Oleh :
Preseptor :
dr. Cut Rosnani, Sp.Rad
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
hanya dengan rahmat, karunia dan izinNya sehingga penulis dapat menyelesaikan
referat yang berjudul “Gambaran Foto Thorax pada Pneumonia” sebagai salah
satu tugas dalam menjalani Kepanitraan Klinik Senior (KKS) di bagian Radiologi
Rumah Sakit Umum Cut Meutia Kabupaten Aceh Utara.
Pada kesempatan ini, penulis juga mengucapkan terimakasih kepada dr.
Cut Rosnani, Sp.Rad sebagai pembimbing yang telah meluangkan waktunya
memberi arahan kepada penulis selama mengikuti KKS di bagian/SMF Radiologi
Rumah Sakit Umum Cut Meutia Kabupaten Aceh Utara.
Dengan kerendahan hati, penulis menyadari bahwa dalam penyusunan
referat ini masih jauh dari kesempurnaan oleh karena itu, penulis mengharapkan
saran dan masukan yang membangun demi kesempurnaan referat ini. Semoga
referat ini dapat berguna dan bermanfaat bagi semua pihak.
Yeyen Agustin
i
DAFTAR ISI
ii
BAB 1
PENDAHULUAN
1
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Paru
Paru merupakan organ elastik berbentuk kerucut yang terletak dalam rongga
toraks atau dada. Paru berada dalam rongga thorax yang dilindungi oleh tulang
sternum, costae dan cartilago costalis. Tiap paru memiliki apeks yang mencapai
ujung sternal kosta pertama dan basis paru terletak di diafragma. Paru dibagi
menjadi beberapa lobus oleh fisura yaitu tiga lobus di paru kanan yang dibagi oleh
fisura oblique dan fisura horizontalis, dan dua lobus di paru kiri yang dibagi oleh
fisura oblique.(5)
2
3
Paru kanan dibagi menjadi tiga lobus dan paru kiri dibagi menjadi dua
lobus. Lobus-lobus tersebut dibagi lagi menjadi beberapa segmen sesuai dengan
segmen bronchusnya. Paru kanan dibagi menjadi 10 segmen sedangkan paru
dibagi 10 segmen. Paru kanan mempunyai 3 buah segmen pada lobus inferior, 2
buah segmen pada lobus medialis, 5 buah pada lobus superior kiri. Paru kiri
mempunyai 5 buah segmen pada lobus inferior dan 5 buah segmen pada lobus
superior. Tiap-tiap segmen masih terbagi lagi menjadi belahan-belahan yang
bernama lobules. Didalam lobolus, bronkhiolus ini bercabang-cabang banyak
sekali, cabang ini disebut duktus alveolus. Tiap duktus alveolus berakhir pada
alveolus yang diameternya antara 0,2-0,3 mm. Letak paru dirongga dada di
bungkus oleh selaput tipis yang bernama selaput pleura.(6)
Gambar 2. Pleura
Pleura dibagi menjadi dua yaitu pleura visceral (selaput dada pembungkus)
yaitu selaput paru yang langsung membungkus paru dan pleura parietal yaitu
selaput yang melapisi rongga dada sebelah luar. Antara kedua pleura ini terdapat
rongga (kavum) yang disebut kavum pleura. Pada keadaan normal, kavum pleura
ini vakum (hampa udara) sehingga paru dapat berkembang kempis dan juga
terdapat sedikit cairan (eksudat) yang bervolume sekitar 25-30 mL yang disebut
cairan pleura. Cairan pleura tersebut berfungsi sebagai pelumas untuk gerakan
paru, menghindarkan gesekan antara paru dan dinding sewaktu ada gerakan
4
bernafas. Tekanan dalam rongga pleura lebih rendah dari tekanan atmosfir,
sehingga mencegah kolpas paru kalau terserang penyakit, pleura mengalami
peradangan, atau udara atau cairan masuk ke dalam rongga pleura, menyebabkan
