TINJAUAN TEORITIS
A. Pengertian TB Paru
TB paru adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan bakteri mycobacterium
tuberculosis, yang dapat menyerang berbagai organ, terutama paru-paru ( pusat data dan
informasi kementerian kesehatan RI, 2017).
Penyakit ini bila tidak diobati atau pengobatannya tidak tuntas dapat menimbulkan
komplikasi berbahaya hingga kematian.
Tuberculosis merupakan penyakit infeksi bakteri menahun pada paru yang disebabkan
oleh Mycobakterium tuberculosis, yaitu bakteri tahan asam yang ditularkan melalui udara
yang ditandai dengan pembentukan granuloma pada jaringan yang terinfeksi. Mycobacterium
tuberculosis merupakan kuman yang dapat hidup terutama di paru atau bebrbagai organ
tubuh lainnyayang bertekanan parsial tinggi. Penyakit tuberculosis ini biasanya menyerang
paru tetapi dapat menyebar ke hamper seluruh bagian tubuh termasuk meningens, ginjal,
tulang dan nodus limfe. Infeksi awal biasanya terjadi 2-10 minggu setelah virus masuk ke
dalam tubuh.individu kemudian dapat mengalami penyakit aktif karena gangguan atau
Penyakit TB Paru disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium tuberculosis). Kuman ini
berbentuk batang, mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan, Oleh
karena itu disebut pula sebagai Basil Tahan Asam (BTA), kuman TB cepat mati dengan sinar
matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam ditempat yang gelap dan
lembab. Dalam jaringan tubuh kuman ini dapat Dormant, tertidur lama selama beberapa
tahun.
B. Etiologi
Menurut buku pedoman nasional pengendalian tuberkulosis yang dikeluarkan oleh
kementerian kesehatan RI tahun 2014, penyebab TB Paru adalah kuman mycobacterium
tuberculosis.
Terdapat beberapa spesies mycobacterium antara lain M.tuberculosis, M.africanum,
M.bovis, dsb yang juga dikenal sebagai bakteri tahan asam BTA). Kelompok bakteri
mycobacterium selain mycobacterium tuberculosisyang bhisa menimbulkan gangguan pada
saluran nafasdikenal sebagai MOTT (mycobacterium other than tuberculosis) yang terkadang
bisa mengganggu penegakan diagnosis dan pengobatan TB. Untuk itupemeriksaan
bakteriologis yang mampu melakukan identifikasi terhadap mycobacterium tuberculosis
menjadi saran diagnosis ideal untuk TB.
Secara umum sifat kuman TB (Mycobacterium Tuberculosis) antara lain sebagai berikut:
1. Berbentuk batang dengan panjang 1-10 mikron, lebar 0,2-0,6 mikron
2. Bersifat tahan asam dalam pewarnaan dengan metode Zehl Nielsen
3. Memerlukan media khusus untuk biakan antara lain Lowenstein Jansen, Ogawa
4. Kuman Nampak berbentuk batang berwarna merah dalam pemeriksaan dibawah
mikroskop
5. Tahan terhadap sushu rendah sehinga dapat bertahan hidup dalam jangka waktu lama
pada suhu antara 4° sampai minus 70°C
6. Kuman sangat peka terhadap panas, sinar matahari dan sinar ultraviolet
7. Paparan langsung terhadap siuanr ultraviolet, sebagian besar kuman akan mati dalam
waktu beberapa menit
8. Dalam dahak pada suhu antara 30-37°C akan mati dalam waktu kurang lebih 1 minggu
9. Kuman dapat bersifat dormant(“tidur”/tidak berkembang)
Cara Penularan TB :
1. Sumber penularan adalah pasien TB BTA positif melalui percik renik dahak yang
dikeluarkannya. Namun, bukan berarti bahwa pasien TB dengan hasil pemeriksaan BTA
negatif tidak mengandung kuman dalam dahaknya. Hal tersebut bisa saja terjadi oleh
karena jumlah kuman yang terkandung dalam contoh uji ≤ dari 5.000 kuman/cc dahak
sehingga sulit dideteksi melalui pemeriksaan mikroskopis langsung.
2. Pasien TB dengan BTA negatif juga masih memiliki kemungkinan menularkan penyakit
TB. Tingkat penularan pasien TB BTA positif adalah 65%, pasien TB BTA negatif
dengan hasil kultur positif adalah 26% sedangkan pasien TB dengan hasil kultur negatif
dan foto Toraks positif adalah 17%.
3. Infeksi akan terjadi apabila orang lain menghirup udara yang mengandung percik renik
dahak yang infeksius tersebut.
4. Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk
percikan dahak (droplet nuclei / percik renik). Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar
3000 percikan dahak.
C. Patofisiologi
Paru merupakan port d’entrée lebih dari 98% kasus infeksi TB. Karena ukurannya yang
sangat kecil, kuman TB dalam percik renik (droplet nuclei) yang terhirup, dapat mencapai
alveolus. Masuknya kuman TB ini akan segera diatasi oleh mekanisme imunologis non
spesifik. Makrofag alveolus akan menfagosit kuman TB dan biasanya sanggup
menghancurkan sebagian besar kuman TB. Akan tetapi, pada sebagian kecil kasus, makrofag
tidak mampu menghancurkan kuman TB dan kuman akan bereplikasi dalam makrofag.
Kuman TB dalam makrofag yang terus berkembang biak, akhirnya akan membentuk koloni
di tempat tersebut. Lokasi pertama koloni kuman TB di jaringan paru disebut Fokus Primer
GOHN.
Dari focus primer, kuman TB menyebar melalui saluran limfe menuju kelenjar limfe
regional, yaitu kelenjar limfe yang mempunyai saluran limfe ke lokasi focus primer.
Penyebaran ini menyebabkan terjadinya inflamasi di saluran limfe (limfangitis) dan di
kelenjar limfe (limfadenitis) yang terkena. Jika focus primer terletak di lobus paru bawah
atau tengah, kelenjar limfe yang akan terlibat adalah kelenjar limfe parahilus, sedangkan jika
focus primer terletak di apeks paru, yang akan terlibat adalah kelenjar paratrakeal. Kompleks
primer merupakan gabungan antara focus primer, kelenjar limfe regional yang membesar
(limfadenitis) dan saluran limfe yang meradang (limfangitis).
Waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman TB hingga terbentuknya kompleks primer
secara lengkap disebut sebagai masa inkubasi TB. Hal ini berbeda dengan pengertian masa
inkubasi pada proses infeksi lain, yaitu waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman
hingga timbulnya gejala penyakit. Masa inkubasi TB biasanya berlangsung dalam waktu 4-8
minggu dengan rentang waktu antara 2-12 minggu. Dalam masa inkubasi tersebut, kuman
tumbuh hingga mencapai jumlah 103 -104 ,yaitu jumlah yang cukup untuk merangsang
respons imunitas seluler.
Selama berminggu-minggu awal proses infeksi, terjadi pertumbuhan logaritmik kuman
TB sehingga jaringan tubuh yang awalnya belum tersensitisasi terhadap tuberculin,
mengalami perkembangan sensitivitas. Pada saat terbentuknya kompleks primer inilah,
infeksi TB primer dinyatakan telah terjadi. Hal tersebut ditandai oleh terbentuknya
hipersensitivitas terhadap tuberkuloprotein, yaitu timbulnya respons positif terhadap uji
tuberculin. Selama masa inkubasi, uji tuberculin masih negatif. Setelah kompleks primer
terbentuk, imunitas seluluer tubuh terhadap TB telah terbentuk. Pada sebagian besar individu
dengan system imun yang berfungsi baik, begitu system imun seluler berkembang, proliferasi
kuman TB terhenti. Namun, sejumlah kecil kuman TB dapat tetap hidup dalam granuloma.
Bila imunitas seluler telah terbentuk, kuman TB baru yang masuk ke dalam alveoli akan
segera dimusnahkan.
Setelah imunitas seluler terbentuk, focus primer di jaringan paru biasanya mengalami
resolusi secara sempurna membentuk fibrosis atau kalsifikasi setelah mengalami nekrosis
perkijuan dan enkapsulasi. Kelenjar limfe regional juga akan mengalami fibrosis dan
enkapsulasi, tetapi penyembuhannya biasanya tidak sesempurna focus primer di jaringan
paru. Kuman TB dapat tetap hidup dan menetap selama bertahun-tahun dalam kelenjar ini.
( RA Werdhani, 2012)
Ketika seorang klien TB paru batuk, bersin, atau berbicara, maka secara tak sengaja
keluarlah droplet nuklei dan jatuh ke tanah, lantai, atau tempat lainnya. Akibat terkena sinar
matahari atau suhu udara yang panas, droplet nuklei tadi menguap. Menguapnya droplet
bakteri ke udara dibantu dengan pergerakan angin akan membuat bakteri tuberkolosis yang
terkandung dalam droplet nuklei terbang ke udara. Apabila bakteri ini terhirup oleh orang
sehat, maka orang itu berpotensi terkena infeksi bakteri tuberkolosis. Penularan bakteri lewat
udara disebut dengan air-borne infection. Bakteri yang terisap akan melewati pertahanan
mukosilier saluran pernapasan dan masuk hingga alveoli. Pada titik lokasi di mana terjadi
implantasi bakteri, bakteri akan menggandakan diri (multiplying). Bakteri tuberkolosis dan
fokus ini disebut fokus primer atau lesi primer (fokus Ghon). Reaksi juga terjadi pada
jaringan limfe regional, yang bersama dengan fokus primer disebut sebagai kompleks primer.
Dalam waktu 3-6 minggu, inang yang baru terkena infeksi akan menjadi sensitif terhadap tes
tuberkulin atau tes Mantoux.
Berpangkal dari kompleks primer, infeksi dapat menyebar ke seluruh tubuh melalui
berbagai jalan, yaitu:
1. Percabangan bronchus
Dapat mengenai area paru atau melalui sputum menyebar ke laring (menyebabkan
ulserasi laring), maupun ke saluran pencernaan.
2. Sistem saluran limfe
Menyebabkan adanya regional limfadenopati atau akhirnya secara tak langsung
mengakibatkan penyebaran lewat darah melalui duktus limfatikus dan menimbulkan
tuberkulosis milier.
Aliran darah
Aliran vena pulmonalis yang melewati lesi paru dapat membawa atau mengangkut
material yang mengandung bakteri tuberkulosis dan bakteri ini dapat mencapai berbagai
organ melalui aliran darah, yaitu tulang, ginjal, kelenjar adrenal, otak, dan meningen.
Reaktifasi infeksi primer (infeksi pasca-primer)
Jika pertahanan tubuh (inang) kuat, maka infeksi primer tidak berkembang lebih jauh dan
bakteri tuberkulosis tak dapat berkembang biak lebih lanjut dan menjadi dorman atau
tidur. Ketika suatu saat kondisi inang melemah akibat sakit lama/keras atau memakai
obat yang melemahkan daya tahan tubuh terlalu lama, maka bakteri tuberkulosis yang
dorman dapat aktif kembali. Inilah yang disebut reaktifasi infeksi primer atau infeksi
pasca-primer. Infeksi ini dapat terjadi bertahun-tahun setelah infeksi primer terjadi.
Selain itu, infeksi pasca-primer juga dapat diakibatkan oleh bakteri tuberkulosis yang
baru masuk ke tubuh (infeksi baru), bukan bakteri dorman yang aktif kembali. Biasanya
organ paru tempat timbulnya infeksi pasca-primer terutama berada di daerah apeks paru.
