Anda di halaman 1dari 48

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Paru-paru adalah salah satu organ paling vital yang dimiliki
manusia. Paru-paru memiliki peranan penting untuk kelangsungan hidup.
Fungsinya yang paling utama adalah memasukkan oksigen dari udara luar ke
dalam peredaran darah untuk digunakan dalam metabolisme segenap sel-sel
tubuh. Selain itu, ia membiarkan sisa akhir metabolisme sel berupa
karbondioksida keluar dari badan kita (Lehrer, 2011).
Kesehatan paru-paru sangat dipengaruhi oleh lingkungan di
sekitarnya. Paru-paru yang terinfeksi mikroorganisme patogen akan
mengalami suatu kelainan yang bisa membahayakan kesehatan organisme
yang terinfeksi. Banyak mikroorganisme patogen yang menyebabkan
kelainan pada paru-paru yaitu Tuberculosis (TBC), Septicaema Epizootika
(SE) dan Pneumonia. Tuberculosis atau TBC adalah penyakit infeksius yang
terutama menyerang parenkim paru. Tuberculosis (TBC) pada manusia
disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis dan Tuberculosis pada sapi
disebabkan oleh M. Bovis (Anonim, 2006).
Tuberculosis paru (TB Paru) merupakan salah satu penyakit infeksi
yang prevalensinya paling tinggi di dunia. Berdasarkan laporan World Health
Organization (WHO) tahun 2012 menunjukkan bahwa sepertiga populasi
dunia yaitu sekitar dua milyar penduduk terinfeksi Mycobacterium
Tuberculosis. Lebih dari 8 juta populasi terkena TB aktif setiap tahunnya dan
sekitar 2 juta meninggal. Lebih dari 90% kasus TB dan kematian berasal dari
negara berkembang salah satunya Indonesia (Depkes RI, 2012).
Tingginya angka kematian akibat TB Paru diakibatkan oleh
kurangnya kontrol masyarakat terhadap pengobatan TB paru yang disebabkan
rendahnya sikap serta pengetahuan masyarakat terhadap pengobatan TB Paru.
Tujuan utama pengendalian TB Paru adalah menurunkan insiden TB Paru
pada tahun 2015, menurunkan prevalensi TB Paru menjadi setengahnya pada
tahun 2015 dibandingkan tahun 1990, sedikitnya 70% kasus TB Paru dan

1
2

diobati melalui program DOTS (Directly Observed Treatment Shortcource


Chemotherapy) atau pengobatan TB Paru dengan pengawasan langsung oleh
Pengawas Menelan Obat (PMO) dan sedikitnya 85% tercapai success rate.
DOTS adalah strategi penyembuhan TB Paru jangka pendek dengan
pengawasan secara langsung.
Meningkatnya jumlah pasien/klien yang dirawat dengan
Tuberculosis di Rumah Sakit khususnya di Ruang Rawat Inap Kenanga
RSUD Cilacap menunjukkan bahwa penyakit infeksi ini perlu mendapat
perhatian khusus mengingat penyebaran bakterinya yang sangat cepat dan
pola hidup masyarakatnya yang kurang sehat sehingga penulis tertarik untuk
memberikan Asuhan Keperawatan dengan judul Asuhan Keperawatan
Medikal Bedah pada Tn. S dengan Gangguan Sistem Pernafasan :
Tuberculosis di Ruang Kenanga RSUD Cilacap.

B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Mengetahui dan memperoleh pengalaman nyata dan perencanaan
asuhan keperawatan medikal bedah pada pasien dengan gangguan sistem
pernafasan di ruang kenanga RSUD Cilacap.
2. Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus yang ingin dicapai dalam penyusunan karya
tulis ilmiah ini adalah penulis mampu:
a. Melakukan pengkajian keperawatan pada pasien dengan gangguan
sistem pernafasan : tuberculosis
b. Merumuskan diagnosa keperawatan pada pasien dengan gangguan
sistem pernafasan : tuberculosis
c. Merumuskan rencana/tindakan keperawatan yang tepat pada pasien
dengan gangguan sistem pernafasan : tuberculosis
d. Melakukan implementasi keperawatan pada pasien dengan gangguan
sistem pernafasan : tuberculosis
e. Melakukan evaluasi dari tindakan keperawatan pada pasien dengan
gangguan sistem pernafasan : tuberculosis

2
3

C. Manfaat Penulisan
1. Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai sumber pengetahuan dan referensi untuk membuat asuhan
keperawatan pada pasien dengan gangguan sistem pernafasan :
tuberculosis
2. Bagi Rumah Sakit
Sebagai referensi tambahan mengenai proses keperawatan pada
pasien dengan Gangguan Sistem Pernafasan : Tuberculosis Di Ruang
Kenanga RSUD Cilacap
3. Bagi Mahasiswa
Untuk menambah ilmu pengetahuan dan gambaran mengenai
Asuhan Keperawatan Medikal Bedah pada pasien dengan Gangguan
Sistem Pernafasan : Tuberculosis Di Ruang Kenanga RSUD Cilacap

BAB II
TINJAUAN TEORI

3
4

A. Konsep Dasar
1. Pengertian
Tuberculosis (TBC) adalah penyakit menular langsung yang
disebabkan oleh kuman M. Tuberculosis yang termasuk dalam family
Mycobacteriaceace dan termasuk dalam ordo Actinomycetales. M.
Tuberculosis masih keluarga besar Mycobacterium. Berdasarkan beberapa
kompleks tersebut, Mycobacterium tuberculosis merupakan jenis
terpenting yang paling sering dijumpai (Kemenkes, 2011).
Tuberculosis merupakan infeksi yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis yang dapat menyerang pada berbagai organ
tubuh mulai dari paru dan organ di luar paru seperti kulit, tulang,
persendian, selaput otak, usus, serta ginjal yang sering disebut dengan
ekstra pulmonal TBC (Chandra, 2012).
Tuberculosis adalah penyakit infeksius yang menyerang parenkim
paru. TB Paru adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh basil
M. Tuberculosis yang merupakan salah satu penyakit saluran pernafasan
bagiian bawah (Wijaya, 2013).
Dari berbagai pengertian diatas, penulis dapat menyimpulkan
bahwa tuberculosis merupakan penyakit infeksius akibat M. Tuberculosis
yang sifatnya menular dan menyerang organ di paru maupun diluar paru.

2. Etiologi
Menurut Muttaqin (2012) penyebab terjadinya Tuberculosis oleh
M. Tuberculosa yang merupakan batang aerobic tahan asam yang tumbuh
lambat dan sensitif terhadap panas dan sinar UV. Bakteri yang jarang
sebagai penyebab, tetapi pernah terjadi adalah M. Bovis dan M. Avium.
Tuberculosis digolongkan 2 jenis :
a. Tuberculosis primer, adalah infeksi bakteri TB dari penderita yang
belum mempunyai reaksi spesifik terhadap bakteri TB. Bila bakteri TB
terhirup dari udara melalui saluran pernafasan, maka bakteri akan

4
5

ditangkap dan dihancurkan oleh makrofag yang berada di alveoli. Jika


pada proses ini ditangkap oleh makrofag yang lemah, maka bakteri
akan berkembang biak di dalam tubuh makrofag. Dari proses ini
dihasilkan bahan kemotaksit yang menarik monosit (makrofag) dari
aliran darah membentuk tuberkel. Sebelum menghancurkan bakteri,
makrofag harus diaktifkan terlebih dahulu oleh limfokin yang
dihasilkan limfosit T.
b. Tuberculosis sekunder, setelah terjadi revolusi dan infeksi primer,
sejumlah kecil bakteri TB masih hidup dalam keadaan dorman di
jaringan parut. Sebanyak 90% diantaranya tidak mengalami
kekambuhan.
Reaktivasi penyakit TB (TB pasca primer, TB sekunder) terjadi bila
daya tahan tubuh menurun, alkoholisme, keganasan, silikosis, DM dan
AIDS. Berbeda dengan TB primer, pada TB sekunder kelenjar limfe
regional dan organ lainnya jarang terkena, lesi lebih terbatas dan
terlokalisasi. Reaksi imunologis terjadi dengan adanya pembentukan
granuloma, mirip dengan yang terjadi pada TB primer, tetapi nekrosis
jaringan lebih menyolok dan menghasilkan lesi kaseosa (perkijuan) yang
luas dan disebut tuberkuloma. Protease yang dikeluarkan oleh makrofag
aktif akan menyebabkan pelunakan bahan kaseosa. Secara umum, dapat
dikatakan bahwa terbentuknya kavitas dan manifestasi lainnya dari TB
sekunder adalah akibat dari reaksi nekrotik yang dikenal sebagai
hipersensitivitas seluler (delayed hipersensitivity).
Tuberculosis disebabkan oleh bakteri tumbuh lambat yang disebut
Mycobacterium tuberculosis yang menyerang orang dengan faktor resiko :
a. Pasien dengan kelainan yang melemah sistem kekebalan
b. Orang yang memiliki kontak dekat dengan penderita TB aktif
c. Orang yang hidup dan bekerja di daerah padat penduduk
d. Mereka yang memiliki sedikit akses hingga tidak mempunyai akses
sama sekali terhadap pelayanan kesehatan yang memadai
e. Penggunaan obat-obatan terlarang dan alkohol

5
6

f. Orang yang bepergian ke daerah dimana kasus TB mewabah

3. Tanda dan Gejala


Menurut Wijaya (2013) gambaran klinik TB paru dapat dibagi
menjadi 2 golongan diantaranya :
a. Gejala respiratorik
1) Gejala batuk, timbul paling dini dan merupakan gangguan yang
paling sering dikeluhkan. Mula-mula bersifat non produktif
kemudian berdahak bahkan bercampur darah bila sudah ada
kerusakan jaringan.
2) Batuk darah, darah yang dikeluarkan dalam dahak bervariasi,
mungkin tampak berupagaris atau bercak-bercak darah, gumpalan
darah atau darah segar dalam jumlah yang sangat banyak.
3) Sesak nafas, gejala ini ditemukan bila kerusakan parenkim paru
sudah luas atau karena ada hal-hal yang menyertai seperti efusi
pleura, pneumothorax,anemia, dan lain-lain.
4) Nyeri dada, nyeri dada pada penderita TB Paru termasuk nyeri
pleuritik yang ringan. Gejala ini timbul apabila sistem persarafan di
pleura rusak.
b. Gejala sistemik meliputi demam. Demam merupakan gejala yang sering
dijumpai biasanya timbul pada sore dan malam hari mirip demam
influenza, hilang timbul dan makin lama makin panjang serangannya,
sedangkan masa bebas serangan makin pendek. Gejala sistemik lain
ialah keringat malam, anoreksia, penurunan berat badan, serta malaise.
Timbulnya gejala biasanya gradual dalam beberapa minggu sampai
bulan, akan tetapi penampilan akut dengan batuk, panas, sesak nafas,
walaupun jarang dapat juga timbul menyerupai gejala pneumonia atau
tuberculosis paru termasuk insidius.
4. Patofisiologi
Menurut Wijaya (2013) tempat masuk kuman M. Tuberculosis
adalah saluran pernafasan, saluran pencernaan dan luka terbuka pada kulit.

