ASUHAN KEPERAWATAN
PASIEN DENGAN HIPERTENSI EMERGENSI DI UNIT GP II
RAWAT INAP DEWASA
RUMAH SAKIT PUSAT JANTUNG DAN PEMBULUH DARAH
HARAPAN KITA JAKARTA
STUDI KASUS
DISUSUN OLEH:
Nama :
TIM PEMBIMBING
Pembimbing :
Penguji I :
Penguji II :
Ditetapkan di : Jakarta
Tanggal : Juli 2022
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan laporan Asuhan
Keperawatan Pasien dengan Hipertensi Krisis di Unit Gawat Darurat Pusat Jantung Nasional
Harapan Kita. Penyusunan makalah ini menjadi salah satu tugas lapangan yang harus
penulis kerjakan sebagai peserta Pelatihan Keperawatan Kardiovaskuler Tigkat Dasar
Angkatan IV 2022 di Pusat Jantung Nasional Harapan Kita Jakarta. Penyusunan makalah ini
tidak lepas dari bimbingan dan dukungan berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan
ini kami mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Dr. dr. Iwan Dakota, SpJP(K).,MARS.,FACC.,FESC., selaku direktur Rumah
Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita .
2. Ibu Tina Rahmawati, SM.MM selaku Kepala Instalasi Pendidikan Dan Pelatihan
RSJPDHK.
3. Bapak Ns. Ketut Arya Dharma, S.Kep., selaku kepala ruangan GP II (Rawat Inap
Dewasa) RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita .
4. Seluruh staf pengajar diklat yang telah memberikan ilmu dan bimbingan selama kami
mengikuti pelatihan .
5. Bapak Ns. Ade Priyanto, S.Kep,.Sp.KV selaku pembimbing lapangan dalam pembuatan
makalah.
6. Ibu Ns. Yuyun Yuniaty, S.Kep dan Bapak Tandang Susanto, S.Kep.,Ners.,M.Kep.
selaku tim penguji.
7. Bapak dan Ibu perawat GP II (Rawat Inap Dewasa) yang telah memfasilitasi,
memberikan arahan serta nasehat selama proses kegiatan studi kasus kami.
8. Teman-teman Pelatihan Keperawatan Kardiovaskuler Tingkat Dasar Angkatan VII, yang
selalu memberikan semangat dan motivasi.
Penyusun menyadari bahwa dalam penyusunan studi kasus ini masih terdapat
kekurangan, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun guna
penyempurnaan studi kasus ini.
Jakarta, Juli 2022
Penulis
ii
DAFTAR ISI
BAB I. ……………………………………...……………………………….. 1
PENDAHULUAN .......................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang.................................................................…….................. 1
1.2 Tujan Studi Kasus ................................................................................... . 3
1.3 Manfaat Studi Kasus................................................................................. 4
BAB II …..…………………………………………………………………..... 5
TINJAUAN PUSTAKA ………………….………………..………………… 5
2.1 Definisi Hipertensi……………………………………………………….. 5
2.2 Klasifikasi Hipertensi…………………………………………………….. 5
2.3 Etiologi…………………………………………………………………… 8
2.4 Manifestasi Klinis………………………………………………………… 9
2.5 Patofisiologi………………………………………………………………. 11
2.6 Penatalaksanaan…………………………………………………………... 12
2.7 Pemeriksaan Penunjang…………………………………………………… 15
2.8 Konsep Asuhan Keperawatan Hipertensi…………………………………. 16
iii
BAB IV……………………………………………………………………….. 60
PEMBAHASAN……………………………………………………................ 60
BAB V. ………………………………………………………………............. 63
PENUTUP……………………………………………………………………. 63
DAFTAR PUSTAKA
iv
DAFTAR TABEL
v
DAFTAR GAMBAR
vi
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.
1
terjadi pada kelompok umur 31-44 tahun (31,6%), umur 45-54 tahun (45,3%), umur
55-64 tahun (55,2%). Dari prevalensi hipertensi sebesar 34,1% diketahui bahwa sebesar
8,8% terdiagnosis hipertensi dan 13,3% orang yang terdiagnosis hipertensi tidak minum
obat serta 32,3% tidak rutin minum obat. (Kemenkes, 2019).
Di Indonesia sendiri, prevelensi hipertensi berdasarkan Riset Kesehatan Dasar
(RISKESDAS) 2018, prevalensi hipertensi pada penduduk usia 18 tahun sebesar 34,1%,
tertinggi di Kalimantan Selatan (44.1%), sedangkan terendah di Papua sebesar (22,2%).
Hipertensi terjadi pada kelompok umur 31-44 tahun (31,6%), umur 45-54 tahun
(45,3%), dan umur 55-64 tahun (55,2%). Prevalensi Hipertensi di Provinsi DKI Jakarta
adalah 10,17%. Untuk kejadian hipertensi di Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah
Harapan Kita pada Tahun 2017 sebanyak 2812 kasus (Dakota, Iwan 2018). Menurut
Riset Kesehatan Dasar ( RISKESDAS ) 2018, Prevalensi hipertensi pada penduduk usia
18 tahun sebesar 34,1%, tertinggi di kalimantan selatan ( 44,1% ) dan Provinsi DKI
jakarta adalah 10,17 %. Untuk kejadian hipertensi di Rumah Sakit Jantung Dan
Pembuluh Darah Harapan Kita pada tahun 2015 sebanyak 3054 kasus, dan tahun 2017
sebanyak 2812 kasus ( Dakota, Iwan 2017 ). Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) tahun 2018, prevalensi merokok di Indonesia sebesar 28,8 % pada usia ≥ 10
tahun, dan konsumsi tembakau (hisap dan kunyah) sebesar 33,8 % pada usia ≥ 15 tahun.
Proporsi minuman beralkohol pada usia ≥ 10 tahun sebesar 3.3 %. Sedangkan untuk
angka kurangnya aktivitas fisik sebesar 33,5 % dan proporsi obesitas 21,8 %.
Menurut Djibu, Erni (2021) terdapat pengaruh antara peran perawat sebagai edukator
dengan kepatuhan minum obat. Penelitian yang dilakukan oleh Nurman, Muhammad
(2021) menyatakan bahwa terdapat hubungan pengetahuan, dukungan keluarga,
dukungan petugas dengan kepatuhan diet rendah garam pada penderita hipertensi.
2
1.2 Tujuan Studi Kasus .
Perawat mampu melakukan asuhan keperawatan pada pasien hipertensi secara
komprehensif.
1.2.1 Tujuan Umum:
Perawat mampu melakukan asuhan keperawatan pada pasien hipertensi secara
komprehensif melalui pendekatan proses asuhan keperawatan yang professional dan
sesuai standar yang benar.
1.2.2 Tujuan Khusus :
Perawat mampu melakukan pengkajian keperawatan pada pasien hipertensi;
a. Perawat mampu merumuskan dan membuat prioritas diagnosa keperawatan
pada pasien hipertensi.
b. Perawat mampu menyusun hasil/luaran yang akan dicapai serta intervensi
keperawatan pada pasien hipertensi.
c. Perawat mampu melaksanakan intervensi/tindakan keperawatan, baik yang
bersifat mandiri maupun kolaboratif pada pasien hipertensi.
d. Perawat mampu melaksanakan evaluasi dari tindakan keperawatan yang telah
dilakukan pada pasien dengan hipertensi.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan atau saran dan bahan
dalam merencanakan asuhan keperawatan, sehingga pihak rumah sakit dapat
meningkatkan penanganan asuhan keperawatan pada pasien dengan hipertensi.