Infeksi Primer
Tuberkulosis primer adalah infeksi bakteri TB dari penderita yang belum mempunyai
reaksi spesifik terhadap bakteri TB. Infeksi primer terjadi saat seseorang terpapar pertama
kali dengan kuman TB. Droplet yang terhirup sangat kecil ukurannya, sehingga dapat
melewati sistem pertahanan mukosillier bronkus, dan terus berjalan sehinga sampai di
alveolus dan menetap disana. Infeksi dimulai saat kuman TB berhasil berkembang biak
dengan cara pembelahan diri di paru, yang mengakibatkan peradangan di dalam paru,
saluran limfe akan membawa kuman TB ke kelenjar limfe disekitar hilus paru, dan ini
disebut sebagai kompleks primer. Waktu antara terjadinya infeksi sampai pembentukan
kompleks primer adalah 4-6 minggu. Adanya infeksi dapat dibuktikan dengan terjadinya
perubahan reaksi tuberkulin dari negatif menjadi positif. Kelanjutan setelah infeksi
primer tergantung kuman yang masuk dan besarnya respon daya tahan tubuh (imunitas
seluler). Pada umumnya reaksi daya tahan tubuh tersebut dapat menghentikan
perkembangan kuman TB. Meskipun demikian, ada beberapa kuman akan menetap
sebagai kuman persister atau dormant (tidur). Kadang-kadang daya tahan tubuh tidak
mampu mengehentikan perkembangan kuman, akibatnya dalam beberapa bulan, yang
bersangkutan akan menjadi penderita Tuberkulosis. Masa inkubasi, yaitu waktu yang
diperlukan mulai terinfeksi sampai menjadi sakit, diperkirakan sekitar 6 bulan.
Tuberkulosis Pasca Primer (Post Primary TB)
Tuberkulosis pasca primer biasanya terjadi setelah beberapa bulan atau tahun sesudah
infeksi primer, misalnya karena daya tahan tubuh menurun akibat terinfeksi HIV atau
status gizi yang buruk. Ciri khas dari tuberkulosis pasca primer adalah kerusakan paru
yang luas dengan terjadinya kavitas atau efusi pleura.
Perjalanan Alamiah TB yang Tidak Diobati
Tanpa pengobatan, setelah lima tahun, 50 % dari penderita TB akan meninggal, 25 %
akan sembuh sendiri dengan daya tahan tubuh tinggi, dan 25 % sebagai kasus kronik
yang tetap menular (WHO 1996).
Pengaruh Infeksi HIV
Infeksi HIV mengakibatkan kerusakan luas sistem daya tahan tubuh seluler (Cellular
Immunity), sehingga jika terjadi infeksi oportunistik, seperti tuberkulosis, maka yang
bersangkutan akan menjadi sakit parah bahkan mengakibatkan kematian. Bila jumlah
horang terinfeksi HIV meningkat, maka jumlah penderita TB akan meningkat, dengan
demikian penularan TB di masyarakat akan meningkat pula.
D. Klasifikasi TB Paru
Menurut Kemenkes RI (2014), klasifikasi TB Paru dibedakan atas :
1. Definisi Pasien TB
a. Pasien TB berdasarkan hasil konfirmasi pemeriksaan Bakteriologis: Adalah seorang
pasien TB yang dikelompokkan berdasar hasil pemeriksaan contoh uji biologinya
dengan pemeriksaan mikroskopis langsung, biakan atau tes diagnostik cepat yang
direkomendasi oleh Kemenkes RI (misalnya: GeneXpert). Termasuk dalam kelompok
pasien ini adalah: a. Pasien TB paru BTA positif
b. Pasien TB paru hasil biakan M.tb positif
c. Pasien TB paru hasil tes cepat M.tb positif
d. Pasien TB ekstraparu terkonfirmasi secara bakteriologis, baik dengan BTA, biakan
maupun tes cepat dari contoh uji jaringan yang terkena.
e. TB anak yang terdiagnosis dengan pemeriksaan bakteriologis.
Catatan: Semua pasien yang memenuhi definisi tersebut diatas harus dicatat tanpa
memandang apakah pengobatan TB sudah dimulai ataukah belum.
Pasien TB terdiagnosis secara Klinis:
Adalah pasien yang tidak memenuhi kriteria terdiagnosis secara bakteriologis tetapi
didiagnosis sebagai pasien TB aktif oleh dokter, dan diputuskan untuk diberikan
pengobatan TB.
Termasuk dalam kelompok pasien ini adalah:
a. Pasien TB paru BTA negatif dengan hasil pemeriksaan foto toraks mendukung TB.
b. Pasien TB ekstraparu yang terdiagnosis secara klinis maupun laboratoris dan
histopatologis tanpa konfirmasi bakteriologis.
c. TB anak yang terdiagnosis dengan sistim skoring.
Catatan: Pasien TB yang terdiagnosis secara klinis dan kemudian terkonfirmasi
bakteriologis positif (baik sebelum maupun setelah memulai pengobatan) harus
diklasifikasi ulang sebagai pasien TB terkonfirmasi bakteriologis.
2. Klasifikasi pasien TB
Selain dari pengelompokan pasien sesuai definisi tersebut datas, pasien juga
diklasifikasikan menurut :
a. Lokasi anatomi dari penyakit
Tuberkulosis paru: Adalah TB yang terjadi pada parenkim (jaringan) paru. Milier TB
dianggap sebagai TB paru karena adanya lesi pada jaringan paru. Limfadenitis TB
dirongga dada (hilus dan atau mediastinum) atau efusi pleura tanpa terdapat
gambaran radiologis yang mendukung TB pada paru, dinyatakan sebagai TB ekstra
paru. Pasien yang menderita TB paru dan sekaligus juga menderita TB ekstra paru,
diklasifikasikan sebagai pasien TB paru.
Tuberkulosis ekstra paru: Adalah TB yang terjadi pada organ selain paru, misalnya:
pleura, kelenjar limfe, abdomen, saluran kencing, kulit, sendi, selaput otak dan tulang.
Diagnosis TB ekstra paru dapat ditetapkan berdasarkan hasil pemeriksaan
bakteriologis atau klinis. Diagnosis TB ekstra paru harus diupayakan berdasarkan
penemuan Mycobacterium tuberculosis. Pasien TB ekstra paru yang menderita TB
pada beberapa organ, diklasifikasikan sebagai pasien TB ekstra paru pada organ
menunjukkan gambaran TB yang terberat.
b. Riwayat pengobatan sebelumnya
1) Pasien baru TB: adalah pasien yang belum pernah mendapatkan pengobatan TB
sebelumnya atau sudah pernah menelan OAT namun kurang dari 1 bulan (˂ dari
28 dosis).