6
7

Kebanyakan infeksi TB terjadi melalui udara, yaitu melalui inhalasi


droplet yang mengandung kuman-kuman basil tuberkel yang berasal dari
orang-orang yang terinfeksi. TB adalah penyakit yang dikendalikan oleh
respon imunitas diperantarai sel. Sel efektor adalah makrofag dan limfosit
(biasanya sel T) adalah sel imunoresponsif. Tipe imunitas ini biasanya
lokal, melibatkan makrofag yang diaktifkan di tempat infeksi oleh limfosit
dan limfokinnya. Respon ini disebut sebagai reaksi hipersensitivitas
seluler (lambat).
Basil tuberkel yang mencapai permukaan alveolus biasanya
diinhalasi sebagai unit yang terdiri dari 1-3 basil. Gumpalan basil yang
lebih besar cenderung tertahan di saluran hidung dan cabang besar bronkus
dan tidak menyebabkan penyakit. Setelah berada dalam ruangan alveolus,
biasanya di bagian bawah kubus atau paru atau di bagian atas lobus bawah,
basil tuberkel ini membangkitkan reaksi peradangan. Leukosit
polimorfonuklear tampak pada tempat tersebut dan memfagosit bakteri
namun tidak membunuh organisme tersebut. Sesudah hari pertama,
leukosit diganti oleh makrofag. Alveoli yang terserang akan mengalami
konsolidasi dan timbulkan pneumonia akut. Pneumonia seluler ini dapat
sembuh dengan sendirinya, sehingga tidak ada sisa yang tertinggal, atau
proses dapat berjalan terus difagosit atau berkembang biak dalam sel. Basil
juga menyebar melalui getah bening menuju ke kelenjar getah bening
regional. Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan
sebagian bersatu sehingga membentuk sekl tuberkel epiteloid yang
dikelilingi oleh limfosit. Reaksi ini biasanya membutuhkan waktu 10-20
hari.
Nekrosis bagian sentral lesi memberikan gambaran yang relatif
padat dan seperti keju disebut nekrosis kaseosa. Daerah yang mengalami
nekrosis kaseosa dan jaringan granulasi di sekitarnya yang terdiri dari sel
epiteloid dan fibroblas menimbulkan respons berbeda. Jaringan granulasi
menjadi lebih fibroblas membentuk suatu kapsul yang mengelilingi
tuberkel. Lesi primer paru disebut fokus Ghon dan gabungan terserangnya

7
8

kelenjar getah bening regional dan lesi primer disebut kompleks Ghon.
Kompleks Ghon yang mengalami perkapuran ini dapat dilihat pada orang
sehat yang kebetulan menjalani pemeriksaan radiogram rutin. Namun
kebanyakan infeksi TB Paru tidak terlihat secara klinis atau dengan
radiografi.
Respon lain yang dapat terjadi pada daerah nekrosis adalah
pencairan yaitu bahan cairan lepas ke dalam bronkus yang berhubungan
dan menimbulkan kavitas. Bahan tuberkel yang dilepaskan dari dinding
kavitas akan masuk ke dalam percabangan trakeobronkial. Proses ini dapat
berulang kembali di bagian lain dari paru atau basil dapat terbawa sampai
ke laring, telinga tengah atau usus. Walaupun tanpa pengobatan, kavitas
yang kecil dapat menutup dan meninggalkan jaringan parut. Bila
peradangan mereda, lumen bronkus dapat menyempit dan tertutup oleh
jaringan parut yang terdapat dekat dengan taut bronkus dan rongga. Bahan
perkijuan dapat mengental dan tidak dapat kavitas penuh dengan bahan
perkijuan, dan lesi mirip dengan lesi berkapsul yang tidak terlepas,
keadaan ini dapat tidak menimbulkan gejala demam waktu lama atau
membentuk lagi hubungan dengan bronkus dan menjaditempat peradangan
aktif.
Penyakit dapat menyebar melalui getah bening atau pembuluh
darah. Organisme yang lolos dari kelenjar getah bening akan mencapai
aliran darah dalam jumlah kecil yang kadang-kadang dapat menimbulkan
lesi pada berbagai organ lain. Jenis penyebaran ini dikenal sebagai
penyebaran limfohematogen, yang biasanya sembuh sendiri. Penyebaran
hematogen merupakan suatu fenomena akut yang biasanya menyebabkan
TB miller, ini terjadi apabila fokus nekrotik merusak pembuluh darah
sehingga banyak organisme masuk ke dalam sistem vaskular dan tersebar
ke organ-organ tubuh.
Pathway

Orang yang terinfeksi aktif TBC

8
9

Ingesti makanan tercemar Droplet Lesi kulit

Basil TBC memasuki sal. pernafasan


(Mycobacterium Tuberculosis)

Menembus mekanisme pertahanan sist. pernafasan

Berkolonisasi di sal. nafas bawah 1.


Ketidakefektifan
Mengaktivasi respon imun bersihan jalan
nafas

Memicu Batuk
pembentukan
serotonin Inflamasi Peningkatan sekret sal nafas

Merangsang Sel. T & jaringan fibrosa


Melanocortin di hipotalamus membungkus makrofag & basil TBC
(ingesti) Fibrosis

Anoreksia Timbul jaringan parut


Tuberkel
Alveolus tdk kembali
BB turun Mengalami klasifikasi saat ekspirasi

Gas tdk dpt berdifusi


2. Eksudasi dgn baik
Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari Nekrosis / perkijuan Sesak
kebutuhan tubuh
3. Gangguan
Iritasi bronkus Kavitasi kuman pertukaran gas

Pemb. darah pecah Infeksi primer Pengobatan OAT

9
10

Hemaptoe Sembuh dgn Jangka waktu lama


kompleks Ghon

Krisis situasional Putus obat


Kuman dormant

4. Ansietas Risiko MDR

Muncul kembali
infeksi post ketika kondisi
primer tubuh menurun 5. Ketidakefektifan
manajemen
kesehatan keluarga
Diresorpsi kembali Membentuk Sarang meluas,
atau sembuh jaringan keju sembuh dgn jar. fibrotik

Kavitas meluas
Membentuk sarang Memadat & membungkus
diri tuberkuloma
Bersih dan sembuh
(Wijaya, 2013)

5. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
1) Aksi Tes Tuberkulin Intradermal (Mantoux)
Menyuntikkan tuberculin (PPD) sebanyak 0,1 ml mengandung 5 unit
(TU) tuberculin secara IC pada sepertiga atas permukaan volar atau
dorsal lengan bawah setelah kulit dibersihkan dengan alkohol. Hasil
reaksi kulit maksimal diperlukan waktu antara 48-72 jam sesudah
penyuntikkan dan reaksi harus dibaca dalam periode tersebut.
Interpretasi kulit menunjukkan adanya beberapa tipe reaksi :
a) Indurasi >5mm diklasifikasikan positif dalam kelompok berikut :
(1) Orang dengan HIV positif
(2) Baru-baru ini kontak dengan orang yang menderita TBC

10
11

(3) Orang dengan perubahan fibrotik pada radiografi dada yang


sesuai dengan gambaran TB lama yang sudah sembuh
(4) Pasien yang menjalani transplantasi organ dan pasien yang
mengalami penekanan imunitas (menerima secara dengan .15
mg/hr prednisone selama >1 bulan)
b) Indurasi >10mm diklasifikasikan positif dalam kelompok berikut:
(1) Baru tuba (<5tahun) dari negara yang berprevalensi tinggi
(2) Pemakai obat-obatan yang disuntikkan
(3) Penduduk dan pekerja yang berkumpul pada lingkungan yang
berisiko tinggi, penjara, rumah-rumah perawatan, panti jompo,
fasilitas yang disiapkan untuk pasien dengan AIDS dan
penampungan untuk tuna wisma
(4) Pegawai laboratorium mikrobakteriologi
(5) Orang dengan keadaan klinis pada daerah mereka yang
berisiko tinggi
(6) Anak dibawah usia 4 tahun atau anak-anak dan remaja yang
terpajan orang dewasa kelompok risiko tinggi
c) Indurasi >15mm diklasifikasikan positif dalam kelompok berikut:
(1) Orang dengan faktor resiko TB
(2) Target program-program tes kulit seharusnya hanya dilakukan
diantara kelompok risiko tinggi
2) Pemeriksaan Bakteriologik (sputum)
Pemeriksaan dapat memperkirakan jumlah basil tahan asam (AFB)
yang terdapat pada sediaan. Sediaan yang positif memberikan
petunjuk awal untuk menegakkan diagnosa, tetapi suatu sediaan
yang negatif tidak menyingkirkan kemungkinan adanya infeksi
penyakit. Pemeriksaan biakan harus dilakukan pada semua biakan.
Mikrobakteri akan tumbuh lambat dan membutuhkan suatu sediaan
kompleks. Koloni matur akan berwarna krem atau kekuningan,
seperti kulit dan bentuknya seperti kembang kol. Jumlah sekecil 10

