inkubasi TB biasanya berlangsung dalam waktu 4-8
minggu dengan rentang waktu antara 2-12 minggu. Dalam masa inkubasi tersebut, kuman
tumbuh hingga mencapai jumlah 103 -104 ,yaitu jumlah yang cukup untuk merangsang
respons imunitas seluler.
Selama berminggu-minggu awal proses infeksi, terjadi pertumbuhan logaritmik kuman
TB sehingga jaringan tubuh yang awalnya belum tersensitisasi terhadap tuberculin,
mengalami perkembangan sensitivitas. Pada saat terbentuknya kompleks primer inilah,
infeksi TB primer dinyatakan telah terjadi. Hal tersebut ditandai oleh terbentuknya
hipersensitivitas terhadap tuberkuloprotein, yaitu timbulnya respons positif terhadap uji
tuberculin. Selama masa inkubasi, uji tuberculin masih negatif. Setelah kompleks primer
terbentuk, imunitas seluluer tubuh terhadap TB telah terbentuk. Pada sebagian besar individu
dengan system imun yang berfungsi baik, begitu system imun seluler berkembang, proliferasi
kuman TB terhenti. Namun, sejumlah kecil kuman TB dapat tetap hidup dalam granuloma.
Bila imunitas seluler telah terbentuk, kuman TB baru yang masuk ke dalam alveoli akan
segera dimusnahkan.
Setelah imunitas seluler terbentuk, focus primer di jaringan paru biasanya mengalami
resolusi secara sempurna membentuk fibrosis atau kalsifikasi setelah mengalami nekrosis
perkijuan dan enkapsulasi. Kelenjar limfe regional juga akan mengalami fibrosis dan
enkapsulasi, tetapi penyembuhannya biasanya tidak sesempurna focus primer di jaringan
paru. Kuman TB dapat tetap hidup dan menetap selama bertahun-tahun dalam kelenjar ini.
( RA Werdhani, 2012)
Ketika seorang klien TB paru batuk, bersin, atau berbicara, maka secara tak sengaja
keluarlah droplet nuklei dan jatuh ke tanah, lantai, atau tempat lainnya. Akibat terkena sinar
matahari atau suhu udara yang panas, droplet nuklei tadi menguap. Menguapnya droplet
bakteri ke udara dibantu dengan pergerakan angin akan membuat bakteri tuberkolosis yang
terkandung dalam droplet nuklei terbang ke udara. Apabila bakteri ini terhirup oleh orang
sehat, maka orang itu berpotensi terkena infeksi bakteri tuberkolosis. Penularan bakteri lewat
udara disebut dengan air-borne infection. Bakteri yang terisap akan melewati pertahanan
mukosilier saluran pernapasan dan masuk hingga alveoli. Pada titik lokasi di mana terjadi
implantasi bakteri, bakteri akan menggandakan diri (multiplying). Bakteri tuberkolosis dan
fokus ini disebut fokus primer atau lesi primer (fokus Ghon). Reaksi juga terjadi pada
jaringan limfe regional, yang bersama dengan fokus primer disebut sebagai kompleks primer.
Dalam waktu 3-6 minggu, inang yang baru terkena infeksi akan menjadi sensitif terhadap tes
tuberkulin atau tes Mantoux.
Berpangkal dari kompleks primer, infeksi dapat menyebar ke seluruh tubuh melalui
berbagai jalan, yaitu:
1. Percabangan bronchus
Dapat mengenai area paru atau melalui sputum menyebar ke laring (menyebabkan
ulserasi laring), maupun ke saluran pencernaan.
2. Sistem saluran limfe
Menyebabkan adanya regional limfadenopati atau akhirnya secara tak langsung
mengakibatkan penyebaran lewat darah melalui duktus limfatikus dan menimbulkan
tuberkulosis milier.
Aliran darah
Aliran vena pulmonalis yang melewati lesi paru dapat membawa atau mengangkut
material yang mengandung bakteri tuberkulosis dan bakteri ini dapat mencapai berbagai
organ melalui aliran darah, yaitu tulang, ginjal, kelenjar adrenal, otak, dan meningen.
Reaktifasi infeksi primer (infeksi pasca-primer)
Jika pertahanan tubuh (inang) kuat, maka infeksi primer tidak berkembang lebih jauh dan
bakteri tuberkulosis tak dapat berkembang biak lebih lanjut dan menjadi dorman atau
tidur. Ketika suatu saat kondisi inang melemah akibat sakit lama/keras atau memakai
obat yang melemahkan daya tahan tubuh terlalu lama, maka bakteri tuberkulosis yang
dorman dapat aktif kembali. Inilah yang disebut reaktifasi infeksi primer atau infeksi
pasca-primer. Infeksi ini dapat terjadi bertahun-tahun setelah infeksi primer terjadi.
Selain itu, infeksi pasca-primer juga dapat diakibatkan oleh bakteri tuberkulosis yang
baru masuk ke tubuh (infeksi baru), bukan bakteri dorman yang aktif kembali. Biasanya
organ paru tempat timbulnya infeksi pasca-primer terutama berada di daerah apeks paru.
Infeksi Primer
Tuberkulosis primer adalah infeksi bakteri TB dari penderita yang belum mempunyai
reaksi spesifik terhadap bakteri TB. Infeksi primer terjadi saat seseorang terpapar pertama
kali dengan kuman TB. Droplet yang terhirup sangat kecil ukurannya, sehingga dapat
melewati sistem pertahanan mukosillier bronkus, dan terus berjalan sehinga sampai di
alveolus dan menetap disana. Infeksi dimulai saat kuman TB berhasil berkembang biak
dengan cara pembelahan diri di paru, yang mengakibatkan peradangan di dalam paru,
saluran limfe akan membawa kuman TB ke kelenjar limfe disekitar hilus paru, dan ini
disebut sebagai kompleks primer. Waktu antara terjadinya infeksi sampai pembentukan
kompleks primer adalah 4-6 minggu. Adanya infeksi dapat dibuktikan dengan terjadinya
perubahan reaksi tuberkulin dari negatif menjadi positif. Kelanjutan setelah infeksi
primer tergantung kuman yang masuk dan besarnya respon daya tahan tubuh (imunitas
seluler). Pada umumnya reaksi daya tahan tubuh tersebut dapat menghentikan
perkembangan kuman TB. Meskipun demikian, ada beberapa kuman akan menetap
sebagai kuman persister atau dormant (tidur). Kadang-kadang daya tahan tubuh tidak
mampu mengehentikan perkembangan kuman, akibatnya dalam beberapa bulan, yang
bersangkutan akan menjadi penderita Tuberkulosis. Masa inkubasi, yaitu waktu yang
diperlukan mulai terinfeksi sampai menjadi sakit, diperkirakan sekitar 6 bulan.
Tuberkulosis Pasca Primer (Post Primary TB)