2) Pasien yang pernah diobati TB: adalah pasien yang sebelumnya pernah menelan
OAT selama 1 bulan atau lebih (≥ dari 28 dosis). Pasien ini selanjutnya
diklasifikasikan berdasarkan hasil pengobatan TB terakhir, yaitu:
a) Pasien kambuh: adalah pasien TB yang pernah dinyatakan sembuh atau
pengobatan lengkap dan saat ini didiagnosis TB berdasarkan hasil
pemeriksaan bakteriologis atau klinis (baik karena benar-benar kambuh atau
karena reinfeksi).
b) Pasien yang diobati kembali setelah gagal: adalah pasien TB yang pernah
diobati dan dinyatakan gagal pada pengobatan terakhir.
c) Pasien yang diobati kembali setelah putus berobat (lost to follow-up): adalah
pasien yang pernah diobati dan dinyatakan lost to follow up (klasifikasi ini
sebelumnya dikenal sebagai pengobatan pasien setelah putus berobat /default)
d) Lain-lain: adalah pasien TB yang pernah diobati namun hasil akhir
pengobatan sebelumnya tidak diketahui.
3) Pasien yang riwayat pengobatan sebelumnya tidak diketahui.
c. Hasil pemeriksaan uji kepekaan obat
Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan uji kepekaan obat Pengelompokan pasien
disini berdasarkan hasil uji kepekaan contoh uji dari Mycobacterium tuberculosis
terhadap OAT dan dapat berupa :
1) Mono resistan (TB MR): resistan terhadap salah satu jenis OAT lini pertama saja
2) Poli resistan (TB PR): resistan terhadap lebih dari satu jenis OAT lini pertama
selain Isoniazid (H) dan Rifampisin (R) secara bersamaan
3) Multi drug resistan (TB MDR): resistan terhadap Isoniazid (H) dan Rifampisin
(R) secara bersamaan
4) Extensive drug resistan (TB XDR): adalah TB MDR yang sekaligus juga resistan
terhadap salah satu OAT golongan fluorokuinolon dan minimal salah satu dari
OAT lini kedua jenis suntikan (Kanamisin, Kapreomisin dan Amikasin) 22
5) Resistan Rifampisin (TB RR): resistan terhadap Rifampisin dengan atau tanpa
resistensi terhadap OAT lain yang terdeteksi menggunakan metode genotip (tes
cepat) atau metode fenotip (konvensional).
d. Status HIV
1) Pasien TB dengan HIV positif (pasien ko-infeksi TB/HIV) adalah pasien TB
dengan :
a) Hasil tes HIV positif sebelumnya atau sedang mendapatkan ART atau
b) hasil tes HIV positif pada saat didiagnosis TB
2) pasien TB dengan HIV negative adalah pasien TB dengan :
a) hasil tes HIV negative sebelumnya
b) hasil tes negative pada saat diagnosis TB
catatan : apabila pad apemeriksaan selanjutnya ternyata hasil tes HIV menjadi
positif, pasien harus disesuaikan kembali klasifikasinya sebagai pasien TB
dengan HIV psoitif.
3) Pasien TB dengan status HIV tidak diketahui adalah pasien TB tanpa ada bukti
pendukung hasil tes HIV saat diagnosis Tb ditetapkan.
Catatan : Apabila pada pemeriksaan selanjutnya dapat diperoleh hasil tes HIV
pasien, pasien harus disesuaikan kembali klasifikasinya berdasar hasil tes HIV
terakhir.
E. Pathway
F. Manifestasi Klinis
Diagnosa TB berdasarkan gejala?manifestasi klinis diabgi menjadi 3, diantaranya:
1. Gejala Respiratorik, meliputi :
a. Batuk
Gejala batuk timbul paling dini dan merupakan gangguan yang paling sering
dikeluhkan. Mula-mula bersifat non produktif kemudian berdahak bahkan bercampur
darah bila sudah ada kerusakan jaringan.
b. Batuk darah
2. Darah yang dikeluarkan dalam dahak bervariasi, mungkin tampak berupa garis atau
bercak-bercak darak, gumpalan darah atau darah segar dalam jumlah sangat banyak.
Batuk darak terjadi karena pecahnya pembuluh darah. Berat ringannya batuk darah
tergantung dari besar kecilnya pembuluh darah yang pecah. Gejala klinis hemaptoe
Kita harus memastikan bahwa perdarahan dari nasofaring dengan cara membedakan ciri-
ciri sebagai berikut :
a. Batuk darah
1) Darah dibatukkan dengan rasa panas di tenggorokan
2) Darah berbuih bercampur udara
3) Darah segar berwarna merah muda
4) Darah bersifat alkalis
5) Terkadang terjadi anemia
b. Muntah darah
1) Darah dimuntahkan dengan rasa mual
2) Darah bercampur sisa makanan
3) Darah berwarna hitam karena bercampur dengan asam lambung
4) Darah bersifat asam
5) Sering terjadi anemia
c. Epistaksis
1) Darah menetes dari hidung
2) Batuk pelan kadang keluar darah berwarna merah segar
3) Darah bersifat alkalis
4) Anemia jarang terjadi
Gejala-gejala tersebut diatas dijumpai pula pada penyakit paru selain TBC. Oleh sebab
itu orang yang datang dengan gejala diatas harus dianggap sebagai seorang “suspek
tuberkulosis” atau tersangka penderita TB, dan perlu dilakukan pemeriksaan dahak
secara mikroskopis langsung. Selain itu, semua kontak penderita TB Paru BTA positif
dengan gejala sama, harus diperiksa dahaknya.
c. Sesak nafas
Gejala ini ditemukan bila kerusakan parenkim paru sudah luas atau karena ada hal-hal
yang menyertai seperti efusi pleura, pneumothorax, anemia dan lain-lain.
d. Nyeri dada
Nyeri dada pada TB paru termasuk nyeri pleuritik yang ringan. Gejala ini timbul
apabila sistem persarafan di pleura terkena.