11
12

bakteri/ml media konsentrasi yang telah diolah dapat dideteksi oleh


media biakan ini (Price, 2006).
b. Vaksinasi BCG
Vaksinasi dengan BCG biasanya menimbulkan sensitivitas terhadap tes
tuberkulin. Derajat sensitivitas biasanya bervariasi, bergantung pada
strain BCG yang dipakai dan populasi yang divaksinasi.
c. Pemeriksaan radiologi
Rontgen dada biasanya menunjukkan lesi pada lobus atas atau superior
lobus bawah atau dapat juga terlihat adanya pembentukan kavitas dan
gambaran penyakit yang menyebar yang biasanya bilateral.
d. Pemeriksaan lain-lain
1) Ziehl Neelsen (pemakaian asam cepat pada gelas kaca untuk usapan
cairan darah) positif untuk basil asam cepat.
2) Histologi atau kultur jaringan (termasuk pembersihan gaster, urine
dan cairan serebrospinal, biopsi kulit) positif untuk mycobacterium
tuberculosis.
3) Biopsi jarum pada jaringan paru, positif untuk granula TB; adanya
sel raksasa menunjukkan nekrosis.
4) Elektrolit dapat tidak normal tergantung lokasi dan beratnya infeksi:
hiponatremia, karena retensi air tidak normal, didapat pada TB paru
luas, GDA dapat tidak normal tergantung lokasi, berat dan kerusakan
sisa pada paru.
5) Pemeriksaan fungsi pada paru, penurunan kapasitas vital,
peningkatan ruang mati, peningkatan rasio udara residu dan
kapasitas paru total dan penurunan saturasi O2 sekunder terhadap
infiltrasi parenkim/fibrosis, kehilangan jaringan paru dan penyakit
pleural (TB paru kronis luas).

6. Penatalaksanaan Medis
Dalam pengobatan TB paru dibagi 2 bagian :

12
13

a. Jangka pendek
Dengan tata cara pengobatan : setiap hari dengan jangka waktu 1-3
bulan.
1) Streptomisin injeksi 750 mg
2) Pas 10 mg
3) Ethambutol 1000 mg
4) Isoniazid 400 mg
b. Jangka panjang
Tata cara pengobatan : setiap 2x seminggu, selama 13-18 bulan, tetapi
setelah perkembangan pengobatan ditemukan terapi. Terapi TB paru
dapat dilakukan dengan minum obat saja, obat yang diberikan dengan
jenis :
1) INH
2) Rifampicin
3) Ethambutol
Dengan fase selama 2x seminggu, dengan lama pengobatan kesembuhan
menjadi 6-9 bulan.
c. Dengan menggunakan obat program TB paru kombipack bila ditemukan
dalam pemeriksaan sputum BTA (+) dengan kombinasi obat :
1) Rifampicin
2) Isoniazid (INH)
3) Ethambutol
4) Ririkdokxin (B6)
Tujuan pengobatan pada penderita TB paru selain untuk mengobati juga
mencegah kematian, mencegah kekambuhan atau resistensi terhadap
OAT serta memutuskan mata rantai penularan. Pengobatan TB terbagi
menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3 bulan) dan fase lanjutan (4-7
bulan). Paduan obat yang digunakan terdiri dari obat utama dan obat
tambahan. Jenis obat utama yang digunakan sesuai dengan rekomendasi
WHO adalah Rifampicin, INH, Pirasinamid, Streptomicin, dan
Ethambutol. Sedangkan jenis obat tambahan adalah Kanamisin,

13
14

Kuinolon, Makrolide, dan Amoksisilin + Asam Klavunalat, derivat


Rifampicin/INH.

Tabel jenis dan dosis OAT tunggal


Obat Dosis Dosis yang dianjurkan Dosis <40 40-60 >60
Harian Intermitten
(mg/kg maks/
(mg/kg (mg/kgBB/
BB/hr) hr
BB/hr) hr)
(mg)

R 8-12 10 10 600 300 450 600


H 4-6 5 10 300 300 300 300
Z 20-30 25 35 750 1000 1500
E 15-20 15 30 750 1000 1500
S* 15-18 15 15 1000 Sesuai 750 1000
BB
Sumber : Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Tuberkulosis: Pedoman
Diagnosa dan Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta: Perhimpunan
Dokter Paru Indonesia. 2011. h 2-30

Pengobatan TB Paru pada orang dewasa dibagi dalam beberapa


kategori yaitu :
1. Kategori 1 : 2HRZE / 4H3R3
Selama 2 bulan minum obat INH, Rifampicin, Pirazinamid, dan
ethambutol setiap hari (tahap intensif) dan 4 bulan selanjutnya minum
obat INH dan rifampicin 3x dalam seminggu (tahap lanjutan).
Diberikan kepada :
a. Penderita baru TBC Paru BTA (+)
b. Penderita TBC ekstra paru berat

2. Kategori 2 : HRZE / 5H3R3E3


Diberikan kepada :
a. Penderita kambuh
b. Penderita gagal terapi

14
15

c. Penderita dengan pengobatan setelah lalai minum obat


3. Kategori 3 : 2HRZ / 4H3R3
Diberikan kepada penderita BTA (+) dan rontgen paru mendukung aktif
4. Kategori 4 : RHZES
Diberikan pada kasus TB kronik

B. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
a. Biodata

15
16

Nama, umur, kuman TBC menyerang semua umur, jenis kelamin,


tempat tinggal, pekerjaan, pendidikan, dan status ekonomi, sanitasi
kesehatan yang kurang ditunjang dengan padatnya penduduk dan
pernah punya riwayat kontak dengan penderita TB Paru yang lain.
b. Keluhan utama
1) Keluhan respiratorik, meliputi batuk, batuk darah, sesak nafas dan
nyeri dada.
2) Keluhan sistemik, meliputi demam hilang timbul dan keluhan
sistemik lainnya seperti anoreksia, penurunan BB, malaise dan
keringat malam.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Meliputi keluhan atau gangguan yang sehubungan dengan penyakit
yang dirasakansaat ini. Dengan adanya batuk, nyeri dada, keringat
malam, nafsu makan menurun dan suhu badan meningkat mendorong
penderita untuk mencari pengobatan.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Pengkajian yang mendukung adalah dengan mengkaji apakah
sebelumnya klien pernah menderita TB paru, keluhan batuk lama pada
masa kecil, pembesaran getah bening, dan penyakit lain yang
memperberat TB seperti DM.
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Secara patologi TB paru tidak diturunkan, tapi hal ini perlu ditanyakan
sebagai faktor predisposisi penularan di dalam rumah.
f. Pemeriksaan Umum
Klien dengan TB Paru biasanya didapatkan peningkatan suhu tubuh
secara signifikan, frekuensi nafas meningkat apabila disertai sesak,
denyut nadi meningkat hipertensi.
g. Pemeriksaan Fisik
B1 (Breathing)
1) Inspeksi : bentuk dada dan gerakan pernafasan. Adanya penurunan
proporsi diameter bentuk dada antero-posterior dibandingkan

16
17

proporsi diameter lateral. Gerakan pernafasan tidak simetris


sehingga terlihat pada sisi yang sakit pergerakan dadanya tertinggal.
Batuk dan sputum.
2) Palpasi : Palpasi trakea dan gerakan dinding thoraks
anterior/ekskrusi pernafasan.
3) Perkusi : terdapat bunyi sonor pada seluruh lapang paru.
4) Auskultasi : terdapat bunyi tambahan ronkhi
B2 (Blood)
1) Inspeksi : inspeksi tentang adanya parut dan keluhan kelemahan
fisik.
2) Palpasi : denyut nadi perifer melemah.
3) Perkusi : batas jantung mengalami pergeseran.
4) Auskultasi : tidak terdapat bunyi jantung tambahan.
B3 (Brain)
Kesadaran compos mentis.
B4 (Bladder)
Dibiasakan dengan urine yang berwarna jingga pekat dan berbau yang
menandakan fungsi ginjal masih normal sebagai ekskresi karena minum
OAT.
B5 (Bowel)
Biasanya mengalami mual, muntah, anoreksia, penurunan BB.
B6 (Bone)
Gejala yang muncul antara lain kelemahan, kelelahan, insomnia, pola
hidup menetap, dan jadwal olahraga tidak teratur.

2. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul


a. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas
b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
c. Gangguan pertukaran gas
d. Ansietas
e. Ketidakefektifan manajemen kesehatan keluarga

17
18

3. Fokus Intervensi Keperawatan


a. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan jalan
nafas pasien tidak terganggu dengan kriteria hasil : (Status Pernafasan)

Indikator Awal Tujuan Akhir

Akumulasi sputum 5

Suara nafas tambahan 5

Batuk 5

Keterangan :
1 : Sangat berat
2 : Berat
3 : Cukup
4 : Ringan
5 : Tidak ada
Tindakan keperawatan : (Manajemen Jalan Nafas)
1. Monitor status pernafasan dan oksigenasi
2. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
3. Motivasi pasien untuk bernapas pelan, dalam, berputas dan batuk
4. Instruksikan bagaimana melakukan batuk efektif
5. Buang sekret dengan memotivasi pasien untuk melakukan batuk atau
menyedot lendir
6. Auskultasi suara nafas
7. Kelola pemberian bronkodilator

b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh


Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan
kebutuhan nutrisi pasien tercukupidengan kriteria hasil : (Status Nutrisi :
Asupan Makanan & Cairan)

18
19

Indikator Awal Tujuan Akhir

Asupan makanan secara oral 5

Asupan cairan secara oral 5

Keterangan :
1 : Tidak adekuat
2 : Sedikit adekuat
3 : Cukup adekuat
4 : Sebagian besar adekuat
5 : Sepenuhnya adekuat
Tindakan keperawatan : (Manajemen Nutrisi)
1. Identifikasi adanya alergi atau intoleransi makanan yang dimiliki
pasien
2. Monitor kecenderungan terjadinya penurunan dan kenaikan berat
badan
3. Bantu pasien untuk makan
4. Pastikan makanan disajikan dengan cara yang menarik dan pada
suhu yang paling cocok untuk konsumsi secara optimal
5. Ciptakan lingkungan yang optimal pada saat mengonsumsi makanan
6. Beri obat-obatan sebelum makan (antiemetik)

c. Gangguan pertukaran gas


Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan status
pernafasan pasien kembali normal dengan kriteria hasil : (Status Pernafasan :
Pertukaran Gas)

Indikator Awal Tujuan Akhir

Saturasi Oksigen 5

Keseimbangan ventilasi dan perfusi 5

19
20

Keterangan :
1 : Deviasi berat dari kisaran normal
2 : Deviasi yang cukup berat dari kisaran normal
3 : Deviasi sedang dari kisaran normal
4 : Deviasi ringan dari kisaran normal
5 : Tidak ada deviasi dari kisaran normal
Tindakan keperawatan : (Manajemen Jalan Nafas)
1. Monitor status pernafasan dan oksigenasi
2. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
3. Motivasi pasien untuk bernafas pelan, dalam, berputar dan batuk
4. Instruksikan bagaimana agar bisa melakukan batuk efektif
5. Buang sekret dengan memotivasi pasien untuk melakukan batuk atau
menyedot lendir
6. Kelola udara atau oksigen yang dilembabkan
7. Kelola pemberian bronkodilator

d. Ansietas
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan cemas
yang dirasakan pasien bisa berkurang dengan kriteria hasil : (Kontrol
Kecemasan Diri)

Indikator Awal Tujuan Akhir

Menggunakan teknik relaksasi untuk 5


mengurangi cemas
Memantau manifestasi perilaku dari kecemasan 5

Keterangan :
1 : Tidak pernah dilakukan
2 : Jarang dilakukan
3 : Kadang-kadang dilakukan
4 : Sering dilakukan

20
21

5 : Dilakukan secara konsisten


Tindakan keperawatan : (Pengurangan Kecemasan)
1. Kaji untuk tanda verbal dan non verbal kecemasan
2. Identifikasi pada saat terjadi perubahan tingkat kecemasan
3. Berada di sisi klien untuk meningkatkan rasa aman dan mengurangi
ketakutan
4. Motivasi verbalisasi perasaan, persepsi dan ketakutan
5. Dengarkan klien
6. Instruksikan klien untuk menggunakan teknik relaksasi
7. Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan

e. Ketidakefektifan manajemen kesehatan keluarga


Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan
pengobatan pasien didukung keluarga sehingga dapat maksimal dengan
kriteria hasil : (Dukungan Keluarga Selama Perawatan)

Indikator Awal Tujuan Akhir

Meminta informasi mengenai prosedur 3 5

Meminta informasi kondisi pasien 2 5

Anggota keluarga memberikan dukungan 2 5


Kepada anggota keluarga yang sakit

Keterangan :
1 : Tidak pernah menunjukkan
2 : Jarang menunjukkan
3 : Kadang-kadang menunjukkan
4 : Sering menunjukkan
5 : Secara konsisten menunjukkan
Tindakan keperawatan : (Peningkatan Keterlibatan Keluarga)
1. Monitor keterlibatan keluarga dalam perawatan pasien
2. Identifikasi kemampuan anggota keluarga untuk terlibat dalam
perawatan pasien

21
22

3. Identifikasi persepsi anggota keluarga mengenai situasi, perasaan dan


perilaku pasien
4. Fasilitasi pemahaman mengenai aspek medis dari kondisi pasien pada
anggota keluarga
5. Berikan informasi penting kepada anggota keluarga mengenai pasien
6. Diskusikan pilihan jenis perawatan di rumah
7. Informasikan faktor-faktor yang dapat meningkatkan kondisi pasien
pada anggota keluarga

BAB III
TINJAUAN KASUS

A. Pengkajian
Pada pengkajian identitas didapatkan data bahwa pasien bernama
Tn. S berumur 54 tahun, jenis kelamin laki-laki, alamat di Kalisabuk 1/4

22
23

dengan status sudah menikah, beragama Islam, suku Jawa, pendidikan


terakhir SD dan bekerja sebagai buruh serabutan. Pasien masuk rumah sakit
tanggal 08/07/2019 dan dikaji oleh penulis tanggal 11/07/2019. Sumber
informasi diperoleh dari pasien.
Saat dikaji pasien mengatakan sesak napas dan batuk darah.
Biasanya pasien batuk darah pada pagi hari. Selain itu, keluhan tambahan
pasien yang lainnya adalah pasien kurang mengetahui penyakitnya karena
minim informasi. Pasien biasanya rutin kontrol namun karena anggota
keluarga jarang ada yang bisa menemani akhirnya pasien sudah jarang datang
untuk kontrol di Paru Center RSUD Cilacap. Riwayat penyakit sekarang
pasien mengatakan mengeluh sesak nafas dan batuk darah sejak 3 tahun yang
lalu. Pasien kontrol ke Paru Center RSUD Cilacap dan mendapatkan obat
label merah yang saat itu rutin ia minum. Namun, saat kembali kontrol dan ia
diberikan obat dengan label hijau, obat tersebut jarang diminum selama 6
bulan terakhir sehingga sesak dan batuknya kambuh. Pasien datang ke IGD
RSUD Cilacap pada tanggal 08/07/2019 dengan kondisi batuknya yang
semakin parah. Pasien juga sedang menjalani pengobatan TB bulan ke-3 dan
saat ini pasien berada di kamar isolasi Ruang Rawat Inap Kenanga RSUD
Cilacap. Riwayat penyakit dahulu pasien pernah dirawat di RSUD Cilacap
dengan riwayat penyakit yang sama pada 3 tahun yang lalu. Pasien
mengatakan dalam keluarganya hanya dirinya yang menderita penyakit
seperti sekarang.
Berdasarkan hasil pengkajian pola fungsional Gordon didapatkan
data bahwa pola persepsi kesehatan pasien terganggu dikarenakan kurangnya
informasi yang pasien dapatkan mengenai penyakit dan kondisinya saat ini, ia
juga mengatakan bahwa dirinya jarang minum obat seperti yang sudsh
dianjurkan dan hanya beberapa kali kontrol ke RSUD Cilacap.
Selain dilakukan pengkajian, pada pasien juga dilakukan
pemeriksaan fisik dengan hasil suhu tubuh : 36°C, Nadi : 90x/menit, Tekanan
Darah : 130/90 mmHg, Respirasi : 29x/menit, pada hidung tampak ada sedikit
sekret dan kotoran serta pasien tidak terpasang oksigen binasal, pada mata
konjungtiva anemis, mulut tampak tidak ada sariawan atau infeksi lain, tidak

23
24

ada gangguan menelan, gigi dan gusi tampak sedikit, pada pemeriksaan
thorak saat diinspeksi didapat data adanya retraksi dinding dada, di palpasi
vokal premitus paru-paru kanan dan kiri sama, diauskultasi hasilnya suara
nafas ronkhi karena ada sedikit sekret, pada ekstremitas atas terpasang infus
RL 20 tpm di tangan kiri.
Pasien dilakukan pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan
laboratorium namun tidak dilakukan pemeriksaan radiologi, foto lama thorax
pasien juga tidak disertakan/dibawa. Dari data riwayat penyakit serta program
pengobatan yang sedang pasien jalani didapat hasil diagnosa medis TBC,
Hemaptoe/TB on treatment bulan ke-3. Tindakan yang dilakukan yaitu
pemberian terapi nebulizer dengan combivent 3x2,5ml, IV FD RL 20 tpm,
injeksi ranitidine 2x50 mg, injeksi ceftriaxone sodium 2x1 gram, injeksi
tranexamic acid 2x500mg, injeksi dexamethasone 2x5mg, terapi per oral
ethambutol tablet 3x500mg, kalnex tablet 3x500mg. Data pemeriksaan
laboratorium yang didapat adalah sebagai berikut :

Tanggal 08/07/2019
Jenis Pemeriksaan Hasil Unit Nilai Normal
HEMATOLOGI
Darah Lengkap
Hemoglobin g/dL L: 13,5 – 17,5
Leukosit 12,3 /uL 4400 - 11.300
Hematokrit % L: 40- 52
2600
Eritrosit juta/uL L: 4,5 – 6,5
Trombosit 36,6 /uL 150.000 – 450.000
4,56
136.000
Index Eritrosit
MCV 80,3 fL 80 – 100
MCH 27,0 pg 26 – 34
MCHC 33,6 % 32 - 36

24
25

Hitung Jenis Leukosit


Basofil 0 % 0–1
Eosinofil 0 % 1–6
Batang 0 % 3–5
Segmen 56 % 40 -70
Limfosit 31 % 30 – 45
Monosit 13 % 2 - 10
Gol. Darah Rhesus O, Rhesus +
KIMIA KLINIK
Fungsi Hati
AST (SGOT)
ALT (SGPT) 42 U/L 37◦C 17 -59
Fungsi Ginjal
Ureum 28 U/L 37◦C 21 -72
Kreatinin
Karbohidrat
Gula Darah 21, 0 mg/dL 15 – 50
0,78 mg/dL
Sewaktu 0,8 – 1,5