Tuberkulosis pasca primer biasanya terjadi setelah beberapa bulan atau tahun sesudah
infeksi primer, misalnya karena daya tahan tubuh menurun akibat terinfeksi HIV atau
status gizi yang buruk. Ciri khas dari tuberkulosis pasca primer adalah kerusakan paru
yang luas dengan terjadinya kavitas atau efusi pleura.
Perjalanan Alamiah TB yang Tidak Diobati
Tanpa pengobatan, setelah lima tahun, 50 % dari penderita TB akan meninggal, 25 %
akan sembuh sendiri dengan daya tahan tubuh tinggi, dan 25 % sebagai kasus kronik
yang tetap menular (WHO 1996).
Pengaruh Infeksi HIV
Infeksi HIV mengakibatkan kerusakan luas sistem daya tahan tubuh seluler (Cellular
Immunity), sehingga jika terjadi infeksi oportunistik, seperti tuberkulosis, maka yang
bersangkutan akan menjadi sakit parah bahkan mengakibatkan kematian. Bila jumlah
horang terinfeksi HIV meningkat, maka jumlah penderita TB akan meningkat, dengan
demikian penularan TB di masyarakat akan meningkat pula.
D. Klasifikasi TB Paru
Menurut Kemenkes RI (2014), klasifikasi TB Paru dibedakan atas :
1. Definisi Pasien TB
a. Pasien TB berdasarkan hasil konfirmasi pemeriksaan Bakteriologis: Adalah seorang
pasien TB yang dikelompokkan berdasar hasil pemeriksaan contoh uji biologinya
dengan pemeriksaan mikroskopis langsung, biakan atau tes diagnostik cepat yang
direkomendasi oleh Kemenkes RI (misalnya: GeneXpert). Termasuk dalam kelompok
pasien ini adalah: a. Pasien TB paru BTA positif
b. Pasien TB paru hasil biakan M.tb positif
c. Pasien TB paru hasil tes cepat M.tb positif
d. Pasien TB ekstraparu terkonfirmasi secara bakteriologis, baik dengan BTA, biakan
maupun tes cepat dari contoh uji jaringan yang terkena.
e. TB anak yang terdiagnosis dengan pemeriksaan bakteriologis.
Catatan: Semua pasien yang memenuhi definisi tersebut diatas harus dicatat tanpa
memandang apakah pengobatan TB sudah dimulai ataukah belum.
Pasien TB terdiagnosis secara Klinis:
Adalah pasien yang tidak memenuhi kriteria terdiagnosis secara bakteriologis tetapi
didiagnosis sebagai pasien TB aktif oleh dokter, dan diputuskan untuk diberikan
pengobatan TB.
Termasuk dalam kelompok pasien ini adalah:
a. Pasien TB paru BTA negatif dengan hasil pemeriksaan foto toraks mendukung TB.
b. Pasien TB ekstraparu yang terdiagnosis secara klinis maupun laboratoris dan
histopatologis tanpa konfirmasi bakteriologis.
c. TB anak yang terdiagnosis dengan sistim skoring.
Catatan: Pasien TB yang terdiagnosis secara klinis dan kemudian terkonfirmasi
bakteriologis positif (baik sebelum maupun setelah memulai pengobatan) harus
diklasifikasi ulang sebagai pasien TB terkonfirmasi bakteriologis.
2. Klasifikasi pasien TB
Selain dari pengelompokan pasien sesuai definisi tersebut datas, pasien juga
diklasifikasikan menurut :
a. Lokasi anatomi dari penyakit
Tuberkulosis paru: Adalah TB yang terjadi pada parenkim (jaringan) paru. Milier TB
dianggap sebagai TB paru karena adanya lesi pada jaringan paru. Limfadenitis TB
dirongga dada (hilus dan atau mediastinum) atau efusi pleura tanpa terdapat
gambaran radiologis yang mendukung TB pada paru, dinyatakan sebagai TB ekstra
paru. Pasien yang menderita TB paru dan sekaligus juga menderita TB ekstra paru,
diklasifikasikan sebagai pasien TB paru.
Tuberkulosis ekstra paru: Adalah TB yang terjadi pada organ selain paru, misalnya:
pleura, kelenjar limfe, abdomen, saluran kencing, kulit, sendi, selaput otak dan tulang.
Diagnosis TB ekstra paru dapat ditetapkan berdasarkan hasil pemeriksaan
bakteriologis atau klinis. Diagnosis TB ekstra paru harus diupayakan berdasarkan
penemuan Mycobacterium tuberculosis. Pasien TB ekstra paru yang menderita TB
pada beberapa organ, diklasifikasikan sebagai pasien TB ekstra paru pada organ
menunjukkan gambaran TB yang terberat.
b. Riwayat pengobatan sebelumnya
1) Pasien baru TB: adalah pasien yang belum pernah mendapatkan pengobatan TB
sebelumnya atau sudah pernah menelan OAT namun kurang dari 1 bulan (˂ dari
28 dosis).
2) Pasien yang pernah diobati TB: adalah pasien yang sebelumnya pernah menelan
OAT selama 1 bulan atau lebih (≥ dari 28 dosis). Pasien ini selanjutnya
diklasifikasikan berdasarkan hasil pengobatan TB terakhir, yaitu:
a) Pasien kambuh: adalah pasien TB yang pernah dinyatakan sembuh atau
pengobatan lengkap dan saat ini didiagnosis TB berdasarkan hasil
pemeriksaan bakteriologis atau klinis (baik karena benar-benar kambuh atau
karena reinfeksi).
b) Pasien yang diobati kembali setelah gagal: adalah pasien TB yang pernah
diobati dan dinyatakan gagal pada pengobatan terakhir.
c) Pasien yang diobati kembali setelah putus berobat (lost to follow-up): adalah
pasien yang pernah diobati dan dinyatakan lost to follow up (klasifikasi ini
sebelumnya dikenal sebagai pengobatan pasien setelah putus berobat /default)
d) Lain-lain: adalah pasien TB yang pernah diobati namun hasil akhir
pengobatan sebelumnya tidak diketahui.
3) Pasien yang riwayat pengobatan sebelumnya tidak diketahui.
c. Hasil pemeriksaan uji kepekaan obat
Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan uji kepekaan obat Pengelompokan pasien
disini berdasarkan hasil uji kepekaan contoh uji dari Mycobacterium tuberculosis
terhadap OAT dan dapat berupa :
1) Mono resistan (TB MR): resistan terhadap salah satu jenis OAT lini pertama saja
2) Poli resistan (TB PR): resistan terhadap lebih dari satu jenis OAT lini pertama
selain Isoniazid (H) dan Rifampisin (R) secara bersamaan
3) Multi drug resistan (TB MDR): resistan terhadap Isoniazid (H) dan Rifampisin
(R) secara bersamaan
4) Extensive drug resistan (TB XDR): adalah TB MDR yang sekaligus juga resistan
terhadap salah satu OAT golongan fluorokuinolon dan minimal salah satu dari
OAT lini kedua jenis suntikan (Kanamisin, Kapreomisin dan Amikasin) 22
