Anda di halaman 1dari 51

ASUHAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH II PADA NY.

S
DENGAN GANGGUAN SISTEM KARDIOVASKULER : CHF
(CONGESTIVE HEART FAILURE)) DI RUANG
LAVENDER LAMA RSUD dr. R. GOETENG
TAROENADIBRATA PURBALINGGA

LAPORAN KASUS

Disusun Oleh
Indah Yuliani
17.044

AKADEMI KEPERAWATAN SERULINGMAS 2018/2019


JL. Raya Maos No. 505 Telp./Fax. (0282) 695452 Maos 53272 Cilacap

i
PENGESAHAN

Asuhan Keperawatan Medikal Bedah II Pada Ny. S Dengan Gangguan


Sistem Kardiovaskuler : CHF (Congestive Heart Failure )
Di Ruang Lavender Lama RSUD dr. R. Goeteng
Taroenadibrata Purbalingga

Disusun Oleh
Indah Yuliani
17.044

Telah dipertahankan di Depan Dewan Penguji


Pada tanggal : 6 Agustus 2019

Penguji I Penguji II

Iva Puspaneli S, Ns., M.Kep Andin Sefrina, Ns., M.Kep.,Sp.Kep.,An


NIK. 47070882 NIK. 41070984

ii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
tugas praktek klinik di RSUD dr. R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga dengan
judul “Asuhan Keperawatan pada Ny.S dengan Gangguan Sistem
Kardiovaskuker: Congestive Heart Failure (CHF) di Ruang Lavender RSUD dr.
R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga”.
Penyusunan asuhan keperawatan ini tidak terwujud tanpa adanya dorongan
dari berbagai pihak, oleh karena itu penulis mengucapkan terimakasih kepada
yang terhormat :
1. Puji Suwariyah, Ns., M.Kep Selaku Direktur Akper Serulingmas Cilacap
2. Arif Hendra Kusuma, Ns., M.Kep Selaku Pembimbing Akper Serulingmas
Cilacap
3. Iva Puspaneli S, Ns., M.Kep Selaku Penguji I Stase Keperawatan Medikal
Bedah 1 dan 2
4. Andin Sefrina, Ns., M.Kep.,Sp.Kep.,An Selaku Penguji II Stase Keperawatan
Medikal Bedah 1 dan 2
5. Pihak-Pihak RSUD dr. R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga yang Sudah
Memberi Kesempatan untuk Menimba Ilmu di Rumah Sakit
6. Kedua Orang Tua, Keluarga Dan Teman-Teman Yang Selalu Menberikan
Do’a dan Dukungan

Kritik dan saran sangat penulis harapkan, sehingga penyusunan makalah


selanjutnya dapat lebih baik. Penulis berharap agar asuhan keperawatan ini dapat
berguna dan bermanfaat bagi pihak-pihak yang memerlukan.

Cilacap, 31 Juli 2019

Penyusun

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL............................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN................................................................. ii
KATA PENGANTAR............................................................................. iii
DAFTAR ISI........................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang............................................................................. 1
B. Rumusan Masalah....................................................................... 2
C. Tujuan Penulisan......................................................................... 3
D. Manfaat Penulisan....................................................................... 4
BAB II TINJAUAN TEORI
A. Konsep Dasar............................................................................... 5
B. Konsep Keperawatan................................................................... 12
BAB III TINJAUAN KASUS
A. Pengkajian................................................................................... 21
B. Analisa Data dan Perumusan Diagnosa Keperawatan................. 24
C. IntervensiKeperawatan................................................................ 25
D. Implementasi............................................................................... 28
E. Evaluasi....................................................................................... 30
BAB IV PEMBAHASAN
A. Pengkajian.................................................................................... 32
B. DiagnosaKeperawatan.................................................................. 33
C. Intervensi...................................................................................... 41
D. Implementasi................................................................................ 42
E. Evaluasi........................................................................................ 43
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan.................................................................................. 44
B. Saran............................................................................................ 45
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

iv
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sekarang ini masalah kesehatan merupakan masalah yang sangat penting.
Di negara – negara berkembang khususnya masalah kesehatan, sekarang
menjadi tantangan besar yang harus dihadapi oleh berbagai Negara di dunia.
Dengan semakin meningkatnya ilmu-ilmu dan teknologi kesehatan diharapkan
masalah kesehatan khususnya penyembuhan penyakit bisa segera ditangani
dengan berbagai metode dan seni keperawatan.
Gagal jantung kongestif atau Congestive Heart Failure (CHF) terjadi bila
jantung tidak dapat memompa darah untuk memenuhi kebutuhan darah dalam
tubuh untuk metabolisme jaringan. Pada tahun 2008 diperkirakan sebanyak
17,3 juta kematian disebabkan oleh penyakit kardiovaskuler. Lebih dari 3 juta
kematian tersebut terjadi sebelum usia 60 tahun dan seharusnya dapat dicegah.
Kematian “dini” yang disebabkan oleh penyakit jantung terjadi berkisar
sebesar 4% di negara berpenghasilan tinggi sampai dengan 42% terjadi di
negara berpeng- hasilan rendah.2 Faktor risiko terpenting untuk CHF ialah
penyakit arteri koroner (PJK) dan penyakit jantung iskemik. Hipertensi
merupakan faktor risiko terpen- ting kedua untuk CHF. Faktor risiko lainnya
terdiri dari kardiomiopati, aritmia, gagal ginjal, diabetes, dan penyakit katup
jantung (Raka, 2015).
Penyakit CHF meningkat sesuai dengan perkembangan usia, prevalensi
CHF di dunia sekitar 1% pada orang yang berusia 50-59 tahun, 10% pada usia
lebih dari 65 tahun, dan 50% pada usia lebih dari 85 tahun. Pada negara
berkembang prevalensi CHF sekitar 1-2% dari populasi dewasa. Prevalensi
meningkat lebih dari 10% pada usia lebih dari 70 tahun. Prevalensi CHF di
Indonesia adalah 0,13%, tertinggi di Yogyakarta 0,25%, disusul Jawa Timur
0,19%, dan ketiga di Jawa Tengah 0,18%. Berdasarkan jenis kelamin kejadian
CHF pada laki-laki adalah 0,1% dan perempuan 0,2%. Berdasarkan usia Klien
kejadian CHF pada usia 15-34 tahun adalah 0,07%, usia 35-54 tahun 0,28%,

1
55-74 tahun 0,87%, lebih dari 75 tahun 0,41%. Gejala penyakit CHF yang
biasa muncul adalah extertional dyspnoea, orthopnoea, paroxysmal nocturnal
dyspnoea, batuk kering, kelelahan dan kelemahan, pusing atau palpitasi.
Gejala penyakit CHF yang berkaitan dengan retensi cairan adalah nyeri
epigastrik, distensi abdomen, ascites, oedema sakral dan oedema peripheral.
Persentase gejala pada CHF adalah dispnoea (52%), orthopnoea (81%),
paroxysmal nocturnal dyspnoea (76%), oedema (80%) (Kasron, 2019).
Elektrokardiogram (EKG) adalah suatu sinyal yang dihasilkan oleh
aktivitas listrik otot jantung. EKG ini merupakan rekaman informasi kondisi
jantung yang diambil dengan memasang elektroda pada badan. Rekaman EKG
ini digunakan oleh dokter untuk menentukan kondisi jantung dari Klien.
Sinyal EKG direkam menggunakan perangkat elektrokardiograf.
Elektrokardiogram mempunyai banyak manfaat, baik untuk diagnosis,
manajemen, dan terapi lanjut dari Klien dengan gagal jantung kongestif.
Gambaran EKG pada Klien gagal jantung kongestif dapat menunjukkan
berbagai macam kelainan. Terkadang Klien dengan gagal jantung kongestif
dapat memberikan gambaran EKG normal, atau hanya menunjukkan sinus
takikardi tanpa kelainan lainnya. Secara umum, hasil EKG pada Klien gagal
jantung kongestif memberikan gambaran hipertrofi ventrikel kiri (LVH),
semua jenis aritmia atrium dan ventrikel, blok konduksi atrio-ventrikular dan
intraventrikel, adanya iskemia dan/atau infark miokard, hipertrofi ventrikel
kanan dan kiri, serta kelainan atrium kanan. Contoh klasik kelainan EKG yang
berhubungan dengan gagal jantung kongestif ialah hipertrofi ventrikel kiri,
abnormalitas atrium kiri, dan fibrilasi atrium. (Raka, 2015).

B. Rumusan Masalah
Dengan memperhatikan latar belakang di atas dapat dirumuskan
pertanyaan, sebagai berikut : “Bagaimana asuhan keperawatan yang tepat pada
Ny.S dengan Gangguan Sistem Kardiovaskuler : Congestive Heart Failure
(CHF) di Ruang Lavender RSUD dr. R. Goeteng Taroenadibrata
Purbalingga?”

2
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari penulisan ini adalah untuk mendeskripsikan asuhan
keperawatan pada Ny.S dengan Gangguan Sistem Kardiovaskuler:
Congestive Heart Failure (CHF) di Ruang Lavender RSUD dr. R.
Goeteng Taroenadibrata Purbalingga.
2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari penulisan ini adalah untuk :
a. Mengidentifikasi pengkajian yang dilakukan pada Ny.S dengan
Gangguan Sistem Kardiovaskuler : Congestive Heart Failure (CHF)
di Ruang Lavender RSUD dr. R. Goeteng Taroenadibrata
Purbalingga.
b. Mengidentifikasi perumusan diagnosa keperawatan pada Ny.S
dengan Gangguan Sistem Kardiovaskuler : Congestive Heart Failure
(CHF) di Ruang Lavender RSUD dr. R. Goeteng Taroenadibrata
Purbalingga.
c. Mengidentifikasi penyusunan rencana asuhan keperawatan pada Ny.S
dengan Gangguan Sistem Kardiovaskuler : Congestive Heart Failure
(CHF) di Ruang Lavender RSUD dr. R. Goeteng Taroenadibrata
Purbalingga.
d. Mengidentifikasi implementasi yang dilakukan pada Ny.S dengan
Gangguan Sistem Kardiovaskuler : Congestive Heart Failure (CHF)
di Ruang Lavender RSUD dr. R. Goeteng Taroenadibrata
Purbalingga.
e. Mengidentifikasi evaluasi keperawatan Ny.S dengan Gangguan
Sistem Kardiovaskuler : Congestive Heart Failure (CHF) di Ruang
Lavender RSUD dr. R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga.