107 mg/dL
< 140

B. Analisa Data dan Perumusan Diagnosa Keperawatan


1. Analisa Data
WAKTU DATA ETIOLOGI PROBLEM
(Hari/Tgl/
Jam)
Kamis, DS: Obstruksi jalan Ketidakefektifan
Pasien mengatakan sesak
11/07 nafas bersihan jalan
16.00 nafas, batuk darah.
nafas
DO:
WIB
Pasien tampak batuk,
tampak adanya retraksi
dinding dada, suara nafas
ronkhi.
TD : 120/80 mmHg
N : 90x/mnt, S: 36◦C
RR : 24x/mnt
SPO2 : 97%
DS: Kurang Defisiensi
Pasien mengatakan kurang
informasi pengetahuan
mengetahui informasi

25
26

terkait penyakit dan


pengobatannya.
DO:
Pasien tidak rutin minum
obat yang diberikan saat
dirinya kontrol di Paru
Center. Pasien hanya
menunjukkan obatnya
yang berlabel hijau yang
jarang diminum.
DS: Kesulitan Ketidakefektifan
Pasien mengatakan ada
ekonomi manajemen
kendala ketika dirinya
kesehatan
ingin kontrol, pasien
keluarga
jarang ditemani anggota
keluarganya bahkan
selama perawatan pun
hanya ditemani istri dan
biasanya menunggu diluar
kamar.
DO:
Pasien saat ini berada di
kamar isolasi, keluarganya
lebih sering menunggu
diluar kamar.

2. Perumusan Diagnosa Keperawatan


a. Ketidakefektifan bersihan jalan napas b.d obstruksi jalan nafas
b. Defisiensi pengetahuan b.d kurang informasi
c. Ketidakefektifan manajemen kesehatan keluarga b.d kesulitan
ekonomi

C. Intervensi, Implementasi dan Evaluasi


1. Intervensi
a. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b.d obstruksi jalan nafas

26
27

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan


sumbatan di jalan nafas pasien berkurang dengan kriteria hasil :
(Status Pernapasan)

Indikator Awal Tujuan Akhir

Suara nafas tambahan 3 5

Akumulasi sputum 3 5

Batuk 3 5

Dispnea saat istirahat 3 4

Dispnea saat aktivitas ringan 4 5

Keterangan :
1 : Sangat berat
2 : Berat
3 : Cukup berat
4 : Ringan
5 : Tidak Ada
Intervensi: Manajemen Jalan Napas
1) Monitor status pernafasan dan oksigenasi
2) Posisikan untuk meringankan sesak nafas
3) Posisikan untuk memaksimalkan ventilasi
4) Motivasi pasien untuk bernafas pelan, dalam, berputar dan
batuk
5) Instruksikan pasien bagaimana melakukan batuk efektif
6) Auskultasi suara nafas
7) Kelola pemberian bronkodilator

b. Defisiensi pengetahuan b.d kurang informasi

27
28

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan


pengetahuan pasien akan penyakitnya dan pengobatannya bisa
bertambah dengan kriteria hasil :
(Perilaku Patuh : Bersifat Aktif)

Indikator Awal Tujuan Akhir

Menanyakan pertanyaan terkait kesehatan 4 5

Mencari informasi kesehatan dari berbagai sumber 3 5

Mendapatkan alasan untuk melakukan perilaku sehat 3 5

Menggunakan strategi untuk mengoptimalkan kesehatan 3 5

Keterangan :
1 : Tidak pernah dilakukan
2 : Jarang dilakukan
3 : Kadang-kadang dilakukan
4 : Sering dilakukan
5 : Dilakukan secara konsisten
Intervensi : (Pengajaran : Proses Penyakit)
1) Kaji tingkat pengetahuan pasien terkait dengan proses penyakit yang
spesifik
2) Kenali pengetahuan pasien mengenai kondisinya
3) Jelaskan patofisiologi penyakit dan bagaimana hubungannya dengan
anatomi dan fisiologi
4) Review pengetahuan pasien mengenai kondisinya
5) Jelaskan alasan dibalik manajemen/terapi yang direkomendasikan
6) Beri informasi pada keluarga atau orang yang penting bagi pasien
mengenai perkembangan pasien

c. Ketidakefektifan manajemen kesehatan keluarga b.d kesuilitan ekonomi

28
29

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan


hubungan pasien dan keluarga terkait dengan program pengobatan
berjalan dengan baik dengan kriteria hasil :
(Dukungan Keluarga Selama Perawatan)

Indikator Awal Tujuan Akhir

Meminta inforrmasi mengenai prosedur 3 5

Meminta informasi kondisi pasien 3 5

Anggota keluarga memberikan dorongan 3 5


kepada anggota keluarga yang sakit

Keterangan :
1 : Tidak pernah menunjukkan
2 : Jarang menunjukkan
3 : Kadang-kadang menunjukkan
4 : Sering menunjukkan
5 : Secara konsisten menunjukkan
Intervensi : Peningkatan Keterlibatan Keluarga
1) Monitor keterlibatan anggota keluarga dalam perawatan pasien
2) Identifikasi defisit perawatan diri pasien
3) Identifikasi kemampuan anggota keluarga untuk terlibat dalam
perawatan pasien
4) Fasilitasi pemahaman mengenai aspek medis dari berbagai kondisi
pasien pada anggota keluarga
5) Motivasi anggota keluarga untuk menjaga atau mempertahankan
hubungan keluarga
6) Motivasi perawatan oleh anggota keluarga selama perawatan di rumah
sakit.

2. Implementasi
a. Implementasi hari pertama

29
30

Kamis, 11/07/2019
1) Memonitor status pernafasan dan oksigenasi
2) Memposisikan untuk meringankan sesak nafas (semifowler)
3) Memposisikan untuk memaksimalkan ventilasi (posisi tidur pasien
tengkurep/pronasi)
4) Memotivasi pasien untuk bernafas pelan, dalam, berputar dan batuk
5) Menginstruksikan pasien bagaimana melakukan batuk efektif
6) Mengauskultasi suara nafas
7) Mengelola pemberian bronkodilator (combivent 2,5 ml diberikan
pukul 18.10 WIB)
8) Mengkaji tingkat pengetahuan pasien terkait dengan proses
penyakit yang spesifik
9) Mengenali pengetahuan pasien mengenai kondisinya
10) Menjelaskan patofisiologi penyakit dan bagaimana hubungannya
dengan anatomi dan fisiologi
11) Mereview pengetahuan pasien mengenai kondisinya
12) Menjelaskan alasan dibalik manajemen/terapi yang
direkomendasikan
13) Memberi informasi pada keluarga atau orang yang penting bagi
pasien mengenai perkembangan pasien
14) Memonitor keterlibatan anggota keluarga dalam perawatan pasien
15) Mengidentifikasi defisit perawatan diri pasien
16) Mengidentifikasi kemampuan anggota keluarga untuk terlibat
dalam perawatan pasien
17) Memfasilitasi pemahaman mengenai aspek medis dari kondisi
pasien pada anggota keluarga
18) Motivasi anggota keluarga untuk menjaga atau mempertahankan
hubungan keluarga
19) Motivasi perawatan oleh anggota keluarga selama perawatan di
rumah sakit.

30
31

b. Implementasi hari kedua


Jumat, 12/07/2019
1) Memonitor status pernafasan dan oksigenasi
2) Memposisikan untuk meringankan sesak nafas (semifowler)
3) Memposisikan untuk memaksimalkan ventilasi (tidur dengan posisi
tengkurep/pronasi)
4) Memotivasi pasien untuk bernafas pelan, dalam, berputar dan batuk
5) Menginstruksikan pasien bagaimana melakukan batuk efektif
6) Mengauskultasi suara nafas
7) Mengelola pemberian bronkodilator (combivent 2,5 ml diberikan
pukul 09.00 WIB)
8) Mengenali pengetahuan pasien mengenai kondisinya
9) Menjelaskan patofisiologi penyakit dan bagaimana hubungannya
dengan anatomi dan fisiologi
10) Mereview pengetahuan pasien mengenai kondisinya
11) Menjelaskan alasan dibalik manajemen/terapi yang
direkomendasikan
12) Memberi informasi pada keluarga atau orang yang penting bagi
pasien mengenai perkembangan pasien
13) Memonitor keterlibatan anggota keluarga dalam perawatan pasien
14) Mengidentifikasi defisit perawatan diri pasien
15) Mengidentifikasi kemampuan anggota keluarga untuk terlibat
dalam perawatan pasien
16) Memfasilitasi pemahaman mengenai aspek medis dari kondisi
pasien pada anggota keluarga
17) Motivasi anggota keluarga untuk menjaga atau mempertahankan
hubungan keluarga
18) Motivasi perawatan oleh anggota keluarga selama perawatan di
rumah sakit

c. Implementasi hari ketiga

31
32

Sabtu, 13/07/2019
1) Memonitor status pernafasan dan oksigenasi
2) Memposisikan untuk meringankan sesak nafas (semifowler)
3) Memposisikan untuk memaksimalkan ventilasi (posisi tidur
tengkurep/pronasi)
4) Memotivasi pasien untuk bernafas pelan, dalam, berputar dan batuk
5) Menginstruksikan pasien bagaimana melakukan batuk efektif
6) Mengauskultasi suara nafas
7) Mengkaji tingkat pengetahuan pasien terkait dengan proses
penyakit yang spesifik
8) Mengenali pengetahuan pasien mengenai kondisinya
9) Menjelaskan patofisiologi penyakit dan bagaimana hubungannya
dengan anatomi dan fisiologi
10) Mereview pengetahuan pasien mengenai kondisinya
11) Menjelaskan alasan dibalik manajemen/terapi yang
direkomendasikan
12) Memberi informasi pada keluarga atau orang yang penting bagi
pasien mengenai perkembangan pasien

