Anda di halaman 1dari 42

Laporan Kasus

HIPOTIROID

Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Dalam Menjalani


Kepaniteraan Klinik Senior Pada Bagian/SMF Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Malikussaleh
Rumah Sakit Umum Cut Meutia

Oleh :

Richy Dara Perdana, S.Ked


2106111042

Preseptor :

dr. Faisal, Sp.PD

BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALIKUSSALEH
RSU CUT MEUTIA
ACEH UTARA
2021
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kepada Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha

Penyayang karena atas segala rahmat dan karunia-Nya penulis dapat

menyelesaikan referat yang berjudul “Hipotiroid“. Penyusunan Laporan Kasus

ini sebagai salah satu tugas dalam menjalani Kepaniteraan Klinik Senior pada

Bagian/SMF Ilmu Penyakit Dalam di Rumah Sakit Umum Cut Meutia Aceh

Utara.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Faisal, Sp.PD selaku

preseptor selama mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior pada Bagian/SMF Ilmu

Penyakit Dalam atas waktu dan tenaga yang telah diluangkan untuk memberikan

bimbingan, saran, arahan, masukan, semangat, dan motivasi bagi penulis sehingga

referat ini dapat diselesaikan.

Penulis menyadari bahwa referat ini masih banyak kekurangan. Oleh

karena itu, penulis mengharapkan saran yang membangun untuk perbaikan di

masa yang akan datang. Semoga referat ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Lhokseumawe, Oktober 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................i

DAFTAR ISI............................................................................................................ii

BAB 1 PENDAHULUAN.......................................................................................1

BAB 2 LAPORAN KASUS....................................................................................3

2.1 Identitas Pasien..............................................................................................3

2.2 Anamnesis.................................................................................................3

2.2.1 Keluhan Utama..................................................................................3

2.2.2 Keluhan Tambahan............................................................................4

2.2.3 Riwayat Penyakit Sekarang...............................................................4

2.2.4 Riwayat Penyakit Dahulu...................................................................4

2.2.5 Riwayat Pemakaian Obat...................................................................4

2.2.6 Riwayat Kebiasaan.............................................................................4

2.2.7 Riwayat Penyakit Keluarga................................................................4

2.2.8 Riwayat Sosial Ekonomi....................................................................4

2.3 Pemeriksaan Fisik......................................................................................4

2.4 Status Generalis.........................................................................................5

2.5 Pemeriksaan Penunjang.............................................................................8

2.5.1 Pemeriksaan Laboratorium................................................................8

2.5.2 Elektrokardiogram...........................................................................10

2.5.3 Rontgen............................................................................................11

2.6 Resume....................................................................................................11

2.7 Diagnosa banding dan Diagnosa Kerja...................................................12

2.8 Penatalaksanaan.......................................................................................12

ii
2.9 Follow up Pasien.....................................................................................13

BAB 3 TINJAUAN PUSTAKA............................................................................17

3.1 Definisi....................................................................................................17

3.2 Epidemiologi...........................................................................................17

3.3 Etiologi....................................................................................................18

3.4 Klasifikasi................................................................................................21

3.5 Patogenesis..............................................................................................22

3.6 Manifestasi Klinis....................................................................................24

3.7 Diagnosis.................................................................................................29

3.8 Tatalaksana Non Farmakologi.................................................................31

3.9 Tatalaksana Farmakologi........................................................................31

BAB 4 PEMBAHASAN........................................................................................35

BAB 5 KESIMPULAN..........................................................................................38

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................39

iii
BAB 1
PENDAHULUAN
Hipotiroid merupakan sindrom klinis akibat defisiensi hormon tiroid (1).
Hipotiroid adalah suatu keadaan dimana tiroid tidak mampu menghasilkan
hormon T3 dan T4 yang cukup untuk mempertahankan kadar hormon tiroid di
dalam darah dan untuk memenuhi kebutuhan jaringan perifer (2). Hipotiroidisme
dapat terjadi karena berbagai hal diantaranya kegagalan primer kelenjar tiroid,
sekunder karena defisiensi hormon TRH atau TSH ataupun keduanya, kurangnya
asupan iodium dari makanan (1). Penyebab paling umum dari hipotiroid sendiri
adalah ketidakmampuan kelenjar tiroid untuk memproduksi hormon tiroid dalam
jumlah yang cukup namun hipofisis dan hipotalamus yang juga dapat
menyebabkan disfungsi tiroid (3). Gejala hipotiroid umumnya disebabkan oleh
penurunan aktivitas metabolisme tubuh secara keseluruhan . Pasien hipotiroid
mengalami penurunan laju metabolisme basal yang memperlihatkan adanya
penurunan toleransi terhadap dingin, kecenderungan mengalami pertambahan
berat badan yang berlebihan, mudah lelah, memiliki nadi yang lambat dan lemah,
menurunnya kecepatan dan kontraksi jantung dan berkurangnya curah jantung.
Hipotiroid juga memiliki berbagai efek lain seperti perlambatan refleks dan
responsivitas mental karena efek pada sistem saraf, pada mental ditandai dengan
kurangnya kesiagaan, berbicara secara perlahan dan penurunan daya ingat.
Sebagian besar kasus hipotiroidisme diobati dengan pil pengganti hormon tiroid,
kecuali pada kasus hipotiroidisme akibat defisiensi iodium yang diobati dengan
pemberian iodium yang adekuat dalam makanan (4). 
Hipotiroid dibedakan menjadi hipotiroid klinis dan hipotiroid subklinis.
Hipotiroid klinis adalah terjadinya peningkatan kadar serum TSH disertai dengan
penurunan kadar serum T4, sedangkan hipotiroid subklinis adalah suatu keadaan
dimana kadar serum TSH diatas nilai normal sedangkan kadar T4 normal serta
pasien tidak memiliki gejala dan tanda hipotiroid (2). 
The National Health and Nutrition Examination Survey (NHANESIII)
prevalensi hipotiroidisme klinis  diantara orang dewasa di Amerika Serikat adalah
0,3% dan hipotiroidisme subklinis 4,3%. Jenis kelamin perempuan lebih sering

1
menderita hipotiroidisme dibandingkan dengan laki-laki hipotiroidisme lebih
sering terjadi pada wanita dengan perawakan kecil saat lahir dan indeks masa
tubuh yang rendah di masa kanak-kanak. Bertambahnya usia juga dikaitkan
dengan meningkatnya hormon TSH sehingga menjadi prevalensi kejadian
hipotiroid (5). 
Survei yang dilakukan di Inggris didapatkan 7,5% hipotiroid terjadi pada
wanita dan 2,8% terjadi pada pria. Prevalensi kejadian hipotiroid di Amerika
Serikat menunjukkan prevalensi 4,6% mengalami hipotiroid dengan 90%
diantaranya mengalami hipotiroidisme subklinis (5). 
Gangguan tiroid menempati urutan kedua terbanyak dalam daftar penyakit
metabolik setelah diabetes melitus. Prevalensi hipotiroid di Indonesia belum
diketahui secara pasti. Riset Kesehatan Dasar 2007 melakukan pemeriksaan kadar
TSH sebagai salah satu penunjang diagnostik gangguan tiroid. Dari pemeriksaan
TSH tersebut didapatkan 2,7% laki-laki dan 2,2% perempuan memiliki kadar TSH
yang tinggi menunjukkan adanya kecurigaan hipotiroid (6). 

2
BAB 2
LAPORAN KASUS

2.1 Identitas Pasien


Nama : Tuan S

Jenis Kelamin : Laki-Laki

No. rekam medis : 10.45.96

Umur : 58 tahun

Alamat : Cot Girek Kandang

Agama : Islam

Status perkawinan : Menikah

Suku : Batak

Pekerjaan : Wiraswasta

Tanggal Masuk : 25 September 2021

Tanggal Keluar : 29 September 2021

Tanggal Pemeriksaan : 27 September 2021

2.2 Anamnesis
2.2.1 Keluhan Utama
Keluhan utama pasien adalah lemah dan lemas 2 hari sebelum masuk
rumah sakit.
2.2.2 Keluhan Tambahan
Keluhan tambahan yang dialami pasien adalah terdapat benjolan di leher
bagian kanan dan sering merasa kedinginan, konstipasi (+) 2 hari.
2.2.3 Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien berusia 58 tahun dating ke Rumah Sakit Umum Cut Meutia dibawa
oleh keluarga dengan keluhan lemas dan tidak sanggup bergerak/beraktivitas yang
dirasakan sejak 2 hari. Pasien memiliki riwayat hipotiroid yang telah didiagnosa
di tahun 2018.

