Anda di halaman 1dari 48

LAPORAN PENDAHULUAN

PASIEN PADA TUBERKULOSIS DI RUANG SOKA ATAS


RUMAH SAKIT UMUM PERSAHABATAN
STASE KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

Disusun oleh :

Nur Khanifatun Nisa (3720220081)

PROGRAM PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM ASYAFI’IYAH
2023
BAB I
TINJAUAN TEORI

A. DEFINISI

Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksius, yang biasanya menyerang organ parenkim
paru. Tuberkulosis adalah suatu penyakit infeksius yang menyerang paru-paru biasanya ditandai
oleh pembentukan granuloma dan menimbulkan nekrosis jaringan. Penyakit ini bersifat menahun
dan dapat menular dari penderita kepada orang lain. Tuberkulosis adalah penyakit menular
langsung yang disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman
TB menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya.

B. PERJALANAN PENYAKIT TUBERKULOSIS

Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB


(Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga
mengenai organ tubuh lainnya.

Cara penularan

a. Sumber penularan adalah pasien TB BTA positif.


b. Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam
bentuk percikan dahak (droplet nuclei). Sekali batuk dapat menghasilkan
sekitar 3000 percikan dahak.
c. Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak berada
dalam waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan,
sementara sinar matahari langsung dapat membunuh kuman. Percikan
dapat bertahan selama beberapa jam dalam keadaan yang gelap dan
lembab.
d. Daya penularan seorang pasien ditentukan oleh banyaknya kuman yang
dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat kepositifan hasil
pemeriksaan dahak, makin menular pasien tersebut.
e. Faktor yang memungkinkan seseorang terpajan kuman TB ditentukan oleh
konsentrasi percikan dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut.
Risiko penularan
a. Risiko tertular tergantung dari tingkat pajanan dengan percikan dahak.
Pasien TB paru dengan BTA positif memberikan kemungkinan risiko
penularan lebih besar dari pasien TB paru dengan BTA negatif.
b. Risiko penularan setiap tahunnya di tunjukkan dengan Annual Risk of
Tuberculosis Infection (ARTI) yaitu proporsi penduduk yang berisiko
Terinfeksi TB selama satu tahun. ARTI sebesar 1%, berarti 10 (sepuluh)
orang diantara 1000 penduduk terinfeksi setiap tahun.
c. ARTI di Indonesia bervariasi antara 1-3%.
d. Infeksi TB dibuktikan dengan perubahan reaksi tuberkulin negatif positif.
Risiko menjadi sakit TB
a. Hanya sekitar 10% yang terinfeksi TB akan menjadi sakit TB.
b. Dengan ARTI 1%, diperkirakan diantara 100.000 penduduk rata-rata terjadi 1000
terinfeksi TB dan 10% diantaranya (100 orang) akan menjadi sakit TB setiap tahun.
Sekitar 50 diantaranya adalah pasien TB BTA positif.
c. Faktor yang mempengaruhi kemungkinan seseorang menjadi pasien TB adalah daya tahan
tubuh yang rendah, diantaranya infeksi HIV/AIDS dan malnutrisi (gizi buruk).
d. HIV merupakan faktor risiko yang paling kuat bagi yang terinfeksi TB menjadi sakit TB.
Infeksi HIV mengakibatkan kerusakan luas sistem daya tahan tubuh seluler (cellular
immunity), sehingga jika terjadi infeksi penyerta (oportunistic), seperti tuberkulosis, maka
yang bersangkutan akan menjadi sakit parah bahkan bisa mengakibatkan kematian. Bila
jumlah orang terinfeksi HIV meningkat, maka jumlah pasien TB akan meningkat, dengan
demikian penularan TB di masyarakat akan meningkat pula.
Pasien TB yang tidak diobati, setelah 5 tahun, akan:
a. 50% meninggal

b. 25% akan sembuh sendiri dengan daya tahan tubuh yang tinggi

c. 25% menjadi kasus kronis yang tetap menular

C. PATOGENESIS TUBERKULOSIS

Paru merupakan port d’entrée lebih dari 98% kasus infeksi TB. Karena ukurannya
yang sangat kecil, kuman TB dalam percik renik (droplet nuclei) yang terhirup, dapat
mencapai alveolus. Masuknya kuman TB ini akan segera diatasi oleh mekanisme imunologis
non spesifik. Makrofag alveolus akan menfagosit kuman TB dan biasanya sanggup
menghancurkan sebagian besar kuman TB. Akan tetapi, pada sebagian kecil kasus, makrofag
tidak mampu menghancurkan kuman TB dan kuman akan bereplikasi dalam makrofag.
Kuman TB dalam makrofag yang terus berkembang biak, akhirnya akan membentuk koloni
di tempat tersebut. Lokasi pertama koloni kuman TB di jaringan paru disebut Fokus Primer
GOHN.

Dari focus primer, kuman TB menyebar melalui saluran limfe menuju kelenjar limfe
regional, yaitu kelenjar limfe yang mempunyai saluran limfe ke lokasi focus primer.
Penyebaran ini menyebabkan terjadinya inflamasi di saluran limfe (limfangitis) dan di
kelenjar limfe (limfadenitis) yang terkena. Jika focus primer terletak di lobus paru bawah
atau tengah, kelenjar limfe yang akan terlibat adalah kelenjar limfe parahilus, sedangkan jika
focus primer terletak di apeks paru, yang akan terlibat adalah kelenjar paratrakeal. Kompleks
primer merupakan gabungan antara focus primer, kelenjar limfe regional yang membesar
(limfadenitis) dan saluran limfe yang meradang (limfangitis).

Waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman TB hingga terbentuknya kompleks


primer secara lengkap disebut sebagai masa inkubasi TB. Hal ini berbeda dengan pengertian
masa inkubasi pada proses infeksi lain, yaitu waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman
hingga timbulnya gejala penyakit. Masa inkubasi TB biasanya berlangsung dalam waktu 4-8
minggu dengan rentang waktu antara 2-12 minggu. Dalam masa inkubasi tersebut, kuman
tumbuh hingga mencapai jumlah 10 3-104, yaitu jumlah yang cukup untuk merangsang
respons imunitas seluler.

Selama berminggu-minggu awal proses infeksi, terjadi pertumbuhan logaritmik


kuman TB sehingga jaringan tubuh yang awalnya belum tersensitisasi terhadap tuberculin,
mengalami perkembangan sensitivitas. Pada saat terbentuknya kompleks primer inilah,
infeksi TB primer dinyatakan telah terjadi. Hal tersebut ditandai oleh terbentuknya
hipersensitivitas terhadap tuberkuloprotein, yaitu timbulnya respons positif terhadap uji
tuberculin. Selama masa inkubasi, uji tuberculin masih negatif. Setelah kompleks primer
terbentuk, imunitas seluluer tubuh terhadap TB telah terbentuk. Pada sebagian besar individu
dengan system imun yang berfungsi baik, begitu system imun seluler berkembang,
proliferasi kuman TB terhenti. Namun, sejumlah kecil kuman TB dapat tetap hidup dalam
granuloma. Bila imunitas seluler telah terbentuk, kuman TB baru yang masuk ke dalam
alveoli akan segera dimusnahkan.

Setelah imunitas seluler terbentuk, focus primer di jaringan paru biasanya mengalami
resolusi secara sempurna membentuk fibrosis atau kalsifikasi setelah mengalami nekrosis
perkijuan dan enkapsulasi. Kelenjar limfe regional juga akan mengalami fibrosis dan
enkapsulasi, tetapi penyembuhannya biasanya tidak sesempurna focus primer di jaringan
paru. Kuman TB dapat tetap hidup dan menetap selama bertahun-tahun dalam kelenjar ini.