3. Gejala Sistemik, meliputi :
a. Demam
Merupakan gejala yang sering dijumpai biasanya timbul pada sore dan malam hari
mirip demam influenza, hilang timbul dan makin lama makin panjang serangannya
sedang masa bebas serangan makin pendek
b. Gejala sistemik lain :
Gejala sitemik lain ialah keringat malam, anoreksia, penurunan berat badan serta
malaise. Timbulnya gejala biasanya gradual dalam beberapa minggu-bulan, akan tetapi
penampilan akut dengan batuk, panas, sesak napas walaupun jarang dapat juga timbul
menyerupai gejala pneumonia.
4. Gejala tuberkulosis ekstra paru
Tergantung pada organ yang terkena, misalnya : limfedanitis tuberkulosa. Meningitsis
tuberkulosa, dan pleuritis tuberkulosa.
G. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan sputum BTA (S-P-S)
Pemeriksaan sputum penting untuk dilakukan karena dengan pemeriksaan tersebut akan
ditemukan kuman BTA. Di samping itu pemeriksaan sputum juga dapat memberikan
evaluasi terhadap pengobatan yang sudah diberikan. Pemeriksaan ini mudah dan murah
sehingga dapat dikerjakan di lapangan (puskesmas). Tetapi kadang-kadang tidak mudah
untuk mendapat sputum, terutama pasien yang tidak batuk atau batuk yang non produktif
Dalam hal ini dianjurkan satu hari sebelum pemeriksaan sputum, pasien dianjurkan
minum air sebanyak + 2 liter dan diajarkan melakukan refleks batuk. Dapat juga dengan
memberikan tambahan obat-obat mukolitik eks-pektoran atau dengan inhalasi larutan
garam hipertonik selama 20-30 menit. Bila masih sulit, sputum dapat diperoieh dengan
cara bronkos kopi diambil dengan brushing atau bronchial washing atau BAL (bronchn
alveolar lavage). BTA dari sputum bisa juga didapat dengan cara bilasan lambung. Hal
ini sering dikerjakan pada anak-anak karena mereka sulit mengeluarkan dahaknya.
Sputum yang akan diperiksa hendaknya sesegar mungkin. Bila sputum sudah didapat.
kuman BTA pun kadang-kadang sulit ditemukan. Kuman bant dapat dkcmukan bila
bronkus yang terlibat proses penyakit ini terbuka ke luar, sehingga sputum yang
mengandung kuman BTA mudah ke luar.
Kriteria sputum BTA positif adalah bila sekurang-kurangnya ditemukan 3 batang
kuman BTA pada satu sediaan. Dengan kata lain diperlukan 5.000 kuman dalam 1 mil
sputum Hasil pemeriksaan BTA (basil tahan asam) (+) di bawah mikroskop memerlukan
kurang lebih 5000 kuman/ml sputum, sedangkan untuk mendapatkan kuman (+) pada
biakan yang merupakan diagnosis pasti, dibutuhkan sekitar 50 - 100 kuman/ml sputum.
Hasil kultur memerlukan waktu tidak kurang dan 6 - 8 minggu dengan angka sensitiviti
18-30%.
Rekomendasi WHO skala IUATLD :
a. Tidak ditemuukan BTA dalam 100 lapang pandangan :negative
1. Pemeriksaan tuberkulin/mantoux
Pada anak, uji tuberkulin merupakan pemeriksaan paling bermanfaat untuk menunjukkan
sedang/pernah terinfeksi Mikobakterium tuberkulosa dan sering digunakan dalam
"Screening TBC". Efektifitas dalam menemukan infeksi TBC dengan uji tuberkulin
adalah lebih dari 90%.
Penderita anak umur kurang dari 1 tahun yang menderita TBC aktif uji tuberkulin positif
100%, umur 1–2 tahun 92%, 2–4 tahun 78%, 4–6 tahun 75%, dan umur 6–12 tahun 51%.
Dari persentase tersebut dapat dilihat bahwa semakin besar usia anak maka hasil uji
tuberkulin semakin kurang spesifik. Ada beberapa cara melakukan uji tuberkulin, namun
sampai sekarang cara mantoux lebih sering digunakan. Lokasi penyuntikan
uji mantoux umumnya pada ½ bagian atas lengan bawah kiri bagian depan,
disuntikkan intrakutan (ke dalam kulit). Penilaian uji tuberkulin dilakukan 48–72 jam
setelah penyuntikan dan diukur diameter dari pembengkakan (indurasi) yang terjadi.
2. Pemeriksaan Rontgen Thorax
Pada hasil pemeriksaan rontgen thoraks, sering didapatkan adanya suatu lesi sebelum
ditemukan adanya gejala subjektif awal dan sebelum pemeriksaan fisik menemukan
kelainan pada paru. Bila pemeriksaan rontgen menemukan suatu kelainan, tidak ada
gambaran khusus mengenai TB paru awal kecuali di lobus bawah dan biasanya berada di
sekitar hilus. Karakteristik kelainan ini terlihat sebagai daerah bergaris-garis opaque yang
ukurannya bervariasi dengan batas lesi yang tidak jelas. Kriteria yang kabur dan gambar
yang kurang jelas ini sering diduga sebagai pneumonia atau suatu proses edukatif, yang
akan tampak lebih jelas dengan pemberian kontras.
Pemeriksaan rontgen thoraks sangat berguna untuk mengevaluasi hasil pengobatan dan
ini bergantung pada tipe keterlibatan dan kerentanan bakteri tuberkel terhadap obat
antituberkulosis, apakah sama baiknya dengan respons dari klien. Penyembuhan yang
lengkap serinng kali terjadi di beberapa area dan ini adalah observasi yang dapat terjadi
pada penyembuhan yang lengkap. Hal ini tampak paling menyolok pada klien dengan
penyakit akut yang relatif di mana prosesnya dianggap berasal dari tingkat eksudatif yang
besar.
