“HIPERTIROID”
Disusun Oleh :
202082024
OKTOBER 2021
KATA PENGANTAR
Puji Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat, rahmat, dan karunia-
Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan makalah diskusi kasus yang
berjudul “Hipertiroid”. Penulisan dan penyusunan diskusi kasus ini sebagai salah satu
tugas dalam menjalani Kepaniteraan Klinik pada bagian/SMF Ilmu Penyakit Dalam.
Pada kesempatan baik ini, penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada
dr. Somarnam, Sp, PD sebagai pembimbing kepaniteraan Ilmu Penyakit Dalam, yang
telah memberikan arahan dan bimbingan dalam proses penyusunan makalah ini.
Terima kasih juga penulis sampaikan kepada kedua orang tua penulis yang senantiasa
mendoakan dan mendukung penulis.
Akhir kata, penulis berharap kiranya makalah ini dapat menjadi informasi bagi
tenaga medis dan profesi lain yang terkait dengan masalah kesehatan pada umumnya,
dan khususnya tentang masalah hipertorid.
Penulis
ii
LEMBAR PENGESAHAN
Fakultas : Kedokteran
Universitas : Papua
Mengetahui,
iii
DAFTAR ISI
Judul Makalah.............................................................................................................. i
iv
2.2.5. Penatalaksanaan .................................................................................... 37
v
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR TABEL
vii
BAB 1
ILUSTRASI KASUS
Kabupaten Sorong
Pekerjaan : Mahasiswi
Ruang Perawatan : IGD (16 Juni 2021) dan Bangsal Tulip (17 – 22 Juni
2021)
1
1.3. ANAMNESIS
1.3.1. Keluhan Utama : Jantung berdebar-debar
1.3.2. Deskripsi Riwayat Penyakit Sekarang (RPS)
Pasien datang ke Instalasi Gawat Darurat (IGD) diantar oleh keluarga
pada 16 Juni 2021 pukul 20.05 WIT dengan keluhan berdebar-debar, keluhan
ini telah dirasakan sejak 2 bulan lalu dan memberat dalam ± 1 jam sebelum
masuk rumah sakit (SMRS). Keluhan muncul tiba-tiba walaupun dalam
keadaan istirahat, dan hilang timbul setiap harinya tanpa dipengaruhi oleh
aktivitas. Bila timbul keluhan jantung berdebar-debar, orang tua pasien hanya
menggosok kaki pasien dengan minyak kayu putih dan keluhan hilang
sementara.
Pasien juga merasakan nyeri ulu hati sejak 1 minggu yang lalu, nyeri
seperti tertusuk dan dirasakan hingga ke dada. Nyeri dirasakan hilang timbul.
Nyeri berkurang ketika berjalan dan bertambah nyeri ketika berbaring. Saat
akan dibawa ke rumah sakit, pasien sempat muntah 1 kali berisi sisa makanan.
Selain itu, pasien juga mengeluh sering berkeringat walaupun pada saat tidak
beraktivitas berat ataupun cuaca yang terlalu panas, tangan pasien juga
dikatakan selalu lembab seperti berkeringat. Pasien mengatakan lebih nyaman
pada suhu ruangan yang dingin. Pasien mengatakan ia juga mengalami
penurunan berat badan 7 kg dalam 2 bulan terakhir, penurunan berat badan
dari 60 kg menjadi 53 kg dan disertai hilangnya nafsu makan. Keluhan lain
yang dikatakan pasien adalah ia mengeluh mudah lelah tidak bertenaga
walaupun hanya melakukan aktivitas yang sangat ringan. Pasien juga
mengatakan dalam dua minggu ini pasien merasa cemas dan satu minggu
terakhir ia hanya makan bubur karena nyeri ulu hati. Keluhan lain seperti
demam dan diare tidak ada.
Pada tanggal 8 Juni 2021 pasien berobat ke dokter spesialis jantung di
RS. Sele Be Solu Kota Sorong, Dokter mengatakan jantung masih dalam batas
normal namun bila timbul keluhan yang sama segera ke rumah sakit. Obat
2
yang diberikan dari dokter spesialis jantung ialah nevodio, piraxidin, dan
maxtoten.
