PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Paru-paru adalah salah satu organ paling vital yang dimiliki
manusia. Paru-paru memiliki peranan penting untuk kelangsungan hidup.
Fungsinya yang paling utama adalah memasukkan oksigen dari udara luar ke
dalam peredaran darah untuk digunakan dalam metabolisme segenap sel-sel
tubuh. Selain itu, ia membiarkan sisa akhir metabolisme sel berupa
karbondioksida keluar dari badan kita (Lehrer, 2011).
Kesehatan paru-paru sangat dipengaruhi oleh lingkungan di
sekitarnya. Paru-paru yang terinfeksi mikroorganisme patogen akan
mengalami suatu kelainan yang bisa membahayakan kesehatan organisme
yang terinfeksi. Banyak mikroorganisme patogen yang menyebabkan
kelainan pada paru-paru yaitu Tuberculosis (TBC), Septicaema Epizootika
(SE) dan Pneumonia. Tuberculosis atau TBC adalah penyakit infeksius yang
terutama menyerang parenkim paru. Tuberculosis (TBC) pada manusia
disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis dan Tuberculosis pada sapi
disebabkan oleh M. Bovis (Anonim, 2006).
Tuberculosis paru (TB Paru) merupakan salah satu penyakit infeksi
yang prevalensinya paling tinggi di dunia. Berdasarkan laporan World Health
Organization (WHO) tahun 2012 menunjukkan bahwa sepertiga populasi
dunia yaitu sekitar dua milyar penduduk terinfeksi Mycobacterium
Tuberculosis. Lebih dari 8 juta populasi terkena TB aktif setiap tahunnya dan
sekitar 2 juta meninggal. Lebih dari 90% kasus TB dan kematian berasal dari
negara berkembang salah satunya Indonesia (Depkes RI, 2012).
Tingginya angka kematian akibat TB Paru diakibatkan oleh
kurangnya kontrol masyarakat terhadap pengobatan TB paru yang disebabkan
rendahnya sikap serta pengetahuan masyarakat terhadap pengobatan TB Paru.
Tujuan utama pengendalian TB Paru adalah menurunkan insiden TB Paru
pada tahun 2015, menurunkan prevalensi TB Paru menjadi setengahnya pada
tahun 2015 dibandingkan tahun 1990, sedikitnya 70% kasus TB Paru dan
1
2
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Mengetahui dan memperoleh pengalaman nyata dan perencanaan
asuhan keperawatan medikal bedah pada pasien dengan gangguan sistem
pernafasan di ruang kenanga RSUD Cilacap.
2. Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus yang ingin dicapai dalam penyusunan karya
tulis ilmiah ini adalah penulis mampu:
a. Melakukan pengkajian keperawatan pada pasien dengan gangguan
sistem pernafasan : tuberculosis
b. Merumuskan diagnosa keperawatan pada pasien dengan gangguan
sistem pernafasan : tuberculosis
c. Merumuskan rencana/tindakan keperawatan yang tepat pada pasien
dengan gangguan sistem pernafasan : tuberculosis
d. Melakukan implementasi keperawatan pada pasien dengan gangguan
sistem pernafasan : tuberculosis
e. Melakukan evaluasi dari tindakan keperawatan pada pasien dengan
gangguan sistem pernafasan : tuberculosis
2
3
C. Manfaat Penulisan
1. Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai sumber pengetahuan dan referensi untuk membuat asuhan
keperawatan pada pasien dengan gangguan sistem pernafasan :
tuberculosis
2. Bagi Rumah Sakit
Sebagai referensi tambahan mengenai proses keperawatan pada
pasien dengan Gangguan Sistem Pernafasan : Tuberculosis Di Ruang
Kenanga RSUD Cilacap
3. Bagi Mahasiswa
Untuk menambah ilmu pengetahuan dan gambaran mengenai
Asuhan Keperawatan Medikal Bedah pada pasien dengan Gangguan
Sistem Pernafasan : Tuberculosis Di Ruang Kenanga RSUD Cilacap
BAB II
TINJAUAN TEORI
3
4
A. Konsep Dasar
1. Pengertian
Tuberculosis (TBC) adalah penyakit menular langsung yang
disebabkan oleh kuman M. Tuberculosis yang termasuk dalam family
Mycobacteriaceace dan termasuk dalam ordo Actinomycetales. M.