3
Pasien juga mengeluhkan pusing, mual dan berdebar sesekali. Pasien juga
mengeluhkan nafsu makan menurun dan sering merasakan kedinginan. Pasien
juga mengeluhkan adanya benjolan di bagian leher kanan, benjolan akan
berkurang jika pasien mengkonsumsi obat thyrax.
2.2.4 Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat hipertensi (+), Riwayat DM (-)
2.2.5 Riwayat Pemakaian Obat
Pasien mengkonsumsi obat Levothyroksin.
2.2.6 Riwayat Kebiasaan
Riwayat Merokok (-), Riwayat Alcohol (-).
2.2.7 Riwayat Penyakit Keluarga
Keluarga pasien tidak ada yang mengalami keluhan serupa
2.2.8 Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien dari kalangan ekonomi menengah, sehari-hari bekerja sebagai
pedangan dengan membuka toko kelontong.

2.3 Pemeriksaan Fisik


Keadaan umum : Lemah

Kesadaran : Composmentis

Tekanan darah :130/80 mmHg

Frekuensi nadi : 41 x/menit, reguler

Frekuensi nafas : 21 x/menit

Suhu tubuh (aksila) : 37 ̊C

Berat badan : 60 kg

IMT : 22 kg/m2 (Normal)

2.4 Status Generalis


1 Kulit

Warna : Coklat

4
Turgor : Cepat kembali, suhu raba hangat

Sianosis : (-)

Ikterus : (-)

Oedema : (-)

Anemia : (-)

Pigmen : tidak terdapat hipopigmentasi


ataupun hiperpigmentasi

2 Kepala

Rambut : Warna rambut hitam, beruban, tidak


mudah dicabut, distribusi merata

Wajah : Simetris, deformitas (-)

Mata : Konjungtiva pucat (-/-), sklera


ikterik (-/-), mata cekung (-/-), palpebra
normal, gerakan bola mata normal,
pupil bulat, isokor (+/+), diameter
3mm/3mm, RCL/RCTL (+/+)

Telinga : bentuk normal (eutrofilia), discharge


(-/-), Sekret (-/-), darah (-/-)

Hidung : Sekret (-/-), darah (-/-), deviasi


septum nasi (-/-)

Mulut : lidah normoglosia, bercak putih di


lidah (+), tidak tremor, bibir pucat (-),
mukosa mulut tidak hiperemis, tonsil
tidak hiperemis, arcus faring simetris,
uvula ditengah

3 Leher

Inspeksi : Simetris, kelenjar tiroid teraba


membesar di lobus kiri, trakea
ditengah

Palpasi : Tekanan vena jugularis +2

4 Thorax

5
Paru

Inspeksi : Bentuk dada normal, gerak dada


simetris kanan dan kiri saat statis dan
dinamis, pergerakan dada sama, tidak
ada retraksi

Palpasi : Tidak ada benjolan, nyeri tekan (-),


massa (-), taktil fremitus kanan=kiri,
ekspansi dada simetris

Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru

Auskultasi : Vesikuler (+/+) ,Ronkhi (-/-),


Wheezing (-/-)

Jantung

Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat

Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS VI 2 jari


medial linea midklavikula sinistra

Perkusi : Batas atas jantung di ICS III, kanan


di ICS V LPSD, kiri di ICS VI dua
jari medial dari LMCS, batas
pinggang di ICS III LPSS

Auskultasi : BJ I>II normal, Murmur (-), Gallop

(+)

5 Abdomen

Inspeksi : Simetris, distensi -

Palpasi : Defans muscular (-)

Hepar : Tidak teraba

Lien : Tidak teraba

Ginjal : Ballotement (-)

Perkusi : Timpani seluruh lapang abdomen,


Shifting dullness (-)

Auskultasi : Peristaltikusus normal (11x/mnt)

6
6 Genetalia : Tidak dilakukan pemeriksaan

7 Ekstremitas : Akral hangat, edema tungkai (-/-),


atrofi otot (-/-), sianosis (-/-),
kelemahan anggota gerak (-/-), CRT
<2 detik

Ekstremitas Superior Inferior

kanan kiri kanan kiri

Sianosis - - - -

Oedema - - - -

Fraktur - - - -

Massa - - - -

2.5 Pemeriksaan Penunjang


2.5.1 Pemeriksaan Laboratorium
Nomor Lab : 20210912111

Tanggal : 25/09/2021

PEMERIKSAAN HASIL SATUAN NILAI RUJUKAN

HEMATOLOGI

Hematologi Rutin

Hemoglobin 13.95 g/dL 13 ~ 18

Eritrosit 4,68 juta/mm3 4.5 ~ 6.5

Leukosit 7,21 ribu/mm3 4.0 ~ 11.0

Hematokrit 39,20 % 42 ~ 52

Indeks Eritrosit

MCV 83,66 fL 79 ~ 99

7
MCH 29,77 Pg 27 ~ 32

MCHC 35,59 g/dl 33 ~ 37

RDW-CV 11,49 % 11.5 ~ 14.5

Trombosit 216 ribu/mm3 150 ~ 450

Golongan Darah B

KIMIA KLINIK

Karbohidrat

Glukosa Darah Sewaktu 111 mg/dl 110 ~ 200

Fungsi Ginjal

Ureum 24 mg/dl 20 ~ 40

Kreatinin 0.77 mg/dl 0.60 ~ 1.00

Asam Urat 3.9 mg/dl <7.2

Elektrolit

Na 136 mmol/L 136-146

K 2.9 mmol/L 3,5-5,0

Cl 127 mmol/L 98-106

Ca 0,31 mmol/L 1,12-1,32

Nomor Lab : 20210911923

Tanggal : 23/09/2021

PEMERIKSAAN HASIL SATUAN NILAI RUJUKAN

Endokrin

FT4 0,62 Ng/dL 0,82-1,63

TSH 69,354 UI/ml 0,38-4,31

8
2.5.2 Elektrokardiogram

1. Irama: sinus bradycardia


2. Rate: 41x/menit
3. Axis: normoaxis
4. PR interval: normal (0,186 s)
5. Kompleks QRS: normal (0,086 s)
6. Segmen ST: tidak elevasi ataupun depresi
7. Gelombang T:
8. Hipertrofi: atrium (-), ventrikel (-)
9. VES (-)
10. Aritmia (-)
Interpretasi: Sinus bradycardia.

9
2.5.3 Rontgen

Interpretasi:
1. Corakan bronkhovaskuler normal
2. Sinus costo frenikus lancip
3. Diafragma licin
4. Cor: CTR < 0,5
5. Sistema tulang tak tampak kelainan
Kesan: Pulmo dan besar cor normal

2.6 Resume
Pasien laki-laki datang ke Rumah Sakit Umum Cut Meutia dengan dibawa
oleh keluarga dengan keluhan lemas dan sulit melakukan aktivitas sehari-hari.
Pasien memiliki riwayat hipotiroid yang didiagnosa sejak 2 tahun yang lalu.
Pasien mengatakan tidak tahan terhadap hawa dingin dan sering mengalami
konstipasi. Terjadi penurunan nafsu makan. Pasien juga mengatakan kulit sering
terkelupas dan kering. Tidak ada keluarga yang mengalami keluhan yang
serupa.Pasien memiliki riwayat mengkonsumsi obat thyrax untuk pengobatan