3. Evaluasi
a. Hari pertama
Dx 1
(Kamis, 11/07/2019 Pukul 20.00 WIB)
S : Pasien mengatakan sesak nafas dan batuk darah
O : RR pasien 24x/menit, pasien tidak terpasang oksigen binasal, SPO2
97%, tampak ada retraksi dinding dada, pasien beristirahat dengan
posisi pronasi/tengkurep, suara nafas ronkhi, combivent 2,5 ml
(nebu) diberikan pukul 16.00 WIB, TD: 120/90 mmHg, N:
90x/mnt, S: 36◦C
A : Masalah ketidakefektifan bersihan jalan napas belum teratasi
ditandai dengan :

32
33

Indikator Awal Tujuan Akhir

Suara nafas tambahan 3 5 3

Akumulasi sputum 3 5 3

Batuk 3 5 3

Dispnea saat istirahat 3 4 3

Dispnea saat aktivitas ringan 4 5 4

P : Lanjutkan intervensi
1. Monitor status pernafasan dan oksigenasi
2. Posisikan untuk meringankan sesak nafas
3. Posisikan untuk memaksimalkan ventilasi
4. Motivasi pasien untuk bernafas pelan, dalam, berputar dan batuk
5. Instruksikan pasien bagaimana melakukan batuk efektif
6. Auskultasi suara nafas
7. Kelola pemberian bronkodilator

Dx 2
(Kamis, 11/07/2019 Pukul 20.00 WIB)
S : Pasien mengatakan kurang mengetahui kondisi penyakitnya, pasien
merasa badannya sudah lebih membaik dari sebelumnya
O : Pasien tampak tenang
A : Masalah defisiensi pengetahuan belum teratasi

Indikator Awal Tujuan Akhir

Menanyakan pertanyaan terkait kesehatan 4 5 4

Mencari informasi kesehatan dari berbagai sumber 3 5 3

Mendapatkan alasan untuk melakukan perilaku sehat 3 5 3

Menggunakan strategi untuk mengoptimalkan kesehatan 3 5 3

33
34

P : Lanjutkan intervensi
1. Kaji tingkat pengetahuan pasien terkait dengan proses penyakit
yang spesifik
2. Kenali pengetahuan pasien mengenai kondisinya
3. Jelaskan patofisiologi penyakit dan bagaimana hubungannya
dengan anatomi dan fisiologi
4. Review pengetahuan pasien mengenai kondisinya
5. Jelaskan alasan dibalik manajemen/terapi yang
direkomendasikan
6. Beri informasi pada keluarga atau orang yang penting bagi
pasien mengenai perkembangan pasien

Dx 3
(Kamis, 11/07/2019 Pukul 20.00 WIB)
S : Pasien mengatakan dirinya lebih sering ditemani istrinya selama
dirawat di RS dibanding anggota keluarganya yang lain, pasien
jarang mandi dan beberapa aktivitas membutuhkan orang lain.
O : Pasien tampak tidak ganti pakaian, kuku kotor, pasien berada di
kamar isolasi dan anggota keluarganya menunggu di luar kamar.
A : Masalah ketidakefektifan manajemen kesehatan keluarga belum teratasi

Indikator Awal Tujuan Akhir

Meminta inforrmasi mengenai prosedur 3 5 3

Meminta informasi kondisi pasien 3 5 3

Anggota keluarga memberikan dorongan 3 5 3


kepada anggota keluarga yang sakit

P : Lanjutkan intervensi
1. Monitor keterlibatan anggota keluarga dalam perawatan pasien
2. Identifikasi defisit perawatan diri pasien

34
35

3. Identifikasi kemampuan anggota keluarga untuk terlibat dalam


perawatan pasien
4. Fasilitasi pemahaman mengenai aspek medis dari berbagai
kondisi pasien pada anggota keluarga
5. Motivasi anggota keluarga untuk menjaga atau mempertahankan
hubungan keluarga
6. Motivasi perawatan oleh anggota keluarga selama perawatan di
rumah sakit.

b. Hari kedua
Dx 1
(Jumat, 12/07/2019 Pukul 14.00 WIB)
S : Pasien mengatakan masih sesak nafas dan batuk darah
O : Posisi pasien fowler dan saat tidur pronasi/tengkurep, masih tampak
retraksi dinding dada, pasien membuang dahak bercampur darah di
kamar mandi, RR: 21x/mnt, SPO2: 95%, S: 37◦C, suara nafas
ronkhi, tidak terpasang oksigen binasal, combivent 2,5 ml (nebu)
diberikan pukul 10.00 WIB
A : Masalah ketidakefektifan bersihan jalan napas belum teratasi ditandai
dengan :

Indikator Awal Tujuan Akhir

Suara nafas tambahan 3 5 4

Akumulasi sputum 3 5 4

Batuk 3 5 5

Dispnea saat istirahat 3 4 4

Dispnea saat aktivitas ringan 4 5 4

P : Lanjutkan intervensi
1. Monitor status pernafasan dan oksigenasi
2. Posisikan untuk meringankan sesak nafas (semifowler)

35
36

3. Posisikan untuk memaksimalkan ventilasi (posisi tidur


tengkurep/pronasi)
4. Motivasi pasien untuk bernafas pelan, dalam, berputar dan batuk
5. Instruksikan pasien bagaimana melakukan batuk efektif
6. Auskultasi suara nafas
7. Kelola pemberian bronkodilator

Dx 2
(Jumat, 12/07/2019 Pukul 14.00 WIB)
S : Pasien mengatakan sedikit mengetahui informasi mengenai program
pengobatannya
O : Pasien dan keluarga kooperatif dalam menemani perawatan
A : Masalah defisiensi pengetahuan belum teratasi

Indikator Awal Tujuan Akhir

Menanyakan pertanyaan terkait kesehatan 4 5 4

Mencari informasi kesehatan dari berbagai sumber 3 5 4

Mendapatkan alasan untuk melakukan perilaku sehat 3 5 4

Menggunakan strategi untuk mengoptimalkan kesehatan 3 5 3

P : Lanjutkan intervensi
1. Kaji tingkat pengetahuan pasien terkait dengan proses penyakit
yang spesifik
2. Kenali pengetahuan pasien mengenai kondisinya
3. Jelaskan patofisiologi penyakit dan bagaimana hubungannya
dengan anatomi dan fisiologi
4. Review pengetahuan pasien mengenai kondisinya
5. Jelaskan alasan dibalik manajemen/terapi yang
direkomendasikan
6. Beri informasi pada keluarga atau orang yang penting bagi
pasien mengenai perkembangan pasien

36
37

Dx 3
(Kamis, 11/07/2019 Pukul 20.00 WIB)
S : Pasien mengatakan dirinya lebih sering ditemani istrinya selama
dirawat di RS. Pasien belum bisa mandi, sedangkan toileting dan
minum obat dibantu istri, pasien sudah mendapatkan penjelasan
lebih lanjut ke perawat dan dokter
O : Istri pasien berada di luar kamar isolasi, keluarga ingin pasien cepat
sembuh
A : Masalah ketidakefektifan manajemen kesehatan keluarga teratasi
ditandai dengan :

Indikator Awal Tujuan Akhir

Meminta inforrmasi mengenai prosedur 3 5 5

Meminta informasi kondisi pasien 3 5 5

Anggota keluarga memberikan dorongan 3 5 5


kepada anggota keluarga yang sakit

P : Hentikan intervensi

c. Hari ketiga
Dx 1
(Sabtu, 13/07/2019 Pukul 14.00 WIB)
S : Pasien mengatakan tidak sesak nafas, hanya masih batuk darah
O : RR: 22x/mnt, tidak ada retraksi dinding dada, suara nafas ronkhi,
SPO2: 98%, tidak terpasang oksigen binasal.
A : Masalah ketidakefektifan bersihan jalan napas belum teratasi ditandai
dengan :

Indikator Awal Tujuan Akhir

Suara nafas tambahan 3 5 4

37
38

Akumulasi sputum 3 5 4

Batuk 3 5 5

Dispnea saat istirahat 3 4 4

Dispnea saat aktivitas ringan 4 5 5

P : Lanjutkan intervensi
1. Monitor status pernafasan dan oksigenasi
2. Posisikan untuk meringankan sesak nafas (semifowler)
3. Posisikan untuk memaksimalkan ventilasi (posisi tidur
tengkurep/pronasi)
4. Motivasi pasien untuk bernafas pelan, dalam, berputar dan batuk
5. Instruksikan pasien bagaimana melakukan batuk efektif
6. Auskultasi suara nafas

Dx 2
(Sabtu, 13/07/2019 Pukul 14.00 WIB)
S : Pasien mengatakan cukup mengerti mengenai kondisi penyakitnya,
ia mengerti bahwa ia harus patuh minum obat karena mengetahui
tujuan terapi yang sedang dijalaninya.
O : Pasien tampak mengerti dan paham, keluarga dan pasien kooperatif
A : Masalah defisiensi pengetahuan teratasi

