Anda di halaman 1dari 20

Referat

Gambaran Foto Thorax pada Pneumonia

Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Dalam Menjalani


Kepaniteraan Klinik Senior Pada Bagian/SMF Radiologi
Fakultas Kedokteran Universitas Malikussaleh
Rumah Sakit Umum Cut Meutia

Oleh :

Yeyen Agustin, S.Ked


150611036

Preseptor :
dr. Cut Rosnani, Sp.Rad

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR


BAGIAN RADIOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALIKUSSALEH
RSUD CUT MEUTIA
ACEH UTARA
2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
hanya dengan rahmat, karunia dan izinNya sehingga penulis dapat menyelesaikan
referat yang berjudul “Gambaran Foto Thorax pada Pneumonia” sebagai salah
satu tugas dalam menjalani Kepanitraan Klinik Senior (KKS) di bagian Radiologi
Rumah Sakit Umum Cut Meutia Kabupaten Aceh Utara.
Pada kesempatan ini, penulis juga mengucapkan terimakasih kepada dr.
Cut Rosnani, Sp.Rad sebagai pembimbing yang telah meluangkan waktunya
memberi arahan kepada penulis selama mengikuti KKS di bagian/SMF Radiologi
Rumah Sakit Umum Cut Meutia Kabupaten Aceh Utara.
Dengan kerendahan hati, penulis menyadari bahwa dalam penyusunan
referat ini masih jauh dari kesempurnaan oleh karena itu, penulis mengharapkan
saran dan masukan yang membangun demi kesempurnaan referat ini. Semoga
referat ini dapat berguna dan bermanfaat bagi semua pihak.

Lhokseumawe, April 2021

Yeyen Agustin

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ i


DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii
BAB 1 PENDAHULUAN ..................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang.......................................................................................... 1
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................ 3
2.1 Anatomi Paru ............................................................................................ 3
2.2 Definisi ..................................................................................................... 5
2.3 Epidemiologi ............................................................................................ 5
2.4 Etiologi ..................................................................................................... 6
2.5 Klasifikasi ................................................................................................. 6
2.6 Gambaran Klinis ....................................................................................... 7
2.7 Patogenesis ............................................................................................... 8
2.8 Pemeriksaan Penunjang ............................................................................ 9
2.8 Tatalaksana..............................................................................................13
BAB 3 KESIMPULAN ....................................................................................... 15
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 16

ii
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pneumonia suatu penyakit infeksi pada parenkim paru yang dapat
disebabkan oleh bakteri, virus dan jamur. Pneumonia merupakan penyebab
morbiditas dan mortalitas yang cukup tinggi pada pasien dewasa utamanya pasien
usia lanjut dan anak-anak.(1)
Kelompok yang berisiko untuk terjadinya pneumonia diantaranya individu
dengan usia lebih dari 65 tahun atau kurang dari 5 tahun, merokok, malnutrisi,
memiliki penyakit paru sebelumnya seperti fibrosis kistik, asma, PPOK, juga
penyakit seperti diabetes, penyakit jantung, adanya kondisi depresi imun seperti
terinfeksi HIV, transplantasi organ, kemoterapi dan pengunaan steroid jangka
lama.(1)(2)
Risiko juga dijumpai pada pasien dengan reflek batuk yang kurang baik
seperti pasien stroke, minum obat tidur atau penenang, alkoholik dan mobilitas
yang terbatas serta orang-orang yang sering terinfeksi saluran napas atas. Gejala
yang umumnya didapatkan pada pasien dengan pneumonia adalah deman disertai
dengan gejala respiratorik seperti batuk, sesak napas, berdahak dan nyeri pluritik.
Pasien dengan pneumonia sering juga mengeluh lemah, adanya gejala
gastrointesinal dan kringat malam. Kadang-kadang gejala yang tidak spesifik
sering ditemukan. Pemeriksaan fisik pada pasien dengan pneumonia menunjukkan
demam lebih dari 80% kasus, ronki pada auskultasi pada 80% kasus dan tanda
konsolidasi ditemukan pada 15-30% kasus.(3)
Pemeriksaan yang penting untuk mendiagnosis pneumonia adalah dengan
pemeriksaan rontgen dada.(4)

