Anda di halaman 1dari 85

Laporan Kasus

PENDEKATAN PELAYANAN KEDOKTERAN KELUARGA


PADA PASIEN HYPERTENSIVE HEART DISEASE DI
LINGKUNGAN KLINIK DOKTER KELUARGA
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
PALEMBANG

Oleh
Putri Oktaria, S.Ked
712019061

Pembimbing:
dr. Ardi Artanto, M.KK.,Sp.OK

DEPARTEMEN ILMU KEDOKTERAN KELUARGA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH PALEMBANG
2021

i
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Kasus:
Pendekatan Pelayanan Kedokteran Keluarga Pada Pasien
Hypertensive Heart Disease Di Lingkungan Klinik
Dokter Keluarga Universitas Muhammadiyah
Palembang

Oleh:
Putri Oktaria, S.Ked
712019061

Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat untuk mengikuti Ujian
Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian Ilmu Kedokteran Keluarga Fakultas
Kedokteran Universitas Muhammadiyah Palembang.

Palembang, Oktober 2021

Menyetujui

dr. Ardi Artanto, M.KK.,Sp.OK

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan
karunia- Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul
“Pendekatan Pelayanan Kedokteran Keluarga Pada Pasien Hypertensive Heart
Disease di Lingkungan Klinik Dokter Keluarga Universitas Muhammadiyah
Palembang”sebagai salah satu syarat untuk mengikuti Kepaniteraan Klinik di
Bagian Ilmu Kedokteran Keluarga Fakultas Kedokteran Universitas
Muhammadiyah Palembang. Salawat dan salam selalu tercurah kepada Rasulullah
Muhammad SAW beserta para keluarga, sahabat, dan pengikutnya sampai akhir
zaman.
Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini belum sempurna. Oleh karena
itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun sebagai
bahan pertimbangan perbaikan di masa mendatang.

Dalam penyelesaian laporan kasus ini, penulis banyak mendapat bantuan,


bimbingan, dan saran dari berbagai pihak, baik yang diberikan secara lisan
maupun tulisan. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa hormat
dan terima kasih kepada dr. Ardi Artanto, M.KK.,Sp.OKselaku penguju yang
telah memberikan masukan, arahan, serta bimbingan dalam penyelesaian laporan
kasus ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada rekan sejawat
seperjuangan serta semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan
laporan kasus ini.
Semoga Allah SWT memberikan balasan pahala atas segala amal yang
telah diberikan dan semoga telaah jurnal ini dapat bermanfaat bagi semua dan
perkembangan ilmu pengetahuan kedokteran. Semoga selalu dalam lindungan
Allah SWT. Amin.
Palembang, Oktober 2021

Penulis

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.................................................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN..................................................................................ii
KATA PENGANTAR..............................................................................................iii
DAFTAR ISI.............................................................................................................iv

BAB I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang...............................................................................1
1.2. Rumusan Masalah..........................................................................3
1.3. Tujuan Penulisan............................................................................3
1.3.1. Tujuan Umum.......................................................................3
1.3.2. Tujuan Khusus......................................................................3
1.4. Manfaat Penulisan..........................................................................3
1.4.1. Bagi Mahasiswa....................................................................3
1.4.2. Bagi Puskesmas....................................................................3

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Hipertensi........................................................................................4
2.2 Hypertensive Heart
Disease…………………………………...15
2.3 Kedokteran Keluarga………………………………………….32
2.4 Home Visit…………………………………………………….45

BAB III. LAPORAN KASUS


3.1. Identitas..........................................................................................51
3.2. Subjektif.........................................................................................52
3.3. Objektif..........................................................................................55
3.4. Diagnosis Kerja..............................................................................57
3.5. Tatalaksana.....................................................................................57
3.6. Prognosis........................................................................................58
3.7. Analisis Kunjungan Rumah (Home Visit)......................................58

BAB IV PEMBAHASAN
4.1. Analisa kasus..................................................................................60
4.2. Identifikasi Fungsi Keluarga..........................................................60
4.3. Diagnosis Kedokteran Keluarga.....................................................71

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN


5.1. Kesimpulan....................................................................................72
5.2. Saran..............................................................................................72

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................73
LAMPIRAN..............................................................................................................75

iv
v
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Terwujudnya keadaan sehat merupakan kehendak semua pihak, tidak hanya
oleh orang per orang atau keluarga tetapi juga oleh kelompok bahkan oleh seluruh
anggota masyarakat 1. Salah satu cara dalam mewujudkan keadaan masyarakat
yang sehat melalui pendekatan kedokteran keluarga sebagai upaya
penyelenggaraan pelayanan kesehatan tingkat primer dalam memenuhi
ketersediaan, ketercapaian, keterjangkauan dan kesinambungan mutu pelayanan
kesehatan bagi masyarakat sampai paripurna 2. Tentunya saat ini telah banyak
negara yang telah menjalankan pendekatan kedokteran keluarga dalam
pelayanannya 3.
Diketahui World Health Organization (2003) menekankan bahwa kunci untuk
meningkatkan status kesehatan dan mencapai Millenium Development Goals
(MDGs) 2015 adalah dengan memperkuat sistem pelayanan kesehatan primer
(Primary Health Care). Perlu adanya integrasi dari Community Oriented Medical
Education (COME) ke Family Oriented Medical Education (FOME), salah
satunya adalah dengan pelayanan kedokteran keluarga yang melaksanakan
pelayanan kesehatan holistik meliputi usaha promotif, preventif, kuratif, dan
rehabilitatif dengan pendekatan keluarga 4.
Tentunya kedokteran keluarga berperan penting dalam wejudukan bentuk
pelayanan tersebut. Kedokteran keluarga adalah pelayanan kedokteran yang
bersifat menyeluruh dan memusatkan pelayanan kepada orientasi keluarga sebagai
suatu unit dimana tanggung jawab dokter terhadap pelayanan kesehatan tidak
dibatasi golongan umur, jenis kelamin, organ tubuh maupun penyakit tertentu
dengan dasar pelayanan menggunakan model biopsikososial1,3. Konsep
pendekatan yang semula hanya pada individu dikembangkan lebih luas pada
keluarga bahkan pada komunitas di sekitar kehidupan pasien. Konsep ini
memperkenalkan keluarga sebagai unit of care, dengan fokus utama pelayanan
ditujukan pada pasien dalam konteks keluarganya. Untuk itu, keterlibatan anggota

1
keluarga dalam proses menegakkan diagnosis suatu penyakit serta menatalaksana
masalah kesehatan merupakan bentuk partisipasi aktif pada pelayanan dan
perawatan kesehatan 3.
Salah satu penyakit yang hingga kini masih menjadi perhatian khusus dalam
dunia kesehatan adalah Hipertensi. Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah
salah satu penyebab utama mortalitas dan morbiditas di Indonesia. Seseorang
dikatakan mengalami hipertensi apabila nilai tekanan darah sistolik ≥140 mmHg
atau diastolik ≥90 mmHg pada pemeriksaan yang berulang. Penyakit ini disebut
sebagai silent killer karena penyakit ini mematikan namun sering kali tidak
menunjukkan gejala (asimptomatik) 3. Menurut WHO sebanyak 1,13 miliar
orang di dunia menyandang hipertensi yang 2/3 di antaranya tinggal di negara
dengan pendapatan perkapita rendah dan menengah. Selain itu, hipertensi
merupakan salah satu penyebab utama kematian di dunia, dan menyebabkan
setidaknya 45% kematian karena penyakit jantung. WHO mengestimasikan
prevalensi hipertensi secara global saat ini sebesar 22% dari total penduduk dunia,
dan dari sejumlah penyandang hipertensi tersebut hanya kurang dari seperlima
5
yang melakukan upaya pengendalian terhadap tekanan darah . Diketahui
sebanyak 50-60% penderita hipertensi akan mengalami risiko gagal jantung 6.
Salah satu dampak dari kurangnya pengendalian terhadap tekanan darah tinggi
yaitu dapat mengalami Hypertensive Heart Disease (HHD). HHD adalah suatu
penyakit yang berkaitan dengan dampak skunder pada pada jantung akibat dari
hipertensi sistemik dalam jangka lama dan berkepanjangan. Keadaan ini merujuk
pada hipertensi yang tidak terkendali sehingga membuat perubahan struktur
miokard, pembuluh darah dan sistem konduksi jantung. Perubahan-perubahan ini
dapat menyebabkan komplikasi berupa left ventricle hypertrophy (LVH), penyakit
arteri koroner, gangguan sistem konduksi jantung, disfungsi sistolik dan diastolik
sehingga akan bermanifestasi klinis sebagai angina (nyeri dada), infark miokard,
aritmia jantung dan gagal jantung kongestif 7. Jumlah penderita ini hingga kini
belum diketahui secara pasti namun dari beberapa studi kasus disebutkan
penderita hipertensi akan berkembang menjadi penyakit jantung 6.
Proses pelayanan dokter keluarga dapat lebih berkualitas bila didasarkan pada
hasil penelitian ilmu kedokteran terkini (evidence based medicine). Oleh karena

2
itu, laporan kasus ini dibuat sebagai bahan diskusi dan pembelajaran bagi calon
dokter lulusan fakultas kedokteran Universitas Muhammadiyah Palembang.

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimana upaya penanganan penyakit hypertensive heart disease di
lingkungan Klinik Dokter Keluarga Universitas Muhammadiyah Palembang?

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui pendekatan kedokteran keluarga pada pasien dengan
hypertensive heart disease di lingkungan Klinik Dokter Keluarga
Universitas Muhammadiyah Palembang
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mahasiswa memahami prinsip-prinsip pelayanan kedokteran
keluarga dalam mengatasi masalah Hypertensive Heart Disease.
2. Memahami cara-cara untuk melakukan home visit

1.4 Manfaat
1.4.1 Manfaat Bagi Mahasiswa
Sebagai sarana pembelajaran dan pelatihan dalam upaya pelayanan
kesehatan dengan menerapkan prinsip-prinsip kedokteran keluarga
Klinik Dokter Keluarga Universitas Muhammadiyah Palembang.
1.4.2 Manfaat Bagi Klinik Dokter Keluarga
Mengetahui pendekatan kedokteran keluarga pada pasien dengan
Hypertension Heart Disease di lingkungan Klinik Dokter Keluarga
Universitas Muhammadiyah Palembang

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Hipertensi
1. Definisi
Hipertensi merupakan keadaan dimana tekanan darah sistolik (TDS)

≥140 mmHg dan/atau tekanan darah diastolik (TDD) ≥90 mmHg. Secara
umum, hipertensi merupakan suatu keadaan tanpa gejala, dimana tekanan
yang abnormal tinggi di dalam arteri menyebabkan meningkatnya resiko
terhadap stroke, aneurisma, gagal jantung, serangan jantung dan kerusakan

ginjal8,9.
Hipertensi merupakan suatu keadaan terjadinya peningkatan tekanan

darah yang memberi gejala berlanjut pada suatu target organ tubuh

sehingga bisa menyebabkan kerusakan lebih berat seperti stroke (terjadi

pada otak dan berdampak pada kematian yang tinggi), penyakit jantung

koroner (terjadi pada kerusakan pembuluh darah jantung) serta

penyempitan ventrikel kiri / bilik kiri (terjadi pada otot jantung). Selain

penyakit tersebut dapat pula menyebabkan gagal ginjal, diabetes mellitus

dan lain-lain10.

Kriteria normal (normotensi) digunakan bila tekanan darah <130/85


mmHg dan berlaku untuk orang dewasa (≥ 18 tahun) yang tidak sedang
memakai obat anti hipertensi (OAH) dan tidak menderita penyakit akut 11.

2. Epidemiologi
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018 menunjukkan
peningkatan prevalensi hipertensi di Indonesia dengan jumlah penduduk
sekitar 260 juta adalah 34,1% dibandingkan 27,8% pada Riskesdas tahun
2013. Sejalan dengan bertambahnya usia, hampir setiap orang mengalami

4
kenaikan tekanan darah; tekanan sistolik terus meningkat sampai usia 80
tahun dan tekanan diastolik terus meningkat sampai usia 55-60 tahun,
kemudian berkurang secara perlahan atau bahkan menurun drastis 8,9.

3. Etiologi
Hipertensi merupakan suatu penyakit dengan kondisi medis yang

beragam. Pada kebanyakan pasien etiologi patofisiologi-nya tidak

diketahui (essensial atau hipertensi primer). Hipertensi primer ini tidak

dapat disembuhkan tetapi dapat di kontrol. Kelompok lain dari populasi

dengan persentase rendah mempunyai penyebab yang khusus, dikenal

sebagai hipertensi sekunder. Banyak penyebab hipertensi sekunder;

endogen maupun eksogen. Bila penyebab hipertensi sekunder dapat

diidentifikasi, hipertensi pada pasien-pasien ini dapat disembuhkan secara

potensial12.

a. Hipertensi primer (essensial)

Hipertensi yang penyebabnya tidak diketahui (idiopatik),

walaupun dikaitkan dengan kombinasi faktor gaya hidup seperti

kurang bergerak (inaktivitas) dan pola makan. Terjadi pada sekitar

90% penderita hipertensi. Lebih dari 90% pasien dengan hipertensi

merupakan hipertensi essensial (hipertensi primer). Literatur lain

mengatakan, hipertensi essensial merupakan 95% dari seluruh kasus

hipertensi. Beberapa mekanisme yang mungkin berkontribusi untuk

terjadinya hipertensi ini telah diidentifikasi, namun belum satupun

teori yang tegas menyatakan patogenesis hipertensi primer tersebut

5
13.

Hipertensi sering turun temurun dalam suatu keluarga, hal ini

setidaknya menunjukkan bahwa faktor genetik memegang peranan

penting pada patogenesis hipertensi primer. Menurut data, bila

ditemukan gambaran bentuk disregulasi tekanan darah yang

monogenik dan poligenik mempunyai kecenderungan timbulnya

hipertensi essensial. Banyak karakteristik genetik dari gen-gen ini

yang mempengaruhi keseimbangan natrium, tetapi juga di

dokumentasikan adanya mutasi-mutasi genetik yang merubah ekskresi

kallikrein urine, pelepasan nitric oxide, ekskresi aldosteron, steroid

adrenal, dan angiotensinogen13.

b. Hipertensi sekunder

Hipertensi yang diketahui penyebabnya. Pada sekitar 5-10%

penderita hipertensi, penyebabnya adalah penyakit ginjal. Pada

sekitar 1- 2%, penyebabnya adalah kelainan hormonal atau

pemakaian obat tertentu (misalnya pil KB). Kurang dari 10%

penderita hipertensi merupakan sekunder dari penyakit komorbid

atau obat-obat tertentu yang dapat meningkatkan tekanan darah.

Pada kebanyakan kasus, disfungsi renal akibat penyakit ginjal

kronis atau penyakit renovaskular adalah penyebab sekunder yang

paling sering 13.

6
Obat-obat tertentu, baik secara langsung ataupun tidak, dapat
menyebabkan hipertensi atau memperberat hipertensi dengan
menaikkan tekanan darah. Apabila penyebab sekunder dapat
diidentifikasi, maka dengan menghentikan obat yang bersangkutan
atau mengobati / mengoreksi kondisi komorbid yang menyertainya
sudah merupakan tahap pertama dalam penanganan hipertensi

sekunder 13.