10
hipotiroid. Dari anamnesa didapatkan tidak ada keluarga yang mengalami keluhan
serupa. Pasien memiliki riwayat hipertensi, tidak memiliki riwayat diabetes
melitus dan tidak mengkonsumsi alkohol dan juga merokok.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan keadaan umum tampak lemah,
kesadaran composmentis, tekanan darah 130/80 mmhg, frekuensi nadi 41x/menit,
frekuensi nafas 21x/menit, suhu tubuh 37 C. Pada palpasi leher didapatkan
kelenjar tiroid membesar di lobus kanan trakea berada di tengah. Paru dan jantung
dalam batas normal. perkusi abdomen timpani dan tidak ditemukan adanya
perbesaran baik pada hepar, lien ataupun ballotemen ginjal. 
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan hasil yaitu peningkatan kadar
TSH 69.354 UI/ml dan FT4 O.62 Ng/dl dan elektrolit imbalance dengan K 2.9
mmol/L, Cl 127 mmol/L, Ca 0.31 mmol/L.Kadar gula darah sewaktu dalam batas
normal. pemeriksaan EKG didapatkan bradycardia. Pemeriksaan foto toraks
didapatkan gambaran normal.
2.7 Diagnosa banding dan Diagnosa Kerja
Diagnosa Kerja : Hipotiroid + Bradikardi simtomatis+hypokalemia+CAD
Diagnosa banding :
2.8 Penatalaksanaan
1. O2 2-3L/I (KP)
2. IVFD NaCl 0,9% 20 gtt/i
3. Inj. omeprazole vial/12 jam
4. Inj. ondansetron amp/12 jam
5. Paracetamol 3x500mg (KP)
6. Neurodex 2x1
7. KSR 3x600mg
8. euthyrax 1x100mcg
9. sucralfat 3x1
10. lactulose syr 3xCI
11. Retaphyl 2x1/2 tab
12. CPG 1x75mg
13. Simvastatin 1x20mg

11
2.9 Follow up Pasien

Tanggal SOAP Terapi

Sabtu, Rps/ Pasien mengeluh lemas dan tidak - O2 3L/I (KP)


25 Sep dapat melakukan aktivitas.
- IVFD RL 28 gtt/i
2021 S/ Lemas (+), pusing (+), mual (+),
- Inj. omeprazole vial/12 jam
(H+1) muntah (-), berdebar (+), nyeri dada (-)
O/ Kesadaran= Composmentis; TD= - Inj. ondansetron amp/12
150/80 mmHg; HR= 49x/menit; RR=
jam
26x/menit T=37oC
- Paracetamol 3x500mg (KP)
A/ Hipotiroid + Bradikardi simtomatis
P/ EKG, Rontgen thorax, Lab (Darah - Neurodex 2x1
Rutin, KGDS, RFT, albumin, Protein
- KSR 3x600mg
total dan elektrolit)
- Retaphyl 2x1/2 tab

- CPG 1x75mg

- Simvastatin 1x20mg
Minggu, S/ Lemas (+), Pusing (+) - O2 3L/I (KP)
26 Sep O/ Kesadaran= Composmentis ; TD=
- IVFD RL 28 gtt/i
2021 130/70mmHg; HR= 50x/menit;
- Inj. omeprazole vial/12 jam
(H+2) RR=20x/menit T=36,5oC
A/ Hipotiroid + Bradikardi simtomatis - Inj. ondansetron amp/12
P/
jam

- Paracetamol 3x500mg (KP)

- Neurodex 2x1

- KSR 3x600mg

- Retaphyl 2x1/2 tab

- CPG 1x75mg

12
Simvastatin 1x20mg
Senin , S/ Lemas (+), Pusing (+) - O2 3L/I (KP)
27 Feb O/ Kesadaran= Composmentis ; TD=
- IVFD RL 20 gtt/i
2019  130/70mmHg; HR= 50x/menit;
- Inj. omeprazole vial/12 jam
(H+3) RR=20x/menit T=36,6 oC
A/ Hipotiroid + Bradikardi simtomatis - Inj. ondansetron amp/12
P/ Cek elektrolit ulang
jam

- Paracetamol 3x500mg (KP)

- Neurodex 2x1

- KSR 2x600mg

- euthyrax 1x100mcg

- sucralfat 3x1

- lactulose syr 3xCI

- Retaphyl 2x1 tab

- CPG 1x75mg

- Simvastatin 1x20mg
Selasa, S/ / Lemas (+) - O2 2-3L/I (KP)
28 Sep O/ Kesadaran= Composmentis ; TD=
- IVFD NaCl 0,9% 20 gtt/i
(H+4) 120/80 mmHg; HR=46 x/menit; RR= 20
- Inj. omeprazole vial/12 jam
x/menit T= 36,6 oC
A/ Hipotiroid + Bradikardi - Inj. ondansetron amp/12
simtomatis+hypokalemia sedang
jam
P/
- Paracetamol 3x500mg (KP)

- Neurodex 2x1

- KSR 3x600mg

- euthyrax 1x100mcg

13
- sucralfat 3x1

- lactulose syr 3xCI

- Retaphyl 2x1/2 tab

- CPG 1x75mg

- Simvastatin 1x20mg
Rabu , S/ / Lemas (+) - O2 2-3L/I (KP)
29 Sep O/ Kesadaran= Composmentis ; TD=
- IVFD NaCl 0,9% 20 gtt/i
2021 130/80 mmHg; HR= 19 x/menit; RR=
- Inj. omeprazole vial/12 jam
(H+5) 44x/menit T=35,4oC
A/ Hipotiroid + Bradikardi - Inj. ondansetron amp/12
simtomatis+hypokalemia
jam
P/ PBJ
- Paracetamol 3x500mg (KP)

- Neurodex 2x1

- KSR 3x600mg

- euthyrax 1x100mcg

- sucralfat 3x1

- lactulose syr 3xCI

- Retaphyl 2x1/2 tab

- CPG 1x75mg

- Simvastatin 1x20mg

14
BAB 3
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Definisi
Hipotiroid merupakan suatu keadaan yang ditandai dengan adanya sintesis
hormon yang rendah didalam tubuh. Keadaan hipotiroid disebabkan oleh
keterlibatan kelenjar tiroid secara langsung maupun tidak langsung (7). Hipotiroid
merupakan sindroma klinis akibat defisiensi hormone tiroid (1).
Hipotiroid disebabkan oleh gangguan sintesis hormone tiroid atau
gangguan pada respon jaringan terhadap hormone tiroid. Sumbu hipotalamus-
hipofisis-tiroid (hypothalamic-pituitary-thyroid axis) memainkan peran penting
dalam menjaga hormone tiroid dalam batas normal (1).
3.2 Epidemiologi
Pada orang dewasa prevalensi kejadian hipotiroid pada populasi adalah
7,5% pada wanita dan 2,8% pada pria dalam survei di Inggris.  Data dari survei
pemeriksaan kesehatan dan gizi nasional atau United States National Health and
Nutrition Examination Survey (NHANES) di Amerika Serikat menunjukkan
prevalensi 4,6%,  dengan sebagian besar individu mengalami hipotiroidisme
subklinis (90%) daripada hipotiroidisme klinis (5,8).
Indonesia belum memiliki data secara nasional untuk hipotiroid, baru ada
beberapa data seperti di Rumah Sakit Umum Provinsi dr Cipto Mangunkusumo
Jakarta yang telah melakukan skrining tiroid kongenital pada tahun 2000 sampai
dengan September 2014 didapatkan 85 bayi hipotiroid dari 213.669 bayi (9).
Hipotiroid lebih banyak terjadi pada wanita dibandingkan pria dan
insidensinya meningkat dengan pertambahan umur. Hipotiroid primer lebih sering
dijumpai bandingkan hipotiroid sekunder dengan perbandingan 1000:1(1).
Prevalensi hipotiroid secara pasti belum diketahui di Indonesia. Riset
Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007 melakukan pemeriksaan kadar TSH sebagai
salah satu penunjang diagnostik gangguan tiroid dari pemeriksaan tersebut
didapatkan 2,7% laki-laki dan 2,2 % wanita memiliki kadar TSH tinggi dan
menunjang kecurigaan adanya hipotiroid (6). 

15
3.3 Etiologi
Hipotiroid dapat ditemukan berupa hipotiroid kongenital dan hipotiroid
akuisital. Hipotiroid didasarkan pada disfungsi organ yang terjadi, dapat pula
ditemukan hipotiroid primer dan sekunder. Hipotiroid primer berhubungan
dengan defek pada kelenjar tiroid itu sendiri, sedangkan hipotiroid sentral
berhubungan dengan penyakit yang mempengaruhi produksi Thyrotropin
Releasing Hormone (TRH) oleh hipofisis. Hipotiroid dapat terjadi dalam waktu
yang singkat, baik transien maupun permanen (1).

