Anda di halaman 1dari 74

DIKLAT RS JANTUNG & PEMBULUH DARAH HARAPAN KITA

ASUHAN KEPERAWATAN
PASIEN DENGAN HIPERTENSI EMERGENSI DI UNIT GP II
RAWAT INAP DEWASA
RUMAH SAKIT PUSAT JANTUNG DAN PEMBULUH DARAH
HARAPAN KITA JAKARTA

STUDI KASUS

DISUSUN OLEH:

1. Ferdinand Polii S.Kep.,Ns.


2. Ilham Sujandi A.Md,Kep.
3. Saniati S.Kep., Ns.
4. Ns.Mohammad Fery Erawan S.Kep.
5. I Wayan Widdhi Wedana S.Tr.Kep.

PELATIHAN KEPERAWATAN KARDIOVASKULAR TINGKAT DASAR


RS JANTUNG DAN PEMBULUH DARAH HARAPAN KITA JAKARTA
15 JUNI -13 SEPTEMBER 2022
HALAMAN PENGESAHAN

Studi Kasus ini diajukan oleh :

Nama :

6. Ferdinand Polii S.Kep.,Ns.


7. Ilham Sujandi A.Md,Kep.
8. Saniati S.Kep., Ns.
9. Ns.Mohammad Fery Erawan S.Kep.
10.I Wayan Widdhi Wedana S.Tr.Kep.

Program : Pelatihan Keperawatan Kardiovaskular Tingkat Dasar .

Judul Studi Kasus : ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN HIPERTENSI


EMERGENSI DI UNIT GP II RAWAT INAP DEWASA RUMAH
SAKIT PUSAT JANTUNG DAN PEMBULUH DARAH HARAPAN
KITA JAKARTA.

TIM PEMBIMBING

Pembimbing :

Ns. Ade Priyanto, S.Kep., Sp.KV ( )

Penguji I :

Ns. Yuyun Yuniaty, S.Kep ( )

Penguji II :

Tandang Susanto, S.Kep., Ners,, M.Kep. ( )

Ditetapkan di : Jakarta
Tanggal : Juli 2022

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan laporan Asuhan
Keperawatan Pasien dengan Hipertensi Krisis di Unit Gawat Darurat Pusat Jantung Nasional
Harapan Kita. Penyusunan makalah ini menjadi salah satu tugas lapangan yang harus
penulis kerjakan sebagai peserta Pelatihan Keperawatan Kardiovaskuler Tigkat Dasar
Angkatan IV 2022 di Pusat Jantung Nasional Harapan Kita Jakarta. Penyusunan makalah ini
tidak lepas dari bimbingan dan dukungan berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan
ini kami mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Dr. dr. Iwan Dakota, SpJP(K).,MARS.,FACC.,FESC., selaku direktur Rumah
Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita .
2. Ibu Tina Rahmawati, SM.MM selaku Kepala Instalasi Pendidikan Dan Pelatihan
RSJPDHK.
3. Bapak Ns. Ketut Arya Dharma, S.Kep., selaku kepala ruangan GP II (Rawat Inap
Dewasa) RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita .
4. Seluruh staf pengajar diklat yang telah memberikan ilmu dan bimbingan selama kami
mengikuti pelatihan .
5. Bapak Ns. Ade Priyanto, S.Kep,.Sp.KV selaku pembimbing lapangan dalam pembuatan
makalah.
6. Ibu Ns. Yuyun Yuniaty, S.Kep dan Bapak Tandang Susanto, S.Kep.,Ners.,M.Kep.
selaku tim penguji.
7. Bapak dan Ibu perawat GP II (Rawat Inap Dewasa) yang telah memfasilitasi,
memberikan arahan serta nasehat selama proses kegiatan studi kasus kami.
8. Teman-teman Pelatihan Keperawatan Kardiovaskuler Tingkat Dasar Angkatan VII, yang
selalu memberikan semangat dan motivasi.
Penyusun menyadari bahwa dalam penyusunan studi kasus ini masih terdapat
kekurangan, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun guna
penyempurnaan studi kasus ini.
Jakarta, Juli 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................... i


KATAPENGANTAR ...................................................................................... ii
DAFTAR ISI .................................................................................................... iii
DAFTAR TABEL ............................................................................................ v
DAFTAR GAMBAR........................................................................................ vi

BAB I. ……………………………………...……………………………….. 1
PENDAHULUAN .......................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang.................................................................…….................. 1
1.2 Tujan Studi Kasus ................................................................................... . 3
1.3 Manfaat Studi Kasus................................................................................. 4

BAB II …..…………………………………………………………………..... 5
TINJAUAN PUSTAKA ………………….………………..………………… 5
2.1 Definisi Hipertensi……………………………………………………….. 5
2.2 Klasifikasi Hipertensi…………………………………………………….. 5
2.3 Etiologi…………………………………………………………………… 8
2.4 Manifestasi Klinis………………………………………………………… 9
2.5 Patofisiologi………………………………………………………………. 11
2.6 Penatalaksanaan…………………………………………………………... 12
2.7 Pemeriksaan Penunjang…………………………………………………… 15
2.8 Konsep Asuhan Keperawatan Hipertensi…………………………………. 16

BAB III. …………………………………………............................................. 36


TINJAUAN KASUS…………………………………...……………………… 36
3.1 Identitas Pasien……………………………………………………………. 36
3.2 Anamnese…………………………………………………………………. 36
3.3 Diagnosa Keperawatan……………………………………………………. 45
3.4 Analisa Data………………………………………………………………. 46
3.5 Intervensi Keperawatan…………………………………………………… 48
3.6 Implementasi Dan Evaluasi Keperawatan………………………………… 54

iii
BAB IV……………………………………………………………………….. 60
PEMBAHASAN……………………………………………………................ 60

BAB V. ………………………………………………………………............. 63
PENUTUP……………………………………………………………………. 63

DAFTAR PUSTAKA

iv
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Klasifikasi Berdasarkan Tekanan Darah……………………….. 6

Tabel 2.2 Hipertensi Krisis, Emergensi dan Urgensi……………………... 6

Tabel 2.3 Ciri – Ciri Hypertensi………………………………………….. 6

Tabel 2.4 Karakteristik Klinis Hipertensi Emergensi…………………….. 7

Tabel 2.5 Organ Target Dan Komplikasi Hipertensi emergensi………..... 7

Tabel 2.6 Anamnesis Penderita Hipertensi………………………………. 10

Tabel 2.7 Obat-Obatan Anti Hipertensi Oral Untuk Penanganan

v
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Pathway Hipertensi………………………………………. 11

vi
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.

Penyakit jantung dan pembuluh darah (kardiovaskular) merupakan masalah


kesehatan utama di negara maju maupun negara berkembang. Hipertensi menjadi
penyebab kematian nomor satu di dunia setiap tahunnya. Hipertensi merupakan
penyebab kematian prematur terbanyak di seluruh dunia (WHO, 2021). Data World
Health Organization (WHO) tahun 2021 menunjukkan sekitar 1.28 miliar orang di dunia
menderita hipertensi, lebih dari 2/3 penderita hipertensi hidup di negara – negara
berkembang. Diperkirakan 46% dari penderita hipertensi dewasa tidak menyadari bahwa
mereka menderita hipertensi, hanya kurang lebih 42% yang terdiagnosis dan dalam
perawatan rutin di fasilitas pelayanan kesehatan. Menurut WHO (2021), komplikasi
yang dapat terjadi bila hipertensi tidak terkontrol adalah nyeri dada (angina), serangan
jantung, gagal jantung, detak jantung yang tidak teratur, kerusakan ginjal, dan stroke.
Komplikasi dapat dikelompokan menjadi Gangguan Penglihatan, Syaraf,
Jantung, Ginjal dan Serebral (Kemenkes, 2019). Menurut Kemenkes, Perilaku
masyarakat yang diharapkan dalam Indonesia Sehat 2025 adalah perilaku yang bersifat
proaktif untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah risiko terjadinya
penyakit, melindungi diri dari ancaman penyakit dan masalah kesehatan lainnya, sadar
hukum, serta berpartisipasi aktif dalam gerakan kesehatan masyarakat, termasuk
menyelenggarakan masyarakat sehat dan aman (safe community). Hipertensi disebut
sebagai the silent killer karena sering tanpa keluhan, sehingga penderita tidak
mengetahui dirinya menyandang hipertensi dan baru diketahui setelah terjadi
komplikasi. Hipertensi adalah pemyakit kronik yang tidak bisa disembuhkan. Jadi kalau
seseorang tekanan darahnya sudah mencapai target bukan berarti dia sembuh, tapi
terkontrol. Kalau sudah terkontrol diharapkan penyakit jantung, stroke, dan gagal ginjal,
resikonya akan menurun (Kemenkes RI, 2021)
Menurut IHME (Institute for Health Metrics and Evaluation) pada tahun 2020
di Indonesia, Hipertensi berada di urutan ke 8 sebagai penyebab kematian terbanyak
(23,4%). Penelitian tersebut juga menyatakan Tekanan darah tinggi merupakan Faktor
resiko nomor 1 untuk kematian dan disabilitas dikarenakan komplikasi (23,8%).
Estimasi jumlah kasus hipertensi di Indonesia sebesar 63.309.620 orang, sedangkan
angka kematian di Indonesia akibat hipertensi sebesar 427.218 kematian. Hipertensi

1
terjadi pada kelompok umur 31-44 tahun (31,6%), umur 45-54 tahun (45,3%), umur
55-64 tahun (55,2%). Dari prevalensi hipertensi sebesar 34,1% diketahui bahwa sebesar
8,8% terdiagnosis hipertensi dan 13,3% orang yang terdiagnosis hipertensi tidak minum
obat serta 32,3% tidak rutin minum obat. (Kemenkes, 2019).
Di Indonesia sendiri, prevelensi hipertensi berdasarkan Riset Kesehatan Dasar
(RISKESDAS) 2018, prevalensi hipertensi pada penduduk usia 18 tahun sebesar 34,1%,
tertinggi di Kalimantan Selatan (44.1%), sedangkan terendah di Papua sebesar (22,2%).
Hipertensi terjadi pada kelompok umur 31-44 tahun (31,6%), umur 45-54 tahun
(45,3%), dan umur 55-64 tahun (55,2%). Prevalensi Hipertensi di Provinsi DKI Jakarta
adalah 10,17%. Untuk kejadian hipertensi di Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah
Harapan Kita pada Tahun 2017 sebanyak 2812 kasus (Dakota, Iwan 2018). Menurut
Riset Kesehatan Dasar ( RISKESDAS ) 2018, Prevalensi hipertensi pada penduduk usia
18 tahun sebesar 34,1%, tertinggi di kalimantan selatan ( 44,1% ) dan Provinsi DKI
jakarta adalah 10,17 %. Untuk kejadian hipertensi di Rumah Sakit Jantung Dan
Pembuluh Darah Harapan Kita pada tahun 2015 sebanyak 3054 kasus, dan tahun 2017
sebanyak 2812 kasus ( Dakota, Iwan 2017 ). Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) tahun 2018, prevalensi merokok di Indonesia sebesar 28,8 % pada usia ≥ 10
tahun, dan konsumsi tembakau (hisap dan kunyah) sebesar 33,8 % pada usia ≥ 15 tahun.
Proporsi minuman beralkohol pada usia ≥ 10 tahun sebesar 3.3 %. Sedangkan untuk
angka kurangnya aktivitas fisik sebesar 33,5 % dan proporsi obesitas 21,8 %.
Menurut Djibu, Erni (2021) terdapat pengaruh antara peran perawat sebagai edukator
dengan kepatuhan minum obat. Penelitian yang dilakukan oleh Nurman, Muhammad
(2021) menyatakan bahwa terdapat hubungan pengetahuan, dukungan keluarga,
dukungan petugas dengan kepatuhan diet rendah garam pada penderita hipertensi.

Berdasarkan latar belakang tersebut, besarnya resiko terjadinya hipertensi,


khususnya hipertensi emergensi yang disertai dengan kerusakan organ target, maka kita sebagai
perawat dituntut untuk memiliki peranan penting dalam penanganan dan perawatan pasien
dengan hipertensi melalui ketrampilan dan pengetahuan yang mumpuni. Perawat sebagai
edukator dapat memberikan edukasi pada masyarakat yang berisiko mengalami
hipertensi, skrining dini serta edukasi terkait manajemen hipertensi, hususnya dalam
penanganan kasus-kasus pasien dengan hipertensi emergensi, perawat bias lebih
cekatan dalam penanganannya, sehimgga tidak menimbulkan komplikasi yang
memperberat bagi pasien.

2
1.2 Tujuan Studi Kasus .
Perawat mampu melakukan asuhan keperawatan pada pasien hipertensi secara
komprehensif.
1.2.1 Tujuan Umum:
Perawat mampu melakukan asuhan keperawatan pada pasien hipertensi secara
komprehensif melalui pendekatan proses asuhan keperawatan yang professional dan
sesuai standar yang benar.
1.2.2 Tujuan Khusus :
Perawat mampu melakukan pengkajian keperawatan pada pasien hipertensi;
a. Perawat mampu merumuskan dan membuat prioritas diagnosa keperawatan
pada pasien hipertensi.
b. Perawat mampu menyusun hasil/luaran yang akan dicapai serta intervensi
keperawatan pada pasien hipertensi.
c. Perawat mampu melaksanakan intervensi/tindakan keperawatan, baik yang
bersifat mandiri maupun kolaboratif pada pasien hipertensi.
d. Perawat mampu melaksanakan evaluasi dari tindakan keperawatan yang telah
dilakukan pada pasien dengan hipertensi.