4. Faktor Risiko
Pada umumnya hipertensi tidak mempunyai penyebab yang spesifik.
Hipertensi terjadi sebagai respon peningkatan cardiac output atau
peningkatan tekanan perifer. Namun ada beberapa faktor yang
mempengaruhi terjadinya hipertensi antara lain:
a. Genetik
Genetik adanya faktor genetik pada keluarga tertentu akan
menyebabkan keluarga itu mempunyai risiko menderita hipertensi.
Hal ini berhubungan dengan peningkatan kadar sodium intraseluler
dan rendahnya rasio antara potasium terhadap sodium Individu dengan
orang tua dengan hipertensi mempunyai risiko dua kali lebih besar
untuk menderita hipertensi dari pada orang yang tidak mempunyai
keluarga dengan riwayat hipertensi. Selain itu didapatkan 70-80%
kasus hipertensi esensial dengan riwayat hipertensi dalam keluarga.
b. Obesitas
B
erat badan merupakan faktor determinan pada tekanan darah pada
kebanyakan kelompok etnik di semua umur. Prevalensi tekanan darah
tinggi pada orang dengan Indeks Massa Tubuh (IMT) >30 (obesitas)
adalah 38% untuk pria dan 32% untuk wanita, dibandingkan dengan
prevalensi 18% untuk pria dan 17% untuk wanita bagi yang memiliki
IMT <25 (status gizi normal menurut standar internasional).
Perubahan fisiologis dapat menjelaskan hubungan antara kelebihan
berat badan dengan tekanan darah, yaitu terjadinya resistensi insulin

7
dan hiperinsulinemia, aktivasi saraf simpatis dan sistem renin-
14.
angiotensin, dan perubahan fisik pada ginjal

c. Jenis kelamin
P
revalensi terjadinya hipertensi pada pria sama dengan wanita.
Namun wanita terlindung dari penyakit kardiovaskuler sebelum
menopause salah satunya adalah penyakit jantung koroner. Wanita
yang belum mengalami menopause dilindungi oleh hormon estrogen
yang berperan dalam meningkatkan kadar High Density Lipoprotein
(HDL). Kadar kolesterol HDL yang tinggi merupakan faktor
pelindung dalam mencegah terjadinya proses aterosklerosis. Efek
perlindungan estrogen dianggap sebagai penjelasan adanya imunitas
wanita pada usia premenopause. Pada premenopause wanita mulai
kehilangan sedikit demi sedikit hormon estrogen yang selama ini
melindungi pembuluh darah dari kerusakan. Proses ini terus berlanjut
dimana hormon estrogen tersebut berubah kuantitasnya sesuai dengan
umur wanita secara alami, yang umumnya mulai terjadi pada wanita
14.
umur 45-55 tahun

d. Stres
Stres dapat meningkatkan tekanah darah sewaktu. Hormon adrenalin
akan meningkat sewaktu kita stres, dan itu bisa mengakibatkan
jantung memompa darah lebih cepat sehingga tekanan darah pun
meningkat 14.
e. Kurang olahraga
O
lahraga banyak dihubungkan dengan pengelolaan penyakit tidak
menular, karena olahraga isotonik dan teratur dapat menurunkan
tahanan perifer yang akan menurunkan tekanan darah (untuk

8
hipertensi) dan melatih otot jantung sehingga menjadi terbiasa apabila
jantung harus melakukan pekerjaan yang lebih berat karena adanya
kondisi tertentu. Kurangnya aktivitas fisik menaikan risiko tekanan
darah tinggi karena bertambahnya risiko untuk menjadi gemuk.
Orang-orang yang tidak aktif cenderung mempunyai detak jantung
lebih cepat dan otot jantung mereka harus bekerja lebih keras pada
setiap kontraksi, semakin keras dan sering jantung harus memompa
14.
semakin besar pula kekakuan yang mendesak arteri

f. Pola asupan garam dalam diet


B
adan kesehatan dunia (WHO) merekomendasikan pola konsumsi
garam yang dapat mengurangi risiko terjadinya hipertensi. Kadar
sodium yang direkomendasikan adalah tidak lebih dari 100 mmol
(sekitar 2,4 gram sodium atau 6 gram garam) perhari. Konsumsi
natrium yang berlebih menyebabkan konsentrasi natrium di dalam
cairan ekstraseluler meningkat. Untuk menormalkannya cairan
intraseluler ditarik ke luar, sehingga volume cairan ekstraseluler
meningkat. Meningkatnya volume cairan ekstraseluler tersebut
menyebabkan meningkatnya volume darah, sehingga berdampak
14.
kepada timbulnya hipertensi

g. Kebiasaan Merokok
Merokok menyebabkan peninggian tekanan darah. Perokok berat
dapat dihubungkan dengan peningkatan insiden hipertensi maligna
dan risiko terjadinya stenosis arteri renal yang mengalami
ateriosklerosis.

5. Klasifikasi
Hampir semua consensus/pedoman utama baik dari dalam
walaupun luar negeri, menyatakan bahwa seseorang akan dikatakan
hipertensi bila memiliki tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg dan atau

9
tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg, pada pemeriksaan yang berulang.
Tekanan darah sistolik merupakan pengukuran utama yang menjadi
dasar penentuan diagnosis hipertensi. Adapun pembagian derajat
keparahan hipertensi pada seseorang merupakan salah satu dasar
penentuan tatalaksana hipertensi 15.

Tabel klasifikasi Hipertensi menurut A Statement by the American


Society of Hypertension and the International Society of
Hypertension 2013 15

Menurut The Seventh Report of The Joint National Committee on


Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood
Pressure (JNC VII), yaitu

Tabel Klasifikasi Hipertensi Menurut JNC VII 15

Tabel Klasifikasi Hipertensi Menurut JNC VIII

10
6. Patofisiologi

Patofisiologi terjadinya hipertensi masih belum dapat diketahui. Namun,


ada beberapa mekanisme yang akan memengaruhi terjadinya hipertensi antara
lain:

a. Curah jantung dan tahanan perifer


Keseimbangan curah jantung dan tahanan perifer berpengaruh

terhadap skala pengukuran tekanan darah. Sebagian besar kasus

hipertensi esensial, terjadi peningkatan pada tahanan perifer tanpa diikuti

peningkatan curah jantung. Hal tersebut dapat terjadi dikarenakan pada

kondisi tersebut tubuh akan kekurangan untuk suplai oksigen dan nutrisi

sehingga mengakibatkan daya kontraksi jantung menurun dan

11
menyebabkan terjadinya penurunan curah jantung. Selain itu, tekanan

darah dipengaruhi oleh konsentrasi sel otot halus yang terdapat pada

arteriol. Apabila terjadi peningkatan konsentrasi otot halus yang semakin

lama, maka akan mengakibatkan penebalan pembuluh darah arteriol yang

diperantarai oleh angiotensin sehingga terjadi peningkatan tahanan

perifer yang bersifat irreversible 15.


Menurut Kaplan tekanan darah tinggi adalah hasil interaksi antara

cardiac output (CO) atau curah jantung (CJ) dan TPR (total peripheral

resistance, tahanan total perifer) yang masing masing dipengaruhi oleh

beberapa faktor. Volume intravaskular merupakan determinan utama

untuk kestabilan tekanan darah dari waktu ke waktu. Tergantung keadaan

TPR apakah dalam posisi vasodilatasi atauvasokontriksi. Bila asupan

NaCl meningkat, maka ginjal akan merespons agar eksresi garam keluar

bersama urine ini juga akan meningkat. Tetapi bila upaya mengeksresi

NaCl ini melebihi ambang kemampuan ginjal, maka ginjal akan

meretensi H2O sehingga volume intra vaskular meningkat. Pada

gilirannya CO atau CJ juga akan meningkat. Akibatnya terjadi ekspansi

volume intravaskular, sehingga tekanan darah akan meningkat. Seiring

dengan perjalanan waktu TPR juga akan meningkat, lalu secara

berangsur CO atau CJ akan turun menjadi normal lagi akibat

autoregulasi. Bila TPR vasodilatasi tekanan darah akan menurun,

sebaliknya bila TPR vasokontriksi tekanan darah akan meningkat 15.

12
Gambar 1. Patofisiologi Hipertensi14

b. Sistem Renin Angiotensin Aldosteron


Sistem renin angiotensin aldosteron merupakan suatu sistem
endokrin yang penting dalam mengontrol tekanan darah. Renin disekresi
dari aparat juxtaglomerular ginjal. Renin Angiotensin Aldosteron (RAA)
bekerja dengan mengubah angiotensinogen menjadi angiotensin I.
Angiotensin I yang masih inaktif diubah menjadi angiotensin II dengan
bantuan Angiotensin Converting Enzyme (ACE). ACE memiliki peranan
yang penting dalam mengatur tekanan darah. Angiotensin II menyebabkan
terjadinya peningkatan tekanan darah karena memiliki sifat sebagai
vasokonstriktor. Faktor risiko yang tidak dikelola akan memicu sistem
RAA.
Tekanan darah
makin
meningkat,
hipertensi
aterosklerosis makin

progresif 15.

13
Gambar 2. Autoregulasi tekanan darah terkait dengan sistem RAA.

Gambar 3. Proses angiotensinogen berubah menjadi angiotensin II


(sistem RAA) 15

b. Sistem Saraf Otonom

Sirkulasi sistem saraf otonom akan menyebabkan terjadinya


vasokonstriksi dan dilatasi arteriol. Sistem saraf otonom memiliki peran
dalam mempertahankan tekanan darah. Pada hal ini, hipertensi terjadi
karena adanya interaksi antara sistem saraf otonom dan sistem renin
angiotensin aldosteron sehingga akan memengaruhi keseimbangan natrium
dan volume sirkulasi 15.

14
Persarafan autonom ada dua macam, yang pertama ialah sistem saraf

simpatis, yang mana saraf ini yang menstimulasi saraf viseral (termasuk

ginjal) melalui neurotransmitter: katekolamin, epinefrin, maupun dopamin.

Sedang saraf parasimpatis adalah yang menghambat stimulasi saraf

simpatis. Regulasi simpatis dan parasimpatis berlangsung independen

tidak dipengaruhi oleh kesadaran otak, akan tetapi terjadi secara otomatis

mengikuti siklus sirkadian15.

Karena pengaruh-pengaruh lingkungan misalnya genetik, stres


kejiwaan, rokok dan sebagainya, akan terjadi aktivasi sistem saraf simpatis
berupa kenaikan katekolamin, norepinefrin, dan sebagainya. Selanjutnya
neurotransmitter ini akan meningkatkan denyut jantung lalu diikuti
kenaikan cadiac output sehingga tekanan darah akan meningkat dan
akhirnya akan mengalami agregasi platetet. Peningkatan neurotransmitter
NE ini mempunyai efek negatif terhadap jantung sebab di jantung ada
reseptor α1, β1, β2 yang akan memicu terjadinya kerusakan miokard,
hipertrofi dan aritmia dengan akibat progresifitas dari hipertensi
aterosklerosis. Pada ginjal NE juga berefek negatif sebab di ginjal ada
reseptor α1 dan β1 yang akan memicu terjadinya retensi natrium,
mengaktivasi RAA, memicu vasokontriksi pembuluh darah dengan akibat
hipertensi aterosklerosis juga makin progresif 15.

15
Gambar 4. Faktor-Faktor penyebab aktivasi sistem saraf simpatis 15

Peningkatan tekanan darah (hipertensi) yang tidak terkontrol dalam jangka

waktu yang lama akan mengakibatkan berbagai perubahan pada struktur

miokardium, vaskularisasi koroner, dan sistem konduksi jantung. Perubahan

ini dapat mengakibatkan pembesaran ventrikel kiri, penyakit jantung koroner,

berbagai kelainan sistem konduksi, dan kelainan sistolik-diastolik dari

miokard, yang akan bermanifestasi klnik sebagai angina atau miokard infark,

aritmia (terutama fibrilasi atrium), dan penyakit jantung kongestif.

Peningkatan tekanan darah akan menyebabkan perubahan struktur dan fungsi

jantung dengan 2 jalur: secara langsung melalui peningkatan afterload dan

secara tidak langsung melalui interaksi neurohormonal dan vaskular 15.

7. Manifestasi Klinis

Gambaran klinis pasien hipertensi meliputi nyeri kepala saat terjaga,

kadang-kadang disertai mual dan muntah, akibat peningkatan tekanan darah

intrakranial. Penglihatan kabur akibat kerusakan retina akibat hipertensi.

Ayunan langkah yang tidak mantap karena kerusakan susunan saraf pusat.
Nokturia karena peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerulus.
Edema dependen dan pembengkakan akibat peningkatan tekanan kapiler.
Gejala lain yang umumnya terjadi pada penderita hipertensi yaitu pusing,
muka merah, sakit kepala, keluaran darah dari hidung secara tiba-tiba,
tengkuk terasa pegal dan lain-lain 16.

2.2 Hypertensive Heart Disease


1. Definisi
Hypertensive heart disease (HHD) atau Penyakit jantung hipertensi

16
mengacu pada perubahan pada ventrikel kiri, atrium kiri, dan arteri
koroner sebagai akibat dari peningkatan tekanan darah kronis. Hipertensi
meningkatkan beban kerja pada jantung yang menginduksi perubahan
struktural dan fungsional pada miokardium. Perubahan ini termasuk
hipertrofi ventrikel kiri, yang dapat berkembang menjadi gagal jantung 16.
HHD adalah istilah yang ditetapkan untuk menyebutkan penyakit jantung
secara keseluruhan, mulai dari left ventricle hyperthrophy (LVH), aritmia
jantung, penyakit jantung koroner dan penyakit jantung kronis (CHF) yang
disebabkan karena peningkat tekanan darah, baik secara langsung maupun
tidak langsung 15.

2. Epidemiologi
Hipertensi adalah salah satu patologi yang paling umum di Amerika
mempengaruhi sekitar 75 juta orang dewasa atau satu dari tiga orang
dewasa AS. Dari pasien yang didiagnosis dengan hipertensi, hanya 54%
yang memiliki kontrol tekanan darah yang memadai. Prevalensi global
hipertensi adalah 26,4% yang menyumbang 1,1 miliar orang, namun hanya
satu dari lima orang yang memiliki tekanan darah yang baik. Satu studi
menemukan bahwa hipertensi berkepanjangan akhirnya menyebabkan
gagal jantung dengan waktu rata-rata 14,1 tahun 16.
Meta-analisis telah menunjukkan hubungan antara tekanan darah tinggi
dan peningkatan risiko penyakit kardiovaskular yang meningkat secara
substansial dengan usia.
 Pada pasien usia 45-54 tahun - 36,1% pria, 33,2% wanita
 Pada pasien usia 55-64 tahun - 57,6% pria dan 55,5% wanita
 Pada pasien usia 65-74 tahun- 63,6% pria dan 65,8% wanita
 Pada pasien berusia 75 tahun atau lebih, 73,4% pria dan 81,2% Wanita
Hipertensi sedikit lebih sering terjadi pada wanita dan meningkatkan
risiko gagal jantung (3 kali lipat) dibandingkan dengan pria (2 kali lipat).
Wanita lebih cenderung memiliki tekanan darah yang tidak terkontrol dan
penelitian terbaru menunjukkan kelas obat antihipertensi tertentu mungkin
kurang efektif pada Wanita 16.

17
Tekanan darah sistolik (BP) meningkat seiring bertambahnya usia;
peningkatan ini lebih nyata pada pria daripada wanita sampai wanita
mencapai menopause, ketika tekanan darah mereka meningkat lebih tajam
dan mencapai tingkat yang lebih tinggi daripada pria. Dengan demikian,
prevalensi hipertensi lebih tinggi pada pria dibandingkan pada wanita yang
lebih muda dari 55 tahun, tetapi tingkat lebih tinggi pada wanita yang
lebih tua dari 55 tahun. Prevalensi penyakit jantung hipertensi mungkin
mengikuti pola yang sama dan dipengaruhi oleh beratnya peningkatan
tekanan darah 17.
Meskipun frekuensi pasti LVH tidak diketahui, angkanya berdasarkan
temuan elektrokardiografi (EKG) adalah 2,9% untuk pria dan 1,5% untuk
wanita. Tingkat LVH berdasarkan temuan ekokardiografi adalah 15-20%.
Dari pasien tanpa LVH, 33% memiliki bukti disfungsi diastolik LV
asimtomatik 17.
Kelompok etnis tertentu juga diketahui memiliki kecenderungan lebih
tinggi untuk hipertensi. Prevalensi hipertensi di antara populasi Afrika
Amerika adalah yang tertinggi dari semua kelompok etnis di dunia pada
45,0% untuk laki-laki dan 46,3% untuk perempuan. Angka ini 34,5%
untuk laki-laki Kaukasia dengan 32,3% untuk perempuan dan 28,9% di
antara laki-laki Hispanik dengan 30,7% untuk perempuan. Selain tingkat
hipertensi tertinggi, orang kulit hitam Amerika memiliki risiko lebih tinggi
terkena gagal jantung, tekanan darah rata-rata lebih tinggi yang
berkembang pada usia lebih dini, dan kurang dapat menerima pengobatan.
Semua faktor ini berkontribusi pada peningkatan kematian dan beban
penyakit yang lebih tinggi 16.