Thyrotropin-releasing hormone (TRH) hipotalamus, melalui efek


tropiknya, "menyalakan" sekresi TSH oleh hipofisis anterior, sementara hormon
tiroid, melalui mekanisme umpan-balik negatif, "memadamkan" sekresi TSH
dengan menghambat hipofisis anterior dan hipotalamus. Seperti lengkung umpan-
balik negatif lainnya, mekanisme antara hormon tiroid dan TSH ini cenderung
mempertahankan kestabilan sekresi hormon tiroid. Umpan-balik negatif antara
tiroid dan hipofisis anterior melaksanakan regulasi kadar hormon tiroid bebas
sehari-hari, sementara hipotalamus memerantarai penyesuaian jangka-panjang.
Tidak seperti kebanyakan sistem hormon lainnya, hormon-hormon di aksis
hipotalamus-hipofisis anterior tiroid pada orang dewasa tidak mengalami
perubahan sekresi yang mendadak dan besar. Satu-satunya faktor yang diketahui

16
meningkatkan sekresi TRH (dan karenanya, sekresi TSH dan hormon tiroid)
adalah pajanan ke cuaca dingin pada bayi baru lahir, suatu mekanisme yang
sangat adaptif (4). 
Tyroid stimulating hormone (TSH), hormon tropik tiroid dari hipofisis
anterior merupakan regulator fisiologik terpenting sekresi hormon tiroid dalam
sintesis dan pelepasan hormon tiroid dirangsang oleh TSH. Selain meningkatkan
sekresi hormon tiroid, TSH juga mempertahankan integritas struktural kelenjar
tiroid. Tanpa adanya TSH, tiroid mengalami atrofi (ukurannya berkurang) dan
mengeluarkan hormon tiroid dalam jumlah sangat rendah. Sebaliknya, kelenjar
mengalami hipertrofi (peningkatan ukuran setiap sel folikel) dan hiperplasia
(peningkatan jumlah sel folikel) sebagai respons terhadap TSH yang berlebihan
(10). 
Peningkatan drastis sekresi hormon tiroid yang menghasilkan panas
membantu mempertahankan suhu tubuh sewaktu terjadi penurunan mendadak
suhu lingkungan saat lahir ketika bayi keluar dari tubuh ibunya yang hangat ke
udara lingkungan yang lebih dingin (11). Berbagai jenis stress, termasuk stres
fisik, kelaparan, dan infeksi, menghambat sekresi TSH dan hormon tiroid,
mungkin melalui pengaruh saraf pada hipotalamus, meskipun makna adaptif
inhibisi ini masih belum jelas (3).
Penyebab terjadinya hipotiroid dapat dikelompokan (7):
Hipotiroid Primer
 didapat (acquired) Tiroiditis hashimoto, defisiensi iodium,
bahan goitrogenik, sitokin (INF-γ , IL-
2), tiroiditis infiltrative (amyloidosis,
hemokromatosis, sarkoidosis, struma-
riedel, scleroderma)
 kongenital Kelainan transportasi iodium (NIS atau
mutasi pendrin), defisiensi
dehalogenasi-iodotirosin, defisiensi
TPO, gangguan sintesis tiroglobulin,
agenesis atau displasi kelenjar tiroid,
kelainan TSH.
Hipotiroid sementara (transient Terjadi setelah tiroiditis subakut atau
hypothyroidism) tiroiditis post partum.
Hipotiroid konsumtif Terjadi kerusakan yang cepat akibat
adanya ekspresi adanya ekspresi D3

17
yang berlebihan pada hemangioma atau
hemangioendotelioma
Gangguan deiodinasi dari T4 Akbat adanya kelainan sequence –
menjadi T3 binding protein 2 (SBP-2)
Kerusakan kelenjar tiroid karena Akibat pemberian inhibitor tirosin-
obat kinase (mis:sunitinib)
Hipotiroid sentral
 didapat (acquired) Kelainan hipofisis atau hipotalamus,
pemberian retinoid reseptor agonis
(bexarotene)
 kongenital Defisiensi TSH atau kelainan struktur
TSH, kelainan reseptor TSH
Hormon tiroid resisten Kelainan reseptor hormone tiroid

Penyebab yang paling sering dijumpai (7):


a. Penyakit Autoimun
Bentuk yang paling sering dijumpai adalah tiroiditis hashimotodan
tiroiditis atrofik. Penyakit autoimun justru salah mengenali sel kelenjar
tiroid dan berbagai hal yang disintesis kelenjar tiroid, sehingga merusak
sel dan enzimm tersebut, sehingga hanya tersisa sedikit sel kelenjar tiroid
atau enzim yang sehat dan tidak cukup mensintesa hormon tiroid yang
diperlukan tubuh (3).
b. Tindakan bedah
Pasien dengan nodul tiroid, kanker tiroid, atau morbus Basedow yang
menjalani tindakan bedah berisiko mengalami hipotiroid . Hal ini terjadi
apabila keseluruhan atau sebagian besar sel kelanjar tiroid diangkat maka
sintesa hormone tiroid yang diperlukan tubuh akan terganggu dan apabila
keseluruhan diangkat akan terjadi hipotiroid permanen (12).
c. Terapi I131
terapi ini bertujuan merusak sel kelenjar tiroid, kerusakan yang terlalu
banyak dari sel akan menimbulkan hipotiroid.
d. Hipotiroid kongenital
Beberapa bayi lahir dengan kelenjar tiroid yang tidak terbentuk atau hanya
memiliki sebagian kelenjar tiroid, beberapa lain juga terbentuk ektopik
atau sel-sel kelenjar tiroidnya tidak berfungsi (9,13).

18
e. Tiroiditis
Infeksi kelenjar tiroid oleh virus, pada awalnya akan terjadi peningkatan
sintesis akan tetapi akibat proses yang berkelanjutan akan terjadi
kerusakan sel kelenjar tiroid.
f. Obat-obatan
Amiodaron, litium, interferon alfa dan interleukin-2 dapat mengahambat
sistesis hormone tiroid. obat-obatan ini dapat menyebabkan hipotiroid
pada pasien yang memiliki bakat penyakit tiroid autoimun (1).
g. Kekurangan asupan iodium
Iodium merupakan bahan dasar sintesis hormone tiroid (6).
h. Kerusakan kelenjar hipofisis
Tumor, radiasi atau tindakan bedah dapat menimbulkan kerusakan pada
hipofisis. Hal tersebut akan menyebabkan terganggunya sistesis TSH yang
memicu kelenjar tiroid untuk memproduksi hormone tiroid.
Meskipun sangat jarang beberapa penyakit dapat menimbulkan kejadian
hipotiroid, pada sarkoidosis terjadi penumpukan granuloma pada kelenjar
tiroid, sedangkan pada amyloidosis dapat terjadi penumpukan protein
amylod pada kelenjar. Hal tersebut akan menyebabkan terganggunya
sintesa hormone tiroid .
3.4 Klasifikasi
Terdapat beberapa type hipotiroidisme berdasarkan lokasi timbulnya
masalah (10):
a. hipotiroidisme primer : timbul akibat proses patologik yang merusak
kelenjar tiroid.
b. hipotiroidisme sekunder : akibat sekresi TSH hipofisis terlalu sedikit.

Berdasarkan awitan hipotiroidisme :


a. hipotiroidisme dewasa / miksedema
b. hipotiroidisme juvenilis : timbul sesudah usia 1 sampai 2 tahun.
c. hipotiroidisme kongenital / kreatinin : kekurangan hormone tiroid sebelum
atau segera setelah lahir.

19
Jenis hipotiroidisme berdasarkan penyebab (10):
Penyebab Konsentrasi plasma Ada goiter
hormone relevan
Kegagalan primer ↓T3 dan T4, ↑TSH Ya
kelenjar tiroid
Sekunder akibat ↓T3 dan T4, ↓TSH Tidak
kegagalan hipotalamus
atau hipofisis anterior
Kurangnya iodium dalam ↓T3 dan T4, ↑TSH Ya
makanan

3.5 Patogenesis
Pathogenesis hipotiroid sangat bervariasi, tergantung dari penyebab
hipotiroid. Patogenesis penyebab hipotiroid pada beberapa kasus adalah :
a. Tiroididtis hashimoto (7).
Terjadi karena peningkatan infiltrasi limfosit kedalam kelenjar
tiroid, yang menyebabkan terbentuknya “inti germina” dan metaplasia
oksinofil. Folikel tiroid tidak terbentuk dan terjadi fibrosis jaringan ringan
sampai sedang. Tiroiditis atrofik terjadi proses fibrosis yang lebih banyak
dengan lebih sedikit infiltrasi limfosit dan tidak terbentuknya folikel tiroid.
Faktor lingkungan dan genetic sangat berpengaruh dalam terbentuknya
tiroiditis otoimun, tiroiditis otoimun sering terjadi pada orang-orang yang
memiliki hubungan keluarga. Polimorfisme HLA-DR, diketahui sangat
terkait dengan tiroiditis otoimun seperti HLA-DR3, DR4 dan DR5 pada
kelompok kaukasia. Sedangkan polimorfisme sel regulator gen CTLA-4
diketahui mempunyai kaitan yang tidak begitu nyata dengan kejadian
tiroiditis otoimun. Polimorfisme HLA-DR dan CTLA-4 diketahui
bertanggung jawab terhadap sekitar 50% kasus tiroiditis otoimun.
Terjadinya kativasi CD-4+, CD-8+ dan limfosit –B pada tiroiditis
otoimun merupakan mediator terjadinya kerusakan sel kelenjar tiroid. CD-
8+ merupakan mediator utama yang menyebakan nekrosis sel akibat
pengaruh perforin dan terjadinya apoptosis sel oleh granzyme-B. Sitokin
(TNF-alpha, Il-1, IFN-gama) yang disintesis oleh sel_Takan memudahkan
terjadinya apoptosis sel kelenjar tiroid melalui aktivasi death reseptor.