1.3 Manfaat Studi Kasus .


Adapun manfaat dari penelitian ini adalah :
1. Bagi Peneliti .
Manfaat bagi peneliti adalah agar peneliti dapat menegakkan diagnosa dan intervensi
dengan tepat untuk pasien dengan masalah keperawatan pada system peredaran
darah, khususnya dengan pasien yang mengalami hipertensi, sehingga perawat dapat
melakukan tindakan keperawatan denga tepat
2. Bagi Tempat Penelitian.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan atau saran dan bahan
dalam merencanakan asuhan keperawatan, sehingga pihak rumah sakit dapat
meningkatkan penanganan asuhan keperawatan pada pasien dengan hipertensi.
3. Bagi Perkembangan Ilmu Keperawatan .

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dalam ilmu keperawatan
dan dapat melalukan asuhan keperawatan pada pasien dengan hipertensi yang
dirawat dirumah sakit sehingga dapat mengurangi bertambahnya angka kesakitan.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Hipertensi


Hipertensi adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami peningkatan
tekanan darah diatas normal yang dapat mengakibatkan angka kesakitan (morbiditas)
dan angka kematian (mortalitas). Hipertensi berarti tekanan darah di dalam pembuluh-
pembuluh darah sangat tinggi yang merupakan pengangkut darah dari jantung yang
memompa darah keseluruh jaringan dan organ-organ tubuh (Aryantiningsih & Silaen,
2018).
Menurut Sutanto (2019), hipertensi merupakan penyakit kronik akibat desakan
darah yang berlebihan dan hampir tidak konstan pada pembuluh arteri yang berkaitan
dengan meningkatnya tekanan pada arterial sistemik, baik diastolik maupun sistolik,
atau bahkan keduanya secara terus-menerus. Hipertensi atau tekanan darah tinggi
adalah kondisi ketika tekanan darah di atas 130/80 mmHg atau lebih. Jika tidak segera
ditangani, hipertensi bisa menyebabkan munculnya penyakit-penyakit serius yang
mengancam nyawa, seperti gagal jantung, penyakit ginjal, dan stroke (Tamin 2020).
Hipertensi memiliki istilah silent killer atau penyakit yang membunuh secara
diam-diam. hipertensi sering kali tidak menimbulkan gejala sehingga membuat
penderita hipertensi mengalami ketidakpatuhan dalam meminum obat dan tidak
menjaga pola makan tanpa memikirkan akibat komplikasi yang akan terjadi
dikemudian hari. (klik dokter 2020). Pengukuran tekanan darah merupakan salah satu
upaya pengendalian untuk mencegah hipertensi dan mengurangi komplikasi. (Badan
Litbangkes, Kementrian Kesehatan RI, 2020).

2.2 Klasifikasi Hipertensi


American Heart Association (AHA) mengklasifikasikan hipertensi menjadi
dua tipe, yakni hipertensi berdasarkan nilai tekanan darah dan hipertensi krisis.

4
Tabel 2.1
Klasifikasi berdasarkan tekanan darah (AHA,2017)
Kategori Sistolik Diastolik
(mmHg) (mmHg)
Normal < 120 dan < 80
Elevated 120-129 dan/atau < 80
Hipertensi Tingkat 1 130-139 dan/atau 80-89
Hipertensi Tingkat 2 ≥140 dan/atau ≥ 90

Tabel 2.2
Hipertensi Krisis: Emergensi dan Urgensi (AHA, 2017)

Hipertensi Krisis Sistolik Diastolik


(mmHg) (mmHg)
Hipertensi urgensi >180 mmHg dan/atau >120 mmHg
Hipertensi emergensi >180 mmHg dengan >120 mmHg dengan
kerusakan organ target kerusakan organ target

Hipertensi emergensi adalah keadaan gawat medis ditandai dengan tekanan


darah sistolik > 180 mmHg dan atau diastolik > 120 mmHg, disertai kerusakan organ
target akut (Aronow, 2017).
Table 2.3
Ciri-ciri hipertensi emergensi

1. Keadaan gawat medis


2. Tekanan darah sangat tinggi
3. Peningkatan tekanan darah sangat berat
4. Peningkatan tekanan darah terjadi secara mendadak
5. Terjadi kerusakan organ target (baru, progresif, memburuk, akut)
6. Kejadian serebrovaskular akut, syndrome coroner akut, edema paru akut,
disfungsi ginjal akut, hipertensif enselopati, infark serebri, perdarahan
intracranial, iskemi miocard atau infark, disfungsi ventrikel kiri akut,
diseksi aorta, atau eklampsia

5
7. Memerlukan penurunan tekanan darah segera ( dalam waktu menit / jam)
Sumber : Elliot et al., 2013 ; Ram, 2014; Turana et al., 2017; Aronow, 2017;
Whelton 2017; Vidt, 2004 ; Alwi et al., 2016
Table 2.4
Karakteristik klinis hipertensi emergensi
1. Tekanan darah  Biasanya > 220/140 mmhg
2. Temuan funduscopi  Perdarahan , exudates, papilledema,
 Sakit kepala, bingung, mengantuk,
3. Status neurologi pingsan, penglihatan kabur, kejang,
gangguan neurologi fokal, koma
 Pulsasi apek kordis prominen,
kardiomegali, gagal jantung kongestif
4. Temuan jantung
 Azotemia, proteinuria, oliguria
 Mual, muntah

5. Gejala ginjal
6. Gejala saluran cerna
Sumber : Vidt, 2004; Alwi et al., 2016
Tabel 2.5
Organ target dan komplikasi pada hipertensi emergensi
Organ target Komplikasi
Otak Ensefalopati hipertensi
Infark serebral
Perdarahan intra serebral
Retinopati
Jantung Syndrome coroner akut
Gagal jantung akut

Aorta Diseksi aorta


Ginjal Gagal ginjal akut
Plasenta eklampsia
Sumber : Cuspidi and Pessina, 2014 ; Turana et al., 2017

2.3 Etiologi
6
Berikut ini adalah penyebab hipertensi emergensi (Alwi et al., 2016):
▪ Kondisi serebrovaskular : ensefalopati hipertensi, infark otak aterotrombotik dengan
hipertensi berat, pendarahan intraserebral, pendarahan subaranoid, dan trauma kepala.
▪ Kondisi jantung: diseksi aorta akut, gagal jantung kiri akut infark miokard akut, pasca
operasi bypass koroner.
▪ Kondisi ginjal: Glomerulo nefritis akut, hipertensi renovaskular, krisis renal karena
penyakit kolagen-vaskular, hipertensi berat pasca transplantasi ginjal.
▪ Akibat ketokolamin di sirkulasi: krisis feokromositoma, interaksi makanan atau obat
dengan MAO inhibitor, penggunaan obat simpatomimetik, mekanisme rebound akibat
penghentian mendadak obat antihipertensi, hiperrefleksi otomatis pasca cedera korda
spinalis.
▪ Eklampsia
▪ Kondisi bedah: hipertensi berat pada pasien yang memerlukan operasi segera, hipertensi
pasca operasi, pendarahan pasca operasi dari garis jahitan vaskular.
▪ Luka bakar berat.
▪ Epistaksis berat.
▪ Thrombotic thrombocytopenic purpura.

Hipertensi emergensi bisa terjadi pada keadaan-keadaan sebagai berikut (Turana et al.,
2017):
 Penderita hipertensi yang tidak meminum obat atau minum obat antihipertensi
tidak teratur.
 Kehamilan.
 Penggunaan NAPZA.
 Penderita dengan rangsangan simpatis yang tinggi seperti luka bakar berat,
phaeochromocytoma, penyakit kolagen, penyakit vaskular, trauma kepala.
 Penderita hipertensi dengan penyakit parenkim ginjal.
2.4 Manifestasi Klinis
Keluhan yang dapat muncul antara lain: nyeri kepala, gelisah, palpitasi, pusing,
leher kaku, penglihatan kabur, nyeri dada, mudah lelah, lemas dan impotensi. Nyeri
kepala umumnya pada hipertensi berat, dengan ciri khas nyeri regio oksipital
terutama pada pagi hari. Anamnesis identifikasi faktor risiko penyakit jantung,
penyebab sekunder hipertensi, komplikasi kardiovaskuler, dan gaya hidup pasien.

7
Perbedaan Hipertensi Esensial dan sekunder Evaluasi jenis hipertensi dibutuhkan
untuk mengetahui penyebab. Peningkatan tekanan darah yang berasosiasi dengan
peningkatan berat badan, faktor gaya hidup (perubahan pekerjaan menyebabkan
penderita bepergian dan makan di luar rumah), penurunan frekuensi atau intensitas
aktivitas fisik, atau usia tua pada pasien dengan riwayat keluarga dengan hipertensi
kemungkinan besar mengarah ke hipertensi esensial. Labilitas tekanan darah,
mendengkur, prostatisme, kram otot, kelemahan, penurunan berat badan, palpitasi,
intoleransi panas, edema, gangguan berkemih, riwayat perbaikan koarktasio, obesitas
sentral, wajah membulat, mudah memar, penggunaan obat-obatan atau zat terlarang,
dan tidak adanya riwayat hipertensi pada keluarga mengarah pada hipertensi sekunder
(Adrian, 2019).

Tabel 2.6 Anamnesis penderita hipertensi


Faktor Risiko
Riwayat hipertensi, penyakit jantung, stroke, penyakit ginjal pribadi dan di
keluarga
Riwayat faktor risiko pribadi dan di keluarga (contoh: hiperkolesterolemia
familial)
Riwayat merokok
Riwayat diet dan konsumsi garam Konsumsi alcohol
Kurang aktivitas fisik/ gaya hidup tidak aktif Riwayat disfungsi ereksi
Riwayat tidur, merokok, sleep apnoea (informasi juga dapat diberikan oleh
pasangan)
Riwayat hipertensi pada kehamilan/pre-eklampsia

Kemungkinan Hipertensi Sekunder


Awitan hipertensi derajat 2 atau 3 usia muda (< 40 tahun), perkembangan
hipertensi tiba-tiba, atau tekanan darah cepat memburuk pada pasien usia tua
Riwayat penyakit ginjal/traktus urinarius
Penggunaan obat/penyalahgunaan zat/terapi lainnya: kortikosteroid,
vasokonstriktor nasal, kemoterapi, yohimbine, liquorice
Episode berulang berkeringat, nyeri kepala, ansietas, atau palpitasi, sugestif
phaeochromocytoma

8
Riwayat hipokalemia spontan atau terprovokasi diuretik, episode kelemahan
otot, dan tetani (hiperaldosteronisme)
Gejala penyakit tiroid/ hiperparatiroidisme
Riwayat kehamilan saat ini dan/atau penggunaan kontrasepsi oral
Riwayat sleep apnoea

Riwayat dan Gejala Hypertension Mediated Organ Damage (HMOD),


Penyakit kardiovaskuler, Stroke, Penyakit Ginjal
Otak dan mata: Nyeri kepala, vertigo, sinkop, gangguan penglihatan, transient
ischemic attact (TIA), defisit motorik atau sensorik, stroke, revaskulerisasi
karotis, gangguan kognisi, demensia (pada lanjut usia)
Jantung: Nyeri dada, sesak napas, edema, infark miokard, revaskulerisasi
koroner, sinkop, riwayat berdebar-debar, aritmia (terutama AF), gagal jantung
Ginjal: Haus, poliuria, nokturia, hematuria, infeksi traktus urinarius
Arteri perifer: Ekstremitas dingin, klaudikasio intermiten, jarak berjalan bebas
nyeri, nyeri saat istirahat, revaskulerisasi perifer
Riwayat Penyakit Ginjal Kronis (contoh: penyakit ginjal polikistik) pribadi
atau keluarga

Penggunaan Obat Anti-hipertensi


Penggunaan obat antihipertensi sekarang/dahulu, termasuk efektivitas dan
intoleransi pengobatan sebelumnya
Ketaatan berobat
Sumber : (Adrian, 2019)

9
2.5 Patofisiologi

Gambar 2.1. Pathway Hipertensi


(Sumber : ( WOC ) dengan menggunakan Standar Diganosa Keperawatan Indonesia
dalam PPNI,2017).
Mekanisme terjadinya krisis hipertensi masih belum cukup dimengerti. Diduga
hal ini dipicu oleh kegagalan fungsi autoregulasi dalam menjaga aliran darah yang sesuai
untuk mengkompensasi peningkatan resistensi vaskular sistemik. Endotelium memiliki
peran utama dalam mengatur tekanan darah. Endotelium mengeluarkan nitric oxide dan
prostacyclin yang dapat memodulasi tekanan vaskular. Disamping itu peran sistem renin
angiotensin juga sangat mempengaruhi terjadinya krisis hipertensi. (Pramana, 2020)
Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah
sebagai respon rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang, mengakibatkan
tambahan aktivitas vasokonstriksi. Medulla adrenal mensekresi epinefrin, yang
menyebabkan vasokonstriksi. Korteks adrenal mensekresi kortisol dan steroid lainnya,
yang dapat memperkuat respon vasokonstriktor pembuluh darah. Vasokonstriksi yang
mengakibatkan penurunan aliran ke ginjal, menyebabkan pelepasan renin. Renin yang
dilepaskan merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi

10
angiotensin II , yang merupakan vasokontriktor kuat, yang pada akhirnya merangsang
sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air
oleh tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume instravaskuler. Semua factor
tersebut cenderung menyebabkan hipertensi (Aspiani, 2016).
2.6 Penatalaksanaan .
Tujuan deteksi dan penatalaksanaan hipertensi adalah menurunkan risiko
penyakit kardiovaskular dan mortalitas serta morbiditas yang berkaitan. Tujuan terapi
adalah mencapai dan mempertahankan tekanan sistolik dibawah 140 mmHg dan tekanan
distolik dibawah 90 mmHg dan mengontrol factor risiko. Hal ini dapat dicapai melalui
modifikasi gaya hidup saja, atau dengan obat antihipertensi (Aspiani, 2016).
Menurut PERHI, 2021, Pola hidup sehat dapat mencegah ataupun
memperlambat awitan hipertensi dan dapat mengurangi risiko kardiovaskular. Pola hidup
sehat juga dapat memperlambat ataupun mencegah kebutuhan terapi obat pada hipertensi
derajat 1, namun sebaiknya tidak menunda inisiasi terapi obat pada pasien dengan
HMOD atau risiko tinggi kardiovaskular. Pola hidup sehat telah terbukti menurunkan
tekanan darah yaitu pembatasan konsumsi garam dan alkohol, peningkatan konsumsi
sayuran dan buah, penurunan berat badan dan menjaga berat badan ideal, aktivitas fisik
teratur, serta menghindari rokok
Pengobatan hipertensi emergensi tergantung pada jenis kerusakan organ. Pada
stroke iskemik akut tekanan darah diturunkan secara perlahan, namun pada kasus edema
paru akut atau diseksi aorta dan sindroma koroner akut maka penurunan tekanan darah
dilakukan dengan agresif. Penurunan tekanan darah bertujuan menurunkan hingga < 25%
MAP pada jam pertama, dan menurun perlahan setelah itu. Obat yang akan digunakan
awalnya intravena dan selanjutnyasecara oral, merupakan pengobatan yang
direkomendasikan (Turana et al., 2017).
Pada orang dewasa dengan hipertensi emergensi, disarankan masuk ke unit
perawatan intensif (ICU), dilakukan pemantauan secara terus-menerus terhadap tekanan
darah dan kerusakan organ target dengan pemberian obat parenteral yang tepat. Tekanan
darah sistolik harus dikurangi menjadi < 140 mmHg selama satu jam pertama dan < 120
mmHg pada diseksi aorta (Whelton et al., 2017).
Rekomendasi spesifik ACC/AHA 2017 (Whelton et al., 2017):
a) Tidak ada bukti secara RCT bahwa obat antihipertensi mengurangi morbiditas atau
mortalitas pada pasien dengan hipertensi emergensi. Namun dari pengalaman klinik
sangat mungkin terapi antihipertensi bermanfaat untuk hipertensi emergensi. Juga tidak

11
ada bukti secara RCT kualitas tinggi untuk memberi tahu klinisi tentang golongan obat
antihipertensi lini pertama mana yang memberi manfaat lebih banyak daripada bahaya
pada hipertensi emergensi. Namun, 2 percobaan telah menunjukkan bahwa nicardipine
mungkin lebih baik daripada labetalol dalam mencapai target tekanan darah jangka
pendek. Karena autoregulasi perfusi jaringan terganggu pada hipertensi emergensi,
continuous infusion of shortacting titratable antihypertensive agents seringkali lebih baik
untuk mencegah kerusakan organ target lebih lanjut.
b) Kondisi memaksa penurunan tekanan darah secara cepat hingga < 140 mmHg pada
jam pertama pengobatan meliputi diseksi aorta, preeklamsia berat atau eklampsia, dan
pheochromocytoma dengan krisis hipertensi.
c) Tidak ada bukti secara RCT yang membandingkan strategi yang berbeda untuk
mengurangi tekanan darah dan tidak ada bukti secara RCT yang menyarankan seberapa
cepat atau berapa banyak tekanan darah yang harus diturunkan pada hipertensi
emergensi. Namun, pengalaman klinik menunjukkan bahwa pengurangan tekanan darah
berlebihan dapat menyebabkan atau berkontribusi pada iskemia ginjal, serebral, atau
coroner dan harus dihindari. Dengan demikian, dosis komprehensif obat antihipertensi
intravena atau bahkan oral untuk menurunkan tekanan darah dengan cepat bukan tanpa
risiko. Pembebanan dosis oral obat antihipertensi dapat menimbulkan efek kumulatif
yang menyebabkan hipotensi setelah dikeluarkan dari ruang perawatan.
Manajemen untuk krisis hipertensi ACC/AHA 2017 (Whelton et al, 2017):
1) Apabila kita menghadapi pasien dengan tekanan darah yang sangat tinggi tekanan
darah sistolik > 180 dan atau tekanan darah diastolik > 120 mmHg maka perhatikanlah
apakah ada kerusakan organ target yang baru / progresif / perburukan.
a) Apabila iya, maka diagnosisnya adalah hipertensi emergensi dan rawat di ICU.
b) Apabila tidak, mungkin ada peningkatan tekanan darah saja dan lakukan evaluasi /
berikan obat antihipertensi oral dan follow up selanjutnya.
2) Pasien hipertensi emergensi yang dirawat di ICU, apakah terjadi diseksi aorta,
preeclampsia / eklampsia berat, krisis preokromositoma.
a) Apabila iya, turunkan TDS < 140 mmHg pada 1 jam pertama dan < 120 mmHg
pada diseksi aorta.
b) Apabila tidak, turunkan tekanan darah maksimal 25% pada 1 jam pertama,
selanjutnya turunkan sampai 160/110 mmHg pada jam kedua sampai jam keenam,
dan selanjutnya dapat diturunkan sampai tekanan darah normal pada 24-48 jam.
2.7 Obat pilihan hipertensi emergensi dengan komorbiditasnya

12
Sumber: ACC/AHA 2017 (Whelton et al, 2017)

2.7 Pemeriksaan Penunjang


a. Laboratorium .
a) Albuminuria pada hipertensi karena kelainan parenkim ginjal.
b) Kreatinin serum dan BUN meningkat pada hipertensi karena parenkim ginjal
dengan gagal ginjal akut.
c) Darah perifer lengkap.
d) Kimia darah (kalium, natrium, keratin, gula darah puasa)
b. EKG.
a) Hipertrofi ventrikel kiri.
b) Iskemia atau infark miocard.
c) Peninggian gelombang P.

13
d) Gangguan konduksi.
c. Foto Rontgen.
a) Bentuk dan besar jantung Noothing dari iga pada koarktasi aorta.
b) Pembendungan, lebar paru.
c) Hipertrofi parenkim ginjal.
d) Hipertrofi vascular ginjal

(Aspiani, 2016).
2.8 Konsep Asuhan Keperawatan Hipertensi
2.8.1 Pengkajian keperawatan
a. Identitas klien.
Meliputi : Nama, umur, tempat tanggal lahir, jenis kelamin, alamat, pekerjaan,
suku / bangsa, agama, status perkawinan, tanggal masuk rumah sakit (MRS),
nomor register, dan diagnosa medik.
b. Identitas Penanggung Jawab.
Meliputi : Nama, umur, jenis kelamin, alamat, pekerjaan, serta status
hubungan dengan pasien
c. Keluhan utama .
Keluhan yang dapat muncul antara lain: nyeri kepala, gelisah, palpitasi,
pusing, leher kaku, penglihatan kabur, nyeri dada, mudah lelah, dan
impotensi .
d. Riwayat kesehatan sekarang .
Pengkajian yang mendukung keluhan utama dengan memberikan pertanyaan
tentang kronologi keluhan utama. Keluhan lain yang menyerta biasanya : sakit
kepala , pusing, penglihatan buram, mual ,detak jantung tak teratur, nyeri
dada.
e. Riwayat kesehatan dahulu .
Kaji adanya riwayat penyakit hipertensi , penyakit jantung, penyakit ginjal,
stroke. Penting untuk mengkaji mengenai riwayat pemakaian obat-obatan
masa lalu dan adanya riwayat alergi terhadap jenis obat.
f. Riwayat kesehatan keluarga.
Kaji didalam keluarga adanya riwayat penyakit hipertensi , penyakit
metabolik, penyakit menular seperi TBC, HIV, infeksi saluran kemih, dan
penyakit menurun seperti diabetes militus, asma, dan lain-lain

14
g. Aktifitas dan istirahat .
1) Gejala : kelemahan, letih, nafas pendek, gaya hidup monoton.
2) Tanda : frekuensi jantung meningkat, perubahan irama jantung, takipnea
h. Sirkulasi .
1) Gejala :
a) Riwayat hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung koroner/ katup dan
penyakit serebrovaskuler .
b) Episode palpitasi .
2) Tanda :
a) Peningkatan tekanan darah.
b) Nadi denyutan jelas dari karotis,ugularis,radialis, takikardia.
c) Murmur stenosis vulvular .
d) Distensi vena jugularis .
e) Kulit pucat,sianosis ,suhu dingin (vasokontriksi perifer).
f) Pengisian kapiler mungkin lambat / tertunda.
i. Integritas ego.
1) Gejala : riwayat perubahan kepribadian, ansietas, factor stress multiple
(hubungan, keuangan, yang berkaitan dengan pekerjaan).
2) Tanda : letupan suasana hati, gelisah, penyempitan perhatian, tangisan
meledak, otot uka tegang, menghela nafas, peningkatan pola bicara.
j. Eliminasi
1) Gejala : gangguan ginjal saat ini (seperti obstruksi) atau riwayat penyakit
ginjal pada masa yang lalu.
k. Makanan dan cairan .
1) Gejala :
a) Makanan yang disukai yang mencakup makanan tinggi garam, lemak
serta kolesterol .
b) Mual, muntah dan perubahan berat badan saat ini (meningkat/turun) .
c) Riwayat penggunaan diuretic
2) Tanda :
a) Berat badan normal atau obesitas .
b) Adanya edema .
c) Glikosuria .
l. Neurosensori .

15
1) Gejala :
a) Keluhan pening / pusing, berdenyut, sakit kepala, suboksipital (terjadi
saat bangun dan menghilang secara spontan setelah beberapa jam).
b) Gangguan penglihatan (diplopia, penglihatan abur, epistakis) .
2) Tanda :
a) Status mental, perubahan keterjagaanm orientasi, pola/ isi bicara, efek,
proses piker.
b) Penurunan kekuatan genggaman tangan.
m. Nyeri dan ketidaknyamanan.
Gejala : angina ( penyakit arteri koroner / keterlibatan jantung), sakit kepala
n. Pernapasan .
1) Gejala :
a) Disnea yang berkaitan dari aktivitas/ kerja, takipnea, ortopnea. Dispnea
.
b) Batuk dengan / tanpa pembentukan sputum .
c) Riwayat merokok .
2) Tanda :
a) Distress pernapasan / penggunaan otot aksesori pernapasan.
b) Bunyi napas tambahan (crakles/mengi) .
c) Sianosis.
o. Keamanan .
Gejala : gangguan koordinasi/ cara berjalan, hipotensi postural.

p. Penyuluhan .
Gejala :
a. Factor risiko keluarga: hipertensi,aterosklerosis, penyakit jantung, diabetes
mellitus.
b. Factor lain, seperti orang afrika-amerika, asia tenggara, penggunaan pil
KB atau hormone lain, penggunaan alcohol/obat.
q. Rencana pemulangan .
Bantuan dengan pemantau diri tekanan darah/ perubahan dalam terapi obat.
2.8.2 Diagnosa keperawatan .
Diagnosa keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai respons klien
terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya baik yang

16
berlangsung actual maupun potensial. Diagnosis keperawatan bertujuan untuk
mengidentifikasi respons klien individu, keluarga dan komunitas terhadap situasi yang
berkaitan dengan kesehatan (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017).
1) Nyeri akut ( D.0077 ) .
Definisi : Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan
jaringan actual atau fungsional, dengan onset mendadak atau lambat dan berintensitas
ringan hingga berat yang berlangsung kurang dari 3 bulan.
Penyebab : Agen pencedera fisiologis ( mis : inflamasi, iskemia, neoplasma).
Batasan Karakteristik :
a. Kriteria Mayor :
2) Subjektif : mengeluh nyeri.
3) Objektif : tampak meringis, bersikap protektif (mis : waspada, posisi
menghindar nyeri), gelisah, frekuensi nadi meningkat, sulit tidur.
b. Kriteria Minor :
1) Subjektif : tidak ada .
2) Objektif : tekanan darah meningkat, pola nafas berubah, nafus makan berubah,
proses berfikir terganggu, menarik diri, berfokus pada diri sendiri, diaforesis.

Kondisi Klinis Terkait :


a. Kondisi pembedahan .
b. Cedera traumatis .
c. Infeksi .
d. Sindrom koroner akut .
e. Glaukoma
2) Perfusi perifer tidak efektif (D.0009)
Definisi : penurunan sirkulasi darah pada level kalpiler yang dapat menggangu
metabolisme tubuh
Penyebab : peningkatan tekanan darah
Batasan Karakteristik :
a. Kriteria Mayor :
1) Subyektif : (tidak tersedia) .
2) Objektif : pengisian kapiler >3 detik, nadi perifer menurun atau tidak teraba,
akral teraba dingin, warna kulit pucat, turgor kulit menurun.
b. Kriteria Minor :

17
1) Subyektif : parastesia , nyeri ekstremitas (klaudikasi intermiten).
2) Objektif : edema, penyembuhan luka lambat, indeks anklebrachial < 0,90,
bruit femuralis .