Tuberculosis masih keluarga besar Mycobacterium. Berdasarkan beberapa
kompleks tersebut, Mycobacterium tuberculosis merupakan jenis
terpenting yang paling sering dijumpai (Kemenkes, 2011).
Tuberculosis merupakan infeksi yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis yang dapat menyerang pada berbagai organ
tubuh mulai dari paru dan organ di luar paru seperti kulit, tulang,
persendian, selaput otak, usus, serta ginjal yang sering disebut dengan
ekstra pulmonal TBC (Chandra, 2012).
Tuberculosis adalah penyakit infeksius yang menyerang parenkim
paru. TB Paru adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh basil
M. Tuberculosis yang merupakan salah satu penyakit saluran pernafasan
bagiian bawah (Wijaya, 2013).
Dari berbagai pengertian diatas, penulis dapat menyimpulkan
bahwa tuberculosis merupakan penyakit infeksius akibat M. Tuberculosis
yang sifatnya menular dan menyerang organ di paru maupun diluar paru.
2. Etiologi
Menurut Muttaqin (2012) penyebab terjadinya Tuberculosis oleh
M. Tuberculosa yang merupakan batang aerobic tahan asam yang tumbuh
lambat dan sensitif terhadap panas dan sinar UV. Bakteri yang jarang
sebagai penyebab, tetapi pernah terjadi adalah M. Bovis dan M. Avium.
Tuberculosis digolongkan 2 jenis :
a. Tuberculosis primer, adalah infeksi bakteri TB dari penderita yang
belum mempunyai reaksi spesifik terhadap bakteri TB. Bila bakteri TB
terhirup dari udara melalui saluran pernafasan, maka bakteri akan
4
5
5
6
6
7
7
8
kelenjar getah bening regional dan lesi primer disebut kompleks Ghon.
Kompleks Ghon yang mengalami perkapuran ini dapat dilihat pada orang
sehat yang kebetulan menjalani pemeriksaan radiogram rutin. Namun
kebanyakan infeksi TB Paru tidak terlihat secara klinis atau dengan
radiografi.
Respon lain yang dapat terjadi pada daerah nekrosis adalah
pencairan yaitu bahan cairan lepas ke dalam bronkus yang berhubungan
dan menimbulkan kavitas. Bahan tuberkel yang dilepaskan dari dinding
kavitas akan masuk ke dalam percabangan trakeobronkial. Proses ini dapat
berulang kembali di bagian lain dari paru atau basil dapat terbawa sampai
ke laring, telinga tengah atau usus. Walaupun tanpa pengobatan, kavitas
yang kecil dapat menutup dan meninggalkan jaringan parut. Bila
peradangan mereda, lumen bronkus dapat menyempit dan tertutup oleh
jaringan parut yang terdapat dekat dengan taut bronkus dan rongga. Bahan
perkijuan dapat mengental dan tidak dapat kavitas penuh dengan bahan
perkijuan, dan lesi mirip dengan lesi berkapsul yang tidak terlepas,
keadaan ini dapat tidak menimbulkan gejala demam waktu lama atau
membentuk lagi hubungan dengan bronkus dan menjaditempat peradangan
aktif.
Penyakit dapat menyebar melalui getah bening atau pembuluh
darah. Organisme yang lolos dari kelenjar getah bening akan mencapai
aliran darah dalam jumlah kecil yang kadang-kadang dapat menimbulkan
lesi pada berbagai organ lain. Jenis penyebaran ini dikenal sebagai
penyebaran limfohematogen, yang biasanya sembuh sendiri. Penyebaran
hematogen merupakan suatu fenomena akut yang biasanya menyebabkan
TB miller, ini terjadi apabila fokus nekrotik merusak pembuluh darah
sehingga banyak organisme masuk ke dalam sistem vaskular dan tersebar
ke organ-organ tubuh.