3
D. Manfaat Penulisan
1. Bagi Rumah Sakit
Dapat dipakai sebagai reverensi dalam melakukan asuhan keperawatan
bagi Klien dengan gangguan sistem kardiovaskuler khususnya pada Klien
CHF
2. Bagi Mahasiswa Keperawatan
Dapat digunakan sebagai reverensi dalam mengerjakan tugas dan
memberikan asuhan keperawatan pada Klien CHF saat praktek di Rumah
Sakit.
3. Bagi Instansi Akademik
Dapat digunakan sebagai referensi bagi institusi pendidikan untuk
mengembangkan dan meningkatkan mutu pendidikannnya di masa yang
akan datang.

4
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Konsep Dasar
1. Definisi
Congestive Heart Failure (CHF) adalah suatu kondisi dimana
jantung mengalami kegagalan dalam memompa darah guna mencukupi
kebutuhan sel-sel tubuh akan nutrisi dan oksigen secara adekuat (Artistika,
2013). Gagal jantung kongestif atau congestive heart failure adalah kondisi
dimana fungsi jantung sebagi pemompa utuk mengantar darah yang kaya
oksigen ke tubuh tiak cukup untuk memenuhi keperluan-keperluan tubuh
(Wijaya & Putri, 2013). Gagal jantung kongestif adalah keadaan
patofisiologis berupa kelainan fungsi jantung, sehingga jantung tidak
mampu memompa darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme
jaringan atau kemampuan hanya ada kalau disertai peningkatan volume
diastolic secara abnormal (Kurniawan, 2017). Dari beberapa pengertian
tersebut dapat disimpulkan bahwa gagal jantung kongestif atau congestive
heart failure (CHF) merupakan kondisi kelainan fungsi jantung dimana
jantung mengalami kegagalan memompa darah untuk memenuhi
kebutuhan metabolisme tubuh.
Beberapa klasifikasi CHF menurut NYHA dalam Siswanto (2015),
sebagai berikut :
a. Kelas I
Tidak terdapat batasan dalam melakukan aktivitas fisik. Aktivitas fisik
sehari-hari tidak menimbulkan kelelahan, palpitasi atau sesak nafas.
b. Kelas II
Terdapat batasan aktivitas ringan. Tidak terdapat keluhan saat istirahat,
namun aktivitas fisik sehari-hari menimbulkan kelelahan. Palpitasi,
atau sesak nafas.

5
c. Kelas III
Terdapat batasan aktivitas bermakna. Tidak terdapat keluhan saat
istirahat, tetapi aktivitas ringan menyebabkan kelelahan, palpitasi atau
sesak nafas.
d. Kelas IV
Tidak dapat melakukan aktivitas fisik tanpa keluhan. Terdapat gejala
saat istirahat. Keluhan meningkat saat melakukan aktivitas.
2. Etiologi
Secara umum, gagal jantung dapat disebabkan oleh berbagai hal
yang dapat dikelompokan (Wijaya & Putri, 2013) menjadi :
a. Disfungsi miokard
1) Iskemia miokard
2) Infark miokard
3) Miokarditis
4) Kardiopati
b. Beban tekanan berlebih pada sistolik
1) Stenonis aorta
2) Hipertensi
3) Koartosis aorta
c. Beban volume berlebih pada diastolik
1) Insufisiensi katub mitra dan trikuspidalis
2) Transfusi berlebihan
d. Peningkatan kebutuhan metabolic (dermand overload)
1) Anemia
2) Tirotoksikosis
3) Biri-biri
4) Penyakit paget
e. Gangguan pengisian ventrikel
1) Primer (gagal distensi sistolik)
a) Perikarditis restriktif
b) Tamponade jantung

6
2) Sekunder
a) Stenosis mitra
b) Stenosis trikuspidalis
Faktor-faktor perkembangan gagal jantung
a. Aritmia
Aritmia akan mengganggu fungsi mekanisme jantung dengan
mengubah rangsangan listrik yang memulai respon mekanis.
b. Infeksi sistemik dan infeksi paru-paru
Respon tubuh terhadap infeksi akan memaksa jantung untuk
memenuhi kebutuhan tubuh akan metbolisme yang meningkat.
c. Emboli paru
Emboli paru secara mendadak akan meningkatkan resistensi terhadap
reaksi ventrikel kanan, pemicu terjadinya gangguan jantung kanan.
3. Manifestasi Klinik
Menurut Wijaya dan Putri (2013) manifestasi klinik Klien gagal
jantung dapat dibedakan menjadi :
a. Gagal jantung kiri
Menyebabkan kongetif, bendungan pada paru-paru dan ganggua
pada mekanisme control pernafasan yang menimbulkan gejala :
1) Dispnea
2) Orthopnea
3) Paroxismal noktural dispnea
4) Batuk
5) Mudah lelah
6) Ronchi
7) Gelisah
8) Cemas
b. Gagal jantung kanan
Menyebabkan peningkatan vena sistemik, gejalanya :
1) Edema perifer
2) Peningkatan BB

7
3) Distensi vena jugularis
4) Hepatomegali
5) Asites
6) Pitting edema
7) Anorexia
8) Mual
c. Secara luas COP dapat menyebabkan perfusi oksigen kejaringan
rendah, sehingga menimbulkan gejala :
1) Pusing
2) Kelelahan
3) Tidak toleran terhadap aktivitas dan panas
4) Ekstremitas dingin
d. Perfusi pada ginjal dapat menyebabkan pelepasan rennin serta sekresi
aldostern dan retensi cairan dan natrium yang menyebabkan
peningkatan volume intravascular.
4. Pathofisiologis
Congestive Heart Failure (CHF) merupakan suatu keadaan dimana
kelainan fungsi jantung menjadi penyebab ketidakmampuan jantung untuk
memompa darah dengan frekuensi yang normal bagi kebutuhan metabolik
(forward failure), atau ketidakmampuan ini dapat terjadi pada volume
diastolik ventrikel yang secara abnormal bertambah (backward failure).
Pada gagal jantung, kelainan tersebut terjadi pada sistol dan/atau diastole.
Pada kegagalan sistolik, gangguan kontraktilitas jantung akan
menyebabkan kontraksi sistolik yang lemah dan akhirnya menimbulkan
gangguan curah jantung sekuncup, dilatasi jantung serta kerapkali pula
kenaikan tekanan diastolik ventrikel (Wahyuningih, 2017).
Gagal jantung kiri merupakan hasil dari kontraksi ventrikel kiri
yang tidak efektif. Hal ini menyebabkan kongestif atau edema pulmonal
dan mengurangi curah jantung. Penyebab yang sering adalah miokard
infark ventrikel, hipertensi, dan stenosis atau infusiensi katup aorta atau
mitral. Ketika berkurangnya kemampuan pompa ventrikel kiri bersifat

8
menetap, terjadi akumulasi cairan, mengalir kembali ke atrium kiri, dan
kemudian ke paru-paru. Edema pulmonal dan gagal jantung sisi kanan
kemudian akan terjadi bila keadaan semakin buruk. Pada gagal jantung
kiri, darah dari atrium ke ventrikel kiri mengalami hambatan, sehingga
atrium kiri dilatasi dan hipertrofi. Aliran darah dari paru ke atrium kiri
terbendung. Akibatnya tekanan dalam pulmonalis, kapiler, paru dan arteri
pulmonalis meninggi. Bendungan terjadi juga di paru yang akan
mengakibatkan edema paru, sesak nafas saat beraktivitas atau saat istirahat
(Wahyuningsih ,2017).
Kegagalan ventrikel kanan terjadi jika bilik ini tidak mampu
memompa melawan tekanan yang naik pada sirkulasi paru-paru.
Kegagalan ventrikel kanan dalam memompa darah akan mengakibatkan
edema pada ekstremitas. Pada hati juga mengalami pembesaran karena
berisi cairan intra vaskuler, tekanan di dalam sistem portal menjadi begitu
tinggi hingga cairan didorong melalui pembuluh darah masuk ke rongga
perut (asites) akibatnya mendesak diafragma yang akhirnya akan susah
untuk bernafas. Manifestasi klinis yang utama pada kegagalan sistolik
berkaitan dengan curah jantung yang tidak memadai seperti misalnya
gejala kelemahan, fertigue, berkurangnya toleransi terhadap exersice dan
gejala-gejala hipoperfusi jaringan yang lain seperti ekstremitas yang
dingin dan pucat, oliguria, kebingungan mental, gangguan daya ingat
serta insomnia. Kegagalan diastolik bermanifestasi lewat efek kenaikan
tekanan end-diastolik ventrikel yang menyebabkan kongesiti venous
pulmonal atau sistemik seperti misalnya gejala dispnea, orthopnea, edema
pulmonal, edema kaki, anoreksia, nausea, dan lai-lain (Wahyuningsih,
2017).