Kondisi klinis terkait :

a. Tromboflebitis .
b. Diabetes mellitus.
c. Anemia .
d. Gagal jantung kongestif .
e. Kelainan jantung congenital.
f. Thrombosis arteri.
g. Varises.
h. Thrombosis vena dalam.
i. Sindrom kompartemen
3) Hipervolemia (D.0022) .
Definisi: peningkatan volume cairan intravaskuler, interstisiel, dan/atau intraseluler.
Penyebab: gangguan mekanisme regulasi .
Batasan karakteristik :
a. Kriteria Mayor :
1) Subyektif : ortopnea , dispnea, paroxysmal nocturnal dyspnea (PND) .
2) Objektif : Edema anasarka dan/atau edema perifer, berat badan meningkat
dalam waktu singkat, jugular venous pressure (JVP) dan/atau Central Venous
pressure (CVP) meningkat , refleks hepatojugular positif.
b. Kriteria Minor :
1) Subyektif : (tidak tersedia) .
2) Objektif : Distensi vena jugularis,suara nafas tambahan, hepatomegali, kadar
Hb/Ht turun, oliguria, intake lebih banyak dari output, kongesti paru.
Kondisi klinis terkait :
a. Penyakit ginjal : gagal ginjal akut/ kronis, sindrom nefrotik.
b. Hipoalbuminemia .
c. Gagal jantung kongesif .
d. Kelainan hormone .
e. Penyakit hati (mis. Sirosis, asietas, kanker hati ) .
f. Penyakit vena perifer (mis. Varises vena, thrombus vena, phlebitis).

18
g. Imobilitas
4) Intoleransi aktivitas (D.0056) .
Definisi : ketidakcukupan energi untuk melakukan aktivitas seharihari
Penyebab : kelemahan.
Batasan karakteristik :
a. Kriteria Mayor :
1) Subyektif : mengeluh lelah.
2) Objektif : frekuensi jantung meningkat >20 % dan kondisi istirahat
b. Kriteria Minor :
1) Subyektif : dispnea saat / setelah aktivitas , merasa tidak nyaman setelah
beraktivitas , merasa lelah.
2) Objektif : tekanan darah berubah >20% dari kondisi istirahat , gambaran EKG
menunjukan aritmia dan iskemia. Sianosis .
Kondisi Klinis Terkait :
a. Anemia .
b. Gagal jantung kongesif.
c. Penyakit jantung koroner.
d. Penyakit katup jantung.
e. Aritmia.
f. Penyakit paru obstruktif kronis ( PPOK).
g. Gangguan metabolic.
h. Gangguan musculoskeletal.
5) Defisit Pengetahuan ( D.0111) .
Definisi : ketiadaan atau kurangnya informasi kognitif yang berkaitan dengan topic
tertentu.
Penyebab : kurang minat dalam belajar
Batasan karakteristik :
a. Kriteria Mayor :
1) Subjektif : Menanyakan masalah yang dihadapi.
2) Objektif : menunjukan perilaku tidak sesuai anjuran , menunjukan persepsi
yang keliru terhadap masalah.
b. Kriteria Minor :
1) Subjektif : ( tidak tersedia ).

19
2) Objektif : menjalani pemeriksaan yang tidak tepat , menunjukan perilaku
berlebihan ( mis . apatis, bermusuhan, agitasi, hysteria ).

Kondisi klinis terkait :


a. Kondisi klinis ysng baru dihadapi oleh klien .
b. Penyakit akut.
c. Penyakit kronis
6) Ansietas ( D.0080)
Definisi : kondisi emosi dan pengalaman subyektif individu terhadap objek yang tidak
jelas dan spesifik akibat antisipasi bahaya yang memungkinkan individu melakukan
tindakan untuk menghadapi ancaman.
Penyebab : kurang terpapar informasi.
Batasan Karakteristik :
a. Kriteria Mayor :
1) Subjektif : merasa bingung , merasa khawatir dengan akibat dari kondisi yang
dihadapi , sulit berkonsentrasi.
2) Objektif : tampak gelisah , tampak tegang , sulit tidur .
b. Kriteria Minor :
1) Subjektif : mengeluh pusing , Anoreksia , palpitasi ,merasa tidak berdaya.
2) Objektif : freuensi nafas meningkat , frekuensi nadi meningkat, tekanan darah
meningkat , diaphoresis , tremor , muka tampak pucat , suara bergetar , kontak
mata buruk, sering berkemih , berorrientasi pada masa lalu.
Kondisi Klinis Terkait :
a. Penyakit kronis progresif (mis. Kanker, penyakit autoimun).
b. Penyakit akut.
c. Hospitalisasi.
d. Rencana operasi.
e. Kondisi diagnosis penyakit belum jelas.
f. Penyakit neurologis.
g. Tahap tumbuh kembang.
7) Resiko Penurunan curah Jantung ( D.00 11)
Definisi : Beresiko mengalami pemompaan jantung yang tidak adekuat untuk
memenuhi kebutuhan metabolism tubuh.
Factor Risiko : Perubahan afterload.

20
Kondisi Klinis Terkait :
a. Gagal jantung kongesif.
b. Sindrom koroner akut.
c. Gangguan katup jantung (stenosis/regurgitasi aorta, pulmonalis, trikupidalis , atau
mitralis ).
d. Atrial/ventricular septal defect.
e. Aritmi .
8) Resiko Jatuh ( D.0143) .
Definisi : Beresiko mengalami keruskan fisik dan gangguan kesehatan akibat terjatuh.
Faktor Risiko :
1. Usia ≥ 65 tahun (pada dewasa ) atau ≤ 2 tahun ( pada anak).
2. Riwayat jatuh.
3. Anggota gerak bawah prosthesis (buatan).
4. Penggunaan alat bantu berjalan .
5. Penurunan tingkat kesadaran.
6. Perubahan fungsi kognitif.
7. Lingkungan tidak aman (mis. Licin, gelap, lingkungan asing).
8. Kondisi pasca operasi.
9. Hipotensi ortostatik.
10. Perubahan kadar glukosa darah.
11. Anemia.
12. Kekuatan otot menurun.
13. Gangguan pendengaran.
14. Gangguan kesimbangan.
15. Gangguan penglihatan (mis. Glaucoma, katarak,ablasio, retina, neuritis
optikus).
16. Neuropati.
17. Efek agen farmakologis (mis. Sedasi, alcohol, anastesi umum).
Kondisi klinis terkait :
a. Osteoporosis.
b. Kejang.
c. Penyakit sebrovaskuler.
d. Katarak.
e. Glaucoma.

21
f. Demensia.
g. Hipotensi.
h. Amputasi.
i. Intoksikasi.
j. Preeklampsi.
2.8.3 Intervensi Keperawatan

Intervensi keperawatan adalah segala treatment yang dikerjakan oleh perawat


didasarkan pada pengetahuan dan penilaian klinis untuk mencapai luaran (outcome) yang
diharapkan. Sedangkan tindakan keperawatan adalah perilaku atau aktivitas spesifik yang
dikerjakan oleh perawat untuk mengimplementasikan intervensi keperawatan. Tindakan pada
intervensi keperawatan terdiri atas observasi, terapeutik, edukasi dan kolaborasi (PPNI, 2018)

22
Diagnosa Keperawatan Tujuan Kriteria Hasil Intervensi
1. Nyeri akut b.d agen Setelah dilakukan tindakan Tingkat nyeri ( L.08066) Manajemen nyeri ( I.08238)
pencedera fisiologis keperawatan diharapkan tingkat 1) Pasien mengatakan nyeri 1) Identifikasi lokasi,
(mis:iskemia). nyeri menurun. berkurang dari skala 7 karakteristik nyeri, durasi,
menjadi 2. frekuensi, intensitas nyeri .
2) Pasien menunjukan 2) Identifikasi skala nyeri .
ekspresi wajah tenang. 3) Identifikasi faktor yang
3) Pasien dapat beristirahat memperberat dan
dengan nyaman. memperingan nyeri .
4) Berikan terapi non
farmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri (mis:
akupuntur, terapi musik
hopnosis, biofeedback, teknik
imajinasi terbimbing, kompres
hangat/dingin).
5) Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri (mis:
suhu ruangan, pencahayaan,

23
kebisingan).
6) Anjurkan memonitor nyeri
secara mandiri .
7) Ajarkan teknik non
farmakologis untuk
mengurangi nyeri .
8) Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu.
2. Perfusi perifer tidak efektif Setelah dilakukan tindakan Perfusi perifer (L.02011) Pemantauan tanda vital. (I.02060 )
b.d peningkatan tekanan keperawatan diharapkan perfusi 1) Nadi perifer teraba kuat. 1) Memonitor tekanan darah.
darah. perifer meningkat. 2) Akral teraba hangat. 2) Memonitor nadi (frekuensi,
3) Warna kulit tidak pucat. kekuatan, irama).
3) Memonitor pernapasan
(frekuensi, kedalaman).
4) Memonitor suhu tubuh.
5) Memonitor oksimetri nadi.
6) Identifikasi penyebab
perubahan tanda vital.
7) Atur interval pemantauan

24
sesuai kondisi pasien.
8) Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan.
3. Hipervolemia b.d gangguan Setelah dilakukan tindakan Keseimbangan cairan (L. Manajemen hipervolemia
mekanisme regulasi. keperawatan diharapkan 03020). (I.03114).
keseimbangan cairan meningkat. 1) Terbebas dari edema. 1) Periksa tanda dan gejala
2) Haluaran urin meningkat. hipervolemia (mis:
3) Mampu mengontrol asupan ortopnes,dipsnea, edema,
cairan. JVP/CVP meningkat, suara
nafas tambahan).
2) Monitor intake dan output
cairan .
3) Monitor efek samping diuretik
(mis : hipotensi ortortostatik,
hipovolemia, hipokalemia,
hiponatremia) .
4) Batasi asupan cairan dan
garam .
5) Anjurkan melapor haluaran

25
urin <0,5 mL/kg/jam dalam 6
jam .
6) Ajarkan cara membatasi
cairan.
7) Kolaborasi pemberian diuretic
4. Intoleransi aktifitas b.d Setelah dilakukan tindakan toleransi aktivitas (L.05047) Manajemen energi (I.050178)
kelemahan. keperawatan diharapkan 1) Pasien mampu melakukan 1) Monitor kelelahan fisik dan
toleransi aktivitas meningkat. aktivitas sehari-hari. emosional.
2) Pasien mampu berpindah 2) Monitor pola dan jam tidur.
tanpa bantuan. 3) Sediakan lingkungan yang
3) Pasien mengatakan keluhan nyaman dan rendah stimulus
lemah berkurang. (mis: cahaya, suara,
kunjungan) .
4) Berikan aktifitas distraksi yang
menenangkan .
5) Anjurkan tirah baring .
6) Anjurkan melakukan aktifitas
secara bertahap.
7) Kolaborasi dengan ahli gizi

26
tentang cara.
8) meningkatkan asupan
makanan.
5. Defisit pengetahuan b.d Setelah dilakukan tindakan Tingkat pengetahuan Edukasi kesehatan ( I.12383).
kurang minat dalam belajar. keperawatan diharapkan tingkat (L.12111). 1) Identifikasi kesiapan dan
pengetahuan meningkat. 1) Pasien melakukan sesuai kemampuan menerima
anjuran . informasi.
2) Pasien tampak mampu 2) Identifikasi factor-faktor yang
menjelaskan kembali dapat meningkatkan dan
materi yang disampaikan .. menurunkan motivasi perilaku
3) Pasien mengajukan hidup bersih dan sehat.
pertanyaan. 3) Sediakan materi dan media
pendidikan kesehatan.
4) Jadwalkan pendidikan
kesehatan sesuai kesepakatan.
5) Berikan kesempatan untuk
bertanya.
6) Jelaskan factor risiko yang
dapat mempengaruhi

27
kesehatan.
7) Ajarkan perilaku hidup bersih
dan sehat.
8) Ajarkan strategi yang dapat
digunakan untuk
meningkatkan perilaku hidup
6. bersih dan sehat.
6. Ansietas b.d kurang terpapar Setelah dilakukan tindakan Tingkat ansietas (L.09093). Reduksi ansietas (I.09314 )
informasi. keperawatan diharapkan tingkat 1) Pasien mengatakan telah 1) Identifikasi saat tingkat
ansietas menurun. memahami penyakitnya. ansietas berubah (mis.
2) Pasien tampak tenang. Kondisi, waktu, stressor).
3) Pasien dapat beristirahat 2) Gunakan pendekatan yang
dengan nyaman. tenang dan nyaman.
3) Informasikan secara factual
mengenai diagnosis,
pengobatan , dan prognosis.
7. Resiko penurunan curah Setelah dilakukan tindakan Curah jantung ( L.02008) Perawatan jantung (I.02075)
jantung d.d perubahan keperawatan diharapkan curah 1) Tanda vital dalam rentang 1) Identifikasi tanda/gejala
afterload. jantung meningkat. normal. primer penurunan curah

28
2) Nadi teraba kuat. jantung (mis:
3) Pasien tidak mengeluh dispnea,kelelahan,edema,ortop
lelah. nea, paroxymal nocturnal
dyspnea, peningkatan CVP).
2) Identifikasi tanda/gejala
sekunder penurunan curah
jantung ( mis: peningkatan
berat badan, hepatomegali,
distensi vena jugularis,
palpitasi, ronkhi basah,
oliguria, batuk, kulit pucat).
3) Monitor tekanan darah.
4) Monitor intake dan output
cairan .
5) Monitor keluhan nyeri dada.
6) Berikan diet jantung yang
sesuai .
7) Berikan terapi terapi relaksasi
untuk mengurangi strees, jika

29
perlu.
8) Anjurkan beraktifitas fisik
sesuai toleransi .
9) Anjurkan berakitifitas fisik
secara bertahap .
10) Kolaborasi pemberian
antiaritmia, jika perlu.
8. Risiko jatuh d.d gangguan Setelah dilakukan tindakan Tingkat jatuh (L.14138). Pencegahan jatuh ( I.14540)
penglihatan. keperawatan diharapkan tingkat 1) Risiko jatuh dari tempat 1) Identifikasi factor risiko (mis.
jatuh menurun. tidur menurun. Usia >65 tahun, penurunan
2) Risiko jatuh saat berjalan tingkat kesadaran, defisit
menurun. kognitif, hipotensi ortostatik.
3) Risiko jatuh saat berdiri Gangguan keseimbangan,
menurun. gangguan penglihatan,
neuropati).
2) Identifikasi risiko jatuh
setidaknya sekali setiap shift
atau sesuai dengan kebijakan
institusi.