1
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Paru
Paru merupakan organ elastik berbentuk kerucut yang terletak dalam rongga
toraks atau dada. Paru berada dalam rongga thorax yang dilindungi oleh tulang
sternum, costae dan cartilago costalis. Tiap paru memiliki apeks yang mencapai
ujung sternal kosta pertama dan basis paru terletak di diafragma. Paru dibagi
menjadi beberapa lobus oleh fisura yaitu tiga lobus di paru kanan yang dibagi oleh
fisura oblique dan fisura horizontalis, dan dua lobus di paru kiri yang dibagi oleh
fisura oblique.(5)

Gambar 1. Anatomi Paru

2
3

Paru kanan dibagi menjadi tiga lobus dan paru kiri dibagi menjadi dua
lobus. Lobus-lobus tersebut dibagi lagi menjadi beberapa segmen sesuai dengan
segmen bronchusnya. Paru kanan dibagi menjadi 10 segmen sedangkan paru
dibagi 10 segmen. Paru kanan mempunyai 3 buah segmen pada lobus inferior, 2
buah segmen pada lobus medialis, 5 buah pada lobus superior kiri. Paru kiri
mempunyai 5 buah segmen pada lobus inferior dan 5 buah segmen pada lobus
superior. Tiap-tiap segmen masih terbagi lagi menjadi belahan-belahan yang
bernama lobules. Didalam lobolus, bronkhiolus ini bercabang-cabang banyak
sekali, cabang ini disebut duktus alveolus. Tiap duktus alveolus berakhir pada
alveolus yang diameternya antara 0,2-0,3 mm. Letak paru dirongga dada di
bungkus oleh selaput tipis yang bernama selaput pleura.(6)

Gambar 2. Pleura

Pleura dibagi menjadi dua yaitu pleura visceral (selaput dada pembungkus)
yaitu selaput paru yang langsung membungkus paru dan pleura parietal yaitu
selaput yang melapisi rongga dada sebelah luar. Antara kedua pleura ini terdapat
rongga (kavum) yang disebut kavum pleura. Pada keadaan normal, kavum pleura
ini vakum (hampa udara) sehingga paru dapat berkembang kempis dan juga
terdapat sedikit cairan (eksudat) yang bervolume sekitar 25-30 mL yang disebut
cairan pleura. Cairan pleura tersebut berfungsi sebagai pelumas untuk gerakan
paru, menghindarkan gesekan antara paru dan dinding sewaktu ada gerakan
4

bernafas. Tekanan dalam rongga pleura lebih rendah dari tekanan atmosfir,
sehingga mencegah kolpas paru kalau terserang penyakit, pleura mengalami
peradangan, atau udara atau cairan masuk ke dalam rongga pleura, menyebabkan
paru tertekan atau kolaps.(5)(6)

Sistem perdarahan paru terdiri pembuluh darah pulmonalis dan bronkialis.


Arteri pulmonalis yang masing – masing arteri pulmonalis kanan dan kiri terbagi
menjadi 10 cabang yang biasanya mengikuti apeks posterolateral atau superior
dari bronkus segmentalis menuju alveoli untuk mendistribusikan darah yang
miskin oksigen. Terjadi pertukaran oksigen dan karbondioksida dalam alveolus.
Darah yang sudah kaya akan oksigen meninggalkan kapiler-kapiler alveoli masuk
ke cabang-cabang vena pulmonalis. Dua vena pulmonalis akan bermuara ke
atrium kiri jantung. Arteri bronkialis memberi darah untuk nutrisi bagi paru.
Arteri bronkialis merupakan cabang dari aorta torakalis descenden. Vena
bronkialis yang superfisial mengalirkan darah dari bronkus extrapulmonar, pleura
viseralis dan limfonodi pada hilus pulmonal. Sebelah kanan menuju vena azygos,
sebelah kiri menuju vena hemiazygos asesorius atau vena intercostalis
suprema.(5)