Pathway
8
9
Memicu Batuk
pembentukan
serotonin Inflamasi Peningkatan sekret sal nafas
9
10
Muncul kembali
infeksi post ketika kondisi
primer tubuh menurun 5. Ketidakefektifan
manajemen
kesehatan keluarga
Diresorpsi kembali Membentuk Sarang meluas,
atau sembuh jaringan keju sembuh dgn jar. fibrotik
Kavitas meluas
Membentuk sarang Memadat & membungkus
diri tuberkuloma
Bersih dan sembuh
(Wijaya, 2013)
5. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
1) Aksi Tes Tuberkulin Intradermal (Mantoux)
Menyuntikkan tuberculin (PPD) sebanyak 0,1 ml mengandung 5 unit
(TU) tuberculin secara IC pada sepertiga atas permukaan volar atau
dorsal lengan bawah setelah kulit dibersihkan dengan alkohol. Hasil
reaksi kulit maksimal diperlukan waktu antara 48-72 jam sesudah
penyuntikkan dan reaksi harus dibaca dalam periode tersebut.
Interpretasi kulit menunjukkan adanya beberapa tipe reaksi :
a) Indurasi >5mm diklasifikasikan positif dalam kelompok berikut :
(1) Orang dengan HIV positif
(2) Baru-baru ini kontak dengan orang yang menderita TBC
10
11
11
12
6. Penatalaksanaan Medis
Dalam pengobatan TB paru dibagi 2 bagian :
12
13
a. Jangka pendek
Dengan tata cara pengobatan : setiap hari dengan jangka waktu 1-3
bulan.
1) Streptomisin injeksi 750 mg
2) Pas 10 mg
3) Ethambutol 1000 mg
4) Isoniazid 400 mg
b. Jangka panjang
Tata cara pengobatan : setiap 2x seminggu, selama 13-18 bulan, tetapi
setelah perkembangan pengobatan ditemukan terapi. Terapi TB paru
dapat dilakukan dengan minum obat saja, obat yang diberikan dengan
jenis :
1) INH
2) Rifampicin
3) Ethambutol
Dengan fase selama 2x seminggu, dengan lama pengobatan kesembuhan
menjadi 6-9 bulan.
c. Dengan menggunakan obat program TB paru kombipack bila ditemukan
dalam pemeriksaan sputum BTA (+) dengan kombinasi obat :
1) Rifampicin
2) Isoniazid (INH)
3) Ethambutol
4) Ririkdokxin (B6)
Tujuan pengobatan pada penderita TB paru selain untuk mengobati juga
mencegah kematian, mencegah kekambuhan atau resistensi terhadap
OAT serta memutuskan mata rantai penularan. Pengobatan TB terbagi
menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3 bulan) dan fase lanjutan (4-7
bulan). Paduan obat yang digunakan terdiri dari obat utama dan obat
tambahan. Jenis obat utama yang digunakan sesuai dengan rekomendasi
WHO adalah Rifampicin, INH, Pirasinamid, Streptomicin, dan
Ethambutol. Sedangkan jenis obat tambahan adalah Kanamisin,
13
14
14
15
15
16
16
17
17
18
Akumulasi sputum 5
Batuk 5
Keterangan :
1 : Sangat berat
2 : Berat
3 : Cukup
4 : Ringan
5 : Tidak ada
Tindakan keperawatan : (Manajemen Jalan Nafas)
1. Monitor status pernafasan dan oksigenasi
2. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
3. Motivasi pasien untuk bernapas pelan, dalam, berputas dan batuk
4. Instruksikan bagaimana melakukan batuk efektif
5. Buang sekret dengan memotivasi pasien untuk melakukan batuk atau
menyedot lendir
6. Auskultasi suara nafas
7. Kelola pemberian bronkodilator
18
19
Keterangan :
1 : Tidak adekuat
2 : Sedikit adekuat
3 : Cukup adekuat
4 : Sebagian besar adekuat
5 : Sepenuhnya adekuat
Tindakan keperawatan : (Manajemen Nutrisi)
1. Identifikasi adanya alergi atau intoleransi makanan yang dimiliki
pasien