paru tertekan atau kolaps.(5)(6)
2.2 Pneumonia
2.2.1 Definisi
Pneumonia adalah suatu peradangan/ inflamasi parenkim paru, distal dari
bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius dan alveoli, serta
menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat.(3)
Gambar 4. Pneumonia
2.2.5 Epidemiologi
Pneumonia adalah penyakit yang banyak terjadi yang menginfeksi kira-kira
450 juta orang pertahun dan terjadi di seluruh penjuru dunia. Penyakit ini
merupakan penyebab utama kematian pada semua kelompok yang menyebabkan
jutaan kematian (7% dari kematian total dunia) setiap tahun. Angka ini paling
besar terjadi pada anak-anak yang berusia kurang dari lima tahun, dan dewasa
yang berusia lebih dari 75 tahun.(7)
Menurut laporan dari International Vacine Access Center At The Johns
Hopkins University Bloomberg School Of Public Health pada bulan November
tahun 2010, penyakit pneumonia merupakan penyebab kematian nomor 1 di India,
nomor 2 di Nigeria dan di Indonesia pada urutan ke 8. Di Indonesia, pneumonia
merupakan penyebab kematian nomor 3 setelah penyakit kardiovaskular (CVD)
dan tuberkulosis (TBC). Faktor soisal ekonomi yang rendah di Indonesia turut
pertinggi angka kematian akibat pneumonia.(7)
Pneumonia masih menjadi penyebab utama morbiditas dan mortalitas anak
berusia dibawah lima tahun. Hampir seperlima kematian anak diseluruh dunia
6
atau lebih kurang 2 juta anak balita meninggal setiap tahun akibat pneumonia. Di
Indonesia sendiri terjadi kematian bayi sebesar 27,6% dan kematian balita sebesar
22,8% karena pneumonia.(8)
2.2.3 Etiologi
Sebagian besar pneumonia disebabkan oleh mikroorganisme (virus/bakteri)
dan sebagian kecil disebabkan oleh hal lain (aspirasi, radiasi, dan lain-lain).
Penyebab tersering adalah bakteri, namun seringkali diawali oleh infeksi virus
yang kemudian mengalami komplikasi infeksi bakteri. Pola kuman penyebab
pneumonia biasanya berbeda sesuai dengan distribusi umur pasien. Secara umum
bakteri yang paling berperan penting dalam pneumonia adalah Streptococcus
pneumoniae, Staphylococcus aureus, haemophilus influenzae, streptokokus grup
B. Virus yang dapat menyebabkan pneumonia yang menyebar melalui droplet
adalah cytomegalovirus, herpes simplex virus, varicella zoster virus. Infeksi
pneumonia yang diakibatkan oleh jamur biasanya disebabkan oleh jamur
oportunistik, dimana spora dari jamur masuk ke dalam tubuh melalui udara. Jamur
yang dapat menginfeksi seperti Candida sp, Aspergillus sp, Crytococcus
neoformans.(3)(9)
2.2.4 Klasifikasi
Terdapat tiga klasifikasi pneumonia:(10)
1. Berdasarkan klinis dan epidemiologis :
1) Pneumonia Komunitas (community-acquired pneumonia)
2) Pneumonia Nosokomial (hospital-acquired pneumonia)
3) Pneumonia aspirasi
4) Pneumonia pada penderita Immune Compromised
2. Berdasarkan bakteri penyebab :
1) Pneumonia bakteri / tipikal. Dapat terjadi pada semua usia. Beberapa
bakteri mempunyai tendensi menyerang seseorang yang peka, misalnya
klebsiella pada penderita alkoholik, staphyllococcus pada penderita pasca
7
batuk pilek, gejala napas cuping hidung, takipneu, dispneu, dan timbul apneu.
Batuk umumnya dijumpai pada anak besar, tapi pada neonatus bisa tanpa batuk.