Gambar 3. Perdarahan Paru


5

2.2 Pneumonia
2.2.1 Definisi
Pneumonia adalah suatu peradangan/ inflamasi parenkim paru, distal dari
bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius dan alveoli, serta
menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat.(3)

Gambar 4. Pneumonia
2.2.5 Epidemiologi
Pneumonia adalah penyakit yang banyak terjadi yang menginfeksi kira-kira
450 juta orang pertahun dan terjadi di seluruh penjuru dunia. Penyakit ini
merupakan penyebab utama kematian pada semua kelompok yang menyebabkan
jutaan kematian (7% dari kematian total dunia) setiap tahun. Angka ini paling
besar terjadi pada anak-anak yang berusia kurang dari lima tahun, dan dewasa
yang berusia lebih dari 75 tahun.(7)
Menurut laporan dari International Vacine Access Center At The Johns
Hopkins University Bloomberg School Of Public Health pada bulan November
tahun 2010, penyakit pneumonia merupakan penyebab kematian nomor 1 di India,
nomor 2 di Nigeria dan di Indonesia pada urutan ke 8. Di Indonesia, pneumonia
merupakan penyebab kematian nomor 3 setelah penyakit kardiovaskular (CVD)
dan tuberkulosis (TBC). Faktor soisal ekonomi yang rendah di Indonesia turut
pertinggi angka kematian akibat pneumonia.(7)
Pneumonia masih menjadi penyebab utama morbiditas dan mortalitas anak
berusia dibawah lima tahun. Hampir seperlima kematian anak diseluruh dunia
6

atau lebih kurang 2 juta anak balita meninggal setiap tahun akibat pneumonia. Di
Indonesia sendiri terjadi kematian bayi sebesar 27,6% dan kematian balita sebesar
22,8% karena pneumonia.(8)

2.2.3 Etiologi
Sebagian besar pneumonia disebabkan oleh mikroorganisme (virus/bakteri)
dan sebagian kecil disebabkan oleh hal lain (aspirasi, radiasi, dan lain-lain).
Penyebab tersering adalah bakteri, namun seringkali diawali oleh infeksi virus
yang kemudian mengalami komplikasi infeksi bakteri. Pola kuman penyebab
pneumonia biasanya berbeda sesuai dengan distribusi umur pasien. Secara umum
bakteri yang paling berperan penting dalam pneumonia adalah Streptococcus
pneumoniae, Staphylococcus aureus, haemophilus influenzae, streptokokus grup
B. Virus yang dapat menyebabkan pneumonia yang menyebar melalui droplet
adalah cytomegalovirus, herpes simplex virus, varicella zoster virus. Infeksi
pneumonia yang diakibatkan oleh jamur biasanya disebabkan oleh jamur
oportunistik, dimana spora dari jamur masuk ke dalam tubuh melalui udara. Jamur
yang dapat menginfeksi seperti Candida sp, Aspergillus sp, Crytococcus
neoformans.(3)(9)

2.2.4 Klasifikasi
Terdapat tiga klasifikasi pneumonia:(10)
1. Berdasarkan klinis dan epidemiologis :
1) Pneumonia Komunitas (community-acquired pneumonia)
2) Pneumonia Nosokomial (hospital-acquired pneumonia)
3) Pneumonia aspirasi
4) Pneumonia pada penderita Immune Compromised
2. Berdasarkan bakteri penyebab :
1) Pneumonia bakteri / tipikal. Dapat terjadi pada semua usia. Beberapa
bakteri mempunyai tendensi menyerang seseorang yang peka, misalnya
klebsiella pada penderita alkoholik, staphyllococcus pada penderita pasca
7

