Anda di halaman 1dari 15

BAB 1.

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Penyakit infeksi (infectious diseases) secara global disebutkan telah mereda,
namun ia tetap menjadi ancaman signifikan di seluruh dunia. Ancaman penyakit
infeksi ini terbukti secara ilmiah telah menyebabkan kerugian dunia baik dalam
aspek ekonomi dan sosial serta turut mempengaruhi sistem kesehatan terutama
terkait pengobatan (medical treatment) (1). Salah satu penyakit infeksi yang masih
menyebabkan permasalahan serius sebagai patogen dalam tubuh manusia yang
menyebabkan berbagai infeksi klinis adalah bakteri Staphylococcus aureus.
Bakteri ini adalah penyebab utama bakteremia dan berbagai infeksi seperti
infective endocarditis, infeksi pada kulit dan jaringan lunak, infeksi pada lapisan
paru, serta sejumlah infeksi yang terkait alat medis yang terpasang pada tubuh
manusia (2).
Bakteri Staphylococcus aureus merupakan patogen yang bersifat
oportunistik yang diketahui menyebabkan kolonisasi serius pada sejumlah infeksi
saluran pernafasan yang menyerang sekitar 30% populasi di Amerika Serikat (3).
Sumber lain menyebutkan bakteri gram positif ini secara stabil berkoloni pada
hidung, kulit, serta perineum pada sepertiga dari populasi manusia di dunia serta
sepertiga lainnya berkoloni secara intermiten. Lebih lanjut, riset telah
membuktikan Staphylococcus aureus mampu mengembangkan mekanisme
resisten terhadap antibiotik (4). Oleh karena itu sejumlah usaha dilakukan untuk
penanganan akibat infeksi bakteri ini dengan pendekatan farmakologi dengan
mengandalkan bahan bioaktif seperti antimikroba yang ditemukan pada salah satu
tumbuhan yang banyak ditemukan di Indonesia yaitu tanaman kelapa (Cocos
nucifera) yang dikenal sebagai tree of heaven.
Cocos nucifera (kelapa) merupakan salah satu diantara tanaman tropis yang
sangat familiar diantara penduduk Indonesia. Tanaman juga menjadi komoditi
strategis yang memiliki peran dalam sosial, kultural, dan ekonomi masyarakat
Indonesia. Semua bagian dari tanaman ini memiliki manfaat yang luas, sehingga
ia juga dikenal sebagai tree of life (5). Cocos nucifera mengandung trigliserida
yang mengandung asam lemak jenuh rantai menengah yang aplikasinya diketahui
sebagai antimikroba. Lauric acid, monoglyceride, dan monolaurin yang
terkandung didalamnya memiliki aktivitas antimikroba spektrum luas termasuk
sebagai agen antibakteri. Riset oleh Ugbobu et al. menyebutkan lauric acid
memiki kemampuan dalam menghambat pertumbuhan Staphylococcus aureus (6).
Riset lainnya dilakukan oleh Daniele Esquenazi et al. menemukan bahwa ekstrak
air dari serat dan fraksi sabut kelapa menunjukkan aktivitas antimikroba melawan
(inhibitor) pertumbuhan Staphylococcus aureus (7). Peng et al. dalam risetnya
melaporkan virgin coconut oil mengandung sekitar 57,4% trigliserida, 26,8%
digliserida, 1,51% monogliserida, dan 14,1% asam lemak bebas yang mampu
mengobati mastitis yang disebabkan oleh Staphylococcus aureus (8).
Sejumlah riset secara ilmiah telah menunjukkan manfaat kelapa sebagai
sumber minyak nabati yang berguna secara farmakologis dan nutrisional. Selain
itu, minyak kelapa memiliki potensi yang dapat digunakan dalam upaya
pencegahan dan kuratif. Berdasarkan uraian ini, kami tim peneliti memberikan
perhatian dan ketertarikan untuk meneliti lebih lanjut manfaat Cocos nucifera
dengan fokus penelitiannya adalah untuk menguji “Efektivitas Minyak Kelapa
(bahan dasar Cocodiesel) terhadap Bakteri Staphylococcus aureus dalam
Penangangan Infeksi Secara In Vitro”.