2. Monitor kecenderungan terjadinya penurunan dan kenaikan berat
badan
3. Bantu pasien untuk makan
4. Pastikan makanan disajikan dengan cara yang menarik dan pada
suhu yang paling cocok untuk konsumsi secara optimal
5. Ciptakan lingkungan yang optimal pada saat mengonsumsi makanan
6. Beri obat-obatan sebelum makan (antiemetik)
Saturasi Oksigen 5
19
20
Keterangan :
1 : Deviasi berat dari kisaran normal
2 : Deviasi yang cukup berat dari kisaran normal
3 : Deviasi sedang dari kisaran normal
4 : Deviasi ringan dari kisaran normal
5 : Tidak ada deviasi dari kisaran normal
Tindakan keperawatan : (Manajemen Jalan Nafas)
1. Monitor status pernafasan dan oksigenasi
2. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
3. Motivasi pasien untuk bernafas pelan, dalam, berputar dan batuk
4. Instruksikan bagaimana agar bisa melakukan batuk efektif
5. Buang sekret dengan memotivasi pasien untuk melakukan batuk atau
menyedot lendir
6. Kelola udara atau oksigen yang dilembabkan
7. Kelola pemberian bronkodilator
d. Ansietas
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan cemas
yang dirasakan pasien bisa berkurang dengan kriteria hasil : (Kontrol
Kecemasan Diri)
Keterangan :
1 : Tidak pernah dilakukan
2 : Jarang dilakukan
3 : Kadang-kadang dilakukan
4 : Sering dilakukan
20
21
Keterangan :
1 : Tidak pernah menunjukkan
2 : Jarang menunjukkan
3 : Kadang-kadang menunjukkan
4 : Sering menunjukkan
5 : Secara konsisten menunjukkan
Tindakan keperawatan : (Peningkatan Keterlibatan Keluarga)
1. Monitor keterlibatan keluarga dalam perawatan pasien
2. Identifikasi kemampuan anggota keluarga untuk terlibat dalam
perawatan pasien
21
22
BAB III
TINJAUAN KASUS
A. Pengkajian
Pada pengkajian identitas didapatkan data bahwa pasien bernama
Tn. S berumur 54 tahun, jenis kelamin laki-laki, alamat di Kalisabuk 1/4
22
23
23
24
ada gangguan menelan, gigi dan gusi tampak sedikit, pada pemeriksaan
thorak saat diinspeksi didapat data adanya retraksi dinding dada, di palpasi
vokal premitus paru-paru kanan dan kiri sama, diauskultasi hasilnya suara
nafas ronkhi karena ada sedikit sekret, pada ekstremitas atas terpasang infus
RL 20 tpm di tangan kiri.
Pasien dilakukan pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan
laboratorium namun tidak dilakukan pemeriksaan radiologi, foto lama thorax
pasien juga tidak disertakan/dibawa. Dari data riwayat penyakit serta program
pengobatan yang sedang pasien jalani didapat hasil diagnosa medis TBC,
Hemaptoe/TB on treatment bulan ke-3. Tindakan yang dilakukan yaitu
pemberian terapi nebulizer dengan combivent 3x2,5ml, IV FD RL 20 tpm,
injeksi ranitidine 2x50 mg, injeksi ceftriaxone sodium 2x1 gram, injeksi
tranexamic acid 2x500mg, injeksi dexamethasone 2x5mg, terapi per oral
ethambutol tablet 3x500mg, kalnex tablet 3x500mg. Data pemeriksaan
laboratorium yang didapat adalah sebagai berikut :
Tanggal 08/07/2019
Jenis Pemeriksaan Hasil Unit Nilai Normal
HEMATOLOGI
Darah Lengkap
Hemoglobin g/dL L: 13,5 – 17,5
Leukosit 12,3 /uL 4400 - 11.300
Hematokrit % L: 40- 52
2600
Eritrosit juta/uL L: 4,5 – 6,5
Trombosit 36,6 /uL 150.000 – 450.000
4,56
136.000
Index Eritrosit
MCV 80,3 fL 80 – 100
MCH 27,0 pg 26 – 34
MCHC 33,6 % 32 - 36