infeksi influenza. Pneumonia Atipikal disebabkan mycoplasma,


legionella, dan chalamydia.
2) Pneumonia virus
3) Pneumonia jamur, sering merupakan infeksi sekunder. Predileksi
terutama pada penderita dengan daya tahan lemah (immunocompromised)
3. Berdasarkan predileksi infeksi :
1) Pneumonia lobaris, pneumonia yang terjadi pada satu lobus (percabangan
besar dari pohon bronkus) baik kanan maupun kiri
2) Pneumonia bronkopneumonia, pneumonia yang ditandai bercak-bercak
infeksi pada berbagai tempat di paru. Bisa kanan maupun kiri yang
disebabkan virus atau bakteri dan sering terjadi pada bayi atau orang tua
3) Pneumonia interstisial, Bila pertahanan tubuh tidak kuat maka
mikroorganisme dapat melalui jalan nafas sampai ke alveoli yang
menyebabkan radang pada dinding alveoli dan jaringan sekitarnya.
Setelah itu mikroorganisme tiba di alveoli membentuk suatu proses
peradangan.
2.2.5 Gambaran klinis
Gambaran klinis pneumonia ditandai dengan demam, takipneu disertai
tarikan otot-otot dinding dada, disertai napas cuping hidung. Pada infeksi yang
berat dapat dijumpai sianosis dan gagal napas. Pada pemeriksaan fisik didapatkan
ronki dan mengi.(9)
Gejala dan tanda klinis pneumonia bervariasi tergantung dari kuman
penyebab, usia pasien, status imunologis pasien, dan beratnya penyakit.
Manifestasi klinis biasanya berat yaitu sesak, sianosis, tetapi dapat juga gejalanya
tidak terlihat jelas seperti pada neonatus. Gejala dan tanda pneumonia dapat
dibedakan menjadi gejala umum infeksi (non spesifik), gejala pulmonal, pleural,
atau ekstrapulmonal. Gejala non spesifik meliputi demam, menggigil, sefalgia,
resah dan gelisah.(9)
Beberapa pasien mungkin mengalami gangguan gastrointestinal seperti
muntah, kembung, diare, atau sakit perut. Gejala pada paru timbul setelah
beberapa saat proses infeksi berlangsung. Setelah gejala awal seperti demam dan
8

batuk pilek, gejala napas cuping hidung, takipneu, dispneu, dan timbul apneu.
Batuk umumnya dijumpai pada anak besar, tapi pada neonatus bisa tanpa batuk.
Frekuensi napas merupakan indeks paling sensitif untuk mengetahui beratnya
penyakit. Hal ini digunakan untuk mendukung diagnosis dan memantau tata
laksana pneumonia. Pengukuran frekuensi napas dilakukan dalam keadaan anak
tenang atau tidur. Tim WHO telah merekomendasikan untuk menghitung
frekuensi napas pada setiap anak dengan batuk. Dengan adanya batuk, frekuensi
napas yang lebih dari normal serta adanya tarikan dinding dada bagian bawah ke
dalam (chest indrawing), WHO menetapkan sebagai pneumonia (di lapangan),
dan harus memerlukan perawatan dengan pemberian antibiotik. Perkusi toraks
pada anak tidak mempunyai nilai diagnostik karena umumnya kelainan
patologinya menyebar; suara redup pada perkusi biasanya karena adanya efusi
pleura. Suara napas yang melemah seringkali ditemukan pada auskultasi.
Ronkhi basah halus yang khas untuk pasien yang lebih besar, mungkin tidak
terdengar pada bayi. Pada bayi dan balita kecil karena kecilnya volume toraks
biasanya suara napas saling berbaur, dan sulit untuk diidentifikasi. Secara klinis
pada anak sulit membedakan pneumonia bakterial dengan pneumonia viral.
Namun sebagai pedoman dapat disebutkan bahwa pneumonia bakterial awitannya
cepat, batuk produktif, pasien tampak toksik, leukositosis, dan perubahan nyata
pada pemeriksaan radiologis. Namun keadaan seperti ini kadang-kadang sulit
dijumpai pada seluruh kasus.(3)
2.2.6 Patogenesis
Sebagian besar pneumonia timbul melalui mekanisme aspirasi kuman atau
penyebaran langsung kuman dari saluran respiratorik atas. Hanya sebagian kecil
merupakan akibat sekunder dari viremia / bakteremia atau penyebaran dari infeksi
intraabdomen. Dalam keadaan normal saluran respiratorik bawah mulai dari
sublaring hingga unit terminal dalam keadaan steril. Paru terlindung dari infeksi
dengan beberapa mekanisme:(3)
a) Filtrasi partikel di hidung
b) Pencegahan aspirasi dengan refleks epiglottis
c) Ekspulsi benda asing melalui refleks batuk
9