9
5. Pathway Kerusakan
miokardium
Hipervolemia Hipertensi Stenosis Katup
inkompetent

Peningkatan beban kerja jantung

CHF

Gagal jantung kiri Gagal jantung kanan

Kontraksi ventrikel kiri Penurunan Ventrikel kanan tidak


tidak fektif curah jantung mampu memompa darah

Kegagalan mekanisme Aliran balik sistemik


kompensasi Venous return

Diastolik ventrikel kiri


Mendesak Edema
Kapasitas isi ventrikel lobus hepar ekstremitas

Tekanan ventrikel dan Hepatomegali Resiko tinggi


atrium kiri gangguan
Tekanan integritas kulit

TD Sistemik vena porta


Tekanan pulmonal

Kelemahan Cairan
Edema paru
didorong ke
rongga perut
Penimbunan cairan Intoleransi
dalam alveoli aktivitas
Asites

Kelebihan
Dispnea Batuk volume cairan

 Ketidakefektfan pola Penumpukan sekret


nafas
 Gangguan Ketidakefektifan
pertukaran gas bersihan jalan nafas
 Gangguan pola tidur
Wahyunigsih (2017), Wijaya & Putri (2013)
10
6. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Wijaya dan Putri (2013) pemeriksaan penunjang pada
Klien CHF, antara lain :
a. Radiogram dada
1) Kongesti vena paru
2) Redistribusi vascular pada lobus-lobus atas paru
3) Kardiomegali
b. Kimia darah
1) Hiponatremia
2) Hiperkalemia pada tahap lanjut dari gagal jantung
3) Kreatinin meningkat
c. Urine
1) Lebih pekat
2) Natrium meningkat
d. Fungsi hati
1) Pemanjangan masa protombin
2) Peningkatan bilirubin dan enzyme hati (SGOT dan SGPT
meningkat)
7. Penatalaksanaan
Berikut ini beberapa penatalaksanaan untuk pasin CHF sesuai dengan
tujuannya (Wijaya & Putri, 2013) :
a. Mengurangi beban kerja jantung
Melalui pembatasan aktivitas fisik yang ketat tanpa menimbulkan
kelemahan otot-otot rangka
b. Megurangi beban awal
1) Pembatasan garam
2) Pemberian diuretik
c. Meningkatkan kontraktilitas
Dengan pemberian obat inotropik

11
d. Mengurangi beban akhir
Pemberian vasodilator seperti hidralazin dan nitrat yang
menimbulkan dilatasi anyaman vaskuler melalui dua cara :
1) Dilatasi langsung otot polos pembuluh darah
2) Menghabat enzyme konversi angionestensin

B. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
Data dasar pengkajian fisik
a. Aktivitas/ Tidur
Gejala :
1) Keletihan, kelelahan terus sepanjang hari
2) Insomnia
3) Nyeri dada dengan aktivitas
4) Dispnea pada saat istirahat atau pada pengerahan tenaga
Tanda :
Gelisah, perubahan status mental, letargi, TTV berubah pada aktivitas
b. Sirkulasi
Gejala :
1) Riwayat hipertensi, MCI, episode gagal jantung kanan sebelumnya
2) Penyakit katub jantung, bedah jantung, endokarditis, SLE, anemia,
syok septic, bengkak pada kaki, telapak kaki, abdomen, sabuk
terlalu kuat (pada gagal jantung kanan).
Tanda :
1) TD mungkin menurun (gagal pemompaan), norma GJK
ringan/kronis atau tinggi (kelebihan volume cairan/ peningkatan
TD)
2) Tekanan nadi menunjukan peningkatan volume sekuncup
3) Frekuensi jantung takikardia (gagal jantung kiri)
4) Irama jantung : sistemik misalnya fibrilasi atrium, kontraksi
ventrikel/ takikardi blok jantung

12
5) Nadi apical disritmia, misalnya PMI mungkin menyebar dan
berubah posisi secara inferior kiri
6) Bunyi jantung S3 (gallop) adalah diagnostic, S4 dapat terjadi, S1
dan S2 mungkin lemah
7) Murmur sistolik dan diastolic dapat menandakan adanya katup atau
insfisiensi
8) Nadi perifer berkurang, perubahan dalam kekuatan denyutan, dapat
terjadi, nadi sentral mungkn kuat, missal : nadi jugularis coatis
abdominal terlihat
9) Warna kulit : kebiruan, pucat, atau abu-abu sianotik
10) Punggung kuku : pucat atau sianotik dengan crt <3 detik
11) Hepar ; pembesaran/ dapat teraba, reflek hepato jugukaris
12) Bunyi nafas : Krekels, ronchi
13) Edema : mungkin dependen, umum atau pitting, khususnya
padaekstremitas
c. Integritas ego
Gejala :
1) Ansietas, khawatir, takut
2) Stress yang berhubungan dengan penyakit
Tanda :
Berbagai manifestasi klinik perilaku missal : ansietas, marah.
ketakutan
d. Eliminasi
Gejala :
Penurunan berkemih, urine berwarna gelap, berkemih makam hari
(nokturia), diare/konstipasi
e. Makanan/Cairan
Gejala ;
1) Kehilangan nafsu makan
2) Mual/muntah
3) Penambahan BB

13
4) Pembengkakan pada ekstremitas bawah
5) Pakaian/sepatu terasa sesak
6) Diet tinggi garam/makanan yang telah diproses, lemak gula dan
kafein
7) Penggunaan diuretic
Tanda :
1) Penambahan BB yang cepat
2) Distensi abdomen (asites), edema (umum. Dependen, atau pitting)
f. Hygiene
Gejala :
Keletihan, kelemahan, kelelahan selama aktivitas perawatan diri
Tanda :
Penampilan menandakan kelelahan perawatan personal
g. Neurosensori
Gejala ;
Kelemahan, peningkatan episode pinsan
Tanda :
Latergi, disorientasi, peeubahan perilaku, mudah tersinggung
h. Nyeri/Keamanan
Gejala :
1) Nyeri dada, angina akut atau kronis
2) Nyeri abdomen kanan atas
Tanda ;
1) Tidak tenang, gelisah
2) Fokus menyempit (menarik diri)
3) Perilaku melindungi diri
i. Pernafasan
Gejala :
1) Dispnea saat aktivitas, tidur sambil duduk atau dengan beberapa
bantal
2) Batuk dengan/tanpa sputum

14
3) Riwayat penyakit paru kronis
4) Penggunaan bantuan pernafasan, misl oksigen atau medikasi
Tanda :
1) Pernafasan takipnea, nafas dangkal, pernafasan laboral,
penggunaan otot aksesoris
2) Pernafasan nasal faring
3) Batuk kering/nyaring/non produktif atau mungkin batuk terus
menerus dengan/ tanpa sputum
4) Sputum : mungkin barcampur darah, merah muda/berbuih, edema
pumonal
5) Bunyi nafas mungkin tidak terdengar dengan krakels banner dan
mengi
6) Fungsi mental mungkin menurun, letargi, kegelisahan, warna kulit
pucat/sianosis (Wijaya & Putri, 2013)
2. Diagnosa Keperawatan
a. Penurunan curah jantung b.d perubahan kontraktilitas miocard,
perubahan structural, perubahan frekuensi, irama dan konduksi listrik
b. Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplai oksigen
dengan kebutuhan tubuh
c. Kelebihan volume cairan b.d menurunnya laju filtrasi
glomerulus/meningkatnya produksi ADH dan retensi natrium dan air
d. Risiko gangguan integritas kulit b.d edema
e. Gangguan pola tidur b.d edema pulmoner
f. Gangguan pertukaran gas b.d edema pulmoner
g. Ketidakefektifan pola nafas b.d keletihan otot pernafasan (Herdman,
2015)
h. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b.d penumpukan secret

15
3. Intervensi Keperawatan
a. Diagnosa keperawatan penurunan curah jantung
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan,
masalah penurunan curah jantung klien dapat teratasi, dengan kriteria
hasil : (Keefektifan pompa jantung)
Indikator Awal Tujuan Akhir
Kelelahan 5
Dyspnea pada saat istirahat 5
Dyspnea pada saat aktivitas 5
Intoleransi aktivitas 5
Keterangan :
1= Berat
2= Cukup berat
3= Sedang
4= Ringan
5= Tidak ada
Rencana Tindakan
1) Monitor TTV
2) Monitor sesak nafas, kelelahan, takipnea, dan orthopnea
3) Lakukan penilaian komprehensif pada sirkulasi perifer (nadi
perifer, edema, crt, warna dan suhu ekstremitas)
4) Catat tanda dan gejala penurunan curah jantung
5) Instruksikan klien untuk segera melaporkan bila merasakan nyeri
dada
6) Diskusikan modifikasi aktivitas dengan klien dan keluarga
b. Diagnosa keperawatan Intoleransi aktivitas
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan,
masalah intoleransi aktivitas klien dapat teratasi, dengan kriteria
hasil : (Toleransi terhadap aktivitas)
Indikator Awal Tujuan Akhir
Frekuensi nadi ketika beraktivitas 5
Frekuensi pernafasan ketika beraktivitas 5
Kemudahan bernafas ketika beraktivitas 5
Kecepatan berjalan 5

16
Keterangan :
1= Sangat terganggu
2= Banyak terganggu
3= Cukup terganggu
4= Sedikit terganggu
5=Tidak terganggu
Rencana Tindakan (Perawatan jantung rehabilitatif)
1) Monitor toleransi klien terhadap aktivitas
2) Pertahankan ambulasi, sesuai toleransi klien
3) Instruksikan klien dan keluarga untuk membatasi
mengangkat/mendorong barang /benda berat
4) Instruksikan klien dan keluarga megenai resep yang tepat dan
pengobatan di luar tempat klien dirawat
5) Instruksikan klien mengenai perawatan diri saat mengalami nyeri
dada
c. Diagnosa keperawatan Kelebihan volume cairan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan,
masalah kelebihan volume cairan klien dapat teratasi, dengan kriteria
hasil : (Keseimbangan cairan)
Indikator Awal Tujuan Akhir
Tekanan darah 5
Keseimbangan intake output 5
Turgor kulit 5
Keterangan :
1= Sangat terganggu
2= Banyak terganggu
3= Cukup terganggu
4= Sedikit terganggu
5=Tidak terganggu
Rencana Tindakan (Manajemen hipervolemia):
1) Monitor tanda berkurangnya preload (peningkatan urin output,
perbaikan suara paru abnormal, penurunan tekanan darah, MAP,
CVP, PCWP, CO,CI)

17
2) Monitor pola pernafasan untuk mengetahui adanya gejala edema
pulmoner (cemas, sesak nafas, ortopnea, dispnea, batuk, produksi
sputum kental, dan nafas pendek)
3) Tinggikan kepala tempat tidur untuk memperbaiki ventilasi
4) Berikan terapi infuse IV (cairan, produk darah) untuk mencegah
peningkatan preload yang cepat
5) Berikan obat untuk mengurangi preload (Furosemide,
spironolakton, morphine, dan nitrogliserin)
d. Diagnosa keperawatan Risiko gangguan integritas kulit
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan,
resiko gangguan integritas kulit klien dapat terminimalkan, dengan
kriteria hasil : (keparahan cairan berlebiih)
Indikator Awal Tujuan Akhir
Edema tanagn 5
Edema pergelangan kaki 5
Edema kaki 5
Asites 5
Edema menyeluruh 5
Sakit kepala 5
Peningkatan tekanan darah 5
Keterangan :
1= Berat
2= Cukup berat
3= Sedang
4= Ringan
5= Tidak ada
Rencana Tindakan (Manajemen cairan)
1) Monitor TTV
2) Monitor indikasi kelebihan cairan (crackles, elerasi, takanan
kapiler paru yang terganjal, edema, asites)
3) Kaji lokasi luasnya edema
4) Batasi asupan cairan