1.2 Tujuan penelitian


1. Mengetahui efektivitas Minyak Kelapa (bahan dasar cocodiesel) terhadap
Bakteri Staphylococcus aureus dalam Penangangan Infeksi Secara In Vitro
2. Mengetahui pengaruh pemberian efektivitas Minyak Kelapa (bahan
dasar cocodiesel) terhadap Bakteri Staphylococcus aureus dengan
konsentrasi 50%
3. Mengetahui pengaruh pemberian efektivitas Minyak Kelapa (bahan
dasar cocodiesel) terhadap Bakteri Staphylococcus aureus dengan
konsentrasi 75%
4. Mengetahui pengaruh pemberian efektivitas Minyak Kelapa (bahan
dasar cocodiesel) terhadap Bakteri Staphylococcus aureus dengan
konsentrasi 100%
5. Mengetahui perbedaan efektivitas Minyak Kelapa (bahan dasar
cocodiesel) pada konsentrasi 50%, 75%, dan 100% terhadap
pertumbuhan Bakteri Staphylococcus aureus

1.3 Rencana capaian dan luaran yang ditargetkan


No. Jenis Luaran Indikator Capaian
1. Publikasi jurnal internasional terindeks Accepted
scopus atau WoS
2. HKI Granted
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Deskripsi Tanaman Kelapa (Patarana)


Kelapa (Cocos nucifera) merupakan tumbuhan ini dimanfaatkan hampir
semua bagiannya oleh manusia sehingga dianggap sebagai tumbuhan serba guna,
khususnya bagi masyarakat pesisir. Hasil kelapa yang diperdagangkan sejak
zaman dahulu adalah minyak kelapa, yang sejak abad ke 17 telah dimasukkan ke
Eropa dari Asia (9).
Kelapa telah ditanam hampir di seluruh Indonesia dan luas arealnya pun
terus meningkat. Pada tahun 1986 luas areal perkebunan kelapa baru 3.113.000
ha, maka pada tahun 1990 telah mencapai 3.334.000 ha,dan diperkirakan pada
tahun 1993 luas perkebunan kelapa mencapai 3.624.000 ha. Namun yang menjadi
sentral produksinya adalah Aceh, Sumatra Utara, Riau, Lampung, Jawa Barat,
Jawa Tengah, Jawa timut, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan,
NTT dan Maluku. Adanya potensi yang sangat besar ini harus dimanfaatkan agar
tingkat pendapatan petani juga dapat meningkat (10).
Potensi tanaman kelapa di Provinsi Aceh dapat dilihat dari keadaan luas
tanam, luas panen, produksi dan potensi peningkatan produksi tanaman.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), luas tanaman kelapa di Provinsi
Aceh adalah 101.751 ha dan produksi 56.875 ton setara kopra. Selama lima tahun
terakhir luas tanaman kelapa mulai turun sejak tahun 2005, terutama akibat
tsunami yang menyebabkan banyak tanaman rusak. Upaya rehabilitasi tanaman
tidak mampu meningkatkan produksi dan produktivitas tanaman kelapa rakyat
ini. Oleh sebab itu produksi kelapa di daerah ini mulai tahun 2005 menurun rata-
rata 9 persen pertahun dengan perkiraan 33.833 ton (11).

2.1.1 Definisi Tanaman Kelapa


Kelapa (Cocos nucifera) adalah anggota tunggal dalam marga Cocos dari
suku Arenan atau Arecace. Tanaman kelapa merupakan tanaman serbaguna
karena seluruh bagian tanaman ini bermanfaat bagi kehidupan manusia, sehingga
tanaman kelapa dijuluki “Tree of Life”. Tanaman kelapa juga memiliki nilai
budaya dan ekonomi yang cukup tinggi dalam kehidupan masyarakat (12).
2.1.2 Toksonomi Tanaman Kelapa
Toksonomi tanaman kelapa menurut Natural Resources Conservation
Service. Classification for Kingdom Plantea Down to Species Murraya koenigii
(L.) Spreng adalah sebagai berikut: (13).
Kingdom : Plantae
Sub kingdom : Tracheobionta
Super divisi : Spermatophyta
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Liliopsida
Sub Kelas : Arecidae
Ordo : Arecales
Famili : Palmae
Genus : Cocos
Spesies : (Cocos nucifera L)

