LANDASAN TEORI
Psychological well being sangat berkaitan dengan perkembangan masa dewasa madya.
Bila dalam perkembangannya dapat berjalan dengan baik, para dewasa madya tersebut
seharusnya akan memiliki tingkat psychologicalwell being ya ng b aik pula. Begitu pada
dewasa madya, dalam hal ini i bu yang telah berada pada fase sangkar kosong yang
ditandai dengan emosi yang kompleks akan memberikan dampak pada kesejahteraan
psikologisnya. Untuk itu dalam penelitian ini penulis ingin mengetahui dinamika
psychological wellbeing dalam kaitannya dengan keadaan “kekosongan” para ibu usia
dewasa madya ya ng berada pada fase sangkar kosong, serta mengenai factor apa saja
yangmempenharuhi psychological well being mereka
E. Dukungan Sosial
Definisi dukungan social Dalam definisi mengenai dukungan sosial terdapat beberapa
teori diantaranya adalah teori Uchino yang menjelaskan bahwa: “social support to comfort,
caring, esteem or help available to a person from others people or group” (Uchino, 2004
dalam Sarafino, 2011: 81). Berdasarkan definisi di atas, dijelaskan bahwa dukungan sosial
adalah penerimaan seseorang dari orang lain atau kelompok berupa kenyamanan. kepedulian,
penghargaan ataupun bantuan lainnya yang membuat individu mera sa bahwa ia disayangi,
diperhatikan, dihargai dan ditolong. Selain itu Albrecht menjelaskan bahwa dukungan sosial
adalah komunikasi verbal dan nonverbal antara penerima dan pemberi dalam menurunkan
ketidakpastian mengenai situasi, dirinya, orang lain atau hubungan dan berfungsi untuk
meningkatkan persepsi kontrol individu dalam suatu pengalaman hidupnya (Albrecht, 1987 :
182). Gottlieb (dalam Sarafino, 2011) juga menjelaskan mengenai dukungan sosial yaitu
berupa informasi atau nasehat verbal dan non verbal, berupa bantuan nyata atau suatu
tindakan yang diberikan oleh suatu jaringan sosial yang akrab atau didapat karena kehadiran
jaringan sosial tersebut dan mempunyai manfaat emosional atau manfaat perilaku bagi pihak
penerima. Dari beberapa definisi di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa dukungan sosial
adalah ketersediaan sumber daya yang memberikan kenyamanan fisik dan psikologis yang
diperoleh melalui pengetahuan bahwa individu tersebut dicintai, diperhatikan, dihargai oleh
orang lain, dan merupakan anggota dalam suatu kelompok yang memiliki kepentingan
bersama melalui verbal atau non verbal behavior.
H. Stress
1. Definisi Stress
Istilah 'stres' berarti banyak hal bagi banyak orang yang berbeda. Orang awam
dapat mendefinisikan stress hal tekanan, ketegangan, kekuatan eksternal yang tidak
menyenangkan atau respons emosional. Psikolog telah mendefinisikan stres dalam
berbagai cara berbeda. Definisi stres kontemporer menganggap stres lingkungan eksternal
sebagai stressor (misalnya masalah di tempat kerja), respons terhadap stressor sebagai
stres atau tekanan (misalnya perasaan ketegangan), dan konsep stres sebagai sesuatu itu
melibatkan perubahan biokimia, fisiologis, perilaku dan psikologis. (Ogden;2007; Health
Psychology).
Royce (dalam Krause, 2006) percaya bahwa stress jangan dihindari melainkan
harus dihadapi, karena stress juga diperlukan untuk meningkatkan keimanan dan spir
itual individu. Stress adalah suatu kondisi dimana sesuatu ya ng diinginkan tidak sesuai
dengan kenyataan (Sarafino, 2006). Psikolog yang mempelajari stres atau melakukan
terapi untuk membantu orang mengelolanya menganggap bahwa jumlah stres
pengalaman seseorang meningkat dengan stressor frekuensi, intensitas, dan durasi
(Sarafino & Ewing, 1999).