Kompleks primer dapat juga mengalami komplikasi. Komplikasi yang terjadi dapat
disebabkan oleh focus paru atau di kelenjar limfe regional. Fokus primer di paru dapat
membesar dan menyebabkan pneumonitis atau pleuritis fokal. Jika terjadi nekrosis perkijuan
yang berat, bagian tengah lesi akan mencair dan keluar melalui bronkus sehingga
meninggalkan rongga di jaringan paru (kavitas). Kelenjar limfe hilus atau paratrakea yang
mulanya berukuran normal saat awal infeksi, akan membesar karena reaksi inflamasi yang
berlanjut. Bronkus dapat terganggu. Obstruksi parsial pada bronkus akibat tekanan eksternal
dapat menyebabkan ateletaksis. Kelenjar yang mengalami inflamasi dan nekrosis perkijuan
dapat merusak dan menimbulkan erosi dinding bronkus, sehingga menyebabkan TB
endobronkial atau membentuk fistula. Massa kiju dapat menimbulkan obstruksi komplit pada
bronkus sehingga menyebabkan gabungan pneumonitis dan ateletaksis, yang sering disebut
sebagai lesi segmental kolaps-konsolidasi.

Selama masa inkubasi, sebelum terbentuknya imunitas seluler, dapat terjadi


penyebaran limfogen dan hematogen. Pada penyebaran limfogen, kuman menyebar ke
kelenjar limfe regional membentuk kompleks primer. Sedangkan pada penyebaran
hematogen, kuman TB masuk ke dalam sirkulasi darah dan menyebar ke seluruh tubuh.
Adanya penyebaran hematogen inilah yang menyebabkan TB disebut sebagai penyakit
sistemik.

Penyebaran hamatogen yang paling sering terjadi adalah dalam bentuk penyebaran
hematogenik tersamar (occult hamatogenic spread). Melalui cara ini, kuman TB menyebar
secara sporadic dan sedikit demi sedikit sehingga tidak menimbulkan gejala klinis. Kuman
TB kemudian akan mencapai berbagai organ di seluruh tubuh. Organ yang biasanya dituju
adalah organ yang mempunyai vaskularisasi baik, misalnya otak, tulang, ginjal, dan paru
sendiri, terutama apeks paru atau lobus atas paru. Di berbagai lokasi tersebut, kuman TB
akan bereplikasi dan membentuk koloni kuman sebelum terbentuk imunitas seluler yang
akan membatasi pertumbuhannya.

Di dalam koloni yang sempat terbentuk dan kemudian dibatasi pertumbuhannya oleh
imunitas seluler, kuman tetap hidup dalam bentuk dormant. Fokus ini umumnya tidak
langsung berlanjut menjadi penyakit, tetapi berpotensi untuk menjadi focus reaktivasi. Fokus
potensial di apkes paru disebut sebagai Fokus SIMON. Bertahun- tahun kemudian, bila daya
tahan tubuh pejamu menurun, focus TB ini dapat mengalami reaktivasi dan menjadi
penyakit TB di organ terkait, misalnya meningitis, TB tulang, dan lain-lain.
Bentuk penyebaran hamatogen yang lain adalah penyebaran
hematogenik generalisata akut (acute generalized hematogenic spread). Pada
bentuk ini, sejumlah besar kuman TB masuk dan beredar dalam darah menuju
ke seluruh tubuh. Hal ini dapat menyebabkan timbulnya manifestasi klinis
penyakit TB secara akut, yang disebut TB diseminata. TB diseminata ini
timbul dalam waktu 2-6 bulan setelah terjadi infeksi. Timbulnya penyakit
bergantung pada jumlah dan virulensi kuman TB yang beredar serta frekuensi
berulangnya penyebaran. Tuberkulosis diseminata terjadi karena tidak
adekuatnya system imun pejamu (host) dalam mengatasi infeksi TB, misalnya
pada balita.
Tuberkulosis milier merupakan hasil dari acute generalized
hematogenic spread dengan jumlah kuman yang besar. Semua tuberkel yang
dihasilkan melalui cara ini akan mempunyai ukuran yang lebih kurang sama.
Istilih milier berasal dari gambaran lesi diseminata yang menyerupai butur
padi-padian/jewawut (millet seed). Secara patologi anatomik, lesi ini berupa
nodul kuning berukuran 1-3 mm, yang secara histologi merupakan granuloma.
Bentuk penyebaran hematogen yang jarang terjadi adalah protracted
hematogenic spread. Bentuk penyebaran ini terjadi bila suatu focus perkijuan
menyebar ke saluran vascular di dekatnya, sehingga sejumlah kuman TB akan
masuk dan beredar di dalam darah. Secara klinis, sakit TB akibat penyebaran
tipe ini tidak dapat dibedakan dengan acute generalized hematogenic spread.
Hal ini dapat terjadi secara berulang.
Pada anak, 5 tahun pertama setelah infeksi (terutama 1 tahun pertama),
biasanya sering terjadi komplikasi. Menurut Wallgren, ada 3 bentuk dasar TB
paru pada anak, yaitu penyebaran limfohematogen, TB endobronkial, dan TB
paru kronik. Sebanyak 0.5-3% penyebaran limfohematogen akan menjadi TB
milier atau meningitis TB, hal ini biasanya terjadi 3-6 bulan setelah infeksi
primer. Tuberkulosis endobronkial (lesi segmental yang timbul akibat
pembesaran kelenjar regional) dapat terjadi dalam waktu yang lebih lama (3-9
bulan). Terjadinya TB paru kronik sangat bervariasi, bergantung pada usia
terjadinya infeksi primer. TB paru kronik biasanya terjadi akibat reaktivasi
kuman di dalam lesi yang tidak mengalami resolusi sempurna. Reaktivasi ini
jarang terjadi pada anak, tetapi sering pada remaja dan dewasa muda.
Tuberkulosis ekstrapulmonal dapat terjadi pada 25-30% anak yang
terinfeksi TB. TB tulang dan sendi terjadi pada 5-10% anak yang terinfeksi,
dan paling banyak terjadi dalam 1 tahun tetapi dapat juga 2-3 tahun kemudian.
TB ginjal biasanya terjadi 5-25 tahun setelah infeksi primer.
Gejala penyakit TBC dapat dibagi menjadi gejala umum dan gejala
khusus yang timbul sesuai dengan organ yang terlibat. Gambaran secara klinis
tidak tidak terlalu khas terutama pada kasus baru, sehingga cukup sulit untuk
menegakkan diagnose secara klinik batuk batuk-batuk selama lebih dari 3
minggu (dapat disertai dengan darah). Demam tidak terlalu tinggi yang
berlangsung lama, biasanya dirasakan malam hari disertai keringat malam.
Kadang-kadang serangan demam seperti influenza dan bersifat hilang timbul
Penurunan nafsu makan dan berat badan
Perasaan tidak enak (malaise), lemah.

GEJALA KLINIS
Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi sumbatan sebagian
bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru) akibat penekanan kelenjar getah bening
yang membesar, akan menimbulkan suara “mengi”, suara nafas melemah yang
disertai sesak. Kalau ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat
disertai dengan keluhan sakit dada. Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala
seperti infeksi tulang yang pada suatu saat dapat membentuk saluran dan bermuara
pada kulit di atasnya, pada muara ini akan keluar cairan nanah. Pada anak-anak dapat
mengenai otak (lapisan pembungkus otak) dan disebut sebagai meningitis (radang
selaput otak), gejalanya adalah demam tinggi, adanya penurunan kesadaran dan
kejang-kejang. Pada pasien anak yang tidak menimbulkan gejala, TBC dapat
terdeteksi kalau diketahui adanya kontak dengan pasien TBC dewasa. Kira-kira 30-
50% anak yang kontak dengan penderita TBC paru dewasa memberikan hasil uji
tuberkulin positif. Pada anak usia 3 bulan – 5 tahun yang tinggal serumah dengan
penderita TBC paru dewasa dengan BTA positif, dilaporkan 30% terinfeksi
berdasarkan pemeriksaan serologi/darah.
DIAGNOSIS TUBERKULOSIS
Apabila dicurigai seseorang tertular penyakit TBC, maka beberapa hal yang perlu
dilakukan untuk menegakkan diagnosis adalah:
* Anamnesa baik terhadap pasien maupun keluarganya.

* Pemeriksaan fisik.

* Pemeriksaan laboratorium (darah, dahak, cairan otak).

* Pemeriksaan patologi anatomi (PA).

* Rontgen dada (thorax photo).

* Uji tuberkulin.