3. Bagi Perkembangan Ilmu Keperawatan .
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dalam ilmu keperawatan
dan dapat melalukan asuhan keperawatan pada pasien dengan hipertensi yang
dirawat dirumah sakit sehingga dapat mengurangi bertambahnya angka kesakitan.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
4
Tabel 2.1
Klasifikasi berdasarkan tekanan darah (AHA,2017)
Kategori Sistolik Diastolik
(mmHg) (mmHg)
Normal < 120 dan < 80
Elevated 120-129 dan/atau < 80
Hipertensi Tingkat 1 130-139 dan/atau 80-89
Hipertensi Tingkat 2 ≥140 dan/atau ≥ 90
Tabel 2.2
Hipertensi Krisis: Emergensi dan Urgensi (AHA, 2017)
5
7. Memerlukan penurunan tekanan darah segera ( dalam waktu menit / jam)
Sumber : Elliot et al., 2013 ; Ram, 2014; Turana et al., 2017; Aronow, 2017;
Whelton 2017; Vidt, 2004 ; Alwi et al., 2016
Table 2.4
Karakteristik klinis hipertensi emergensi
1. Tekanan darah Biasanya > 220/140 mmhg
2. Temuan funduscopi Perdarahan , exudates, papilledema,
Sakit kepala, bingung, mengantuk,
3. Status neurologi pingsan, penglihatan kabur, kejang,
gangguan neurologi fokal, koma
Pulsasi apek kordis prominen,
kardiomegali, gagal jantung kongestif
4. Temuan jantung
Azotemia, proteinuria, oliguria
Mual, muntah
5. Gejala ginjal
6. Gejala saluran cerna
Sumber : Vidt, 2004; Alwi et al., 2016
Tabel 2.5
Organ target dan komplikasi pada hipertensi emergensi
Organ target Komplikasi
Otak Ensefalopati hipertensi
Infark serebral
Perdarahan intra serebral
Retinopati
Jantung Syndrome coroner akut
Gagal jantung akut
2.3 Etiologi
6
Berikut ini adalah penyebab hipertensi emergensi (Alwi et al., 2016):
▪ Kondisi serebrovaskular : ensefalopati hipertensi, infark otak aterotrombotik dengan
hipertensi berat, pendarahan intraserebral, pendarahan subaranoid, dan trauma kepala.
▪ Kondisi jantung: diseksi aorta akut, gagal jantung kiri akut infark miokard akut, pasca
operasi bypass koroner.
▪ Kondisi ginjal: Glomerulo nefritis akut, hipertensi renovaskular, krisis renal karena
penyakit kolagen-vaskular, hipertensi berat pasca transplantasi ginjal.
▪ Akibat ketokolamin di sirkulasi: krisis feokromositoma, interaksi makanan atau obat
dengan MAO inhibitor, penggunaan obat simpatomimetik, mekanisme rebound akibat
penghentian mendadak obat antihipertensi, hiperrefleksi otomatis pasca cedera korda
spinalis.
▪ Eklampsia
▪ Kondisi bedah: hipertensi berat pada pasien yang memerlukan operasi segera, hipertensi
pasca operasi, pendarahan pasca operasi dari garis jahitan vaskular.
▪ Luka bakar berat.
▪ Epistaksis berat.
▪ Thrombotic thrombocytopenic purpura.
Hipertensi emergensi bisa terjadi pada keadaan-keadaan sebagai berikut (Turana et al.,
2017):
Penderita hipertensi yang tidak meminum obat atau minum obat antihipertensi
tidak teratur.
Kehamilan.
Penggunaan NAPZA.
Penderita dengan rangsangan simpatis yang tinggi seperti luka bakar berat,
phaeochromocytoma, penyakit kolagen, penyakit vaskular, trauma kepala.
Penderita hipertensi dengan penyakit parenkim ginjal.
2.4 Manifestasi Klinis
Keluhan yang dapat muncul antara lain: nyeri kepala, gelisah, palpitasi, pusing,
leher kaku, penglihatan kabur, nyeri dada, mudah lelah, lemas dan impotensi. Nyeri
kepala umumnya pada hipertensi berat, dengan ciri khas nyeri regio oksipital
terutama pada pagi hari. Anamnesis identifikasi faktor risiko penyakit jantung,
penyebab sekunder hipertensi, komplikasi kardiovaskuler, dan gaya hidup pasien.
7
Perbedaan Hipertensi Esensial dan sekunder Evaluasi jenis hipertensi dibutuhkan
untuk mengetahui penyebab. Peningkatan tekanan darah yang berasosiasi dengan
peningkatan berat badan, faktor gaya hidup (perubahan pekerjaan menyebabkan
penderita bepergian dan makan di luar rumah), penurunan frekuensi atau intensitas
aktivitas fisik, atau usia tua pada pasien dengan riwayat keluarga dengan hipertensi
kemungkinan besar mengarah ke hipertensi esensial. Labilitas tekanan darah,
mendengkur, prostatisme, kram otot, kelemahan, penurunan berat badan, palpitasi,
intoleransi panas, edema, gangguan berkemih, riwayat perbaikan koarktasio, obesitas
sentral, wajah membulat, mudah memar, penggunaan obat-obatan atau zat terlarang,
dan tidak adanya riwayat hipertensi pada keluarga mengarah pada hipertensi sekunder
(Adrian, 2019).
8
Riwayat hipokalemia spontan atau terprovokasi diuretik, episode kelemahan
otot, dan tetani (hiperaldosteronisme)
Gejala penyakit tiroid/ hiperparatiroidisme
Riwayat kehamilan saat ini dan/atau penggunaan kontrasepsi oral
Riwayat sleep apnoea
9
2.5 Patofisiologi
10
angiotensin II , yang merupakan vasokontriktor kuat, yang pada akhirnya merangsang
sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air
oleh tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume instravaskuler. Semua factor
tersebut cenderung menyebabkan hipertensi (Aspiani, 2016).
2.6 Penatalaksanaan .
Tujuan deteksi dan penatalaksanaan hipertensi adalah menurunkan risiko
penyakit kardiovaskular dan mortalitas serta morbiditas yang berkaitan. Tujuan terapi
adalah mencapai dan mempertahankan tekanan sistolik dibawah 140 mmHg dan tekanan
distolik dibawah 90 mmHg dan mengontrol factor risiko. Hal ini dapat dicapai melalui
modifikasi gaya hidup saja, atau dengan obat antihipertensi (Aspiani, 2016).
Menurut PERHI, 2021, Pola hidup sehat dapat mencegah ataupun
memperlambat awitan hipertensi dan dapat mengurangi risiko kardiovaskular. Pola hidup
sehat juga dapat memperlambat ataupun mencegah kebutuhan terapi obat pada hipertensi
derajat 1, namun sebaiknya tidak menunda inisiasi terapi obat pada pasien dengan
HMOD atau risiko tinggi kardiovaskular. Pola hidup sehat telah terbukti menurunkan
tekanan darah yaitu pembatasan konsumsi garam dan alkohol, peningkatan konsumsi
sayuran dan buah, penurunan berat badan dan menjaga berat badan ideal, aktivitas fisik
teratur, serta menghindari rokok
Pengobatan hipertensi emergensi tergantung pada jenis kerusakan organ. Pada
stroke iskemik akut tekanan darah diturunkan secara perlahan, namun pada kasus edema
paru akut atau diseksi aorta dan sindroma koroner akut maka penurunan tekanan darah
dilakukan dengan agresif. Penurunan tekanan darah bertujuan menurunkan hingga < 25%
MAP pada jam pertama, dan menurun perlahan setelah itu. Obat yang akan digunakan
awalnya intravena dan selanjutnyasecara oral, merupakan pengobatan yang
direkomendasikan (Turana et al., 2017).