b) Kebiasaan makan dan minum : makanan pedis dan asam, minum soda dan
kopi
Gizi : Cukup
Berat Badan : 53 Kg
3
Kesadaran kuantitatif : CGS 15 (E4V5M6)
Pernapasan : 22 x/menit
1.4.2 Kulit
1.4.3 Kepala
1.4.4 Leher
1.4.5 Mata
4
1.4.6 Telinga
1.4.7 Hidung
5
1.4.10 Toraks (Jantung)
1.4.11 Abdomen
a) Inspeksi : perut datar, striae (-), caput medusa (-), hernia (-)
d) Perkusi : Timpani
1.4.12 Punggung
a) Inspeksi : postur tegak (saat duduk), scoliosis (-), kifosis (-),
lordosis (-), mobilitas baik
b) Palpasi : nyeri tekan (-), massa (-), nyeri ketok CVA (-/-)
1.4.14 Ekstremitas
a) Inspeksi : deformitas (-), bengkak/edema (-),
6
1.5. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hematokrit 34,2 35 – 47 %
LED 13 0 – 20 mm/jam
Endokrinologi
FT4 3.89 0.93 – 1,71 ng/dL
7
1.5.2. Pemeriksaan EKG
8
1.6. RESUME DATA DASAR (diisi dengan temuan positif)
Nn. AGH, 21 tahun datang ke Instalasi Gawat Darurat (IGD) diantar
oleh keluarga pada 16 Juni 2021 pukul 20.05 WIT dengan keluhan berdebar-
debar, keluhan ini telah dirasakan sejak 2 bulan lalu dan memberat dalam ± 1
jam sebelum masuk rumah sakit (SMRS). Keluhan muncul tiba-tiba walaupun
dalam keadaan istirahat, dan hilang timbul setiap harinya tanpa dipengaruhi
oleh aktivitas. Pasien juga merasakan nyeri ulu hati sejak 1 minggu yang lalu,
nyeri seperti tertusuk dan dirasakan hingga ke dada. Nyeri dirasakan hilang
timbul. Nyeri berkurang ketika berjalan dan bertambah nyeri ketika
berbaring. Saat akan dibawa ke rumah sakit, pasien sempat muntah 1 kali
berisi sisa makanan. Selain itu, pasien juga mengeluh sering berkeringat
walaupun pada saat tidak beraktivitas berat ataupun cuaca yang terlalu panas,
tangan pasien juga dikatakan selalu lembab seperti berkeringat. Pasien
mengatakan lebih nyaman pada suhu ruangan yang dingin. Pasien mengatakan
ia juga mengalami penurunan berat badan 7 kg dalam 2 bulan terakhir,
penurunan berat badan dari 60 kg menjadi 53 kg dan disertai hilangnya nafsu
makan. Keluhan lain yang dikatakan pasien adalah ia mengeluh mudah lelah
tidak bertenaga walaupun hanya melakukan aktivitas yang sangat ringan.
Pasien juga mengatakan dalam dua minggu ini pasien merasa cemas dan satu
minggu terakhir ia hanya makan bubur karena nyeri ulu hati. Keluhan lain
seperti demam dan diare tidak ada.
Riwayat pengobatan pada tanggal 8 Juni 2021 pasien berobat ke
dokter spesialis jantung di RS. Sele Be Solu Kota Sorong, Dokter mengatakan
jantung masih dalam batas normal namun bila timbul keluhan yang sama
segera ke rumah sakit. Obat yang diberikan dari dokter spesialis jantung ialah
nevodio, piraxidin, dan maxtoten.
9
Pada pemeriksaan fisik keadaan umum tampak sakit sedang, dengan
gizi cukup dan IMT normal. Kesadaran pasien saat dibawa IGD adalah
compos mentis, CGS 15, terdapat takikardia dengan HR 120 x/menit (denyut
nadi teraba kuat, regular), tekanan darah 110 / 70 mmHg, pernapasan
takipnea (22 x/menit), saturasi dan suhu dalam batas normal. Pada
pemeriksaan leher, leher tampak membesar, teraba benjolan pada kanan dan
kiri leher, konsistensi padat kenyal, bergerak saat menelan, serta terdengar
bruit. Pada pemeriksaan abdomen ditemukan nyeri epigastrium.
Pemeriksaan ekstremitas atas ditemukan telapak tangan lembab dan
pemeriksaan tremor pada tangan (+/+).
10
1.7. DAFTAR MASALAH
Tabel 2. Daftar masalah pasien
No. Masalah Data Pendukung
1. Hipertiroid Anamnesis
- Jantung berdebar-debar
- Tangan selalu lembab dan
berkeringat
- Penurunan berat badan
- Cemas
Pemeriksaan Fisik
- Takikardia
- Takipnea
- Teraba benjolan pada kanan dan kiri
leher, konsistensi padat kenyal, bergerak
saat menelan, dan bruit (+/+)
- telapak tangan berkeringat
- Pemeriksaan tremor (+/+)
Pemeriksaan Penunjang
- Pemeriksaan USG : struma nodusa
- Pemeriksaan endokrinologi :
peningkatan kadar FT4 dan
penurunan kadar TSHs
2. Dyspepsia Anamnesis
- Nyeri ulu hati
- Muntah
Pemeriksaan Fisik
- Nyeri tekan epigastrium
11
1.8. CATATAN FOLLOW UP (tabel 3)
Planning