30
3) Identifikasi factor lingkungan
yang meningkatkan risiko
jstuh (mis. Morse scale,
humpty dumpty).
4) Pasang handrail tempat tidur.
5) Anjurkan memanggil perawat
jika membutuhkan bantuan
untuk berpindah.

31
2.8.4 Implementasi Keperawatan

Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan


oleh perawat untuk membantu pasien dari masalah status kesehatan yang dihadapi
kestatus kesehatan yang baik yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan.
Proses pelaksanaan implementasi harus berpusat kepada kebutuhan klien, faktor-
faktor lain yang mempengaruhi kebutuhan keperawatan, strategi implementasi
keperawatan, dan kegiatan komunikasi (Dinarti & Muryanti, 2017).

Jenis Implementasi Keperawatan Dalam pelaksanaannya terdapat tiga jenis


implementasi keperawatan, yaitu:

a. Independent Implementations adalah implementasi yang diprakarsai sendiri


oleh perawat untuk membantu pasien dalam mengatasi masalahnya sesuai
dengan kebutuhan, misalnya: membantu dalam memenuhi activity daily living
(ADL), memberikan perawatan diri, mengatur posisi tidur, menciptakan
lingkungan yang terapeutik, memberikan dorongan motivasi, pemenuhan
kebutuhan psiko-sosio-kultural, dan lain-lain.
b. Interdependen/Collaborative Implementations Adalah tindakan keperawatan
atas dasar kerjasama sesama tim keperawatan atau dengan tim kesehatan
lainnya, seperti dokter. Contohnya dalam hal pemberian obat oral, obat injeksi,
infus, kateter urin, naso gastric tube (NGT), dan lain-lain.
c. Dependent Implementations Adalah tindakan keperawatan atas dasar rujukan
dari profesi lain, seperti ahli gizi, physiotherapies, psikolog dan sebagainya,
misalnya dalam hal: pemberian nutrisi pada pasien sesuai dengan diit yang
telah dibuat oleh ahli gizi, latihan fisik (mobilisasi fisik) sesuai dengan anjuran
dari bagian fisioterap

2.8.5 Evaluasi Keperawatan .

Evaluasi keperawatan merupakan tahap akhir dari rangkaian proses


keperawatan guna tujuan dari tindakan keperawatan yang telah dilakukan tercapai
atau perlu pendekatan lain. Evaluasi keperawatan mengukur keberhasilan dari
rencana dan pelaksanaan tindakan keperawatan yang dilakukan dalam memenuhi
kebutuhan pasien (Dinarti &Muryanti, 2017).

32
BAB III
TINJAUAN KASUS

Ruangan / Bagian : GP II/ Rawat Inap Dewasa Tanggal Masuk RS : 18 / 067/ 2022
HARKIT Pukul : 09:22 WIB
Tanggal Pengkajian : 22/ 07/ 2022
No. RM : 2022-51-XX—XX Jam Pengkajian: Pukul 08:18 WIB

3.1 Identitas Pasien .


Nama : Tn. A
Usia : 31 Tahun
JenisKelamin : Laki-Laki
Suku Bangsa : Indonesia
Agama : Islam
Diagnosis Medis : HT Emergensi, diseksi aorta,
Keluarga terdekat : Anak
Warna Triage : Merah Kuning
Hijau Hitam

3.2 Anamnesis .

3.2.1 Primary Survey :


TRIASE PRIMER

Kesadaran o Tidak Sadar o Tidak Sadar o Sadar o Sadar

A. Airway o Sumbatan o Sumbatan o Jalan napas bebas o Jalan


jalan napas jalan napas napas
total parsial bebas

B. Breating o Henti napas o Distres o Napas normal o Napas


o Napas tidak Pernapasan o Frekuensi napas normal
adekuat >40 24-30 kali/menit√ o Frekuensi
kali/menit napas 16-
20
kali/menit

o Gasping o Frekuensi o Frekuensi napas o Frekuensi


napas tidak adekuat (Sesuai napas
adekuat usia anak) adekuat
(Sesuai usia (Sesuai
anak) usia anak)

33
o Nyeri Berat o Nyeri
C.Circulation o Nadi tidak o Nadi sangat o Nyeri sedang ringan
teraba lemah o Nadi Teraba o Nadi
o Irama nadi Lemah teraba
√tidak o Irama nadi tidak kuat
teratur teratur o Irama
o Nadi<50 o Nadi>120x/menit teratur
x/menit o Nadi 80-
o Nadi> o Nadi<60x/menit 100x/meni
50x/menit o Warna kulit t√
o Sianotik normal o Warna
o Pucat o Sianotik kulit
o Akral o Akral dingin normal√
Dingin o Tekanan darah o Akral
o Keringat sistolik 80- hangat√
Dingin 100mmhg o Tekanan
o Tekanan darah
darah sistolik>
sistolik 100
<80 mmhg mmHg√

TINGKAT GAWAT GAWAT TIDAK


RESUSITASI DARURAT TIDAK GAWAT
KEGAWATAN DARURAT TIDAK DARURAT

D. Disability : Sadar Tidak Sadar

E. Exposure Deformitas : Ya Tidak


Contusio : Ya Tidak
Abrasi : Ya Tidak
Penetrasi : Ya Tidak
Ptekhie : Ya Tidak
Ekomosis : Ya Tidak
Laserasi : Ya Tidak
Edema : Ya Tidak

3.2.2 Secondary survey.


1. Keluhan utama :
P : Nyeri kepala
Q: Nyeri terasa seperti dipukul

34
R : Kepala sampai kebagian belakang
S : Skala 5/10
T : Nyeri terus menerus
Keluhan penyerta : badan terasa lemas, pandangan kabur sejak 3 bulan yang lalu

2. Riwayat penyakit sekarang.


Tn.A umur 31 tahun datang ke RS Jantung dan Pembuluh Darah
Harapan Kita melalui IGD pada tanggal 18 Juli 2022. Pasien datang
dengan keluhan sakit kepala skala 5/10 terasa seperti dipukul, pusing,
dirasakan terus menerus serta pandangan kabur sejak 3 bulan yang
lalu dan ada riwayat operasi diseksi aorta pada tanggal 6 juli 2022.
Saat awal masuk IGD, tekanan darah pasien : 213/140 mmHg;
frekuensi nadi : 71 x/menit; pernapasan: 20 x/menit; suhu : 36,0°C;
saturasi O2: 100%.

3. Riwayat dahulu.
Pasien mengatakan memiliki riwayat penyakit hipertensi semenjak
2020, pasien juga mengatakan memiliki riwayat operasi diseksi aorta
pada bulan juni 2022.

4. Riwayat kesehatan keluarga.


Pasien mengatakan ada keluarga pasien mengalami riwayat penyakit
hipertensi yaitu ibunya

5. Riwayat alergi.
Pasien mengatakan tidak ada alergi terhadap obat maupun makanan

6. Riwayat pekerjaan.
Pasien adalah seorang Wiraswasta (Pedagang)

7. Faktor resiko.
Pasien mengatakan jarang berolahraga, pasien mengatakan makan
tidak teratur dan sering makan makanan yang tinggi kandungan

35
garamnya , selain itu juga pasien mengatakan lupa meminum obat
hipertensi karena sedang habis sejak lebaran idul adha 2022.

8. Riwayat psikososial.
Hubungan pasien dengan keluarga baik. Pasien adalah kepala
keluarga.

9. Integritas ego.
Pasien tampak gelisah memikirkan kebutuhan ekonomi keluarga saat
dia sakit.
10. Pola aktivitas/istirahat.
Pasien mengatakan sering terbangun pada saat merasa nyeri pada luka
pasca operasi.

11. Pola eliminasi.


Bak ±1500 cc dalam 1 hari. Bab 1 kali sehari dengan konsistensi
lunak. Klien tidak punya riwayat penyakit ginjal.

12. Pola pemenuhan kebutuhan nutrisi/cairan.


Pasien mengatakan makan 3 kali sehari, klien minum 1000-1500 cc
sehari.

13. Pola kebersihan diri / personal hygiene.


Pasien mengatakan mandi 1x sehari

3.2.3 Pemeriksaan Fisik .


1. Pemeriksaan kepala, wajah, leher dan kulit .
Inspeksi:
 Bentuk simetris, mata bentuk simetris, tidak ada tanda anemis, sclera tidak
ikterik, tidak ada edema palpebral
 Bentuk hidung simetris, tidak ada pernapasan cuping hidung
 Bentuk bibir simetris, tidak ada tanda sianosis
 Telinga simetris, tidak ada gangguan pendengaran

36
 Tidak ada peningkatan JVP dan tidak ada pembesaran kelenjar getah
bening
 Pasien tampak gelisah

Palpasi:
 Tidak ada pembesaran kelenjat thyroid dan kelenjar getah bening, tidak ada
pergeseran trachea.
 Nadi karotis teraba kuat dan teratur.

2. Pemeriksaan thorax .
Inspeksi:
 Bentuk dada normal
 Pergerakan dada simetris
 Tidak ada penggunaan otot bantu pernafasan
 Tampak ada bekas luka operasi

Palpasi:
 Tidak ada nyeri tekan

Perkusi:
 Batas paru normal

Auskultasi:
 Vesikuler kanan dan kiri
 Tidak ada ronchi
 Tidak ada wheezing

3. Pemeriksaan jantung.
Inspeksi:
 Ictus cordis tidak terlihat

Palpasi:
 Tidak ada pelebaran ictus cordis

Perkusi:

37
 Batas jantung kiri : terdengar bunyi redup pada ICS 5 sampai ICS 9 anterior
axila
 Batas jantung kanan : terdengar bunyi redup pada ICS 5 sampai ICS 9
parasternal kanan.
Auskultasi:
 Suara jantung S1 dan S2 normal
 Tidak ada mur-mur dan tidak ada gallop

4. Pemeriksaan abdomen .
Inspeksi :
 Abdomen terlihat buncit

Palpasi:
 Tidak ada nyeri tekan

5. Pemeriksaan ekstremitas.
Inspeksi:
 Tidak ada kelemahan otot di semua ekstremitas
 Tidak tampak edema
 Tidak ada kebiruan di jari-jari dan tidak ada clubbing finger

Palpasi:
 Akral hangat dan nadi adekuat
 CRT < 2 detik

6. Pemeriksaan tanda-tanda vital.


Tekanan darah : 213/140 mmHg
Nadi : 71 x/menit
Pernapasan : 20 x/menit
SpO2 : 100 %
Suhu : 36,7 C
Berat badan : 60 kg
Tinggi Badan : 155 cm

38
3.2.4 Pemeriksaan Penunjang .

1.1.1.1.1 1. Laboratorium .

Tanggal Pemerisaan Hasil Nilai Normal

18 Hemoglobin 10,9 g/dl 13.0 – 16.6


Juli
Hematokrit 35,1 % 41.3 – 52.1
2022
Eritrosit 4.62juta/AL 3.72-5.6
MCV 76,0 fL 87.1-102.4
MCH 23.6pg 26.8-32.4
MCHC 31.1% 29.6-32.5
CV 14.8% 12.2-15.0
Leukosit 11.470/AL 3170-8400
Trombosit 314 ribu/AL 137 – 390
Ureum 29.60 mg/dl 17.40-49.20
BUN 13.8 mg/dl 8.0-23.0
Creatinin 1.24 mg/dl 0.51 – 0.95
eGFR 77mL/mnt/ MRR
GDS 1.73m2 MRR

107 mgdL

39
2. EKG 12 Lead .

Tanggal : 18 Juli 2022 ;


 Irama : Sinus Rythm
 Heart Rate : 70 x/ menit
 Gelombang P : lebar 0.08 s, tinggi 0,2 mV
 PR interval : 0,12 s
 Kompleks QRS : sempit 0,04 s pada irama dasar
 Segmen ST : ada St elevasi di lead II/III/AVF
 Gelombang T : T Inperted pada Lead I/AVL/V5
 Axis : LAD
 Tanda hipertropi : Tidak ada
 Tanda blok : Tidak ada
 Kesimpulan : sinus rithem + st elevasi pada inferior

40
3. Rontgen

Tanggal : 18 Juli 2022


Proyeksi AP: Ctr 60%, segmen aorta menonjol, segmen pulmonal normal,
pinggang jantung (+), apek downward, Kongesti (-), infiltrate (+).

b. ECHO .