Pada orang dewasa dengan hipertensi emergensi, disarankan masuk ke unit
perawatan intensif (ICU), dilakukan pemantauan secara terus-menerus terhadap tekanan
darah dan kerusakan organ target dengan pemberian obat parenteral yang tepat. Tekanan
darah sistolik harus dikurangi menjadi < 140 mmHg selama satu jam pertama dan < 120
mmHg pada diseksi aorta (Whelton et al., 2017).
Rekomendasi spesifik ACC/AHA 2017 (Whelton et al., 2017):
a) Tidak ada bukti secara RCT bahwa obat antihipertensi mengurangi morbiditas atau
mortalitas pada pasien dengan hipertensi emergensi. Namun dari pengalaman klinik
sangat mungkin terapi antihipertensi bermanfaat untuk hipertensi emergensi. Juga tidak
11
ada bukti secara RCT kualitas tinggi untuk memberi tahu klinisi tentang golongan obat
antihipertensi lini pertama mana yang memberi manfaat lebih banyak daripada bahaya
pada hipertensi emergensi. Namun, 2 percobaan telah menunjukkan bahwa nicardipine
mungkin lebih baik daripada labetalol dalam mencapai target tekanan darah jangka
pendek. Karena autoregulasi perfusi jaringan terganggu pada hipertensi emergensi,
continuous infusion of shortacting titratable antihypertensive agents seringkali lebih baik
untuk mencegah kerusakan organ target lebih lanjut.
b) Kondisi memaksa penurunan tekanan darah secara cepat hingga < 140 mmHg pada
jam pertama pengobatan meliputi diseksi aorta, preeklamsia berat atau eklampsia, dan
pheochromocytoma dengan krisis hipertensi.
c) Tidak ada bukti secara RCT yang membandingkan strategi yang berbeda untuk
mengurangi tekanan darah dan tidak ada bukti secara RCT yang menyarankan seberapa
cepat atau berapa banyak tekanan darah yang harus diturunkan pada hipertensi
emergensi. Namun, pengalaman klinik menunjukkan bahwa pengurangan tekanan darah
berlebihan dapat menyebabkan atau berkontribusi pada iskemia ginjal, serebral, atau
coroner dan harus dihindari. Dengan demikian, dosis komprehensif obat antihipertensi
intravena atau bahkan oral untuk menurunkan tekanan darah dengan cepat bukan tanpa
risiko. Pembebanan dosis oral obat antihipertensi dapat menimbulkan efek kumulatif
yang menyebabkan hipotensi setelah dikeluarkan dari ruang perawatan.
Manajemen untuk krisis hipertensi ACC/AHA 2017 (Whelton et al, 2017):
1) Apabila kita menghadapi pasien dengan tekanan darah yang sangat tinggi tekanan
darah sistolik > 180 dan atau tekanan darah diastolik > 120 mmHg maka perhatikanlah
apakah ada kerusakan organ target yang baru / progresif / perburukan.
a) Apabila iya, maka diagnosisnya adalah hipertensi emergensi dan rawat di ICU.
b) Apabila tidak, mungkin ada peningkatan tekanan darah saja dan lakukan evaluasi /
berikan obat antihipertensi oral dan follow up selanjutnya.
2) Pasien hipertensi emergensi yang dirawat di ICU, apakah terjadi diseksi aorta,
preeclampsia / eklampsia berat, krisis preokromositoma.
a) Apabila iya, turunkan TDS < 140 mmHg pada 1 jam pertama dan < 120 mmHg
pada diseksi aorta.
b) Apabila tidak, turunkan tekanan darah maksimal 25% pada 1 jam pertama,
selanjutnya turunkan sampai 160/110 mmHg pada jam kedua sampai jam keenam,
dan selanjutnya dapat diturunkan sampai tekanan darah normal pada 24-48 jam.
2.7 Obat pilihan hipertensi emergensi dengan komorbiditasnya
12
Sumber: ACC/AHA 2017 (Whelton et al, 2017)
13
d) Gangguan konduksi.
c. Foto Rontgen.
a) Bentuk dan besar jantung Noothing dari iga pada koarktasi aorta.
b) Pembendungan, lebar paru.
c) Hipertrofi parenkim ginjal.
d) Hipertrofi vascular ginjal
(Aspiani, 2016).
2.8 Konsep Asuhan Keperawatan Hipertensi
2.8.1 Pengkajian keperawatan
a. Identitas klien.
Meliputi : Nama, umur, tempat tanggal lahir, jenis kelamin, alamat, pekerjaan,
suku / bangsa, agama, status perkawinan, tanggal masuk rumah sakit (MRS),
nomor register, dan diagnosa medik.
b. Identitas Penanggung Jawab.
Meliputi : Nama, umur, jenis kelamin, alamat, pekerjaan, serta status
hubungan dengan pasien
c. Keluhan utama .
Keluhan yang dapat muncul antara lain: nyeri kepala, gelisah, palpitasi,
pusing, leher kaku, penglihatan kabur, nyeri dada, mudah lelah, dan
impotensi .
d. Riwayat kesehatan sekarang .
Pengkajian yang mendukung keluhan utama dengan memberikan pertanyaan
tentang kronologi keluhan utama. Keluhan lain yang menyerta biasanya : sakit
kepala , pusing, penglihatan buram, mual ,detak jantung tak teratur, nyeri
dada.
e. Riwayat kesehatan dahulu .
Kaji adanya riwayat penyakit hipertensi , penyakit jantung, penyakit ginjal,
stroke. Penting untuk mengkaji mengenai riwayat pemakaian obat-obatan
masa lalu dan adanya riwayat alergi terhadap jenis obat.
f. Riwayat kesehatan keluarga.
Kaji didalam keluarga adanya riwayat penyakit hipertensi , penyakit
metabolik, penyakit menular seperi TBC, HIV, infeksi saluran kemih, dan
penyakit menurun seperti diabetes militus, asma, dan lain-lain
14
g. Aktifitas dan istirahat .
1) Gejala : kelemahan, letih, nafas pendek, gaya hidup monoton.
2) Tanda : frekuensi jantung meningkat, perubahan irama jantung, takipnea
h. Sirkulasi .
1) Gejala :
a) Riwayat hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung koroner/ katup dan
penyakit serebrovaskuler .
b) Episode palpitasi .
2) Tanda :
a) Peningkatan tekanan darah.
b) Nadi denyutan jelas dari karotis,ugularis,radialis, takikardia.
c) Murmur stenosis vulvular .
d) Distensi vena jugularis .
e) Kulit pucat,sianosis ,suhu dingin (vasokontriksi perifer).
f) Pengisian kapiler mungkin lambat / tertunda.
i. Integritas ego.
1) Gejala : riwayat perubahan kepribadian, ansietas, factor stress multiple
(hubungan, keuangan, yang berkaitan dengan pekerjaan).