24
25
107 mg/dL
< 140
25
26
26
27
Akumulasi sputum 3 5
Batuk 3 5
Keterangan :
1 : Sangat berat
2 : Berat
3 : Cukup berat
4 : Ringan
5 : Tidak Ada
Intervensi: Manajemen Jalan Napas
1) Monitor status pernafasan dan oksigenasi
2) Posisikan untuk meringankan sesak nafas
3) Posisikan untuk memaksimalkan ventilasi
4) Motivasi pasien untuk bernafas pelan, dalam, berputar dan
batuk
5) Instruksikan pasien bagaimana melakukan batuk efektif
6) Auskultasi suara nafas
7) Kelola pemberian bronkodilator
27
28
Keterangan :
1 : Tidak pernah dilakukan
2 : Jarang dilakukan
3 : Kadang-kadang dilakukan
4 : Sering dilakukan
5 : Dilakukan secara konsisten
Intervensi : (Pengajaran : Proses Penyakit)
1) Kaji tingkat pengetahuan pasien terkait dengan proses penyakit yang
spesifik
2) Kenali pengetahuan pasien mengenai kondisinya
3) Jelaskan patofisiologi penyakit dan bagaimana hubungannya dengan
anatomi dan fisiologi
4) Review pengetahuan pasien mengenai kondisinya
5) Jelaskan alasan dibalik manajemen/terapi yang direkomendasikan
6) Beri informasi pada keluarga atau orang yang penting bagi pasien
mengenai perkembangan pasien
28
29
Keterangan :
1 : Tidak pernah menunjukkan
2 : Jarang menunjukkan
3 : Kadang-kadang menunjukkan
4 : Sering menunjukkan
5 : Secara konsisten menunjukkan
Intervensi : Peningkatan Keterlibatan Keluarga
1) Monitor keterlibatan anggota keluarga dalam perawatan pasien
2) Identifikasi defisit perawatan diri pasien
3) Identifikasi kemampuan anggota keluarga untuk terlibat dalam
perawatan pasien
4) Fasilitasi pemahaman mengenai aspek medis dari berbagai kondisi
pasien pada anggota keluarga
5) Motivasi anggota keluarga untuk menjaga atau mempertahankan
hubungan keluarga
6) Motivasi perawatan oleh anggota keluarga selama perawatan di rumah
sakit.
2. Implementasi
a. Implementasi hari pertama
29
30
Kamis, 11/07/2019
1) Memonitor status pernafasan dan oksigenasi
2) Memposisikan untuk meringankan sesak nafas (semifowler)
3) Memposisikan untuk memaksimalkan ventilasi (posisi tidur pasien
tengkurep/pronasi)
4) Memotivasi pasien untuk bernafas pelan, dalam, berputar dan batuk
5) Menginstruksikan pasien bagaimana melakukan batuk efektif
6) Mengauskultasi suara nafas
7) Mengelola pemberian bronkodilator (combivent 2,5 ml diberikan
pukul 18.10 WIB)
8) Mengkaji tingkat pengetahuan pasien terkait dengan proses
penyakit yang spesifik
9) Mengenali pengetahuan pasien mengenai kondisinya
10) Menjelaskan patofisiologi penyakit dan bagaimana hubungannya
dengan anatomi dan fisiologi
11) Mereview pengetahuan pasien mengenai kondisinya
12) Menjelaskan alasan dibalik manajemen/terapi yang
direkomendasikan
13) Memberi informasi pada keluarga atau orang yang penting bagi
pasien mengenai perkembangan pasien
14) Memonitor keterlibatan anggota keluarga dalam perawatan pasien
15) Mengidentifikasi defisit perawatan diri pasien
16) Mengidentifikasi kemampuan anggota keluarga untuk terlibat
dalam perawatan pasien
17) Memfasilitasi pemahaman mengenai aspek medis dari kondisi
pasien pada anggota keluarga
18) Motivasi anggota keluarga untuk menjaga atau mempertahankan
hubungan keluarga
19) Motivasi perawatan oleh anggota keluarga selama perawatan di
rumah sakit.