18
e. Diagnosa keperawatan Gangguan pola tidur
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan,
pola tidur klien tidak terganggu, dengan kriteria hasil : (Tidur)
Indikator Awal Tujuan Akhir
Jam tidur 5
Pola tidur 5
Kualitas tidur 5
Tidur dari awal sampai habis dimalam hari 5
Keterangan :
1= Sangat terganggu
2= Banyak terganggu
3= Cukup terganggu
4= Sedikit terganggu
5=Tidak terganggu
Rencana Tindakan (Peningkatan tidur)
1) Monitor pola tidur klien dan jumlah jam tidur
2) Sesuaikan lingkungan (cahaya kebisingan, suhu, dan tempat tidur)
3) Anjurkan untuk tidur siang
4) Sesuaikan jadwal pemberian obat untuk mendukung istirahat
5) Jelaskan pentingnya tidur yang cukup
f. Diagnosa keperawatan Gangguan pertukaran gas
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan,
pertukaran gas klien tidak terganggu, dengan kriteria hasil : (status
pernafasan : pertukaran gas)
Indikator Awal Tujuan Akhir
Dispnea saat istirahat 5
Dispnea saat aktivitas ringan 5
Perasaan kurang istirahat 5
Keterangan :
1= Sangat Berat
2= Berat
3= Cukup
4= Ringan
5= Tidak ada

19
Rencana Tindakan (Manajemen jalan nafas)
1) Monitor ststus pernafasan dan oksigen
2) Auskultasi suara nafas
3) Instruksikan bbagaimana agar bisa melakukan batuk efektif
4) Posisikan klien untuk memaksimalkan ventilasi
5) Posisikan untuk mengurangi sesak nafas
6) Kelola pemberian bronkodilator
g. Diagnosa keperawatan Ketidakefektifan pola nafas
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan,
status pernafasan klien tidak terganggu , dengan kriteria hasil : (status
pernafasan : ventilasi)
Indikator Awal Tujuan Akhir
Penggunan otot bantu pernafasan 3 5
Suara nafas tambahan 3 5
Retraksi dinding dada 5 5
Dispnea saat aktivitas 3 5
Keterangan :
1= Sangat Berat
2= Berat
3= Cukup
4= Ringan
5= Tidak ada
Rencana Tindakan (Monitor pernafasan)
1) Monitor kecepatan, irama, kedalaman dan kesulitan bernafas
2) Monitor suara nafas tambahan
3) Monitor pola nafas
4) Monitor hasil foto thorak
5) Posisikan klien untuk memudahkan pernafasan
6) Ajarkan posisi untuk batuk efektif
7) Kolaborasi terapi oksigen
8) Kolaborasi pemberian furosemide (diuretik)

20
BAB III
TINJAUAN KASUS

Asuhan keperawatan pada Ny.S dengan gangguan sistem kardiovaskuler :


congestive heart failure (chf) di Ruang Lavender RSUD dr.R. Goeteng
Taroenadibrata Purbalingga pada tanggal 10 Juli 2019. Pengkajian dilakukan
pada tanggal 10 Juli 2019 pada Ny.S dengan gangguan sistem kardiovaskuler :
congestive heart failure (chf), setelah dilakukan pengkajian selama tiga hari
diperoleh data sebagai beriku:
A. Pengkajian
1. Identitas
Pada data di dapat bahwa nama klien adalah Ny.S umur 36 tahun,
jenis kelamin perempuan, alamat Karangbanjar, agama islam, suku Jawa,
klien berstatus menikah, pendidikan terakhir SD. Klien masuk rumah sakit
pada tanggal 9 Juli 2019, dan dikaji oleh penulis pada tanggal 10 Juli 2019
dengan diagnosa medik CHF. Sumber informasi diperoleh dari Klien.
2. Riwayat Penyakit
Klien megatakan datang ke IGD RSUD dr.R. Goeteng
Taroenadobrata Purbalingga tanggal 9 juli 2019 diantar suaminya, Klien
datang dengan keluhan sesak nafas dietrai batuk tidak berdahak sudah dari
3 hari yang lalu. Klien dipindahkan ke ruang Lavender pada tanggal 10
Juli 2019. Saat pegkajian dilakukan keluhan utama yang dirasakan klien
yaitu klien mengatakan sesak nafas, ceapat lelah saat berjalan dan
beraktivitas ringan. Klien mengatakan ada keluhan tambahan yaitu sulit
tidur karena batuk dan mual serta nyeri ulu hati. Klien mengatakan nyeri
saat terlambat makan dan nyeri hilang beberapa menit setelah makan,
nyeri yang dirasa seperti ditusuk-tusuk jarum, skala 5, nyeri berlangsung
kurang lebih selama 5 menit dan hilang sekitar 2 menit kemudian nyeri
timbul kembali. Riwayat penyakit dahulu klien mengatakan sesak nafas
sejak satu tahun yang lalu namun klien belum pernah dirawat di Rumah
Sakit, Klien mengatakan memiliki riwayat penyakit Magh. Riwayat

21
penyakit keluarga, klien mengatakan bahwa ibu klien memiliki riwayat
hipertensi dan ayahnya pernah mengalami stroke dan sudah meninggal
satu tahun yang lalu.
3. Pola Fungsional Menurut Gordon
Klien mengatakan bahwa kesehatan sangat penting dan harus
dijaga dengan makan makanan yang sehat serta gaya hidup yang sehat.
Pada pengkajian pola nutrisi sebelum sakit klien mengatakan makan 3x
sehari porsi sedang dengan komposisi nasi, lauk pauk dan sayur, serta
minum air putih 6-8 gelas sehari. Sedangkan selama sakit klien
mengatakan makan makanan dari rumah sakit (diit nasi lunak)3x sehari
hanya habis seperempat porsi karena mual dan batuk, serta minum air
putih kurang lebih 5 gelas sehari dan 1 gelas teh.
Pada pengkajian pola eliminasi didapatkan data sebelum sakit klien
BAB 1x sehari dengan konsistensi lunak, warna kuning kecoklatan dan
bau khas serta BAK 4-5x sehari warna kuning jernih dan bau khas. Sedang
kan selama dirawat di rumah sakit klien mengatakan belum BAB dan
BAK lebih sering kurang lebih 6 kali sehari. Semua ktivitas klien sebelum
sakit bisa dilakukan secara mandiri namun klien merasa cepat lelah
sedangkan selama sakit beberapa aktivitas klien dibantu oleh keluarganya
seperti mandi, berpakaian, dan toileting kadang dibantu. Seblum sakit
semuat panca indra klien berfungsi dengan baik, namun selama sakit klien
mengatakan mulutnya terasa asam. Sebelum dan selama sakit klien tidur
kurang lebuh 8 jam sehari namun sering terbangun di malam hari karena
batuk, berisik, sesak nafas, kadang karena perutnya sakit.
Klien mengatakan ingin cepat sembuh dan pulang, klien juga
mengatakan hubungan dengan keluargaya sangat baik dan jika ada
masalah klien selalu cerita ke suaminya kadang ke anaknya. Klien
memiliki 3 orang anak dan masih mengalami menstruasi. Pada pengkajian
pola keyakinan didapatkan data bahwa klien beragama islam, sebelum
sakit selalu menjalanjan ibadahnya, selalu sholat 5 waktu namun selama
sakit klien sedang menstruasi.

22
4. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksan fisik Ny.S didapatkan hasil keadaan umun cukup
kesadaran Compos Mentis, GCS 15 (E4V5M6) vital sign TD : 110/80
mmHg, Nadi : 96 x/menit, RR : 25 x/menit, Suhu : 36,7‫ﹾ‬C, Berat badan 50
kg, tinggi badan : 155cm. Pemeriksaan kepala : Bentuk simetris, tidak ada
lesi, penyebaran rambut merata, rambut beruban sedikit, tidak ada
benjolan. Pemeriksaan wajah : warna sama dengan bagian tubuh lain, tidak
pucat. Pemeriksaan mata : Konjungtiva an anemis, sclera an ikterik.
Pemeriksaan hidung : simetris, bersih, tidak keluar cairan dan terpasang
nasal kanul, tampak cuping hidung serta tidak ada nyeri tekan.
Pemeriksaan telinga : simetris, tampak bersih. Pemeriksaan mulut :
membran mukosa bibir kering dan mulut bersih, gigi utuh dan tidak ada
karan gigi, tidak ada lesi. Pemeriksaan leher : tidak ada benjolan, tidak ada
pembesaran kelenjar tiroid. Pada pemeriksaan thorak : Paru-paru : tampak
menggunakan otot bantu pernafasan (retraksi dindin dada), simetris, warna
kulit sama dengan bagian tubuh lain, tidak ada jejas, tidak ada nyeri tekan,
tidak ada masa, taktil premitus kanan kiri teraba sama, perkusi sonor dan
auskultasi wheezing; Jantung : simetris, warna kulit sama dengan bagian
tubuh lain, tidak ada jejas, tidak ada nyeri tekan, tidak ada benjolan, hasil
palpasi dullness dan auskultasi lup dup serta suara tambahan murmur.
Pada pemeriksaan abdomen hasil inspeksi simetris dan tidak ada bekas
operasi, dan tidak ada benjolan, bising usus terdengan 25x permenit,
perkusi terdengan timpani, tidak ada masa dinding abdomen sedikit
tegang, terdapat nyeri tekan. Pemeriksaan Genetalia tidak terpasang DC
tidak ada hemoroid. Pemeriksaan ekstremitas kekuatan otot 5 dan
didapatkan data bahwa terpasang infuse assering di tangan kiri, akral
teraba hangat dan crt 3 detik.
5. Program Terapi
Terapi yang diberikan selama klien dirawat yaitu infuse assering
10 tpm, pada hari pertama pengelolaan injeksi ranitidine 2 x 25 mg,
ondansentron 2x 4mg, furosemide 2x 10 mg. Pada pengelolaan hari kedua

23
dan ketiga terapi seperti hari pertama dan ditamhah injeksi
Methylpremidolone 2x 62,5 mg, ketorolac 2x 30mg, Ceftriaxone 2x1 gr
hasil skint test hari kedua alergi, diganti cefotaksin 2x1gr dan O2 3L.
6. Pemeriksaan Penunjang
Pada pemeriksaan penunjang radiologi di dapatkan hasil EKG
tanggal 9 Juli 2019 yaitu sinus takikardi, nonspecific ST, T abnormal,
serta rontgen thorak pada tanggal 10 juli 2019 klien mengalami kongestif
dengan besaran cord crt 0,40, bronchitis dan pleuritis. Pada pemeriksaan
Hematologi darah tanggal 9 Juli 2019 didapatkan Leukosit 30,8 10^3/Ul,
eosinofil 0%, netrofil segmen 90%, limfosit 7%, GDS 96 mg/Dl, SGOT
36,7 u/L.