Summary of database Clue and clue Problem list Initial diagnosis
Diagnosis Terapi Monitoring Edu
16 /06/ 2021 Wanita, Palpitasi 1. Takikardia - DR - Inf.RL 20 Vital sign
S : jantung berdebar- debar, 21 tahun Keringat >> dd hipertiroid - FT4/FT3 TPM (TD, HR,
tangan lembab dan sering Palpitasi Penurunan BB - TSH - Inj. Ranitidine suhu, RR)
berkeringat, penurunan berat Hand moist Struma Nodusa 2. Dyspepsia - Thyroid 1 x 50 mg (1 Tanda dan
badan, cemas, nyeri ulu hati, Keringat Bruit USG vial) gejala
muntah, berlebihan Tremor - Bisoprolol 1 x hipertiroid
O : Keadaan lemas, compos Penurunan BB Nyeri tekan 2,5 mg Keluhan
mentis, GCS 15, TD : 110/ 70 cemas epigastrium (+) subyektif
mmHg, HR : 120 x / menit , pasien
Nyeri ulu hati
RR : 24 x/ menit, SPO2 : 98%,
muntah
Suhu : 36,0 ˚C
Takikardia
Leher : Teraba benjolan pada
Takipnea
kanan dan kiri
Hipotermia
leher, konsistensi padat
Struma nodusa
kenyal, bergerak saat menelan,
Bruit (+)
Bruit (+/+)
Tremor (+/+)
Abdomen : nyeri tekan
Nyeri Tekan
epigastrium (+)
Epigastrium (+)
12
Planning
Summary of database Clue and clue Problem list Initial diagnosis
Diagnosis Terapi Monitoring Edu
Ekstremitas : tremor (+/+)
13
Planning
Summary of database Clue and clue Problem list Initial diagnosis
Diagnosis Terapi Monitoring Edu
17 /06/ 2021 - Takikardi dd
Wanita, 21 tahun
S : jantung berdebar- debar Palpitasi hipertiroid - DR Inf.RL 20 TPM Vital sign
dan nyeri ulu hati Palpitasi Struma Nodusa - Inj. Ranitidine (TD, HR,
- Dyspepsia - FT4/FT3
O : TSS, compos mentis, Bruit 1 x 50 mg (1 suhu, RR)
Nyeri ulu hati
- TSH
GCS 15, Tremor vial) Tanda dan
TD : 110/ 60 mmHg, Takikardia Nyeri tekan - Thyroid - Bisoprolol 1 x gejala
HR : 125 x / menit Takipnea epigastrium (+) USG 2,5 mg hipertiroid
RR : 22 x/ menit
Hipotermia Keluhan
SPO2 : 98%
subyektif
Suhu : 36,0 ˚C Struma nodusa
pasien
Leher : Teraba benjolan Bruit (+)
pada kanan dan kiri leher,
Tremor (+/+)
konsistensi padat kenyal,
bergerak saat menelan, bruit Nyeri tekan
(+/+)
epigastrium (+)
Abdomen : nyeri tekan
epigastrium (+)
Ekstremitas : tremor (+/+)
14
Planning
Summary of database Clue and clue Problem list Initial diagnosis
Diagnosis Terapi Monitoring Edukasi
18 /06/ 2021
Wanita, 21 tahun - Hipertiroid
S : jantung berdebar- debar, Palpitasi - DR - Inf.RL 20 Vital sign
DD
,tangan lembab, keringat Palpitasi Keringat >> TPM (TD, HR,
- FT4/FT3
Grave’s
berlebih Penurunan BB - Inj. Ranitidine suhu, RR)
Hand moist diseases - TSH
O : Keadaan lemas, GCS 15, Struma Nodusa 1 x 50 mg (1 Tanda dan
TD : 110/ 60 mmHg, Keringat
Bruit vial) gejala
berlebihan
HR : 102 x / menit, Tremor - Dyspepsia - Propanolol 2 x hipertiroid
RR : 20 x / menit Nyeri ulu hati Nyeri tekan Keluhan
20 mg
SPO2 : 98% epigastrium (+)
Takikardia - PTU 3 x 100 subyektif
Suhu : 36,6 ˚C
pasien
Leher : Teraba benjolan Struma nodusa mg
15
Planning
Summary of database Clue and clue Problem list Initial diagnosis
Diagnosis Terapi Monitoring Edukasi
19 /06/ 2021
Wanita, 21 tahun - Hipertiroid
S : jantung berdebar- Palpitasi - DR - Inf.RL 20 Vital sign
DD
debar berkurang, nyeri Palpitasi Keringat >> TPM (TD, HR,
- FT4/FT3
Grave’s
ulu hati hilang timbul, Keringat Penurunan BB - Inj. Ranitidine suhu, RR)
diseases - TSH
pusing (+), keringatan berlebihan Struma Nodusa 1 x 50 mg (1 Tanda dan
O : Keadaan lemas, Bruit vial)
Nyeri ulu hati gejala
compos mentis, GCS 15, Tremor - Dyspepsia - Propanolol 2 x hipertiroid
Takikardia
TD : 90/ 60 mmHg, Nyeri tekan
20 mg Keluhan
HR : 109 x / menit Struma nodusa epigastrium (+) subyektif
- PTU 3 x 100
RR : 20 x / menit
Bruit (+) pasien
SPO2 : 98% mg
16
Planning
Summary of database Clue and clue Problem list Initial diagnosis
Diagnosis Terapi Monitoring Edukasi
20 /06/ 2021
Wanita, 21 tahun - Hipertiroid
S : nyeri ulu hati Palpitasi - Inf.RL 20 Vital sign
DD
hilang timbul, nyeri Nyeri ulu hati Struma Nodusa TPM (TD, HR,
Grave’s
perut kanan bawah Struma nodusa Bruit Inj. Ranitidine suhu, RR)
diseases
O : Keadaan tampak Bruit (+) Nyeri tekan (1 x 50 mg (1 Tanda dan