Gambar 1 : Tanaman Kelapa (Cocos nucifera L)

2.1.4 Kandungan Tanaman Kelapa


Tanaman kelapa merupakan sumber komponen fitokimia yang berpotensi.
Senyawa fitokimia tersebut ada pada bagian-bagian tertentu dari tanaman kaya
akan senyawa fenolik, alkaloid, terpenoid dan steroid yang umumnya ditemukan
dalam akar, batang, ranting dan daun. Sejumlah komponen fitokimia seperti
senyawa fenolik menunjukkan banyak hal efek biologis termasuk antioksidan,
antibakteri, antivirus, antiinflamasi, antialergi, antitrombik, aksi vasodilatori (15).
Minyak kelapa terdiri dari gliserida, yaitu senyawa antara gliserin dengan
asam lemak. Kandungan asam lemak dari minyak kelapa adalah asam lemak
jenuh yang diperkirakan 91% terdiri dari Kaproat, kaprilat, kaprat, laurat, miristat,
Palmatic, stearat, arachidic, dan asam lemak tak jenuh sekitar 9% yang terdiri dari
Oleat dan Linoleic. Kandungan utama minyak kelapa adalah asam laurat dan asam
kaprat, asam ini dalam tubuh manusia diubah menjadi monolaurin dan
monocaprin yang bersifat anti virus, anti bakteri dan anti jamur (16).

2.1.5 Khasiat Tananam Kelapa


Khasiat tanaman kelapa dibidang kesehatan sebagai berikut: (17), Pengobatan
gangguan mulut dan gigi diobati dengan minyak kelapa dan air kelapa. Gangguan
pencernaan dan ekskresi untuk diobati dengan akar kelapa, bluluk kelapa, bunga
kelapa, sabut kelapa, dan air kelapa. Pegobatan seriawan dengan minyak kelapa
karena mengandung vitamin C. Pengobatan demam, penyakit kulit luka bakar,
kudis, eksema, gabag, bidur dengan daging kelapa yang diolah dalam bentuk
santan atau dikonsumsi segar, dan air kelapa. Pelembut kulit dan anti mikroba
yang mempercepat penyembuhan luka dengan minyak kelapa karena minyak
kelapa mengandung asam oleat dan laurat dan vitamin E. Anti racun karena air
kelapa mengandung tannin yang memiliki aktivitas antioksidan yang mampu
menawar racun. Pengobatan beri-beri karena kekurangan vitamin B1 9 (tiamin)
yang ditandai dengan neuropati periferi anggota tubuh yang paling sering
digunakan, lalu diikuti rasa gatal, kaku, dan lemah dengan mengkonsumsi daging
kelapa. Menurunkan hipertensi dengan mengkonsumsi daging kelapa karena
kelapa mengandung kalium menurunkan tekanan darah melalui natriuresis,
penurunan aktivitas renin angiotensin aldosteron (RAA), dan peningkatan
neuronal Na pump yang mengakibatkan aktivitas saraf simpatis menurun.