Menurut Lazarus & Folkman (1984) stres menekankan pada hubungan antara
orang dengan lingkungannya, yang mempertimbangkan catatan karakteris tik orang yang
satu sisi, dan di sisi lain sifat dari peristiwa li ngkungan. Stress bukanlah benda asing bagi
banyak orang. Sebagian besar hidup kita selalu berhadapan dengan stress, baik disadari
atau tidak. Kondisi fisik, sosial, ekonomi dan lingkungan hidup kita pada masa sekarang
ini sangat sarat dengan sumber-sumber stres, ditambah dengan kecenderungan
menurunnya kemampuan individu dalam mentolerir stres yang dialami. Stres juga dapat
menghinggapi siapa saja, baik pria maupun wanita. Bukan hal yang mengherankan pula
bahwa nampaknya wanita lebih banyak mengalami stres karena berbagai peran yang
disandangnya sangat potensial untuk mengalami stress (Hurlock, 1990).
Usia dewasa madya adalah masa stress. Ini merupakan salah satu dari ketiga ciri
usia madya. Penyesuaian secara radikal terhadap peran dan pola hidup yang berubah,
khususnya bila disertai dengan berbagai perubahan fisik, selalu cenderung merusak
homoestatis fisik dan psikologis seseorang dan membawa ke masa stress, suatu masa bila
sejumlah penyesuaian yang pokok harus dilakukan di rumah dan aspek kehidupan
mereka. Terdapat beberapa kategori stress dewasa madya yaitu stress somatik, stress
budaya dan stress psikologis. Stress somatik merupakan stress yang disebabkan oleh
keadaan jasmani yang menunjukan usia tua. Stress budaya yang berasal dari penempatan
nilai yang tinggi pada kemudaan, keperkasaan dan kesuksesan oleh kelompok budaya
tertentu. Stress psikologis yang mungkin diakibatkan oleh kematian suami atau isteri,
kepergian anak dari rumah baik itu untuk pendidikan atau memulai rumah tangga,
kebosanan terhadap perkawinan atau hilangnya masa muda dan mendekati ambang
kematian (Hurlock, 1990). Menurut jurnal Psychological Review ya ng dipublikasikan
tahun 2000 dan ditulis oleh Shelley E. Taylor dan beberapa koleganya dari University of
California, Los Angeles rupanya menarik perhatian banyak ahli, peneliti dan pengamat
masalah stress. Tim peneliti tersebut menyodorkan sebuah paradigma baru dalam
mengkaji respon terhadap stres yang s ecara spesifik hanya dimiliki oleh wanita, yang
diberi istilah dengan “tend-and-befriend”.
Menurut Selye (dalam Schneiderman, et al 2005) bahwa istilah “stres” d i g u n a
k a n untuk mewakili efek dari apapun yang mengancam secara serius homeostasi s.
Sebenarnya dugaan ancaman terhadap suatu organisme disebut sebagai “penekan” dan
responsnya kepada stressor disebut “respons stres.” Meskipun tanggapan stres berevolusi
sebagai proses adaptif, S elye mengamati bahwa respon stres yang parah dan
berkepanjangan dapat terjadi menyebabkan kerusakan jaringan dan penyakit. Selain itu
Menurut Lovibond & Lovibond (1995) konsep stress sendiri merupakan respon yang
muncul karena adanya tekanan dalam hidup yang dirasakan individu. Berdasarkan uraian
yang dipaparkan di atas, peneliti tertarik menggunakan teori yang dijabarkan oleh
Lovibond & Lovibond (1995) bahwa konsep stress sendiri merupakan respon yang
muncul karena adanya tekanan dalam hidup yang dirasakan individu. Lovibond &
Lovibond (1995) menjelaskan bahwa seseorang yang mengalami stress sulit untuk
tenang, lebih mudah marah, menjadi tidak sabar, dan gelisah
I. Dimensi Stress
Berdasarkan skala DASS (Depression Anxiety Stress Scale) oleh Lovibond Lovibond
(1995) dengan lima dimensi:
1. Difficulty relaxing (kesulitan untuk santai) Ketika menghadapi masalah, individu
mera sa panik, gelisah, dan tidak bisa diganggu.