5) Resistan Rifampisin (TB RR): resistan terhadap Rifampisin dengan atau tanpa
resistensi terhadap OAT lain yang terdeteksi menggunakan metode genotip (tes
cepat) atau metode fenotip (konvensional).
d. Status HIV
1) Pasien TB dengan HIV positif (pasien ko-infeksi TB/HIV) adalah pasien TB
dengan :
a) Hasil tes HIV positif sebelumnya atau sedang mendapatkan ART atau
b) hasil tes HIV positif pada saat didiagnosis TB
2) pasien TB dengan HIV negative adalah pasien TB dengan :
a) hasil tes HIV negative sebelumnya
b) hasil tes negative pada saat diagnosis TB
catatan : apabila pad apemeriksaan selanjutnya ternyata hasil tes HIV menjadi
positif, pasien harus disesuaikan kembali klasifikasinya sebagai pasien TB
dengan HIV psoitif.
3) Pasien TB dengan status HIV tidak diketahui adalah pasien TB tanpa ada bukti
pendukung hasil tes HIV saat diagnosis Tb ditetapkan.
Catatan : Apabila pada pemeriksaan selanjutnya dapat diperoleh hasil tes HIV
pasien, pasien harus disesuaikan kembali klasifikasinya berdasar hasil tes HIV
terakhir.
E. Pathway
F. Manifestasi Klinis
Diagnosa TB berdasarkan gejala?manifestasi klinis diabgi menjadi 3, diantaranya:
1. Gejala Respiratorik, meliputi :
a. Batuk
Gejala batuk timbul paling dini dan merupakan gangguan yang paling sering
dikeluhkan. Mula-mula bersifat non produktif kemudian berdahak bahkan bercampur
darah bila sudah ada kerusakan jaringan.
b. Batuk darah
2. Darah yang dikeluarkan dalam dahak bervariasi, mungkin tampak berupa garis atau
bercak-bercak darak, gumpalan darah atau darah segar dalam jumlah sangat banyak.
Batuk darak terjadi karena pecahnya pembuluh darah. Berat ringannya batuk darah
tergantung dari besar kecilnya pembuluh darah yang pecah. Gejala klinis hemaptoe
Kita harus memastikan bahwa perdarahan dari nasofaring dengan cara membedakan ciri-
ciri sebagai berikut :
a. Batuk darah
1) Darah dibatukkan dengan rasa panas di tenggorokan
2) Darah berbuih bercampur udara
3) Darah segar berwarna merah muda
4) Darah bersifat alkalis
5) Terkadang terjadi anemia
b. Muntah darah
1) Darah dimuntahkan dengan rasa mual
2) Darah bercampur sisa makanan
3) Darah berwarna hitam karena bercampur dengan asam lambung
4) Darah bersifat asam
5) Sering terjadi anemia
c. Epistaksis
1) Darah menetes dari hidung
2) Batuk pelan kadang keluar darah berwarna merah segar
3) Darah bersifat alkalis
4) Anemia jarang terjadi
Gejala-gejala tersebut diatas dijumpai pula pada penyakit paru selain TBC. Oleh sebab
itu orang yang datang dengan gejala diatas harus dianggap sebagai seorang “suspek
tuberkulosis” atau tersangka penderita TB, dan perlu dilakukan pemeriksaan dahak
secara mikroskopis langsung. Selain itu, semua kontak penderita TB Paru BTA positif
dengan gejala sama, harus diperiksa dahaknya.
c. Sesak nafas
Gejala ini ditemukan bila kerusakan parenkim paru sudah luas atau karena ada hal-hal
yang menyertai seperti efusi pleura, pneumothorax, anemia dan lain-lain.
d. Nyeri dada
Nyeri dada pada TB paru termasuk nyeri pleuritik yang ringan. Gejala ini timbul
apabila sistem persarafan di pleura terkena.
3. Gejala Sistemik, meliputi :
a. Demam
Merupakan gejala yang sering dijumpai biasanya timbul pada sore dan malam hari
mirip demam influenza, hilang timbul dan makin lama makin panjang serangannya
sedang masa bebas serangan makin pendek
b. Gejala sistemik lain :
Gejala sitemik lain ialah keringat malam, anoreksia, penurunan berat badan serta
malaise. Timbulnya gejala biasanya gradual dalam beberapa minggu-bulan, akan tetapi
penampilan akut dengan batuk, panas, sesak napas walaupun jarang dapat juga timbul
menyerupai gejala pneumonia.
4. Gejala tuberkulosis ekstra paru
Tergantung pada organ yang terkena, misalnya : limfedanitis tuberkulosa. Meningitsis
tuberkulosa, dan pleuritis tuberkulosa.
G. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan sputum BTA (S-P-S)
Pemeriksaan sputum penting untuk dilakukan karena dengan pemeriksaan tersebut akan
ditemukan kuman BTA. Di samping itu pemeriksaan sputum juga dapat memberikan
evaluasi terhadap pengobatan yang sudah diberikan. Pemeriksaan ini mudah dan murah
sehingga dapat dikerjakan di lapangan (puskesmas). Tetapi kadang-kadang tidak mudah
untuk mendapat sputum, terutama pasien yang tidak batuk atau batuk yang non produktif
Dalam hal ini dianjurkan satu hari sebelum pemeriksaan sputum, pasien dianjurkan
minum air sebanyak + 2 liter dan diajarkan melakukan refleks batuk. Dapat juga dengan
memberikan tambahan obat-obat mukolitik eks-pektoran atau dengan inhalasi larutan
garam hipertonik selama 20-30 menit. Bila masih sulit, sputum dapat diperoieh dengan
cara bronkos kopi diambil dengan brushing atau bronchial washing atau BAL (bronchn
alveolar lavage). BTA dari sputum bisa juga didapat dengan cara bilasan lambung. Hal
ini sering dikerjakan pada anak-anak karena mereka sulit mengeluarkan dahaknya.
Sputum yang akan diperiksa hendaknya sesegar mungkin. Bila sputum sudah didapat.
kuman BTA pun kadang-kadang sulit ditemukan. Kuman bant dapat dkcmukan bila
bronkus yang terlibat proses penyakit ini terbuka ke luar, sehingga sputum yang
mengandung kuman BTA mudah ke luar.
Kriteria sputum BTA positif adalah bila sekurang-kurangnya ditemukan 3 batang
kuman BTA pada satu sediaan. Dengan kata lain diperlukan 5.000 kuman dalam 1 mil
sputum Hasil pemeriksaan BTA (basil tahan asam) (+) di bawah mikroskop memerlukan
kurang lebih 5000 kuman/ml sputum, sedangkan untuk mendapatkan kuman (+) pada
biakan yang merupakan diagnosis pasti, dibutuhkan sekitar 50 - 100 kuman/ml sputum.
Hasil kultur memerlukan waktu tidak kurang dan 6 - 8 minggu dengan angka sensitiviti
18-30%.
Rekomendasi WHO skala IUATLD :
a. Tidak ditemuukan BTA dalam 100 lapang pandangan :negative