epigastrium (+) gejala
sakit sedang, compos Tremor (+/+) vial)
Nyeri perut - Dyspepsia hipertiroid
mentis, GCS 15,
Nyeri tekan kanan bawah (+)
- Propanolol 2 x
Keluhan
TD : 120/60 mmHg,
epigastrium (+) 20 mg
subyektif
HR : 88 x / menit
Nyeri perut - PTU 3 x 100
pasien
RR : 18 x/ menit
kanan bawah mg
SPO2 : 98% tanpa ekstra
oksigen Hb Omeprazole 2 x 1
17
Planning
Summary of database Clue and clue Problem list Initial diagnosis
Diagnosis Terapi Monitoring Edukasi
nyeri tekan perut kanan
Monosit menurun
bawah (+)
Pemeriksaan tremor
pada tangan (+/+)
Hasil Laboratorium:
Hb 11,5
Ht 34,2
WBC 6.400
RBC 429.000
PLT 295.000
MCV 79,7
MCH 26,8
MCHC 33,6
LED 13
Basofil 0.3
18
Planning
Summary of database Clue and clue Problem list Initial diagnosis
Diagnosis Terapi Monitoring Edukasi
Eosinofil 1,4
Neutrofil 29,7
Limfosit 29,7
Monosit 11,2
Hasil endokrinologi:
FT4 3.89
TSHs < 0.005
19
Planning
Summary of database Clue and clue Problem list Initial diagnosis
Diagnosis Terapi Monitoring Edukasi
21 /06/ 2021
Wanita, 21 tahun - Hipertiroid
S : nyeri perut kanan Nyeri tekan - DR - Inf.RL 20 Vital sign
DD
bawah Nyeri perut perut kanan TPM (TD, HR,
- FT4/FT3
Grave’s
O : Keadaan lemas, kanan bawah bawah (+) - Inj. Ranitidine suhu, RR)
diseases - TSH
compos mentis, GCS 15, Struma nodusa Struma Nodusa 1 x 50 mg (1 Tanda dan
TD : 110/50 mmHg, Bruit vial)
Bruit (+) gejala
HR : 98 x / menit Tremor - Dyspepsia - Propanolol 2 x
hipertiroid
RR : 18 x / menit Tremor (+/+) 20 mg
Keluhan
SPO2 : 98% - PTU 3 x 100
subyektif
Suhu : 36,0 ˚C
mg pasien
Leher : Teraba benjolan
- sukralfat sirup
pada kanan dan kiri
3 x Cth II
leher, konsistensi padat
kenyal, bergerak saat
menelan, bruit (+/+)
Abdomen : nyeri tekan
epigastrium (-), nyeri
tekan perut kanan bawah
(+), tremor pada
tangan (+/+)
20
Planning
Summary of database Clue and clue Problem list Initial diagnosis
Diagnosis Terapi Monitoring Edukasi
21
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
22
Pada masa embrionik awal, kelenjar tiroid berkembang dari endoderm
saluran cerna di dekat dasar bakal lidah. Kelenjar tiroid berfungsi untuk
memproduksi hormon tiroid berupa tiroksin (T4) dan triiodotironin (T3) yang
berperan penting dalam pertumbuhan, diferensiasi sel, pengaturan laju
metabolisme basal dan konsumsi oksigen sel di seluruh tubuh. Parenkim tiroid
terdiri dari jutaan struktur epitel bulat atau yang disebut folikel tiroid. Satu
folikel terdiri dari selapis epitel dengan bagian tengah lumen yang terisi
substansi gelatinosa disebut koloid. Koloid mengandung glikoprotein besar
yang disebut tiroglobuli, yang merupakan prekursor untuk hormon tiroid.4
Kelenjar tiroid dilapisi oleh kapsula fibrosa, dari kapsula ini septa
terjulur ke dalam parenkim, membaginya menjadi lobulus, pembuluh darah,
saraf dan pembuluh limfe. Kelenjar tiroid memiliki sel endokrin yang berbeda
yaitu sel folikel dan sel parafolikel (sel C). Sel folikel memiliki berbagai
macam bentuk dari skuamosa hingga kolumnar rendah dan folikelnya juga
memiliki diameter yang cukup beragam. Folikel terbungkus rapat, terpisah
satu sama lain oleh sebaran jaringan ikat retikular.dan stroma sangat
tervaskularisasi dengan jalinan kapiler ekstensif yang mengelilingi folikel,
yang memudahkan proses transfer molekul antara sel folikel dan darah.
Kelenjar tiroid yang aktif memiliki lebih banyak folikel yang terdiri dari epitel
kolumnar rendah, sedangkan kelenjar dengan sebagian besar sel folikular
skuamosa dianggap hipoaktif (gambar 4).4
Sel parafolikel (sel C) berada di dalam lamina basal epitel folikel atau
sebagai kelompok tersendiri diantara folikel-folikel. Sel parafolikel berasal
dari krista neuralis yang bermigrasi ke dalam area usus embrionik, biasanya
agak lebih besar daripada sel folikel dan terpulas lebih lemah. Sel ini memiliki
retikulum endoplasma kasar dalam jumlah yang lebih sedikit, badan golgi
besar dan sejumlah besar granula kecil yang mengandung hormon polipeptida.