2.2 Bakteri Staphylococcus Aureus


Staphylococcus aureus merupakan bakteri gram positif, tidak bergerak,
ditemukan satu-satu, berpasangan, berantai pendek, tidak bergerombol, dan tidak
membentuk spora, tidak berkapsul, atau dinding selnya mengandung dua
komponen utama yaitu peptidoglikan dan asam teikoat. Dapat melakukan
metabolisme secara aerob dan anaerob. Staphylococcus aureus adalah sel yang
berbentuk bola dengan garis tengah 1 nm dan tersusun dalam kelompok tak
beraturan. Staphylococcus aureus dapat menghasilkan koagulase, suatu protein
yang mirip enzim yang dapat menggumpalkan plasma yang telah diberi oksalat
atau sitrat dengan bantuan suatu factor yang terdapat dalam benyak serum.
Staphylococcus aureus mudah tumbuh pada kebanyakan perbenihan bakteri
dalam aerobik atau mikroaerofilik. Bakteri ini tumbuh paling cepat pada suhu
37oC, tetapi membentuk pigmen paling baik pada suhu kamar (20-25oC).
Staphylococcus aureus membentuk koloni berwrna abu-abu sampai kuning emas
tua. Staphylococcus aureus menghasilkan katalase, yang membedakan dengan
Streptococcus. Bakteri ini meragikan banyak karbohidrad dengan lambat,
menghasilkan asam laktat, tetapi tidak menghasilkan gas. Staphylococcus aureus
relatif resisten terhadap pengeringan, panas (bakteri ini tahan pada suhu 50 oC
sampai 30 menit), dan terhadap natrium klorida 9% tetapi mudah dihambat zat-zat
kimia tertentu, seperti heksaklorofen 3%. Kepekaan Staphylococcus aureus
terhadap banyak antimikroba berbeda-beda (18).
Klasifikasi bakteri Staphylococcus aureus adalah sebagai berikut:
Kingdom : Monera
Divisi : Firmicutes
Class : Bacilli
Ordo : Bacillales
Family : Staphylococcaceae
Genus : Staphylococcus
Species : Staphylococcus aureus

Gambar 2: Morfologi Bakteri Staphylococcus aureus

2.3 Ekstrasi
Ekstraksi merupakan suatu proses penyarian senyawa kimia yang terdapat
dalam bahan alami atau berasal dari dalam sel dengan menggunakan pelarut dan
metode yang tepat. Hasil dari proses ekstraksi disebut dengan ekstrak (19). Tujuan
dari ekstraksi adalah untuk memperoleh bahan aktif yang tidak diketahui atau
sudah diketahui dan mengidentifikasi metabolit sekunder dari tanaman atau
makhluk hidup tertentu. Teknik ekstraksi yang ideal adalah teknik yang mampu
mengekstraksi bahan aktif yang diinginkan sebanyak mungkin, cepat, mudah
dilakukan, murah, ramah lingkungan, dan hasil yang diperoleh selalu konsisten
jika dilakukan berulang-ulang. Pemilihan teknik ekstraksi bergantung pada bagian
tanaman yang akan diekstraksi dan bahan aktif yang diinginkan (20). Terdapat
dua cara ekstraksi secara garis besar, yaitu cara dingin dan cara panas. Ekstraksi
cara dingin diantaranya adalah maserasi dan perkolasi, sedangkan ekstraksi cara
panas adalah dengan pemasakan, dekoksi, infus, refluks, dan sokletasi (21).

2.4 Uji Efektivitas Antibakteri


Penentuan kepekaan suatu bakteri terhadap obat antibakteri dapat dilakukan
dengan metode difusi atau dilusi. Metode-metode tersebut dapat digunakan untuk
memperkirakan potensi antibakteri dalam sampel atau kepekaan mikroorganisme
(18). Parameter yang digunakan untuk menentukan kepekaan suatu agen
antibakteri adalah dengan mengamati diameter zona hambat yang terbentuk pada
saat dilakukan uji kepekaan. Pengamatan terbentuknya zona hambat dilakukan
setelah 24 jam inkubasi. Diameter zona hambat diukur secara vertikal dan
horizontal menggunakan jangka sorong dalam satuan milimeter (mm). Daerah
bening merupakan petunjuk kepekaan bakteri terhadap bahan uji atau antibakteri
yang dinyatakan dengan lebar diameter zona bening. Formulasi untuk menghitung
zona hambat adalah sebagai berikut (22):

Keterangan:
d1: diameter vertikal zona bening pada media
d2: diameter horizontal zona bening pada media
Klasifikasi daya hambat pertumbuhan bakteri (23).
Daya Hambat Bakteri Klasifikasi
<10 mm Tidak efektif
10-15 mm Lemah
16-20 mm Sedang
>20 mm Kuat
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Tahapan Penelitian