B. Analisis Data dan Perumusan Diagnosa Keperawatan


1. Analisis Data

NO. DATA ETIOLOGI PROBLEM


1. Ds : Klien mengatakan sesak Keletihan otot Ketidakefek
nafas pernafasan tifan pola
Do: Klien tampak menggunakan nafas
otot bantu pernafasan,
retraksi dinding dada,
tampak pernafasan cuping
hidung
RR= 25 x/menit
S = 36,7x/menit
2. Ds : Klien mengatakan mual, Iritasi lambung Mual
mulutnya terasa asam, tidak
nafsu makan
Do : makanan klien tampak
hanya habis seperempat
porsi, Leukosit 30,8
10^3/Ul

24
3. Ds : Agens cedera Nyeri akut
P= Klien mengatakan nyeri biologis
saat terlambat makan dan
nyeri hilang beberapa menit
setelah makan
Q= Klien mengatakan nyeri
seperti ditusuk-tusuk jarum
R= Klien mengatakan nyeri
pada ulu hati
S= Skala 5
T= Klien mengatakan nyeri
timbul kurang lebih selama
5 menit dan hilang selama
kurang lebih 2 menit
kemudian timbul lagi
Do : Klien tampak memegangi
perut bagian atas, wajah
klien tampak meringis
menahan nyeri
2. Perumusan Diagnosa Keperawatan sesuai dengan Prioritas
a. Ketidakefektifan pola nafas b.d keletihan otot pernafasan
b. Mual b.d Iritasi lambung
c. Nyeri akut b.d agens cedera biologis

C. IntervensiKeperawatan
1. Diagnosa Keperawatan Ketidakefektifan pola nafas b.d keletihan otot
pernafasan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan,
status pernafasan klien tidak terganggu , dengan kriteria hasil : (status
pernafasan : ventilasi)
Indikator Awal Tujuan Akhir
Penggunan otot bantu pernafasan 3 5

25
Suara nafas tambahan 3 5
Retraksi dinding dada 3 5
Dispnea saat aktivitas 3 5
Keterangan :
1= Sangat Berat
2= Berat
3= Cukup
4= Ringan
5= Tidak ada
Rencana Tindakan (Monitor pernafasan)
a. Monitor kecepatan, irama, kedalaman dan kesulitan bernafas
b. Monitor suara nafas tambahan
c. Monitor pola nafas
d. Monitor hasil foto thorak
e. Posisikan klien untuk memudahkan pernafasan
f. Ajarkan posisi untuk batuk efektif
g. Kolaborasi terapi oksigen
h. Kolaborasi pemberian furosemide (diuretik)
2. Diagnosa Keperawatan Mual b.d Iritasi lambung
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan
masalah mual klien teratasi , dengan kriteria hasil (mual muntah efek yang
mengganggu):
Indikator Awal Tujuan Akhir
Asupan makanan berkurang 3 5
Asupan cairan berkurang 4 5
Kehilangan selera makan 3 5
Keterangan :
1= Parah
2= Banyak
3= Cukup
4= Sedikit
5= Tidak ada

Rencana Tindakan (Manajemen mual)

26
a. Identifikasi faktor-faktor yang dapat menyebabkan mual
b. Motivasi klien untuk makan sedikit tapi sering
c. Sajikan makanan dalam keadaan hangat
d. Instruksikan minum aor hangatn sebelum makan
e. Evaluasi dampak mual terhadap kualitas hidup (nafsu makan, tidur)
f. Kolaborasi pemberian ondansentron 2x 4mg
3. Diagnosa Keperawatan Nyeri Akut b.d Agens Cedera Biologis
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan
masalah nyeri klien dapat teratasi , dengan kriteria hasil (Tingkat nyeri):
Indikator Awal Tujuan Akhir
Nyeri yang dilaporkan 3 5
Mengerinyit 4 5
Ekspresi wajah nyeri 3 5
Tidak bisa beristirahat 2 4
Keterangan :
1 = Berat
2 = Cukup berat
3 = Sedang
4 = Ringan
5 = Tidak ada
Rencana Tindakan (Managemen nyeri) :
a. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensift
b. Tentukan akibat dari pengalaman nyeri terhadap kualitas hidup klien
c. Gali bersama klien factor-faktor yang dapat menurunkan atau
memperberat nyeri
d. Dukung istirahat/tidur yang adekuat
e. Ajarkan teknik nonfarmakologi
f. Kolaborasi pemberian analgetik ketorolac 2x 30mg

D. Implementasi Keperawatan

27
Rabu, 10 Juli 2019
1. Diagnosa keperawatan 1
a. Memonitor KU, kesadaran. (Jam 08.00)
b. Memonitor infuse assering, injeksi furosemide 10mg, terapi O2
4L/menit (Jam 08.30)
c. Memposisikan klien semi fowler (Jam 09.00)
d. Melakukan pemeriksaan radiologi rontgen thorak (Jam 13.00)
2. Diagnosa keperawatan 2
a. Memonitor KU, kesadaran. (Jam 08.00)
b. Memonitor infuse assering, injeksi Ranitidine 25 mg, Ondansentron
4mg, (Jam 08.30)
c. Menganjurkan klien untuk makan sedikit tapi sering (Jam 10.00)
d. Menginstruksikan untuk minum air hangat sebelum makan (Jam
12.00)
e. Menginstruksikan untuk makan selagi makanan masih hangat (Jam
12.00)
3. Diagnsa keperawatan 3
a. Memonitor KU, kesadaran. (Jam 08.00)
b. Memonitor infuse assering 10 tpm (Jam 08.30)
c. Melakukan pegkajian nyeri (Jam 11.00)
d. Mengajarkan teknik nafas dalam (13.30)
Kamis, 11 Juli 2019
1. Diagnosa keperawatan 1
a. Memonitor KU, kesadaran. (Jam 08.00)
b. Memonitor infuse assering, injeksi furosemide 10mg,
Methylprednisolone 6,25 mg (Jam 08.30)
c. Melakukan Skin test cefo (09.00) hasil skintes tidak alergi
d. Memonitor terapi O2 4L/menit (Jam 12.00)
2. Diagnosa keperawatan 2
a. Memonitor KU, kesadaran. (Jam 08.00)

28
b. Memonitor infuse assering, injeksi Ranitidine 25 mg, Ondansentron
4mg (Jam 08.30)
c. Memotivasi utuk minum air hangan sebelum makan (09.00)
d. Memotivasi untuk makan sedikit tapi sering (Jam 10.00)
e. Memotivasi untuk makan selagi makanan masih hangat (Jam 12.00)
f. Memonitor tanda-tanda mual (Jam 13.00)
3. Diagnsa keperawatan 3
a. Memonitor KU, kesadaran. (Jam 08.00)
b. Memonitor infuse assering 10 tpm, injeksi ketorokac 30 mg (Jam
08.30)
c. Melakukan pegkajian nyeri (Jam 10.00)
d. Memotivasi untuk melakukan nafas dalam (11.00)
Jum’at, 12 Juli 2019
1. Diagnosa keperawatan 1
a. Memonitor KU, kesadaran. (Jam 14.00)
b. Memonitor infuse assering, O2 RR (Jam 14.30)
c. Mengajarkan untuk batuk efektif (15.30)
d. Menginjeksikan furosemide 10 mg, Methylprednisolone 6,25 mg
(17.00)
e. Memonitor RR (Jam 18.30)
2. Diagnosa keperawatan 2
a. Memonitor KU, kesadaran. (Jam 14.00)
b. Memonitor infuse assering, injeksi Ranitidine 25 mg, Ondansentron
4mg, (Jam 17.00)
c. Menginstruksikan untuk minum air hangat sebelum makan (Jam
17.30)
d. Menginstruksikan untuk makan selagi makanan masih hangat (Jam
17.30)
e. Menganjurkan klien untuk makan sedikit tapi sering (Jam 19.00)
3. Diagnsa keperawatan 3
a. Memonitor KU, kesadaran. (Jam 14.00)

29
b. Memonitor infuse assering 10 tpm, injeksi ketorokac 30 mg (Jam
17.00)
c. Melakukan pegkajian nyeri (Jam 18.30)
d. Memotivasi untuk melakukan nafas dalam (19.00)

E. Evaluasi
Jum’at, 12 Juli 2019
1. Diagnosa keperawatan 1
S : Klien mengatakan masih sesak nafas dan batuk
O : KU cukup, kesadaran compos mentis, GCS 15, RR 24x/menit, O2
4L/menit masuk, tampak retraksi dinding dada
A : Masalah ketidakefektifan pola nafas belum teratasi
Indikator Awal Tujuan Akhir
Penggunan otot bantu pernafasan 3 5 4
Suara nafas tambahan 3 5 3
Retraksi dinding dada 3 5 4
Dispnea saat aktivitas 3 5 4
P : Lanjutkan intervensi
a. Monitor KU, kesadaran, GCS
b. Monitor RR, infuse assering 10 tpm
c. Menganjurkan untuk posisi semi fowler
d. Kolaborasi pemberian furosemide 2x10 mg, Methylprezolone 2x
6,25 mg
2. Diagnosa keperawatan 2
S : Klien mengatakan sudah tidak mual, pasein mengatakan minum air
hangat sebelum makan, makan habis lebih dari setengah porsi
O : Nafsu makan klien meningkat ditandai dengan klien tampak hampir
menghabiskan makanannya
A : Masalah mual klien teratasi
Indikator Awal Tujuan Akhir
Asupan makanan berkurang 3 5 5
Asupan cairan berkurang 4 5 5
Kehilangan selera makan 3 5 5
P : Lanjutkan intervensi monitor tanda gejala mual