Sel ini melakukan sintesis dan sekresi kalsitonin, yang berfungsi menekan
resorpsi tulang oleh osteoklas.4
23
Gambar 4. Gambaran histologi kelenjar tiroid.1
24
ini selanjutnya keluar melewati saluran di membran luminal untuk memasuki
koloid. Di dalam koloid,TPO yang tetap terikat membran, dengan cepat
melekatkan iodida ke tirosin di dalam molekul tiroglobulin. Pelekatan satu
iodida ke tirosin menghasilkan Monoiodotirosin (MIT). Sedangkan pelekatan
dua iodium ke tirosin menghasilkan di-iodotirosin (DIT). Setelah MIT dan
DIT terbentuk, terjadilah proses penggabungan di dalam molekul tiroglobulin
antara molekul-molekul tirosin yang telah beriodium untuk membentuk
hormon tiroid. Penggabungan satu DIT dan satu MIT menghasilkan tri-
iodotironin (T3). Sedangan T4 terbentuk dari penggabungan dua DIT. Semua
produk ini akan tetap melekat ke tiroglobulin melalui ikatan peptida. Hormon
tiroid ini akan tetap tersimpan dalam bentuk ini di koloid hingga terurai dan
dieksresikan.1,2
Pada proses sekresi hormon tiroid, sel folikel akan menguraikan molekul
tiroglobulin menjadi bagian-bagiannya dan membebaskan T3 dan T4 ke dalam
sirkulasi darah. Pada stimulasi yang sesuai untuk sekresi hormon tiroid, sel –
sel folikel akan memfagosit sebagian koloid. Di dalam sel, butir-butir koloid
yang terbungkus membran menyatu dengan lisosom, dimana enzim-enzim
lisosom akan memisahkan hormon-hormon tiroid yang aktif. Selanjutnya T3
dan T4 karena sifatnya lipofilik, maka hormon tersebut akan berdifusi ke
dalam darah. Sedangkan MIT dan DIT yang tidak memiliki fungsi endokrin,
akan mengalami deiodinasi, dan iodium yang bebas didaur ulang untuk
membentuk lebih banyak hormon (gambar 5).1 Setelah dikeluarkan ke dalam
darah, T3 dan T4 akan berikan dengan beberapa protein plasma, namun
sebagian besar akan berikatan dengan thyroxine-binding globulin. T3
merupakan bentuk hormon tiroid utama yang aktif secara biologis di tingkat
sel, namun kelenjar tiroid terutama mengeluarkan T4.1
25
Gambar 5. Sintetsis hormon tiroid.1
26
karbohidrat, hormon tiroid akan menyebabkan peningkatan glukosa yang
masuk ke dalam sel, meningkatkan glikolisis, glukoneogenesis,
meningkatkan absorbsi di traktus gastrointestinal dan meningkatkan
sekresi hormon insulin.
- Efek simpatomimetik : hormon tiroid meningkatkan responsivitas sel
sasaran terhadap katekolamin (epinefrin dan norepinefrin), yang
merupakan senyawa kimiawi yang digunakan oleh sistem saraf simpatis
dan penguatan hormonalnya dari medula adrenal. Hormon tiroid
melaksanakan efek permisif ini dengan menyebabkan proliferasi reseptor
sel sasaran katekolamin. Karena pengaruh ini, sekresi hormon tiroid akan
mengaktifkan sistem saraf simpatis.
- Efek pada sistem kardiovaskular : melalui efeknya dalam meningkatkan
kepekaan jantung terrhadap katekolamin, sehingga akan meningkatkan
kecepatan jantung dan kekuatan kontraksi sehingga curah jantung
meningkat.
- Efek terhadap pertumbuhan dan sistem saraf : Hormon tiroid akan
merangsang sekresi growth hormone (GH) dan meningkatkan produksi
IGF-I oleh hati. Selain itu, hormon tiroid juga akan mendorong efek GH
dan IGF-I pada sintesis protein struktural baru dan pada pertumbuhan
tulang. Hormon tiroid berperan krusial dalam perkembangan normal
sistem saraf khususnya sistem saraf pusat.
27
mensekresi hormon tiroid (T3 dan T4), yang akan menstimulasi metabolik
sebagian besar sel pada organ target di dalam tubuh. Jika jumlah hormon
tiroid berlebih, hormon ini akan mengirimkan umpan balik negatif ke
hipotalamus untuk menurunkan sekresi TRH, yang selanjutnya akan
menurunkan jumlah sekresi hormon tiroid (Gambar 6).1,2
2.2. Hipertiroid
2.2.1. Definisi
Penyakit hipertiroid merupakan salah satu bentuk tirotoksikosis yang
terjadi akibat peningkatan sintesis dan sekresi hormon tiroid oleh kelenjar
tiroid. Sedangkan tirotoksikosis adalah keadaan klinik dengan berbagai
etiologi, manifestasi dan cara pengobatan, sebagai akibat tingginya kadar
hormon tiroid yang beredar dan efeknya terhadap jaringan.5
28
2.2.2. Etiologi dan etiopatogenesis
Penyebab hipertiroid dapat diklasifikasikan menjadi hipertiroid primer
dan sekunder.
- Hipertroid primer merupakan hipertiroid yang terjadi akibat masalah
pada kelenjar tiroid itu sendiri. Penyebab hipertiroid primer yang
tersering adalah penyakit Graves, toxic multinodular goiter,dan
solitary toxic adenoma. Penyebab yang sangat jarang pada hipertiroid
primer adalah karsinoma tiroid folikular.
- Hipertiroid sekunder, merupakan keadaan hipertiroid yang terjadi di
luar kelenjar tiroid. Penyebab hipertiroid sekunder adalah gangguan
sekresi hormon stimulasi tiroid (TSH) akibat adenoma hipofisis.
- Tidak berkaitan dengan hipertiroidisme: tiroiditis granulomatosa
subakut, tiroiditis limfositik subakut, strauma ovarii, dan tirotoksikosis
palsu (asupan tiroksin eskogen).