Diagnosis TB Paru
Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu
atau lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur
darah, batuk darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat
badan menurun, malaise, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik,demam
meriang lebih dari satu bulan. Gejala-gejala tersebut diatas dapat dijumpai pula
pada penyakit paru selain TB, seperti bronkiektasis, bronkitis kronis, asma,
kanker paru, dan lain-lain.
Mengingat prevalensi TB paru di Indonesia saat ini masih tinggi, maka
setiap orang yang datang ke UPK dengan gejala tersebut diatas, dianggap
sebagai seorang tersangka (suspek) pasien TB, dan perlu dilakukan
pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung pada pasien remaja dan
dewasa, serta skoring pada pasien anak.
D. ETIOLOGI
Penyebab tuberkulosis adalah bakteri mycrobacterium tuberculosis,
sejenis kuman berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4/um dan tebal 0,3-
0,6/um (Amin dan Asril, 2007). Mycobacterium tuberculosis merupakan bakteri
yang bersifat aerob sehingga sebagian besar kuman menyerang jaringan yang
memiliki konsentrasi tinggi oksigen seperti paru-paru. Kuman ini berbentuk
batang, mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan, oleh
karena itu disebut sebagai Basil Tahan Asam (BTA).
Mycobacterium tuberculosis rentan atau cepat mati terhadap paparan sinar
matahari langsung, namun dapat bertahan hidup sampai beberapa jam di tempat
yang gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh kuman ini bisa mengalami dorman
atau inaktif (tertidur lama) selama beberapa tahun. Penyebaran mycobacterium
tuberculosis yaitu melalui droplet nukles, kemudian dihirup oleh manusia melalui
udara dan menginfeksi organ tubuh terutama paru-paru. Diperkirakan, satu orang
menderita TB paru BTA positif yang tidak diobati akan menulari 10-15 orang
setiap tahunnya

E. KLASIFIKASI
Berikut merupakan klasifikasi tuberkolosis paru :
1. Klasifikasi berdasarkan organ tubuh yang terkena :
a. Tuberkulosis Paru
Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan
(parenkim) paru. tidak termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar
pada hilus.

b. Tuberkulosis Ekstra Paru


Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya
pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar lymfe,
tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin,
dan lain-lain.
2. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis pada TB Paru
a. Tuberkulosis paru BTA positif
(1) Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA
positif.

(2) Satu spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks
dada menunjukkan gambaran tuberkulosis.

(3) Satu spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan kultur atau
biakan kuman TB positif.

(4) Satu atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen
dahak SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif
dan tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.
b. Tuberkulosis paru BTA negatif
Kriteria diagnostik TB paru BTA negatif harus meliputi:
1. Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif.

2. Foto toraks normal tidak menunjukkan gambaran tuberkulosis.

3. Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.

4. Ditentukan atau dipertimbangkan oleh dokter untuk diberi


pengobatan..

F. PATOFISIOLOGI
Sumber penularan adalah penderita TB BTA positif. Pada waktu batuk
atau bersin, penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk percikan dahak
(droplet nuclei). Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak.
Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak berada dalam
waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan, sementara sinar
matahari langsung dapat membunuh kuman.
Percikan dapat bertahan selama beberapa jam dalam keadaan yang gelap
dan lembab.Daya penularan seorang penderita ditentukan oleh banyaknya kuman
yang dikeluarkan dari parunya.Makin tinggi derajat kepositifan hasil pemeriksaan
dahak, makin menular penderita tersebut. Faktor yang kemungkinkan seseorang
terpajan kuman TB ditentukan oleh konsentrasi percikan dalam udara dan
lamanya menghirup udara tersebut.
Virus masuk melalui saluran pernapasan dan berada pada alveolus. Basil
ini langsung membangkitkan reaksi peradangan. Leukosit memfagosit bakteri
namun tidak membunuh, sesudah hari-hari pertama leukosit diganti dengan
makrofag. Alveoli yang terserang mengalami konsolidasi. Makrofag yang
mengadakan infiltrasi bersatu menjadi sel tuberkel epiteloid. Jaringan mengalami
nekrosis keseosa dan jaringan granulasi menjadi lebih fibrosa dan membentuk
jaringan parut kolagenosa, Respon radang lainnya adalah pelepasan bahan
tuberkel ke trakeobronkiale sehingga menyebabkan penumpukan sekret.
Tuberkulosis sekunder muncul bila kuman yang dorman aktif kembali
dikarenakan imunitas.
G. PATHWAY
H. MANIFESTASI KLINIK
Menurut Alsagaff dan Mukty (2006) tanda dan gejala tuberkulosis dibagi
atas 2 (dua) golongan yaitu gejala sistemik dan gejala respiratorik.
Gejala Sistemik adalah:
1) Badan Panas
2) Menggigil
3) Keringat Malam
4) Malaise
5) Gejala Respiratorik
6) Batuk
7) Sekret
8) Nyeri Dada
9) Ronchi

I. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Untuk dapat menegakkan diagnosa keperawatan dapat digunakan cara:
1. Anamnesis pada pemeriksaan fisik
2. Laboratorium darah rutin ( LED normal atau meningkat,limfositosis)
3. Foto thoraks PA dan lateral.gambaran foto toraks yang menunjang diagnosis
TB, yaitu :
a. Bayangan lesi terletak di lapangan atas paru atau segmen apikal lobus
bawah
b. Bayangan berawan (patchy) atau berbercak (nodular)
c. Adanya kavitas, tunggal atau ganda
d. Kelainan bilateral, terutama di lapangan atas paru
e. Adanya klasifikasi
f. Bayangan menetap pada foto ulang beberapa minggu kemudian
g. Bayangan milier
4. Pemeriksaan sputum BTA
Pemeriksaan sputum BTA memastikan diagnosis TB paru, namun
pemeriksaan ini tidak sensitif karena hanya 30-70 persen pasien TB yang
dapat didiagnosis berdasarkan pemeriksaan ini
5. Tes PAP (peroksidase anti peroksidase)
Merupakan uji serologi imunoperoksidase memakai alat histogen
imunoperoksidase staning untuk menentukan adanyan IgG spesifik terhadap
basil TB
6. Tes mantoux / tuberkulin
7. Teknik polymerase chain reaction
Deteksi DNA kuman secara spesifik melalui aplifikasi dalam berbagai tahap
sehingga dapat mendeteksi meskipun hanya ada 1 mikroorganisme dalam
spesimen. Juga dapat mendeteksi adanya retensi
8. Becton Dickinson Diagnostik Instrumen System (BACTEC)
Deteksi grouth index berdasarkan CO2 yang di hasilkan dari metabolisme
asam lemak oleh M. Tuberculosis
9. Enzyme Linked Immunosorbent Assay
Deteksi respon humoral memakai antigen-antibody yang terjadi.
Pelaksanaannya rumit dan antibody dapat menetap dalam waktu lama
sehingga menimbulkan masalah.
J. PENATALAKSANAAN
Tuberkulosis paru terutama diobati dengan agens kemoterapi selama
periode 6-12 bulan. 5 medikasi garis depan digunakan: isoniasid (INH), rifampin
(RIF), Streptomisin (SM), etambutol (EMB), dan Pirasinamid (PZA).
Pengobatan yang direkomendasikan bagi kasus tuberkulosis paru yang
baru didiagnosa adalah regimen pengobatan beragam, terutama INH, RIF, PZA
selama 4 bulan, dengan INH dan RIF dilanjutkan untuk tambahan 2 bulan
(totalnya 6 bulan).
K. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian Fokus
a. Demografi meliputi; nama, umur, jenis kelamin, dan pekerjaan.
b. Keluhan utama: Saat dikaji biasanya penderita tuberkolosis paru akan
mengeluh sesak nafas, disertai batuk ada secret tidak bisa keluar.
c. Riwayat penyakit sekarang
d. Riwayat penyakit dahulu
e. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya keluarga ada yang mempunyai penyakit yang sama.
2. Pola pengkajian
1) Pola persepsi sehat dan penatalaksanaan kesehatan.
Kurang menerapkan PHBS yang baik, rumah kumuh, jumlah anggota
keluarga banyak, lingkungan dalam rumah lembab, jendela jarang dibuka
sehingga sinar matahari tidak dapat masuk, ventilasi minim menybabkan
pertukaran udara kurang, sejak kecil anggita keluarga tidak dibiasakan
imunisasi.
2) Pola nutrisi - metabolik.
Anoreksia, mual, tidak enak diperut, BB turun, turgor kulit jelek, kulit
kering dan kehilangan lemak sub kutan, sulit dan sakit menelan.
3) Pola eliminasi
Perubahan karakteristik feses dan urine, nyeri tekan pada kuadran kanan
atas dan hepatomegali, nyeri tekan pada kuadran kiri atas dan
splenomegali.
4) Pola aktifitas – latihan
Pola aktivitas pada pasien TB Paru mengalami penurunan karena sesak
nafas, mudah lelah, tachicardia, jika melakukan aktifitas berat timbul
sesak nafas (nafas pendek).
5) Pola tidur dan istirahat
Sulit tidur, frekwensi tidur berkurang dari biasanya, sering
berkeringat pada malam hari.
6) Pola kognitif – perceptual
Kadang terdapat nyeri tekan pada nodul limfa, nyeri tulang umum,
sedangkan dalam hal daya panca indera (perciuman, perabaan, rasa,
penglihatan dan pendengaran) jarang ditemukan adanya gangguan.
7) Pola persepsi diri
Pasien tidak percaya diri, pasif, kadang pemarah, selain itu Ketakutan dan
kecemasan akan muncul pada penderita TB paru dikarenakan kurangnya
pengetahuan tentang pernyakitnya yang akhirnya membuat kondisi
penderita menjadi perasaan tak berbedanya dan tak ada harapan
8) Pola peran – hubungan
Penderita dengan TB paru akan mengalami gangguan dalam hal
hubungan dan peran yang dikarenakan adanya isolasi untuk menghindari
penularan terhadap anggota keluarga yang lain.
9) Pola reproduksi dan seksual
Pada penderita TB paru pada pola reproduksi dan seksual akan berubah
karena kelemahan dan nyeri dada.
10) Pola penanggulangan stress
Dengan adanya proses pengobatan yang lama maka akan mengakibatkan
stress pada penderita yang bisa mengkibatkan penolakan terhadap
pengobatan.
11) Pola tata nilai dan kepercayaan
Karena sesak napas, nyeri dada dan batuk menyebabkan terganggunya
aktifitas ibadah klien.
3. Pemeriksaan fisik