30
3. Diagnosa keperawatan 3
S:
P= Klien mengatakan nyeri saat terlambat makan dan nyeri hilang
beberapa menit setelah makan
Q= Klien mengatakan nyeri seperti ditusuk-tusuk jarum
R= Klien mengatakn nyeri pada ulu hati
S= Skala 4
T= Klien mengatakan nyeri timbul kurang lebih selama 5 menit dan
hilang selama kurang lebih 2 menit kemudian timbul lagi
O : Klien tampak memegangi perut bagian atas, wajah klien tampak
meringis menahan nyeri
A : Masalah Nyeri akut klien belum teratasi
Indikator Awal Tujuan Akhir
Nyeri yang dilaporkan 3 5 3
Mengerinyit 4 5 4
Ekspresi wajah nyeri 3 5 3
Tidak bisa beristirahat 2 4 3
P : Lanjutkan intervensi
a. Kaji nyeri
b. Motovasi untuk melakukan nafas dalam
c. Kolaborsi pemberian ketorolac 2x 30mg, ranitidine 2x25 mg

31
BAB IV
PEMBAHASAN

Dalam bab ini penulis akan membahas tentang pelaksanaan Asuhan


Keperawatan pada Ny.S dengan gangguan sistem kardiovaskuler : congestive
heart failure (CHF) di ruang Lavender RSUD dr. R. Goeteng Taroenadibrata
Purbalingga mulai dari pengkajian sampai dengan evaluasi. Pembahasan ini,
penulis mencoba untuk mengkaitkan antara referensi yang didapat tentang Klien
dengan kondisi Klien.
A. Pengkajian
Muttaqin tahun 2009 menjelaskan definisi pengkajian adalah salah satu
dari komponen proses keperawatan yang merupakan suatu usaha yang
dilakukan oleh perawat dalam menggali permasalahan klien, meliputi usaha
pengumpulan data dan membuktikan data tentang status kesehatan seorang
klien. Keahlian dalam melakukan observasi, komunikasi, wawancara, dan
pemeriksaan fisik sangat penting untuk mewujudkan fase proses keperawatan.
Pada tahap pengkajian hal-hal yang dikaji sesuai dengan konsep
keperawatan yaitu identifikasi, status kesehatan, riwayat penyakit sekarang,
riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit keluarga dan pengkajian pola
fungsional Gordon. Penulis dalam mendapatkan data dari klien menggunakan
teknik pengumpulan data dengan wawancara dan studi pustaka. Dalam
pengumpulan data, penulis menggunakan pengkajian pola fungsional Gordon.
Alasan penulis menggunakan pola pengkajian fungsional menurut Gordon
adalah bahwa pola fungsional Gordon ini mempunyai aplikasi luas untuk para
perawat dengan latar belakang praktek yang beragam. Model pola fungsional
kesehatan terbentuk dari hubungan antara klien dan lingkungan dan dapat
digunakan untuk perseorangan, keluarga dan komunitas. Setiap pola
merupakan suatu rangkaian perilaku yang membantu perawat
mengumpulkan, mengorganisasikan dan memilah-milah data (Herdman,
2015)

32
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan didefinisikan sebagai penilaian klinis tentang
pengalaman/ respon individu, keluarga, kelompok, atau komunitas tehadap
masalah kesehatan/ proses kehidupan aktual atau potensial, dan memberi
dasar pemilihan intervensi keperawatan untuk mencapai hasil yang dapat
dipertanggungjawabkan (Herdman, 2015).
1. Diagnosa keperawatan yang ditemukan pada kasus nyata dan sesuai
dengan teori
Ketidakefektifan pola nafas b.d keletihan otot pernafasan. Menurut
Herdman (2015) ketidakefektifan pola nafas adalah inspirasi/eksprirasi
yang tidak memberikan ventilasi secara adekuat. Penulis mendapat data
untuk menegakan diagnosa keperawatan ketidakefektifan pola nafas yaitu
klien mengatakan sesak nafas, klien tampak menggunakan otot bantu
pernafasan, retraksi dinding dada, tampak pernafasan cuping hidung RR=
25 x/menit. Data tersebut sesuai dengan batasan karakteristik
ketidakefektifan pola nafas menurut Herdman (2015) antara lain :
bradikardia, dispnea, fase ekspirasi memanjang, orthopneaa, penggunaan
otot bantu pernafasan, penggunaan posisi tiga titik, peningkatan diameter
anterior-posterior, penurunan kapasitas vital, penurunan tekanan ekspirasi,
penurunan tekanan inspirasi, penurunan ventilasi semenit, pernafasan
bibir, pernafasan cuping hidung, perubahan ekskurasi dada, pola nafas
abnormal (missal irama, frekuensi, kedalaman), takipnea. Serta faktor
yang berhubungan antara lain : ansietas, cedera medulla spinalis,
deformitas dinding dada, deformitas tulang, disfungsi neuromuscular,
gangguan muslukoskeletal, ganguan neurologis (missal
elektroensefalogram positif, trauma kepala, gangguan kejang),
hiperventilasi, imaturitas neurologis, keletihan, keletihan otot pernafasan,
nyeri, obesitas, posisi tubuh yang menghambat ekspansi paru, sindrom
hipoventilasi.
Penulis memprioritaskan diagnosa keperawatan ketidakefektifan
pola nafas sebagai diagnosa priotitas pertama karena masalah tersebut

33
masalah utama yang dirasakan klien sehingga masalah tersebut harus
segera ditangani. Masalah ketidakefektifan pola nafas ini muncul karena
meningkatnya tekanan kapiler pada paru-paru.
Dari beberapa data di atas maka penulis dapat menegakan masalah
keperawatan ketidakefektifan pola nafas. Menurut Wijaya (2013) untuk
dapat menegakan diagnosa keperawatan ketidakefektifan pola nafas harus
ada batasan karakteristik yang sesuai. Dari beberapa data yang didapatkan
penulis dalam mengelola kasus, data tersebut termasuk dalam batasan
karakteristik masalah ketidakefektifan pola nafas. Faktor berhubungan
yang diambil oleh penulis yaitu keletihan otot pernafasan karena dalam
pengkajian penulis mendapatkan data klien mengatakan sesak nafas,
klien tampak menggunakan otot bantu pernafasan, retraksi dinding dada,
tampak pernafasan cuping hidung yang menandakan adanya keletihan
pada otot pernafasan. Sehingga penulis menegakan diagnosa keperawatan
ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan keletihan otot
pernafasan.
2. Diagnosa keperawatan yang ditemukan pada kasus nyata tetapi tidak ada
di konsep teori
a. Mual b.d iritasi lambung
Mual adalah suatu fenomena subjektif tentang rasa tidak nyaman
pada bagian belakang tenggorok atau lambung, yang dapat atau tidak
dapat mengakibatkan muntah (Herdman, 2015). Penulis menegakan
diagnosa tersebut atas dasar data yang penulis peroleh dari yaitu :
klien mengatakan mual, mulutnya terasa asam, tidak nafsu makan,
makanan klien tampak hanya habis seperempat porsi, Leukosit 30,8
10^3/Ul. Data tersebut sesuai dengan batasan karakteristik menurut
Herdman (2015) antara lain : keengganan terhadap makanan, mual,
peningkatan menelan, peningkatan salivasi, rasa asam di dalam mulut,
dan sensasi muntah. Sedangkat faktor yang berhubungan antara lain :
biofisik (distensi lambung, gangguan biokimia uremia, ketoasidosis
diabetik, iritasi gastrointestinal, kehamilan, labirinitis, mabuk

34
perjalanan, meningitis, penigkatan tekanan intrakranial, penyakit
esophagus, penyakit meniere, penyakit pancreas, peregangan kapsul
hati, peregangan kapsul limpa, program pengobatan, tumor intra
abdomen, tumor terlokalisir missal neuroma akustik, tumor otak,
metastasis tulang), situasional (ansietas, gangguan psikologis, rasa
makanan/minuman tidak enak, stimuli lingkungan yang tidak
menyenangkan, stimuli penglihatan yang tidak menyenangkan, takut).
Penulis memprioritaskan diagnosa tersebut sebagai diagnosa
prioritas kedua, karena tidak terlalu mengancam kehidupan klien.dan
bukan merupakan keluhan yang paling klien rasakan. Jadi penanganan
yang dilakukan terlebih dahulu untuk masalah keperawatan
ketidakefektifan pola nafas.
b. Nyeri akut b.d agens cedera biologis
Nyeri akut adalah pengalaman sensori dan emosional tidak
menyenangkan yang muncul akibat kerusakan jaringan actual atau
potensial atau yang digambarkan sebagai kerusakan (International
Association For The Study Of Pain) awitan yang tiba-tiba atau lambat
dari intensitas ringan hingga berat dengan akhir yang dapat
diantisipasi atau diprediksi (Herdman, 2015). Penulis menegakan
diagnosa tersebut karena penulis menemukan data yang dapat
menunjang diagnosa nyeri akut yaitu klien mengatakan nyeri saat
terlambat makan dan nyeri hilang beberapa menit setelah makan,
nyeri seperti ditusuk-tusuk jarum, nyeri pada ulu hati, skala 5, nyeri
timbul kurang lebih selama 5 menit dan hilang selama kurang lebih 2
menit kemudian timbul lagi, klien tampak memegangi perut bagian
atas, wajah klien tampak meringis menahan nyeri. Data tersebut sesuai
dengan batasan karakteristik menurut Herdman (2015) antara lain :
diaphoresis, dilatasi pupil, ekspresi wjah nyeri, fokus menyempit,
fokus pada diri sendiri, keluhan tentang karakteristik dan intensitas
nyeri, perilaku distraksi, laporan tentang perilaku nyeri, perubahan
posisi untuk menghindari nyeri, perubahan selera makan, putus asa,