2) Tanda : letupan suasana hati, gelisah, penyempitan perhatian, tangisan
meledak, otot uka tegang, menghela nafas, peningkatan pola bicara.
j. Eliminasi
1) Gejala : gangguan ginjal saat ini (seperti obstruksi) atau riwayat penyakit
ginjal pada masa yang lalu.
k. Makanan dan cairan .
1) Gejala :
a) Makanan yang disukai yang mencakup makanan tinggi garam, lemak
serta kolesterol .
b) Mual, muntah dan perubahan berat badan saat ini (meningkat/turun) .
c) Riwayat penggunaan diuretic
2) Tanda :
a) Berat badan normal atau obesitas .
b) Adanya edema .
c) Glikosuria .
l. Neurosensori .
15
1) Gejala :
a) Keluhan pening / pusing, berdenyut, sakit kepala, suboksipital (terjadi
saat bangun dan menghilang secara spontan setelah beberapa jam).
b) Gangguan penglihatan (diplopia, penglihatan abur, epistakis) .
2) Tanda :
a) Status mental, perubahan keterjagaanm orientasi, pola/ isi bicara, efek,
proses piker.
b) Penurunan kekuatan genggaman tangan.
m. Nyeri dan ketidaknyamanan.
Gejala : angina ( penyakit arteri koroner / keterlibatan jantung), sakit kepala
n. Pernapasan .
1) Gejala :
a) Disnea yang berkaitan dari aktivitas/ kerja, takipnea, ortopnea. Dispnea
.
b) Batuk dengan / tanpa pembentukan sputum .
c) Riwayat merokok .
2) Tanda :
a) Distress pernapasan / penggunaan otot aksesori pernapasan.
b) Bunyi napas tambahan (crakles/mengi) .
c) Sianosis.
o. Keamanan .
Gejala : gangguan koordinasi/ cara berjalan, hipotensi postural.
p. Penyuluhan .
Gejala :
a. Factor risiko keluarga: hipertensi,aterosklerosis, penyakit jantung, diabetes
mellitus.
b. Factor lain, seperti orang afrika-amerika, asia tenggara, penggunaan pil
KB atau hormone lain, penggunaan alcohol/obat.
q. Rencana pemulangan .
Bantuan dengan pemantau diri tekanan darah/ perubahan dalam terapi obat.
2.8.2 Diagnosa keperawatan .
Diagnosa keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai respons klien
terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya baik yang
16
berlangsung actual maupun potensial. Diagnosis keperawatan bertujuan untuk
mengidentifikasi respons klien individu, keluarga dan komunitas terhadap situasi yang
berkaitan dengan kesehatan (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017).
1) Nyeri akut ( D.0077 ) .
Definisi : Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan
jaringan actual atau fungsional, dengan onset mendadak atau lambat dan berintensitas
ringan hingga berat yang berlangsung kurang dari 3 bulan.
Penyebab : Agen pencedera fisiologis ( mis : inflamasi, iskemia, neoplasma).
Batasan Karakteristik :
a. Kriteria Mayor :
2) Subjektif : mengeluh nyeri.
3) Objektif : tampak meringis, bersikap protektif (mis : waspada, posisi
menghindar nyeri), gelisah, frekuensi nadi meningkat, sulit tidur.
b. Kriteria Minor :
1) Subjektif : tidak ada .
2) Objektif : tekanan darah meningkat, pola nafas berubah, nafus makan berubah,
proses berfikir terganggu, menarik diri, berfokus pada diri sendiri, diaforesis.
17
1) Subyektif : parastesia , nyeri ekstremitas (klaudikasi intermiten).
2) Objektif : edema, penyembuhan luka lambat, indeks anklebrachial < 0,90,
bruit femuralis .
a. Tromboflebitis .
b. Diabetes mellitus.
c. Anemia .
d. Gagal jantung kongestif .
e. Kelainan jantung congenital.
f. Thrombosis arteri.
g. Varises.
h. Thrombosis vena dalam.
i. Sindrom kompartemen
3) Hipervolemia (D.0022) .
Definisi: peningkatan volume cairan intravaskuler, interstisiel, dan/atau intraseluler.
Penyebab: gangguan mekanisme regulasi .
Batasan karakteristik :
a. Kriteria Mayor :
1) Subyektif : ortopnea , dispnea, paroxysmal nocturnal dyspnea (PND) .
2) Objektif : Edema anasarka dan/atau edema perifer, berat badan meningkat
dalam waktu singkat, jugular venous pressure (JVP) dan/atau Central Venous
pressure (CVP) meningkat , refleks hepatojugular positif.
b. Kriteria Minor :
1) Subyektif : (tidak tersedia) .
2) Objektif : Distensi vena jugularis,suara nafas tambahan, hepatomegali, kadar
Hb/Ht turun, oliguria, intake lebih banyak dari output, kongesti paru.
Kondisi klinis terkait :
a. Penyakit ginjal : gagal ginjal akut/ kronis, sindrom nefrotik.
b. Hipoalbuminemia .
c. Gagal jantung kongesif .
d. Kelainan hormone .
e. Penyakit hati (mis. Sirosis, asietas, kanker hati ) .
f. Penyakit vena perifer (mis. Varises vena, thrombus vena, phlebitis).
18
g. Imobilitas
4) Intoleransi aktivitas (D.0056) .
Definisi : ketidakcukupan energi untuk melakukan aktivitas seharihari
Penyebab : kelemahan.
Batasan karakteristik :
a. Kriteria Mayor :
1) Subyektif : mengeluh lelah.
2) Objektif : frekuensi jantung meningkat >20 % dan kondisi istirahat
b. Kriteria Minor :
1) Subyektif : dispnea saat / setelah aktivitas , merasa tidak nyaman setelah
beraktivitas , merasa lelah.
2) Objektif : tekanan darah berubah >20% dari kondisi istirahat , gambaran EKG
menunjukan aritmia dan iskemia. Sianosis .
Kondisi Klinis Terkait :
a. Anemia .
b. Gagal jantung kongesif.
c. Penyakit jantung koroner.
d. Penyakit katup jantung.
e. Aritmia.
f. Penyakit paru obstruktif kronis ( PPOK).
g. Gangguan metabolic.
h. Gangguan musculoskeletal.
5) Defisit Pengetahuan ( D.0111) .
Definisi : ketiadaan atau kurangnya informasi kognitif yang berkaitan dengan topic
tertentu.
Penyebab : kurang minat dalam belajar
Batasan karakteristik :
a. Kriteria Mayor :
1) Subjektif : Menanyakan masalah yang dihadapi.
2) Objektif : menunjukan perilaku tidak sesuai anjuran , menunjukan persepsi
yang keliru terhadap masalah.
b. Kriteria Minor :
1) Subjektif : ( tidak tersedia ).
19
2) Objektif : menjalani pemeriksaan yang tidak tepat , menunjukan perilaku
berlebihan ( mis . apatis, bermusuhan, agitasi, hysteria ).
20
Kondisi Klinis Terkait :
a. Gagal jantung kongesif.
b. Sindrom koroner akut.
c. Gangguan katup jantung (stenosis/regurgitasi aorta, pulmonalis, trikupidalis , atau
mitralis ).
d. Atrial/ventricular septal defect.
e. Aritmi .
8) Resiko Jatuh ( D.0143) .
Definisi : Beresiko mengalami keruskan fisik dan gangguan kesehatan akibat terjatuh.