Frekuensi napas merupakan indeks paling sensitif untuk mengetahui beratnya
penyakit. Hal ini digunakan untuk mendukung diagnosis dan memantau tata
laksana pneumonia. Pengukuran frekuensi napas dilakukan dalam keadaan anak
tenang atau tidur. Tim WHO telah merekomendasikan untuk menghitung
frekuensi napas pada setiap anak dengan batuk. Dengan adanya batuk, frekuensi
napas yang lebih dari normal serta adanya tarikan dinding dada bagian bawah ke
dalam (chest indrawing), WHO menetapkan sebagai pneumonia (di lapangan),
dan harus memerlukan perawatan dengan pemberian antibiotik. Perkusi toraks
pada anak tidak mempunyai nilai diagnostik karena umumnya kelainan
patologinya menyebar; suara redup pada perkusi biasanya karena adanya efusi
pleura. Suara napas yang melemah seringkali ditemukan pada auskultasi.
Ronkhi basah halus yang khas untuk pasien yang lebih besar, mungkin tidak
terdengar pada bayi. Pada bayi dan balita kecil karena kecilnya volume toraks
biasanya suara napas saling berbaur, dan sulit untuk diidentifikasi. Secara klinis
pada anak sulit membedakan pneumonia bakterial dengan pneumonia viral.
Namun sebagai pedoman dapat disebutkan bahwa pneumonia bakterial awitannya
cepat, batuk produktif, pasien tampak toksik, leukositosis, dan perubahan nyata
pada pemeriksaan radiologis. Namun keadaan seperti ini kadang-kadang sulit
dijumpai pada seluruh kasus.(3)
2.2.6 Patogenesis
Sebagian besar pneumonia timbul melalui mekanisme aspirasi kuman atau
penyebaran langsung kuman dari saluran respiratorik atas. Hanya sebagian kecil
merupakan akibat sekunder dari viremia / bakteremia atau penyebaran dari infeksi
intraabdomen. Dalam keadaan normal saluran respiratorik bawah mulai dari
sublaring hingga unit terminal dalam keadaan steril. Paru terlindung dari infeksi
dengan beberapa mekanisme:(3)
a) Filtrasi partikel di hidung
b) Pencegahan aspirasi dengan refleks epiglottis
c) Ekspulsi benda asing melalui refleks batuk
9
protein (CRP) indikator inflamasi yang tidak khas sehingga hanya sedikit
membantu. Adanya CRP yang positif dapat mengarah kepada infeksi bakteri.
Biakan darah merupakan cara yang spesifik untuk diagnosis namun hanya positif
pada 10%-15% kasus terutama pada anak kecil. Adanya efusi pleura menguatkan
dugaan bakteri sebagai penyebabnya.(11)
2.2.7.1 Pemeriksaan Radiogari
Pemeriksaan radiografi toraks atau sering disebut chest X-ray bertujuan
menggambarkan secara radiografi organ pernapasan yang terdapat didalam rongga
dada. Foto toraks digunakan untuk mendiagnosis banyak kondisi yang melibatkan
dinding toraks, tulang toraks, dan struktur yang berada didalam kavitas toraks
termasuk paru-paru, jantung, dan saluran-saluran yang besar.(7)(11)
Foto toraks merupakan pemeriksaan yang umum dilakukan dalam
mendiagnosis penyakit. Rontgen merupakan tes kesehatan non-invasif yang dapat
membantu para dokter dalam menegakkan diagnosis dan memberikan terapi.