35
sikap melindungi nyeri. Faktor yang berhubungan antara lain : agens
cedera biologis (infeksi, iskemia, neoplasma), agens cedera fisik
(abses, amputasi, luka bakar, terpotong, mengangkat berat, prosedur
bedah, trauma, olahraga berlebihan), agens cedera kimiawi (luka
bakar, kapsaisin, metilen klorida, agens mustard).
Penulis memprioritaskan diagnosa nyeri akut sebagai diagnosa
prioritas ketiga karena masalah tersebut bukan merupakan masalah
utama dan bukan keluhan yang paling dirasakan oleh klien. Masalah
tersebut juga bukan masalah yang perlu tindakan segera dari perawat
dan apabila tidak ditangani segera tidak mengancam jiwa klien.
3. Diagnosa keperawatan yang tidak ditemukan pada kasus nyata tetapi ada
di konsep teori
a. Penurunan curah jantung b.d perubahan kontraktilitas
Saat melakukan pengkajian penulis mendapatkan data antara lain
klien mengatakan nyeri dada, cepat lelah saat berjalan dan beraktivitas
ringan serta sesak nafas dan batuk tidak berdahak. Pada pemeriksaan
fisik didapatkan data auskultasi murmur jantung, bunyi nafas
tambahan, crt 3 detik, terpasang oksigen nasal kanul 4L/menit dan
pemeriksaan penunjang dengan hasil pemeriksaan EKG sinus
takikardi, rontgen thorak kongestif dengan besaran cord crt o,40. Dari
data-data tersebut seharusnya penulis dapat menegakkan diagnosa
penurunan curah jantung, namun karena ketidak telitian penulis
sehingga penulis tidak menegakkan diagnosa tersebut. Penurunan
curah jantung adalah ketidakadekuatan darah yang dipompa oleh
jantung untuk memenuhi kebutuhan metabolik tubuh (Herdman,
2015). Data-data yang penulis peroleh saat pengkajian sesuai dengan
batasan karakteristik menurut Hersman (2015) antara lain: perubahan
frekuensi/irama jantung (bradikardia, takikardia, palpitasi jantung,
perubahan EKG missal aritmia, abnormalitas konduksi, iskemia),
Perubahan preload (distensi vena jugularis, edema, keletihan, murmur
jantung, peningkatan berat badab, peningkatan CVP, peningkatan

36
PAWP, penurunan pulmonary artery wedge pressure/PAWP,
penurunan tekanan vena sentral /central venous pressure/CVP),
perubahan afterload (dispnea, kulit lembab, oliguria, pengisian caliper
memanjang, peningkatan PVR, peningkatan SVR, penurunan nadi
perifer, penurunan resistansi vaskular paru/pulmonary vascular
resistance/PVR, penurunan resistansi vaskular sistemik/systemic
vascular resistance/SVR, perubahan tekanan darah, perubahan warna
kulit missal pucat, abu-abu, sianosis), perubahan kontraktilitas (batuk,
bunyi nafas tambahan, bunyi S3, bunyi S4, dispnea paroksimal
noktural, orthopnea, penurunan fraksi ejeksi, penurunan indeks
jantung, penurunan left ventricukar stroke work index/LVSWI,
penurunan stroke volume index/VSI), perilaku/emosi (ansietas,
gelisah). Adapun faktor yang berhubungan antara lain adalah
perubahan preload, perubahan afterload, perubahan frekuensi jantung,
perubahan irama jantung, perubahan kontraktilitas, dan perrubahan
volume sekuncup (Herdman ,2015).
Penulis seharusnya memprioritaskan diagnosa penurunan curah
jantung karena jantung merupakan bagian terpenting bagi tubuh.
Fungsi utama jantung menurut Saifuddin dalam wahyuningsih (2017)
adalah menyediakan oksigen keseluruh tubuh dan membersihkan
tubuh dari hasil metabolisna (karbondioksida). Jantung melaksanakan
fungsi tersebut degan mengumpulkan darah yang kekurangan oksigen
dari seluruh tubuh dan memompanya ke dalam paru-paru, dimana
darah akan mengambil oksigen dan membuang karbondioksida.
Jantung kemudian mengumpulkan darah yang kaya oksigen dari paru-
paru dan memompanya ke jaringan di seluruh tubuh. Apabila terjadi
masalah pada jantung, maka akan mengakibatkan kerusakan pada
seluruh organ tubuh. Atas dasar tersebut seharusnya penulis
memprioritaskan masalah penurunan curah jantung agar segera
ditangani.

37
b. Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen
Saat pengkajian penulis mendapat data yang dapat menunjang
penegakan diagnosa keperawatan intoleransi aktivitas yaitu klien
mengatakan cepat lelah dan sesak nafas saat beraktivitas, sesak
kadang-kadang dirasa saat tidur, sebagian ADL dibantu oleh keluarga,
klien terpasang oksigen nasal kanul 4L/menit, hasil EKG sinus
takikardi, rontgen kongestif dengan besaran cord crt 0,40. Dengan
data tersebut seharusnya penulis dapat menegakan diagnosa
keperawatan intoleransi aktivitas, namun karena ketidaktelitian
penulis dalam memilih dan memprioritaskan diagnosa, maka diagnosa
intoleransi aktivitas tidak ditegakkan oleh penulis.
Intoleransi aktivitas menurut Herdman (2015) adalah
ketidakcukupan energy psikologis atau fisiologis utuk
mempertahankan atau menyelesaikan aktivitas kehidupan sehari-hari
yang harus atau yang ingin dilakukan. Batasan karakteristik antara
lain : dispnea setelah aktivitas, keletihan, perubahan EKG (missal
aritmia, abnormalitas konduksi, iskemia), respon frekuensi jantung
abnormal terhadap aktivitas, respon tekanan darah abnormal teradap
aktivitas. Faktor yang berhubungan antara lain : gaya hidup kurang
gerak, imobilitas, ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan
oksigen, tirah baring.
Penulis seharusnya menegakkan diagnosa keperawatan
intoleransi aktivitas karena masaah tersebut merupakan masalah yang
dirasakan atau dikeluhkan oleh klien. Meskipun masalah tersebut
tidak mengancan kehidupan klien namun jika tidak ditegakan klien
tidak dapat mandiri dalam beraktivitas.
Dari beberapa data di atas sebenarnya penulis dapat menegakan
masalah keperawatan intoleransi aktivitas karena menurut Wijaya
(2013) untuk dapat menegakan diagnosa keperawatan intoleransi
aktivitas harus ada batasan karakteristik yang sesuai. Dari beberapa

38
data yang didapatkan penulis dalam mengelola kasus, data tersebut
termasuk dalam batasan karakteristik masalah intoleransi aktivitas.
c. Kelebihan volume cairan b.d menurunnya laju filtrasi
glomerulus/meningkatnya produksi ADH dan retensi natrium dan air
Kelebihan volume cairan adalah peningkatan retensi cairan isotonic
(Herdman, 2015). Batasan karakteristik antara lain : ada bunyi jantung
S3, anasarka, ansietas, asupan melebihi keluaran, azotemia, bunyi
nafas tambahan, dispnea, dispnea noktural paroksimal, distensi vena
jugularis, edema, efusi pleura, gangguan pola nafas, gangguan tekanan
darah, gelisah, hepatomegali, ketidakseimbangan elektrolit, kongesti
pulmonal, oliguria, orthopnea, penambahan berat badan dalam waktu
sangat singkat, peningkatan tekanan vena sentral, penurunan
hematokrit, penurunan hemoglobin, perubahan berat jenis urine,
perubahan status mental, perubahan tekanan arteri pulmonal, refleks
hepatojugular positif. Faktor yang berhubungan antara lain : gangguan
mekanisme regulasi, kelebihan asupan cairan, kelebihan asupan
natrium.
Penulis tidak menegakan diagnosa keperawatan kelebihan volume
cairan b.d menurunnya laju filtrasi glomerulus/meningkatnya produksi
ADH dan retensi natrium dan air karena data yang penulis peroleh
tidak sama dengan data yang ada di dalam teori Wijaya (2013)
masalah keperawatan kelebihan volume cairan.
d. Risiko gangguan integritas kulit b.d edema
Resiko gangguan integritas kulit adalah rentan mengalami
kerusakan epidermis atau dermis yang dapat mengganggu kesehatan
(Herdman, 2015). Faktor resiko antar lain : eksternal (cedera kimiawi,
ekskresi, faktor mekanik, hipertermia, hipotermia, kelembapan,
lembap, sekresi, terapi radiasi, usia ekstrem), internal (agens
farmaseutikal, faktor psikogenik, gangguan metabolisme, gangguan
pigmentasi, gangguan sensasi, gangguan sirkulasi, gangguan turgor

39
kulit, imunodefisiensi, nutrisi tidak adekut, perubahan hormonal,
tekanan pada tonjolan tulang).
Penulis tidak menegakan diagnosa keperawatan resiko gangguan
integritas kulit b.d edema karena data yang penulis peroleh tidak sama
dengan data yang ada di dalam teori Wijaya (2013) masalah
keperawatan resiko gangguan itegritas kulit b.d edema
e. Gangguan pola tidur b.d edema pulmoner
Gangguan pola tidur adalah interupsi jumlah waktu dan kualitas
tidur akibat faktor eksternal (Herdman, 2015). Batasan karakteristik
antara lain : kesulitan jatuh tertidur, ketidakpuasan tidur, menyatakan
tidak merasa cukup istirahat, penurunan kemampuan berfungsi,
perubahan pola tidur normal, sering terjaga tanpa jelas penyebabnya.
Faktor yang berhubungan antar alain : gangguan karena pasangan
tidur, halangan lingkungan (misal bising, pajanan cahaya/gelap.
Suhu/kelembapan, lingkungan yang tidak dikenal), imobilisasi,
kurang privasi, pola tidur tidak menyehatkan (misal karena tanggung
jawab menjadi pengasuh, menjadi orang tua, pasangan tidur).
Penulis tidak menegakan diagnosa keperawatan gangguan pola
tidur b.d edema pulmoner karena data yang penulis peroleh tidak sama
dengan data yang ada di dalam teori Wijaya (2013) masalah
keperawatan resiko gangguan pola tidur b.d edema pulmoner.
f. Gangguan pertukaran gas b.d edema pulmoner
Gangguan pertukaran gas adalah kelebihan atau deficit oksigen
atau eliminasi karbodioksida pada membrane alveolar-kapiker
(Herdman, 2015). Batasan karakteristik antara lain : diaphoresis,
dispnea, gangguan penglihata, gas darah abnormal, gelisah,
hiperkapnia, hipoksemia, hipoksia, iritabilitas, konfusi, napas cuping
hidung, penurunan karbon dioksida, pH arteri abnormal, pola
pernapasan abnormal (misal kecepatan, irama, kedalaman), sakit
kepala saat bangun, sianosis, somnolen, takikardia, warna kulit
abnormal (missal pucat, kehitaman). Faktor yang berhubungan antara

40
lain : ketidakseimbangan ventilasi-perfusi, perubahan membran
alveolar-kapiler.
Penulis tidak menegakan diagnosa keperawatan gangguan
pertukaran gas b.d edema pulmoner karena data yang penulis peroleh
tidak sama dengan data yang ada di dalam teori Wijaya (2013)
masalah keperawatan resiko gangguan pertukaran gas b.d edema
pulmoner.