20
Sitokin-sitokin tersebut juga mengganggu fungsi sel tiroid
secaralangsung, selain mensintesa molekul pro-inflamasi yang lain.
b. Hipotiroid akibat defisiensi iodium
Iodium yang merupakan bahan dasar dalam pembuatan hormon
tersebut kekurangan iodium yang lama dapat menimbulkan gondok
endemik yang sering ditemukan pada daerah dengan asupan iodium yang
rendah ataupun kurang (14).
c. Hipotiroid pada pemberian iodium dosis besar.
Asupan iodium dalam jumlah besar akan menghambat proses
pengikatan iodium dengan tiroglobulin (proses binding) dan juga
menghambat pelepasan hormon tiroid dari dalam folikel.  Gambaran
histopatologis pada kelainan ini adalah terjadinya hiperplasia yang berat.
T4 bebas rendah dan TSH meningkat  serta kadar iodium urine sangat
meningkat (7).
d. Hipotiroid akibat tindakan bedah dan terapi I131
Hal ini terjadi akibat terlalu banyaknya sel kelenjar yang  terangkat
akibat proses pembedahan ataupun rusak akibat proses abrasi. Sebagai
akibatnya sel kelenjar tiroid tidak akan mampu memproduksi hormon yang
cukup bagi tubuh.  Nekrosis Sel akan terjadi akibat terapi I131 secara
bertahap dan diperlukan waktu sekitar 6-18 minggu untuk terjadinya
hipotiroid (7).
e. Hipotiroid kongenital
Terjadi pada bayi baru lahir dan dapat berlangsung permanen atau
pun sementara. Hipotiroid kongenital yang permanen didapati dengan
adanya perubahan struktur baik aplasia maupun hipoplasia atau terjadi
perubahan lokasi kelenjar tiroid (kelenjar ektopik) (9).
Penelitian dengan scanning menunjukkan bahwa dishomogenesis
(aninborn error of metabolism) yang disertai gangguan pada sintesis T4
(tiroksin) didapatkan pada 10-20% bayi baru lahir dengan hipotiroid
kongenital. Sedangkan resistansi TSH sebagai akibat adanya kelainan pada

21
reseptor tirotropin didapatkan pada sekitar 10% kasus hipotiroid
kongenital (7,15). 
Berbagai akibat dapat menyebabkan terjadinya hipotiroid pada
bayi yang bersifat sementara antara lain adanya blocking antibodi ibu
terhadap tirotropin, adanya paparan terhadap obat antitiroid yang
dikonsumsi ibu, defisiensi iodium ataupun akibat iodium yang berlebihan
(7). 

3.6 Manifestasi Klinis


Tanda dan Gejala Hipotiroid (1)
Gejala Tanda
 merasa lelah dan lemah  Lambat bergerak
 kulit kering  lambat berbicara
 tidak tahan terhadap suhu dingin  kulit kering dan kasar
 rambut rontok  ujung ekstremitas dingin
 sulit berkonsentrasi, cepat lipa  bengkak pada wajah, kaki dan
dan terkadang dengan gangguan tangan (myxedema)
mental  botak
 depresi  bradikardia
 konstipasi  edema non pitting
 berat badan bertambah dengan  hiporefleksi
nafsu makan yang berkurang  relaksasi tendon terlambat
 sesak  sindrom Carpal Tunnel
 suara memberat  Efusi rongga tubuh
 menoragi
 parestesi
 atralgi
 gangguan pendengaran
 gangguan haid

22
Proses perjalanan penyakit hipotiroid biasanya terjadi secara perlahan
pasien akan sadar mengalami hipotiroid saat terjadinya perbaikan tanda dan gejala
hipotiroid setelah mendapatkan terapi yang memadai. manifestasi dari hipotiroid
dapat terlihat pada semua organ tubuh, gejala yang timbul tergantung pada
kelainan yang mendasari serta berat atau ringannya hipotiroid tersebut (7).
Hormon tiroid sangat diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan
jaringan otak dan saraf. hipotiroid pada janin dalam kandungan atau pada bayi
baru lahir akan mengganggu pertumbuhan otak dan saraf. Bila tidak segera
dikoreksi pada awal kehidupan akan berdampak pada kerusakan jaringan otak dan
saraf yang permanen. kekurangan hormon yang terjadi pada orang dewasa, tidak
terlalu nyata menimbulkan kelainan otak dan saraf dan dapat diperbaiki dengan
terapi hormon titik gejala yang terjadi pada orang dewasa berupa penurunan daya
intelektual menurunnya nada bicara gangguan memori letargi rasa ngantuk yang
berlebihan dan pada orangtua terjadi demensia.  hipotiroid yang berat akan
menimbulkan, miksedema yang disertai kejang (ataksi serebral), penurunan
pendengaran, suara menjadi lambat dan serat serta gerakan yang sangat lambat. 
Terjadinya penurunan refleks fisiologis dan pada rekam menunjukkan adanya
perlambatan aktivitas dan hilangnya amplitudo gelombang alfa (7,9).

23
Pada kulit penyakit hipotiroid menyebabkan penumpukan asam hyaluronic
yang akan merubah komposisi jaringan dasar kulit ataupun jaringan lain,
Penumpukan asam hyaluronic akan menimbulkan peningkatan kandungan cairan
sehingga dapat terjadi edema, penebalan kulit dan sembab pada wajah
(myxedema). Vitiligo atau adanya pigmen kulit yang menghilang dapat terjadi
pada tiroiditis hashimoto dan merupakan ciri dari kelainan kulit akibat proses
imun (4,7,9).
Pada jantung hipotiroid akan menyebabkan penurunan cardiac output
sebagai akibat penurunan volume curah jantung dan bradikardi. hal tersebut
terjadi karena adanya pengaruh inotropik maupun kronotropik dari hormon tiroid
pada otot jantung. kejadian hipotiroid yang berat terjadi perbesaran jantung dan
suara jantung melemah yang mungkin disebabkan adanya penumpukan cairan di
dalam perikardium yang banyak mengandung protein dan glikosaminoglikan.
EKG menunjukkan adanya bradikardi, perpanjangan waktu interval PR,
gelombang P dan kompleks QRS yang rendah, kelainan pada segmen ST dan
gelombang T yang lebih mendatar titik hasil pemeriksaan lab menunjukkan
adanya peningkatan kadar homosistein, kreatin kinase, aspartat aminotransferase
serta dehidrogenase laktat (3). 
Hipotiroid dapat menimbulkan penurunan kapasitas pernapasan maksimal
(maximal breathing capacity) dan kapasitas difusi, meskipun mungkin volume
paru tidak mengalami gangguan. Hipotiroid berat, kinerja otot pernafasan akan
diatasi dapat mengakibatkan kejadian hipoksia, kelainan pada organ pernafasan
dan hal tersebut ikut berperan dalam timbulnya mixedema (11).
Dampak pada organ pencernaan adalah terjadinya gangguan penyerapan,
walaupun demikian tidak semua bahan makanan mengalami gangguan
penyerapan. Hal ini terjadi karena kemungkinan adanya penurunan motilitas usus,
sehingga masa penyerapan berlangsung lebih lama untuk bahan makanan tertentu.
Terjadinya penurunan nafsu makan tetapi berat badan akan semakin meningkat.
Edema sering terjadi akibat adanya retensi cairan di dalam tubuh. Pada
pemeriksaan fungsi hati di laboratorium umumnya didapati hal normal, hanya