Faktor Risiko :
1. Usia ≥ 65 tahun (pada dewasa ) atau ≤ 2 tahun ( pada anak).
2. Riwayat jatuh.
3. Anggota gerak bawah prosthesis (buatan).
4. Penggunaan alat bantu berjalan .
5. Penurunan tingkat kesadaran.
6. Perubahan fungsi kognitif.
7. Lingkungan tidak aman (mis. Licin, gelap, lingkungan asing).
8. Kondisi pasca operasi.
9. Hipotensi ortostatik.
10. Perubahan kadar glukosa darah.
11. Anemia.
12. Kekuatan otot menurun.
13. Gangguan pendengaran.
14. Gangguan kesimbangan.
15. Gangguan penglihatan (mis. Glaucoma, katarak,ablasio, retina, neuritis
optikus).
16. Neuropati.
17. Efek agen farmakologis (mis. Sedasi, alcohol, anastesi umum).
Kondisi klinis terkait :
a. Osteoporosis.
b. Kejang.
c. Penyakit sebrovaskuler.
d. Katarak.
e. Glaucoma.
21
f. Demensia.
g. Hipotensi.
h. Amputasi.
i. Intoksikasi.
j. Preeklampsi.
2.8.3 Intervensi Keperawatan
22
Diagnosa Keperawatan Tujuan Kriteria Hasil Intervensi
1. Nyeri akut b.d agen Setelah dilakukan tindakan Tingkat nyeri ( L.08066) Manajemen nyeri ( I.08238)
pencedera fisiologis keperawatan diharapkan tingkat 1) Pasien mengatakan nyeri 1) Identifikasi lokasi,
(mis:iskemia). nyeri menurun. berkurang dari skala 7 karakteristik nyeri, durasi,
menjadi 2. frekuensi, intensitas nyeri .
2) Pasien menunjukan 2) Identifikasi skala nyeri .
ekspresi wajah tenang. 3) Identifikasi faktor yang
3) Pasien dapat beristirahat memperberat dan
dengan nyaman. memperingan nyeri .
4) Berikan terapi non
farmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri (mis:
akupuntur, terapi musik
hopnosis, biofeedback, teknik
imajinasi terbimbing, kompres
hangat/dingin).
5) Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri (mis:
suhu ruangan, pencahayaan,
23
kebisingan).
6) Anjurkan memonitor nyeri
secara mandiri .
7) Ajarkan teknik non
farmakologis untuk
mengurangi nyeri .
8) Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu.
2. Perfusi perifer tidak efektif Setelah dilakukan tindakan Perfusi perifer (L.02011) Pemantauan tanda vital. (I.02060 )
b.d peningkatan tekanan keperawatan diharapkan perfusi 1) Nadi perifer teraba kuat. 1) Memonitor tekanan darah.
darah. perifer meningkat. 2) Akral teraba hangat. 2) Memonitor nadi (frekuensi,
3) Warna kulit tidak pucat. kekuatan, irama).
3) Memonitor pernapasan
(frekuensi, kedalaman).
4) Memonitor suhu tubuh.
5) Memonitor oksimetri nadi.
6) Identifikasi penyebab
perubahan tanda vital.
7) Atur interval pemantauan
24
sesuai kondisi pasien.
8) Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan.
3. Hipervolemia b.d gangguan Setelah dilakukan tindakan Keseimbangan cairan (L. Manajemen hipervolemia
mekanisme regulasi. keperawatan diharapkan 03020). (I.03114).
keseimbangan cairan meningkat. 1) Terbebas dari edema. 1) Periksa tanda dan gejala
2) Haluaran urin meningkat. hipervolemia (mis:
3) Mampu mengontrol asupan ortopnes,dipsnea, edema,
cairan. JVP/CVP meningkat, suara
nafas tambahan).
2) Monitor intake dan output
cairan .
3) Monitor efek samping diuretik
(mis : hipotensi ortortostatik,
hipovolemia, hipokalemia,
hiponatremia) .
4) Batasi asupan cairan dan
garam .
5) Anjurkan melapor haluaran
25
urin <0,5 mL/kg/jam dalam 6
jam .
6) Ajarkan cara membatasi
cairan.
7) Kolaborasi pemberian diuretic
4. Intoleransi aktifitas b.d Setelah dilakukan tindakan toleransi aktivitas (L.05047) Manajemen energi (I.050178)
kelemahan. keperawatan diharapkan 1) Pasien mampu melakukan 1) Monitor kelelahan fisik dan
toleransi aktivitas meningkat. aktivitas sehari-hari. emosional.
2) Pasien mampu berpindah 2) Monitor pola dan jam tidur.
tanpa bantuan. 3) Sediakan lingkungan yang
3) Pasien mengatakan keluhan nyaman dan rendah stimulus
lemah berkurang. (mis: cahaya, suara,
kunjungan) .
4) Berikan aktifitas distraksi yang
menenangkan .
5) Anjurkan tirah baring .
6) Anjurkan melakukan aktifitas
secara bertahap.
7) Kolaborasi dengan ahli gizi
26
tentang cara.
8) meningkatkan asupan
makanan.
5. Defisit pengetahuan b.d Setelah dilakukan tindakan Tingkat pengetahuan Edukasi kesehatan ( I.12383).
kurang minat dalam belajar. keperawatan diharapkan tingkat (L.12111). 1) Identifikasi kesiapan dan
pengetahuan meningkat. 1) Pasien melakukan sesuai kemampuan menerima
anjuran . informasi.
2) Pasien tampak mampu 2) Identifikasi factor-faktor yang
menjelaskan kembali dapat meningkatkan dan
materi yang disampaikan .. menurunkan motivasi perilaku
3) Pasien mengajukan hidup bersih dan sehat.
pertanyaan. 3) Sediakan materi dan media
pendidikan kesehatan.
4) Jadwalkan pendidikan
kesehatan sesuai kesepakatan.
5) Berikan kesempatan untuk
bertanya.
6) Jelaskan factor risiko yang
dapat mempengaruhi
27
kesehatan.
7) Ajarkan perilaku hidup bersih
dan sehat.
8) Ajarkan strategi yang dapat
digunakan untuk
meningkatkan perilaku hidup
6. bersih dan sehat.
6. Ansietas b.d kurang terpapar Setelah dilakukan tindakan Tingkat ansietas (L.09093). Reduksi ansietas (I.09314 )
informasi. keperawatan diharapkan tingkat 1) Pasien mengatakan telah 1) Identifikasi saat tingkat
ansietas menurun. memahami penyakitnya. ansietas berubah (mis.
2) Pasien tampak tenang. Kondisi, waktu, stressor).
3) Pasien dapat beristirahat 2) Gunakan pendekatan yang
dengan nyaman. tenang dan nyaman.
3) Informasikan secara factual
mengenai diagnosis,
pengobatan , dan prognosis.
7. Resiko penurunan curah Setelah dilakukan tindakan Curah jantung ( L.02008) Perawatan jantung (I.02075)
jantung d.d perubahan keperawatan diharapkan curah 1) Tanda vital dalam rentang 1) Identifikasi tanda/gejala
afterload. jantung meningkat. normal. primer penurunan curah
28
2) Nadi teraba kuat. jantung (mis:
3) Pasien tidak mengeluh dispnea,kelelahan,edema,ortop
lelah. nea, paroxymal nocturnal
dyspnea, peningkatan CVP).
2) Identifikasi tanda/gejala
sekunder penurunan curah
jantung ( mis: peningkatan
berat badan, hepatomegali,
distensi vena jugularis,
palpitasi, ronkhi basah,
oliguria, batuk, kulit pucat).