b. Ditemukan 1-9 BTA : tulis jumlah kuman

c. Ditemukan 10-99 BTA : 1+

d. Ditemukan 1-10 BTA dalam 1 lapang pandangan : 2+

e. Ditemukan > 10 BTA dalam 1 lapang pandangan : 3+

1. Pemeriksaan tuberkulin/mantoux
Pada anak, uji tuberkulin merupakan pemeriksaan paling bermanfaat untuk menunjukkan
sedang/pernah terinfeksi Mikobakterium tuberkulosa dan sering digunakan dalam
"Screening TBC". Efektifitas dalam menemukan infeksi TBC dengan uji tuberkulin
adalah lebih dari 90%.
Penderita anak umur kurang dari 1 tahun yang menderita TBC aktif uji tuberkulin positif
100%, umur 1–2 tahun 92%, 2–4 tahun 78%, 4–6 tahun 75%, dan umur 6–12 tahun 51%.
Dari persentase tersebut dapat dilihat bahwa semakin besar usia anak maka hasil uji
tuberkulin semakin kurang spesifik. Ada beberapa cara melakukan uji tuberkulin, namun
sampai sekarang cara mantoux lebih sering digunakan. Lokasi penyuntikan
uji mantoux umumnya pada ½ bagian atas lengan bawah kiri bagian depan,
disuntikkan intrakutan (ke dalam kulit). Penilaian uji tuberkulin dilakukan 48–72 jam
setelah penyuntikan dan diukur diameter dari pembengkakan (indurasi) yang terjadi.
2. Pemeriksaan Rontgen Thorax
Pada hasil pemeriksaan rontgen thoraks, sering didapatkan adanya suatu lesi sebelum
ditemukan adanya gejala subjektif awal dan sebelum pemeriksaan fisik menemukan
kelainan pada paru. Bila pemeriksaan rontgen menemukan suatu kelainan, tidak ada
gambaran khusus mengenai TB paru awal kecuali di lobus bawah dan biasanya berada di
sekitar hilus. Karakteristik kelainan ini terlihat sebagai daerah bergaris-garis opaque yang
ukurannya bervariasi dengan batas lesi yang tidak jelas. Kriteria yang kabur dan gambar
yang kurang jelas ini sering diduga sebagai pneumonia atau suatu proses edukatif, yang
akan tampak lebih jelas dengan pemberian kontras.
Pemeriksaan rontgen thoraks sangat berguna untuk mengevaluasi hasil pengobatan dan
ini bergantung pada tipe keterlibatan dan kerentanan bakteri tuberkel terhadap obat
antituberkulosis, apakah sama baiknya dengan respons dari klien. Penyembuhan yang
lengkap serinng kali terjadi di beberapa area dan ini adalah observasi yang dapat terjadi
pada penyembuhan yang lengkap. Hal ini tampak paling menyolok pada klien dengan
penyakit akut yang relatif di mana prosesnya dianggap berasal dari tingkat eksudatif yang
besar.
3. Pemeriksaan CT Scan
Pemeriksaan CT Scan dilakukan untuk menemukan hubungan kasus TB inaktif/stabil
yang ditunjukkan dengan adanya gambaran garis-garis fibrotik ireguler, pita parenkimal,
kalsifikasi nodul dan adenopati, perubahan kelengkungan beras bronkhovaskuler,
bronkhiektasis, dan emifesema perisikatriksial. Sebagaimana pemeriksaan Rontgen
thoraks, penentuan bahwa kelainan inaktif tidak dapat hanya berdasarkan pada temuan
CT scan pada pemeriksaan tunggal, namun selalu dihubungkan dengan kultur sputum
yang negatif dan pemeriksaan secara serial setiap saat. Pemeriksaan CT scan sangat
bermanfaat untuk mendeteksi adanya pembentukan kavasitas dan lebih dapat diandalkan
daripada pemeriksaan Rontgen thoraks biasa.
4. Radiologi TB paru milier
TB paru milier terbagi menjadi dua tipe, yaitu TB paru milier akut dan TB paru milier
subakut (kronis). Penyebaran milier terjadi setelah infeksi primer. TB milier akut diikuti
oleh invasi pembuluh darah secara masif/menyeluruh serta mengakibatkan penyakit akut
yang berat dan sering disertai akibat yang fatal sebelum penggunaan OAT. Hasil
pemeriksaan rontgen thoraks bergantung pada ukuran dan jumlah tuberkel milier. Nodul-
nodul dapat terlihat pada rontgen akibat tumpang tindih dengan lesi parenkim sehingga
cukup terlihat sebagai nodul-nodul kecil. Pada beberapa klien, didapat bentuk berupa
granul-granul halus atau nodul-nodul yang sangat kecil yang menyebar secara difus di
kedua lapangan paru. Pada saat lesi mulai bersih, terlihat gambaran nodul-nodul halus
yang tak terhitung banyaknya dan masing-masing berupa garis-garis tajam.
5. Pemeriksaan Laboratorium
Diagnosis terbaik dari penyakit diperoleh dengan pemeriksaan mikrobiologi melalui
isolasi bakteri. Untuk membedakan spesies Mycobacterium antara yang satu dengan yang
lainnya harus dilihat sifat koloni, waktu pertumbuhan, sifat biokimia pada berbagai
media, perbedaan kepekaan terhadap OAT dan kemoterapeutik, perbedaan kepekaan
tehadap binatang percobaan, dan percobaan kepekaan kulit terhadap berbagai jenis
antigen Mycobacterium. Pemeriksaan darah yang dapat menunjang diagnosis TB paru
walaupun kurang sensitif adalah pemeriksaan laju endap darah (LED). Adanya
peningkatan LED biasanya disebabkan peningkatan imunoglobulin terutama IgG dan
IgA.
5. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan tuberkulosis antara lain :
1. Pencegahan tuberkulosis paru
a. Pemeriksaan kontak, yaitu pemeriksaan terhadap individu yang bergaul erat dengan
penderita tuberkulosis paru BTA positif. Pemeriksaan meliputi tes tuberkulin, klinis,
dan radiologis. Bila tes tuberkulin positif, maka pemeriksaan radiologis foto thorax
diulang pada 6 dan 12 bulan mendatang. Bila masih negatif, diberikan BCG vaksinasi.
Bila positif, berarti terjadi konversi hasil tes tuberkulin dan diberikan kemoprofilaksis.
b. Mass chest X-ray, yaitu pemeriksaan massal terhadap kelompok-kelompok populasi
tertentu misalnya: karyawan rumah sakit/Puskesmas/balai pengobatan, penghuni
rumah tahanan, dan siswa-siswi pesantren.
c. Vaksinasi BCG
d. Kemoprofilaksis dengan menggunakan INH 5 mg/kgBB selama 6-12 bulan dengan
tujuan menghancurkan atau mengurangi populasi bakteri yang masih sedikit. Indikasi
kemoprofilaksis primer atau utama ialah bayi yang menyusu pada ibu dengan BTA
positif, sedangkan kemoprofilaksis sekunder diperlukan bagi kelompok berikut: bayi
di bawah lima tahun dengan hasil tes tuberkulin positif karena resiko timbulnya TB
milier dan meningitis TB, anak dan remaja di bawah 20 tahun dengan hasil tes
tuberkulin positif yang bergaul erat dengan penderita TB yang menular, individu yang
menunjukkan konversi hasil tes tuberkulin dari negatif menjadi positif, penderita yang
menerima pengobatan steroid atau obat imunosupresif jangka panjang, penderita
diabetes mellitus.
e. Komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) tentang penyakit tuberkulosis kepada
masyarakat di tingkat Puskesmas maupun di tingkat rumah sakit oleh petugas
pemerintah maupun petugas LSM (misalnya Perkumpulan Pemberantasan
Tuberkulosis Paru Indonsia – PPTI).
2. Pengobatan tuberkulosis paru
Menurut Kemenkes RI, 2014 pengobatan pasien TB mempunyai beberapa tujuan dan
tahap pengobatan.
a. Tujuan pengobatan
1) Menyembuhkan pasien dan memperbaiki produktivitas
serta kualitas hidup
2) Mencegah terjadinya kematian oleh karena TB atau
dampak buruk selanjutnya
3) Mencegah terjadinya kekambuhan TB
4) Menurunkan penularan TB
5) Mencegah terjadinya dan penularan resisten obat
b. Prinsip pengobatan TB
Obat abti tuberculosis (OAT) adalah komponen terpenting dalam pengobatan TB.
Pengobatan TB adalah salah satu upaya paling efsien untuk mencegah penularan
lebih lanjut dari kuman TB. Pengobatan yang adekuat harus memenuhi prinsip :
1) Pengobatan diberikan dalam bentuk paduan OAT yang tepat mengandung
minimal 4 macam obat untuk mencegah terjadinya resistensi
2) Diberikan dalam dosis yang tepat
3) Ditelan secara teratur dan diawasi secara langsung ole PMO (Pengawas menelan
Obat) sampai selesai pengobatan
4) Pengobatan diberikan dalam jangka waktu yang cukup terbagi dalam tahap awal
serta tahap lanjutan untuk mencegah kekambuhan
c. Tahapan pengobatan TB
Pengobatan TB harus selalu mengikuti pengobatan tahap awal dan tahap lanjutan
dengan maksud :
1) Tahap awal : pengobatan diberikan setiap hari . paduanm pengobatan pada tahap
ini adalah dimaksudkan untuk secara efektif menurunkan jumlah kuman yang ada
dalam tubuh pasien dan meminimalisir pengaruh dari sebagian kecil kuman yang
mungkin sudah resisten sejak sebelum pasien mendapatkan pengobatan.
Pengobatan tahap awal pada pasien baru , harus diberikan selama 2 bulan. Pada
umumnya dengan pengobatan secara teratur dan tanpa adanya penyulit, daya
penularan sudah sangat menurun setelah pengobatan selama 2 minggu.
2) Tahap lanjutan : pengobatan tahap lanjutan merupakan tahap yang penting untuk
membunuh sisa kuman yang masih ada dalam tubuh khususnya kuman persisten
sehingga pasien dapat sembuh dan mencegah terjadinya kekambuhan.
d. Obat Anti Tuberkulosis (OAT)
Tabel 2. OAT Lini pertama

Jenis Sifat Efek samping

Isoniazid (H) Bakterisidal Neuropati perifer, psikosis toksik, gangguan


fungsi hati, kejang

Rifampisin (R) Bakterisidal Flu syndrome, gangguan gastrointestinal, urin


berwarna merah, gangguan fungsi hati,
trombositopenia, demma, skin rash, sesak nafas,
anemia hemolitik

Pirazinamid(Z) Bakterisidal Gangguan gastrointestinal, gangguan fungsi


hati, gout artritis

Streptomisin Bakterisidal Nyeri ditempat suntikan, gangguan


(S) keseimbangan pendengaran, anemia,
trombositopenia, agranulositosis, renjatan
anafilaktik