3. Etiologi
Tekanan darah tinggi meningkatkan beban kerja jantung, dan seiring
dengan berjalannya waktu hal ini dapat menyebabkan penebalan pada otot-
otot jantung. Karena jantung memompa darah melawan tekanan pada
pembuluh darah yang meningkat maka ventrikel kiri akan membesar dan
jumlah darah yang dipompa setiap menitnya akan berkurang. Tanpa

18
dilakukannya terapi, gejala gagal jantung akan makin terlihat 18.
Tekanan darah tinggi adalah faktor risiko utama bagi penyakit jantung
yang dapat menimbulkan penyakit jantung iskemik (menurunnya suplai
darah untuk otot jantung sehingga menyebabkan nyeri dada atau angina)
akibat peningkatan kebutuhan suplai oksigen yang dibutuhkan otot jantung
yang menebal 18.
Tekanan darah tinggi juga berpengaruh terhadap penebalan dinding
pembuluh darah yang akan mendorong terjadinya arterosklerosis sehingga
meningkatkan risiko serangan jantung dan stroke. Penyakit jantung
hipertensi adalah penyebab utama penyakit dan kematian akibat hipertensi
18
.

4. Faktor Risiko
Faktor risiko hypertensive heart disease adalah sebagai berikut:
- Faktor risiko utama yaitu terjadinya hipertensi. Namun risiko ini akan
bertambah meningkat apabila:
- Obesitas
- Kurangnya olahraga
- Merokok
- Mengonsumsi makanan tinggi lemak dan kolesterol
- Riwayat keluarga mengalami hal serupa
- Penyakit ini lebih sering dialami perempuan dibandingkan laki-laki

5. Patofisiologi
Patofisiologi penyakit jantung hipertensi adalah interaksi kompleks dari
berbagai faktor hemodinamik, struktural, neuroendokrin, seluler, dan
molekuler. Faktor-faktor ini memainkan peran integral dalam
perkembangan hipertensi dan komplikasinya; namun, peningkatan tekanan
darah (BP) itu sendiri dapat memodulasi faktor-faktor ini 17.
Obesitas telah dikaitkan dengan hipertensi dan hipertrofi ventrikel kiri
(Left Ventricular Hypertension) dalam berbagai studi epidemiologi,
didapatkan sebanyak 50% pasien obesitas memiliki beberapa derajat

19
hipertensi dan sebaliknya yaitu sebanyak 60-70% pasien dengan hipertensi
dapat mengalami obesitas 17.
Peningkatan tekanan darah menyebabkan perubahanpada struktur dan
fungsi jantung dalam dua cara yaitu secara langsung dengan peningkatan
afterload, dan secara tidak langsung dengan perubahan neurohormonal dan
vaskular terkait 17.

Gambar 5. Patofisiologi HHD

Left Ventricular Hypertrophy (LVH)/Hipertrofi Ventrikel Kiri


Berdasarkan pasien dengan hipertensi didapatkan sebanyak 15-20%
berkembang menjadi LVH. Prevalensi LVH berdasarkan temuan
elektrokardiogram (EKG) cukup bervariasi. Penelitian telah menunjukkan
hubungan langsung antara tingkat dan durasi peningkatan BP dan LVH 17.
LVH didefinisikan sebagai peningkatan massa ventrikel kiri yang
disebabkan oleh respons miosit terhadap berbagai rangsangan yang
menyertai peningkatan tekanan darah. Hipertrofi miosit dapat terjadi
sebagai respons kompensasi terhadap peningkatan afterload. Rangsangan
mekanik dan neurohormonal yang menyertai hipertensi dapat
menyebabkan aktivasi pertumbuhan sel miokard dan ekspresi gen. Selain
itu, aktivasi sistem renin-angiotensin, melalui aksi angiotensin II pada

20
reseptor angiotensin I, akan menyebabkan pertumbuhan interstitium dan
komponen matriks sel. Singkatnya, perkembangan LVH ditandai dengan
hipertrofi miosit dan oleh ketidakseimbangan antara miosit dan
interstitium dari struktur rangka miokard.
Berbagai pola LVH telah dijelaskan, termasuk remodeling konsentris,
LVH konsentris, dan LVH eksentrik. LVH konsentris adalah peningkatan
ketebalan LV dan massa LV dengan peningkatan tekanan dan volume
diastolik LV yang umumnya diamati pada orang dengan hipertensi.
Keadaan ini diketahui sebagai penanda prognosis buruk pada pasien.
Perbandingan LVH konsentris dengan LVH eksentrik yaitu ketebalan LV
meningkat tidak merata tetapi di tempat tertentu, seperti septum 17.
Meskipun perkembangan LVH awalnya memainkan peran protektif
dalam menanggapi peningkatan tekanan dinding untuk mempertahankan
curah jantung yang memadai, kemudian mengarah pada pengembangan
diastolik dan, akhirnya, disfungsi miokard sistolik 17.

Left Atrial Abnormallities (LA)/Abnormalitas Atrium Kiri


Perubahan struktural dan fungsional atrium kiri sangat umum terjadi
pada pasien dengan hipertensi. Peningkatan afterload yang dipaksakan
pada atrium kiri (LA) oleh peningkatan tekanan akhir diastolik LV
sekunder untuk peningkatan BP menyebabkan kerusakan atrium kiri yang
akan menambah peningkatan ukuran dan ketebalan atrium kiri tersebut 17.
Peningkatan ukuran atrium kiri yang menyertai hipertensi tanpa adanya
penyakit katup jantung atau disfungsi sistolik biasanya menyiratkan
kronisitas hipertensi dan mungkin berkorelasi dengan keparahan disfungsi
diastolik ventrikel kiri 17.
Selain perubahan struktural atrium, pasien ini cenderung mengalami
fibrilasi atrium. Fibrilasi atrium, dengan hilangnya kontribusi atrium
akibat disfungsi diastolik dapat memicu gagal jantung yang nyata 17.

Valvular Disease
Meskipun penyakit katup tidak menyebabkan penyakit jantung

21
hipertensi, hipertensi kronis dan berat dapat menyebabkan dilatasi akar
aorta, yang menyebabkan insufisiensi aorta yang signifikan. Beberapa
derajat insufisiensi aorta yang tidak signifikan secara hemodinamik sering
ditemukan pada pasien dengan hipertensi yang tidak terkontrol.
Peningkatan tekanan darah yang akut dapat menonjolkan derajat
insufisiensi aorta. Selain menyebabkan regurgitasi aorta, hipertensi juga
diduga mempercepat proses sklerosis aorta dan menyebabkan regurgitasi
mitral 17.

Gagal Jantung
Gagal jantung adalah komplikasi umum dari peningkatan tekanan darah
kronis. Pasien dengan hipertensi termasuk dalam salah satu kategori
berikut:
 Tanpa gejala tetapi berisiko mengalami gagal jantung: Stadium A atau
B, menurut klasifikasi American College of Cardiology
(ACC)/American Heart Association (AHA), tergantung pada apakah
mereka telah berkembang menpenyakit jantung struktural sebagai
konsekuensi dari hipertensi atau tidak.
 Menderita gagal jantung simtomatik: Stadium C atau D, menurut
klasifikasi ACC/AHA

22
Gambar 6. Klasifikasi Gagal Jantung

Hipertensi sebagai penyebab gagal jantung kongestif (CHF) sering


kurang disadari, sebagian karena pada saat gagal jantung berkembang,
disfungsi ventrikel kiri tidak mampu menghasilkan tekanan darah tinggi,
sehingga mengaburkan etiologi gagal jantung. Prevalensi disfungsi
diastolik asimtomatik pada pasien dengan hipertensi dan tanpa LVH
mungkin setinggi 33% 17.

Disfungsi Diastolik
Disfungsi diastolik sering terjadi pada orang dengan hipertensi. Selain
peningkatan afterload, faktor lain yang dapat berkontribusi terhadap
perkembangan disfungsi diastolik termasuk penyakit arteri koroner yang
menyertai, penuaan, disfungsi sistolik, dan kelainan struktural seperti
fibrosis dan LVH. Disfungsi sistolik asimtomatik biasanya mengikuti 17.
Dissinkroni diastolik LV awal dapat dikaitkan dengan remodeling LV
dan berkontribusi terhadap disfungsi diastolik LV pada pasien dengan
hipertensi. Tingkat disfungsi diastolik tampaknya berkorelasi dengan
peningkatan keparahan hipertensi 17.

Disfungsi Sistolik
Kemudian dalam perjalanan penyakit, LVH gagal untuk
mengkompensasi dengan meningkatkan curah jantung dalam menghadapi
peningkatan BP, dan rongga LV mulai melebar untuk mempertahankan
curah jantung. Saat penyakit memasuki tahap akhir, fungsi sistolik LV
semakin menurun. Hal ini menyebabkan peningkatan lebih lanjut dalam
aktivasi sistem neurohormonal dan renin-angiotensin, yang menyebabkan
peningkatan retensi garam dan air dan peningkatan vasokonstriksi perifer.
Akhirnya, LV yang sudah terganggu menjadi kewalahan, dan pasien
berkembang ke tahap disfungsi sistolik simtomatik 17.

Dekompensasi
Apoptosis, atau kematian sel terprogram yang dirangsang oleh

23
hipertrofi miosit dan ketidakseimbangan antara stimulan dan inhibitornya
dianggap memainkan peran penting dalam transisi dari tahap
terkompensasi ke tahap dekompensasi. Pasien dapat menjadi simtomatik
selama tahap asimtomatik dari disfungsi sistolik atau diastolik LV, karena
perubahan kondisi afterload atau adanya gangguan lain pada miokardium
(misalnya, iskemia, infark). Peningkatan tekanan darah yang tiba-tiba
dapat menyebabkan edema paru akut tanpa harus mengubah fraksi ejeksi
ventrikel kiri 17.
Umumnya, perkembangan dilatasi atau disfungsi LV asimtomatik atau
simtomatik menandakan penurunan status klinis yang cepat dan
peningkatan risiko kematian yang nyata. Selain disfungsi LV, penebalan
ventrikel kanan (RV) dan disfungsi diastolik juga berkembang sebagai
akibat dari penebalan septum dan disfungsi LV 17.

Iskemik Miokard
Pasien dengan angina memiliki prevalensi hipertensi yang tinggi.
Hipertensi merupakan faktor risiko untuk perkembangan penyakit arteri
koroner. Perkembangan iskemia pada pasien hipertensi bersifat
multifaktorial 17.
Hal terpenting pada pasien dengan hipertensi, angina dapat terjadi
tanpa adanya penyakit arteri koroner epikardial. Peningkatan afterload
sekunder akibat hipertensi menyebabkan peningkatan tegangan dinding
ventrikel kiri dan tekanan transmural, yang mengganggu aliran darah
koroner selama diastol. Selain itu, mikrovaskuler di luar arteri koroner
epikardial telah terbukti disfungsional pada pasien dengan hipertensi, dan
mungkin tidak dapat mengkompensasi peningkatan kebutuhan metabolik
dan oksigen 17.

6. Manifestasi Klinis
Pada tahap awal seperti hipertensi pada umumnya, kebanyakan pasien
tidak memiliki keluhan. Bila simptomatik maka biasanya disebabkan oleh:
1) Peningkatan tekanan darah itu sendiri seperti berdebar debar, rasa
melayang dan impoten

24
2) Penyakit jantung/hipertensi vaskuler seperti cepat capek, sesak nafas,
sakit dada (iskemia miokard atau diseksi aorta), bengkak kedua kaki
atau perut. Gangguan vaskuler lainnya adalah epistaksis, hematuria,
pandangan kabur karena perdarahan retina, dan transient cerebral
ischemic.
3) Penyakit dasar seperti pada hipertensi sekunder. Polidipsoa, polyuria
dan kelemahan otot 15.

7. Cara Mendiagnosis
a. Anamnesis
Gejala penyakit jantung hipertensi tergantung pada durasi, tingkat
keparahan, dan jenis penyakit. Selain itu, pasien mungkin atau mungkin
tidak menyadari adanya hipertensi, itulah sebabnya hipertensi
dinobatkan sebagai silent killer. Pasien dengan hipertrofi ventrikel kiri
(LVH) saja tidak menunjukkan gejala sama sekali, kecuali jika LVH
mengarah pada perkembangan disfungsi diastolik dan gagal jantung 17.
Gejala gagal jantung termasuk dispnea saat beraktivitas dan tidak
beraktivitas (New York Heart Association [NYHA] kelas I-IV);
ortopnea; dispnea nokturnal paroksismal; kelelahan (lebih sering terjadi
pada disfungsi sistolik); edema pergelangan kaki dan penambahan berat
badan; sakit perut sekunder akibat kongesti dan distensi hepar 17.
Pasien dapat datang dengan edema paru akut karena dekompensasi
tiba-tiba pada disfungsi sistolik atau diastolik LV. Dekompensasi ini
dapat disebabkan oleh faktor pencetus seperti peningkatan akut tekanan
darah (BP), diet yang tidak bijaksana, atau iskemia miokard. Pasien 17.
Selain itu pasien dapat datang dengan keluhan nyeri dada (angina)
sebagai tanda adanya iskemik miokardial. Angina, komplikasi yang
sering terjadi pada penyakit jantung hipertensi, tidak dapat dibedakan
dari penyebab iskemia miokard lainnya. Gejala khas angina termasuk
nyeri dada substernal yang berlangsung kurang dari 15 menit. Nyeri
sering digambarkan sebagai berikut 17:
1) Adanya beban, tekanan, dan/atau tekanan yang menyebar ke leher,

25
rahang, punggung atas, atau lengan kiri.
2) Diprovokasi oleh aktivitas emosional atau fisik
3) Dan diringankan dengan istirahat atau nitrogliserin sublingual.
Namun, pasien juga dapat hadir dengan gejala atipikal tanpa nyeri
dada, seperti dispnea saat beraktivitas atau kelelahan yang berlebihan,
yang biasa disebut dengan angina ekuivalen. Pasien wanita, khususnya,
lebih mungkin untuk hadir secara atipikal 17.

b. Pemeriksaan Fisik
Tanda-tanda fisik penyakit jantung hipertensi tergantung pada
kelainan jantung yang dominan dan durasi dan tingkat keparahan
penyakit jantung hipertensi. Temuan dari pemeriksaan fisik mungkin
sepenuhnya normal pada tahap awal penyakit, atau pasien mungkin
memiliki tanda-tanda klasik pada pemeriksaan 17.
Selain temuan umum yang berhubungan langsung dengan tekanan
darah tinggi (BP), pemeriksaan fisik dapat mengungkapkan petunjuk
etiologi potensial hipertensi, seperti obesitas truncal dan striae pada
sindrom Cushing, bruit arteri ginjal pada stenosis arteri ginjal, dan
massa abdomen pada penyakit ginjal polikistik 17.

Nadi
Denyut nadi tampak normal pada tahap awal penyakit jantung
hipertensi. Irama jantung teratur jika pasien dalam irama sinus; namun
menjadi tidak teratur tidak teratur jika pasien dalam keadaan fibrilasi
atrium. Denyut jantung adalah sebagai berikut 17:
a) Normal pada pasien dengan irama sinus
b) Tidak normal pada gagal jantung dekompensasi
c) Takikardi pada pasien dengan gagal jantung dan pada pasien dengan
fibrilasi atrium dan respon ventrikel yang cepat
Volume nadi biasanya normal, tetapi menurun pada pasien dengan
disfungsi ventrikel kiri (LV). Temuan tambahan mungkin termasuk
keterlambatan radial-femoral jika etiologi hipertensi adalah koarktasio

26
aorta17.

Tekanan Darah
Tekanan darah sistolik dan/atau diastolik meningkat (>140/90mm
Hg). Rata-rata tekanan darah dan tekanan nadi juga meningkat secara
umum. Tekanan darah pada ekstremitas atas mungkin lebih tinggi dari
pada ekstremitas bawah pada pasien dengan koarktasio aorta. Tekanan
darah mungkin normal pada saat evaluasi jika pasien dalam pengobatan
antihipertensi yang memadai atau jika pasien memiliki disfungsi LV
lanjut dan LV tidak dapat menghasilkan volume sekuncup dan curah
jantung yang cukup untuk menghasilkan peningkatan tekanan darah 17.

Pembuluh Darah
Pada pasien dengan gagal jantung, vena jugularis dapat distensi.
Gelombang yang dominan tergantung pada tingkat keparahan gagal
jantung dan lesi terkait lainnya 17.