a. Kepala-leher
Pada umumnya tidak ada kelainan pada kepala
b. Mata
Biasanya pada pasien dengan tuberkolosis mengalami anemis
konjungtiva.
c. Hidung
Pada pemeriksaan hidung secara umum ada tampak mengalami
nafas pendek, dalam, dan terjadi cupping hidung.
d. Mulut
Biasanya pada wajah klien tuberkolosis terlihat sianosis terutama
pada bibir.
e. Thorax
Biasanya pada diagnosa medis Tuberkolosis paru, hasil inspeksi
tampak retraksi dinding dada dan pernafasan yang pendek dan
dalam, palpasi terdapatnya nyeri tekan, perkusi terdengar sonor,
auskultasi akan terdengar suara tambahan pada paru yaitu
ronchi,weezing dan stridor.
f. Abdomen
Biasanya ditemukan adanya peningkatan peristaltik usus.
g. Kulit
Biasanya pada klien yang kekurangan O2 kulit akan tampak pucat
atau sianosis
h. Ekstremitas
Biasanya pada ekstremitas akral teraba dingin bahkan bahkan crt
> 2 detik karena kurangnya suplai oksigen ke Perifer, ujung-ujung
kuku sianosis.
4. Diagnosa Keperawatan
Menurut Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia, diagnosa pada pasien
dengan bronkopneumonia sebagai berikut :
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif (D.0149)

Definisi: Ketidakmampuan membesihkan sekret atau obstruksi


jalannapas untuk mempertahankan jalan napas tetap paten
Penyebab:
(1) Spasme jalan napas
(2) Hipersekresi jalan napas
(3) Benda asing dalam jalan napas
(4) Sekresi yang tertahan
(5) Proses infeksi
b. Gangguan Pertukaran Gas (D.0003)
Definisi : Kelebihan atau kekurangan oksigenasi dan atau eliminasi
karbondioksida pada membran alveolus-kapier.
Penyebab :
1) Ketidakseimbangan ventilasi perkusi
2) Perubahan membran alveolus-kapiler
c. Intoleransi Aktivitas (D. 0056)
Definisi: ketidakcukupan energi untuk melakukan aktivitas sehari-hari
Penyebab :
3) Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan pksigen
4) Ttirah baring
5) Kelemahan
6) Imobilitas
7) Gaya hidup monoton
5. Rencana Keperawatan
Menurut Standar Intervensi Keperawatan Indonesia dan Standar
Luaran Keperawatan Indonesia, diagnosa pada pasien dengan
bronkopneumonia sebagai berikut :
a. Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif (D.0149)
Intervensi Rasional
I. 01011: Manajemen Jalan Napas - Untuk memantau frekuensi,
O:
kedalaman dan usaha napas
- Monitor pola napas
- Untuk memantau bunyi napas
- Monitor bunyi napas
tambahan
- Monitor tanda tanda - Untuk memantau kesadaran klien
vital T:
- Berikan oksigen - Untuk mempertahankan kepatenan

- Edukasi orang tua terkait kesadaran jalan napas


pasien - Agar keluarga paham mengenai
E:
- Ajarkan teknik batuk efektif kondisi klien
K: - Untuk mengeluarkan dahak klien
- Kolaborasi pemberian bronkodilator
- Untuk meredakan gejala penyakit
saluran napas
b. Gangguan Pertukaran Gas
Intervensi Rasional

I.01014: Pemantauan Respirasi

- Mengetahui perubahan nafas yang


O:
dialami pasien
- monitor frekuensi, irama, kedalaman
dan upaya nafas -

- Monitor pola nafas - Mengetahui pola nafas klien


- Mengetahui kemampuan batuk
- Monitor kemampuan batuk efektif
efektif klien
- Auskultasi bunyi nafas
- Untuk melihat apakah ada suara
- Monitor x-ray toraks
nafas tambahan
T
- Untuk melihat kondisi klien
- Atur interval pemantauan respirasi
sesuai kondisi pasien - Memantau kondisi pasien
- Dokumentasikan hasil pemantauan - Agar pasien mengetahui kondisi
E tubuhnya
- Jelaskan tujuan dan prosedur - Agar pasien paham penyakitnya
pemantauan - Agar pasien mengetahui kondisi
- Informasikan hasil pemantauan, jika tubuhnya
perlu
K: -
c. Intoleransi Aktivitas (D.0056)

Intervensi Rasional
I. 02060: Pemantauan Tanda Vital
O:
- Monitor tekanan darah - Untuk memantau kondisi klien
- Monitor nadi - Untuk memantau kondisi klien
- Monitor pernapasan - Untuk mengetahui pola napas klien
- Monitor suhu tubuh - Untuk melihat perubahan suhu klien
- Monitor oksimetri nadi - Untuk melihat kondisi klien
T: - Untuk data perawatan klien
- Dokumentasikan hasil - Agar keluarga memahami prosedur
pemantauan
pemantauan
E:
- Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan
- K: -
-
BAB III
STUDI KASUS

FORMAT PENGKAJIAN KDP

Tanggal Pengkajian : 1 November 2022

Ruang / kelas : R. Alamanda/ kelas 3

Nomor Register : 18318367

Diagnosa medis : Tuberkolosis paru

Tanggal Masuk : 30 Oktober 2022

a. INDENTITAS KLIEN
Nama Klien : Tn. H
Jenis kelamin : Laki-laki
Usia : 42 Tahun
Status Perkawinan : Kawin
Agama : Islam
Suku Bangsa : Betawi
Pendidikan : SMA
Bahasa Yang digunakan : Indonesia
Pekerjaan : Karyawan Swasta
Alamat : Kaliabang Harapan Indah, Pondok
ungu
Sumber biaya (pribadi,perusahaan, lain-lain) : JKN 3
Sumber informasi (pasien/keluarga) : Pasien dan keluarga

b. RIWAYAT KEPERAWATAN
1. Riwayat kesehatan sekarang
a. Keluhan utama : Tn. H mengatakan
sesak nafas, batuk, pusing, lemas, gerak atau jalan
sedikit langsung sesak.
b. Kronologis keluhan :
Tn. H masuk UGD pada tanggal 29 Oktober 2022,
klien mengatakan datang sendiri. Klien cemas dan
sering marah-marah, klien mengatakan lemas ketika
berjalan, sesak nafas, batuk, pusing, demam, mual,
muntah, nafsu makan menurun karena sesak. Klien
sulit tidur, berat badan menurun, suara terdengar
serak.
 Factor pencutes :
 Timbulnya keluhan : bertahap
 Lamanya : 1 bulan
 Upaya mengatasi : minum obat