Etambutol (E) Bakteriostatik Gangguan penglihatan, buta warna, neuritis


perifer

Table 3, kisaran dosis OAT lini pertama bagi pasien dewasa

Dosis

OAT Harian 3x/minggu

Kisaran Maksimum Kisaran Maksimum


dosis(mg/kg (mg) dosis(mg/kg (mg)
BB) BB

Isoniazid 5 (4-6) 300 10 (8-12) 900

Rifampisin 10 (8-12) 600 10 (8-12) 600

Pirazinamid 25 (20-30) - 35 (30-40) -

Etambutol 15 ( 15-20) - 30 ( 25-35) -

streptomisin 15 ( 12-18) - 15 ( 12-18) 1000

Catatan : Pemberian streptomisin untuk pasien yang berumur > 60 tahun atau pasien
dengan berat badan <50 kg mungkin tidak dapat mentoleransi dosis >500 mg/kg
BB/hari, beberapa buku menganjurkan penurunan dosis menjadi 10 mg/kgBB/hari
e. Paduan OAT yang digunakan di Indonesia (sesuai rekomendasi WHO dan ISTC),
paduan OAT yang digunakan oleh program nasional pengendalian tuberculosis di
Indonesia adalah :
1) Kategori 1 : 2 (HRZE)/4(HR)3
2) Kategori 2 : 2 (HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3
3) Kategori Anak: 2(HRZ)/4(HR) ATAU 2 HRZA(S)/4-10HR
4) Obat yang digunakan dalam tatalaksana pasien TB resisten obat di Indonesia
terdiri dari OAT lini ke-2 yaitu kanamisin, kapreomisin, levofloksasin,
etionamide, sikloserin, moksifloksasin, dan PAS serta OAT lini-1 yaitu
pirazinamid dan etambutol
Paduan OAT Kategori-1 dan Kategori-2 disediakan dalam bentuk paket obat
kombinasi dosis tetap (OAT-KDT). Tablet OAT KDT ini terdiri dari kombinasi 2
atau 4 jenis obat dalam satu tablet. Dosisnya disesuaikan dengan berat badan
pasien. Paduan ini dikemas dalam satu paket untuk satu pasien.
Paket Kombipak Adalah paket obat lepas yang terdiri dari Isoniasid, Rifampisin,
Pirazinamid dan Etambutol yang dikemas dalam bentuk blister. Paduan OAT ini
disediakan program untuk digunakan dalam pengobatan pasien yang terbukti
mengalami efek samping pada pengobatan dengan OAT KDT sebelumnya.
Paduan OAT Kategori Anak disediakan dalam bentuk paket obat kombinasi
dosis tetap (OAT-KDT). Tablet OAT KDT ini terdiri dari kombinasi 3 jenis obat
dalam satu tablet. Dosisnya disesuaikan dengan berat badan pasien. Paduan ini
dikemas dalam satu paket untuk satu pasien.
Paduan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) disediakan dalam bentuk paket, dengan
tujuan untuk memudahkan pemberian obat dan menjamin kelangsungan
(kontinuitas) pengobatan sampai selesai. Satu (1) paket untuk satu (1) pasien
dalam satu (1) masa pengobatan.
Obat Anti Tuberkulosis (OAT) disediakan dalam bentuk paket KDT mempunyai
beberapa keuntungan dalam pengobatan TB, yaitu:
a) Dosis obat dapat disesuaikan dengan berat badan sehingga menjamin
efektifitas obat dan mengurangi efek samping.
b) Mencegah penggunaan obat tunggal sehinga menurunkan resiko terjadinya
resistensi obat ganda dan mengurangi kesalahan penulisan resep
c) Jumlah tablet yang ditelan jauh lebih sedikit sehingga pemberian obat menjadi
sederhana dan meningkatkan kepatuhan pasien
6. Komplikasi
Penyakit TB Paru bila tidak ditangani dengan benar akan menimbulkan komplikasi,
diantaranya :

1. Komplikasi dini : pleuritis, efusi pleura, empiema, faringitis.

2. Komplikasi lanjut :

f. Obstruksi jalan nafas, seperti SOPT ( Sindrom Obstruksi Pasca Tubercolosis)


g. Kerusakan parenkim berat, seperti SOPT atau fibrosis paru, Cor pulmonal,
amiloidosis, karsinoma paru, ARDS.
7. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian dengan TB Paru pada klien dewasa, meliputi :
a. Identitas
Identitas pada klien yang harus diketahui diantaranya: nama, umur, agama,
pendidikan, pekerjaan, suku/bangsa, alamat, jenis kelamin, status perkawinan, dan
penanggung biaya.
b. Riwayat sakit
1) Keluhan utama
Keluhan yang sering menyebabkan klien dengan TB paru meminta pertolongan dari
tim kesehatan dapat dibagi menjadi dua golongan, yaitu:
2) Keluhan respiratorik, meliputi :
 Batuk, nonproduktif/ produktif atau sputum bercampur darah
 Batuk darah, seberapa banyak darah yang keluar atau hanya berupa bloodstreak,
berupa garis, atau bercak-bercak darah
 Sesak napas
 Nyeri dada
3) Keluhan sistematis, meliputi :
 Demam, timbul pada sore atau malam hari mirip demam influenza, hilang
timbul, dan semakin lama semakin panjang serangannya, sedangkan masa bebas
serangan semakin pendek
 Keluhan sistemis lain: keringat malam, anoreksia, penurunan berat badan, dan
malaise.
4) Riwayat penyakit saat ini
Pengkajian ringkas dengan PQRST dapat lebih memudahkan perawat dalam
melengkapi pengkajian.
Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi faktor penyebab sesak
napas, apakah sesak napas berkurang apabila beristirahat?
Quality of Pain: seperti apa rasa sesak napas yang dirasakan atau digambarkan
klien, apakah rasa sesaknya seperti tercekik atau susah dalam melakukan inspirasi
atau kesulitan dalam mencari posisi yang enak dalam melakukan pernapasan?
Region: di mana rasa berat dalam melakukan pernapasan?
Severity of Pain: seberapa jauh rasa sesak yang dirasakan klien?
Time: berapa lama rasa nyeri berlangsung, kapan, bertambah buruk pada malam
hari atau siang hari, apakah gejala timbul mendadak, perlahan-lahan atau seketika
itu juga, apakah timbul gejala secara terus-menerus atau hilang timbul (intermitten),
apa yang sedang dilakukan klien saat gejala timbul, lama timbulnya (durasi), kapan
gejala tersebut pertama kali timbul (onset).
5) Riwayat penyakit dahulu
Pengkajian yang mendukung adalah dengan mengkaji apakah sebelumnya klien
pernah menderita TB paru, keluhan batuk lama pada masa kecil, tuberkulosis dari
organ lain, pembesaran getah bening, dan penyakit lain yang memperberat TB paru
seperti diabetes mellitus. Tanyakan mengenai obat-obat yang biasa diminum oleh
klien pada masa lalu yang relevan, obat-obat ini meliputi obat OAT dan antitusif.
Catat adanya efek samping yang terjai di masa lalu. Kaji lebih dalam tentang
seberapa jauh penurunan berat badan (BB) dalam enam bulan terakhir. Penurunan
BB pada klien dengan TB paru berhubungan erat dengan proses penyembuhan
penyakit serta adanya anoreksia dan mual yang sering disebabkan karena meminum
OAT.
6) Riwayat penyakit keluarga
Secara patologi TB paru tidak diturunkan, tetapi perawat perlu menanyakan apakah
penyakit ini pernah dialami oleh anggota keluarga lainnya sebagai faktor
predisposisi di dalam rumah.
c. Pengkajian psiko-sosio-spiritual
Pengkajian psikologis klien meliputi beberapa dimensi yang memungkinkan perawat
untuk memperoleh persepsi yang jelas mengenai status emosi, kognitif, dan perilaku
klien. Perawat mengumpulkan data hasil pemeriksaan awal klien tentang kapasitas
fisik dan intelektual saat ini. Data ini penting untuk menentukan tingkat perlunya
pengkajian psiko-sosio-spiritual yang seksama. Pada kondisi, klien dengan TB paru
sering mengalami kecemasan bertingkat sesuiai dengan keluhan yang dialaminya.
d. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik pada klien dengan TB paru meliputi pemerikasaan fisik umum per
system dari observasi keadaan umum, pemeriksaan tanda-tanda vital, B1 (breathing),
B2 (Blood), B3 (Brain), B4 (Bladder), B5 (Bowel), dan B6 (Bone) serta pemeriksaan
yang fokus pada B2 dengan pemeriksaan menyeluruh system pernapasan.
1) Keadaan umum dan tanda-tanda vital
Keadaan umum pada klien dengan TB paru dapat dilakukan secara selintas pandang
dengan menilai keadaaan fisik tiap bagian tubuh. Selain itu, perlu di nilai secara
umum tentang kesadaran klien yang terdiri atas compos mentis, apatis, somnolen,
sopor, soporokoma, atau koma.
Hasil pemeriksaan tanda-tanda vital pada klien dengan TB paru biasanya
didapatkan peningkatan suhu tubuh secara signifikan, frekuensi napas meningkat
apabila disertai sesak napas, denyut nadi biasanya meningkat seirama dengan
peningkatan suhu tubuh dan frekuensi pernapasan, dan tekanan darah biasanya
sesuai dengan adanya penyulit seperti hipertensi.
2) Breathing
Pemeriksaan fisik pada klien dengan TB paru merupakan pemeriksaan fokus yang
terdiri atas inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi.
 Inspeksi
Bentuk dada dan pergerakan pernapasan. Sekilas pandang klien dengan TB paru
biasanya tampak kurus sehingga terlihat adanya penurunan proporsi diameter
bentuk dada antero-posterior dibandingkan proporsi diameter lateral. Apabila ada
penyulit dari TB paru seperti adanya efusi pleura yang masif, maka terlihat
adanya ketidaksimetrian rongga dada, pelebar intercostals space (ICS) pada sisi
yang sakit. TB paru yang disertai atelektasis paru membuat bentuk dada menjadi
tidak simetris, yang membuat penderitanya mengalami penyempitan intercostals
space (ICS) pada sisi yang sakit. Pada klien dengan TB paru minimal dan tanpa
komplikasi, biasanya gerakan pernapasan tidak mengalami perubahan. Meskipun
demikian, jika terdapat komplikasi yang melibatkan kerusakan luas pada
parenkim paru biasanya klien akan terlihat mengalami sesak napas, peningkatan
frekuensi napas, dan menggunakan otot bantu napas.
Batuk dan sputum. Saat melakukan pengkajian batuk pada klien dengan TB paru,
biasanya didapatkan batuk produktif yang disertai adanya peningkatan produksi
secret dan sekresi sputum yang purulen. Periksa jumlah produksi sputum,
terutama apabila TB paru disertai adanya brokhiektasis yang membuat klien akan
mengalami peningkatan produksi sputum yang sangat banyak. Perawat perlu
mengukur jumlah produksi sputum per hari sebagai penunjang evaluasi terhadap
intervensi keperawatan yang telah diberikan.