3. Pemeriksaan CT Scan
Pemeriksaan CT Scan dilakukan untuk menemukan hubungan kasus TB inaktif/stabil
yang ditunjukkan dengan adanya gambaran garis-garis fibrotik ireguler, pita parenkimal,
kalsifikasi nodul dan adenopati, perubahan kelengkungan beras bronkhovaskuler,
bronkhiektasis, dan emifesema perisikatriksial. Sebagaimana pemeriksaan Rontgen
thoraks, penentuan bahwa kelainan inaktif tidak dapat hanya berdasarkan pada temuan
CT scan pada pemeriksaan tunggal, namun selalu dihubungkan dengan kultur sputum
yang negatif dan pemeriksaan secara serial setiap saat. Pemeriksaan CT scan sangat
bermanfaat untuk mendeteksi adanya pembentukan kavasitas dan lebih dapat diandalkan
daripada pemeriksaan Rontgen thoraks biasa.
4. Radiologi TB paru milier
TB paru milier terbagi menjadi dua tipe, yaitu TB paru milier akut dan TB paru milier
subakut (kronis). Penyebaran milier terjadi setelah infeksi primer. TB milier akut diikuti
oleh invasi pembuluh darah secara masif/menyeluruh serta mengakibatkan penyakit akut
yang berat dan sering disertai akibat yang fatal sebelum penggunaan OAT. Hasil
pemeriksaan rontgen thoraks bergantung pada ukuran dan jumlah tuberkel milier. Nodul-
nodul dapat terlihat pada rontgen akibat tumpang tindih dengan lesi parenkim sehingga
cukup terlihat sebagai nodul-nodul kecil. Pada beberapa klien, didapat bentuk berupa
granul-granul halus atau nodul-nodul yang sangat kecil yang menyebar secara difus di
kedua lapangan paru. Pada saat lesi mulai bersih, terlihat gambaran nodul-nodul halus
yang tak terhitung banyaknya dan masing-masing berupa garis-garis tajam.
5. Pemeriksaan Laboratorium
Diagnosis terbaik dari penyakit diperoleh dengan pemeriksaan mikrobiologi melalui
isolasi bakteri. Untuk membedakan spesies Mycobacterium antara yang satu dengan yang
lainnya harus dilihat sifat koloni, waktu pertumbuhan, sifat biokimia pada berbagai
media, perbedaan kepekaan terhadap OAT dan kemoterapeutik, perbedaan kepekaan
tehadap binatang percobaan, dan percobaan kepekaan kulit terhadap berbagai jenis
antigen Mycobacterium. Pemeriksaan darah yang dapat menunjang diagnosis TB paru
walaupun kurang sensitif adalah pemeriksaan laju endap darah (LED). Adanya
peningkatan LED biasanya disebabkan peningkatan imunoglobulin terutama IgG dan
IgA.
5. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan tuberkulosis antara lain :
1. Pencegahan tuberkulosis paru
a. Pemeriksaan kontak, yaitu pemeriksaan terhadap individu yang bergaul erat dengan
penderita tuberkulosis paru BTA positif. Pemeriksaan meliputi tes tuberkulin, klinis,
dan radiologis. Bila tes tuberkulin positif, maka pemeriksaan radiologis foto thorax
diulang pada 6 dan 12 bulan mendatang. Bila masih negatif, diberikan BCG vaksinasi.
Bila positif, berarti terjadi konversi hasil tes tuberkulin dan diberikan kemoprofilaksis.
b. Mass chest X-ray, yaitu pemeriksaan massal terhadap kelompok-kelompok populasi
tertentu misalnya: karyawan rumah sakit/Puskesmas/balai pengobatan, penghuni
rumah tahanan, dan siswa-siswi pesantren.
c. Vaksinasi BCG
d. Kemoprofilaksis dengan menggunakan INH 5 mg/kgBB selama 6-12 bulan dengan
tujuan menghancurkan atau mengurangi populasi bakteri yang masih sedikit. Indikasi
kemoprofilaksis primer atau utama ialah bayi yang menyusu pada ibu dengan BTA
positif, sedangkan kemoprofilaksis sekunder diperlukan bagi kelompok berikut: bayi
di bawah lima tahun dengan hasil tes tuberkulin positif karena resiko timbulnya TB
milier dan meningitis TB, anak dan remaja di bawah 20 tahun dengan hasil tes
tuberkulin positif yang bergaul erat dengan penderita TB yang menular, individu yang
menunjukkan konversi hasil tes tuberkulin dari negatif menjadi positif, penderita yang
menerima pengobatan steroid atau obat imunosupresif jangka panjang, penderita
diabetes mellitus.
e. Komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) tentang penyakit tuberkulosis kepada
masyarakat di tingkat Puskesmas maupun di tingkat rumah sakit oleh petugas
pemerintah maupun petugas LSM (misalnya Perkumpulan Pemberantasan
Tuberkulosis Paru Indonsia – PPTI).
2. Pengobatan tuberkulosis paru
Menurut Kemenkes RI, 2014 pengobatan pasien TB mempunyai beberapa tujuan dan
tahap pengobatan.
a. Tujuan pengobatan
1) Menyembuhkan pasien dan memperbaiki produktivitas
serta kualitas hidup
2) Mencegah terjadinya kematian oleh karena TB atau
dampak buruk selanjutnya
3) Mencegah terjadinya kekambuhan TB
4) Menurunkan penularan TB
5) Mencegah terjadinya dan penularan resisten obat
b. Prinsip pengobatan TB
Obat abti tuberculosis (OAT) adalah komponen terpenting dalam pengobatan TB.