24
mungkin akan terjadi peningkatan transaminasi sebagai akibat terjadinya
gangguan clearance (7).
Nyeri dan juga kekakuan otot akan semakin memberat bila suhu udara
menjadi dingin, perlambatan kontraksi dan relaksasi otot berpengaruh pada
gerakan dan juga refleks tendon massa otot mungkin akan berkurang tetapi akan
terjadi pembesaran otot akibat adanya edema jaringan.
 aliran darah ke ginjal operasi glomerulus reabsorpsi pada tubulus akan
mengalami penurunan pemeriksaan asam urat akan mendapatkan adanya
peningkatan, meskipun urea nitrogen maupun keratin mungkin masih normal.
penurunan filtrasi cairan akan menimbulkan penumpukan cairan dalam tubuh,
meskipun volume plasma turun (7). 
Hormon tiroid berpengaruh pada proses pertumbuhan dan juga sistem
reproduksi wanita atau pun pria. Hipotiroid yang terjadi pada anak-anak akan
menghambat proses pendewasaan sistem reproduksi dan masa pubertas akan
lambat.  Penurunan libido dan gagalnya ovulasi akan terjadi pada wanita dewasa
yang mengalami hipotiroid. Menurunnya sekresi progesteron dan proliferasi
endometrium tetap berlangsung, sering menimbulkan menstruasi yang tidak
teratur. Terganggunya sekresi hormon LH dan terjadinya atrofi ovarium akan
mengakibatkan gangguan menstruasi sampai amenorea.  Pada proses kehamilan
sering terjadi abortus spontan ataupun kelahiran premature (13,16,17).
Terganggunya metabolisme androgen dan estrogen, sekresi androgen akan
mengalami penurunan dan metabolisme testosteron beralih dari menjadi
etiokolanolon. Sintesis protein globulin pengikat hormon seks akan mengalami
penurunan sehingga konsentrasi testosteron dan estradiol di plasma menurun
sedangkan testosteron dan estradiol bebas meningkat (7).
Basal Metabolic Rate (BMR) atau kecepatan metabolisme basal akan
mengalami penurunan dan juga terjadi penurunan produksi panas di dalam tubuh.
Nafsu makan akan menurun, suhu badan cenderung rendah dan tidak tahan
terhadap hawa dingin. Sintesis dan pemecahan protein mengalami penurunan dan
dapat menimbulkan gangguan pertumbuhan jaringan otot dan tulang. Pemecahan

25
jaringan lemak lebih banyak dibandingkan dengan sintesis nya sebagai akibatnya
terjadi peningkatan kadar LDL dan trigliserida dalam darah (7).
Gejala hipotiroidisme umumnya disebabkan oleh penurunan aktivitas metabolik
secara keseluruhan. Seorang pasien dengan hipotiroidisme antara lain mengalami
penurunan laju metabolic basal (4):
a. memperlihatkan penurunan toleransi terhadap dingin (kurangnya efek
kalorigenik)
b. memiliki kecenderungan mengalami pertambahan berat berlebihan
(pembakaran bahan bakar berlangsung lambat)
c. mudah lelah (produksi energi menurun)
d. memiliki nadi yang lambat dan lemah (akibat berkurangnya kecepatan dan
kekuatan kontraksi jantung dan berkurangnya curah jantung)
e. memperlihatkan perlambatan refleks dan responsivitas mental (karena efek
pada sistem saraf). Efek mental ditandai oleh berkurangnya kesigapan,
berbicara perlahan, dan penurunan daya ingat.
Karakteristik lain yang mudah dikenali adalah kondisi edematosa akibat
infiltrasi kulit oleh molekul-molekul karbohidrat kompleks penahan air
(glikosaminoglikan) yang produksinya oleh sel jaringan penyambung biasanya
ditekan oleh hormon tiroid. Gambaran sembab yang terjadi, terutama di wajah,
tangan, dan kaki, dikenal sebagai miksedema. Pada orang dengan hipotiroidisme
sejak lahir timbul suatu keadaan yang dikenal sebagai kretinisme. Karena kadar
hormon timid yang memadai esensial untuk pertumbuhan normal dan
perkembangan SSP, kretinisme ditandai oleh tubuh dwarfisme dan retardasi
mental serta gejala-gejala umum lain defisiensi tiroid. Retardasi mental dapat
dicegah jika terapi sulih segera diberikan, tetapi tidak reversibel jika telah
terbentuk selama beberapa bulan setelah lahir, meskipun kemudian diberi
hormone tiroid (4).

26
3.7 Diagnosis

TSH adalah pemeriksaan utama dalam menegakkan diagnosis hipotiroid.


Pemeriksaan TSH diulang setelah beberapa minggu kemudian untuk dikonfirmasi.
Nilai yang abnormal dari TSH dapat terjadi karena penyakit lain. Tingginya TSH
merupakan indikasi bahwa kelenjar tiroid tidak memproduksi hormon tiroid
dengan jumlah yang cukup. T3 tidak disarankan untuk diperiksa oleh American
Association of Clinical Endocrinologist (AACE) dalam penilaian hipotiroid.
AACE mengelompokkan beberapa tingkatan dalam menentukan derajat hipotiroid
namun hal ini memiliki keterbatasan dalam penentuan diagnosis (1).
TSH T4 Interpretasi
Normal Normal Fungsi tiroid normal
Meningkat Rendah Hipotiroid klinis
Normal/Rendah Rendah Hipotiroid sentral
Meningkat Normal Hipotiroid subklinis

Penegakan diagnosis dilakukan dengan berbagai pendekatan (7):


 Pemeriksaan terhadap gejala dan tanda yang timbul titik gejala hipotiroid
timbul secara perlahan dan tidak spesifik. hal tersebut menyebabkan
kesulitan deteksi dini keadaan hipotiroid. hanya pada keadaan hipotiroid
yang berat gejala yang timbul lebih mudah untuk dikenali.
 Riwayat penyakit dan keluarga, adanya riwayat pengobatan kelenjar tiroid
dengan obat, tindakan bedah, ablasi I131, radiasi daerah leher ataupun
konsumsi obat-obat seperti amiodaron, interferon alfa, interleukin serta

27
litium akan sangat membantu dalam menegakkan diagnosis hipotiroidisme
demikian juga dengan yang memiliki riwayat keluarga dengan kelainan
tiroid.
 Pemeriksaan fisik, terjadinya pembesaran kelenjar tiroid, kulit kering,
edema pitting, menurunnya reflek tendon, bradikardi dan gejala-gejala lain
dapat membantu diagnosis pasien hipotiroid. Pada awal-awal kejadian
hipotiroid ataupun hipotiroid yang ringan tanda-tanda tersebut tidak
ditemukan.
 Pemeriksaan darah, kadar TSH dan T4 khususnya T4 bebas merupakan
pemeriksaan yang spesifik dan dipergunakan untuk menegakkan diagnosis
hipotiroid.  Terjadinya peningkatan kadar TSH dan menurunnya kadar T4
bebas menunjukkan adanya hipotiroid.  Pemeriksaan tunggal kadar T4
total tidak dapat memberikan kepastian diagnosis hipotiroid, hal ini terjadi
karena tepat setelah T4 dilepaskan dari kelenjar tiroid akan berikatan
dengan protein pengikat atau Tiroid Binding Globulin (TBG), Tiroid
Binding Pre- Albumin (TBPA) maupun albumin sehingga tidak aktif.  1-
2% T4 yang bebas dan dapat masuk ke dalam sel dan dirubah menjadi T3
bebas melalui proses deiodinase yang akan memberikan efek biologis. 