Tahap pelaksanaan penelitian meliputi :
1. Sampel minyak kelapa (cocos nucifera) diperoleh dari tempat produksi
skala rumah tangga yang berlokasi di Kabupaten Bireun, Aceh.
2. Mikroba uji pada penelitian ini adalah Staphylococcus Aureus yang
didapatkan dari kultur murni Laboratorium Mikrobiologi Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
3. Uji fitokimia dilakukan untuk menentukan senyawa fitokimia (flavonoid
alkaloid, glikosida, saponin, tannin dan triterpen/steroid) yang terdapat dalam
sampel minyak kelapa.
4. Uji efektivitas antibakteri menggunakan metode difusi.
5. Kontrol negatif menggunakan DMSO dan kontrol positif menggunakan disk
antibiotik vankomisin.
6. Metode difusi : Hasil efektivitas antibakteri minyak kelapa diamati secara
visual dengan mengukur diameter zona hambat menggunakan jangka sorong
sebanyak dua kali secara horizontal dan vertikal.
7. Data aktivitas antimikroba minyak pliek u dianalisis menggunakan uji
statistik Kruskal-Wallis dan dilanjutkan dengan uji post-hoc Mann Whitney
untuk mendapatkan perbedaan yang signifikan antar perlakuan yang
diberikan (p < 0,05)

3.2 Lokasi Penelitian


Uji fitokimia dilakukan di Laboratorium Fitokimia Farmasi Universitas
Sumatera Utara, dan uji efektivitas antibakteri di Laboratorium Mikrobiologi
FK Universitas Sumatera Utara.

3.3 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional


3.3.1 Variabel penelitian
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah minyak kelapa dengan
konsentrasi 50%, 75% dan 100%, sedangkan variabel terikatnya adalah
diameter zona hambat.

3.3.2 Definisi Operasional

Tabel 3.1 Definisi Operasional


No Variabel Definisi Operasional Cara Hasil Ukur Skala Ukur
Ukur
1 Minyak kelapa Minyak dari buah Menghitu mililiter Rasio
kelapa dengan ng
konsentrasi 50%, 75% konsentra
dan 100% si larutan
dengan
rumus:C1
V1=
C2V2
2 Diameter zona hambat Daerah di keliling Diukur <10 mm: Ordinal
pertumbuhan bakteri sumur yang tidak dengan tidak efektif
ditumbuhi oleh bakteri mengguna 10-15 mm:
atau zona bening yang kan lemah
terdapat di media jangka 16-20 mm:
setelah diberikan sorong sedang
perlakuan. >20 mm: kuat

3 Kontrol negatif Kontrol negatif adalah Diukur Diameter Rasio


diameter zona dengan zona
hambat dari agen mengguna hambat
yang tidak memiliki kan (mm)
aktivitas antibakteri jangka
yang digunakan sorong
sebagai pembanding
dengan ekstrak etanol
daun kari. Kontrol
negatif yang
digunakan
adalahDimethylsulfoxi
de(DMSO)
4 Kontrol positif Kontrol positif Diukur <10 mm: Ordinal
adalah diameter dengan tidak
zona hambat menggun efektif
yang di bentuk akan 10-15 mm:
oleh vankomisin jangka lemah
di media Mueller sorong 16-20 mm:
Hinton Agar sedang
(MHA) setelah >20 mm:
media diinokulasi kuat
dengan bakteri
staphylococcus
aureus dan
inkubasi selama
18-24 jam

3.4 Model Penelitian


Model yang digunakan adalah uji kuantitatif laboratorium yang dilanjutkan
dengan uji statistik untuk melihat perbedaan rata-rata konsentrasi pada data
yang lebih dari dua kategori.