3) Monitor tekanan darah.
4) Monitor intake dan output
cairan .
5) Monitor keluhan nyeri dada.
6) Berikan diet jantung yang
sesuai .
7) Berikan terapi terapi relaksasi
untuk mengurangi strees, jika
29
perlu.
8) Anjurkan beraktifitas fisik
sesuai toleransi .
9) Anjurkan berakitifitas fisik
secara bertahap .
10) Kolaborasi pemberian
antiaritmia, jika perlu.
8. Risiko jatuh d.d gangguan Setelah dilakukan tindakan Tingkat jatuh (L.14138). Pencegahan jatuh ( I.14540)
penglihatan. keperawatan diharapkan tingkat 1) Risiko jatuh dari tempat 1) Identifikasi factor risiko (mis.
jatuh menurun. tidur menurun. Usia >65 tahun, penurunan
2) Risiko jatuh saat berjalan tingkat kesadaran, defisit
menurun. kognitif, hipotensi ortostatik.
3) Risiko jatuh saat berdiri Gangguan keseimbangan,
menurun. gangguan penglihatan,
neuropati).
2) Identifikasi risiko jatuh
setidaknya sekali setiap shift
atau sesuai dengan kebijakan
institusi.
30
3) Identifikasi factor lingkungan
yang meningkatkan risiko
jstuh (mis. Morse scale,
humpty dumpty).
4) Pasang handrail tempat tidur.
5) Anjurkan memanggil perawat
jika membutuhkan bantuan
untuk berpindah.
31
2.8.4 Implementasi Keperawatan
32
BAB III
TINJAUAN KASUS
Ruangan / Bagian : GP II/ Rawat Inap Dewasa Tanggal Masuk RS : 18 / 067/ 2022
HARKIT Pukul : 09:22 WIB
Tanggal Pengkajian : 22/ 07/ 2022
No. RM : 2022-51-XX—XX Jam Pengkajian: Pukul 08:18 WIB
3.2 Anamnesis .
33
o Nyeri Berat o Nyeri
C.Circulation o Nadi tidak o Nadi sangat o Nyeri sedang ringan
teraba lemah o Nadi Teraba o Nadi
o Irama nadi Lemah teraba
√tidak o Irama nadi tidak kuat
teratur teratur o Irama
o Nadi<50 o Nadi>120x/menit teratur
x/menit o Nadi 80-
o Nadi> o Nadi<60x/menit 100x/meni
50x/menit o Warna kulit t√
o Sianotik normal o Warna
o Pucat o Sianotik kulit
o Akral o Akral dingin normal√
Dingin o Tekanan darah o Akral
o Keringat sistolik 80- hangat√
Dingin 100mmhg o Tekanan
o Tekanan darah
darah sistolik>
sistolik 100
<80 mmhg mmHg√
34
R : Kepala sampai kebagian belakang
S : Skala 5/10
T : Nyeri terus menerus
Keluhan penyerta : badan terasa lemas, pandangan kabur sejak 3 bulan yang lalu
3. Riwayat dahulu.
Pasien mengatakan memiliki riwayat penyakit hipertensi semenjak
2020, pasien juga mengatakan memiliki riwayat operasi diseksi aorta
pada bulan juni 2022.
5. Riwayat alergi.
Pasien mengatakan tidak ada alergi terhadap obat maupun makanan
6. Riwayat pekerjaan.
Pasien adalah seorang Wiraswasta (Pedagang)
7. Faktor resiko.
Pasien mengatakan jarang berolahraga, pasien mengatakan makan
tidak teratur dan sering makan makanan yang tinggi kandungan
35
garamnya , selain itu juga pasien mengatakan lupa meminum obat
hipertensi karena sedang habis sejak lebaran idul adha 2022.
8. Riwayat psikososial.
Hubungan pasien dengan keluarga baik. Pasien adalah kepala
keluarga.
9. Integritas ego.
Pasien tampak gelisah memikirkan kebutuhan ekonomi keluarga saat
dia sakit.
10. Pola aktivitas/istirahat.
Pasien mengatakan sering terbangun pada saat merasa nyeri pada luka
pasca operasi.
36
Tidak ada peningkatan JVP dan tidak ada pembesaran kelenjar getah
bening
Pasien tampak gelisah
Palpasi:
Tidak ada pembesaran kelenjat thyroid dan kelenjar getah bening, tidak ada
pergeseran trachea.
Nadi karotis teraba kuat dan teratur.
2. Pemeriksaan thorax .
Inspeksi:
Bentuk dada normal
Pergerakan dada simetris
Tidak ada penggunaan otot bantu pernafasan
Tampak ada bekas luka operasi
Palpasi:
Tidak ada nyeri tekan
Perkusi:
Batas paru normal
Auskultasi:
Vesikuler kanan dan kiri
Tidak ada ronchi
Tidak ada wheezing
3. Pemeriksaan jantung.
Inspeksi:
Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi:
Tidak ada pelebaran ictus cordis
Perkusi:
37
Batas jantung kiri : terdengar bunyi redup pada ICS 5 sampai ICS 9 anterior
axila
Batas jantung kanan : terdengar bunyi redup pada ICS 5 sampai ICS 9
parasternal kanan.
Auskultasi:
Suara jantung S1 dan S2 normal
Tidak ada mur-mur dan tidak ada gallop
4. Pemeriksaan abdomen .
Inspeksi :
Abdomen terlihat buncit
Palpasi:
Tidak ada nyeri tekan
5. Pemeriksaan ekstremitas.
Inspeksi:
Tidak ada kelemahan otot di semua ekstremitas
Tidak tampak edema
Tidak ada kebiruan di jari-jari dan tidak ada clubbing finger
Palpasi:
Akral hangat dan nadi adekuat
CRT < 2 detik
38
3.2.4 Pemeriksaan Penunjang .
1.1.1.1.1 1. Laboratorium .
107 mgdL
39
2. EKG 12 Lead .
40
3. Rontgen
b. ECHO .
3.2.5 Penatalaksanaan .
IGD :
41
8 Amlodipine Tab 10 mg PO
9 Captopril Tab 25 mg PO
10 Hidroclorotiazide Tab 25 mg PO
11 Inpepsa Syr 1 cth PO
12 Furosemide 40 mg PO
42
terus menerus dan seperti dipukul (histamin, prostaglandin,
Pasien mengatakan pusing bradikinin)
Do :
tampak meringis Informasi tranduksi
Gelisah transimisi modula
43
TD : 213/140 mmHg Gangguang sirkulasi
44
3.5 Intervensi Keparawatan
N Intervensi Keperawatan
O
Diagnosa Keperawatan
.