 Palpasi
Gerakan dinding thoraks anterior/ekskrusi pernapasan. TB paru tanpa
komplikasi pada saat dilakukan palpasi, gerakan dada saat bernapas biasanya
normal seimbang antara bagian kanan dan kiri. Adanya penurunan gerakan
dinding pernapasan biasanya ditemukan pada klien TB paru dengan kerusakan
parenkim paru yang luas.
Getaran suara (fremitus vokal). Getaran yang terasa ketika perawat meletakkan
tangannya di dada klien saat klien berbicara adalah bunyi yang dibangkitkan oleh
penjalaran dalam laring arah distal sepanjang pohon bronchial untuk membuat
dinding dada dalam gerakan resonan, teerutama pada bunyi konsonan. Kapasitas
untuk merasakan bunyi pada dinding dada disebut taktil fremitusi
 Perkusi
Pada klien dengan TB paru minimal tanpa komplikasi, biasanya akan didapatkan
resonan atau sonor pada seluruh lapang paru. Pada klien dengan TB paru yang
disertai komplikasi seperti efusi pleura akan didapatkan bunyi redup sampai
pekak pada sisi yang sesuai banyaknya akumulasi cairan di rongga pleura.
Apabila disertai pneumothoraks, maka didapatkan bunyi hiperresonan terutama
jika pneumothoraks ventil yang mendorong posisi paru ke sisi yang sehat.
 Auskultasi
Pada klien dengan TB paru didapatkan bunyi napas tambahan (ronkhi) pada sisi
yang sakit. Penting bagi perawat pemeriksa untuk mendokumentasikan hasil
auskultasi di daerah mana didapatkan adanya ronkhi. Bunyi yang terdengar
melalui stetoskop ketika klien berbica disebut sebagai resonan vokal. Klien
dengan TB paru yang disertai komplikasi seperti efusi pleura dan
pneumopthoraks akan didapatkan penurunan resonan vocal pada sisi yang sakit.
3) Pola aktivitas dan istirahat
Subjektif: Rasa lemah, cepat lelah, aktivitas berat timbul sesak(nafas pendek), sulit
tidur, demam, menggigil, berkeringat pada malam hari
Objektif : Takikardia, Takipneu/dispneu saat kerja, iritabel, sesak(tahapo lanjut
infiltrasi radang sampai dengan setengah paru.
4) Pola Nutrisi
Subjektif: Anoreksia, mual, tidalk enak di perut, penurunan berat badan
Objektif : turgor kulit jelek, kulit kering/bersisik, kehilangan lemak subkutan
5) Respirasi
Subyektif : Batuk produktif/non produktif, sesak nafas, sakit dada
Obyektif : batuk kering sampai dengan batuk dengan sputum purulent, mukoid
kuning atau bercak darah, terdengar bunyi ronkhi basah, kasar di daerah apeks paru,
sesak nafas, perkusi pekak dan penurunan fremitus(cairan pleural), deviasi trakeal
(penyebaran bronkogenik
6) B3 (Brain)
Kesadaran biasanya compos mentis, ditemukan adanya sianosis perifer apabila
gangguan perfusi jaringan berat. Pada pengkajian objektif, klien tampak dengan
meringis, menangis, merintih, meregang, dan menggeliat. Saat dilakukan
pengkajian pada mata, biasanya didapatkan adanya kengjungtiva anemis pada TB
paru dengan gangguan fungsi hati.
7) B4 (Bladder)
Pengukuran volume output urine berhubungan dengan intake cairan. Oleh karena
itu, perawat perlu memonitor adanya oliguria karena hal tersebut merupakan tanda
awal dari syok. Klien diinformasikan agar terbiasa dengan urine yang berwarna
jingga pekat dan berbau yang menandakan fungsi ginjal masih normal sebagai
ekskresi karena meminum OAT terutama fifampisin.
8) B5 (Bowel)
Klien biasanya mengalami mual, penurunan nafsu makan, dan penurunan berat
badan.
9) B6 (Bone)
Aktivitas sehari-hari berkurang banyak pada klien dengan TB paru. Gejala yang
muncul antara lain kelemahan, kelelahan, insomnia, pola hidup menetap, jadwal
olahraga menjadi tak teratur.

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Beberapa diagnosa yang bisa diangkat :
a. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan mucus berlebih, eksudat
dalam alveoli, akumulasi sekret darah
b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran alveoler-kapiler
c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia, ketidakmampuan mengabsorbsi nutrient
d. Nyeri Akut berhubungan dengan nyeri dada pleuritis
e. Hipertemia berhubungan dengan proses inflamasi
f. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurang sumber pengetahuan, kurang
informasi, gangguan fungsi kognitif
3. INTERVENSI KEPERAWATAN

TUJUAN DAN
INTERVENSI
NO DIAGNOSA KEPERAWATAN KRITERIA HASIL
(NIC)
(NOC)

1 Ketidakefektifan bersihan jalan NOC : NIC :


nafas  Respiratory status :
Airway suction:
Ventilation
Definisi : Ketidakmampuan untuk
 Respiratory status :  Pastikan kebutuhan oral /
membersihkan sekresi atau obstruksi
Airway patency tracheal suctioning
dari saluran pernafasan untuk
 Aspiration Control  Auskultasi suara nafas
mempertahankan kebersihan jalan
sebelum dan sesudah
nafas. Kriteria Hasil :
suctioning.
Batasan Karakteristik :  Mendemonstrasikan  Informasikan pada klien dan
batuk efektif dan keluarga tentang suctioning
 Dispneu, Penurunan suara nafas
suara nafas yang  Minta klien nafas dalam
 Orthopneu
bersih, tidak ada sebelum suction dilakukan.
 Cyanosis
sianosis dan dyspneu  Berikan O2 dengan
 Kelainan suara nafas (rales,
(mampu menggunakan nasal untuk
wheezing)
mengeluarkan memfasilitasi suksion
 Kesulitan berbicara
sputum, mampu nasotrakeal
 Batuk, tidak efekotif atau tidak ada
bernafas dengan  Gunakan alat yang steril
 Mata melebar mudah, tidak ada sitiap melakukan tindakan
 Produksi sputum pursed lips)  Anjurkan pasien untuk
 Gelisah  Menunjukkan jalan istirahat dan napas dalam
 Perubahan frekuensi dan irama nafas yang paten setelah kateter dikeluarkan
nafas (klien tidak merasa dari nasotrakeal
tercekik, irama nafas,  Monitor status oksigen
Faktor-faktor yang berhubungan:
frekuensi pernafasan
 Lingkungan : merokok, menghirup
asap rokok, perokok pasif-POK, dalam rentang pasien
infeksi normal, tidak ada  Ajarkan keluarga
 Fisiologis : disfungsi suara nafas bagaimana cara melakukan
neuromuskular, hiperplasia abnormal) suksion
dinding bronkus, alergi jalan nafas,  Mampu  Hentikan suksion dan
asma. mengidentifikasikan berikan oksigen apabila
 Obstruksi jalan nafas : spasme dan mencegah factor pasien menunjukkan
jalan nafas, sekresi tertahan, yang dapat bradikardi, peningkatan
banyaknya mukus, adanya jalan menghambat jalan saturasi O2, dll.
nafas buatan, sekresi bronkus, nafas
Airway Management
adanya eksudat di alveolus, adanya
benda asing di jalan nafas.  Buka jalan nafas, guanakan
teknik chin lift atau jaw
thrust bila perlu
 Posisikan pasien untuk
memaksimalkan ventilasi
 Identifikasi pasien perlunya
pemasangan alat jalan nafas
buatan
 Pasang mayo bila perlu
 Lakukan fisioterapi dada
jika perlu
 Keluarkan sekret dengan
batuk atau suction
 Auskultasi suara nafas, catat
adanya suara tambahan
 Lakukan suction pada mayo
 Berikan bronkodilator bila
perlu
 Berikan pelembab udara
Kassa basah NaCl Lembab
 Atur intake untuk cairan
mengoptimalkan
keseimbangan.
 Monitor respirasi dan status
O2