Pengobatan TB adalah salah satu upaya paling efsien untuk mencegah penularan
lebih lanjut dari kuman TB. Pengobatan yang adekuat harus memenuhi prinsip :
1) Pengobatan diberikan dalam bentuk paduan OAT yang tepat mengandung
minimal 4 macam obat untuk mencegah terjadinya resistensi
2) Diberikan dalam dosis yang tepat
3) Ditelan secara teratur dan diawasi secara langsung ole PMO (Pengawas menelan
Obat) sampai selesai pengobatan
4) Pengobatan diberikan dalam jangka waktu yang cukup terbagi dalam tahap awal
serta tahap lanjutan untuk mencegah kekambuhan
c. Tahapan pengobatan TB
Pengobatan TB harus selalu mengikuti pengobatan tahap awal dan tahap lanjutan
dengan maksud :
1) Tahap awal : pengobatan diberikan setiap hari . paduanm pengobatan pada tahap
ini adalah dimaksudkan untuk secara efektif menurunkan jumlah kuman yang ada
dalam tubuh pasien dan meminimalisir pengaruh dari sebagian kecil kuman yang
mungkin sudah resisten sejak sebelum pasien mendapatkan pengobatan.
Pengobatan tahap awal pada pasien baru , harus diberikan selama 2 bulan. Pada
umumnya dengan pengobatan secara teratur dan tanpa adanya penyulit, daya
penularan sudah sangat menurun setelah pengobatan selama 2 minggu.
2) Tahap lanjutan : pengobatan tahap lanjutan merupakan tahap yang penting untuk
membunuh sisa kuman yang masih ada dalam tubuh khususnya kuman persisten
sehingga pasien dapat sembuh dan mencegah terjadinya kekambuhan.
d. Obat Anti Tuberkulosis (OAT)
Tabel 2. OAT Lini pertama
Dosis
Catatan : Pemberian streptomisin untuk pasien yang berumur > 60 tahun atau pasien
dengan berat badan <50 kg mungkin tidak dapat mentoleransi dosis >500 mg/kg
BB/hari, beberapa buku menganjurkan penurunan dosis menjadi 10 mg/kgBB/hari
e. Paduan OAT yang digunakan di Indonesia (sesuai rekomendasi WHO dan ISTC),
paduan OAT yang digunakan oleh program nasional pengendalian tuberculosis di
Indonesia adalah :
1) Kategori 1 : 2 (HRZE)/4(HR)3
2) Kategori 2 : 2 (HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3
3) Kategori Anak: 2(HRZ)/4(HR) ATAU 2 HRZA(S)/4-10HR
4) Obat yang digunakan dalam tatalaksana pasien TB resisten obat di Indonesia
terdiri dari OAT lini ke-2 yaitu kanamisin, kapreomisin, levofloksasin,
etionamide, sikloserin, moksifloksasin, dan PAS serta OAT lini-1 yaitu
pirazinamid dan etambutol
Paduan OAT Kategori-1 dan Kategori-2 disediakan dalam bentuk paket obat
kombinasi dosis tetap (OAT-KDT). Tablet OAT KDT ini terdiri dari kombinasi 2
atau 4 jenis obat dalam satu tablet. Dosisnya disesuaikan dengan berat badan
pasien. Paduan ini dikemas dalam satu paket untuk satu pasien.
Paket Kombipak Adalah paket obat lepas yang terdiri dari Isoniasid, Rifampisin,
Pirazinamid dan Etambutol yang dikemas dalam bentuk blister. Paduan OAT ini
disediakan program untuk digunakan dalam pengobatan pasien yang terbukti
mengalami efek samping pada pengobatan dengan OAT KDT sebelumnya.
Paduan OAT Kategori Anak disediakan dalam bentuk paket obat kombinasi
dosis tetap (OAT-KDT). Tablet OAT KDT ini terdiri dari kombinasi 3 jenis obat
dalam satu tablet. Dosisnya disesuaikan dengan berat badan pasien. Paduan ini
dikemas dalam satu paket untuk satu pasien.
Paduan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) disediakan dalam bentuk paket, dengan
tujuan untuk memudahkan pemberian obat dan menjamin kelangsungan
(kontinuitas) pengobatan sampai selesai. Satu (1) paket untuk satu (1) pasien
dalam satu (1) masa pengobatan.
Obat Anti Tuberkulosis (OAT) disediakan dalam bentuk paket KDT mempunyai
beberapa keuntungan dalam pengobatan TB, yaitu:
a) Dosis obat dapat disesuaikan dengan berat badan sehingga menjamin
efektifitas obat dan mengurangi efek samping.
b) Mencegah penggunaan obat tunggal sehinga menurunkan resiko terjadinya
resistensi obat ganda dan mengurangi kesalahan penulisan resep
c) Jumlah tablet yang ditelan jauh lebih sedikit sehingga pemberian obat menjadi
sederhana dan meningkatkan kepatuhan pasien
6. Komplikasi
Penyakit TB Paru bila tidak ditangani dengan benar akan menimbulkan komplikasi,
diantaranya :
2. Komplikasi lanjut :
Palpasi
Gerakan dinding thoraks anterior/ekskrusi pernapasan. TB paru tanpa
komplikasi pada saat dilakukan palpasi, gerakan dada saat bernapas biasanya
normal seimbang antara bagian kanan dan kiri. Adanya penurunan gerakan
dinding pernapasan biasanya ditemukan pada klien TB paru dengan kerusakan
parenkim paru yang luas.
Getaran suara (fremitus vokal). Getaran yang terasa ketika perawat meletakkan
tangannya di dada klien saat klien berbicara adalah bunyi yang dibangkitkan oleh
penjalaran dalam laring arah distal sepanjang pohon bronchial untuk membuat
dinding dada dalam gerakan resonan, teerutama pada bunyi konsonan. Kapasitas
untuk merasakan bunyi pada dinding dada disebut taktil fremitusi
Perkusi
Pada klien dengan TB paru minimal tanpa komplikasi, biasanya akan didapatkan
resonan atau sonor pada seluruh lapang paru. Pada klien dengan TB paru yang
disertai komplikasi seperti efusi pleura akan didapatkan bunyi redup sampai
pekak pada sisi yang sesuai banyaknya akumulasi cairan di rongga pleura.