Luaran Keperawatan Intervensi Keperawatan
D
X
D0077 Nyeri akut berhubungan dengan Dalam 1 sampai dengan 2 jam Manajemen Nyeri ,
agen pencedera fisiologis. perawatan maka:
Observasi:
Ds : 1. Tingkat nyeri menurun dengan
Pasien mengatakan nyeri Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
kriteria hasil:
frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
kepala Keluhan nyeri menurun
Identifikasi skala nyeri
Pasien mengatakan nyeri Meringis menurun
dirasakan dibagian Identifikasi respon nyeri non verbal
Tekanan darah membaik
belakang kepala Identifikasi faktor yang memperberat
2. Status Kenyamanan meningkat dengan
Pasien mengatakan nyeri atau memperingan nyeri
kriteria hasil:
dirasakan terus menerus Monitor keberhasilan terapi
Keluhan tidak nyaman menurun
dan seperti dipukul komplementer
Merintih menurun
Pasien mengatakan
45
pusing Terapeutik:
3. Pola tidur membaik dengan kriteria
hasil: Berikan terapi
Keluhan sulit tidur menurun
Do : nonfarmakologi : terapi pijat, teknik
Kemampuan beraktivitas
tampak meringis imajinasi terbimbing
meningkat
Gelisah
Kontrol lingkungan
TD : 213/140 mmhg, Hr:
(pencahayaan kebisingan)
70 x/I, Rr: 20 x/i
MAP: 164 Fasilitasi istirahat tidur
Skala nyeri: 5/10
Edukasi:
Jelaskan strategi
meredakan nyeri
Anjurkan memonitor
46
nyeri secara mandiri
47
Hr : 70 x/i Hindari pemberian cairan IV Hipotonik
Rr:20 x/m Pertahankan suhu tubuh normal
Skala nyeri 5/10
Kolaborasi :
GCS : E/4 M/6 V/5
CRT < 2 detik Kolaborasi pemberian obat hypertensi
Data penunjang:
D0008 Resiko penurunan curah jantung Dalam 1x 24 jam perawatan maka Perawatan Jantung
ditandai dengan perubahan curah jantung normal
Observasi
afterload.
dengan kriteria: Identifikasi gejala primer penurunan curah
Ds : jantung (tekanan darah dalam batas normal
48
(120/80mmHg), nadi feriper teraba kuat)
Pasien mengatakan Ejection fraction baik
Identifikasi gejala sekunder penurunan
memiliki riwayat hipertensi Nyeri kepala berkurang
curah jantung (distensi vena jugularis,
sejak 2020
Tekanan darah dalam batas ronki basah, batuk, kulit pucat)
Pasien mengatakan badan normal Monitor tekanan darah
terasa lemas
Monitor intake output cairan
Pasien mengatakan tidak
Monitor saturasi oksigen
ada sesak nafas
Periksa tekanan darah dan frekuensi nadi
Do :
sebelum pemberian obat
TD : 213/140 mmHg Terapeutik
49
Hasil lab: creatinin/1.24 mg/dl
mempertahankan tekanan darah normal
Echo : EDD 33, ESD 21, EF
60%, TAPSE 19, LVOT VTI
21,3
keluarga Edukasi
pasien mengatakan pusing
Anjurkan keluarga untuk tetap bersama
Do :
pasien
suara klien tampak bergetar
saat berbicara Jelaskan kondisi pasien yang dapat
50
pasien
Td : 213/140 mmhg, HR: 70
x/I, Rr: 20 x/i
MAP: 164
51
t
u
52
Observasi keluhan nyeri pasien
Menjelaskan penyebab, periode dan
pemicu nyeri Motivasi pasien untuk melanjutkan terapi
relaksasi nafas dalam
Menganjurkan memonitor
Lanjut pemberian Paracetamol tab1 gram
nyeri secara mandiri
Kolaborasi dengan dokter dalam
Kolaborasi : pemberian terapi
53
output cairan MAP: 105
Terapeutik HR : 86 x/menit
RR : 15 x/menit
Memberikan posisi semifowler
Suhu : 36, 4°
Melakukan edukasi tentang latihan
gerak ditempat tidur Skala Nyeri : 2/10
Sat : 100 %,
CRT : <2 detik, akral hangat, pulsasi
arteri perifer teraba kuat dan teratur
Urine : ± 1500 cc/24jam
A:
Masalah resiko gangguan perfusi serebral tidak efektif
berhubungan dengan hipertensi teratasi sebagian
P:
Lanjut observasi hemodinamik dan klinis
Observasi keluhan nyeri pasien
Motivasi pasien untuk melanjutkan terapi
relaksasi nafas dalam
Pantau tingkat kesadaran pasien
Kaji adanya tanda-tanda kelemahan
ekstremitas pada pasien
54
Kolaborasi dengan dokter dalam
pemberian terapi
2 Resiko Observasi S:
2/ penurunan Melakukan identifikasi gejala primer Pasien mengatakan tidak ada batuk
0 curah penurunan curah jantung (tekanan darah Pasien mengatakan tidak ada pusing /
7/ jantung dalam batas normal (120/80mmHg), nadi nyeri kepala
2 ditandai feriper teraba kuat) Pasien mengatakan BAK lancar, warna
0 dengan Melakukan identifikasi gejala sekunder kuning pekat
2 perubahan penurunan curah jantung (distensi vena Pasien mengatakan tidak ada sesak nafas
2 afterload. jugularis, ronki basah, batuk, kulit pucat) O:
Melakukan monitoring tekanan darah TD :136/90 mmHg
Melakukan monitoring intake output MAP : 105
cairan HR : 87 x/menit
Melakukan monitoring saturasi oksigen RR : 18 x/menit
Melakukan pemeriksaan tekanan darah Suhu : 36, 4°
dan frekuensi nadi sebelum pemberian Skala Nyeri : 2/10
obat
Sat : 100 %, CRT : <2 detik,
Terapeutik
akral hangat, pulsasi arteri perifer teraba
Memposisikan pasien semifoeler atau
kuat dan teratur
fowler dengan kaki ke bawah atau posisi
A:
nyaman
Masalah resiko penurunan curah jantung berhubungan
55
Memberikan diet jantung yang sesuai dengan perubahan afterload teratasi sebagian
Memberikan terapi oksigenisasi untuk
mempertahankan oksigenasi P:
2 S:
Ansietas Observasi
2/ Pasien mengatakan cemas berkurang
berhubungan
melakukan identifikasi ansietas berubah
0 Pasien mengatakan pusing berkurang
dengan
7/ Melakukan monitoring tanda – tanda Pasien mengatakan lebih tenang
disfungsi
2 ansietas O:
system
0 Pasien tampak tenang
keluarga. Terapeutik
2
Tanda – tanda gelisah (-)
2 Menciptakan suasan terapeutik
TD :136/90 mmHg
Memahami situasi yang membuat MAP: 105
ansietas HR : 85 x/menit
56
RR : 16 x/menit
Edukasi
Suhu : 36, 6°
Menganjurkan keluarga untuk tetap
Skala Nyeri : 2/10
bersama pasien
A:
Menjelaskan kondisi pasien yang dapat Masalah ansietas berhubungan dengan
mengurangi ansietas pasien disfungsi sistem keluarga teratasi sebagian
P:
Lanjutkan identifikasi tanda – tanda kecemasan
Ciptakan suasana yang nyaman bagi pasien
Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian
terapi obat-obatan
57
BAB IV
PEMBAHASAN
Tn.A umur 31 tahun datang ke RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita
melalui IGD pada tanggal 18 Juli 2022. Pasien datang dengan keluhan sakit kepala skala
5/10 terasa seperti dipukul, pusing, dirasakan terus menerus serta pandangan kabur sejak
3 bulan yang lalu da ada riwayat operasi diseksi aorta pada tanggal 6 juli 2022. Saat awal
masuk IGD, tekanan darah pasien : 213/140 mmHg; frekuensi nadi : 71 x/menit;
pernapasan: 20 x/menit; suhu : 36,0°C; saturasi O2: 100%. Hal tersebut sesuai dengan
klasifikasi AHA 2017 Tentang Hipertensi emerrgensi yang merupakan situasi dimana tekanan
darah meningkat sangat tinggi dengan tekanan sistolik lebih dari 180 mmHg dan diastolik lebih
dari 120 mmHg dan terdapat kerusakan organ terkait. Diagnosa medis dalam kasus
disebutkan, Hipertensi emergency dengan data tekanan darah pasien : 213/140 mmHg
dan disertai dengan kerusakan organ target yaitu diseksi aorta.