2. Nervous arousal (gugup) Berkeringat menghadapi stress, merasakan ketegangan, dan
jantung berdetak dengan cepat.
3. Early Upset/Agitated (gelisah) Keadaan dimana individu sulit untuk menenangkan
dirinya ketika stress.
4. Irittabele/over-reactive (pemarah atau respon berlebihan) Ketika dalam keadaan stress
reaksinya berlebihan dan menjadi lebih mudah marah.
5. Impatient (tidak sabar) Merupakan orang-orang yang tidak suka pekerjaannya
diganggu dan dihentikan selain itu tidak sabar menunggu untuk sesuatu.
J. Pengukuran Stress
Terdapat beberapa literature mengenai stress, peneliti memperoleh beberapa instrument
untuk mengukur stress diantaranya:
1. The Persceived Stress Scale (PSS) Alat ukur PSS dibentuk pada tahun 1994 oleh Sheldon
Cohen yang berjumlah 10 item pertanyaan mengenai kondisi individu selama sebulan
terakhir. Dalam setiap lasus, responden ditanya seberapa sering mereka merasakan suatu
cara tertentu.
2. Standar Stress Scale (SSS) Alat ukur SSS dibentuk pada tahun 2014 dikembangkan oleh
Christiane Gross. 35 pertanyaan mengenai situasi kehidupan yang penuh tekanan
3. Depression Anxiety Stress Scale 42 (DASS 42) Depression Anxiety Stress Scale 42 atau
yang disingkat Depression Anxiety Stress Scale 21 (DASS 21) yang dikembangkan oleh
lovibond & lovibond tahun 1995. Psychometric Properties of the Depresion Anxiety
Stress Scale adalah seperangkat skala subjektif yang dibentuk untuk mengukur status
emotional negative dari depresi, kecemasan dan stress. Peneliti mengukur stress dalam
peneliti ini menggunakan instrument yang dikembangkan oleh lovibond &lovibond yaitu
Depression Anxiety Stress Scale 2
Daftar Pustaka
Albrecht, T.L., & Adelman, M.B (1987). Commucicating social support: A theoretical
perspective.In T.L Albrecht & M.B Adelman (Eds.),Journal Of Communicating
social support. 29 (22), 149-153
Aneshensel, C. S. (1992). Social Stress: Theory and Research. Annual Review of
Sociology,18,15-38. Doi:10. 1146/annurev.so.18.080192.000311Attar, B.K.,
Guerra, N.G., & Tolan, P.H (1994).
Brim, O. G., Ryff, C. D, & Kessler, R. C. (2004). How healthy are we?: A national study
of well being at midlife. The University Chicago Press
Chaplin, J.P (1985). Dictionary of psychology, (2nd edition). New York: Dell Publishing
company
Chen Yixin & Feelay, H.T (2013). Social Support, social strain, loneliness and well-
being among older adults: An analysis of the Health and Retirement study. Journal
Of socialand personal Relationship. 31 (2) 141-161
Cohen.S, & Wills.A.T (1985) Stress, social support, and the Buffering Hypothesis.
Psychological Bulletin. 98(2).390-397.
Cohen, Seldon (2004). Social Relationships and Health. November 2004. American
psychologist. Desiningrum , R. (2010). Family’s Social support and Psychological
Well Being of the Elderlyin Tembalang.
Fabricatore, A.N., Handal, P.J., & Fenzel L.M (2000). Personal spirituality as a
moderator of the relationship between stressors and subjective well-being. Journal
of Psychology and Theology, 28(3), 221-228 Fieldman, Robert (2011). Life Span
Development a tropical Approach. United Stated of Amerika