2. Riwayat Kesehatan masa lalu.


a. Riwayat alergi (obat,makanan,binatang,lingkungan)
Tidak memiliki alergi terhadap makanan, minuman
dan obat-obatan
b. Riwayat kecelakaan
Tidak mengalami riwayat kecelakaan
c. Riwayat dirawat dirumah sakit (kapan,alasan dan
berapa lama)
Pernah di rawat di rumah sakit saat asma kambuh
d. Riwayat pemakaian obat
Obat rutin yang dikonsumsi atau menghisap inhaler

III.Pola Kesehatan Sehari-hari

Saat sakit Sebelum sakit


1.Pola Nutrisi
a. Makan
Frekuensi makan : ...... x/hari 2 x sehari 3 x sehari
Nafsu makan Kurang baik Sangat baik
Jenis makanan Lunak Lunak
Makanan tidak disukai Ikan Ikan
Makanan disukai Semua makanan Semua makanan
Makanan pantang Manis manis Manis manis
b.Minum
Frekuensi minum 3-4 Gelas/Hari 7-8 Gelas/Hari
Nafsu minum Tidak Baik Sangat Baik
Jenis minuman Air putih Air putih

Minuman tidak disukai Tidak ada Tidak ada


Minuman disukai Air mineral Air mineral
Minuman pantang Tidak ada Tidak ada

2.Eliminasi
a. BAB
Frekuensi 1x/hari 1-2x/hari
Waktu Tidak tentu Tidak tentu
Warna Kuning/coklat Khas
Bau Khas Khas
Konsistensi Lunak Lunak
Keluhan - Tidak ada
Pemakaian Pampers Tidak menggunakan
Laxatif/pencahar Tidak Menggunakan pencahar
Pencahar
b. BAK 5-6x/Hari
Frekuensi 5-6 x/Hari Kuning Bening
Warna Kuning Tidak ada
Keluhan yang berhubungan Tidak ada
dengan BAK

Saat sakit Sebelum sakit

3. Personal Hygiene
a. Mandi
Frekuensi 1x/Hari 1-2x/Hari
Pemakaian Sabun Menggunakan Sabun Menggunakan Sabun
b.Sikat gigi
Frekuensi 1x/Hari 1-2x/Hari
Pemakaian pasta gigi Menggunakan Pasta Menggunakan Pasta
gigi Gigi
c. Keramas
Frekuensi 3- 4 Hari sekali Setiap Mandi
Pemakaian shampo Menggunakan Menggunakan
Shampo Shampo
4. Pola Tidur
Lama tidur Tidak teratur 6-7 Jam/Hari
Tidur siang Kadang-kadang Tidak Tidur Siang
Kebiasaan sebelum tidur Sesak Nafas Tidak ada
Keluhan/masalah berkaitan Sering terbangun, Tidak ada keluhan
dengan tidur (sulit tidur/sering tidak nyaman saat Tidur selalu nyaman
bangun/mudah bangun/tidak tidur karena dada
puas tidur saat bangun) klien sakit dan selalu
sesak nafas

1. Pola aktivitas
Semua jenis kegiatan Kegiatan padat,
Lama kegiatan
dan aktifitas harian di berjualan
Jenis kegiatan
kurangi, hanya
Frekuensi kegiatan
melakukan ¼
kegiatan harian yang
dulu dilakukan dan
hanya terbaring di
tempat tidur

i. Data Fisik
a. Keadaan kesadaran :Compos Mentis
b. Tingkat kesadaran : 15
c. Tanda-tanda Vital
 Tekanan Darah : 140/100 Mmhg
 Suhu : 37o C
 Pernapasan : 28 x/Menit
 Nadi : 90 x/Menit
 Tinggi badan : 150 Cm
 Berat badan : Sebelum sakit 50kg
Saat sakit 38kg

1. PEMERIKSAAN FISIK
1) Kepala
a. Rambut : Rambut berwarna hitam,
sedikit ada ketombe, terlihat kusam dan berminyak, tidak ada
lesi, dan tidak ada kelainan.
b. Dahi : Finger print (-)
c. Palpebrae : Tidak ada kelainan
d. Sclera : An Ikterik
e. Konjungtiva : Anemis
f. Pupil : 2mm, reflek cahaya bagus,
Simetris
g. Hidung : Bersih, tidak terdapat cairan
dan lesi
h. Telinga : Bersih, tidak ada cairan dan
mendengar dengan baik
i. Leher :Tidak ada pembesaran vena
jugularis, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid,dan tidak terdapat
lesi

2) Badan
a. Thorak :
Keluhan : pasien sesak nafas
Inspeksi : pada saat melakukan inspeksi, bentuk dada simetris,
dengan frekuensi nafas 28x/menit, irama nafas tidak teratur, pola
nafas takipneu, tidak ada pernafasan cuping hidung, terpasang
nasal kanul (non rebreather mask 3lpm)
Palpasi : pada saat melakukan palpasi, taktil fremitus menurun,
ekspansi paru menurun.
Auskultasi : suara nafas terdengar suara ronkhi pada paru
b. Abdomen :
Keluhan : Tidak ada keluhan
c. Genitilia : Tidak ada kelainan
d. Anus : Tidak ada kelainan
e. Ekstrenitas atas dan bawah :
Ekstremitas atas : Tidak ada keluhan
Ekstremitas bawah : Kaki merasa lemas dan ketika berjalan nafas
sesak
3 3
3 3

3) Data penunjang
Pemeriksaan :
4) Therapy
Mengkonsumsi obat:
- Inj ranitidine 2x50mg
- Inj ceftriaxone 2x19mg
- Inj Methyl prednisolone 2x62,5mg
- Inhalasi v+p 1:1/8 jam
- Salbutamol 2x2mg

5) Pemeriksaan Diagnostik

6) Ringkasan Riwayat Keperawatan


Pasien mengalami sesak nafas, memiliki riwayat asma, dan
terdiagnosa positif TB paru
Masalah Keperawatan Kolabolasi
Gangguan oksigenasi
(Gangguan Pertukaran Gas) Konsumsi obat
Injranitidine 2x50mg,
Injceftriaxone
2x19mg, Inj Methyl
prednisolone
2x62,5mg, Inhalasi
v+p 1:1/8 jam ,
Salbutamol 2x2mg

ANALISA DATA

DATA PENYEBAB MASALAH


Data subjektif :
-Klien mengatakan dahak Bersihan jalan nafas tidak
tidak bisa keluar efektif Bersihan jalan nafas
-Klien mengatakan sesak tidak efektif
nafas
-Auskultasi paru terdengar Spasme jalan nafas
suara robkhi
Data objektif : Perubahan frekuensi
-Klien terlihat batuk nafas
-Klien tidak mampu batuk
karena sesak
-Suara terdengar serak
RR : 28x/Menit
Kekuatan otot : 3 3
3 3

Data subjektif :
-Klien mengatakan nafas
nya terasa sesak
-Klien mengeluh sulit tidur Gangguan pertukaran gas
Data objektif :
Klien terlihat sesak, Kerusakan membran Gangguan pertukaran gas
pernafasan ronkhi dan alveolar/perubahan
menggunakan otot bantu membran alveolus-kapiler
pernafasan.
Pola pernafasan abnormal
(sesak nafas)

Data subjektif : Ketidakmampuan menelan Defisit Nutrisi


-Klien mengatakan tidak makanan (sesak)
nafsu makan sejak
seminggu terakhit Kurang asupan makanan
-Klien mengatakan jika
makan ingin muntah
Berat badan dibawah
-Klien mengatakan jika rentang berat badan ideal
makan dada terasa sesak
Data objektif :
-Klien tampak lemah Mual, muntah