d) Pembersihan ke arah kranial oleh selimut mukosilier


e) Fagositosis kuman oleh makrofag alveolar
f) Netralisasi kuman oleh substansi imun local
g) Drainase melalui sistem limfatik
Pneumonia terjadi jika satu atau lebih mekanisme di atas mengalami
gangguan.

2.2.7 Pemeriksaan Penunjang


Diagnosis pneumonia terutama didasarkan gejala klinis, sedangkan
pemeriksaan foto rontgen toraks perlu dibuat untuk menunjang diagnosis, selain
untuk melihat luasnya kelainan patologi secara lebih akurat. Foto torak
anteroproterior (AP) dan lateral dibutuhkan untuk menentukan lokasi anatomik
dalam paru, luasnya kelainan, dan kemungkinan adanya komplikasi seperti
pneumotoraks, pneumomediastinum, dan efusi pleura. Infiltrat tersebar paling
sering dijumpai, terutama pada pasien bayi. Pembesaran kelenjar hilus sering
terjadi pada pneumonia karena H. influenzae dan S. aureus, tapi jarang pada
pneumonia S. pneumoniae. Adanya gambaran pneumatokel pada foto toraks
mengarahkan dugaan ke S. aureus. Kecurigaan ke arah infeksi S. aureus apabila
pada foto rontgen dijumpai adanya gambaran pneumatokel dan usia pasien di
bawah 1 tahun. Foto rontgen toraks umumnya akan normal kembali dalam 3-4
minggu. Pemeriksaan radiologis tidak perlu diulang secara rutin kecuali jika ada
pneumatokel, abses, efusi pleura, pneumotoraks atau komplikasi lain.(11)
Sebagaimana manifestasi klinis, demikian pula pemeriksaan radiologis tidak
menunjukkan perbedaan nyata antara infeksi virus dengan bakteri. Apabila
dijumpai adanya gambaran butterfly di sekitar jantung /parakardial maka
kemungkinan infeksi oleh virus. Pada sebagian besar kasus, pemeriksaan ekstensif
tidak perlu dilakukan, tapi pemeriksaan laboratorium mungkin membantu dalam
memperkirakan kuman penyebab. Leukositosis hingga >15.000/ul seringkali
dijumpai. Dominasi neutrofil pada hitung jenis atau adanya pergeseran ke kiri
menununjukkan bakteri sebagai penyebab. Leukosit >30.000/ul dengan dominasi
neutrofil mengarah ke pneumonia streptokokus. Laju endap darah dan C-reactive
10