Tanggal : 18 Juli 2022


EDD 33, ESD 21, EF 60%, TAPSE 19
LVOT VTI 21,3

3.2.5 Penatalaksanaan .
IGD :

No. Nama Obat Dosis Rute Pemberian


1 Nicardipine 2,5 mg/jam IV
2 Paracetamol Tab 1 gr PO
3 Ramipril Tab 10 mg PO
4 Concor Tab 10 mg PO
5 Simvastatin Tab 20 mg PO
6 Lansoprazole Tab 30 mg PO
7 Natrium diklofenac Tab 50 mg PO

41
8 Amlodipine Tab 10 mg PO
9 Captopril Tab 25 mg PO
10 Hidroclorotiazide Tab 25 mg PO
11 Inpepsa Syr 1 cth PO
12 Furosemide 40 mg PO

3.3 Diagnosa Keperawatan


Berdasarkan hasil pengkajian, ada beberapa diagnosa keperawatan yang
ditetapkan oleh penulis. Adapun diagnosa keperawatan yang ditegakkan adalah:

1. Nyeri Akut berhubungan dengan agen cidera fisiologis (D.0077)

2. Resiko Perfusi Serebral Tidak Efektif ditandai dengan Hipertensi


(D.0017)

3. Resiko penurunan curah jantung ditandai dengan dengan perubahan


preload dan afterload (D.0011)

4. Ansietas berhubungan dengan disfungsi system keluarga ( D.0080)

3.4 Analisa Data

No. Data Etiologi Masalah


Keperawat
an

1. Ds : Suplai darah menurun Nyeri Akut


 Pasien mengatakan nyeri kepala
 Pasien mengatakan nyeri dirasakan hipoksia serebral
dibagian belakang kepala
 Pasien mengatakan nyeri dirasakan merangsang pengeluaran
mediator kimia

42
terus menerus dan seperti dipukul (histamin, prostaglandin,
 Pasien mengatakan pusing bradikinin)
Do :
 tampak meringis Informasi tranduksi
 Gelisah transimisi modula

 TD 213/140 mmhg, HR: 70 x/I. Rr: 20


Nyeri dipersepsikan
x/i
 MAP: 164 Nyeri Akut

 Skala nyeri 5/10


2. Ds: Hipertensi Resiko
 Pasien mengatakan nyeri kepala ↓ Perfusi
disertai badan terasa lemah Kerusakan vaskularisasi Serebral
 Pasien mengatakan pusing pembuuh darah Tidak
 Pasien mengatakan pandangan ↓ Efektif
kabur sejak 3 bulan yang lalu Vasokontriksi pembuluh
Do : darah
 Ekspresi wajah tampak meringis ↓
Gangguan sirkulasi
 Pasien tampak lemah

 Gelisah Penurunan aliran darah
 TD 213/140mmhg, Hr : 70 x/i, ke organ (otak)
Rr:20 x/m ↓
Penurunan suplai
 MAP: 164 oksigen dan nutrisi ke
 Skala nyeri 5/10 otak
 GCS : E/4 M/6 V/5 ↓
Resiko Perfusi
 CRT < 2 detik Serebral Tidak Efektif
Data penunjang:
 Gambaran Ekg: sinus rithem + st
elevasi pada inferior
 Hasil lab: creatinin/1.24 mg/dl
 Echo : EDD 33, ESD 21, EF 60%,
TAPSE 19, LVOT VTI 21,3
3. Ds : Resiko
Hipertensi penurunan
 Pasien mengatakan memiliki riwayat
Curah
hipertensi sejak 2020 Kerusakan vaskuler p. Jantung
darah
 Pasien mengatakan badan terasa lemas
 Pasien mengatakan tidak ada sesak nafas Vasokonstriksi
Do :

43
 TD : 213/140 mmHg Gangguang sirkulasi

 MAP: 164 Pembuluh darah sistemik


 Nadi perifer teraba adekuat
Vasokonstiksi
 Nadi: 70 x/menit
Peningkatan afterload
 RR : 20 x/m
 Urine : ± 1500 cc/24 Jam Resiko penurunan
curah jantung
Data penunjang:
 Gambaran Ekg: sinus rithem + st elevasi
pada inferior
 Hasil lab: creatinin/1.24 mg/dl
 Echo : EDD 33, ESD 21, EF 60%, TAPSE
19, LVOT VTI 21,3
4. Ds : masalah ekonomi
Ansietas
 Pasien mengatakan adalah seorang
kepala keluarga kurang mampu
 pasien mengatakan khawatir dengan menghadapi realitas
akibat dari kondisi yang dihadapi
sekarang ketidakefektifan
 pasien mengatakan bingung untuk pemecahan masalah
pemenuhan kebutuhan keluarga
 pasien mengatakan pusing Ansietas disfungsi
sistem keluarga
Do :
 suara klien tampak bergetar saat
berbicara
 tampak ekspresi cemas pada pasien
 rr : 24 x/I,
 Hr : 90 x/i
 Td : 213/140 mmhg
 MAP: 164

44
3.5 Intervensi Keparawatan

N Intervensi Keperawatan
O

Diagnosa Keperawatan
.
Luaran Keperawatan Intervensi Keperawatan
D
X

D0077 Nyeri akut berhubungan dengan Dalam 1 sampai dengan 2 jam Manajemen Nyeri ,
agen pencedera fisiologis. perawatan maka:
Observasi:
Ds : 1. Tingkat nyeri menurun dengan
 Pasien mengatakan nyeri  Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
kriteria hasil:
frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
kepala  Keluhan nyeri menurun
 Identifikasi skala nyeri
 Pasien mengatakan nyeri  Meringis menurun
dirasakan dibagian  Identifikasi respon nyeri non verbal
 Tekanan darah membaik
belakang kepala  Identifikasi faktor yang memperberat
2. Status Kenyamanan meningkat dengan
 Pasien mengatakan nyeri atau memperingan nyeri
kriteria hasil:
dirasakan terus menerus  Monitor keberhasilan terapi
 Keluhan tidak nyaman menurun
dan seperti dipukul komplementer
 Merintih menurun
 Pasien mengatakan

45
pusing Terapeutik:
3. Pola tidur membaik dengan kriteria
hasil:  Berikan terapi
 Keluhan sulit tidur menurun
Do : nonfarmakologi : terapi pijat, teknik
 Kemampuan beraktivitas
 tampak meringis imajinasi terbimbing
meningkat
 Gelisah
 Kontrol lingkungan
 TD : 213/140 mmhg, Hr:
(pencahayaan kebisingan)
70 x/I, Rr: 20 x/i
 MAP: 164  Fasilitasi istirahat tidur
 Skala nyeri: 5/10
Edukasi:

 Jelaskan strategi

meredakan nyeri

 Jelaskan penyebab, periode dan pemicu


nyeri
 Ajarkan teknik

nonfarmakologi untuk mengurangi


nyeri

 Anjurkan memonitor

46
nyeri secara mandiri

D.0017 Setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen Peningkatan Tekanan Intrakranial


Resiko Perfusi Serebral Tidak
selama 4 jam, perfusi serebral meningkat Tindakan:
Efektif ditandai dengan
Hipertensi. Observasi .
Dengan kriteria hasil:
Ds:
 Sakit kepala menurun  Identifikasi penyebab peningkatan TIK
 Pasien mengatakan nyeri
 Gelisah menurun (mis. Lesi,gangguan metabolisme, edema
kepala disertai badan
serebri)
terasa lemah  Kecemasan menurun
 Monitor tanda/gejala peningkatan TIK
 Pasien mengatakan pusing  Nilai rata-rata tekanan darah
(mis: tekanan darah meningkat, tekanan
 Pasien mengatakan membaik
nadi melebar, bradikardi, pola napas
pandangan kabur sejak 3  Tekanan darah sistolik membaik
irreguler, kesadaran menurun)
bulan yang lalu  Tekanan darah diastolik membaik
 Monitor status pernapasan
Do :
 Monitor intake dan output cairan
 Ekspresi wajah tampak
meringis Terapeutik
 Pasien tampak lemah
 Minimalkan stimulus dengan menyediakan
 Gelisah
lingkungan yang tenang
 TD 213/140 mmhg
 Berikan posisi semifowler
 MAP: 164
 Hindari manuver valsava

47
 Hr : 70 x/i  Hindari pemberian cairan IV Hipotonik
 Rr:20 x/m  Pertahankan suhu tubuh normal
 Skala nyeri 5/10
Kolaborasi :
 GCS : E/4 M/6 V/5
 CRT < 2 detik  Kolaborasi pemberian obat hypertensi

Data penunjang:

 Gambaran Ekg: sinus


rithem + st elevasi pada
inferior

 Hasil lab: creatinin/1.24


mg/dl
 Echo : EDD 33, ESD 21,
EF 60%, TAPSE 19,
LVOT VTI 21,3

D0008 Resiko penurunan curah jantung Dalam 1x 24 jam perawatan maka Perawatan Jantung
ditandai dengan perubahan curah jantung normal
Observasi
afterload.
dengan kriteria:  Identifikasi gejala primer penurunan curah
Ds : jantung (tekanan darah dalam batas normal

48
(120/80mmHg), nadi feriper teraba kuat)
 Pasien mengatakan  Ejection fraction baik
 Identifikasi gejala sekunder penurunan
memiliki riwayat hipertensi  Nyeri kepala berkurang
curah jantung (distensi vena jugularis,
sejak 2020
 Tekanan darah dalam batas ronki basah, batuk, kulit pucat)
 Pasien mengatakan badan normal  Monitor tekanan darah
terasa lemas
 Monitor intake output cairan
 Pasien mengatakan tidak
 Monitor saturasi oksigen
ada sesak nafas
 Periksa tekanan darah dan frekuensi nadi
Do :
sebelum pemberian obat
 TD : 213/140 mmHg Terapeutik

 MAP: 164  Posisikan pasien semifoeler atau fowler


dengan kaki ke bawah atau posisi
 Nadi perifer teraba adekuat
nyaman
 Nadi: 70 x/menit  Berikan diet jantung yang sesuai
 RR : 20 x/m  Berikan oksigen untuk mempertahankan
oksigenasi
 Urine : ± 1500 cc/24 Jam
 Anjurkan untuk istirahat/bedrest
Data penunjang:
Kolaborasi
 Gambaran Ekg: sinus rithem
 Kolaborasi pemberian obat-obtan untuk
+ st elevasi pada inferior

49
 Hasil lab: creatinin/1.24 mg/dl
mempertahankan tekanan darah normal
 Echo : EDD 33, ESD 21, EF
60%, TAPSE 19, LVOT VTI
21,3

D0080 Ansietas berhubungan Setelah dilakukan intervensi dalam 2


Reduksi ansietas
dengan disfungsi system jam, maka :
Observasi
keluarga. Tingkat ansietas menurun
Ds : dengan kriteria hasil  Identifikasi ansietas berubah
 Pasien mengatakan adalah  Verbalisasi khawatir akibat
 Monitor tanda – tanda ansietas
seorang kepala keluarga kondisi menurun
 pasien mengatakan khawatir Terapeutik
 Verbalisasi kebingungan menurun
dengan akibat dari kondisi  Prilaku tegang menurun  Ciptakan suasan terapeutik
yang dihadapi sekarang  Prilaku gelisah menurun  Pahami situasi yang membuat ansietas
 pasien mengatakan bingung  TTV membaik
untuk pemenuhan kebutuhan  Temani pasien untuk mengurangi kecemasan

keluarga Edukasi
 pasien mengatakan pusing
 Anjurkan keluarga untuk tetap bersama
Do :
pasien
 suara klien tampak bergetar
saat berbicara  Jelaskan kondisi pasien yang dapat

 tampak ekspresi cemas pada mengurangi ansietas pasien

50
pasien
 Td : 213/140 mmhg, HR: 70
x/I, Rr: 20 x/i
 MAP: 164

3.6 Implementasi Dan Evaluasi Keperawatan .

T Diagno Tindakan Keperawatan Evaluasi P


a sa a
n r
g a
g f
a
l
d
a
n
W
a
k

51
t
u

2 Nyeri akut Observasi: S:


2/ berhubungan  Mengidentifikasi lokasi,  Pasien mengatakan nyeri kepala
0 dengan karakteristik , durasi, frekuensi, berkurang dengan skala 2/10 terasa seperti
7/ Agent kualitas, intensitas nyeri dipukul, terus menerus serta pandangan
2 pencedera kabur tidak ada
 Mengidentifikasi skala nyeri
0 Fisiologis. O:
 Mengidentifikasi respon nyeri non
2  Pasien tampak tenang dan tidak meringis
verbal
2  TD :136/90 mmHg
 mengidentifikasi faktor yang
 MAP: 105
memperberat atau memperingan nyeri
 HR : 86 x/menit
Terapeutik:
 RR : 15 x/menit
 Melakukan kontrol lingkungan
 Suhu : 36, 4°
(pencahayaan kebisingan)
 Skala Nyeri : 2/10
 Melakukan fasilitasi istirahat tidur
 Sat : 100 %,
Edukasi: A:
Nyeri akut teratasi sebagian
 Menjelaskan strategi
P:
meredakan nyeri (tekhnik
 Lanjut observasi hemodinamik dan klinis
relaksasi nafas dalam)

52
 Observasi keluhan nyeri pasien
 Menjelaskan penyebab, periode dan
pemicu nyeri  Motivasi pasien untuk melanjutkan terapi
relaksasi nafas dalam
 Menganjurkan memonitor
 Lanjut pemberian Paracetamol tab1 gram
nyeri secara mandiri
 Kolaborasi dengan dokter dalam
Kolaborasi : pemberian terapi