Jantung
Impuls apikal dipertahankan dan tidak bergeser pada pasien tanpa
disfungsi LV sistolik yang signifikan tetapi dengan LVH. S4 presistolik
dapat dirasakan. Kemudian dalam perjalanan penyakit, ketika terjadi
disfungsi sistolik LV yang signifikan, impuls apikal dipindahkan ke
lateral, karena dilatasi LV. Di ventrikel kanan, pengangkatan terjadi di
akhir perjalanan gagal jantung jika terjadi hipertensi pulmonal yang
signifikan 17.
S1 normal dalam intensitas dan karakter. S2 pada batas sternal
kanan atas terdengar keras karena komponen aorta yang menonjol (A2);
itu dapat memiliki perpecahan terbalik atau paradoks karena
peningkatan afterload atau blok cabang bundel kiri terkait (LBBB). S4
sering teraba dan terdengar, menyiratkan adanya kekakuan, ventrikel
yang tidak patuh karena kelebihan tekanan kronis dan hipertrofi LV
(LVH). S3 biasanya tidak ada pada awalnya, tetapi terdengar pada gagal

27
jantung, baik sistolik atau diastolic 17.
Murmur diastolik decrescendo awal dari insufisiensi aorta dapat
terdengar di sepanjang daerah mid-parasternal ke parasternal kiri,
terutama pada peningkatan tekanan darah akut, sering menghilang
setelah tekanan darah terkontrol dengan lebih baik. Selain itu, murmur
sistolik awal hingga midsistolik pada sklerosis aorta biasanya terdengar.
Murmur holosistolik pada regurgitasi mitral dapat ditemukan pada
pasien dengan gagal jantung lanjut dan anulus mitral yang melebar 17.

Paru-paru
Temuan pada pemeriksaan dada mungkin normal atau mungkin
termasuk tanda-tanda kongesti paru, seperti ronki, penurunan suara
napas, dan redup pada perkusi karena efusi pleura 17.

Abdomen
Pemeriksaan abdomen dapat mengungkapkan bruit arteri renalis
pada pasien dengan hipertensi sekunder akibat stenosis arteri renalis,
massa aneurisma aorta abdomen yang mengembang dan berdenyut,
serta hepatomegali dan asites akibat gagal jantung kongestif (CHF) 17.

Ekstremitas
Edema pergelangan kaki dapat terjadi pada pasien dengan gagal jantung
lanjut 17.

Sistem saraf pusat dan sistem oftalmologis


Temuan pemeriksaan sistem saraf pusat (SSP) biasanya biasa-biasa
saja kecuali pasien pernah mengalami kecelakaan serebrovaskular
sebelumnya dengan defisit residual. Perubahan SSP juga dapat dilihat
pada pasien yang datang dengan hipertensi darurat 17.
Pemeriksaan fundus dapat mengungkapkan bukti retinopati
hipertensi, yang tingkat keparahannya tergantung pada durasi dan
tingkat keparahan hipertensi pasien, atau tanda-tanda hipertensi

28
sebelumnya, seperti arteriovenous nicking 17.

c. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium sangat membantu dalam menetapkan
etiologi hipertensi, mengukur tingkat keparahan kerusakan organ target,
dan memantau efek samping terapi. Tes yang akan dipesan tergantung
pada penilaian klinis mengenai etiologi hipertensi 17.
Rekomendasi dari Seventh Report of the Joint National Committee
(JNC7) tentang Pencegahan, Deteksi, Evaluasi, dan Pengobatan
Tekanan Darah Tinggi termasuk melakukan pemeriksaan laboratorium
dasar berikut sebelum memulai pengobatan untuk hipertensi 17:
a) Elektrokardiogram
b) Urinalisis
c) Kadar glukosa darah dan hematokrit
d) Kalium serum, kreatinin (atau perkiraan laju filtrasi glomerulus
[GFR] yang sesuai), dan pengukuran kalsium
e) Profil lipid setelah puasa 9 hingga 12 jam - Termasuk kolesterol
high density lipoprotein (HDL), kolesterol low-density lipoprotein
(LDL), dan trigliserida
f) Tes opsional - Termasuk pengukuran ekskresi albumin urin atau
rasio albumin/kreatinin

8. Tatalaksana
Terapi obat direkomendasikan bagi individu dengan tekanan darah
140/90 mmHg. Derajat keuntungan yang diperoleh dari agen-agen
antihipertensif berhubungan dengan besarnya reduksi tekanan darah.
Penurunan tekanan darah sistolik sebesar 10-12 mmHg dan tekanan darah
diastolik sebesar 5-6 mmHg bersama-sama memberikan reduksi risiko
sebesar 35-40% untuk stroke dan 12-16% untuk CHD dalam 5 tahun dari
mula penatalaksanaan. Risiko gagal jantung berkurang sebesar >50%.

29
Terdapat variasi yang nyata dalam respon individual terhadap kelas-kelas
agen antihipertensif yang berbeda, dan besarnya respon terhadap agen
tunggal apapun dapat dibatasi oleh aktivasi mekanisme counter-regulasi
yang melawan efek hipotensif dari agen tersebut. Pemilihan agen-agen
antihipertensif, dan kombinasi agen-agen, harus dilakukan secara
individual, dengan pertimbangan usia, tingkat keparahan hipertensi,
faktor-faktor risiko penyakit kardiovaskular lain, kondisi komorbid, dan
pertimbangan praktis yang berkenaan dengan biaya, efek samping, dan
frekuensi pemberian obat 19,20.

Diuretik
Diuretik thiazide dosis-rendah sering digunakan sebagai agen lini
pertama, sendiri atau dalam kombinasi dengan obat antihipertensif lain.
Thiazide menghambat pompa Na+ /Cldi tubulus konvultus distal sehingga
meningkatkan ekskresi natrium. Dalam jangka panjang, mereka juga dapat
berfungsi sebagai vasodilator. Thiazide bersifat aman, memiliki efikasi
tinggi, dan murah serta mengurangi kejadian klinis. Mereka memberikan
efek penurunan-tekanan darah tambahan ketika dikombinasikan dengan
beta blocker, ACE inhibitor, atau penyekat reseptor angiotensin.
Sebaliknya, penambahan diuretik terhadap penyekat kanal kalsium adalah
kurang efektif. Dosis biasa untuk hydrochlorothiazide berkisar dari 6.25
hingga 50 mg/hari. Karena peningkatan insidensi efek samping metabolik
(hipokalemia, resistansi insulin, peningkatan kolesterol), dosis yang lebih
tinggi tidaklah dianjurkan. Dua diuretik hemat kalium, amiloride dan
triamterene, bekerja dengan menghambat kanal natrium epitel di nefron
distal. Agenagen ini adalah agen antihipertensif yang lemah namun dapat
digunakan dalam kombinasi dengan thiazide untuk melindungi terhadap
hipokalemia. Target farmakologis utama untuk diuretik loop adalah
kotransporter Na+ -K + -2Cl- di lengkung Henle ascenden tebal. Diuretik
loop umumnya dicadangkan bagi pasien hipertensif dengan penurunan
kecepatan filtrasi glomerular [kreatinin serum refleksi >220 mol/L (>2.5
mg/dL)], CHF, atau retensi natrium dan edema karena alasan-alasan lain

30
seperti penatalaksanaan dengan vasodilator yang poten, seperti monoxidil
19,20
.

Penyekat Renin-Angiotensin
Penyekat sistem renin-angiotensin ACE inhibitor mengurangi
produksi angiotensin II, meningkatkan kadar bradikinin, dan mengurangi
aktivitas sistem saraf simpatis. Penyekat reseptor angiotensin II
menyediakan blokade reseptor AT1 secara selektif, dan efek angiotensin II
pada reseptor AT2 yang tidak tersekat dapat menambah efek hipotensif.
Kedua kelas agen-agen ini adalah agen antihipertensif yang efektif yang
dapat digunakan sebagai terapi tunggal atau dalam kombinasi dengan
diuretik, antagonis kalsium, dan agen-agen penyekat alfa. Efek samping
ACE inhibitor dan penyekat reseptor angiotensin antara lain adalah
insufisiensi ginjal fungsional karena dilatasi arteriol eferen ginjal pada
ginjal dengan lesi stenotik pada arteri renalis. Kondisi-kondisi predisposisi
tambahan terhadap insufisiensi ginjal yang diinduksi oleh agen-agen ini
antara lain adalah dehidrasi, CHF, dan penggunaan obat-obat antiinflamasi
non steroid. Batuk kering terjadi pada ~15% pasien, dan angioedema
paling sering terjadi pada individu yang berasal dari Asia dan lebih lazim
terjadi pada orang Afrika Amerika dibanding orang Kaukasia.
Hiperkalemia yang disebabkan hipoaldosteronisme merupakan efek
samping yang kadang terjadi baik pada penggunaan ACE inhibitor
maupun penyekat reseptor angiotensin 19,20.

Angiotensin Aldosteron
Spironolakton adalah antogonis aldosteron nonselektif yang dapat
digunakan sendiri atau dalam kombinasi dengan diuretik thiazide. Ia
adalah agen yang terutama efektif pada pasien dengan hipertensi esensial
rendah-renin, hipertensi resistan, dan aldosteronisme primer. Pada pasien
dengan CHF, spironolakton dosis rendah mengurangi mortalitas dan
perawatan di rumah sakit karena gagal jantung ketika diberikan sebagai

31
tambahan terhadap terapi konvensional dengan ACE inhibitor, digoxin,
dan diuretik loop. Karena spironolakton berikatan dengan reseptor
progesteron dan androgen, efek samping dapat berupa ginekomastia,
impotensi, dan abnormalitas menstruasi. Efek-efek samping ini dihindari
oleh agen yang lebih baru, eplerenone, yang merupakan antagonis
aldosteron selektif. Eplerenone baru-baru ini disetujui di US untuk
penatalaksanaan hipertensi 19,20.

Beta Blocker
Penyekat reseptor adrenergik mengurangi tekanan darah melalui
penurunan curah jantung, karena reduksi kecepatan detak jantung dan
kontraktilitas. Mekanisme lain yang diajukan mengenai bagaimana beta
blocker mengurangi tekanan darah adalah efek pada sistem saraf pusat,
dan inhibisi pelepasan renin. Beta blocker terutama efektif pada pasien
hipertensif dengan takikardia, dan potensi hipotensif mereka dikuatkan
oleh pemberian bersama diuretik. Pada dosis yang lebih rendah, beberapa
beta blocker secara selektif menghambat reseptor 1 jantung dan kurang
memiliki pengaruh pada reseptor2 pada sel-sel otot polos bronkus dan
vaskular; namun tampak tidak terdapat perbedaan pada potensi
antihipertensif beta blocker kardio selektif dan non kardio selektif. Beta
blocker tertentu memiliki aktivitas simpatomimetik intrinsik, dan tidaklah
jelas apakah aktivitas ini memberikan keuntungan atau kerugian dalam
terapi jantung. Beta blocker tanpa aktivitas simpatomimetik intrinsik
mengurangi tingkat kejadian kematian mendadak (sudden death),
mortalitas keseluruhan, dan infark miokardium rekuren 19,20.

Agen Simpatolitik
Agonis simpatetik yang bekerja secara sentral mengurangi resistansi
perifer dengan menghambat aliran simpatis. Mereka terutama berguna
pada pasien dengan neuropati otonom yang memiliki variasi tekanan darah
yang luas karena denervasi baroreseptor. Kerugian agen ini antara lain
somnolens, mulut kering, dan hipertensi rebound saat penghentian.

32
Simpatolitik perifer mengurangi resistansi perifer dan konstriksi vena
melalui pengosongan cadangan norepinefrin ujung saraf. Walaupun
merupakan agen antihipertensif yang potensial efektif, kegunaan mereka
dibatasi oleh hipotensi orthostatik, disfungsi seksual, dan berbagai
interaksi obat 19,20.

Penyekat Kanal Kalsium


Antagonis kalsium mengurangi resistansi vaskular melalui penyekatan
L-channel, yang mengurangi kalsium intraselular dan vasokonstriksi.
Kelompok ini terdiri dari bermacam agen yang termasuk dalam tiga kelas
berikut: phenylalkylamine (verapamil), benzothiazepine (diltiazem), dan
1,4-dihydropyridine (mirip-nifedipine). Digunakan sendiri atau dalam
kombinasi dengan agen-agen lain (ACE inhibitor, beta blocker, 1-
adrenergic blocker), antagonis kalsium secara efektif mengurangi tekanan
darah; namun, apakah penambahan diuretik terhadap penyekat kalsium
menghasilkan penurunan lebih lanjut pada tekanan darah adalah tidak
jelas. Efek samping sepertiflushing, sakit kepala, dan edema dengan
penggunaan dihydropyridine berhubungan dengan potensi mereka sebagai
dilator arteriol; edema disebabkan peningkatan gradien tekanan
transkapiler, dan bukan karena retensi garam dan cairan19,20.

Vasodilator Langsung
Agen-agen ini mengurangi resistensi perifer, lazimnya mereka tidak
dianggap sebagai agen lini pertama namun mereka paling efektif ketika
ditambahkan dalam kombinasi yang menyertakan diuterik dan beta
blocker. Hydralazine adalah vasodilator direk yang poten yang memiliki
efek antioksidan dan penambah NO, dan minoxidil merupakan agen yang
amat poten dan sering digunakan pada pasien dengan insufisiensi ginjal
yang refrakter terhadap semua obat lain. Hydralazine dapat menyebabkan
sindrom miriplupus, dan efek samping minoxidil antara lain adalah
hipertrikosis dan efusi perikardial 19,20.

33
9. Prognosis
Resiko komplikasi tergantung pada seberapa besar hipertropi ventrikel
kiri. Semakin besar ventrikel kiri, semakin besar kemungkinan kompilkasi
terjadi. Pengobatan hipertensi dapat mengurangi kerusakan pada ventrikel
kiri. Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa obat-obatan tertentu
seperti ACE-Inhibitor, Beta-blocker, dan diuretik spinorolakton dapat
mengatasi hipertropi ventrikel kiri dan memperpanjang kemungkinan
hidup pasien dengan gagal jantung akibat penyakit jantung hipertensi.
Bagaimanapun juga, penyakit jantung hipertensi adalah penyakit yang
serius yang memiliki resiko kematian mendadak 18.

2.3 Kedokteran Keluarga


1. Definisi
Pelayanan dokter keluarga adalah pelayanan kedokteran yang
menyeluruh yang memusatkan pelayanannya kepada keluarga sebagai
suatu unit, di mana tanggung jawab dokter terhadap pelayanan kesehatan
tidak dibatasi oleh golongan umur atau jenis kelamin pasien, juga tidak
boleh oleh organ tubuh atau jenis penyakit tertentu saja 21.
Selaras dengan definisi tersebut, Ikatan Dokter Indonesia (1982) juga
mengartikan Dokter keluarga sebagai dokter yang memberikan pelayanan
kesehatan yang berorientasi komunitas dengan titik berat kepada keluarga,
ia tidak hanya memandang penderita sebagai individu yang sakit tetapi
sebagai bagian dari unit keluarga dan tidak hanya menanti secara pasif,
tetapi bila perlu aktif mengunjungi penderita atau keluarganya 1.
Serta menurut The American Board of Family Practice (1969)
menjelaskan bahwa dokter keluarga adalah dokter yang memiliki tanggung
jawab menyelenggarakan pelayanan kesehatan tingkat pertama serta
pelayanan kesehatan yang menyeluruh yang dibutuhkan oleh semua
anggota yang terdapat dalam suatu keluarga, dan apabila kebetulan
berhadapan dengan suatu masalah kesehatan khusus yang tidak mampu
ditanggulangi, meminta konsultasi dari dokter ahli yang sesuai 1.
Sedangkan definisi ilmu kedokteran keluarga adalah ilmu yang

34
mencangkup seluruh spektrum ilmu kedokteran yang orientasinya adalah
untuk memberikan pelayanan kesehatan tingkat pertama yang
berkesinambungan dan menyeluruh kepada satu kesatuan individu,
keluarga dan masyarakat dengan memperhatikan faktor-faktor lingkungan,
ekonomi dan sosial budaya 1.