protein (CRP) indikator inflamasi yang tidak khas sehingga hanya sedikit
membantu. Adanya CRP yang positif dapat mengarah kepada infeksi bakteri.
Biakan darah merupakan cara yang spesifik untuk diagnosis namun hanya positif
pada 10%-15% kasus terutama pada anak kecil. Adanya efusi pleura menguatkan
dugaan bakteri sebagai penyebabnya.(11)
2.2.7.1 Pemeriksaan Radiogari
Pemeriksaan radiografi toraks atau sering disebut chest X-ray bertujuan
menggambarkan secara radiografi organ pernapasan yang terdapat didalam rongga
dada. Foto toraks digunakan untuk mendiagnosis banyak kondisi yang melibatkan
dinding toraks, tulang toraks, dan struktur yang berada didalam kavitas toraks
termasuk paru-paru, jantung, dan saluran-saluran yang besar.(7)(11)
Foto toraks merupakan pemeriksaan yang umum dilakukan dalam
mendiagnosis penyakit. Rontgen merupakan tes kesehatan non-invasif yang dapat
membantu para dokter dalam menegakkan diagnosis dan memberikan terapi.
Pencitraan dengan sinar-x melibatkan tereksposnya bagian tubuh, dengan dosis
kecil radiasi pengion untuk menghasilkan gambar bagian dalam tubuh. Rontgen
adalah bentuk tertua dan paling sering digunakan pencitraan medis.(7)(11)
Pemotretan toraks dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu posteroanterior
(PA) yaitu sinar dari belakang ke depan, anteroposterior (AP) yaitu sinar dari
depan ke belakang, dan dari samping (lateral). Foto yang baik adalah foto yang
sesuai, tidak goyang, dan penyetelan kV (kiloVoltage) tidak terlalu tinggi/ atau
rendah. Gambar terlihat kabur karena penyetelan kV (kiloVoltage) yang terlalu
rendah.(7)(11)
Konsolidasi pada paru tampak sebagai opasitas hampir homogen pada
paru yang berbatas tegas dan adanya gambaran luscen berisi udara dalam lumen
bronchiolus atau alveolus yang pada proses patologis akan tampak jelas karena
dinding bronchiolus dan alveolus mengalami oedem atau inflamasi (mengandung
banyak cairan). Konsolidasi terjadi karena terisinya air space (alveoli) oleh cairan
maupun sel sel produk radang. Pada konsolidasi kadang disertai atau tidak loss
volume dan gambaran Silhouette sign (hilangnya batas mediastinum atau
diafragma akibat adanya konsolidasi pada radiografi toraks.(4)
11

Gambar 5. Gambaran Foto Thoraks pada Pneumonia


Gambaran pada perempuan berusia 49 tahun dengan pneumonia pneumokok. Foto polos dada
menunjukkan opasitas lobus bawah kiri dengan efusi pleura

Gambar 6. Gambar CT-scan Pneumonia

Kiri: hasil pencitraan pada pasien berusia 49 tahun dengan pneumonia pneumokok. CT
scan dada ini menunjukkan opasitas lobus atas kanan yang berekstensi ke perifer; Kanan:
hasil pencitraan pada pasien berusia 50 tahun dengan pneumonia Haemophilus influenza.
CT scan dada menunjukkan area yang sangat padat berupa konsolidasi yang terdapat di
dekat pleura pada lobus bawah kanan.

Gambar 7. Laki-laki 75 th dengan pneumonia, tampak konsolidasi di lobus superior yang


menyebabkan bulging inferior fissura minor (black arrow). Bulging posterior fissura
mayor (white arrow) dan perubahan posisi bronkhus intermedius (asteriks).
12

Tabel 1. Modalitas Radiologi

Pemeriksaan rongent dada posterioanterior dan lateral seharusnya


dikerjakan untuk pasien dengan suspek pneumonia. Pada rontgen dada umumnya
akan tampak bayangan opasitas/infiltrat focal ataupun difus. Dan umumnya
bayangan opasitas baru akan tampak setelah 12 jam adanya gejala. Dan bila
rontgen dada dilakukan lebih cepat maka bayangan opasitas atau adanya infiltrat
sering tidak akan ditemukan. Pada pasien dengan kondisi imunosupresi terutama
pada keadaan netropenia, diabetes, alkoholik dan uremik gambaran infiltrat akan
tampak lebih lambat. Gambaran lain yang juga ditemukan pada rontgen dada
pasien pneumonia adalah adanya gambaran air bronchogram, tanda silhouette,
efusi pleura (parapneumonic effusion) dan komplikasi dari pneumonia seperti
abses paru dan atelektasis. Temuan gambaran rontgen dada yang berhubungan
dengan peningkatan mortalitas adalah efusi pleura bilateral dan pneumonia
multilobar.(2)
CT scan dada mulai banyak digunakan pada praktis klinis. Penggunaan ct
scan untuk pneumonia digunakan secara terbatas. Ct scan merupakan cara yang
sensistif, resolusi sangat baik, dapat menunjukan anatomi paru yang lebih rinci.
Adanya nodul, opasitas ground-glass, konsolidasi, air bronchogram dan distribusi
sentrilobuler atau perilobuler dengan ct scan tampak lebih jelas dibanding foto
rontgen biasa. Ct scan sangat baik dalam mengevaluasi awal penyakit dan sangat
baik dalam menentukan batas kelainan patologis dimana konsolidasi belum
13