Tanda dan gejala yang dirasakan pasien adalah rasa sakit/nyeri pada kepala. Hal
ini disebabkan oleh vasokonstriksi pembuluh darah, sehingga menurunkan aliran darah ke
otak. Hal ini kemudian menyebabkan kurangnya suplai oksigen dan nutrisi ke otak
sehingga pasien merasakan pusing dan nyeri di kepala.
Faktor resiko yang dapat meningkatkan tekanan darah Tn. A yang sesuai dengan
teori pada BAB II adalah jenis kelamin, riwayat keluarga, serta pola nutrisi. Faktor risiko
jenis kelamin dalam teori hipertensi banyak ditemukan pada laki-laki dewasa muda dan
paruh baya. Laki-laki memiliki resiko sekitar 2,3 kali lebih besar untuk menderita
hipertensi lebih awal disebabkan gaya hidup yang cenderung meningkatkan tekanan
darah ( kemenkes, 2019).
Selanjutnya, factor genetik pada keluarga tertentu akan menyebabkan keluarga itu
mempunyai resiko menderita hipertensi. Hal ini berhubungan dengan peningkatan kadar
sodium intraseluler dan studi kasus menguatkan bahwa factor keturunan merupakan salah
satu penyebab terjadinya hipertensi, dimana jika dalam keluarga ada yang menderita
hipertensi 25-60 % akan terjadi pada anaknya.
60
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan .
Hipertensi merupakan penyakit kronik yang merupakan akibat dari desakan
darah yang berlebihan dan hampir tidak konstan pada pembuluh arteri yang
berkaitan dengan meningkatnya tekanan pada arterial sistemik, baik diastolik
maupun sistolik, atau bahkan keduanya secara terus-menerus. Hipertensi
diklasifikasikan menjadi dua tipe yatu berdasarkan nilai tekanan darah dan
hipertensi kritis. Hipertensi kritis dibagi menjadi dua klasifikasi yaitu hipertensi
urgensi dan hipertensi emergensi. Kelompok melakukan studi kasus pasien dengan
hipertensi emergensi di Unit IGD Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita
Jakarta. Proses pengumpulan data dilakukan berdasarkan hasil dari pengkajian yang
meliputi anamnesa, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang diagnostik non-
invasif. Asuhan keperawatan yang dilakukan kepada Asuhan Keperawatan Pada
Tn. A Dengan HT Emergensi, Diseksi aorta, Di Ruang GP II/Rawat Inap Dewasa Rs.
Jantung Harapan Kita Jakarta
Berdasarkan hasil pengkajian, kelompok mampu menegakkan 4 diagnosa
keperawatan, yaitu: a. Nyeri Akut, Resiko Perfusi Serebral Tidak Efektif, Resiko
penurunan curah jantung dan Ansietas. Perencanaan keperawatan yang disusun
sesuai dengan teori atau konsep dasar asuhan keperawatan pada pasien dengan
hipertensi. Semua perencanaan dan tindakan pada tiap diagnosa keperawatan
disesuaikan dengan kondisi pasien. Pelaksanaan keperawatan yang telah dilakukan
sesuai dengan perencaraan keperawatan yang sebelumnya telah disusun.
Hasil evaluasi keperawatan pasien Tn. A berdasarkan keempat diagnosa
tersebut, diantaranya: pada diagnosa keperawatan pertama nyeri akut teratasi
sebagian. Pasien mengatakan lebih nyaman, nyeri kepala berkurang dengan skala
2/10. Pada diagnose kedua resiko perfusi serebral tidak efektif tertasi sebagian
dimana pasien mengatakan nyeri kepala dan pusing berkurang dengan skala 2/10,
tidak ada kelemahan anggota gerak, pasien bisa melakukan aktifitas mandiri.
diagnosa ketiga resiko penurunan curah jantung teratasi sebagian dengan data CRT :
<2 detik, akral hangat, pulsasi arteri perifer teraba kuat dan teratur. Diagnosa
keempat teratasi sebagian, dimana pasien tampak tenang dan tidak gelisah , data
pasien telah dilakukan edukasi mengenai tata laksana untuk mengurangi rasa cemas,
61
proses edukasi ini juga melibatkan keluarga.
5.2 Saran .
1. Pengkajian pada pasien dengan Hipertensi emergensi yang meliputi anamnesa,
pengkajian fisik dengan dilakukannya pengkajian nyeri dengan P,Q,R,S,T.
2. Perawat mampu melakukan penatalaksanaan hipertensi emergensi sesuai
dengan algoritama penatalaksanaan hipertensi emergensi
3. Perawat mampu mengaplikasikan asuhan keperawatan pada pasien dengan
hipertensi emergensi.
62
DAFTAR PUSTAKA
Alwi, I., Salim, S., Hidayat, R., Kurniawan, J., et al., (2016). Krisis
Hipertensi, dalam Penatalaksanaan di bidang Ilmu Penyakit Dalam.
Panduan praktis klinis cetakan ketiga. InternaPublishing. Jakarta. Hal
426-432
Amoah, E. M., Okai, D. E., Manu, A., Laar, A., Akamah, J., Torpey, K.
(2020). The Role of Lifestyle Factors in Controlling Blood Pressure
among Hypertensive Patients in Two Health Facilities in Urban Ghana:
A CrossSectional Study. Hindawi International Journal of
Hypertension. 2020(ID 9379128): 8.
https://doi.org/10.1155/2020/9379128
63
Australasian College for Emergency Medicine (ACEM). (2016). Guidelines
on The Implementation of The Australasian Triage Scale in Emergency
Departments. G24(V04). https://acem.org.au/getmedia/51dc74f7-9ff0-
42ce-872a-0437f3db640a/G24_04 Guidelines_on_Implementation
of_ATS Jul- 16.aspx
Bickley Lynn S & Szilagyi Peter G. (2018). Buku Saku Pemeriksaan Fisik
& Riwayat Kesehatan (p. 49).
Blumenthal, J. A., Hinderliter, A.L., Smith, P.J., Mabe, S., Watkins, L.L.,
Craighead, L., et al. (2021). Effects of Lifestyle Modification on Patients
With Resistant Hypertension: Results of the TRIUMPH Randomized
Clinical Trial. Circulation. 144:1212-1226. https://doi.org/ 10.1161/
CIRCULATIONAHA.121.055329
64
Instalasi Gawat Darurat Di Rsu. Gmibm Monompia Kotamobagu
Kabupaten Bolaang Mongondow. Jurnal Keperawatan, 4(2)
65
Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (PERKI). (2020).
Panduan Tatalaksana Penyakit Jantung Bawaan Dewasa. Retrived
from: https://inaheart.org/wp-content/uploads/ 2021/08/ PANDUAN
TATA LAKSANA PJBD.pdf
Turana, Y., Widyantoro, B., and Juanda, G.N., (2017). Hipertensi krisis
(emergensidan urgensi). In: Turana, Y., and Widyantoro, B., Buku Ajar
Hipertensi .Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia. Jakarta.
66
Cardiology/American Heart Association Task Force on Clinical
Practice Guidelines. Hypertension 2017.
67