2. Standar Kompetensi Dokter Keluarga


Prinsip-prinsip pelayanan dokter keluarga di Indonesia mengikuti anjuran
WHO dan WONCA yang mencantumkan prinsip-prinsip ini dalam banyak
tertibannya. Peinsip-prinsip ini juga merupakan simpulan untuk dapat
meningkatkan kualitas layanan dokter primer dalam melaksanakan
pelayanan kedokteran. Prinsip-prinsip pelayanan/pendekatan kedokteran
keluarga adalah mewujudkan 1:
a) Pelayanan yang holistic dan menyeluruh
b) Pelayanan yang kontinu
c) Pelayanan yang mengutamakan pencegahan
d) Pelayanan yang koordinatif dan kolaboratif
e) Penanganan personal bagi setiap pasien sebagai bagian integral dari
keluarganya
f) Pelayanan yang mempertimbangkan keluarga, lingkungan kerja dan
lingkungan tempat tinggalnya
g) Pelayanan yang menjunjung tinggi etika dan hukum
h) Pelayanan yang dapat diaudit dan dapat dipertanggung jawabkan
i) Pelayanan yang sadar mutu dan sadar biaya.
Dengan melihat pada prinsip pelayanan yang harus dilaksanakan,
maka disusun kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang dokter utnuk
dapat disebut menjadi dokter keluarga 1.

3. Karakteristik Pelayanan Dokter Keluarga


Pelayanan dokter keluarga mempunyai beberapa karakteristik salah
satunya menurut Ikatan Dokter Indonesia melalui Muktamar ke-18 di
Surakarta sebagai berikut 1.

35
1. Yang melayani penderita tidak hanya sebagai orang per orang, tetapi
sebagai anggota satu keluarga dan bahkan sebagai anggota
masyarakat sekitarnya.
2. Yang memberikan pelayanan kesehatan secara menyeluruh dan
memberikan perhatian kepada penderita secara lengkap dan
sempurna, jauh melebihi jumlah keseluruhan keluhan yang
disampaikan.
3. Yang mengutamakan pelayanan kesehatan guna meningkatkan derajat
kesehatan seoptimal mungkin, mencegah timbulnya penyakit dan
mengenal serta mengobati penyakit sedini mungkin.
4. Yang mengutamakan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan
dan berusaha memenuhi kebutuhan tersebut sebaik-baiknya.
5. Yang menyediakan dirinya sebagai tempat pelayanan kesehatan
tingkat pertama dan bertanggung jawab pada pelayanan kesehatan
lanjutan.
Kolese Dokter Indonesia (KDI, 2003) menterjemahkan secara kimiawi
sebagai berikut 1:
1. Dokter keluarga adalah dokter yang dididik secara khusus untuk
bertugas di lini terdepan sistem pelayanan kesehatan, bertugas
mengambil langkah awal penyelesaian semua masalah yang mungkin
dipunyai pasien.
2. Melayani individu dalam masyarakat tanpa memandang jenis
penyakitnya ataupun karakter personal dan sosialnya dan
memanfaatkan semua sumber daya yang tersedia dalam sistem
pelayanan kesehatan untuk semaksimal mungkin kepentingan pasien.
3. Berwenang secara mandiri melakukan tindak medis mulai dari
pencegahan, diagnosis, pengobatan, perawatan dan asuhan paliatif,
menggunakan dan memadukan ilmu-ilmu biomedis, psikologi medis
dan sosiologi medis.

4. Tujuan Pelayanan Dokter Keluarga


Tujuan pelayanan dokter keluarga mencangkup bidang yang amat luas

36
sekali. Jika disederhanakan secara umum dapat dibedakan atas dua
macam:
Tujuan Umum
Tujuan umum pelayanan dokter keluarga adalah adalah sama dengan
tujuan pelayanan kedokteran dan atau pelayanan kesehatan pada
umumnya, Yakini terwujudnya keadaan sehat bagi setiap anggota
keluarga1.

Tujuan Khusus
Tujuan khusus adalah sebagai berikut 1:
a) Terpenuhnya kebutuhan keluarga akan pelayanan kedokteran yang
lebih efektif
Dibandingkan dengan pelayanan kedokteran kainnya, pelayanan
dokter keluarga memang lebih efektif. Ini disebabkan karena dalam
menangani suatu masalah kesehatan, perhatian tidak hanya
ditunjukkan pada keluhan yang disampaikan saja, tetapi pada pasien
sebagai manusia seutuhnya dan bahkan sebagai bagian dari anggota
keluarga dengan lingkungannya masing-masing. Dengan
diperhatikannya berbagai faktor yang seperti ini, maka pengelolaan
suatu masalah kesehatan akan dapat dilakukan secara sempurna dan
karena itu penyelesaian suatu masalah kesehatan akan dapat pula
diharapkan lebih memuaskan.

b) Terpenuhnya kebutuhan keluarga akan pelayanan kedokteran yang


lebih efisien
Dibandingkan dengan pelayanan kedokteran lainnya, pelayanan
kedokteran keluarga juga lebih efiasien. Ini disebabkan karena
pelayanan dokter keluarga lebih emngutamakan pelayanan pencegahan
penyakit serta diselenggarakan secara menyeluruh, terpadu dan
berkesinambungan. Dengan diutamakannya pelayanan pencegahan
penyakit, maka berarti angka jatuh sakit akan menurun, yang apabila
dipertahankan pada gilirannya aksn berperan besar dalam menurunkan

37
biaya kesehatan. Hal yang smaa juga ditemukan pada pelayanan yang
menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan. Karena salah stau
keuntungan dari pelayanan yang seperti ini ialah dapat dihindarkannya
tindakan dan atau pemeriksaan kedokteran yang berulang-ulang, yang
besar peranannya dalam mencegah penghamburan dana kesehatan .

5. Manfaat Pelayanan Kedokteran Keluarga


Manfaat yang dapat diambil dari dilaksanakannya pelayanan
kedokteran keluarga adalah sebagai berikut 1:
a) Akan dapat diselenggarakannya penanganan kasus penyakit sebagai
manusa seutuhnya, bukan hanya terhadap keluhan yang disampaikan.
b) Akan dapat diselenggarakan pelayanan pencegahan penyakit yang
dijamin kesinambungan pelayanan kesehatan
c) Apabila dibutuhkan pelayanan spesialis, pengaturannya akan lebih
baik dan terarah, terutama ditengah kompleksitas pelayanan kesehatan
saat ini
d) Akan dapat diselenggarakannya pelayanan kesehatan yang terpadu
sehingga penanganan suatu masalah kesehatan tidak menimbulkan
berbagai maslaah lainnya.
e) Jika seluruh anggota keluarga iktu serta dalam pelayanan, maka segala
keterangan tentang keluarga tersebut baik keterangan kesehatan dan
ataupun keterangan keadaan social dapat dimanfaatkan dalam
menangani masalah kesehatan yang sedang dihadapi.
f) Akan dapat diperhitungkan berbagai faktor yang memengaruhi
timbulnya penyakit, termasuk faktor sosial dan psikologis.
g) Akan dapat diselenggarakan penanganan kasus penyakit dengan tata
cara yang lebih sederhana dan tidak begitu mahal sehingga
meringankan biaya kesehatan.
h) Akan dapat dicegah pemakaian berbagai peralatan kedokteran canggih
yang memberatkan biaya kesehatan.

6. Ruang Lingkup Pelayanan Kedokteran Keluarga

38
Kegiatan yang dilaksanakan
Ruang lignkuip pertama dari pelayanan dokter keluarga adalah
menyangkut kegiatan yang dilaksanakan. Kegiatan yang dimaksudkan
disini adalah pelayanan yang diselenggarakan. Berbeda pelayanan yang
diselenggarakan oleh berbagai spesialis kedokeran lainnya, pelayanan
yang diselenggarakan oleh dokter keluarga harus memenuhi satu syarat
pokok. Berupa pelayanan kedokteran menyeluruh (comprehensive medical
services) 1.

Sasaran Pelayanan
Ruang lingkup kedua dari pelayanan dokter keluarga yang
menyangkut sasaran, yakni kepada siapa pelayanan dokter keluarga
tersebut ditujukan. Sesuai batasan yang dimiliki, sasasran yang
dimaksudkan disini adalah keluarga sebagai suatu unit. Keluarga sebagai
unit terkecil dari masyarakat mempunyai nilai strategis dalam
pembangunan kesehatan, karena setiap masalah individu merupakan
masalah keluarga dan sebaliknya. Kesehatan keluarga meliputi kesehatan
suami, istri, anak dan anggota keluarga lainnya1.
Setiap individu sejak lahir berada dalam suatu kelompok, terutama
kelompok keluarga. Kelompok ini akan membuka kemungkinan untuk
dipengaruhi atau mempengaruhi anggota-anggota kelompok lain. Oleh
karena pada setiap kelompok senantiasa berlaku aturan-aturan dan norma
sosial tertentu, maka perilaku setiap individu anggota kelompok
berlangsung dalam suatu jaringan normative. Adapun diketahui Sembilan
fungsi keluarga, yaitu1:
a) Fungsi holistik
Fungsi holistik adalah fungsi keluarga yang meliputi fungsi biologis,
psikologis dan sosial-ekonomi. Fungsi biologis menunjukkan apakah
di dalam kelurga tersebut terdapat gejala-gejala penyakit menurun,
penyakit menular, maupun penyakit kronis. Fungsi psikologis
menunjukkan bagaimana hubungan antara anggota keluarga, apakah
keluarga tersebut dapat memcahkan masalah bersama. Fungsi

39
sosialekonomi menunjukkan bagaimana kondisi ekonomi keluarga,
dan peran aktif keluarga dalam kehidupan sosial bermasyarakat 1.
Dalam menetapkan masalah serta faktor yang mempengaruhi,
digunakan konsep Mandala of Health. Dipahami bahwa dokter tidak
dapat melihat pasien hanya fisiknya saja. Karena setiap manusia juga
terdiri dari fisik, jiwa dan spiritnya. Setiap manusia tinggal bersama
manusia lain dan juga berinteraksi dengan lingkungannya (fisik,
tempat tinggal, pekerjaan, lingkungan sosial, budaya dan sebagainya).
Karena itu pada saat pasien mengeluh gangguan kesehatan, perlu dikaji
faktor-faktor disekitarnya yang mungkin memicu atau menyebabkan
gejala tersebut muncul selain kemungkinan masalah pada
biomediknya. Pendekatan penegakan diagnosis berupa pendekatan
multi aspek, yaitu 23:
Diagnosis holistik, terdiri dari:
1. Aspek 1 (aspek individu): keluhan utama, harapan, kekhawatiran
pasien ketika datang
2. Aspek 2 (aspek klinik): diagnosis klinis dan diagnosis bandingnya
3. Aspek 3 (aspek internal): faktor internal pasien yg memicu
penyakit/masalah kesehatannya, (misal: usia, perilaku kesehatan,
persepsi kesehatan, dan sebagainya).
4. Aspek 4 (aspek eksternal pasien): dokter menulis (keadaan
keluarga, lingkungan psikososial & ekonomi keluarga, keadaan
lingkungan rumah & pekerjaan yang memicu atau menjadi hazsard
pada penyakit/masalah ini atau kemungkinan dapat menghambat
penatalaksanaan penyakit/masalah kesehatan yang ada
5. Aspek 5 (aspek fungsional): dokter menilai derajat fungsional
pasien pada saat ini.
Begitu pula pada saat perencanaan penatalaksanaan masalah
kesehatan, dengan memperhitungkan faktor-faktor disekitar pasien,
dokter perlu memiliki perencanaan pencegahan mulai dari pencegahan
primer, sekunder, tersier untuk pasien dan keluarganya 23.

40
Gambar 7. Mandala of Health

b) Fungsi fisiologis
Fungsi fisiologis keluarga diukur menggunakan APGAR score yang
digunakan untuk menilai fungsi keluarga ditinjau dari sudut pandang
setiap anggota keluarga terhadap hubungannya dengan anggota
keluarga yag lain. APGAR score meliputi 22:
1) Adaptasi (Adaptation) Menilai tingkat kepuasan
anggota keluarga dalam menerima yang diperlukan dari
anggota keluarga lainnya.
2) Kemitraan (Partnership) Menilai tingkat kepuasan
anggota keluarga terhadap komonikasi dalam keluarga,
musyawarah dalam mengambil keputusan atau dalam
penyelesaian masalah yang dihadapi dalam keluarga.
3) Pertumbuhan (Growth) Menilai tingkat kepuasan
anggota keluarga terhadap kebebasan yang diberikan
keluarga dalam mematangkan pertumbuhan dan
kedewasaan setiap anggota keluarga.
4) Kasih Sayang (Affection) Menilai tingkat kepuasan
anggota keluarga terhadap kasih sayang serta interaksi
emosional yang terjalin dalam keluarga.

41
5) Kebersamaan (Resolve) 9 Menilai tingkat kepuasan
anggota keluarga terhadap kebersamaan dalam
membagi waktu, kekayaan, dan ruang antar keluarga.
Skor untuk masing-masing kategori adalah:
0 = jarang/tidak sama sekali
1= kadang-kadang
2=sering/selalu
Terdapat tiga kategori penilaian, yaitu nilai rata-rata ≤ 5 berarti kurang,
6-7 cukup dan 8-10 adalah baik.

c) Fungsi patologis
Fungsi patologis keluarga dinilai menggunakan SCREEM score
dengan rincian sebagai berikut 22:
 Apakah antara anggota keluarga saling memberi perhatian,
saling membantu kalau ada kerepotan masing-
masing.Apakah interaksi dengan tetangga sekitarnya juga
berjalan baik dan tidak ada masalah (Social).
 Apakah keluarga puas terhadap budaya yang berlaku di
daerah itu (Culture).
 Apakah keluarga taat dalam beragama (Religion).
 Apakah status ekonomi keluarga cukup (Economic)
 Apakah pendidikan tergolong cukup (Education)
 Apakah dalam mencari pelayanan kesehatan mudah dan ada
alat transportasi (Medical)

d) Fungsi hubungan antar manusia


Menunjukkan baik atau tidaknya hubungan atau interaksi antar
anggota keluarga (interaksi dua arah baik digambarkan garis penuh
sedangkan interaksi tidak baik digambarkan dengan garis putus-putus) 1.

e) Fungsi keturunan (genogram)


Fungsi keturunan (genetic) dinilai dari genogram keluarga.

42
Menunjukkan adanya penyakit keturunan ataukah penyakit menular dalam
keluarga. Apabila keduanya tidak ditemukan, berarti dalam keadaan baik 1.

f) Fungsi perilaku (pengetahuan, sikap dan tindakan)


Fungsi perilaku meliputi pengetahuan tentang kesehatan, sikap sadar
akan pentingnya kesehatan, dan tindakan yang mencerminkan pola hidup
sehat 1.

g) Fungsi non-perilakuperilaku (lingkungan, pelayanan kesehatan,


keturunan)
Fungsi non-perilaku meliputi lingkungan dan pelayanan kesehatan.
Pelayanan kesehatan meliputi 1:
1) Kepedulian memeriksakan diri ke tempat pelayanan kesehatan
2) Ketersediaan sarana dan prasarana pelayanan kesehatan
3) Jarak dengan puskesmas/rumah sakit

h) Fungsi indoor
Fungsi indoor ini menunjukkan gambaran lingkungan dalam rumah
apakah telah memenuhi syarat kesehatan. Penilaian meliputi lantai,
dinding, ventilasi, pencahayaan, sirkulasi udara, sumber air bersih, jarak
jamban dengan rumah serta pengelolaan sampah dan limbah 1.

i) Fungsi outdoor
Menunjukkan gambaran lingkungan luar rumah apakah telah
memenuhi syarat-syarat kesehatan, masalkan jarak rumah dengan jalan
raya, tingkat kebisingan, serta jarak rumah dengan sungai dan tempat
pembuangan sampah umum 1.

7. Bentuk Keluarga

43
Keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari
suami-istri, atau suami-istri dan anak, atau ayah dengan anak atau ibu
dengan anak.
1. Keluarga inti (nuclear family)
Keluarga yang terdiri dari suami, istri, serta anak-anak kandung.
2. Keluarga besar (extended family)
Keluarga yang disamping terdiri dari suami, istri, dan anak-anak
kandung, juga terdiri dari sanak saudara lainnya, baik menurut garis
vertikal (ibu, bapak, kakek, nenek, mantu, cucu, cicit) dan ataupun
menurut garis horizontal (kakak, adik, ipar) yang dapat berasal dari
pihak suami atau istri
3. Keluarga campuran (blended family)
Keluarga yang terdiri dari suami, istri, anak-anak kandung serta anak-
anak tiri.
4. Keluarga menurut hukum umum (common law family)
Keluarga yang terdiri dari pria dan wanita yang tidak terikat dalam
perkawinan sah serta anak-anak mereka yang tinggal bersama.
5. Keluarga orang tua tunggal (single parent family)
Keluarga yang terdiri dari pria atau wanita, mungkin karena telah
bercerai, berpisah, ditinggal mati atau mungkin tidak pernah menikah,
serta anak-anak mereka tinggal bersama.
6. Keluarga hidup bersama (commune family)
Keluarga yang terdiri dari pria, wanita, dan anak-anak yang tinggal
bersama, berbagi hal dan tanggung jawab serta memiliki kekayaan
bersama.
7. Keluarga serial (serial family)
Keluarga yang terdiri dari pria dan wanita yang telah menikah dan
mungkin telah mempunyai anak, tetapi kemudian bercerai dan masing-
masing menikah lagi serta memiliki anak-anak dengan pasangan
masing-masing, semuanya mengganggap sebagai satu keluarga.
8. Keluarga gabungan (composite family)

44
Keluarga yang terdiri dari suami dengan beberapa istri dan anak-
anaknya atau istri dengan beberapa suami dan anak-anaknya yang hidup
bersama.
9. Keluarga tinggal bersama (whabilation family)
Pria dan wanita yang hidup bersama tanpa ada ikatan perkawinan.