komplit. Opasitas ground-glass didefinisikan sebagai peningkatan atenuasi paru


yang terlokalisir dan terlihatnya struktur vaskuler pada daerah paru yang terkena.
Ground glass bukan merupakan tanda yang spesifik pada pneumonia juga dapat
dijumpai pada penyakit alveolar dan interstisial. Walaupun ct scan tidak di
rekomendasikan untuk evaluasi awal namun dapat sebagai pemeriksaan tambahan
pada kondisi pasien yang tidak mengalami perbaikan atau yang tidak terdiagnosis
dengan pemriksaan radiologi konvensional.(2)
USG Toraks. Pada kondisi tertentu USG toraks memiliki keuntungan
dibanding foto rontgen dada terutama untuk pasien hamil, pasien-pasien yang
tidak stabil dan anak-anak. Namun USG ini sangat membutuhkan tenaga yang
sangat baik dan berpengalaman. Bererapa studi USG toraks untuk mendiagnosis
pneumonia memiliki sensitifitas sampai 98% dan spesifisitas 95%. Konsolidasi
akan terlihat sebagai daerah yang hipoekoik pada jaringan paru sedangkan adanya
gambaran hiperhekoik didalamnya dapat diakibatkan oleh adanya udara dalam
bronkus yang disebut ultrasound air bronchogram. Gelembung udara tersebut
akan terlihat bergerak selama respirasi sedang daerah konsolidasi tidak
berubah.(2)(12)
2.2.8 Tatalaksana
Pasien pneumonia mempunyai indikasi untuk perawatan di rumah sakit.
Sesak yang terjadi harus ditangani dengan segera. Pneumonia pada bayi di bawah
2 bulan biasanya menunjukkan gejala yang cukup berat. Tata laksana pasien
meliputi terapi suportif dan terapi etiologik. Terapi suportif berupa pemberian
makanan atau cairan sesuai kebutuhan serta koreksi asam-basa dan elektrolit
sesuai kebutuhan.(1)
Terapi oksigen diberikan secara rutin. Jika penyakitnya berat dan sarana
tersedia, alat bantu napas mungkin diperlukan terutama dalam 24-48 jam pertama.
Bagian yang sangat penting dari tata laksana pneumonia adalah pemberian
antibiotik. Idealnya tatalaksana pneumonia sesuai dengan kuman penyebabnya.
Namun karena berbagai kendala diagnostik etiologi, untuk semua pasien
pneumonia diberikan antibiotik secara empiris. Pneumonia viral seharusnya tidak
diberikan antibiotik, namun pasien dapat diberi antibiotik apabila terdapat
14

kesulitan membedakan infeksi virus dengan bakteri, di samping kemungkinan


infeksi bakteri sekunder tidak dapat disingkirkan.(13)
Streptokokus dan pneumokokus sebagai kuman Gram positif dapat dicakup
oleh ampisilin, sedangkan hemofilus suatu kuman gram negatif dapat dicakup
oleh kloramfenikol. Dengan demikian keduanya dapat dipakai sebagai antibiotik
lini pertama untuk pneumonia anak tanpa komplikasi. Secara umum pengobatan
antibiotik untuk pneumonia diberikan dalam 5-10 hari, namun dapat sampai 14
hari. Pedoman lain pemberian antibiotik sampai 2-3 hari bebas demam.(14)
Pada pasien pneumonia community acquired, umumnya ampisilin dan
kloramfenikol masih sensitif. Pilihan berikutnya adalah obat golongan
sefalosporin atau makrolid. Mengenai penggunaan makrolid pada pneumonia
telah banyak dilaporkan. Penggunaan klaritromisin secara multisenter pada
pneumonia mendapatkan hasil yang cukup baik dalam hal efektifitas dan efek
sampingnya. Efek samping gangguan gastrointestinal seperti mual, nyeri abdomen
didapatkan pada sebagian kecil pasien yang tidak berbeda bermakna dengan
antibiotik lain.(3)
BAB III
KESIMPULAN