30
31
31
32
Sabtu, 13/07/2019
1) Memonitor status pernafasan dan oksigenasi
2) Memposisikan untuk meringankan sesak nafas (semifowler)
3) Memposisikan untuk memaksimalkan ventilasi (posisi tidur
tengkurep/pronasi)
4) Memotivasi pasien untuk bernafas pelan, dalam, berputar dan batuk
5) Menginstruksikan pasien bagaimana melakukan batuk efektif
6) Mengauskultasi suara nafas
7) Mengkaji tingkat pengetahuan pasien terkait dengan proses
penyakit yang spesifik
8) Mengenali pengetahuan pasien mengenai kondisinya
9) Menjelaskan patofisiologi penyakit dan bagaimana hubungannya
dengan anatomi dan fisiologi
10) Mereview pengetahuan pasien mengenai kondisinya
11) Menjelaskan alasan dibalik manajemen/terapi yang
direkomendasikan
12) Memberi informasi pada keluarga atau orang yang penting bagi
pasien mengenai perkembangan pasien
3. Evaluasi
a. Hari pertama
Dx 1
(Kamis, 11/07/2019 Pukul 20.00 WIB)
S : Pasien mengatakan sesak nafas dan batuk darah
O : RR pasien 24x/menit, pasien tidak terpasang oksigen binasal, SPO2
97%, tampak ada retraksi dinding dada, pasien beristirahat dengan
posisi pronasi/tengkurep, suara nafas ronkhi, combivent 2,5 ml
(nebu) diberikan pukul 16.00 WIB, TD: 120/90 mmHg, N:
90x/mnt, S: 36◦C
A : Masalah ketidakefektifan bersihan jalan napas belum teratasi
ditandai dengan :
32
33
Akumulasi sputum 3 5 3
Batuk 3 5 3
P : Lanjutkan intervensi
1. Monitor status pernafasan dan oksigenasi
2. Posisikan untuk meringankan sesak nafas
3. Posisikan untuk memaksimalkan ventilasi
4. Motivasi pasien untuk bernafas pelan, dalam, berputar dan batuk
5. Instruksikan pasien bagaimana melakukan batuk efektif
6. Auskultasi suara nafas
7. Kelola pemberian bronkodilator
Dx 2
(Kamis, 11/07/2019 Pukul 20.00 WIB)
S : Pasien mengatakan kurang mengetahui kondisi penyakitnya, pasien
merasa badannya sudah lebih membaik dari sebelumnya
O : Pasien tampak tenang
A : Masalah defisiensi pengetahuan belum teratasi
33
34
P : Lanjutkan intervensi
1. Kaji tingkat pengetahuan pasien terkait dengan proses penyakit
yang spesifik
2. Kenali pengetahuan pasien mengenai kondisinya
3. Jelaskan patofisiologi penyakit dan bagaimana hubungannya
dengan anatomi dan fisiologi
4. Review pengetahuan pasien mengenai kondisinya
5. Jelaskan alasan dibalik manajemen/terapi yang
direkomendasikan
6. Beri informasi pada keluarga atau orang yang penting bagi
pasien mengenai perkembangan pasien
Dx 3
(Kamis, 11/07/2019 Pukul 20.00 WIB)
S : Pasien mengatakan dirinya lebih sering ditemani istrinya selama
dirawat di RS dibanding anggota keluarganya yang lain, pasien
jarang mandi dan beberapa aktivitas membutuhkan orang lain.
O : Pasien tampak tidak ganti pakaian, kuku kotor, pasien berada di
kamar isolasi dan anggota keluarganya menunggu di luar kamar.
A : Masalah ketidakefektifan manajemen kesehatan keluarga belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi
1. Monitor keterlibatan anggota keluarga dalam perawatan pasien
2. Identifikasi defisit perawatan diri pasien
34
35
b. Hari kedua
Dx 1
(Jumat, 12/07/2019 Pukul 14.00 WIB)
S : Pasien mengatakan masih sesak nafas dan batuk darah
O : Posisi pasien fowler dan saat tidur pronasi/tengkurep, masih tampak
retraksi dinding dada, pasien membuang dahak bercampur darah di
kamar mandi, RR: 21x/mnt, SPO2: 95%, S: 37◦C, suara nafas
ronkhi, tidak terpasang oksigen binasal, combivent 2,5 ml (nebu)
diberikan pukul 10.00 WIB
A : Masalah ketidakefektifan bersihan jalan napas belum teratasi ditandai
dengan :
Akumulasi sputum 3 5 4
Batuk 3 5 5
P : Lanjutkan intervensi
1. Monitor status pernafasan dan oksigenasi
2. Posisikan untuk meringankan sesak nafas (semifowler)
35
36
Dx 2
(Jumat, 12/07/2019 Pukul 14.00 WIB)
S : Pasien mengatakan sedikit mengetahui informasi mengenai program
pengobatannya
O : Pasien dan keluarga kooperatif dalam menemani perawatan
A : Masalah defisiensi pengetahuan belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi
1. Kaji tingkat pengetahuan pasien terkait dengan proses penyakit
yang spesifik
2. Kenali pengetahuan pasien mengenai kondisinya
3. Jelaskan patofisiologi penyakit dan bagaimana hubungannya
dengan anatomi dan fisiologi
4. Review pengetahuan pasien mengenai kondisinya
5. Jelaskan alasan dibalik manajemen/terapi yang
direkomendasikan
6. Beri informasi pada keluarga atau orang yang penting bagi
pasien mengenai perkembangan pasien
36
37
Dx 3
(Kamis, 11/07/2019 Pukul 20.00 WIB)
S : Pasien mengatakan dirinya lebih sering ditemani istrinya selama
dirawat di RS. Pasien belum bisa mandi, sedangkan toileting dan
minum obat dibantu istri, pasien sudah mendapatkan penjelasan
lebih lanjut ke perawat dan dokter
O : Istri pasien berada di luar kamar isolasi, keluarga ingin pasien cepat
sembuh
A : Masalah ketidakefektifan manajemen kesehatan keluarga teratasi
ditandai dengan :
P : Hentikan intervensi
c. Hari ketiga
Dx 1
(Sabtu, 13/07/2019 Pukul 14.00 WIB)
S : Pasien mengatakan tidak sesak nafas, hanya masih batuk darah
O : RR: 22x/mnt, tidak ada retraksi dinding dada, suara nafas ronkhi,
SPO2: 98%, tidak terpasang oksigen binasal.