8. Fungsi Keluarga
Fungsi keluarga adalah sebagai berikut 24:
- Fungsi keagamaan
- Fungsi sosial budaya
- Fungsi cinta dan kasih sayang
- Fungsi perlindungan
- Fungsi reproduksi
- Fungsi sosialisasi dan Pendidikan
- Fungsi ekonomi
- Fungsi pembinaan lingkungan

9. Karakteristik Keluarga Sehat


Karakteristik keluarga yang sehat adalah sebagai berikut 1:
a) Komunikasi yang sehat dalam situasi ini anggota keluarga mempunyai
kebebasan untuk mengeluarkan perasaan dan emosinya.
b) Otonomi individu ini termasuk kecocokan dengan menggunakan
kekuatan, saling terbuka antar suami dan istri.
c) Fleksibilitas saling memberi dan menerima dengan adaptasi kebutuhan
pribadi dan penggantian situasi
d) Apresiasi saling menegur dan memuji atau memberikan hadiah,
sehingga anggota keluarga dapat mengembangkan perasaan
menghargai dirinya sendiri.
e) Pemberian semangat di dalam keluarga akan menimbulkan rasa aman
jauh dari stress dan meningkatkan kesehatan lingkungan. Dokter
keluarga termasuk jaringan ini.
- Waktu keluarga, kepedulian dan mengerjakan sesuatu Bersama.

45
- Kepentingan dari hubungan suami istri dalam perkawinan menjadi
nyata apabila pendekatan keluarga selalu diusahakan.
- Pertumbuhan kebutuhan untuk masing-masing individu anggota
keluarga selalu mendapatkan dorongan dalam suasana yang
membesarkan hati.
- Nilai – nilai spiritual dan keagamaan kepercayaan kepada Tuhan
dan spiritual diketahui berhubungan dengan kepositifan kesehatan
keluarga.

10. Klasifikasi Tingkat Kesejahteraan Keluarga


Tahapan keluarga sejahtera dibedakan atas 5 tingkatan menurut
BKKBN (2011) sebagai berikut 23.
1. Keluarga pra sejahtera
Keluarga-keluarga yang belum dapat memenui kebutuhan dasarnya
secara minimal, seperti kebutuhan agama, pangan, sandang, papan,
kesehatan, dan keluarga berencana.
2. Keluarga sejahtera tahap I
Keluarga-keluarga yang telah dapat memenuhi kebutuhan dasarnya
secara minimal tetapi belum dapat memenuhi kebutuhan dasarnya
secara minimal tetapi belum dapat memenuhi keseluruhan kebutuhan
sosial psikologisnya, seperti kebutuhan akan pendidikan, interaksi
dalam keluarga, interaksi dengan lingkungan tempat tinggal, dan
transportasi.
3. Keluarga sejahtera tahap II
Keluarga-keluarga yang telah dapat memenuhi kebutuhan fisik dan
sosial-psikologisnya, akan tetapi belum dapat memenuhi keseluruhan
kebutuhan pengembangannya, seperti kebutuhan untuk menabung dan
informasi.
4. Keluarga sejahtera tahap III
Keluarga-keluarga yang telah dapat memenuhi seluruh kebuthan fisik,
sosial-psikologis, dan pengembangan, namun belum dapat
memberikan sumbangan secara teratur kepada masyarakat sekitarnya,

46
misalnya dalam bentuk sumbangan materil dan keuangan, serta secara
aktif menjadi pengurus lembaga di masyarakat yang ada.
5. Keluarga sejahtera tahap III plus
Keluarga-keluarga yang telah dapat memenuhi seluruh kebutuhannya
serta memiliki kepedulian dan kesertaan yang tinggi dalam
meningkatkan kesejahteraan keluarga disekitarnya.

2.5 Kunjungan Rumah (Home Visit)


1. Definisi Home Visit
Kunjungan rumah (home visit) adalah kedatangan petugas kesehatan ke
rumah pasien untuk lebih mengenal kehidupan pasien dan atau
memberikan pertolongan kedokteran sesuai dengan kebutuhan dan
tuntutan pasien. Sedangkan yang dimaksud dengan perawatan pasien di
rumah (home care) adalah apabila pertolongan kedokteran yang dilakukan
di rumah tersebut tidak termasuk lagi dalam kelompok pelayanan rawat
jalan (ambulatory services), tetapi dalam kelompok rawat inap
(hospitalization). Ruang lingkup kegiatan pada kunjungan rumah hanya
untuk lebih mengenal kehidupan pasien serta melakukan pertolongan
kedokteran yang bersifat rawat jalan saja. Sedangkan pada perawatan
pasien di rumah, ruang lingkup kegiatan tersebut telah mencakup kegiatan
pertolongan kedokteran yang bersifat rawat inap 4.

2. Alasan Dilakukan Kunjungan dan Perawatan di Rumah dalam


Kedokteran Keluarga
Banyak alasan kenapa kunjungan dan perawatan pasien di rumah perlu
dilakukan oleh dokter keluarga. Jika disederhanakan, berbagai alasan
tersebut secara umum dapat dibedakan atas dua macam, yakni 4 :
1) Untuk lebih mengenal kehidupan pasien
Telah disebutkan bahwa pelayanan dokter keluarga adalah pelayanan
kedokteran menyeluruh. Untuk dapat menyelenggarakan pelayanan
kedokteran menyeluruh ini, diperlukan antara lain tersedianya data yang
lengkap tentang keadaan pasien, sedemikian rupa sehingga dapat dikenal

47
kehidupan pasien secara lebih lengkap. Untuk dapat mengumpulkan data
ini tidak ada upaya lain yang dapat dilakukan kecuali melakukan
kunjungan ke rumah pasien
2) Untuk memberikan pertolongan kedokteran
Telah disebutkan bahwa salah satu karakteristik pokok pelayanan
dokter keluarga adalah pelayanan kedokteran yang berkesinambungan.
Untuk dapat mewujudkan pelayanan kedokteran yang seperti ini, tentu
tidak cukup jika pelayanan dokter keluarga yang diselenggarakan hanya
bersifat pasif, dalam arti hanya menanti pasien berkunjung ke tempat
praktek saja. Pelayanan dokter keluarga yang baik harus bersifat aktif,
dalam arti, jika memang diperlukan, melakukan kunjungan dan atau
merawat pasien di rumah pasien.
Banyak alasan kenapa pertolongan kedokteran perlu dilakukan melalui
kunjungan dan ataupun perawatan di rumah tersebut. Dua di antaranya
yang dipandang mempunyai peranan yang amat penting, yakni:
a) Karena keadaan kesehatan pasien tidak memungkinkan untuk
datang ke tempat praktek
Alasan pertama perlunya dilakukan pertolongan kedokteran melalui
kunjungan dan atau perawatan di rumah adalah karena keadaan
kesehatan pasien tidak memungkinkan untuk datang berobat ke tempat
praktek, atau kalau tetap dipaksakan, akan lebih memperberat keadaan
pasien. Keadaan yang tidak memungkinkan tersebut banyak
macamnya. Secara umum dapat dibedakan atas tiga macam, yakni :
 Karena menderita penyakit akut yang tidak memungkinkan pasien
untuk dibawa ke tempat praktek, atau kalau dibawa dan kebetulan
menderita penyakit menular, dapat membahayakan orang lain.
 Karena menderita penyakit kronis, terutama apabila dialami oleh
orang yang telah lanjut usia
 Karena menderita penyakit stadium terminal yang telah tidak ada
harapan untuk hidup lagi.

b) Sebagai tindak lanjut pelayanan rawat inap di rumah sakit

48
Alasan kedua perlunya dilakukan pertolongan kedokteran melalui
kunjungan dan atau perawatan di rumah adalah untuk menindaklanjuti
pelayanan rawat inap bagi pasien yang baru saja keluar dari rumah sakit.
Dokter keluarga yang baik seyogyanya dapat melakukan pelayanan tindak
lanjut ini, sedemikian rupa sehingga keadaan kesehatan pasien kembali
pada keadaan semula serta dapat melakukan kegiatan rutin sehari - hari.
Pada akhir - akhir ini, pelayanan tindak lanjut rawat inap melalui
kunjungan dan atau perawatan di rumah, tampak semakin bertambah
penting. Penyebab utamanya adalah karena mahalnya biaya perawatan di
rumah sakit, sehingga pasien karena kesulitan biaya, meskipun belum
sembuh sempurna telah minta untuk segera dipulangkan.

3. Manfaat Kunjungan dan Perawatan Pasien di Rumah


Apabila kunjungan dan atau perawatan di rumah dapat dilakukan
dengan sebaik-baiknya, akan diperoleh banyak manfaat. Beberapa dari
manfaat tersebut antara lain adalah 4:
- Dapat lebih meningkatkan pemahaman dokter tentang pasien Adanya
peningkatan pemahaman yang seperti ini mudah dimengerti, karena
memanglah dengan dilakukannya kunjungan dan atau perawatan
pasien di rumah tersebut, dokter akan memperoleh banyak keterangan
tentang pasien yang dimaksud.
- Dapat lebih meningkatkan hubungan dokter - pasien Sama halnya
dengan pemahaman, peningkatan hubungan dokter - pasien ini adalah
juga sebagai hasil dari dilakukannya kunjungan dan atau perawatan
pasien di rumah.
- Dapat lebih menjamin terpenuhinya kebutuhan dan tuntutan
kesehatan pasien Dengan makin meningkatnya pemahaman dokter
tentang keadaan pasien, dan atau dengan makin baiknya hubungan
dokter - pasien, berarti sekaligus akan meningkatkan pula pemahaman
dokter tentang kebutuhan serta tuntutan kesehatan pasien. Adanya
pemahaman yang seperti ini jelas akan berperanan besar dalam upaya
lebih menjamin terpenuhinya kebutuhan dan tuntutan kesehatan

49
pasien.
- Dapat lebih meningkatkan kepuasan pasien Pelayanan kedokteran
yang dapat memenuhi kebutuhan dan tuntutan kesehatan pasien,
apalagi jika disertai dengan hubungan dokter - pasien yang baik, pasti
mempunyai peranan yang amat besar dalam lebih meningkatkan
kepuasan pasien (patient satisfaction). Sesuatu yang pada akhir - akhir
ini telah disepakati sebagai salah satu tolok ukur yang paling penting
dari pelayanan kesehatan yang bermutu.

4. Tata Cara Home Visit

Prosedur kerja home visit:9


a. Hari I :
1. Mempelajari data-data pasien rawat jalan di puskesmas
setempat untuk memilih sasaran keluarga yang akan dikunjungi
sesuai jumlah kelompok kecil.
2. Melakukan survey pasien yang akan dikunjungi pada hari
kedua dan membuat janji jadwal kunjungan yang akan
dilakukan kemudian dikonsultasikan kepada instruktur
lapangan.
3. Mengidentifikasi dan membuat prioritas masalah yang ada di
dalam keluarga yang akan dikunjungi untuk persiapan
pemberian nasehat/penyuluhan pada saat pelaksanaan kegiatan
kunjungan pasien di rumah (home visit).
4. Mengisi form-form pelaporan kegiatan kunjungan rumah
(home visit) yang ada di klinik dokter keluarga.
5. Mempersiapkan alat yang akan dipakai dalam kunjungan
pasien di rumah (tensimeter, stetoskop, termometer, senter,
media penyuluhan).

b. Hari II :
1. Melaksanakan kunjungan rumah (home visit) sesuai dengan
tata cara yang telah dipelajari sebelumnya.

50
2. Mengisi form-form data kunjungan rumah yang telah
ditentukan
3. Melaporkan secara lisan kegiatan yang telah
dilaksanakan kepada instruktur atau pihak puskesmas
4. Membuat analisa atas data-data yang telah dikumpulkan.
5. Menyusun laporan akhir kegiatan.

c. Hari III:
1. Mengumpulkan laporan akhir dan presentasi hasil kunjungan
rumah.
Menurut PDKI (2006), tata cara kunjungan pasien di rumah
dapat dilakukan sendiri oleh dokter yang menyelenggarakan
pelayanan dokter keluarga dan dapat dilakukan petugas kesehatan
khusus, yaitu tenaga paramedis yang telah mendapatkan pelatihan 25.
Jika ditinjau dari pihak yang mengambil inisiatif, kunjungan
pasien di rumah dapat dibedakan atas dua macam. Pertama, atas
inisiatif dokter keluarga yang melaksanakan pelayanan dokter
keluarga. Kedua, atas inisiatif pasien yang memerlukan pertolongan
kedokteran dari dokter keluarga. Hanya saja, terlepas dari kategori
tenaga yang akan melaksanakan dan atau para pihak yang
mengambil inisiatif, suatu kunjungan pasien di rumah yang baik
memang harus mengikuti suatu tata cara tertentu. Tata cara yang
dimaksud secara umum dapat dibedakan atas tiga macam hal, yaitu 4:
A. Untuk Mengumpulkan Data tentang Pasien
Jika tujuan kunjungan rumah adalah untuk mengumpulkan data
tentang pasien, tata cara yang ditempuh adalah sebagai berikut:
1. Mempersiapkan daftar nama keluarga yang akan dikunjungi
2. Mengatur jadwal kunjungan
3. Mempersiapkan macam data yang akan dikumpulkan
4. Melakukan pengumpulan data
5. Melakukan pencatatan data
6. Menyampaikan nasehat dan atau penyuluhan kesehatan

51
B. Untuk Memberikan Pertolongan Kedokteran Atas Inisiatif Dokter
Keluarga Jika tujuan kunjungan rumah tersebut adalah untuk
memberikan pertolongan
kedokteran atas inisiatif dokter keluarga, maka tata cara yang
dilakukan mencakup enam kegiatan pokok sebagai berikut:
1. Mempersiapkan jadwal kunjungan
2. Menyampaikan jadwal kunjungan yang telah disusun kepada
pasien
3. Mempersiapkan keperluan kunjungan
4. Melakukan kunjungan dan pertolongan kedokteran
5. Mengisi rekam medis keluarga
6. Menyusun rencana tidak lanjut

C. Untuk Memberikan Pertolongan Kedokteran Atas Inisiatif Pasien


Atau Pihak Keluarga
Jika pihak yang mengambil inisiatif adalah pasien atau
keluarganya, yang biasanya terjadi apabila menderita penyakit yang
bersifat mendadak (acute), tata cara yang ditempuh adalah sebagai
berikut:
1. Menanyakan selengkapnya tentang keadaan pasien
2. Mempersiapkan keperluan kunjungan
3. Melakukan kunjungan serta pertolongan kedokteran
4. Mengisi rekam medis keluarga
5. Menyusun rencana tindak lanjut

52
BAB III
LAPORAN KASUS

3.1 Identitas
Nama : Tn. S
Umur : 62 Tahun
Tempat Tanggal Lahir : Palembang, 2 Mei 1959
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Bangsa : Indonesia
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Buruh
Status : Menikah
Alamat : Jl. KH Balqi, Lorong bersama, Kel 14 Ulu

Tanggal kunjungan rumah I : Sabtu, 9 Oktober 2021


Tanggal kinjungan rumah II : Minggu, 10 Oktober 2021

3.2 Subjektif
Autoanamnesis dengan penderita pada Sabtu, 10 Oktober 2021 Pukul
15.30 WIB, di rumah pasien

A. Keluhan Utama
Pasien datang ke klinik dokter keluarga universitas Muhammadiyah
untuk melakukan kontrol darah dan mengambil obat rutin.