-Porsi makan yang


diberikan tampak tidak
habis
-BB sebelum sakit 50kg
BB sekarang 38kg

DIAGNOSA KEPERAWATAN

a. Bersihan jalan nafas tidak efektif bd spasme jalan napas dd batuk tidak
efektif , suara nafas terdengar ronkhi
b. Gangguan pertukaran gas bd kerusakan membran alveolar/perubahan
membran alveolus-kapiler dd pola nafas abnormal, pernafasan
28x/menit
c. Defisit nutrisi bd ketidakmampuan menelan makanan dd berat badan
turun dibawah rentang berat badan ideal
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

Nama Klien : Tn. H


Diagnosa Medis : Tuberkolosis Paru
Ruang : Alamanda

No. Diagnosa Tujuan Rencana Tindakan Rasional


Keperawatan

1. Bersihan jalan nafas I.01011:


Setelah dilakukan Manajemen
tidak efektif tindakan keperawatan O:
Jalan Nafas
berhubungan dengan selama 3x24 jam, • Untuk
diharapkan bersihan O:
spasme jalan nafas jalan napas meningkat mengetahui
dengan - Monitor pola frekuensi,
Kriteria Hasil : nafas (frekuensi,
kedalaman, dan
kedalaman, usaha
- Batuk efektif nafas usaha napas klien
meningkat (5)
• Untuk
- Monitor bunyi
- Produksi sputum nafas tambahan mengetahui
menurun (5) (mis. Ronkhi) apakah ada bunyi
- Mengi menurun napas tambahan
- Monitor sputum
(5) (jumlah, warna, atau suara stridor
aroma) dan ronkhi pada
- Wheezing
menurun (5) T: klien berkurang
• Untuk
- Ronkhi menurun - Pertahankan
(5) kepatenan jalan mengetahui
napas dengan karakteristik
- Frekuensi nafas head-tilt dan chin
membaik (5) sputum
lift (jaw- thrust
jika curiga trauma T:
- Pola nafas
sevikal) • Head-tilt dan
membaik (5)
chin-tilt bertujuan
- Posisikan semi
fowler atau untuk mencegah
fowler lidah

- Berikan minum menghalangi


hangat jalan napas.
• Posisi Semi
- Lakukan
fisioterapi dada, Fowler atau
jika perlu Fowler
- Lakukan membantu untuk
penghisapan pengembangan
lendir kurang dari
paru dan
15 detik
mengurangi sesak
- Lakukan
napas
hiperoksigenasi
sebelum • Minuman hangat
penghisapan dapat membantu
endotrakeal melegakan jalan
- Keluarkan napas yang
sumbatan benda tersumbat
padat dengan
• Fisioterapi dada
forsep McGill
bertujuan untuk
- Berikan oksigen mengeluarkan
pemberian
sputum serta
nebulizer dan
fisioterapi dada perbaikan
ventilasi pada
E:
paru
- Anjurkan asupan
• Penghisapan
cairan 2000
ml/hari, jika tidak lendir bertujuan
kontraindikasi untuk

- Anjurkan teknik membersihkan


batuk efektif dan lendir yang
fisioterapi dada menghalangi
K: jalan napas
• Melakukan
- Kolaborasi
pemberian hiperoksigenasi
ekspektoran, bertujuan untuk
mukolitik, jika mencegah
perlu hipoksemi
• Pemberian
oksigen bertujuan
untuk
mengurangi sesak
napas
E:
• Asupan cairan
2000ml/hari
berfungsi untuk
meningkatkan
atau mencukupi
kadar oksigen
yang diperlukan
tubuh
• Teknik batuk
efektif bertujuan
untuk melatih
otot pernapasan
dan melakukan
fungsinya dengan
baik.
K:
Untuk membantu
melegakan jalan
napas

2. Gangguan pertukaran Setelah dilakukan I. 01014: Pemantauan O:


gas berhubungan tindakan keperawatan Respirasi - Untuk mengetahui
dengan kerusakan selama 3x24 jam, maka O : frekuensi ,irama
kedalaman dan
membran pertukaran gas - Monitor upaya nafas
alveolar/perubahan meningkat dengan frekuensi, - Untuk mengetahui
membran alveolus- irama, perubahan pola
Kriteria Hasil : kedalaman, nafas klien
kapiler
dan upaya
- Untuk mengetahui
 Tingkat kesadaran napas sumbatan jalan
meningkat (5) - Monitor pola napas pada klien
napas - Untuk memantau
 Pola napas membaik bunyi napas klien
- Monitor
(5) adanya - Untuk mengetahui
sumbatan jalan kadar oksigen
napas dalam darah klien

- Auskultasi - Untuk memantau


bunyi napas kemampuan paru-
paru mengirim O2
- Monitor ke dalam darah
saturasi
T:
oksigen
Untuk mengetahui
- Monitor nilai
AGD perkembangan

T: keadaan dari klien

Dokumentasikan
hasil pamantauan
3 Defisit nutrisi L.03030): (I.03119) : O:
Manajemen Nutrisi • Untuk
berhubungan dengan
Status Nutrisi memantau status
ketidakmampuan O:
nutrisi klien
menelan makanan Setelah dilakukan - Identifikasi
intervensi selama 3 x 24 status nutrisi • Agar klien
- Identifikasi tertarik dengan
jam maka status nutrisi
alergi dan makanannya
membaik, dengan kriteria inoleransi
hasil : makanan • Untuk
- Identifikasi memenuhi
- Berat badan membaik kebutuhan kebutuhan
kalori dan jenis nutrisi klien
(5)
nutrien
- Indeks massa tubuh - Identifikasi • Untuk melihat
(IMT) membaik (5) perlunya perkembangan
penggunaan klien
- Membran mukosa
selang
membaik (5) nasogasrik • Untuk
- Nafsu makan - Monitor memantau BB
membaik (5) asupan klien
makanan
- Monitor berat • Untuk melihat
badan perkembangan
- Monitor hasil status klien
pemeriksaan
laboratorium T:
T: • Agar klien
- Berikan mengetahui
suplemen pedoman
makanan, jika dietnya
perlu
- Hentikan • Agar klien
pemberian tertarik dengan
makan melalui makanannya
selang
nasogatrik jika •  Untuk
asupan oral memenuhi
dapat kebutuhan
ditoleransi energi & protein
E: klien
- Anjurkan
posisi duduk,
• Untuk
jika mampu menambah
K: nafsu makan

- Kolaborasi K:
dengan ahli  Untuk menentukan
gizi untuk
jumlah kalori dan
menentukan
jumlah kalori jenis nutrien yang
dan jenis dibutuhkan
nutrien yang
dibutuhkan,
jika perlu

IMPLEMENTSI KEPERAWATAN
Nama Klien : Tn. H
Diagnosa Medis : Tuberkulosis Paru
Ruang : Alamanda

No. Diagnosa Keperawatan Implementasi

DX Bersihan jalan nafas tidak efektif  Memonitor pola napas


1 berhubungan dengan spasme jalan nafas Hasil : Pasien sesak nafas, RR : 28x/menit
tampak retraksi dinding dada
 Memonitor bunyi napas tambahan
Hasil : suara napas pasien stridor dan
ronkhi
 Pemberian oksigen
Hasil : pasien diberikan terapi O2 NRM 6
liter dan pemberian nebulizer setelah itu
lakukan fisioterapi dada pada pasien
 Memonitor efek stimulus lingkungan
Hasil : Perawat menganjurkan untuk
mengatur pencahayaan ruangan ketika
tidur untuk mengurangi rangsangan
stimulus
 Mempertahankan sterilitas sistem
pemantauan
Hasil : Hasil pemantauan pengobatan
pasien dalam keadaan steril
 Menjelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
Hasil : Keluarga mulai memahami tujuan
dan prosedur pengobatan
 Menginformasikan hasil pemantauan, jika
perlu
Hasil : Keluarga dan pasien mengetahui
hasil pemantauan perkembangan penyakit
tersebut dari dokter dan perawat
DX Bersihan jalan nafas tidak efektif  Memonitor pola napas
1 berhubungan dengan spasme jalan nafas Hasil : Pasien sesak nafas, RR : 26x/menit
tampak retraksi dinding dada
 Memonitor bunyi napas tambahan
Hasil : suara napas pasien stridor dan
ronkhi
 Pemberian oksigen
Hasil : pasien diberikan terapi O2 NRM 4
liter dan pemberian nebulizer setelah itu
lakukan fisioterapi dada pada pasien
 Memonitor efek stimulus lingkungan
Hasil : Perawat menganjurkan untuk
mengatur pencahayaan ruangan ketika
tidur untuk mengurangi rangsangan
stimulus
 Mempertahankan sterilitas sistem
pemantauan
Hasil : Hasil pemantauan pengobatan
pasien dalam keadaan steril
 Menjelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
Hasil : Keluarga mulai memahami tujuan
dan prosedur pengobatan
 Menginformasikan hasil pemantauan, jika
perlu
Hasil : Keluarga dan pasien mengetahui
hasil pemantauan perkembangan penyakit
tersebut dari dokter dan perawat