C. Intervensi
Rencana tindakan yang dilakukan pada Ny. S selama tiga hari pengelolaan
sesuai diagnosa yaitu :
1. Ketidakefektifan pola nafas b.d keletihan otot pernafasan
Tujuan yang ingin dicapai selama 3x24 jam dalam memberikan
asuhan keperawatan pada Ny. S adalah tidak ada penggunaan otot bantu
pernafasan, tidak ada suara nafas tambahan, tidak ada retraksi dinding
dada, tidak ada sesak nafas saat beraktivitas. Untuk mencapai tujuan
tersebut rencana tindakan yang akan dilakukan sesuai Herdman (2015)
adalah monitor kecepatan, irama, kedalaman dan kesulitan bernafas,
monitor suara nafas tambahan, monitor pola nafas, Posisikan klien untuk
memudahkan pernafasan, ajarkan posisi untuk batuk efektif, lakukan
pemeriksaan foto thorak, kolaborasi terapi oksigen, kolaborasi pemberian
obat sesuai dengan terapi.
2. Mual b.d iritasi lambung
Tujuan yang ingin dicapai selama 3x24 jam dalam memberikan
asuhan keperawatan pada Ny. S adalah asupan makanan tidak berkurang,
asupan cairan tidak berkurang, tidak kehilangan selera makan. Untuk
mencapai tujuan tersebut rencana tindakan yang akan dilakukan sesuai
Herdman (2015) adalah identifikasi faktor-faktor yang dapat
menyebabkan mual, motivasi klien untuk makan sedikit tapi sering,
sajikan makanan dalam keadaan hangat, instruksikan minum aor hangatn

41
sebelum makan, evaluasi dampak mual terhadap kualitas hidup (nafsu
makan, tidur), kolaborasi pemberian obat antiemetik sesuai terapi.
3. Nyeri akut b.d agens cedera biologis
Tujuan yang ingin dicapai selama 3x24 jam dalam memberikan
asuhan keperawatan pada Ny. S adalah tidak ada nyeri yang dilaporkan,
tidak mengerinyit, tidak ada ekspresi wajah nyeri, bisa istirahat. Untuk
mencapai tujuan tersebut rencana tindakan yang akan dilakukan sesuai
Herdman (2015) adalah lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif,
tentukan akibat dari pengalaman nyeri terhadap kualitas hidup klien, gali
bersama klien factor-faktor yang dapat menurunkan atau memperberat
nyeri, dukung istirahat/tidur yang adekuat, ajarkan teknik
nonfarmakologi, kolaborasi pemberian analgetik sesuai dengan terapi.

D. Implementasi
Implementasi yang sudah dilakukan selama 3 hari (10-12 Juli 2019) untuk
mengatasi diagnosa keperawatan ketidakefektifan pola nafas yaitu memonitor
TTV, injeksi furosemide 10mg, memberikan terapi O2 4L/menit
memposisikan klien semi fowler, melakukan pemeriksaan radiologi rontgen
thorak, injeksi Methylprednisolone 6,25 mg, memonitor terapi O2 4L/menit
memonitor RR. Tindakan yang dilakukan untuk diagnosa mual yaitu injeksi
Ranitidine 25 mg, Ondansentron 4mg, menganjurkan klien untuk makan
sedikit tapi sering, menginstruksikan untuk minum air hangat sebelum
makan, menginstruksikan untuk makan selagi makanan masih hangat, dan
memonitor tanda-tanda mual. Sedanglan tindakan yang dilakukan untuk
mengatasi diagnosa nyeri akut antara lain : melakukan pegkajian nyeri,
mengajarkan dan memotivasi klien untuk melakukan teknik nafas dalam,
injeksi ketorokac 30 mg.

42
E. Evaluasi
Evaluasi dilakukn pada hari Jum’at, 12 Juli 2019 dengan menggunakan
SOAP pada catatan perkembangan. Masalah ketidakefektifan pola nafas
belum teratasi karena penulis masih mendapatkan data klien mengatakan
masih sesak nafas dan batuk, RR 24x/menit, terpasang O2 nasal kanul
4L/menit, tampak retraksi dinding dada. Oleh karena itu, penulis melanjutkan
intervensi monitor RR, atur posisi semi fowler, pemberian teraapi oksigen
nasal kanul 4L/menit dan kolaborasi pemberian furosemide 2x10 mg,
Methylprezolone 2x 6,25 mg untuk mengatasi masalah ketidakefektifan pola
nafas.
Masalah mual sudah teratasi karena penulis mendapat data klien
mengatakan sudah tidak mual dan makan habis setengah porsi. Masalah nyeri
akut belum teratasi karena penulis masih mendapat data klien mengatakan
nyeri saat terlambat makan dan nyeri hilang beberapa menit setelah
makan, klien mengatakan nyeri seperti ditusuk-tusuk jarum, klien mengatakn
nyeri pada ulu hati, skala 4, klien mengatakan nyeri timbul kurang lebih
selama 5 menit dan hilang selama kurang lebih 2 menit kemudian
timbul lagi, klien tampak memegangi perut bagian atas, wajah klien tampak
meringis menahan nyeri. Oleh karena itu penulis melanjutkan intervensi kaji
nyeri, motovasi untuk melakukan nafas dalam, dan kolaborsi pemberian
ketorolac 2x 30mg, ranitidine 2x25 mg

43
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Pengkajian dapat dilakukan pada kasus Klien Ny..S dengan CHF
menggunakan pola fungsional Gordon, alasannya pola fungsional Gordon ini
mempunyai aplikasi yang luas untuk para perawat dengan latar belakang
praktek yang beragam.
Diagnosa keperawatan yang dirumuskan pada kasus Klien Ny.S dengan
CHF, ditemukan ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan keletihan
otot nafas. Intervensi keperawatan yang dirumuskan untuk diagnosa
keperawatan yang muncul pada kasus diantaranya monitor keadaan umum,
respirasi dan GCS selama 3 X 24 jam serta kolaborasi pemperian furosedide
2x 10mg, methylpremazolone 2x 6,25 mg untuk diagnosa ketidakefektifan
pola nafas, menganjurkan minum air hangat, makan selagi makanan masih
hangat, makan sedikit tapi sering, kolaborasi pemberian ranitidine 2x30mg
dan ondansentron 2x4 mg untuk diagnosa mual, dan melatih nafas dalam,
klaborasi peberian ketorolak 2x 30 mg untuk diagnosa nyeri akut. Evaluasi
keperawatan dilakukan pada hari ke-3 dengan menggunakan SOAP pada
catatan perkembangan. Diagnosa ketidakefektifan pola nafas dan nyeri akut
belum teratasi namun diagnosa mual sudah teratasi.
Dokumentasi asuhan keperawatan pada Klien Ny.S menggunakan pola
fungsional Gordon, dalam menegakkan diagnosa penulis memakai NANDA
sebagai acuan, untuk menyusun intervensi keperawatan penulis menggunakan
NIC NOC, dan dalam penulisan evaluasi penulis menggunakan SOAP pada
catatan perkembangan.

44
B. Saran
1. Mahasiswa
Lebih termotivasi untuk mencari informasi atau menambah pengetahuan
dan wawasan dari buku atau tenaga kesehatan sehingga dapat mencegah
atau menangani Klien dengan CHF ini.
2. Institusi Pendidikan
Perlu ditingkatkan pembelajaran pada mahasiswa Akper Serulingmas
tentang pembelajaran praktek yang sesuai dengan teori.
3. Rumah Sakit
Perlu adanya kerjasama antara ruangan dengan bagian tenaga kesehatan
yang lain untuk mengatasi masalah yang ada pada Klien.

45
DAFTAR PUSTAKA

Artistika, B.R. (2013). Laporan Pendahuluan Gagal Jantung Kongestif (CHF).


Yogyakarta : Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Respati Yogyakarta.

Kurniawan, I. (2017). Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Pada Klien


Dengan Congestive Heart Failure (CHF) Di Ruang Edenium RSD. Dr.
Soebandi Jember. Jember : Universitas Jember.

Bulechek, G., Butcher. H., Dochterman. J., & Wagner, C. (2013). Nursing
Interventions Classification (NIC) Edisi 6.

Herdman, T. H., Windarti, H. D., Parwirowiyono, A., & Subu, M. A. (2015).


Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi 2015-2017 Edisi 10.
Jakarta: EGC.

Kasron & Engkartini .(2019). Pijat Kaki Efektif Menurunkan Foot Oedema Pada
Penderita Congestive Heart Failure (CHF). Jurnal Ilmu Keperawatan
Medial Bedah. Volume 2 Nomor 1

Moorhead, S., Johnson, M., Maas, M. L., Swanson, E., & Penerjemah Nurjannah,
I. &. (2013). Nursing Outcomes Classification (NOC) Edisi 5.

Raka M, Danes V.R. & Supit W. (2015). Gambaran Aktivitas Listrik Jantung
Klien Rawat Inap Dengan Congestive Heart Failure (CHF) Di Irina F-
Jantung RSUP Prof. DR. R. D. Kandou Manado. Jurnal E- Biomedik.
Volume 3 Nomor 3.

Siswanto, Dkk. (2015). Pedoman Tatalaksana Gaga Jantung Edisi Pertama.


Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskuler Indonesia.

Wahyuningsih, S.I .(2017). Asuhan Keperawatan Pada Tn.S Klien Dengan


Gangguan Sistem Kardiovaskuler:Congestive Heart Failure (CHF)Di
Ruang Teratai RSUD Banyumas. Cilacap: Akademi Keperawatan
Serulingmas
Wijaya, A.S & Putri, Y.M. (2013

. KMB 1 Keperawatan Medikal Bedah Keperawatan Dewasa Teori Dan


Contoh Askep.Yogyakarta : Nuha Medika

46
47

Anda mungkin juga menyukai