2. Gangguan Pertukaran gas NOC : NIC :


 Respiratory Status : Airway Management
Definisi : Kelebihan atau
Gas exchange  Buka jalan nafas, guanakan
kekurangan dalam oksigenasi dan
 Respiratory Status : teknik chin lift atau jaw
atau pengeluaran karbondioksida di
ventilation thrust bila perlu
dalam membran kapiler alveoli
 Vital Sign Status  Posisikan pasien untuk
Batasan karakteristik :
memaksimalkan ventilasi
Kriteria Hasil :
 Gangguan penglihatan  Identifikasi pasien perlunya
 Mendemonstrasikan
 Penurunan CO2 pemasangan alat jalan nafas
peningkatan ventilasi
 Takikardi buatan
dan oksigenasi yang
 Hiperkapnia  Pasang mayo bila perlu
adekuat
 Keletihan  Lakukan fisioterapi dada
 Memelihara
 Somnolen jika perlu
kebersihan paru paru
 Keluarkan sekret dengan
 Iritabilitas dan bebas dari tanda
batuk atau suction
 Hypoxia tanda distress
 Auskultasi suara nafas, catat
 Kebingungan pernafasan
adanya suara tambahan
 Dyspnoe  Mendemonstrasikan
 Lakukan suction pada mayo
 Nasal faring batuk efektif dan
 Berikan bronkodilator bila
 AGD Normal suara nafas yang
perlu
 Sianosis bersih, tidak ada
 Berikan pelembab udara
 Warna kulit abnormal (pucat, sianosis dan dyspneu
kehitaman) (mampu  Atur intake untuk cairan
 Hipoksemia mengeluarkan mengoptimalkan
 Hiperkarbia sputum, mampu keseimbangan.
 Sakit kepala ketika bangun bernafas dengan  Monitor respirasi dan status
 Frekuensi dan kedalaman nafas mudah, tidak ada O2
abnormal pursed lips)
Respiratory Monitoring
 Tanda tanda vital
Faktor faktor yang berhubungan :  Monitor rata – rata,
dalam rentang normal
 Ketidakseimbangan perfusi kedalaman, irama dan usaha
ventilasi respirasi
 Perubahan membran kapiler-  Catat pergerakan dada,amati
alveolar kesimetrisan, penggunaan
otot tambahan, retraksi otot
supraclavicular dan
intercostal
 Monitor suara nafas, seperti
dengkur
 Monitor pola nafas :
bradipena, takipenia,
kussmaul, hiperventilasi,
cheyne stokes, biot
 Catat lokasi trakea
 Monitor kelelahan otot
diagfragma (gerakan
paradoksis)
 Auskultasi suara nafas, catat
area penurunan / tidak
adanya ventilasi dan suara
tambahan
 Tentukan kebutuhan suction
dengan mengauskultasi
crakles dan ronkhi pada
jalan napas utama
 Auskultasi suara paru
setelah tindakan untuk
mengetahui hasilnya

3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang NOC : NIC :


dari kebutuhan tubuh
 Nutritional Status : Nutrition Management
Definisi : food and Fluid Intake
 Kaji adanya alergi makanan
Intake nutrisi tidak cukup untuk Kriteria Hasil :  Kolaborasi dengan ahli gizi
keperluan metabolisme tubuh. untuk menentukan jumlah
 Adanya peningkatan
Batasan karakteristik : kalori dan nutrisi yang
berat badan sesuai
dibutuhkan pasien.
dengan tujuan
 Berat badan 20 % atau lebih di
 Anjurkan pasien untuk
 Berat badan ideal
bawah ideal
meningkatkan intake Fe
sesuai dengan tinggi
 Dilaporkan adanya intake makanan
badan  Anjurkan pasien untuk
yang kurang dari RDA
meningkatkan protein dan
 Mampu
(Recomended Daily Allowance)
vitamin C
mengidentifikasi
 Membran mukosa dan konjungtiva
kebutuhan nutrisi  Berikan substansi gula
pucat
 Tidak ada tanda tanda  Yakinkan diet yang
 Kelemahan otot yang digunakan
malnutrisi dimakan mengandung tinggi
untuk menelan/mengunyah
serat untuk mencegah
 Tidak terjadi
 Luka, inflamasi pada rongga mulut
konstipasi
penurunan berat
 Mudah merasa kenyang, sesaat
badan yang berarti  Berikan makanan yang
setelah mengunyah makanan
terpilih ( sudah
 Dilaporkan atau fakta adanya dikonsultasikan dengan ahli
kekurangan makanan gizi)
 Dilaporkan adanya perubahan  Ajarkan pasien bagaimana
sensasi rasa membuat catatan makanan
 Perasaan ketidakmampuan untuk
mengunyah makanan harian.
 Miskonsepsi  Monitor jumlah nutrisi dan
 Kehilangan BB dengan makanan kandungan kalori
cukup  Berikan informasi tentang
 Keengganan untuk makan kebutuhan nutrisi
 Kram pada abdomen  Kaji kemampuan pasien
 Tonus otot jelek untuk mendapatkan nutrisi

 Nyeri abdominal dengan atau yang dibutuhkan

tanpa patologi Nutrition Monitoring


 Kurang berminat terhadap
 BB pasien dalam batas
makanan
normal
 Pembuluh darah kapiler mulai
 Monitor adanya penurunan
rapuh
berat badan
 Diare dan atau steatorrhea
 Monitor tipe dan jumlah
 Kehilangan rambut yang cukup
aktivitas yang biasa
banyak (rontok)
dilakukan
 Suara usus hiperaktif
 Monitor interaksi anak atau
 Kurangnya informasi,
orangtua selama makan
misinformasi
 Monitor lingkungan selama
Faktor-faktor yang berhubungan : makan

Ketidakmampuan pemasukan atau  Jadwalkan pengobatan dan

mencerna makanan atau tindakan tidak selama jam

mengabsorpsi zat-zat gizi makan

berhubungan dengan faktor biologis,  Monitor kulit kering dan

psikologis atau ekonomi. perubahan pigmentasi


 Monitor turgor kulit
 Monitor kekeringan, rambut
kusam, dan mudah patah
 Monitor mual dan muntah
 Monitor kadar albumin,
total protein, Hb, dan kadar
Ht
 Monitor makanan kesukaan
 Monitor pertumbuhan dan
perkembangan
 Monitor pucat, kemerahan,
dan kekeringan jaringan
konjungtiva
 Monitor kalori dan intake
nuntrisi
 Catat adanya edema,
hiperemik, hipertonik papila
lidah dan cavitas oral.
 Catat jika lidah berwarna
magenta, scarlet

4. Hipertermia NOC : NIC :

Definisi : Thermoregulation Fever treatment

Suhu tubuh naik diatas rentang Kriteria Hasil :  Monitor suhu sesering
normal mungkin
 Suhu tubuh dalam
 Monitor IWL
Batasan Karakteristik: rentang normal
 Monitor warna dan suhu
 Nadi dan RR dalam
 Kenaikan suhu tubuh diatas
kulit
rentang normal
rentang normal
 Monitor tekanan darah, nadi
 Tidak ada perubahan
 Serangan atau konvulsi (kejang)
dan RR
warna kulit dan tidak
 Kulit kemerahan
ada pusing, merasa  Monitor penurunan tingkat
 Pertambahan RR kesadaran
nyaman
 Takikardi  Monitor WBC, Hb, dan Hct
 Saat disentuh tangan terasa hangat
Faktor faktor yang berhubungan :  Monitor intake dan output
 Berikan anti piretik
 Penyakit/ trauma
 Berikan pengobatan untuk
 Peningkatan metabolism
mengatasi penyebab demam
 Aktivitas yang berlebih
 Selimuti pasien
 Pengaruh medikasi/anastesi
 Lakukan tapid sponge
 Ketidakmampuan/penurunan
 Berikan cairan intravena
kemampuan untuk berkeringat
 Kompres pasien pada lipat
 Terpapar dilingkungan panas
paha dan aksila
 Dehidrasi
 Tingkatkan sirkulasi udara
 Pakaian yang tidak tepat
 Berikan pengobatan untuk
mencegah terjadinya
menggigil