A : Masalah ketidakefektifan bersihan jalan napas belum teratasi ditandai
dengan :
37
38
Akumulasi sputum 3 5 4
Batuk 3 5 5
P : Lanjutkan intervensi
1. Monitor status pernafasan dan oksigenasi
2. Posisikan untuk meringankan sesak nafas (semifowler)
3. Posisikan untuk memaksimalkan ventilasi (posisi tidur
tengkurep/pronasi)
4. Motivasi pasien untuk bernafas pelan, dalam, berputar dan batuk
5. Instruksikan pasien bagaimana melakukan batuk efektif
6. Auskultasi suara nafas
Dx 2
(Sabtu, 13/07/2019 Pukul 14.00 WIB)
S : Pasien mengatakan cukup mengerti mengenai kondisi penyakitnya,
ia mengerti bahwa ia harus patuh minum obat karena mengetahui
tujuan terapi yang sedang dijalaninya.
O : Pasien tampak mengerti dan paham, keluarga dan pasien kooperatif
A : Masalah defisiensi pengetahuan teratasi
P : Hentikan intervensi
38
39
BAB IV
PEMBAHASAN
39
40
40
41
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan didefinisikan sebagai penilaian klinis
tentang pengalaman/respon individu, keluarga, kelompok, atau komunitas
terhadap masalah kesehatan/proses kehidupan aktual atau potensial, dan
memberi dasar pemilihan intervensi untuk mencapai hasil yang dapat
dipertanggungjawabkan (NANDA, 2015).
1. Diagnosa keperawatan yang ditemukan pada kasus Tn. S yang sesuai
dengan teori
a. Ketidakefektifan Bersihan Jalan Napas
Ketidakmampuan membersihkan sekresi atau obstruksi dari saluran
napas untuk mempertahankan bersihan jalan napas. Penulis
menegakkan diagnosa keperawatan tersebut karena penulis memperoleh
beberapa batasan karakteristik yang sesuai dengan teori. Diagnosa
keperawatan ketidakefektifan bersihan jalan napas diprioritaskan
pertama karena menurut Asmadi, ketidakefektifan bersihan jalan napas
termasuk dalan kebutuhan fisiologis dan merupakan kebutuhan yang
utama bagi manusia.
41
42
2. Diagnosa keperawatan yang tidak ditemukan pada kasus Tn. S tetapi ada di
konsep teori
a. Gangguan Pertukaran Gas
Kelebihan atau kekurangan oksigen dan/atau pengeluaran
karbondioksida di dalam membran kapiler-alveoli.
b. Ketidakseimbangan Nutrisi Kurang Dari Kebutuhan Tubuh
Asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolik.
c. Ansietas
Perasaan tidak nyaman atau kekhawatiran yang samar disertai
respons otonom (sumber sering kali tidak spesifik atau tidak diketahui
oleh individu) perasaan takut yang disebabkan oleh antisipasi terhadap
bahaya. Hal ini merupakan isyarat kewaspadaan yang memperingatkan
individu akan adanya bahaya dan memampukan individu untuk
bertindak menghadapi ancaman.