29
Tabel 4. Penyebab hipertiroid dan perbedaan patofisiologinya.7
Penyebab Patofisiologi Nodul
Toxic adenoma Produksi hormon autoimun Tunggal
Toxic multinodular goiter Produksi hormon autoimun Multipel
Penyakit Graves Peningkatan stimulasi Tidak ada
kelenjar oleh thyroid-
stimulating antibody
Induksi yodium (melalui Peningkatan stimulasi Multipel atau tidak ada
makanan, kontras radiografi, kelenjar tiroid.
amiodaron[Cordarone])
Adenoma Hipofisis Peningkatan stimulasi Tidak ada
kelenjar tiroid oleh TSH
Kanker tiroid metastasis Pembentukan Tidak ada
ekstraglandular
30
berupa solitary toxic adenoma. Perbedaannya adalah pada toxic multinodular
terdapat hiperfungsi pada banyak nodul yang telah terbentuk di tiroid, sedangkan
pada solitary toxic adenoma nodul yang mengalami hiperfungsi adalah hanya
satu nodul. Secara normal pembesaran tiroid dapat terjadi ketika terjadi
peningkatan TSH (misalnya ketika pubertas, defisiensi yodium dan berdasarkan
gangguan imun), namun ukuran tiroid akan kembali mengecil jika kadar TSH
menurun dalam tubuh. Pada kasus toxic multinodular goiter dan solitary toxic
adenoma, kelenjar tiroid tidak dapat mengecil kembali menjadi ukuran semula.
Hal tersebut tentu akan memicu peningkatan hormon tiroid. Patofisiologi yang
mendasari pembesaran kelenjar tiroid akibat toxic multinodular goiter dn solitary
toxic adenoma adalah produksi hormon autoimun (mirip seperti penyakit
Graves).6,7
Berdasarkan penjelasan sebelumnya, faktor risko terjadi hipertiroid dapat
berupa riwayat keluarga, jenis kelamin dan usia. Berkaitan dengan riwayat
keluarga, penyakit Graves dan beberapa penyakit lain penyebab hipertiroid dapat
disebabkan oleh faktor genetik. Penyakit Graves lebih sering terjadi pada wanita
dengan usia di bawah 40 tahun. Selain itu faktor resiko yang lain adalah
ditemukan gangguan autoimun lainnya seperti diabetes mellitus(DM) tipe 1 dan
rheumatoid arthritis(RA). Berdasarkan studi epidemiologi, pasien DM tipe 1 dan
RA dapat meningkatkan resiko penyakit Graves sehingga jga meningkatkan
risiko hipertiroid. Faktor lingkungan (seperti kebiasaan merokok) juga dapat
meningkatkan risiko penyakit Graves.6
31
kelainan jantung (takikardia, palpitasi, dan fibrilasi atrium), menorghia,
telapak tangan berkeringat dan hangat.5,8 Beberapa mekanisme timbulnya
gejala-gejala dapat dilihat pada tabel 5.
32
Tanda dan gejala Mekanisme timbulnya gejala
denyut nadi ( 90-160 kali/menit); aritmia; vasodilatasi sistemik untuk
palpitasi (fibrilasi atrium jika pasien > 50 mengeluarkan panas; dan juga
tahun) stimulasi saraf simpatis
Peningkatan cardiac output Jantung bekerja keras memompa
darah ke seluruh tubuh (sirkulasi
sistemik). Hal ini juga bergantung
dari berapa lama pasien menderita
hipertiroid. Pada pasien hipertiroid
yang tidak ditatalaksana akan
mengakibatkan gagal jantung yang
ditandai dengan penurunan cardiac
output
Peningkatan respiratory rate Tubuh dalam keadaan
hipermetabolik sehingga
membutuhkan banyak oksigen
dengan cara bernapas dengan cepat
Gangguan menstruasi (amnorrhea); Hormon tiroid mengontrol FSH dan
gangguan fertilitas LH. Banyaknya tiroid menyebabkan
perubahan hormone
2.2.4. Diagnosis
Untuk mendiagnosis hipertiroid dapat dilakukan dengan penilaian
manifestasi klinis berupa tanda dan gejala yang ditemukan, ditambah dengan
pemeriksaan penunjang baik menggunakan pengukuran biokimia maupun
menggunakan pencitraan (imaging). 9
Pendekatan diagnosis hipertiroid berdasarkan tanda dan gejala yang
ditemukan, dapat menggunakan sistem skoring berupa Wayne’s index (Tabel
6). Pada Wayne’s index ini didpatkan range skoring +45 hingga -25 dimana
jika skor >+19, maka dapat dikatakan hipertiroid toksik. Sedangkan jika skor
kurang dari 11 maka dapat dikatakan euthiroid/non-toksik. Sedangkan kondisi
dimana hasil skoring berada diantara 11 hingga 19 maka dapat dikatakan
equivocal. Penggunaan awal Wayne’s index ditujukan untuk membantu
menegakkan diagnosis hipertiroid dengan kondisi keterbatasan pemeriksaan
lebih lanjut.9
33
Tabel 6. Skoring Wayne’s index. 9
Pemeriksaan Penunjang
Pengukuran biokimia untuk mendiagnosis penyakit tiroid disebut tes
fungsi tiroid. Pada tes ini, akan mengukur jumlah TSH dan estimasi status T4
(baik T4 total ataupun T4 bebas). Diagnosis hipertiroidisme ditandai dengan
supresi TSH (<0,01 mU/L) dan peningkatan kadar hormon tiroid dalam
serum. Untuk menilai keparahan kondisi dan untuk menigkatkan akurasi
diagnostik maka kadar TSH dan T4 bebas harus dinilai pada saat evaluasi
awal.9,10 Selain pemeriksaan fungsi tiroid, pada grave’s disease juga perlu
dilakukan pemeriksaan kadar thyrotropin receptor antibody (TRAb) jika
pemeriksaan ini dapat terjangkau.9 TRAb selain digunakan untuk menegakkan
diagnosis, juga digunakan untuk memprediksi kesembuhan. Bila setelah
pengobatan obat antitiroid kadar TRAb menurun secara signifikan atau
menjadi negatif, maka dapat diprediksi pasien akan mengalami remisi
sempurna atau sembuh total.