Dalam menegakkan diagnosis pneumonia pada dasarnya sama dengan


menegakkan diagnosis penyakit pada umumnya. Diagnosis pneumonia ditegakkan
melalui proses anamnesis, pemeriksaan fisik dan kemudian pemeriksaan
penunjang. Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
kemudian terbentuk suatu kriteria klinis diagnosis pneumonia yaitu : adanya
infiltrat baru atau adanya infiltrat yang progresif pada foto rontgen dada yang
disertai dua atau lebih gejala dibawah ini:
1. Batuk-batuk bertambah berat
2. Perubahan karakteristik dahak / riwayat demam
3. Suhu tubuh ≥ 37,50C atau riwayat demam
4. Pemeriksaan fisik ditemukan tanda-tanda konsolidasi dan ronki
5. Leukosit ≥ 10.000 atau < 4500 sel/mm

15
DAFTAR PUSTAKA
1. Damayanti K, Ryusuke O. Pneumonia. Universitas Udayana; 2017.
2. Sajinadiyasa IGK. Workshop On Pnemonia. Rai IBN, Bagus IGN, editors.
Denpasar: PT. Percetakan Bali; 2006. 1-237 p.
3. Supriyatno B. Infeksi Respiratorik Bawah Akut pada Anak. Sari Pediatr.
2006;8(2):100–6.
4. PSRTI, PDSRI. Imaging in Emergency of Thoracic Disease. Satoto B,
Widiastuti, VallyWulani, Sukmaningtyas H, editors. Semarang: UNNES
PRESS; 2016. 1-186 p.
5. Fernandez GJ. Sistem Pernafasan. Universitas Udayana; 2018.
6. Salsabela A. Analisis Faktor Risiko yang memengaruhi Kapasitas Vital
Paksa Pekerja Pabrik Semen di Kabupaten Jember. Universitas Jember;
2019.
7. Langke N, Ali RH, Simanjuntak ML. Gambaran Foto Toraks Pneumonia di
Bagian/SMF Radiologi FK Unsrat/RSUP PROF. DR. R. D Kandou
Manado Periode 1 April- 30 September 2015. Universitas Sam Ratulangi
Manado; 2015.
8. Sakina M, Larasati TA. Management of Bronkopneumonia on Infant Ages
2 Month with History of Preterm Birth. J Medula Unila. 2016;4(3):104–9.
9. Nurjannah, Sovira N, Anwar S. Profil Pneumonia pada Anak di RSUD Dr.
Zainoel Abidin, Studi Retrospektif. 324 Sari Pediatr. 2012;13(5):1–5.
10. Suartawan IP. Bronkopneumonia pada Anak Usia 20 Bulan. J Kedokt.
2019;05(01):198–206.
11. Editor T. Aplikasi Radiografi dalam Bidang Respirologi. Indones J Chest,
Crit Emerg Med. 2016;3(1):33–41.
12. Silmy FM, Roekmantara T, Zulmansyah. Gambaran Hasil Ekspertise Sinar-
X Anteroposterior Toraks pada Pasien Pneumoni Balita. Pros Penelit
Sivitas Akad Unisba. 2015;2:532–8.
13. Sari EF, Rumende CM, Kuntjoro H. Factors Related to Diagnosis of
Community-Acquired Pneumonia in the Elderly. J Penyakit Dalam
Indones. 2016;3(4):183–92.

16
17

14. Monita O, Yani FF, Lestari Y. Profil Pasien Pneumonia Komunitas di


Bagian Anak RSUP DR. M. Djamil Padang Sumatera Barat. J Kesehat
Andalas. 2015;4(1):218–26.

Anda mungkin juga menyukai