28
3.8 Tatalaksana Non Farmakologi

3.9 Tatalaksana Farmakologi

Penatalaksanaan hipotiroid dilakukan dengan melihat manifestasi klinis


pada penderita. Pasien dengan gejala hipotiroid yang nyata dan disertai dengan
penurunan T4 bebas dan kenaikan TSH (hipotiroid klinis) memerlukan terapi
levotiroksin T4. Dosis yang diperlukan sebesar 1,6 µg/kgBB/hari (total: 100-150
µg/hari). Pasien dewasa <60 tahun tanpa penyakit jantung dan pembuluh darah
levotiroksin dimulai dengan dosis rendah 50 µg/hari. dosis yang lebih rendah
dapat diberikan pada pasien dengan penyakit jantung iskemik dan pasien yang
sangat tua dengan hipotiroidisme yang berat. TSH diukur 2 bulan dihitung sejak
mulai awal terapi. Peningkatan dosis levotiroksin dilakukan secara perlahan,
apabila TSH belum mencapai batas normal. Penambahan sebesar 12,5-25 µg/hari
dilakukan setiap 2 bulan (sesuai dengan pemeriksaan TSH). Penurunan dosis
sebesar 12,5-25 µg/hari juga dilakukan apabila kadar TSH menurun di bawah
normal sebagai akibat adanya penekanan produksi TSH. Pasien dengan penyakit
graves yang mengalami hipotiroid setelah pengobatan, umumnya membutuhkan
dosis levotiroksin yang lebih kecil, hal tersebut mengingat masih ada sebagian
jaringan tiroid yang otonom dan menghasilkan hormon. Levotiroksin mempunyai
massa paruh yang panjang sampai 7 hari,  sehingga apabila pasien lupa minum

29
sekali, maka dosis yang seharusnya diminum hari itu ditambahkan pada dosis hari
berikutnya (5,7).

Adanya kelainan absorbsi, pemberian berbagai macam obat (kalsium oral,


estrogen, kolesteramin, golongan statin, antasida, rifampisin, amiodaron,
carbamazepine, sulfas ferosus) dapat mengganggu penyerapan maupun sekresi
levotiroksin. Sehingga pasien yang mendapat terapi obat tersebut harus
mendapatkan perhatian khusus. Efek klinik terapi levotiroksin tidak segera terlihat
pasien akan merasakan hilangnya gejala setelah 3-6 bulan terapi. Apabila kadar
TSH mencapai batas normal hal ini perlu diberitahukan kepada pasien agar
menghentikan program pengobatan yang memang memerlukan waktu yang
panjang. Apabila kadar TSH telah dapat dipertahankan dengan dosis levotiroksin
tertentu maka pemberian levotiroksin tetap dipertahankan pada dosis tersebut.
Selanjutnya pemeriksaan kadar TSH dapat dilakukan 1-2 tahun sekali. 
Pasien dengan hipotiroid subklinis belum ada kesepakatan rekomendasi terapi
levotiroksin. Hipotiroid subklinis merupakan keadaan saat pasien tidak didapatkan
gejala hipotiroid, tetapi kadar T4 bebas dalam batas normal namun kadar TSH
telah meningkat pada umumnya terapi levotiroksin belum diberikan apabila kadar
TSH masih < 10mU/L. Terapi dapat diberikan bila peningkatan TSH berlangsung
lebih dari 3 bulan yang diketahui dari beberapa kali pemeriksaan kadar TSH.
kecenderungan hipotiroid subklinis menjadi hipotiroid klinis pada kelompok ini
semakin besar pada pasien yang disertai dengan hasil TPO-Ab yang positif.

30
Pemberian levotiroksin selalu diberikan dengan dosis rendah dan dinaikkan secara
perlahan-lahan. Pasien tidak memerlukan terapi levotiroksin apabila TSH<
10mU/L,  pemeriksaan TSH perlu dilakukan setiap tahunnya (7). 
Hipotiroid subklinis meskipun ada berbagai pendapat, namun kebanyakan
ahli menganjurkan sebaiknya dilakukan pengobatan. Beberapa regiment
pengobatan hipotiroid adalah sebagai berikut (1):
1. bila kadar TSH serum 2,01-5,00 mU/liter: Diagnosis ke arah hipotiroid
subklinis, dilakukan pemeriksaan FT4 serum dan antitiroid autoantibodies
(AAB):
a. bila AAB (-), FT4 normal, Lakukan ulang skrining Setelah 1 tahun
kemudian titik pengobatan dengan levotiroksin baru diberikan jika
hasil pemeriksaan TSH>4,00  2x berurutan
b. bila AAB (+), FT4 rendah atau normal, dan TSH > 3 mU/L, obati
dengan levotiroksin. Yang lainnya diulangi skrining setiap 1-2 tahun
untuk observasi.
2. Bila kadar TSH serum > 5,00 mU/L : diagnosis kearah hipotiroid klinis.
Perlu konfirmasi dengan pemeriksaan FT4 serum.

Masalah yang biasa menjadi pertimbangan adalah efek samping


levotiroksin, keluhan angina, dan aritmia sering terjadi, terutama apada usia
lanjut. Dosis awal levotiroksin diberi dengan 12,5 mcg/hari (1).
Pada lansia pendekatan terapi agak berbeda umumnya memerlukan dosis
levotiroksin yang lebih rendah bila disertai dengan penyakit jantung dan
pembuluh darah pemberian dosis awal juga lebih kecil yakni 12,5 µg /hari (7).
Pada wanita hamil trimester pertama hipotiroid akan menyebabkan
gangguan pertumbuhan otak janin yang dikandungnya. Bahkan adanya TPO-Ab+
pada wanita yang tiroid dapat mengganggu kehamilan yang mendorong terjadinya
abortus ataupun kelahiran premature (13). 
Pada sebagian besar kasus, hipotiroidisme diobati dengan menggunakan
pil pengganti hormon tiroid, kecuali pada hipotiroidisme akibat defisiensi iodium,
yang diobati dengan pemberian iodium adekuat dalam makanan (4).

31
32
BAB 4
PEMBAHASAN

Laporan kasus ini membahas mengenai Tn. S (58 tahun) yang didiagnosis
dengan Hipotiroid berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang. Pasien diketahui memiliki riwayat hipertensi. Pada pemeriksaan
laboratorium didapatkan pasien kadar TSH 69,354 UI/ml dan FT4 0,62 Ng/dL.
Lemas yang dialami pasien terjadi karena seorang pasien dengan
hipotiroidisme antara lain mengalami penurunan laju metabolic basal dan
metabolism produksi energi panas. Hormon tiroid mempengaruhi keseimbangan
energi melalui beberapa mekanisme, penurunan hormon tiroid menyebabkan
melambatnya jalur anabolisme dan katabolisme tubuh. Hormon tiroid adalah
penentu utama laaju metabolism basal, meskipun bukan satu-satunya (18).
Benjolan di leher kanan, pasien mengatakan benjolannya akan berkurang
jika rutin melakukan pengobatan. pembesaran kelenjar tiroid terjadi karena
pengaruh TSH yang tinggi. Bila terjadinya gangguan pada hipofisis, maka fungsi
tiroid akan menurun, kemuadian dilakukan penyuntikan TSH, fungsi tiroid akan
terangsang kembali, dan terjadi pengikatan iodium, sintesis T4, T3, iodotirosin,
sekresi tiroglobulin kedalam tiroid dan endositosis koloid. Kadar TSH dalam
jangka waktu yang lama tinggi, akan mengakibatkan hipertrofi dan peningkatan
berat kelenjar, sehingga bisa terdapat benjolan dileher kanan pasien akibat
perbesaran kelenjar tiroid di lobus tersebut (10). Pada kelenjar tiroid dewasa, TSH
merupakan pengatur utama pertumbuhan kelenjar tiroid. Setelah rangsangan
jangka panjang TSH, kelenjar tiroid membesar akibat hiperplasia dan hipertrofi.
TSH memiliki efek proliferasi yang cepat. Hal ini meningkatkan sintesis DNA
melalui jalur adenylyl cyclase, terutama melalui jalur protein kinase A. TSH juga
mengatur pertumbuhan melalui jalur cAMP-independent, seperti jalur
mTOR/S6K1, dan interaksi dengan faktor pertumbuhan epidermal growth factor
(EGF) dan insulin-like growth factor-I (IGF-I). TSH meningkatkan transkripsi gen
pada sel tiroid tikus. TSH juga menghambat apoptosis, yang kemungkinan dengan
mengatur p53 dan bcl-2 (19).