 Melakukan kolaborasi pemberian


analgetik bila perlu
2 Observasi S:
Resiko
2/  Mengidentifikasi penyebab peningkatan  Pasien mengatakan nyeri kepala
Perfusi
0 TIK (mis. Lesi,gangguan metabolisme, berkurang dengan skala <5 terasa seperti
Serebral
7/ edema serebri) dipukul, terus menerus serta pandangan
Tidak
2 kabur tidak ada
Efektif  Melakukan monitoring tanda/gejala
0  Pasien mengatakan dapat melakukan
ditandai peningkatan TIK (mis: tekanan darah
2 latihan gerak di tempat tidur secara
dengan meningkat, tekanan nadi melebar,
2 mandiri
Hipertensi. bradikardi, pola napas irreguler,
kesadaran menurun, kelemahan pada O:

ekstremitas)  Pasien tampak tenang dan tidak meringis

 Melakukan monitoring status  GCS : E/4 M/6 V/5

pernapasan  TD :136/90 mmHg


 Melakukan monitoring intake dan

53
output cairan  MAP: 105

Terapeutik  HR : 86 x/menit
 RR : 15 x/menit
 Memberikan posisi semifowler
 Suhu : 36, 4°
 Melakukan edukasi tentang latihan
gerak ditempat tidur  Skala Nyeri : 2/10
 Sat : 100 %,
 CRT : <2 detik, akral hangat, pulsasi
arteri perifer teraba kuat dan teratur
 Urine : ± 1500 cc/24jam
A:
Masalah resiko gangguan perfusi serebral tidak efektif
berhubungan dengan hipertensi teratasi sebagian
P:
 Lanjut observasi hemodinamik dan klinis
 Observasi keluhan nyeri pasien
 Motivasi pasien untuk melanjutkan terapi
relaksasi nafas dalam
 Pantau tingkat kesadaran pasien
 Kaji adanya tanda-tanda kelemahan
ekstremitas pada pasien

54
 Kolaborasi dengan dokter dalam
pemberian terapi
2 Resiko Observasi S:
2/ penurunan  Melakukan identifikasi gejala primer  Pasien mengatakan tidak ada batuk
0 curah penurunan curah jantung (tekanan darah  Pasien mengatakan tidak ada pusing /
7/ jantung dalam batas normal (120/80mmHg), nadi nyeri kepala
2 ditandai feriper teraba kuat)  Pasien mengatakan BAK lancar, warna
0 dengan  Melakukan identifikasi gejala sekunder kuning pekat
2 perubahan penurunan curah jantung (distensi vena  Pasien mengatakan tidak ada sesak nafas
2 afterload. jugularis, ronki basah, batuk, kulit pucat) O:
 Melakukan monitoring tekanan darah  TD :136/90 mmHg
 Melakukan monitoring intake output  MAP : 105
cairan  HR : 87 x/menit
 Melakukan monitoring saturasi oksigen  RR : 18 x/menit
 Melakukan pemeriksaan tekanan darah  Suhu : 36, 4°
dan frekuensi nadi sebelum pemberian  Skala Nyeri : 2/10
obat
 Sat : 100 %, CRT : <2 detik,
Terapeutik
 akral hangat, pulsasi arteri perifer teraba
 Memposisikan pasien semifoeler atau
kuat dan teratur
fowler dengan kaki ke bawah atau posisi
A:
nyaman
Masalah resiko penurunan curah jantung berhubungan

55
 Memberikan diet jantung yang sesuai dengan perubahan afterload teratasi sebagian
 Memberikan terapi oksigenisasi untuk
mempertahankan oksigenasi P:

 Menganjurkan pasien untuk  Pantau hemodinamik pasien

istirahat/bedrest  Monitoring saturasi pasien


Kolaborasi  Monitoring balance cairan pasien
 Melakukan kolaborasi pemberian obat-  kolaborasi dengan dokter dalam pemberian
obatan untuk mempertahankan tekanan terapi obat-obatan
darah normal

2 S:
Ansietas Observasi
2/  Pasien mengatakan cemas berkurang
berhubungan
 melakukan identifikasi ansietas berubah
0  Pasien mengatakan pusing berkurang
dengan
7/  Melakukan monitoring tanda – tanda  Pasien mengatakan lebih tenang
disfungsi
2 ansietas O:
system
0  Pasien tampak tenang
keluarga. Terapeutik
2
 Tanda – tanda gelisah (-)
2  Menciptakan suasan terapeutik
 TD :136/90 mmHg
 Memahami situasi yang membuat  MAP: 105
ansietas  HR : 85 x/menit

56
 RR : 16 x/menit
Edukasi
 Suhu : 36, 6°
 Menganjurkan keluarga untuk tetap
 Skala Nyeri : 2/10
bersama pasien
A:
 Menjelaskan kondisi pasien yang dapat Masalah ansietas berhubungan dengan
mengurangi ansietas pasien disfungsi sistem keluarga teratasi sebagian

P:
 Lanjutkan identifikasi tanda – tanda kecemasan
 Ciptakan suasana yang nyaman bagi pasien
 Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian
terapi obat-obatan

57
BAB IV
PEMBAHASAN

Tn.A umur 31 tahun datang ke RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita
melalui IGD pada tanggal 18 Juli 2022. Pasien datang dengan keluhan sakit kepala skala
5/10 terasa seperti dipukul, pusing, dirasakan terus menerus serta pandangan kabur sejak
3 bulan yang lalu da ada riwayat operasi diseksi aorta pada tanggal 6 juli 2022. Saat awal
masuk IGD, tekanan darah pasien : 213/140 mmHg; frekuensi nadi : 71 x/menit;
pernapasan: 20 x/menit; suhu : 36,0°C; saturasi O2: 100%. Hal tersebut sesuai dengan
klasifikasi AHA 2017 Tentang Hipertensi emerrgensi yang merupakan situasi dimana tekanan
darah meningkat sangat tinggi dengan tekanan sistolik lebih dari 180 mmHg dan diastolik lebih
dari 120 mmHg dan terdapat kerusakan organ terkait. Diagnosa medis dalam kasus
disebutkan, Hipertensi emergency dengan data tekanan darah pasien : 213/140 mmHg
dan disertai dengan kerusakan organ target yaitu diseksi aorta.

Tanda dan gejala yang dirasakan pasien adalah rasa sakit/nyeri pada kepala. Hal
ini disebabkan oleh vasokonstriksi pembuluh darah, sehingga menurunkan aliran darah ke
otak. Hal ini kemudian menyebabkan kurangnya suplai oksigen dan nutrisi ke otak
sehingga pasien merasakan pusing dan nyeri di kepala.

Faktor resiko yang dapat meningkatkan tekanan darah Tn. A yang sesuai dengan
teori pada BAB II adalah jenis kelamin, riwayat keluarga, serta pola nutrisi. Faktor risiko
jenis kelamin dalam teori hipertensi banyak ditemukan pada laki-laki dewasa muda dan
paruh baya. Laki-laki memiliki resiko sekitar 2,3 kali lebih besar untuk menderita
hipertensi lebih awal disebabkan gaya hidup yang cenderung meningkatkan tekanan
darah ( kemenkes, 2019).

Selanjutnya, factor genetik pada keluarga tertentu akan menyebabkan keluarga itu
mempunyai resiko menderita hipertensi. Hal ini berhubungan dengan peningkatan kadar
sodium intraseluler dan studi kasus menguatkan bahwa factor keturunan merupakan salah
satu penyebab terjadinya hipertensi, dimana jika dalam keluarga ada yang menderita
hipertensi 25-60 % akan terjadi pada anaknya.

Dalam teori disebutkan beberapa kandungan nutrisi yang mempengaruhi


hipertensi adalah natrium. Konsumsi natrium yang berlebih menyebabkan kadar natrium
dalam cairan ekstraseluler meningkat. Hal ini menyebabkan cairan di intraseluler ditarik
58
ke luar, sehingga voluma ekstraseluler meningkat. Meningkatnya volume cairan di
ekstraseluler tersebut menyebabkan meningkatnya volume darah yang berdampak pada
peningkatan tekanan darah. Asupan garam yang dianjurkan tidak melebihi dari 2gr/hari
(Bianti, 2015). Pada pola nutrisi Tn. A mengaku kesulitan mengurangi pemakaian garam
dalam makanan sehari hari dikarenakan kebiasaan makan diluar.

Penatalaksanaan Hipertensi meliputi farmakologis dan non farmakologis. Untuk


penatalaksanaan farmakologis ketika pasien datang ke IGD, pasien kemudian
diistirahatkan dan mendapatkan terapi NTG dengan dosis sampai 100 mg (IV), namun
dengan pemeriksaan EKG disertai resiko iskemik miokard dan ketidakefektifan
penurunan tekanan darah sesuai teori pemberian terapi obat hipertensi emergensi, maka
diubah terapi NTG menjadi nicardipine 2,5 mg/jam, Paracetamol 1 gram (PO extra),
furosemide 40 mg (PO), ramipril 10 mg (PO), concor 10 mg (PO), Simvastatin 10 mg
(PO), lansoprazole 30 mg (PO), Natrium diklopenak 50 mg (PO), Amlodipine 10 mg
(PO), Captopril 25 mg (PO), Hidroklorotiazide 25 mg (PO), Inpepsa syr 1 cth (PO).
Pasien mengatakan merasa lebih baik setelah mendapat terapi tersebut. Tanda-tanda vital
pasien menunjukkan tekanan darah 142/61 mmHg, frekuensi nadi 76 x/menit, pernapasan
18 x/menit, dan saturasi oksigen 100 %. Hal ini sesuai dengan pedoman tatalaksana
hipertensi yang dirangkum oleh PERKI (2015). Menurut PERKI, (2015) pedoman
tatalaksana pada pasien dengan hipertensi stage 2 yaitu dengan pemberian obat golongan
CCBs atau Thiazide + ACE inhibitor atau ARB. Jika perlu CCBs + Thiazide + ACE
inhibitor atau ARB.

Peran perawat terhadap kesehatan masyarakat sangatlah kompleks meliputi


promotif, preventif,kuratif dan rehabilitative Di dalam lingkup klinis, perawat memiliki
peran dalam memberikan intervensi keperawatan dalam menangani respon pasien, baik
terhadap pengobatan maupun dalam menghadapi intervensi lainnya. Fokus utama dalam
asuhan keperawatan pada pasien dengan hipertensi antara lain: mempertahankan atau
meningkatkan fungsi kardiovaskular, mencegah terjadinya komplikasi, menyediakan
informasi mengenai proses penyakit, prognosis, dan regimen terapi, serta memberikan
dukungan secara aktif kepada pasien dalam mengendalikan kondisi tubuhnya (Doenges,
2010). Intervensi keperawatan (Kuratif) terhadap risiko penurunan cardiac output akibat
peningkatan afterload dan vasokontriksi, dapat dilakukan dengan melakukan observasi
(inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi). Selain untuk menyediakan lingkungan yang
aman dan nyaman, mengurangi aktifitas lingkungan dan kebisingan, serta memonitor
59
respon pasien terhadap pengobatan yang mengontol tekanan darah, menjadi hal yang
harus dilakukan (Doenges, 2010). Sesuai dengan teori diatas pada Tn . A diberikan
tindakan keperawatan berupa pemberian lingkungan yang nyaman, membantu ADL,
memposisikan pasien senyaman mungkin dan edukasi.

Penatalaksanaan non farmakologis dalam teori disebutkan dengan menjalani pola


hidup sehat telah banyak terbukti dapat menurunkan tekanan darah dan secara umum
sangat menguntungkan dalam menurunkan risiko permasalahan kardiovaskular. Beberapa
pola hidup sehat yang dianjurkan oleh banyak guidelines adalah: penurunan berat badan,
pembatasan Natrium, olahraga, dan teknik relaksasi tentunya hal ini dibutuhkan peran
perawat dalam membantu menurunkan tekanan darah Tn. A dengan menggunakan
implementasi memberikan edukasi / pendidikan kesehatan pada Tn. A Edukasi ini
diberikan untuk mempersiapkan diri pasien agar dapat mengontrol hipertensi yang ada
pada dirinya sehingga tekanan darah tetap stabil. Edukasi ini diberikan sebelum Tn. A
Pulang dari RSJDPHK. Pemberian edukasi kesehatan yang dilakukan dimulai dengan
mengkaji kebutuhan pasien akan informasi, tingkat pendidikan pasien, persepsi pasien
tentang sehat dan sakit, dan juga support system seperti keluarga, dan lingkungan kerja.
Status kesehatan dapat ditentukan dengan bagaimana cara keluarga melakukan diet, olah
raga, tidur dan istirahat, pola rekreasi, perawatan diri dankesehatan lingkungan keluarga
(Hitchcock, Schubert, & Thomas, 1999. Oleh karena itu, keluarga yang menjalankan
fungsi kesehatan dengan baik, akan meningkatkan derajat kesehatan anggota
keluarganya.

Adapun diagnosa keperawatan yang ditegakkan dalam kasus Tn. A adalah:

1. Nyeri Akut berhubungan dengan agen cidera fisiologis.


2. Resiko Perfusi Serebral Tidak Efektif berhubungan dengan Hipertensi.
3. Resiko penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan preload dan afterload.
4. Ansietas berhubungan dengan disfungsi system keluarga.