53
B. Riwayat Perjalanan Penyakit
Pada ±1 tahun yang lalu, pasien sering mengeluh kepala terasa berat
dan terasa sakit serta mimisan terutama terjadi saat beraktifitas di cuaca
panas atau kelelahan. Keluhan kepala berat yang menjalar hingga ke leher
dirasakan terus menerus, dengan karakteristik berdenyut yang hilang
timbul, keluhan ini mereda setelah pasien beristirahat. Untuk keluhan mata
kabur, mual dan muntah, nyeri kepala yang tidak tertahankan, dan
kelemahan pada anggota tubuh disangkal. Selain itu untuk keluhan sesak,
nyeri pada dada maupun kelelahan saat berjalan disangkal.
Selanjutnya untuk keluhan mimisan dirasakan bersamaan ketika nyeri
kepala. Mimisan terjadi kurang lebih selama sepuluh menit, menurut
keterangan pasien, mimisan mereda setelah pasien menyumbat hidung
menggunakan daun sirih selama kurang lebih lima menit. Keadaan ini
terus berulang sekitar 2 kali dalam satu bulan. Untuk keluhan luka yang
lambat berhenti, perdarahan pada gusi, lebam kebiruan pada tubuh
disangkal. BAB dan BAK seperti biasa, untuk BAB berdarah maupun
BAK berdarah disangkal.
Kebiasaan sehari-hari pasien jarang berolahraga, dan kurang menjaga
pola makan. Sebelum sakit, pasien gemar mengonsumsi makanan asin dan
makanan berlemak serta gorengan.
Menurut pasien pada keluarga tidak ada yang mengalami keluhan
serupa. Untuk riwayat penyakit asma, jantung, alergi, dan lain-lain
disangkal. Pasien sebelumnya berupaya berobat ke dokter di rumah sakit
Muhammadiyah Palembang dan didiagnosis oleh dokter sebagai penyakit
jantung hipertensi. Sejak saat itu pasien rajin melakukan kontrol tekanan
darah setiap satu bulan sekali di klinik dokter keluarga universitas
Muhammadiyah, rutin mengonsumsi obat yang diberikan dan mengurangi
makan makanan berlemak maupun makanan asin.

54
C. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat hipertensi : Ada
Riwayat diabetes melitus : Tidak ada
Riwayat asma : Tidak ada
Riwayat alergi obat : Tidak ada

D. Riwayat Penyakit Keluarga/Lingkungan


Riwayat hipertensi : Ada
Riwayat diabetes melitus : Tidak ada
Riwayat asma : Tidak ada
Riwayat alergi obat : Tidak ada
Riwayat jantung : Tidak ada
Riwayat penyakit TB paru : Tidak ada

E. Riwayat Kebiasaan
Pasien memiliki kebiasaan mengkonsumsi makanan asin dan berlemak
serta gorengan. Pasien juga mengaku memiliki kebiasaan merokok sudah
sekitar ± 30 tahun yang lalu dan dapat meghabiskan 1 bungkus rokok/hari.
Namun pasien mengaku sudah berhenti merokok 1 tahun terakhir. Pasien
juga jarang berolahraga rutin. Tetapi sekarang pasien sudah mulai
mengatur pola makan dan menambah aktivitas fisik.

F. Riwayat Pekerjaan
Pasien merupakan seorang buruh

G. Riwayat Nutrisi
Pasien makan tiga kali sehari sebanyak 1 piring setiap kali makan dengan
ikan, tahu, tempe, telur dan sayur yang paling sering dikonsumsi ditambah
makanan ringan berupa gorengan serta minum ± 8 gelas/hari. Pasien
55
kadang – kadang mengkonsumsi daging dan ayam. Pasien mengkonsumsi
kopi sebanyak 1 gelas kecil setiap pagi dan sore hari. Pasien lebih
menyukai makanan yang memiliki rasa asin.

H. Riwayat Higiene
1. Pasien mandi dua kali sehari
2. Pasien mengganti pakaian setiap hari.
3. Pasien menggunakan handuk dan pakaian sendiri, tidak
bercampur dengan orang lain.

I. Riwayat Sosial Ekonomi dan Lingkungan


Pasien tinggal dirumah sendiri dengan istri dan anak. Pasien memiliki
2 orang anak namun hanya 1 yang tinggal satu rumah karena sudah
menikah dan memiliki rumah sendiri. Pasien tinggal di daerah jarang
penduduk. Rumah pasien luasnya 8 x 3 meter, terdapat 3 orang dalam satu
rumah. Lantai tersusun dari keramik. Dinding rumah tersebut terbuat dari
batu bata dan semen (tembok). Atap rumah terbuat dari genteng dan
memiliki plafon. Rumah cukup mendapatkan pencahayaan sinar matahari
dan tidak terasa lembab. Terdapat ruang tamu, ruang keluarga, 1 kamar
tidur, 1 dapur dan satu kamar mandi yang memiliki jamban jongkok.
Sumber air berasal dari PDAM untuk mandi yang airnya cukup jernih dan
juga untuk kebutuhan masak dan minum. Tata letak barang-barang di
rumah cukup baik. Kebersihan baik didalam maupun diluar rumah terlihat
baik.
Hubungan antar anggota keluarga terjalin baik. Hubungan pasien
dengan anak-anaknya harmonis dan saling membantu. Anak-anak yang
sudah berkeluarga selalu berkunjung kerumah orang tuanya minimal 1
minggu sekali.
Pasien bekerja sebagai buruh dengan pendapatan perbulan kira-kira 2
juta rupiah, uang tersebut biasanya digunakan untuk membiayai kebutuhan
56
sehari-hari. Pasien dan keluar memiliki kendaraan berupa satu sepeda
motor, perlengkapan rumah tangga, peralatan elektronik pasien berupa
televisi, kulkas, dan kipas angin.

Kesan
Sosial : Harmonis
Ekonomi : Menengah kebawah
Lingkungan : Cukup Baik

Saran
Sebaiknya Pasien menjaga pola hidup yang baik, seperti dengan istirahat
yang cukup dan manajemen stress yang baik.

J. Riwayat Keluarga
Genogram

57
3.3 Objektif
A. Status Generalis
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan darah : 160/80 mmHg
Nadi : 72x/menit, regular isi dan tegangan cukup
Pernafasan : 20x/menit
Suhu : 36,5oC
Berat badan : 70 cm
Tinggi badan : 165 cm
IMT : 25,19 (overweight)

B. Keadaan Spesifik
Kepala : Normochepali, rambut hitam tidak udah dicabut
Mata : Edema palpebra (-/-), konnungtiva anemis (-), sklera ikterik (-),
refleks cahaya (+), pupil isokor (+)
Hidung : Septum deviasi (-), polip (-), sekret (-), epitaksis (-), mukosa
edema
(-), mukosa pucat (-)
Mulut : Sianosis (-), bibir kering (-), tonsil TI-TI tenang, perdarahan gusi
(-), lidah kotor (-), tremor lidah (-), faring hiperemis (-), uvula di
tengah.
Telinga : sekret (-), nyeri tekan (-)
Leher : pembesaran KGB (-), pembesaran tiroid (-)

Thorax
Inspeksi : Simetris, statis dan dinamis, retraksi sela iga (-)
Palpasi : Krepitasi (-), stem fremitus (+/+) normal, nyeri tekan (-)
Perkusi : Nyeri ketuk (-), sonor (+/+) normal
Auskultasi : Suara vesikuler (+/+) normal, rhonki (-/-), wheezing (-/-)
58
Jantung
Inspeksi : Iktus cordis (-)
Palpasi : Iktus cordis tidak teraba , thrill (-)
Perkusi : Dalam batas normal
Auskultasi: Bunyi jantung I dan II normal, murmur (-), gallop (-)

Abdomen
Inspeksi : Cembung, striae (-), spider nevi (-), caput medusa (-)
Auskultasi: Bising usus (+) normal
Palpasi : Lemas, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : Timpani seluruh lapang abdomen, nyeri ketok (-), shifting dullnes

(-).

Genitalia : Tidak dilakukan pemeriksaan


Ekstremitas: Akral hangat (+/+), pitting edema (-/-), CRT < 2 detik

C. Pemeriksaan Penunjang
Tidak dilakukan

3.4 Diagnosis Kerja


Hypertensive Heart Disease

3.5 Tatalaksana

a. Promotif
Memberikan edukasi kepada pasien dan semua anggota keluarga tentang:
 Penyakitnya dan komplikasi. Penyakit ini adalah penyakit yang
sangat berbahaya apabila tidak di tatalaksana secara komprehensif.

59
 Upaya-upaya pencegahan yang harus dilakukan. Cara hidup sehat:
diet yang sehat, aktivitas fisik teratur, istirahat cukup, hindari stres.
 Pengobatan terhadap penyakitnya (terutama mengenai cara
penggunaan obat dengan cara yang benar dan lama pengobatannya).
 Pentingnya ketaatan menggunakan obat, karena penyakit ini tidak
dapat sembuh namun dapat dikontrol.

b. Preventif
Memberikan informasi kepada pasien mengenai upaya pencegahan yang
dapat dilakukan pasien agar tidak memperparah keadaan pasien, yaitu:
 Menjaga pola makan dengan mengonsumsi makanan bergizi seimbang
 Menurangi konsumsi makanan tinggi garam dan tinggi lemak
 Meningkatkan aktivitas fisik misalnya dengan rutin berolahraga
ringan minimal 30 menit, 3 kali seminggu
 Memanfaatkan waktu luang untuk beristirahat
 Mengelolah emosional
 Rutin memeriksaan keadaannya ke Klinik Dokter Keluarga
Universitas Muhammadiyah

c. Kuratif
Terapi Non-Farmakologi
Melakukan aktivitas fisik berolahraga minimal 30 menit sebanyak 3x
seminggu

Terapi Farmakologi
Valsartan 80 mg tablet per oral 1x1
Adalat Oros tablet per oral 1x1

d. Rehabilitatif

60
 Rutin melakukan kontrol ke Klinik Dokter Keluarga walaupun saat
pasien merasakan tidak ada keluhan
 Mengidentifikasi disabilitas/hendaya akibat yang ditimbulkan dari
komplikasi hypertensive heart disease

3.6 Prognosis
Ad Vitam : Dubia ad bonam
Ad Functionam : Dubia ad bonam
Ad Sanationam : Dubia ad bonam

3.7 Analisa Kunjungan Rumah (Home Visit)


Home visit dilakukan tanggal 9 Oktober 2021, dilakukan home visite ke
rumah pasien di Jl. KH Balqi, Lorong bersama, Kelurahan 14 Ulu, Kota
Palembang pada pukul 15.30 WIB.

A. Karakteristik Demografi Keluarga


Nama kepala keluarga : Tn. S
Alamat : Jl. KH Balqi, Lorong bersama, Kel 14 Ulu
Bentuk keluarga : Keluarga Inti (Nuclear family)
No Nama Kedudukan L/P Umur Pendidikan Pekerjaan Penderita
Klinik
1 Tn. S Ayah L 62 tahun SMP Buruh Ya
2 Ny. R Ibu P 53 tahun SMP IRT Ya
3 Tn.H Anak L 14 tahun SMA - -
4 Ny. A Anak P 25 tahun SMA - -

B. Identifikasi Fungsi Keluarga


1. Fungsi fisiologis (APGAR) dalam keluarga

61
APGAR Score Tn. Sering/ Kadang- Jarang/
MN Terhadap Selalu kadang Tidak
Keluarga
Saya puas dengan
keluarga saya
karena masing-
masing anggota
A keluarga sudah  .
menjalankan
kewajiban sesuai
dengan
seharusnya.

Saya puas dengan


keluarga saya
karena dapat
membantu
P 
memberikan solusi
terhadap
permasalahan
yang saya hadapi.

Saya puas dengan

G kebebasan yang  .
diberikan keluarga
saya untuk
Saya puas dengan
kehangatan / kasih
A 
sayang yang
diberikan keluarga
saya.
62
R Saya puas dengan
waktu yang
disediakan

keluarga untuk
menjalin
kebersamaan
Total 10

APGAR Score keluarga Tn. S dinilai berdasarkan semua anggota keluarga


yaitu 10.
Fungsi fisiologis keluarga dapat dikatakan sehat. Waktu untuk berkumpul
dengan anggota keluarga lainnya dapat dikatakan baik, dan komunikasi
tetap terjaga.
2. Fungsi Patologis (SCREEM)
Sumber Patologis

Keluarga Tn.S seriong


berkumpul dengan
tetangga sekitar, selalu
berusaha membina
Social hubungan -
baikmdengan tetangga
sekitarnya dengan
selalu menyapa dan
berusaha ramah
dengan warga sekitar.

63
Kepuasan atau
kebanggaan terhadap
budaya cukup baik, hal
ini dapat dilihat dari
pergaulan sehari-hari
Culture -
dalam keluarga maupun
di lingkungan. Tn. S
sering mengikuti
kegiatan yang ada
disekitar perumahan.

Dalam keluarga ini


pemahaman agama
baik. Tn. S selalu sholat
Religious -
5 waktu di rumah, dan
mengikuti pengajian
bersama di masjid

Status ekonomi
keluarga ini tergolong
Economic -
menengah. Kebutuhan
primer dan sekunder
dapat
tercukupi. Walaupun
kebutuhan sekunder
tidak semuanya
tercukupi.
Latar belakang
Educational pendidikan tergolong -
kurang. Keluarga dapat
menonton TV. Namun

64
tidak belangganan
koran.
Bila terdapat anggota
keluarga yang mengeluh
Medical sakit, biasanya langsung -
dibawa ke tempat faskes
pertama BPJS pasien.

Berdasarkan penilaian SCREEM Keluarga Tn. S, didapatkan kesimpulan:


Keluarga Tn.MN tidak memiliki fungsi patologis dari segi edukasi, selain
itu pada fungsi patologis yang lain tidak terdapat masalah baik dari segi
sosial, budaya, agama, ekonomi, maupun pengobatan.

C. Kesimpulan Permasalahan Fungsi Keluarga


Kesimpulan: Fungsi fisiologis keluarga dapat dinilai baik fungsi
fisiologis keluarga dikatakan sehat. Waktu untuk berkumpul dengan
anggota keluarga lainnya baik, komunikasi tetap terjaga. Anggota
keluarga lain selalu siap membantu apabila salah satu dari anggota
keluarga mengalami masalah.

D. Identifikasi Lingkungan Rumah


Keadaan rumah dan lingkungan
Rumah pasien luasnya 8 x 3 meter, terdapat 3 orang dalam satu
rumah. Lantai tersusun dari keramik. Dinding rumah tersebut terbuat dari
batu bata dan semen (tembok). Atap rumah terbuat dari genteng dan
memiliki plafon. Rumah cukup mendapatkan pencahayaan sinar matahari
dan tidak terasa lembab. Terdapat ruang tamu, ruang keluarga, 1 kamar
tidur, 1 dapur dan satu kamar mandi yang memiliki jamban jongkok.

65
Sumber air berasal dari PDAM untuk mandi yang airnya cukup jernih dan
juga untuk kebutuhan masak dan minum. Tata letak barang-barang di
rumah cukup baik. Kebersihan baik didalam maupun diluar rumah terlihat
baik.
Kerapian tata letak barang-barang di rumah cukup baik. Kebersihan
baik didalam maupun diluar rumah telihat baik. Terdapat tempat sampah
diteras dan didapur. Setiap hari sampah akan dibuang ke bak pembuangan
sampah yang berjarak ± 20 meter dari rumah.

Fungsi outdoor
Ukuran rumah keluarga Tn. S adalah 8 x 3 meter Lingkungan tempat
tinggal merupakan satu pemukiman yang tidak padat. Untuk sampai ke
rumah Tn. S, memasuki jalan yang tidak terlalu sempit. Diluar rumah ada
halaman. Jarak rumah dengan jalan raya sekitar 700 m, tidak bising, jarak
rumah ke Seotic-tank 5 m.