Pencitraan dengan sinar-x melibatkan tereksposnya bagian tubuh, dengan dosis
kecil radiasi pengion untuk menghasilkan gambar bagian dalam tubuh. Rontgen
adalah bentuk tertua dan paling sering digunakan pencitraan medis.(7)(11)
Pemotretan toraks dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu posteroanterior
(PA) yaitu sinar dari belakang ke depan, anteroposterior (AP) yaitu sinar dari
depan ke belakang, dan dari samping (lateral). Foto yang baik adalah foto yang
sesuai, tidak goyang, dan penyetelan kV (kiloVoltage) tidak terlalu tinggi/ atau
rendah. Gambar terlihat kabur karena penyetelan kV (kiloVoltage) yang terlalu
rendah.(7)(11)
Konsolidasi pada paru tampak sebagai opasitas hampir homogen pada
paru yang berbatas tegas dan adanya gambaran luscen berisi udara dalam lumen
bronchiolus atau alveolus yang pada proses patologis akan tampak jelas karena
dinding bronchiolus dan alveolus mengalami oedem atau inflamasi (mengandung
banyak cairan). Konsolidasi terjadi karena terisinya air space (alveoli) oleh cairan
maupun sel sel produk radang. Pada konsolidasi kadang disertai atau tidak loss
volume dan gambaran Silhouette sign (hilangnya batas mediastinum atau
diafragma akibat adanya konsolidasi pada radiografi toraks.(4)
11
Kiri: hasil pencitraan pada pasien berusia 49 tahun dengan pneumonia pneumokok. CT
scan dada ini menunjukkan opasitas lobus atas kanan yang berekstensi ke perifer; Kanan:
hasil pencitraan pada pasien berusia 50 tahun dengan pneumonia Haemophilus influenza.
CT scan dada menunjukkan area yang sangat padat berupa konsolidasi yang terdapat di
dekat pleura pada lobus bawah kanan.
15
DAFTAR PUSTAKA
1. Damayanti K, Ryusuke O. Pneumonia. Universitas Udayana; 2017.
2. Sajinadiyasa IGK. Workshop On Pnemonia. Rai IBN, Bagus IGN, editors.
Denpasar: PT. Percetakan Bali; 2006. 1-237 p.
3. Supriyatno B. Infeksi Respiratorik Bawah Akut pada Anak. Sari Pediatr.
2006;8(2):100–6.
4. PSRTI, PDSRI. Imaging in Emergency of Thoracic Disease. Satoto B,
Widiastuti, VallyWulani, Sukmaningtyas H, editors. Semarang: UNNES
PRESS; 2016. 1-186 p.
5. Fernandez GJ. Sistem Pernafasan. Universitas Udayana; 2018.
6. Salsabela A. Analisis Faktor Risiko yang memengaruhi Kapasitas Vital
Paksa Pekerja Pabrik Semen di Kabupaten Jember. Universitas Jember;
2019.
7. Langke N, Ali RH, Simanjuntak ML. Gambaran Foto Toraks Pneumonia di
Bagian/SMF Radiologi FK Unsrat/RSUP PROF. DR. R. D Kandou
Manado Periode 1 April- 30 September 2015. Universitas Sam Ratulangi
Manado; 2015.
8. Sakina M, Larasati TA. Management of Bronkopneumonia on Infant Ages
2 Month with History of Preterm Birth. J Medula Unila. 2016;4(3):104–9.
9. Nurjannah, Sovira N, Anwar S. Profil Pneumonia pada Anak di RSUD Dr.
Zainoel Abidin, Studi Retrospektif. 324 Sari Pediatr. 2012;13(5):1–5.
10. Suartawan IP. Bronkopneumonia pada Anak Usia 20 Bulan. J Kedokt.
2019;05(01):198–206.
11. Editor T. Aplikasi Radiografi dalam Bidang Respirologi. Indones J Chest,
Crit Emerg Med. 2016;3(1):33–41.
12. Silmy FM, Roekmantara T, Zulmansyah. Gambaran Hasil Ekspertise Sinar-
X Anteroposterior Toraks pada Pasien Pneumoni Balita. Pros Penelit
Sivitas Akad Unisba. 2015;2:532–8.
13. Sari EF, Rumende CM, Kuntjoro H. Factors Related to Diagnosis of
Community-Acquired Pneumonia in the Elderly. J Penyakit Dalam
Indones. 2016;3(4):183–92.
16
17