3. Diagnosa keperawatan yang ditemukan pada kasus Tn. S tetapi tidak ada di
konsep teori (diagnosa temuan)
a. Defisiensi Pengetahuan
Ketiadaan atau defisiensi informasi kognitif yang berkaitan dengan
topik tertentu.
4. Diagnosa keperawatan yang tidak ditemukan baik pada kasus Tn. S
maupun di konsep teori (diagnosa tambahan)
a. Risiko tinggi penyebaran infeksi
Keadaan dimana seorang individu berisiko untuk menyebarkan
agen-agen pathogen atau oportunistik kepada orang lain.
42
43
43
44
44
45
terlebih dahulu diberi edukasi oleh petugas kesehatan mengenai seluk beluk
penyakit TB.
Tugas seorang PMO bukanlah untuk menggantikan pasien
mengambil obat dari tempat berobat, namun untuk meningkatkan angka
kesembuhan pasien antara lain mengawasi pasien TB agar menelan obat
secara teratur sampai selesai pengobatan. Tanpa PMO, pasien rentan drop out,
sehingga kuman terlanjur kebal obat dan waktu pengobatan bisa diulang dan
lebih panjang. PMO juga memberi dorongan kepada pasien agar mau berobat
teratur, mengingatkan pasien untuk periksa ulang dahak pada waktu yang
telah ditentukan, memberi penyuluhan pada anggota keluarga pasien TB yang
mempunyai gejala-gejala mencurigakan TB untuk segera memeriksakan diri
ke Unit Pelayanan Kesehatan.
Dalam menjalankan tugasnya, seorang PMO pun harus aktif
memberikan informasi penting yang perlu dipahami oleh pasien TB dan
anggota keluarga lain seperti penjelasan bahwa TB disebabkan kuman, bukan
penyakit kutukan atau keturunan, bagaimana cara penularan TB dan gejala
yang mencurigakan serta cara pencegahannya, memberikan informasi bahwa
TB dapat disembuhkan dengan berobat teratur, bila tidak patuh pengobatan
menjadi lebih panjang karena kuman terlanjur lebih liar dan kebal obat serta
bagaimana cara pemberian pengobatan pasien (tahap intensif dan lanjutan),
apa pentingnya pengawasan supaya pasien berobat secara teratur, dan
kemungkinan terjadinya efek samping obat dan perlunya segera meminta
pertolongan ke fasilitas kesehatan terdekat.
Mengingat peranannya yang besar, sangat penting bagi seorang
pasien TB memiliki pengawas minum obat. Dengan kerjasama PMO-pasien
yang solid, angka kecacatan dan kematian akibat TB dapat ditekan.
45
46
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Pengkajian yang dilakukan pada kasus Tn. S dengan Tuberculosis
menggunakan pola fungsional Gordon. Alasannya pola fungsional Gordon
ini mempunyai aplikasi yang luas untuk para perawat dengan latar
belakang praktek yang beragam.
2. Diagnosa keperawatan yang ditegakkan pada kasus Tn. S dengan
Tuberculosis yaitu ketidakefektifan bersihan jalan nafas, defisiensi
pengetahuan dan ketidakefektifan manajemen kesehatan keluarga. Namun,
ada diagnosa keperawatan lain yang seharusnya ditegakkan oleh penulis
yaitu risiko penyebaran infeksi.
3. Intervensi keperawatan yang dirumuskan untuk dilakukan 3x24 jam pada
diagnosa keperawatan yang muncul di kasus Tn. S diantaranya monitor
46
47
B. Saran
1. Institusi pendidikan
Diharapkan untuk institusi lebih meningkatkan sumber referensi
yang terkini sehingga memudahkan dalam hal memperoleh data karena
47
48
hal ini sangat penting untuk memperluas pengetahuan dan ilmu yang
bersangkutan.
2. Untuk RS
Diharapkan peralatan medis serta pemberian edukasi terutama pada
pasien dengan gangguan sistem pernafasan lebih ditingkatkan mengingat
menurunnya tingkat kepatuhan penderita TB dalam hal pengobatan. Hal
itu mampu membuat perawatan dan pengobatan menjadi lebih optimal.
3. Mahasiswa
Diharapkan lebih aktif dan dapat mengembangkan pengetahuan
yang sudah diperoleh untuk mengelola kasus terutama pada pasien dengan
sistem pernafasan.
48