Denah Rumah

66
Gambar. Denah rumah Tn.S

E. Pembinaan Keluarga
a. Edukasi terhadap pasien
 Memberikan psikoterapi edukatif, yaitu memberikan informasi
dan edukasi tentang penyakit yang diderita, faktor risiko,
gejala, dampak, faktor penyebab, cara pengobatan, prognosis
dan risiko yang memperberat agar os tetap taat meminum obat
dan rutin kontrol ke dokter.
 Memberikan psikoterapi suportif dengan memotivasi os untuk
terus minum obat secara teratur dan rutin kontrol ke dokter
serta memiliki semangat untuk sembuh, sehingga kualitas
hidup pasien dapat meningkat.
 Memberikan psikoterapi suportif dengan memotivasi penderita
untuk pola makan yang sehat, serta berkeinginan untuk

67
sembuh.

b. Edukasi terhadap keluarga


 Informasi dan edukasi mengenai penyakit yang diderita pasien,
gejala, kemungkinan penyebab, dampak, faktor-faktor pemberat,
dan prognosis sehingga keluarga dapat memberikan dukungan
kepada penderita.
 Meminta keluarga untuk mendukung penderita, mengajak
penderita berinteraksi dan beraktivitas.
 Meminta keluarga untuk mengingatkan pasien minum obat secara
teratur.
 Memberikan pengertian pada keluarga agar menjaga suasana
hubungan sosial dan keluarga dalam suasana yang harmonis.

F. Pemantauan dan Evaluasi


Home visit pertama dilakukan pada tanggal 9 Oktober 2021, Home visit
kedua dilakukan pada tanggal 10 Oktober 2021. Pada kunjungan pertama,
hal yang dilakukan yaitu melengkapi status pasien, melakukan anamnesis,
pemeriksaan fisik, pembuatan perangkat penilaian keluarga, membuat
diagnosis holistik sesuai dengan pendekatan kedokteran keluarga,
termasuk profil kesehatan keluarga.
Kunjungan rumah kedua, hal yang dilakukan yaitu melakukan
manajemen komprehensif kepada pasien dan keluarga (edukasi/konseling
terhadap masalah yang telah dianalisis) dilanjutkan dengan memfollow-up
keadaan pasien serta menanyakan dan menjelaskan lagi ke pasien
mengenai penyakitnya dan apa saja yang harus dilakukan pasien. Lalu,
dilihat apakah pasien sudah mampu mengatasi masalah-masalah yang ada.

G. Diagnosis Holistik
Dalam menetapkan masalah serta faktor yang mempengaruhi, digunakan
68
konsep Mandala of Health. Diagnosis holistic yang ditegakan pada
pasien adalah sebagai berikut :

GAYA HIDUP
Pasien mengkonsumsi
makanan mengandung
tinggi garam dan tinggi
lemak

Family
LINKUNGAN PSIKO-SOSIAL-EKONOMI
PERILAKU
Pendapatan keluarga cukup memenuhi
KESEHATAN
kebutuhan primer
Pasien ke KDK rutin
Kehidupan sosial baik
terutama jika ada keluhan
dan saat obat habis

LINGKUNGAN KERJA
Tidak ada kelainan
PELAYANAN KESEHATAN
Jarak rumah dengan KDK dekat

LINGKUNGAN
FISIK
FAKTOR BIOLOGI Lingkungan rumah baik ;
Tidak ada riwayat lantai tidak licin, barang
hipertensi dalam dirumah tersusun rapi
keluarga

KOMUNITAS
Permukiman cukup padat, sanitasi baik

69
Berdasarkan hasil wawancara, adapun diagnostik holistik dari Tn. S
adalah sebagai berikut:
Aspek I (individu)
Keluhan utama Tn. S adalah sering alami sakit kepala dan kepala yang
terasa berat hingga ke leher. Tn. S berharap penyakit yang diderita tetap
pada kondisi yang stabil agar dapat melakukan aktivitas sehari-hari dengan
baik. Tidak ada kekhawatiran yang dirasakan Tn.MN
Aspek II (Klinik)
Diagnosis klinis dari Tn. S yaitu hypertensive heart disease

Aspek III (Internal)


Tn. S saat ini berusia 62 tahun, Tn.MN terdiagnosis hipertensi sejak 1 tahun
yang lalu. Pola makan Tn. S saat ini sudah mengikuti anjuran dokter. Pola
makan terdahulu yang menyukai makanan asin dan berlemak serta faktor
usia berkontribusi besar dalam terjadinya komplikasi dari penyakit yang
dialami Tn. S, akan tetapi Tn. Steratur dalam mengkonsumsi obat.
Aspek IV (Eksternal)
Adapun bila ditinjau dari aspek eksternal, tidak ada permasalahan yang
ditemukan baik dari keadaan keluarga, lingkungan, ekonomi keluarga,
pekerjaan dan lain sebagainya.
Aspek V (Fungsional)
Tn.S masih bisa melakukan kegiatan sehari-hari, seperti mandi dan lain-lain

Fungsi Keluarga
1. Fungsi biologis

Tn.S memiliki dua orang anak yaitu laki-laki dan perempuan. Fungsi

70
biologis Tn.MN masih bagus.

2. Fungsi sosial
Tetangga di sekitar rumah tempat tinggal keluarga Tn. S bersikap baik
dan ramah, sehingga Tn. S tetap merasa nyaman dan senang berada di
lingkungan tempat tinggalnya. Selain itu, Tn. S masih aktif mengikuti
kegiatan-kegiatan yang diadakan di sekitar tempat tinggal.

3. Fungsi Psikologis
Pada saat terdiagnosis Tn. S tidak merasa tertekan dengan diagnosis
penyakit yang dideritanya. Menurut pengakuannya, Tn. S menjalani
kehidupan sehari- harinya dengan santai dan menikmati setiap kegiatan
yang dijalani bersama keluarga dan orang di sekitarnya. Keluarga
mengaku tetap memberikan dukungan kepada Tn. S dan selalu
membantu dalam melakukan kegiatan. Dukungan keluarga inilah yang
menyebabkan Tn. S tidak merasa tertekan.

4. Fungsi Ekonomi dan pemenuhan kebutuhan


Tn. S mengaku bahwa perekonomian mereka cukup dan bisa memenuhi
kebutuhan sehari-hari.

5. Fungsi penguasaan masalah dan kemampuan beradaptasi


Ketika menghadapi suatu masalah, Tn. S merasa perlu berbagi cerita
mengenai per masalahanya kepada anak-anaknya.

71
BAB IV
PEMBAHASAN

4.1 Analisa Kasus


Diagnosis kerja pada pasien ini adalah hypertensive heart disease. Diagnosis
ini diperoleh berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik. Pasien juga
mengkonsumsi obat secara rutin.

4.2 Identifikasi Fungsi Keluarga

1. Fungsi Biologis dan Reproduksi


Fungsi biologis dan reproduksi Tn. baik. Di keluarga pasien tidak ada yang
mengalami keluhan ataupun penyakit yang sama dengan pasien.
2. Fungsi Afektif
Hubungan antara anak dengan orang tua, orang tua dengan anak, berlangsung
baik. Dalam keluarga ini, juga diketahui terdapat pemenuhan secara psikologi
pada semua anggota keluarga.
3. Fungsi Sosial
Pasien akrab dengan seluruh anggota keluarganya dan tetangganya.
Permasalahan antar keluarga dapat diselesaikan dengan cara musyawarah
dengan kepala keluarga sebagai pengambil keputusan akhir dan hubungan
kekeluargaan tetap berjalan dengan baik sampai sekarang. Dalam pandangan
terhadap suatu masalah, keluarga ini menganggap masalah hal yang harus
dihadapi dan diselesaikan bersama.
4. Fungsi Penguasaan Masalah
Manajemen keluarga dalam menghadapi masalah internal atau eksternal baik.
Pembuatan keputusan akhir dalam menghadapi masalah eksternal dan internal
72
dan proses pengambilan keputusan berlangsung secara musyawarah di antara
semua anggota keluarga.

5. Fungsi Ekonomi
Tn. S berkerja sebagai seorang buruh. Fungsi ekonomi pada keluarga Tn. S
cukup. Pemenuhan kebutuhan sehari-hari berasal dari Tn S.
6. Fungsi Religius
Semua anggota keluarga menjalankan ibadah dengan taat dan baik
7. Fungsi Pendidikan
Pasien tamatan SMP.

POLA MAKAN KELUARGA


Pasien makan tiga kali sehari sebanyak 1 piring setiap kali makan dengan ikan,
tahu, tempe, telur dan sayur yang paling sering dikonsumsi ditambah makanan
ringan berupa gorengan serta minum ± 8 gelas/hari. Pasien kadang – kadang
mengkonsumsi daging dan ayam. Pasien mengkonsumsi kopi sebanyak 1 gelas
kecil setiap pagi dan sore hari. Pasien lebih menyukai makanan yang memiliki
rasa asin. Serta keluarga ini mengaku sering makan sayur setiap harinya.

PERILAKU KESEHATAN KELUARGA


Bila terdapat anggota keluarga yang mengeluh sakit, biasanya langsung dibawa
ke tempat faskes pertama BPJS pasien.

INTERPRETASI NILAI APGAR DAN SCREEM KELUARGA


APGAR Score = 10 Kesimpulan:
Fungsi fisiologis keluarga dikatakan sehat.

Fungsi Patologis (SCREEM) dalam Keluarga :


Keluarga Tn.MN memiliki fungsi patologis dari segi edukasi, namun pada
73
fungsi patologis yang lain tidak terdapat masalah baik dari segi sosial, budaya,
agama, ekonomi, maupun pengobatan.

Identifikasi Pengetahuan, Sikap, Perilaku (PSP)


PSP KELUARGA TENTANG KESEHATAN DASAR
1. Pencegahan Penyakit
Pengetahuan mengenai pencegahan penyakit pada keluarga pasien ini
dikatakan cukup baik. Hal tersebut dilihat dari pasien sadar pentingnya
kontrol secara rutin ke dokter serta rutin minum obat.

2. Gizi Keluarga
Gizi keluarga dinilai sudah cukup baik dimana telah menerapkan pola gizi
seimbang yang terdiri dari karbohidrat (nasi), protein (ikan, ayam,daging,
tempe atau tahu), serat (sayur dan buah-buahan)

3. Hygiene dan Sanitasi Lingkungan


Hygiene personal sudah cukup baik, keadaan rumah juga cukup baik.

4.3 Diagnosis Kedokteran Keluarga


Diagnosis kedokteran keluarga pada kasus ini adalah sebagai berikut:
a. Diagnosis kerja
Hypertensive heart disease
b. Bentuk keluarga
Nuclear family
c. Fungsi keluarga yang terganggu
Tidak ada
d. Faktor yang mempengaruhi

74
Pola hidup pasien
e. Faktor yang dipengaruhi
Tekanan darah yang meningkat dan tidak terkontrol dalam jangka waktu yang
lama sehingga berkomplikasi pada penebalan otot jantung.

BAB V
SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan
Diagnosis pada pasien ini adalah hypertensive heart disease. Hal ini
diakibatkan oleh faktor gaya hidup yang gemar mengonsumsi makanan asin dan
tinggi lemak, dan gorengan serta jarang berolahraga. Fungsi Keluarga pada
pasien ini tergolong baik dan semua anggota keluarga saling mendukung. Pada
pasien ini tidak terdapat fungsi patologis, sehingga dapat disimpulkan keluarga
pasien ini tergolong sehat.
Untuk penanganan kasus ini bukan hanya dari terapi farmakologis saja tetapi
juga diperlukan edukasi pada pasien dengan menggunakan metode pendekatan
dokter keluarga. Salah satunya dengan menggunakan prinsip pelayanan yang
holistik dan komprehensif, kontinu, mengutamakan pencegahan, koordinatif dan
kolaboratif, penanganan personal bagi setiap pasien sebagai bagian integral
keluarga, mempertimbangkan keluarga, lingkungan kerja, dan lingkungan tempat
tinggal, menjunjung tinggi etika dan hukum, dapat diaudit dan
dipertanggungjawabkan, serta sadar biaya dan sadar mutu.

5.2 Saran
1) Pasien
Diharapkan pasien lebih sadar akan kesehatannya dan lebih sering
memeriksakan kesehatannya secara rutin ke Klinik Dokter Keluarga agar
dapat penyuluhan dan edukasi mengenai penyakitnya untuk mencegah agar

75
tidak menimbulkan komplikasi yang lebih parah dikemudian hari.
2) Klinik Dokter Keluarga
Diharapkan dapat lebih sering melakukan pendekatan kepada masyarakat
melalui edukasi dalam upaya promotif dan preventif kesehatan masyarakat
secara langsung yaitu berkunjung kerumah pasien serta sebagai pengawas
minum obat pasien

DAFTAR PUSTAKA

1. Prasetyawati, Arista. Kedokteran Keluarga. Jakarta: PT. Rineka Cipta. 2010


2. Lestari, dkk. Peran dan Kedudukan Hukum Dokter Keluarga dalam Pelayanan
Kesehatan Bagi Peserta Asuransi Kesehatan di Kabupaten Temanggung.
SOEPRA: Jurnal Hukum Kesehatan. 2017. Vol.3, No. 2, p. 229-244
3. Yuliasari dan Morfi. Pendekatan Kedokteran Keluarga pada Manajemen
Hipertensi. Medula. 2018. Vol. 8, No.1, p. 65-70
4. Field Lab. Keterampilan Dokter Keluarga: Kunjungan Pasien di Rumah (Home
Visit).Surakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret. 2013
5. Meningka, dkk. Diagnosis dan Tatalaksana Terkini Penyakit Jantung
Hipertensi.e-Clinic. 2021. Vol.9 No.1, p. 96-103
6. Wati dan Hasan. Prevalensi Penyakit Jantung Hipertensi pada Pasien Gagal
Jantung Kongestif di RSUP H.Adam Malik. E-Journal FK USU. 2013.
7. Morton. Keperawatan Kritis: Pendekatan Asuhan Holistik. Jakarta: EGC. 2012

8. Abrori. 2010. Perbedaan antara Dokter dan Dokter Keluarga.

9. Family Medicine Team of FM-UGM, FM-UNS, FM-UI, and PDKI Pusat


Jakarta. 2009. Family Medicine Education and Development in National Health
System. Yogyakarta : Center of Family Medicine.

76
10. Kambayana. Hyperurcemia and Factors Relating in the Community of Balinese
Population. An epidemiological survey. In press. 2010

11. Irmalita, et al. Standar pelayanan medik RS Jantung dan Pembuluh Darah
Harapan Kita. Pusat Jantung Nasional. Jakarta. 2009

12. The Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation and


Treatment of High Blood Pressure. The seventh report of The Joint National
Committee on Prevention, Detection, Evaluation and Treatment of High
BloodPressure. Arch Intern Med.

13. Nuraini. Risk Factor of Hypertension. Jurnal Majority. Volume 4 Nomor 5.


2015

14. Gray, et al. Hipertensi. Lecturer Notes Kardiologi. Edisi ke-4. Erlangga.
Jakarta. 2005

15. Panggabean, Marulam M. Penyakit Jantung Hipertensi. Dalam: Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi VI. Jakarta: Interna Publishing. 2014
16. Gery dan Mahesh. Hypertensive Heart Disease. Treasure Island: StarPealrs
Publishing. 2021
17. Kamran, dkk. Hypertensive Heart Disease. Medscape. 2020.
(https://emedicine.medscape.com/article/162449-overview#a3, diakses pada 14
September 2021)
18. Miller. Hypertensive Heart Disease Treatment.
(https://www.umms.org/ummc/ency/article/000153.htm, diakses pada 14
September 2021)
19. Baim, Donald S. Hypertensive vascular disease in: Harrison’s Principles of
Internal Medicine. 7th Ed. USA. The Mcgraw-Hill Companies, Inc. 2008. p.
241

77
20. Katzung, betram.Farmakologi dasar dan klinik.Edisi VI. Jakarta : EGC. 1997. h.
245
21. Prasetyawati, A.K. 2010. Kedokteran Keluarga. Jakarta: Rineka Cipta.

22. Azwar, A.Pemanfaatan Dokter Keluarga dalam Pelayanan Kesehatan


Indonesia. Jakarta: PB IDI. 2002
23. Perhimpunan Dokter Keluarga Indonesia. Standar Pelayanan Dokter Keluarga.
Jakarta: Fakultas Kedokteran UI. 2006.
24. Wirdhana, I. Komunikasi Efektif Orangtua dengan Remaja. Jakarta:
BKKBN.2012
25. Perhimpunan Dokter Keluarga Indonesia (PDKI). Standar Profesi Dokter
Keluarga. Indonesia. 2005

LAMPIRAN

Halaman Depan
Ruang Tamu

78
Ruang Tengah
Kamar Mandi

Kamar Tidur
Dapur

79
Anamesis
Pemeriksaan Tanda Vital

80

Anda mungkin juga menyukai