3.5 Rancangan Penelitian


Penelitian ini menggunakan desain penelitian eksperimental
laboratorik dengan rancangan penelitian posttest only control group
design
3.5 Teknik Pengumpulan Data
3.5.1 Sumber data
Sumber data dalam penelitian ini diperoleh dari data primer
melalui hasil uji laboratorium
3.5.2 Instrumen penelitian
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalahrak pengering,
kertas perkamen, lampu pijar 40 watt, lemari pengering,blender,
timbangan, toples kaca, spatulakayu, kertas saring, gunting, rotary
evaporator,densi check, thermo scientific, biohazard safety cabinet,
inoculating tube, oven,pot steril,vortex,catton swab steril, spuit 1 ml,
filter tips steril 100ul, filter tips 1000ul, tabung erlenmeyer, autoklaf,
cawan petri,ose,tabung reaksi,mikropipet, jangka sorong,kertas label,
handscoon,maskerdan alat tulis.
3.6 Analisis Data
Data yang telah didapat dilakukan uji normalitas dengan menggunakan
Shapiro-Wilk, data yang ditemukan tidak berdistribusi normal, yaitu memiliki
nilai (p < 0,05). Kemudian dilakukan uji homogenitas menggunakan uji
Levene dengan nilai signifikan (p > 0,05) dan didapatkan data bersifat tidak
homogen. Jika hasil data didapatkan tidak berdistribusi normal dan tidak
homogen maka dilanjutkan uji beda dengan menggunakan uji statistik
Kruskal-Wallis dan dilanjutkan dengan uji post Hoc Mann Whitney untuk
mendapatkan perbedaan yang signifikan antar perlakuan yang diberikan (p < 0,05)
BAB 4. BIAYA DAN JADWAL

4.1 Biaya Kegiatan

Secara ringkas anggaran biaya penelitian ini diperlihatkan pada


tabel 4.1 dan justifikasi anggaran dapat dilihat pada lampiran 1
Tabel 4.1 Ringkasan Anggaran Biaya Penelitian Dosen yang Diajukan
Biaya yang
No Komponen Diusulkan (Rp)

1 Honorarium untuk petugas pengumpul data, pengelolaan data dan


penganalisis data (maksimum 30% dan
dibayarkan sesuai ketentuan)
2 Pembelian bahan habis pakai untuk pembelian ATK , fotocopy,
surat menyurat, penyusunan laporan, cetak,
penjilidan, publikasi, pulsa, internet, bahan laboratorium,
langganan jurnal, bahan pembuatan
alat/mesin bagi mitra (maksimum 60%)
3 Perjalanan untuk survei/sampling data,
sosialisasi/pelatihan/pendampingan/evaluasi,
Seminar/Workshop DN-LN, akomodasi-konsumsi,
perdiem/lumpsum, transport (maksimum 40%)
4 Sewa untuk peralatan/mesin/ruang laboratorium, kendaraan, kebun
percobaan, peralatan penunjang penelitian lainnya (maksimum 40%)

Jumlah 125.000.000,-

4.2 Jadwal Penelitian


Tabel 4.2 Barchat Rencana Penelitian
Tahun ke 1
NO JENIS KEGIATAN 4 5 6 7 8 9 10

1 Survei lokasi
2 Pembelian peralatan
dan barang habis pakai
3 Studi literatur
4 Pengambilan data
5 Pengolahan data
6 Analisis data
7 Kesimpulan
8 Penyusunan laporan
9 Pembuatan artikel
untuk publikasi