Apabila disertai pneumothoraks, maka didapatkan bunyi hiperresonan terutama
jika pneumothoraks ventil yang mendorong posisi paru ke sisi yang sehat.
Auskultasi
Pada klien dengan TB paru didapatkan bunyi napas tambahan (ronkhi) pada sisi
yang sakit. Penting bagi perawat pemeriksa untuk mendokumentasikan hasil
auskultasi di daerah mana didapatkan adanya ronkhi. Bunyi yang terdengar
melalui stetoskop ketika klien berbica disebut sebagai resonan vokal. Klien
dengan TB paru yang disertai komplikasi seperti efusi pleura dan
pneumopthoraks akan didapatkan penurunan resonan vocal pada sisi yang sakit.
3) Pola aktivitas dan istirahat
Subjektif: Rasa lemah, cepat lelah, aktivitas berat timbul sesak(nafas pendek), sulit
tidur, demam, menggigil, berkeringat pada malam hari
Objektif : Takikardia, Takipneu/dispneu saat kerja, iritabel, sesak(tahapo lanjut
infiltrasi radang sampai dengan setengah paru.
4) Pola Nutrisi
Subjektif: Anoreksia, mual, tidalk enak di perut, penurunan berat badan
Objektif : turgor kulit jelek, kulit kering/bersisik, kehilangan lemak subkutan
5) Respirasi
Subyektif : Batuk produktif/non produktif, sesak nafas, sakit dada
Obyektif : batuk kering sampai dengan batuk dengan sputum purulent, mukoid
kuning atau bercak darah, terdengar bunyi ronkhi basah, kasar di daerah apeks paru,
sesak nafas, perkusi pekak dan penurunan fremitus(cairan pleural), deviasi trakeal
(penyebaran bronkogenik
6) B3 (Brain)
Kesadaran biasanya compos mentis, ditemukan adanya sianosis perifer apabila
gangguan perfusi jaringan berat. Pada pengkajian objektif, klien tampak dengan
meringis, menangis, merintih, meregang, dan menggeliat. Saat dilakukan
pengkajian pada mata, biasanya didapatkan adanya kengjungtiva anemis pada TB
paru dengan gangguan fungsi hati.
7) B4 (Bladder)
Pengukuran volume output urine berhubungan dengan intake cairan. Oleh karena
itu, perawat perlu memonitor adanya oliguria karena hal tersebut merupakan tanda
awal dari syok. Klien diinformasikan agar terbiasa dengan urine yang berwarna
jingga pekat dan berbau yang menandakan fungsi ginjal masih normal sebagai
ekskresi karena meminum OAT terutama fifampisin.
8) B5 (Bowel)
Klien biasanya mengalami mual, penurunan nafsu makan, dan penurunan berat
badan.
9) B6 (Bone)
Aktivitas sehari-hari berkurang banyak pada klien dengan TB paru. Gejala yang
muncul antara lain kelemahan, kelelahan, insomnia, pola hidup menetap, jadwal
olahraga menjadi tak teratur.
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Beberapa diagnosa yang bisa diangkat :
a. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan mucus berlebih, eksudat
dalam alveoli, akumulasi sekret darah
b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran alveoler-kapiler
c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia, ketidakmampuan mengabsorbsi nutrient
d. Nyeri Akut berhubungan dengan nyeri dada pleuritis
e. Hipertemia berhubungan dengan proses inflamasi
f. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurang sumber pengetahuan, kurang
informasi, gangguan fungsi kognitif
3. INTERVENSI KEPERAWATAN
TUJUAN DAN
INTERVENSI
NO DIAGNOSA KEPERAWATAN KRITERIA HASIL
(NIC)
(NOC)
Suhu tubuh naik diatas rentang Kriteria Hasil : Monitor suhu sesering
normal mungkin
Suhu tubuh dalam
Monitor IWL
Batasan Karakteristik: rentang normal
Monitor warna dan suhu
Nadi dan RR dalam
Kenaikan suhu tubuh diatas
kulit
rentang normal
rentang normal
Monitor tekanan darah, nadi
Tidak ada perubahan
Serangan atau konvulsi (kejang)
dan RR
warna kulit dan tidak
Kulit kemerahan
ada pusing, merasa Monitor penurunan tingkat
Pertambahan RR kesadaran
nyaman
Takikardi Monitor WBC, Hb, dan Hct
Saat disentuh tangan terasa hangat
Faktor faktor yang berhubungan : Monitor intake dan output
Berikan anti piretik
Penyakit/ trauma
Berikan pengobatan untuk
Peningkatan metabolism
mengatasi penyebab demam
Aktivitas yang berlebih
Selimuti pasien
Pengaruh medikasi/anastesi
Lakukan tapid sponge
Ketidakmampuan/penurunan
Berikan cairan intravena
kemampuan untuk berkeringat
Kompres pasien pada lipat
Terpapar dilingkungan panas
paha dan aksila
Dehidrasi
Tingkatkan sirkulasi udara
Pakaian yang tidak tepat
Berikan pengobatan untuk
mencegah terjadinya
menggigil
Temperature regulation
Tentukan lokasi,
karakteristik, kualitas, dan
derajat nyeri sebelum
pemberian obat
Cek instruksi dokter tentang
jenis obat, dosis, dan
frekuensi
Cek riwayat alergi
Pilih analgesik yang
diperlukan atau kombinasi
dari analgesik ketika
pemberian lebih dari satu
Tentukan pilihan analgesik
tergantung tipe dan beratnya
nyeri
Tentukan analgesik pilihan,
rute pemberian, dan dosis
optimal
Pilih rute pemberian secara
IV, IM untuk pengobatan
nyeri secara teratur
Monitor vital sign sebelum
dan sesudah pemberian
analgesik pertama kali
Berikan analgesik tepat
waktu terutama saat nyeri
hebat
Evaluasi efektivitas
analgesik, tanda dan gejala
(efek samping)
Intruksikan pasien
mengenal tanda dan gejala
untuk melaporkan pada
pemberi perawatan
kesehatan, dengan cara
yang tepat
DAFTAR PUSTAKA