Pada hipertiroid yang nyata dapat ditemukan kadar T3 dan T4 serum
bebas yang meningkat dan kadar TSH serum <0,01 mU/L atau bahkan tidakk
terdeteksi. Pada keadaan hipertiroid yang lebih ringan, dapat dijumpai kadar
34
T4 total dan T4 bebas dapat normal namun kadar T3 meningkat dan kadar TSH
supresi bahkan tidak terdeteksi, keadaan inilah yang disebut tirotoksikosis T3.
Interpretasi hasil pengukuran biokimia berupa TSH, T3 dan T4, dapat dilihat
pada gambar 8.9,10
35
a) (b)
Gambar 9. Perbandingan gambaran histologi kelenjar tiroid. (a) gambaran
histologi folikel tiroid normal, (b) gambaran hiperplasia kelenjar tiroid.12
36
melalui intravena. Uji tangkap tiroid ini digunakan untuk mendiagnosis
adenoma toksik atau strauma multinodusa toksik. Pada kedua keadaan
tersebut sidik tiroid nodul akan tampak menangkap radioaktivitas lebih tinggi
dari jaringan sekitarnya. Pada penyakit grave’d disease , sidik tiroid ini akan
memberikan gambaran distribusi penangkapan radioaktif yang difus kecuali
bila disertai nodul.5,9
2.2.5. Penatalaksanaan
Terdapat tiga cara tatalaksana pada penyakit hipertiroid yakni:9
1) Penghambatan sintesis dan sekresi hormon tiroid menggunakan obat
anti tiroid
2) Penghancuran atau pengurangan massa jaringan tiroid (terapi atau
pembedahan yodium radioaktif)
3) Meminimalkan efek hormon tiroid pada jaringan perifer (terapi beta-
blocker).
37
Obat antitiroid dengan efektif akan mengontrol hipertiroid. Obat
antitiroid merupakan pilihan utama untuk penyakit hipertiroid grave dan
diberikan dalam jangka panjang selama satu sampai dua tahun bahkan bisa
lebih lama. Terdapat dua cara pemberian obat antitiroid yakni dengan metode
titrasi dan metode block-supplement. Metode titrasi dengan cara memberikan
dosis awal methimazole 20 – 30 mg sehari atau PTU 300-600 mgg sehari
sampai mencapai kadar eutiroid, kemudian dosis diturunkan bertahap dan
dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan sekecil mungkin (2,5 mg methimazole
atau 100 mg PTU sehari), untuk menjaga penderita agar tetap berada dalam
keadaan eutiroid. Sedangkan bila mengguunakan metode block-supplement,
setelah mencapai keadaan eutiroid maka ditambahkan I-tiroksin (100-500 mcg
setiap hari) yang bertujuan untuk menurunkan angka kekambuhan dan
antisipasi terjadinya hipotiroid.5 Selain obat antitiroid, pada pasien hipertiroid
dengan gangguan irama jantung diberikan beta bloker seperti propanolol,
atenolol, bisoprolol, nadolol, atau metroprolol. 5
38
BAB 3
PEMBAHASAN
Pada kasus ini pasien merupakan perempuan Nn.AGH usia 21 tahun yang
datang ke Rumah Sakit dengan keluhan jantung berdebar-debar. Hipertiroid dapat
terjadi pada semua usia terutama pada usia 20 – 40 tahun, yang mana pada kelompok
usia ini memiliki tingkat stress yang lebih tinggi baik dari segi produktivitas tinggi,
banyak target yang ingin dicapai, keuangan, urusan keluarga dan banyak ambisi yang
ingin dicapai, yang tak jarang akhirnya berujung stress dan akan berdampak negatif
terhafap produksi hormon stress salah satunya hormon tiroid. Selain itu, penyakit
hipertiroid lebih sering terjadi pada wanita dengan perbandingan 8:1 jika
dibandingkan kasusnya pada laki-laki. Hal ini disebabkan karena wanita pada masa
produktif akan meningkatkan produksi estrogen, dimana estrogen akan meningkatkan
kadar TBG (Thyroxine binding globulin). Akibat peninngkatan kadar TBG ini,
terjadilah kenaikan kadar T4 dan T3 sehingga menyebabkan hipertiroid.14
Manifestasi klinis muncul akibat kelebihan hormon tiroid dalam darah yang
berdampak pada berbagai macam sistem organ. Adapun gejala yang paling sering
muncul berupa palpitasi, lemas, tremor, anxiety, gangguan tidur, toleransi panas,
berkeringat, dan polidipsi. Pada pemeriksaan fisik biasanya didapatkan takikardia,
tremor pada ekstremitas, dan penurunan berat badan. Pada kasus ini, diagnosis
penyakit grave’s disease ditegakkan berdasarkan adanya keluhan berdebar (+2),
kelelahan (+2), keringat berlebihan (+3), berat badan menurun (+3), suka udara
dingin (+5), tiroid teraba saat palpasi leher (+3), bruit (+2), hand moist (+1), nadi
>90 x/menit (+3), sehingga index wayne yang didapatkan pada kasus ini adalah 24,
yang berarti Nn. AGH mengalami hipertiroid toksik.