Indikator Awal Tujuan Akhir

Menanyakan pertanyaan terkait kesehatan 4 5 5

Mencari informasi kesehatan dari berbagai sumber 3 5 5

Mendapatkan alasan untuk melakukan perilaku sehat 3 5 5

Menggunakan strategi untuk mengoptimalkan kesehatan 3 5 5

P : Hentikan intervensi

38
39

BAB IV
PEMBAHASAN

Dalam bab ini penulis akan membahas tentang pelaksanaan Asuhan


Keperawatan Medikal Bedah pada Tn. S dengan Gangguan Sistem
Pernafasan : Tuberculosis mulai dari pengkajian hingga evaluasi. Dalam
pembahasan ini, penulis mencoba untuk menghubungkan antara referensi
yang didapat tentang pasien dengan kondisi pasien.
A. Pengkajian
Pengkajian adalah pengumpulan data atau informasi tentang klien
yang dilakukan secara sistematis untuk menentukan masalah-masalah serta
kebutuhan keperawatan dan kesehatan klien. Metode yang digunakan oleh
penulis dalam pengumpulan data antara lain dengan wawancara, pemeriksaan
fisik dan studi dokumentasi (Doenges, 2014).
Penulis dapat mendapatkan data dari pasien menggunakan teknik
pengumpulan data wawancara dan studi pustaka. Dalam pengumpulan data,
penulis menggunakan pola fungsional Gordon yang dinilai mempunyai
aplikasi yang luas bagi para perawat dengan latar belakang praktek yang
beragam.
Hasil pengkajian fungsional Gordon yang penulis temukan pada
pasien diantaranya terjadi masalah/gangguan pada pola persepsi kesehatan
dan pada pola aktivitas dan latihan. Hasil tersebut dijabarkan sebagai berikut :
Pada pola persepsi kesehatan ditemukan bahwa pasien mengatakan
kurang tahu mengenai penyakitnya setelah jarang minum obat dan hanya
beberapa kali kontrol ke RSUD Cilacap.
Pada pola aktivitas dan latihan, pasien mengatakan jarang mandi,
jarang ganti pakaian, dan untuk masalah toileting serta mandi kadang dibantu
orang lain atau keluarganya.
Pada pemeriksaan fisik pasien didapatkan data bahwa keadaan
umum pasien compos mentis, yaitu keadaan normal/sadar sepenuhnya.
Tanda-tanda vital antara lain tekanan darah : 130/90 mmHg, S : 36°C, Nadi :
90x/menit, RR : 29x/menit. Untuk pemeriksaan Head To Toe antara lain :

39
40

1. Pada kepala bentuknya mesocephal, tidak ada tumor di kepala, rambut


hitam dan pendek, pada mata konjungtiva anemis, pada hidung tidak ada
polip, tampak ada sedikit sekret di hidung, tidak terpasang oksigen binasal,
tidak ada infeksi di mulut, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid.
2. Pada pemeriksaan dada di paru-paru terdapat adanya retraksi dinding dada,
saat dipalpasi vokal premitus paru kanan-kiri sama, terdapat suara nafas
ronkhi karena ada sekret.
3. Ekstremitas pada tangan, tangan kiri terpasang infus RL 20 tpm. Penulis
juga mendapatkan hasil dari pemeriksaan penunjang yang dilakukan untuk
menegakkan diagnosa pada pasien yaitu laboratorium. Ditemukan data
hemoglobin 12,3 g/dL, leukosit 2600 /uL, hematokrit 36,6%, trombosit
136.000 u/L, SGOT 42 U/L 37◦C, SGPT 28 U/L 37◦C.

Dalam proses pengkajian kasus Tn. S ini sebaiknya penulis


mengkaji kondisi fisik lingkungan rumah penderita yang mana hal tersebut
merupakan faktor penting untuk mengetahui sejauh mana penyebaran kuman
TB kepada penderita karena salah satu syarat rumah sehat menurut Winslow
dan APHA (American Public Health Association) adalah memenuhi
persyaratan pencegahan penularan penyakit antar penghuni rumah dengan
penyediaan air bersih, pengelolaan tinja dan air limbah rumah tangga, bebas
vektor penyakit dan tikus, kepadatan hunian yang berlebihan, cukup sinar
matahari pagi, terlindungnya makanan dan minuman dari pencemaran.
Rumah yang tidak sehat merupakan salah satu reservoir atau tempat yang
baik dalam menularkan penyakit menular seperti tuberkulosis.
Menurut Achmadi (2010), faktor lingkungan fisik rumah yang
berhubungan dengan kejadian TB paru adalah kepadatan penghuni, lantai
rumah, ventilasi, pencahayaan, suhu dan kelembaban. Penularan penyakit
tuberculosis disebabkkan oleh Mycobacterium tuberculosis yang ditularkan
melalui udara saat seorang penderita TB paru dengan BTA + batuk dan
percikan ludah yang mengandung bakteri terhirup oleh orang lain saat
bernafas. Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak.
Bakteri ini tahan selama 1-2 jam di udara, di tempat yang lembab dan gelap
bisa berbulan-bulan namun tidak tahan terhadap sinar matahari atau aliran

40
41

udara. Kepadatan hunian menyebabkan penularan antar sesama penghuni


karena menyebabkan cross infection sehingga penting menjaga jarak dengan
penderita untuk mengurangi risiko penularan dikarenakan droplet yang
terinfeksi tersebut mampu mencapai jarak 1 m.
Umumnya penularan terjadi dalam ruangan tempat percikan dahak
berada dalam waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan,
sementara sinar matahari langsung dapat membunuh kuman TB. Pencahayaan
alami diperoleh dari masuknya sinar matahari ke dalam ruangan melalui
jendela, celah-celah dan bagian-bagian bangunan yang terbuka diutamakan
sinar matahari pagi yang mengandung sinar ultraviolet yangdapat mematikan
kuman. Sinar matahari langsung dapat membunuh kuman TB dalam waktu 5
menit. Sayangnya, hal-hal yang menjadi faktor risiko penyebaran kuman TB
tersebut tidak dikaji oleh penulis secara lengkap sehingga data mengenai
kondisi fisik lingkungan rumah tidak dicantumkan.

B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan didefinisikan sebagai penilaian klinis
tentang pengalaman/respon individu, keluarga, kelompok, atau komunitas
terhadap masalah kesehatan/proses kehidupan aktual atau potensial, dan
memberi dasar pemilihan intervensi untuk mencapai hasil yang dapat
dipertanggungjawabkan (NANDA, 2015).
1. Diagnosa keperawatan yang ditemukan pada kasus Tn. S yang sesuai
dengan teori
a. Ketidakefektifan Bersihan Jalan Napas
Ketidakmampuan membersihkan sekresi atau obstruksi dari saluran
napas untuk mempertahankan bersihan jalan napas. Penulis
menegakkan diagnosa keperawatan tersebut karena penulis memperoleh
beberapa batasan karakteristik yang sesuai dengan teori. Diagnosa
keperawatan ketidakefektifan bersihan jalan napas diprioritaskan
pertama karena menurut Asmadi, ketidakefektifan bersihan jalan napas
termasuk dalan kebutuhan fisiologis dan merupakan kebutuhan yang
utama bagi manusia.

b. Ketidakefektifan Manajemen Kesehatan Keluarga

41
42

Pola pengaturan dan pengintegrasian ke dalam proses keluarga,


suatu program untuk pengobatan penyakit dan sekuelnya yang tidak
memuaskan untuk memenuhi tujuan kesehatan tertentu. Penulis
menegakkan diagnosa keperawatan tersebut karena penulis memperoleh
beberapa batasan karakteristik yang sesuai dengan teori. Hal ini juga
sesuai dengan kondisi keluarga pasien yang kurang kooperatif selama
perawatan baik di rumah maupun di tempat pelayanan kesehatan
sehingga dengan adanya keterlibatan keluarga diharapkan perawatan
kesehatan pasien menjadi optimal dan meningkatkan kepatuhan pasien
dalam program pengobatannya.

2. Diagnosa keperawatan yang tidak ditemukan pada kasus Tn. S tetapi ada di
konsep teori
a. Gangguan Pertukaran Gas
Kelebihan atau kekurangan oksigen dan/atau pengeluaran
karbondioksida di dalam membran kapiler-alveoli.
b. Ketidakseimbangan Nutrisi Kurang Dari Kebutuhan Tubuh
Asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolik.
c. Ansietas
Perasaan tidak nyaman atau kekhawatiran yang samar disertai
respons otonom (sumber sering kali tidak spesifik atau tidak diketahui
oleh individu) perasaan takut yang disebabkan oleh antisipasi terhadap
bahaya. Hal ini merupakan isyarat kewaspadaan yang memperingatkan
individu akan adanya bahaya dan memampukan individu untuk
bertindak menghadapi ancaman.
3. Diagnosa keperawatan yang ditemukan pada kasus Tn. S tetapi tidak ada di
konsep teori (diagnosa temuan)
a. Defisiensi Pengetahuan
Ketiadaan atau defisiensi informasi kognitif yang berkaitan dengan
topik tertentu.
4. Diagnosa keperawatan yang tidak ditemukan baik pada kasus Tn. S
maupun di konsep teori (diagnosa tambahan)
a. Risiko tinggi penyebaran infeksi
Keadaan dimana seorang individu berisiko untuk menyebarkan
agen-agen pathogen atau oportunistik kepada orang lain.

42
43

Biasanya faktor yang berhubungan dengan diagnosa ini terkait


dengan tuberculosis adalah pemajanan penularan melalui udara/kontak
(langsung, tidak langsung, kontak dengan droplet). Diagnosa
keperawatan ini tidak ditegakkan oleh penulis karena penulis tidak
mengkaji lebih lanjut terkait bagaimana perilaku pasien mengenai
penyakitnya baik selama di rumah maupun di rumah sakit. Ada
beberapa data baik subjektif atau objektif yang mungkin didapat oleh
penulis menurut sumber-sumber yang berhubungan dengan pencegahan
penularan tuberculosis seperti data subjektif bahwa pasien yang sering
kontak dengan orang lain dan batuk di depan orang lain tanpa menutup
mulut, dilengkapi juga terkait bagaimana perilaku pasien membuang
dahaknya seperti di plastik yang ditali atau dibuang di tempat sampah
dan aktivitas meludah sembarangan yang dilakukan pasien sehingga
dapat diperoleh data objektifnya yaitu pasien sering batuk di depan
orang lain tanpa menutup mulut dan ditunjang dengan hasil
laboratorium menunjukkan BTA positif.