DX Bersihan jalan nafas tidak efektif  Memonitor pola napas


1 berhubungan dengan spasme jalan nafas Hasil : Pasien sesak nafas, RR : 24x/menit
tampak sudah tidak ada retraksi dinding
dada
 Pemberian oksigen
Hasil : pasien sudah tidak memakai
oksigen tambahan
 Memonitor efek stimulus lingkungan
Hasil : Perawat menganjurkan untuk
mengatur pencahayaan ruangan ketika
tidur untuk mengurangi rangsangan
stimulus
 Mempertahankan sterilitas sistem
pemantauan
Hasil : Hasil pemantauan pengobatan
pasien dalam keadaan steril
CATATAN PERKEMBANGAN
Nama Klien : Tn. H
Diagnosa Medis : Tuberkolosis paru
Ruang : Alamanda
TGL DIAGNOSA EVALUASI PARAF
KEPERAWATAN MHS CI
11/11/20 Bersihan jalan nafas S : Keluarga mengatakan saat menjenguk
tidak efektif klien masih terlihat sesak napas
O : RR : 28x/menit, pasien tampak retraksi
berhubungan dengan
dinding dada
spasme jalan nafas
A : Masalah Belum Teratasi
P : Intervensi Dilanjutkan
• Monitor pola napas (frekuensi,
kedalaman, usaha napas) setiap
10 menit
• Monitor bunyi napas tambahan
setiap 10 menit
• Berikan oksigen 6 liter
• Kolaborasi pemberian
farmakologis :
 Inj ranitidine 2x50mg,
 Inj ceftriaxone 2x19mg,
 Inj Methyl prednisolone
2x62,5mg,
 Inhalasi v+p 1:1/8 jam ,
 Salbutamol 2x2mg
12/11/20 Bersihan jalan nafas S : Keluarga mengatakan saat menjenguk
tidak efektif klien masih terlihat sesak napas
O : RR : 26x/menit, pasien tampak sudah
berhubungan dengan
tidak ada retraksi dinding dada
spasme jalan nafas
A : Masalah belum teratasi
P : Intervensi dilanjutkan
• Monitor pola napas (frekuensi,
kedalaman, usaha napas) setiap
10 menit
• Monitor bunyi napas tambahan
setiap 10 menit
• Berikan oksigen 5 liter
• Kolaborasi pemberian
farmakologis :
 Inj ranitidine 2x50mg,
 Inj ceftriaxone 2x19mg,
 Inj Methyl prednisolone
2x62,5mg,
 Inhalasi v+p 1:1/8 jam ,
 Salbutamol 2x2mg

13/11/20 Bersihan jalan nafas S : Keluarga mengatakan saat menjenguk


tidak efektif klien masih terlihat sedikit sesak napas
O : RR : 24x/menit, pasien tampak sudah
berhubungan dengan
tidak ada retraksi dinding dada
spasme jalan nafas
A : Masalah teratasi
P : Intervensi di hentikan
BAB IV
TELAAH JURNAL

A. Standar Prosedur Operasional Fisioterapi Dada

Pengertian Fisioterapi dada adalah suatu rangkaian tindakan


keperawatan yang terdiri atas perkusi (clapping), vibrasi,
dan postural
drainage
Tujuan a. Membantu melepaskan atau mengeluarkan sekret yang
melekat di jalan napas dengan memanfaatkan gaya
gravitasi.
b. Memperbaiki ventilasi.
c. Meningkatkan efisiensi otot-otot pernapasan.
d. Memberi rasa nyaman.
Indikasi a. Terdapat penumpukan sekret pada saluran napas yang
dibuktikan dengan pengkajian fisik, X Ray dan data
Klinis.
b. Sulit mengeluarkan sekret yang terdapat pada saluran
pernapasan.
Kontraindikasi a. Hemoptisis
b. Penyakit jantung
c. Serangan Asma Akut
d. Deformitas struktur dinding dada dan tulang belakang
e. Nyeri meningkat
f. Kepala pening
g. Kelemahan
Persiapan alat a. Stetoskop
b. Handuk
c. Sputum pot
d. Handscoon
e. Tissue
f. Bengkok
g. Alat tulis
Persiapan a. Salam terapeutik
pasien b. Menjelaskan prosedur dan tujuan kepada responden
c. Menjaga privasi pasien
d. Memberikan informed consent
e. Longgarkan pakaian atas pasien
f. Periksa nadi dan tekanan darah
g. Ukur Saturasi Oksigen, Frekuensi nafas dan produksi
sputum
Persiapan a. Memiliki pengetahuan anatomi dan fisiologi sistem
perawat pernapasan, sistem peredaran darah
b. Memiliki pengetahuan tentang pemeriksaan fisik sistem
pernafasan
Tahap Pelaksanaan Waktu
1. Posturnal Drainase 5
a. Perawat mencuci tangan, lalu memasang sarung tangan menit
b. Auskultasi area lapang paru untuk menentukan lokasi sekret
c. Posisikan pasien pada posisi berikut untuk sekret-sekret di area
target segmen/ lobus paru pada:
- Bronkus Apikal Lobus Anterior Kanan dan Kiri atas Minta
pasien duduk di kursi, bersandar pada bantal
- Bronkus Apikal Lobus Posterior Kanan dan Kiri Atas Duduk
membungkuk, kedua kaki ditekuk, kedua tangan memeluk
tungkai atau bantal
- Bronkus Lobus Anterior Kanan dan Kiri Atas Supinasi datar
untuk area target di segmen anterior kanan dan kiri atas
- Lobus anterior kanan dan kiri bawah Supinasi dengan posisi
trendelenburg. Lutut menekuk di atas bantal
- Lobus kanan tengah. Supinasi dengan bagian dada kiri/ kanan
lebih ditinggikan, dengan posisi trendelenburg (bagian kaki
tempat tidur di tinggikan)
- Lobus tengah anterior Posisi sim’s kanan/ kiri disertai posisi
trendelenburg
- Lobus bawah anterior Supinasi datar dan posisi trendelenburg
- Lobus bawah posterior Pronasi datar dengan posisi trendelenburg
- Lobus lateral kanan bawah. Miring kiri dengan lengan bagian
atas melewati kepala disertai dengan posisi trendelenburg
- Lobus lateral kiri bawah Miring kiri dengan lengan bagian atas
melewati kepala disertai dengan posisi trendelenburg
2. Perkusi dada (clapping) 1-2
a. Letakkan handuk diatas kulit pasien menit
b. Rapatkan jari-jari dan sedikit difleksikan membentuk mangkok
tangan
c. Lakukan perkusi dengan menggerakkan sendi pergelangan tangan,
prosedur benar jika terdengar suara gema pada saat perkusi
d. Perkusi seluruh area target, dengan menggunakan pola yang
sistematis
3. Vibrasi Dada 5-8
a. Instruksikan pasien untuk tarik nafas dalam dan mengeluarkan menit
napas perlahan-lahan
b. Pada saat buang napas, lakukan prosedur vibrasi, dengan teknik:
Tangan non dominan berada dibawah tangan dominan, dan
diletakkan pada area target.
c. Instruksikan untuk menarik nafas dalam
d. Pada saat membuangn napas, perlahan getarkan tangan dengan
cepat tanpa melakukan penekanan berlebihan
e. Posisikan pasien untuk dilakukan tindakan batuk efektif
Total ± 15
menit
(Sumber : Pakpahan R.E., 2020)
B. Telaah Jurnal