Temperature regulation

 Monitor suhu minimal tiap


2 jam
 Rencanakan monitoring
suhu secara kontinyu
 Monitor TD, nadi, dan RR
 Monitor warna dan suhu
kulit
 Monitor tanda-tanda
hipertermi dan hipotermi
 Tingkatkan intake cairan
dan nutrisi
 Selimuti pasien untuk
mencegah hilangnya
kehangatan tubuh
 Ajarkan pada pasien cara
mencegah keletihan akibat
panas
 Diskusikan tentang
pentingnya pengaturan suhu
dan kemungkinan efek
negatif dari kedinginan
 Beritahukan tentang
indikasi terjadinya keletihan
dan penanganan emergency
yang diperlukan
 Ajarkan indikasi dari
hipotermi dan penanganan
yang diperlukan
 Berikan anti piretik jika
perlu

Vital sign Monitoring

 Monitor TD, nadi, suhu, dan


RR
 Catat adanya fluktuasi
tekanan darah
 Monitor VS saat pasien
berbaring, duduk, atau
berdiri
 Auskultasi TD pada kedua
lengan dan bandingkan
 Monitor TD, nadi, RR,
sebelum, selama, dan
setelah aktivitas
 Monitor kualitas dari nadi
 Monitor frekuensi dan irama
pernapasan
 Monitor suara paru
 Monitor pola pernapasan
abnormal
 Monitor suhu, warna, dan
kelembaban kulit
 Monitor sianosis perifer
 Monitor adanya cushing
triad (tekanan nadi yang
melebar, bradikardi,
peningkatan sistolik)
 Identifikasi penyebab dari
perubahan vital sign

5. Nyeri NOC : NIC :

Definisi :  Pain Level, Pain Management


 Pain control,
Sensori yang tidak menyenangkan  Lakukan pengkajian nyeri
 Comfort level
dan pengalaman emosional yang secara komprehensif
muncul secara aktual atau potensial Kriteria Hasil : termasuk lokasi,
kerusakan jaringan atau karakteristik, durasi,
 Mampu mengontrol
menggambarkan adanya kerusakan frekuensi, kualitas dan
nyeri (tahu penyebab
(Asosiasi Studi Nyeri Internasional): faktor presipitasi
nyeri, mampu
serangan mendadak atau pelan  Observasi reaksi nonverbal
menggunakan tehnik
intensitasnya dari ringan sampai dari ketidaknyamanan
nonfarmakologi untuk
berat yang dapat diantisipasi dengan  Gunakan teknik komunikasi
mengurangi nyeri,
akhir yang dapat diprediksi dan terapeutik untuk mengetahui
mencari bantuan)
dengan durasi kurang dari 6 bulan. pengalaman nyeri pasien
 Melaporkan bahwa
 Kaji kultur yang
nyeri berkurang
Batasan karakteristik : dengan menggunakan mempengaruhi respon nyeri
manajemen nyeri  Evaluasi pengalaman nyeri
 Laporan secara verbal atau non
 Mampu mengenali masa lampau
verbal
nyeri (skala,  Evaluasi bersama pasien
 Fakta dari observasi
intensitas, frekuensi dan tim kesehatan lain
 Posisi antalgic untuk menghindari
dan tanda nyeri) tentang ketidakefektifan
nyeri
 Menyatakan rasa kontrol nyeri masa lampau
 Gerakan melindungi
nyaman setelah nyeri  Bantu pasien dan keluarga
 Tingkah laku berhati-hati
berkurang untuk mencari dan
 Muka topeng
 Tanda vital dalam menemukan dukungan
 Gangguan tidur (mata sayu,
rentang normal  Kontrol lingkungan yang
tampak capek, sulit atau gerakan
dapat mempengaruhi nyeri
kacau, menyeringai)
seperti suhu ruangan,
 Terfokus pada diri sendiri
pencahayaan dan kebisingan
 Fokus menyempit (penurunan
 Kurangi faktor presipitasi
persepsi waktu, kerusakan proses
nyeri
berpikir, penurunan interaksi
 Pilih dan lakukan
dengan orang dan lingkungan)
penanganan nyeri
 Tingkah laku distraksi, contoh :
(farmakologi, non
jalan-jalan, menemui orang lain
farmakologi dan inter
dan/atau aktivitas, aktivitas
personal)
berulang-ulang)
 Kaji tipe dan sumber nyeri
 Respon autonom (seperti
untuk menentukan
diaphoresis, perubahan tekanan
intervensi
darah, perubahan nafas, nadi dan
 Ajarkan tentang teknik non
dilatasi pupil)
farmakologi
 Perubahan autonomic dalam tonus
 Berikan analgetik untuk
otot (mungkin dalam rentang dari
mengurangi nyeri
lemah ke kaku)
 Evaluasi keefektifan kontrol
 Tingkah laku ekspresif (contoh :
nyeri
gelisah, merintih, menangis,
waspada, iritabel, nafas  Tingkatkan istirahat
panjang/berkeluh kesah)  Kolaborasikan dengan
 Perubahan dalam nafsu makan dan dokter jika ada keluhan dan
minum tindakan nyeri tidak berhasil

Faktor yang berhubungan :  Monitor penerimaan pasien


tentang manajemen nyeri
Agen injuri (biologi, kimia, fisik,
psikologis) Analgesic Administration

 Tentukan lokasi,
karakteristik, kualitas, dan
derajat nyeri sebelum
pemberian obat
 Cek instruksi dokter tentang
jenis obat, dosis, dan
frekuensi
 Cek riwayat alergi
 Pilih analgesik yang
diperlukan atau kombinasi
dari analgesik ketika
pemberian lebih dari satu
 Tentukan pilihan analgesik
tergantung tipe dan beratnya
nyeri
 Tentukan analgesik pilihan,
rute pemberian, dan dosis
optimal
 Pilih rute pemberian secara
IV, IM untuk pengobatan
nyeri secara teratur
 Monitor vital sign sebelum
dan sesudah pemberian
analgesik pertama kali
 Berikan analgesik tepat
waktu terutama saat nyeri
hebat
 Evaluasi efektivitas
analgesik, tanda dan gejala
(efek samping)

6. Defisiensi Pengetahuan NOC NIC

Definisi:  Knowledge : Disease Teaching : Disease Proses


Process
Ketiadaan atau defisisensi informasi  Berikan penilaian tentang
kognitif yang berkaitan dengan topic  Knowledge : Health tingkat pengetahuan pasien
tertentu Hehavior tentang proses penyakit
yang spesifik
Batasan Karakteristik : Kriteria Hasil :
 Jelaskan patofisiologidari
 Perilaku Hiperbola  Pasien dan keluarga
penyakit dan bagaimana hal
menyatakan
 Ketidakakuratan mengikuti ini berhubungan dengan
pemahaman tentang
perintah anatomi dan fisiologi,
penyakit, kondisi,
 Ketidakakuratan melakukan tes dengan cara yang tepat.
prognosis, dan

 Perilaku tidak tepat (hysteria, program pengobatan  Gambarkan tanda dan

bermusuhan, agitasi, apatis,) gejala yang biasa muncul


 Pasien dan keluarga
pada penyakit, dengan cara
 Pengungkapan masalah mampu melaksakan
yang tepat
prosedur yang
Faktor yang berhubungan
dijelaskan secara benar  Identifikasi kemungkinan
 Keterbatasan kognitif penyebab, dengan cara yang
 Pasien dan keluarga
tepat
 Salah interpretasi informasi mampu menjelaskan
kembali apa yang  Sediakan informasi pada
 Kurang pajanan
dijelaskan perawat/tim pasien tentang kondisi,
 Kurang minat dalam belajar kesehatan lainnya dengan cara yang tepat

 Kurang dapat mengingat  Hindari jaminan yang


kosong
 Tidak familier dengan informasi
 Sediakan bagi keluarga atau
SO informasi tentang
kemajuan pasien dengan
cara yang tepat

 Diskusikan perubahan gaya


hidup yang mungkin
diperlukan untuk mencegah
komplikasi dimasa yang
akan datang dan ata proses
pengontrolan penyakit

 Diskusikan pilihan terapi


atau penanganan

 Dukung pasien untuk


mengeksplorasi atau
mendapatkan second
opinion dengan cara yang
tepat atau diindikasikan

 Intruksikan pasien
mengenal tanda dan gejala
untuk melaporkan pada
pemberi perawatan
kesehatan, dengan cara
yang tepat
DAFTAR PUSTAKA

1. Herdman,T Heather, Kamitsuru, shigemi. Diagnosis Keperawatan definisi dan klasifikasi


2015-2017.ed.10.Jakarta:EGC, 2015

2. Kementerian Kesehatan RI DIRJEN Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan


.Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis. Jakarta, 2014

Anda mungkin juga menyukai