33
Pasien merasakan gejala tidak tahan terhadap suhu dingin, pada penurunan
kadar hormone tiroid juga terjadi penurunan produksi panas di tubuh. Efek
kalorigenik (kalorigenik berarti "penghasil panas") hormon tiroid berkaitan erat
dengan efek metabolik hormone ini secara keseluruhan. Penurunan aktivitas
metabolic menyebabkan penurunan produksi panas.Sehingga pada pasien
hipotiroid didapati gejala tidak tahan dingin karena kurangnya hormone tiroid
yang memiliki efek kalorigenik (4,10).
Konstipasi terjadi akibat gangguan penyerapan pada saluran pencernaan.
Hipotiroid menyebabkan terjadinya penurunan penerapan berbagai bahan
makanan, walaupun tidak semua bahan makanan  mengalami hal yang sama.
konstipasi terjadi karena adanya penurunan motilitas usus, sehingga masa
penyerapan berlangsung lebih lama untuk bahan-bahan makanan tertentu (20). 
Pasien juga mengeluhkan penurunan nafsu makan yang terjadi karena
adanya penurunan metabolisme secara keseluruhan. Sintesis dan pemecahan
protein mengalami penurunan yang akan menimbulkan gangguan pada
pertumbuhan jaringan otot dan tulang (7).
Pada pemeriksaan fisik didapatkan nadi yang lemah dan juga melambat.
hal tersebut terjadi karena berkurangnya kecepatan dan kekuatan kontraksi
jantung dan berkurangnya curah jantung. Hormon tiroid memiliki efek dalam
meningkatkan kepekaan jantung terhadap katekolamin, ketika terjadi penurunan
hormon tiroid maka akan terjadi penurunan kepekaan jantung terhadap
katekolamin dan terjadi penurunan kecepatan jantung dan kekuatan kontraksi
sehingga turunnya curah jantung (7). 
Pada pemeriksaan fisik didapatkan pasien memiliki kulit kering dan dari
anamnesa pasien mengatakan kulit di bagian wajah sering terkelupas. hipotiroid
dapat menyebabkan penumpukan asam hyaluronic yang akan merubah komposisi
jaringan dasar kulit ataupun jaringan lain. asam hyaluronic adalah bahan
higroskopis, penumpukan dari asam hyaluronic akan menimbulkan peningkatan
kandungan cairan sehingga dapat menimbulkan edema penebalan kulit dan juga
sembab pada wajah atau miksedema.  namun pada pasien ini hanya ditemukan
pengeringan kulit dan tidak terdapat edema ataupun wajah yang

34
sembab. Pemeriksaan refleks tendon achilles melambat, terjadi karena
perlambatan kontraksi dan relaksasi otot yang akhirnya berpengaruh terhadap
gerak ekstremitas dan juga refleks tendon (4). 

35
BAB 5
KESIMPULAN

Hipotiroid adalah keadaan yang disebabkan oleh sintesis hormon tiroid


yang rendah di dalam tubuh. hipotiroid dapat terjadi karena gangguan pada
sintesis hormon atau gangguan pada respon jaringan terhadap hormon tiroid.
Hipotiroid dapat terjadi karena berbagai hal hipotiroid primer timbul akibat proses
patologis yang merusak kelenjar tiroid. Hipotiroid sekunder terjadi akibat sekresi
TSH hipofisis sedikit.
Patogenesis dari hipotiroid sangat bervariasi tergantung dari penyebab
hipotiroid. Tiroiditis hashimoto terjadi akibat peningkatan infiltrasi limfosit
kedalam kelenjar tiroid, Hipotiroid dapat terjadi akibat defisiensi yodium yang
dibutuhkan untuk pembuatan hormon tiroid. Namun demikian hipotiroid juga
terjadi akibat pembaerian iodium dosis besar yang akan menghambat pengikatan
iodium dengan tiroglobulin. Hipotiroid juga terjadi akibat pembedahan dan juga
terapi i-131 dan juga dapat terjadi hipotiroid kongenital yang berlangsung
permanen atau sementara.
Pasien dengan hipotiroid didapatkan merasa lemah dan juga lelah, kulit
kering, tidak tahan terhadap suhu dingin, rambut rontok dan sulit berkonsentrasi.
Serta mengalami konstipasi pertambahan berat badan, penurunan nafsu makan,
suara memberat. Pada tanda klinis didapatkan pasien lambat bergerak, lambat
berbicara, kulitnya kering, ujung ekstremitas dingin, mengalami bradikardi,
edema non pitting, mengalami refleks tendon yang lambat.
TSH Dan T4 khususnya T4 bebas merupakan pemeriksaan spesifik yang
digunakan untuk menegakkan diagnosis hipotiroid. Terapi hipotiroid klinis
dengan levotiroksin dimulai dengan dosis 100 mcg/hari dan dititrasi 25 mcg/hari
setiap 4-6 minggu sampai kadar TSH normal. Terapi hipotiroid subklinis dengan
levotiroksin dimulai dengan dosis 12,5 mcg/hari

36
DAFTAR PUSTAKA

1. Manaf A, Zasra R, Kam A, Fardila F, Ihsani A, Nurdin R. Improving


Health Care Providers Competences In Internal Medicina In JKN Era
[Internet]. Pib Xvii Ipd 2018. 2018. p. 137–45. Available from: website:
http://www.kemkes.go.id
2. Chandra A, Rahman S. Fungsi Tiroid Pasca Radioterapi Tumor Ganas
Kepala- Leher. J Kesehat Andalas. 2016;5(3):745–51.
3. Patil N, Rehman A, Jialal I. Hypothyroidism [Internet]. StatPearls
publishing. 2021. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK519536/
4. Sherwood L. Human physiology from cells to systems Ninth Edition.
Appetite. 2016.
5. Biondi B, Cooper DS. Thyroid hormone therapy for hypothyroidism.
Endocrine [Internet]. 2019;66(1):18–26. Available from:
http://dx.doi.org/10.1007/s12020-019-02023-7
6. Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI. Situasi dan Analisis
Tiroid.pdf. 2015. p. 1–8.
7. Setiadi S, Alwi I, Sudoyo aru w., K marcellus simadibrata, Setiyohadi B,
Syam ari fahrial. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi VI. 2014.
8. Taylor PN, Albrecht D, Scholz A, Gutierrez-Buey G, Lazarus JH, Dayan
CM, et al. Global epidemiology of hyperthyroidism and hypothyroidism.
Nat Rev Endocrinol [Internet]. 2018;14(5):301–16. Available from:
http://dx.doi.org/10.1038/nrendo.2018.18
9. Deriyatno G, Sumarwati M, Alivian GN. Hubungan antara Tingkat
Pendidikan, Pengetahuan dan Sikap Ibu terhadap Skrining Hipotiroid
Kongenital (SHK) di BKMIA Kartini Purwokerto. J Bionursing.
2019;1(2):1–13.
10. Price & Wilson. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyaki.
Volume 2. Edisi 6. J Chem Inf Model. 2018;
11. Noor Z, Susyanto BE, Praningwestri AM, Rafiq A, Havis, Fajar

37
AvivulSoejono SK. Thyroid Status, Growth And Development Of Children
Under 2 Years Of Age In Endemic Goiter Areas Of Srumbung Magelang.
2019. 6(1):1–18.
12. Salih AM. Prevalence of hypothyroidism among patients with isthmus-
preserved thyroid lobectomy. J Int Med Res. 2018;46(9):3819–23.
13. Deswita F, Dewi PS R. Penyakit Tiroid pada Kehamilan : Diagnosis dan
Manajemen. Medula. 2019;9(1):186–91.
14. Hastuti P, Widodo US, Oktarizal R, Kurniadi AL, Anwar K, Siregar AAR.
Status mineral dan hormon tiroid pada penderita hipotiroidisme. J
Community Empower Heal. 2018;1(1):54–60.
15. Zwaveling-Soonawala N, Paul Van Trotsenburg A, Verkerk PH. TSH and
FT4 Concentrations in Congenital Central Hypothyroidism and Mild
Congenital Thyroidal Hypothyroidism. J Clin Endocrinol Metab.
2018;103(4):1342–8.
16. Jusup SA, Raharjo SS, Subandono J, Listyaningsih E. Efek
Hypothyroidisme Terhadap Keterlambatan Usian Menarche. Smart Med J.
2020;2(2):59.
17. Ngargoyoso K, Karanganyar K, Ratri LA, Hipotiroidisme H. Hubungan
Hipotiroidisme dengan Kejadian Disfungsi Ereksi pada. 2017;6(2):54–65.
18. Mexitalia M, Fahmi I, Yamauchi T. Hubungan Fungsi Tiroid dengan
Energy Expenditure pada Remaja. 2011;12(5):323–7.
19. Decroli E, Kam A. Tinjauan Pustaka Dampak Klinis Thyroid-Stimulating
Thyroid Hormone. 2017;6(1):222–30.
20. Setiadji VS. Fisiologi Kelenjar Tiroid, Paratiroid, Vitamin D serta
Metabolisme Kalsium dan Fosfat. 2016.

38

Anda mungkin juga menyukai