N Nama jurnal Judul terkait Nama peneliti Tahu Hasil penelitian


o n
1. Jurnal Pengaruh fisioterapi Marlina 2019 Ada pengaruh
keperawatan. dada terhadap lumbantoruan, fisioterapi dada
Vol 9 no 2 frekuensi saruza, heztin terhadap frekuensi
pernafasan pada damaris lase,elis pernafasan
pasien tb paru di rsu anggeria
royal prima medan
2. Jurnal cendikia Penerapan Kurnia rifki 2022 Setelah dilakukan
muda fisioterapi dada ashari, sri fisioterapi dada dan
dan batuk efektif nurhayati, batuk efektif
untuk mengatasi ludiana terbukti efektif
masalah untuk menurunkan
keperawatan RR dari 28 x/menit
bersihan jalan ke 22xmenit, dan
nafas pada pasien subjek dari tidak
TB paru di kota mampu
metro mengeluarkan
sputum hingga
subjek mampu
mengeluarkan
sputum.
3. Jurnal Penerapan Ria dila syahfitri 2020 Penerapan
kesehatan fisioterapi dada fisioterapi dada
dalam mengatasi paling lama 2 hari
ketidakefektifan secara rutin, baik
bersihan jalan dan benar dapat
nafas pada pasien mengatasi
tb paru ketidakefektifan
bersihan jalan nafas
pada pasien TB
paru.
4. Media Penerapan Hidayah widias 2019 Fisioterapi dada
publikasi fisioterapi dada ningrum, yuli memberikan
penelitian terhadap widiastuti, anik manfaat dalam
ketidakefektifan enikmawati meningkatkan
bersihan jalan efektiiftas bersihan
nafas pada pasien jalan nafas yang
bronkitis usia pra meliputi frekuensi
sekolah pernafasan pasien
dalam batas normal,
pasien mampu
mengeluarkan
sputum, tidak ada
suara nafas
tambahan, batuk
berkuran.
5. Jurnal ilmiah Pengaruh Indra dewi, 2017 Terdapat perbedaan
kesehatan fisioterapi dada irmayani, jumlah pengeluaran
diagnosis dalam upaya hasanuddin secret yang
volume 10 no peningkatan bermakna sebeum
6 pengeluaran secret dan sesudah
pada penderitaTB dilakukan fisoterapi
paru d balai besar dada lebih kecil
kesehataan paru dibandingkan
masyarakat jumlah secret
(BBKPM) sesudah tindakan
makassar fisioterapi dada,
pada penderita TB
paru dib alai besar
kesehatan paru
masyarakat
makassar.
6. Health Fisioterapi dada Rusna tahir, dhea 2019 Fisioterapi
information, dan batuk efektif sri ayu imalia, dada dan batuk
jurnal sebagai siti muhsinah efektif dapat
penelitian pelaksanaan digunakan sebagai
ketidakefektifan penatalaksanaan
bersihan jalan ketidakefektifan
nafas pada pasien bersihan jalan nafas
TB paru di rsud pada pasien TB paru
kota kendari dengan kriteria hasil
kepatenan jalan
nafas yang di tandai
dnegan frekuensi
nafas normal, irama
nafas teratur, dan
tidak ada suara nafas
tambahan, pasien
mampu
mengeluarkan
sputum.
7. Mahakam Implementasi Defina 2022 Berdasarkan
nursing jurnal batuk efektif dan puspitasari, suci hasil penelitian yang
vol 2 no 11 fiisoterapi dada khasanah sudah dilakukan
pada Tn. M mengenai tindakan
dengan latihan batuk efektif
tubercolosis paru pada pasien
tubercolisis paru di
ruang dewadaru rsud
kardina tegal dapat
di simpulkan bahwa
tindakan batuk
efektif dan
fisioterapi dada
dapat efektif untuk
mengeluarkan
sputum pasien.

C. Jurnal Pilihan Kelompok Sebagai Bahan Acuan Case Study


Penerapan Fisioterapi Dada Dan Batuk Efektif Untuk Mengatasi Masalah
Keperawatan Bersihan Jalan Nafas Pada Pasien TB Paru Di Kota Metro
Kurnia Rifki Ashari 1) , Sri Nurhayati 2) , Ludiana 3)
Email : krifki884@gmail.com
PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil penerapan fisioterapi dada dan batuk efektif didapatkan
bahwa pada hari pertama sebelum penerapan didapatkan RR Tn. Y 28x/menit dan
setelah penerapan menurun menjadi 26x/menit namun masih berada diatas ambang
batas normal, hari kedua sebelum penerapan belum terajdi perubahan nilai RR yaitu
masih 26x/menit dan setelah penerapan menurun menjadi 24x/menit sampai dengan
hari ke tiga setelah penerapan kembali menurun menjadi 22x/menit.
Hasil pengukuran suara nafas sebelum penerapan hari pertama sampai hari ke
tiga masih terdengar suara ronkhi, dan di hari ke tiga setelah intervensi sudah tidak
terdengar suara ronkhi.
Penelitian juga menunjukkan bahwa setelah dilakukan tindakan fisioterapi
dada dan batuk efektif terjadi perubahan kepatenan jalan nafas yang ditandai
dengan RR normal (24x/menit), irama nafas teratur, tidak ada ronkhi, hingga pasien
mampu mengelurkan sputum.
Fisioterapi dada dan batuk efektif dapat membantu memperbaiki bersihan jalan
nafas karena dengan melakukan perkusi maka secret yang tertahan atau melekat
pada bronkus akan terlepas, kemudian dengan melakukan vibrasi berupa kompresi
dan geratal manual pada dinding dada selama fase ehkalasi pernafasan akan
menggerakkan secret ke jalan nafas yang lebih besar sehingga saat melakukan batuk
efektif secret akan lebih mudah keluar.

BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh
kuman dari kelompok Mycobacterium yaitu Mycobacterium tuberculosis. Sumber
penularan adalah pasien TB BTA positif melalui percik renik dahak yang
dikeluarkannya. Tuberkulosis (TB) adalah infeksi bakteri yang dapat menyerang
hampir semua bagian tubuh, tetapi paling sering menyerang paru-paru, kondisi ini
disebut ‘tuberkulosis paru-paru.
Salah satu therapy yang digunakan dalam mengeluarkan dahak adalah
penerapan fisioterapi dada. Pemberian fisioterapi dada dapat membantu
membersihkan dan mengeluarkan secret serta melonggarkan jalan napas.

B. SARAN
a. Bagi Rumah Sakit
Penulisan ini dapat memberikan manfaat bagi institusi RSUD dr.
Chasbullah Abdulmadjid Kota Bekasi dalam rangka penerapan tindakan
keperawatan kolaboratif terutama yang berhubungan dengan penerapan
fisioterapi dada. Diharapkan tingkat keberhasilan dalam pemulihan pasien,
menurunkan lama perawatan dan biaya perawatan pasien.
b. Bagi Mahasiswa
Sebagai landasan bagi pengembangan penulisan tentang penerapan
fisioterapi dada pada pasien dengan Tuberkolosis paru. Selain itu
penelitian ini dapat dijadikan kerangka acuan bagi penulisan dalam
memberikan tindakan keperawatan kolaboratif dalam membantu
mengencerkan dahak pada pasien.

c. Bagi Institusi
Dapat memberi manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan dalam
bidang keperawatan, terutama yang berkaitan dalm mengencerkan dahak
pada pasien dengan penerapan batuk efektif dan fisioterapi dada
khususnya pada pasien dengan tuberkolosis paru.
d. Bagi Pasien
Dapat memberi manfaat bagi pasien untuk dapat mengurangi produksi
sputum sehingga mempercepat pemulihan.

DAFTAR PUSTAKA
Tim Pokja. (2017). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan Pengurus
Pusat PPNI
Tim Pokja. (2017). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan Pengurus
Pusat PPNI
Tim Pokja. (2017). Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan Pengurus
Pusat PPNI

Anda mungkin juga menyukai