C. Tindakan yang dilakukan


Tindakan yang dilakukan pertama kali yaitu mengukur tanda-tanda
vital. Tujuannya untuk mengetahui kondisi pasien dan didapat : TD : 130/90
mmHg, Nadi 90x/menit, Suhu : 36°C, RR : 29x/menit, terpasang infus RL 20
tpm, serta pasien mendapatkan program terapi nebulizer combivent 3x2,5 ml.
Selain itu, pasien juga mendapatkan terapi medis lain berupa pemberian
injeksi seperti Ranitidine 2x50 mg, Tranexamic acid 2x500 mg, Ceftriaxone
sodium 2x1 gr, Dexamethasone 2x5 mg serta terapi oral seperti Kalnex tablet
3x500 mg dan Ethambutol tablet 3x500 mg. Pasien tidak mendapatkan
program transfusi mengingat jumlah Hb pasien tergolong normal.

D. Pengawas Minum Obat (PMO) terkait Tuberculosis


Tuberculosis (TB) adalah salah satu penyakit menular yang
disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosa. Kuman ini dapat
menyerang seluruh bagian tubuh, walaupun lebih sering ditemukan
menyerang saluran pernafasan manusia terutama paru. Penularannya yang

43
44

melalui udara menyebabkan penyakit ini lebih mewabah di pemukiman padat


dimana jarak antara rumah dekat dan sinar matahari kurang masuk ke dalam
rumah.
Ketika seseorang didiagnosa menderita infeksi tuberculosis,
dibutuhkan waktu yang cukup lama untuk memusnahkan kuman ini dari
dalam tubuh. Seseorang dengan infeksi TB Paru, membutuhkan minimal 6
bulan pengobatan, dimana 2 bulan pertama bertujuan mematikan kuman TB,
dan 4 bulan setelahnya untuk mengendalikan bibit-bibit kuman yang
bersembunyi agar tidak aktif. Belum lagi, bila kuman TB terlanjur menyebar
ke organ lain, waktu pengobatan dapat lebih panjang yaitu 9-12 bulan.
Waktu yang lama dan jenis obat yang banyak membuat banyak
pasien TB tidak patuh menjalani pengobatan. Hasilnya, kuman menjadi kebal
dan pengobatan harus diulang. Oleh sebab itu, Kementerian Kesehatan RI
membuat program pendampingan khusus yaitu Pengawas Minum Obat
(PMO).
Pengobatan TB akan menyembuhkan sebagian besar pasien tanpa
memicu munculnya kuman resisten (kebal) obat. Untuk tercapainya hal
tersebut, sangat penting dipastikan bahwa pasien menelan seluruh obat yang
diberikan sesuai anjuran dengan cara pengawasan langsung oleh seorang
PMO (Pengawas Minum Obat/Pengawas Menelan Obat) agar mencegah
terjadinya resistensi obat. Pilihan tempat pemberian pengobatan sebaiknya
disepakati bersama pasien agar dapat memberikan kenyamanan. Pasien bisa
memilih datang ke fasilitas kesehatan (Puskesmas, RSUD, RS Swasta)
terdekat dengan kediaman pasien atau PMO datang berkunjung ke rumah
pasien. Apabila tidak ada faktor penyulit, pengobatan dapat diberikan secara
rawat jalan.
Sebaiknya PMO adalah petugas kesehatan, misal bidan di desa
perawat dll. Bila tidak ada petugas kesehatan, PMO dapat berasal dari tokoh
masyarakat lain atau anggota keluarga. Sebuah penelitian menunjukkan
bahwa PMO yang berasal dari anggota keluarga dapat meningkatkan
kepatuhan pasien dalam minum obat. Namun, anggota keluarga itu harus

44
45

terlebih dahulu diberi edukasi oleh petugas kesehatan mengenai seluk beluk
penyakit TB.
Tugas seorang PMO bukanlah untuk menggantikan pasien
mengambil obat dari tempat berobat, namun untuk meningkatkan angka
kesembuhan pasien antara lain mengawasi pasien TB agar menelan obat
secara teratur sampai selesai pengobatan. Tanpa PMO, pasien rentan drop out,
sehingga kuman terlanjur kebal obat dan waktu pengobatan bisa diulang dan
lebih panjang. PMO juga memberi dorongan kepada pasien agar mau berobat
teratur, mengingatkan pasien untuk periksa ulang dahak pada waktu yang
telah ditentukan, memberi penyuluhan pada anggota keluarga pasien TB yang
mempunyai gejala-gejala mencurigakan TB untuk segera memeriksakan diri
ke Unit Pelayanan Kesehatan.
Dalam menjalankan tugasnya, seorang PMO pun harus aktif
memberikan informasi penting yang perlu dipahami oleh pasien TB dan
anggota keluarga lain seperti penjelasan bahwa TB disebabkan kuman, bukan
penyakit kutukan atau keturunan, bagaimana cara penularan TB dan gejala
yang mencurigakan serta cara pencegahannya, memberikan informasi bahwa
TB dapat disembuhkan dengan berobat teratur, bila tidak patuh pengobatan
menjadi lebih panjang karena kuman terlanjur lebih liar dan kebal obat serta
bagaimana cara pemberian pengobatan pasien (tahap intensif dan lanjutan),
apa pentingnya pengawasan supaya pasien berobat secara teratur, dan
kemungkinan terjadinya efek samping obat dan perlunya segera meminta
pertolongan ke fasilitas kesehatan terdekat.
Mengingat peranannya yang besar, sangat penting bagi seorang
pasien TB memiliki pengawas minum obat. Dengan kerjasama PMO-pasien
yang solid, angka kecacatan dan kematian akibat TB dapat ditekan.

45
46

BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Pengkajian yang dilakukan pada kasus Tn. S dengan Tuberculosis
menggunakan pola fungsional Gordon. Alasannya pola fungsional Gordon
ini mempunyai aplikasi yang luas untuk para perawat dengan latar
belakang praktek yang beragam.
2. Diagnosa keperawatan yang ditegakkan pada kasus Tn. S dengan
Tuberculosis yaitu ketidakefektifan bersihan jalan nafas, defisiensi
pengetahuan dan ketidakefektifan manajemen kesehatan keluarga. Namun,
ada diagnosa keperawatan lain yang seharusnya ditegakkan oleh penulis
yaitu risiko penyebaran infeksi.
3. Intervensi keperawatan yang dirumuskan untuk dilakukan 3x24 jam pada
diagnosa keperawatan yang muncul di kasus Tn. S diantaranya monitor

46
47

status pernafasan dan oksigenasi, posisikan untuk meringankan sesak nafas


dan memaksimalkan ventilasi, auskultasi suara nafas serta kelola
pemberian bronkodilator untuk diagnosa ketidakefektifan bersihan jalan
nafas. Sedangkan untuk intervensi dari diagnosa keperawatan defisiensi
pengetahuan diantaranya kaji tingkat pengetahuan pasien terkait dengan
proses penyakit yang spesifik, review pengetahuan pasien mengenai
kondisinya, jelaskan alasan dibalik manajemen/terapi yang
direkomendasikan dan beri informasi pada keluarga atau orang yang
penting bagi pasien mengenai perkembangan pasien. Intervensi untuk
diagnosa keperawatan ketidakefektifan manajemen kesehatan keluarga
diantaranya monitor keterlibatan anggota keluarga dalam perawatan
pasien, identifikasi kemampuan anggota keluarga untuk terlibat dalam
perawatan pasien dan motivasi perawatan oleh anggota keluarga selama
perawatan di rumah sakit.
4. Implementasi pada masing-masing diagnosa yang sudah dilakukan
intervensi hasilnya didapat saat itu juga. Adapun hasil yang didapat yaitu
seperti pasien merasa sesak nafasnya berkurang, masih batuk darah dan
kooperatif saat dilakukan nebulizer, pasien kurang paham mengenai
kondisi sakitnya, dan keluarga pasien yang mulai kooperatif saat diberikan
penjelasan mengenai pengobatan yang sedang dijalani pasien.
5. Evaluasi keperawatan dilakukan per hari untuk mengetahui lebih lanjut
perkembangan kondisi pasien. Evaluasi keperawatan menggunakan SOAP
dengan catatan perkembangan. Adapun diagnosa yang belum teratasi
sampai dengan hari ke-3 yaitu ketidakefektifan bersihan jalan nafas dan
defisiensi pengetahuan. Hal ini dikarenakan diagnosa keperawatan
ketidakefektifan manajemen kesehatan keluarga sudah teratasi pada hari
ke-2 dimana keluarga sudah mulai kooperatif dalam membantu
pengobatan pasien.

B. Saran
1. Institusi pendidikan
Diharapkan untuk institusi lebih meningkatkan sumber referensi
yang terkini sehingga memudahkan dalam hal memperoleh data karena

47
48

hal ini sangat penting untuk memperluas pengetahuan dan ilmu yang
bersangkutan.
2. Untuk RS
Diharapkan peralatan medis serta pemberian edukasi terutama pada
pasien dengan gangguan sistem pernafasan lebih ditingkatkan mengingat
menurunnya tingkat kepatuhan penderita TB dalam hal pengobatan. Hal
itu mampu membuat perawatan dan pengobatan menjadi lebih optimal.
3. Mahasiswa
Diharapkan lebih aktif dan dapat mengembangkan pengetahuan
yang sudah diperoleh untuk mengelola kasus terutama pada pasien dengan
sistem pernafasan.

48

Anda mungkin juga menyukai