DAFTAR PUSTAKA
1. Bloom DE, Cadarette D. Infectious disease threats in the twenty-first century:
Strengthening the global response. Front Immunol. 2019;10(MAR):1–12.
2. Tong SYC, Davis JS, Eichenberger E, Holland TL, Fowler VG.
Staphylococcus aureus infections: Epidemiology, pathophysiology, clinical
manifestations, and management. Clin Microbiol Rev. 2015;28(3):603–61.
3. Oliveira D, Borges A, Simões M. Staphylococcus aureus toxins and their
molecular activity in infectious diseases. Toxins (Basel). 2018;10(6).
4. Thomer L, Schneewind O, Missiakas D. Pathogenesis of Staphylococcus
aureus Bloodstream Infections. Annu Rev Pathol Mech Dis. 2016;11:343–64.
5. Sumarni NK, Rahmawati, Ruslan. Inhibitory power of young coconut fiber
ethanol extract (Cocos nucifera Linn) on the growth of Bacteria
staphylococcus aureus and Escherichia coli in tofu. J Phys Conf Ser.
2021;1763(1):1–8.
6. Nitbani FO, Jumina, Siswanta D, Solikhah EN. Isolation and Antibacterial
Activity Test of Lauric Acid from Crude Coconut Oil (Cocos nucifera L.).
Procedia Chem. 2016;18:132–40.
7. Aggarwal B, Lamba HS, Sharma P, Ajeet. Various pharmacological aspects
of Cocos nucifera - a review. Am J Pharmacol Sci. 2017;5(2):25–30.
8. Osman A. Coconut (Cocos nucifera) Oil. In: Fruit Oils: Chemistry and
Functionality. Springer; 2019. p. 209–21.
9. Sutara FMP dan PK. Etnobotani Kelapa (Cocos Nucifera L.) Di Wilayah
Denpasar dan Badung. J Simbiosis. 2013;1(2):2.
10. Muis A, Fajrin M. Analisis Produksi Dan Pendapatan Usaha Tani Kelapa
Dalam Di Desa Tindaki Kecamatan Parigi Selatan Kabupaten Parigi
Moutong. E-Journal Agrotekbis. 2016;4(April):210–6.
11. Terpadu K, Provinsi DI. Potensi Produksi dan Kinerja Investasi Industri
Pengolahan Kelapa Terpadu di Provinsi Aceh. J Agrisep Unsyiah.
2013;14(1):1–9.
12. Karakter K, Kelapa T. Keanekaragaman Karakter Tanaman Kelapa (Cocos
Nucifera L. ) Yang Digunakan Sebagai Bahan Upacara Padudusan Agung. J
Biol. 2014;17(1):15–9.
13. Argiculture USD of. Natural Resources Conservation Service. Classification
for Kingdom Plantae Down to Species Murraya koenigii (L.) Spreng. 2019.
14. Ningrum MS. Pemanfaatan Tanaman Kelapa (Cocos nucifera) Oleh Etnis
Masyarakat di Desa Kelambir dan Desa Kubah Sentang Kecamatan Pantai
Labu Kabupaten Deli Serdang. 2019;
15. Katja DG, Edi S. Oksigen Singlet Dari Daun Kelapa. Chem Prog.
2008;1(2):78–84.
16. Damin S, Alam N, Sarro D. Karakteristik Virgin Coconut Oil ( Vco ) Yang
Di Panen. J Agrotekbia. 2017;5(4):431–40.
17. Diba F, Hastuti D, Jumari. Kelapa Sebagai Komponen Bahan Ramuan Obat
di Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat dan Pura Pakualaman Coconut as
Component of Medicinal Material In Ngayogyakarta Hadiningrat Palace and
Pura Pakualaman. J Penelit dan Pengemb Pelayanan Kesehat. 2018;2(1):23–
8.
18. Brooks GF, Carroll KC, Butel JS, Morse SA, Mietzner TA. Jawetz, Melnick,
& Adelberg’s Medical Microbiology. 26th ed. Vol. 317, Bmj. New York:
McGraw-Hill Education; 2013. 57, 199–202, 371–375, 379, 766 p.
19. Chandra RA. Daya Antibakteri Ekstrak Buah Belimbing Wuluh (Averrhoa
bilimbi Linn) terhadap Pertumbuhan Bakteri Methicillin Resistant
Staphylococcus aureus (MRSA) secara In Vitro. 2017;1–86.
20. Lully Hanni Endarini. Farmakognisi dan fitokimia. Kementeri Kesehat RI.
2016;
21. Chandra A, Novalia. Studi Awal Ekstraksi Batch Daun Stevia Rebaudiana
Bertoni dengan Variabel Jenis Pelarut dan Temperatur. Universitas Katolik
Parahyangan; 2014.
22. Wigunarti AH, Pujiyanto S, Suprihadi A. Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak
Biji Kelor (Moringa oleifera L.) Terhadap Pertumbuhan Bakteri
Staphylococcus aureus dan Bakteri Escherichia coli. Berk Bioteknol.
2019;2(2):107–14.
23. Greenwood D. Antimicrobial Chemotherapy. 3rd ed. New York: Oxford
University Press; 1995.

Anda mungkin juga menyukai