Penegakkan diagnosis penyakit hipertiroid ditegakkan berdasarkkan keluhan
dan gejala yang dikonfirmasi dengan uji diagnostik tiroid berupa uji fungdi tiroid
(kadar TSHs, kadar T4 total dan bebas, kadar T3 total dan bebas). THSs (sensitive
39
thyroid stimulating hormone) digunakan sebagai uji saring disfungsi tiroid, dimana
pada penyakitt hipertiroid kadar TSHs akan mengalami supresi di bawah nilai acuan
normal. Sadangkan kadar T4 bebas digunakan untuk konfiirmasi diagnosa disgfungsi
tiroid, pada penyakit hipertiroid kadar fT4 berada di atas nilai acuan normal.
Penentuan kadar T3 baru dilakukan bila diduga terdapat penyakit hipertiroid namun
kadar fT4 berada dalam kadar yang normal, sehingga T3 akan digunakan untuk
mendiagnosis toksikosis T3. Hasil tes funggsi tiroid pada kasus ini, ditemukkan
penurunan TSH senilai <0.005 uIU/mL dan peningkatan FT4 3.89 ng/dL. Hal ini
sesuai dengan negative feedback mechanism antara TSH dan produksi hormon tiroid
yang menunjukkan terjadinya hipertiroidisme.
Selain dilakukan uji fungsi tiroid, pada kasus ini juga dilakukan pemeriksaan
ultrasonografi dengan hasil ditemukannya ukuran tiroid lobus kanan dan kiri yang
sedikit membesar, tampak multiple lesi nodular di dalamnya, dengan color Doppler
tampak hipervaskularisasi. Pemeriksaan ultrasonografi dilakukan untuk melihat
adanya kelenjar tiroid yang membesar yang ditandai dengan pola echo yang homogen
atau ditemukan nodul apabila penyakitnya telah berlangsung lama. Dengan ditambah
dengan ultrrasonografi color doppler, memberikan gambaran vaskularisasi yang kaya
dan meningkat yang berkolerasi dengan adanya hiperfungsi tiroid. 5
Penanganan pada penyakit grave disease bertujuan untuk menurunkan kadar
hormon tiroid hingga mencapai eutiroid, serta meredakan gejala-gejala yang muncul.
Obat antitiroid yang digunakan adalah turunan thiocarbamide/thiocynate yakni
proprylthiouracil (PTU) dan methimazoole/carbomazole. Pemberian obat antitiroid
ini diberikan dalam jangka panjang selama 12 – 24 bulan. Pemberian pada kasus ini
obat antitiroid yang diberikan adalah PTU dengan dosis 3 x 100 mg. Pemberian obat
antittiroid ini menggunakan metode titrasi dengan memberikan dosis awal PTU 300
mg (dosis 300 -600 mg) sehari hingga mencapai kadar eutiroid. Berdasarkan
PERKENI tahun 2017, setelah mencapai kadar eutiroid selanjutnya akan
ditambahkan obat I- tiroksin dengan dosis 100 – 150 mcg setiap hari yang bertujuan
untuk menurunkan angka kekambuhan dan antispasi terjadinya hipertiroid.5
40
Selain itu, pada kasus ini juga diberikan propanolol yang bertujuan untuk
meredakan gejala-gejala hipertiroidisme yang diakibatkan oleh peningkatan kerja dari
β-adrenergik seperti palpitasi dan tremor. Obat beta bloker yang dapat diguunakan
antara lain propanoolol dengan dosis 40 mg – 240 mg, atelol, nadolol, metroprolol,
dan bisoprolol. Propanolol juga dapat menurunkan perubahan T4 ke T3 di sirkulasi
sehingga dapat menurunkan jumlah hormon tiroid dalam bentuk aktif.
41
BAB 4
KESIMPULAN
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang dilakukan pada Nn. AGH,
maka hasil index Wayne’s yang didapatkan adalah 24 dan didukung oleh hasil
pemeriksaan laboratorium fungsi tiroid berupa peningkatan FT4 dan penurunan kadar
TSH serum. Pengobatan yang diberikan pada kasus ini adalah propylthiouracil
(PTU) 3 x 100 mg sehari dan propanolool 2 x 20 mg sehari.
42
DAFTAR PUSTAKA
viii
h. 86.
11. Reid JR, Wheeler SF. Hyperthyroidism: Diagnosis and treatment [internet]. Augst
2015 [cited 2016 Oct 09]. Available from:
http://www.isbdweb.org/documents/file/3496.htm
12. Buley ID. Thyroid gland. In: Gray W, Kocjan G. Diagnostic cytopathology. 3th
Ed. China: Elsevier; 2010. 471-2p.
13. Suherman SK, Elysabeth. Hormon tiroid dan antitiroid. Dalam: Gunawan SG
[editor uatama]. Farmakologi dan terapi. Edisi 5. Jakarta: Balai Penerbit FKUI;
2012. h. 441-5.
14. Dewi R, Permatasari J, Ulandari L. Pola pengguunaan obat antitrioid pada pasien
hipertiroid di RSUD Raden mattaher Jambi. Journal of healtcare technology and
medicine. 2020 Apr : 6[1]. h. 118 – 21.
ix