60
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan .
Hipertensi merupakan penyakit kronik yang merupakan akibat dari desakan
darah yang berlebihan dan hampir tidak konstan pada pembuluh arteri yang
berkaitan dengan meningkatnya tekanan pada arterial sistemik, baik diastolik
maupun sistolik, atau bahkan keduanya secara terus-menerus. Hipertensi
diklasifikasikan menjadi dua tipe yatu berdasarkan nilai tekanan darah dan
hipertensi kritis. Hipertensi kritis dibagi menjadi dua klasifikasi yaitu hipertensi
urgensi dan hipertensi emergensi. Kelompok melakukan studi kasus pasien dengan
hipertensi emergensi di Unit IGD Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita
Jakarta. Proses pengumpulan data dilakukan berdasarkan hasil dari pengkajian yang
meliputi anamnesa, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang diagnostik non-
invasif. Asuhan keperawatan yang dilakukan kepada Asuhan Keperawatan Pada
Tn. A Dengan HT Emergensi, Diseksi aorta, Di Ruang GP II/Rawat Inap Dewasa Rs.
Jantung Harapan Kita Jakarta
Berdasarkan hasil pengkajian, kelompok mampu menegakkan 4 diagnosa
keperawatan, yaitu: a. Nyeri Akut, Resiko Perfusi Serebral Tidak Efektif, Resiko
penurunan curah jantung dan Ansietas. Perencanaan keperawatan yang disusun
sesuai dengan teori atau konsep dasar asuhan keperawatan pada pasien dengan
hipertensi. Semua perencanaan dan tindakan pada tiap diagnosa keperawatan
disesuaikan dengan kondisi pasien. Pelaksanaan keperawatan yang telah dilakukan
sesuai dengan perencaraan keperawatan yang sebelumnya telah disusun.
Hasil evaluasi keperawatan pasien Tn. A berdasarkan keempat diagnosa
tersebut, diantaranya: pada diagnosa keperawatan pertama nyeri akut teratasi
sebagian. Pasien mengatakan lebih nyaman, nyeri kepala berkurang dengan skala
2/10. Pada diagnose kedua resiko perfusi serebral tidak efektif tertasi sebagian
dimana pasien mengatakan nyeri kepala dan pusing berkurang dengan skala 2/10,
tidak ada kelemahan anggota gerak, pasien bisa melakukan aktifitas mandiri.
diagnosa ketiga resiko penurunan curah jantung teratasi sebagian dengan data CRT :
<2 detik, akral hangat, pulsasi arteri perifer teraba kuat dan teratur. Diagnosa
keempat teratasi sebagian, dimana pasien tampak tenang dan tidak gelisah , data
pasien telah dilakukan edukasi mengenai tata laksana untuk mengurangi rasa cemas,
61
proses edukasi ini juga melibatkan keluarga.
5.2 Saran .
1. Pengkajian pada pasien dengan Hipertensi emergensi yang meliputi anamnesa,
pengkajian fisik dengan dilakukannya pengkajian nyeri dengan P,Q,R,S,T.
2. Perawat mampu melakukan penatalaksanaan hipertensi emergensi sesuai
dengan algoritama penatalaksanaan hipertensi emergensi
3. Perawat mampu mengaplikasikan asuhan keperawatan pada pasien dengan
hipertensi emergensi.

62
DAFTAR PUSTAKA

Ariansyah M. (2016). Medikal Bedah Untuk Mahasiswa. Yogyakarta: Diva


Press.

Alifariki, L.O., dkk. (2019). Epidemiologi Hipertensi (Sebuah Tinjauan


Berbasis Riset). Yogyakarta: LeutikaPrio

Alwi, I., Salim, S., Hidayat, R., Kurniawan, J., et al., (2016). Krisis
Hipertensi, dalam Penatalaksanaan di bidang Ilmu Penyakit Dalam.
Panduan praktis klinis cetakan ketiga. InternaPublishing. Jakarta. Hal
426-432

Alley. W.D, Schick, M.A, Doerr, C. (2022). Hypertensive Emergency


(Nursing) [Updated 2021 Jul 31]. In: StatPearls [Internet]. Treasure
Island (FL): StatPearls Publishing. Available from : https://
www.ncbi.nlm.nih. gov/books/ NBK568676

Adrian, S. J. (2019). Hipertensi Esensial : Diagnosa Dan Tatalaksana


Terbaru Pada Dewasa, 46(3), 172–178.

Aspiani, R. yuli. (2016). Asuhan Keperawatan Klien Gangguan


Kardiovaskular.

American Heart Association. (2017). 2017 Guideline for the Prevention,


Detection, Evaluation, and Management of High Blood Pressure in
Adults. From https://www.acc.org/~/media/Non-Clinical/Files-PDFs-
Excel-MS-Word-
etc/Guidelines/2017/Guidelines_Made_Simple_2017_HBP.pdf

American Heart Association (AHA). (2022). Understanding blood pressure


reading. Retrived from: https://www.heart.org/en/health-topics/high-
bloodpressure/understanding-blood-pressure-readi

Amoah, E. M., Okai, D. E., Manu, A., Laar, A., Akamah, J., Torpey, K.
(2020). The Role of Lifestyle Factors in Controlling Blood Pressure
among Hypertensive Patients in Two Health Facilities in Urban Ghana:
A CrossSectional Study. Hindawi International Journal of
Hypertension. 2020(ID 9379128): 8.
https://doi.org/10.1155/2020/9379128

Aronow, W.S. (2017). Association of Obesity with Hypertension. Annals


of Translational Medicine.

Aryantiningsih, D. S., & Silaen, J. B. (2018). Kejadian Hipertensi Pada


Masyarakat Di Wilayah Kerja Puskesmas Harapan Raya Pekanbaru.
Jurnal Ipteks Terapan, 12(1), 64.
https://doi.org/10.22216/jit.2018.v12i1.1483

63
Australasian College for Emergency Medicine (ACEM). (2016). Guidelines
on The Implementation of The Australasian Triage Scale in Emergency
Departments. G24(V04). https://acem.org.au/getmedia/51dc74f7-9ff0-
42ce-872a-0437f3db640a/G24_04 Guidelines_on_Implementation
of_ATS Jul- 16.aspx

Badan Pengembangan dan Penelitian Kesehatan Kementrian Kesehatan


Republik Indonesia. (2019). Laporan Nasional RISKESDAS 2018.
Jakarta: Badan Pengembangan dan Penelitian Kesehatan. Retrieved
from :
http://labdata.litbang.kemkes.go.id/images/download/laporan/RKD/201
8/ 80 Laporan_Nasional_RKD2018_FINAL.pdf

Badan Pengembangan dan Penelitian Kesehatan Kementrian Kesehatan


Republik Indonesia. (2019). Laporan Provinsi DKI Jakarta
RISKESDAS 2018

Bickley Lynn S & Szilagyi Peter G. (2018). Buku Saku Pemeriksaan Fisik
& Riwayat Kesehatan (p. 49).

Blumenthal, J. A., Hinderliter, A.L., Smith, P.J., Mabe, S., Watkins, L.L.,
Craighead, L., et al. (2021). Effects of Lifestyle Modification on Patients
With Resistant Hypertension: Results of the TRIUMPH Randomized
Clinical Trial. Circulation. 144:1212-1226. https://doi.org/ 10.1161/
CIRCULATIONAHA.121.055329

Brunner & Suddarth. (2016). Keperawatan Medikal-Bedah. Edisi 12.


Jakarta : EGC.

Brunner and Suddarth. (2020). Keperawatan Medikal-Bedah. Edisi 12. Alih


bahasa Yulianti, D & Kimin, A. Jakarta: EGC

Chisolm, O.E. (2017). Pathophysiology of Hypertension and Hypertension


Management. Texas Hypertension Conference. Retrieved from https://
www.dshs.texas.gov/heart/pdf/Hypertension-onference/2Pathophysiolo
gyof-Hypertension---Hypertension- Management.p

Dinarti, & Muryanti, Y. (2017). Bahan Ajar Keperawatan: Dokumentasi


Keperawatan. 1–172.
http://bppsdmk.kemkes.go.id/pusdiksdmk/wpcontent/uploads/2017/11/P
raktika-Dokumen-Keperawatan-Dafis.Pdf

Dakota, Iwan (2018). Modul Pelatihan Keperawatan Kardiovaskular Tingkat


Dasar. Jakarta: Aksara Bermakna

Gobel, M. G. S., Mulyadi, N., & Malara, R. (2016). Hubungan Peran


Parawat Sebagai Care Giver Dengan Tingkat Kepuasan Pasien

64
Instalasi Gawat Darurat Di Rsu. Gmibm Monompia Kotamobagu
Kabupaten Bolaang Mongondow. Jurnal Keperawatan, 4(2)

Herdman, T.H., Kamitsuru, S. (2018). Nursing Diagnose Definition and


Classification 2018-2021. Eleventh Edition. New York : Thieme.

Jakarta : Badan Pengembangan dan Penelitian Kesehatan. Retrieved from :


https://drive.google.com/drive/folders/1XYHFQuKucZIwmCADX5ff1a
D hf JgqzI-

Jumriani Ansar1, Indra Dwinata1, A. . (2019). Determinan Kejadian


Hipertensi Pada Pengunjung Posbindu Di Wilayah Kerja Puskesmas
Ballaparang Kota Makassar. Nasional Ilmu Kesehatan, 1, 28–35.

Kadir Akmarawita. (2016). Hubungan Patofisiologi ipertensi dan Hipertensi


Renal.Jurnal Ilmiah Kedokteran Vol 5 Nomer 1 Edisi Maret.

Kemenkes RI. (2019). Profil Kesehatan Indonesia 2018 [Indonesia Health


Profile 2018]
http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/profilkesehatan-
indonesia/Data-dan-Informasi_Profil-Kesehatan-Indonesia2018.pdf

Kemenkes RI. (2018). Riset Kesehatan Dasar, RISKESDAS. Jakarta:


Balitbang Kemenkes RI

Kotchen T.A. (2018). Hypertensive vascular disease. Jameson J, & Fauci


A.S., & Kasper D.L., & Hauser S.L., & Longo D.L., & Loscalzo
J(Eds.). Harrison's Principles of Internal Medicine, 20e. McGraw Hill.
https://accessmedicine.mhmedical.com/content.aspx?
bookid=2129&sectio nid=192030227

Kowalak, J.P. 2018. Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta: EGC

Muhadi. (2016). JNC 8: Evidence-based Guideline Penanganan Pasien


Hipertensi Dewasa. Analisis CDK-236/ vol. 43 no. 1.

Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia (PERHI). (2019). Konsensus


Penatalaksanaan Hipertensi 2019. Jakarta: PERHI.
https://www.inash.or.id/news-detail.do?id=411

Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia (PERHI). (2021). Konsensus


Penatalaksanaan Hipertensi 2021. Jakarta: PERHI. Retrived from :
https://drive.google.com/file/d/13tgAZbC2Thi9ODcz2UkwHwsrrqZyjh
pp/ view

Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (PERKI). (2021).


Pedoman Diagnosis dan Tatalaksana Hipertensi Pulmonal. Retrived
from : https://inaheart.org/wp-content/uploads/2021/11/Pedoman-
Diagnosis-nTatalaksana-Hipertensi-Pulmonal-2021.pdf

65
Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (PERKI). (2020).
Panduan Tatalaksana Penyakit Jantung Bawaan Dewasa. Retrived
from: https://inaheart.org/wp-content/uploads/ 2021/08/ PANDUAN
TATA LAKSANA PJBD.pdf

Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (PERKI). (2016).


Panduan Praktik Klinis (PPK) dan Clinical Pathway (CP) Penyakit
Jantung dan Pembuluh Darah. Edisi Pertama. Jakarta: PERKI. ISBN
978- 602- 7885-43-

PPNI, Tim Pokja SDKI DPP. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan


Indonesia: Definisi dan Indikator Diagnostik (1st ed.). DPP PPNI.

PPNI, Tim Pokja SIKI DPP. (2018). Standar Intervensi Keperawatan.

Probosari, E. (2017). Faktor Risiko Hipertensi Pada Remaja. JNH (Journal


of Nutrition and Health), 5(1), 18–27.
https://doi.org/10.14710/JNH.5.1.2017.18- 27

Sapitri N. (2016). Analisis Faktor Risiko Kejadian Hipertensi pada


Masyarakat di Pesisir Sungai Siak Kecamatan Rumbai Kota Pekan
baru. Jim FK Volume 3 No 1 Februari.

Sri & Herlina (2016). Hubungan Gangguan Mental Emosional dengan


Hipertensi pada Penduduk Indonesia. 137–144.Jakarta: Media
litbangkes

Sutanto. Cekal (2019). Penyakit Modern Hipertensi, Stroke, Jantung,


Kolesterol, dan Diabetes. Yogyakarta: C.V Andi Offset.

Sudarsono, E. K. R., Sasmita, J. F. A., Handyasto, A. B., Kuswantiningsih,


N., & Arissaputra, S. S. (2017). Peningkatan Pengetahuan Terkait
Hipertensi Guna Perbaikan Tekanan Darah pada Pemuda di Dusun
Japanan, Margodadi, Seyegan, Sleman, Yogyakarta. Jurnal Pengabdian
Kepada Masyarakat (Indonesian Journal of Community Engagement),
3(1), 26–38. https://doi.org/10.22146/jpkm.25944

Sufa, S. A., Christantyawati, N., & Jusnita, R. A. E. (2017). Tren Gaya


Hidup Sehat

Turana, Y., Widyantoro, B., and Juanda, G.N., (2017). Hipertensi krisis
(emergensidan urgensi). In: Turana, Y., and Widyantoro, B., Buku Ajar
Hipertensi .Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia. Jakarta.

Whelton, P.K., Carey, R.M., Aronow, W.S., et al., (2017). 2017


ACC/AHA/AAPA/ABC/ACPM/AGS/APhA/ASH/ASPC/NMA/PCNA
Guideline for the Prevention, Detection, Evaluation, and Management
of High Blood Pressure in Adults: A Report of the American College of

66
Cardiology/American Heart Association Task Force on Clinical
Practice Guidelines. Hypertension 2017.

67

Anda mungkin juga menyukai