Anda di halaman 1dari 50

Makalah Diskusi Kasus

“Diabetes Melitus Tipe 2 dengan Gastroenteroparesis Diabetik,


Chronic Kidney Diseases (CKD), dan Ulkus Diabetikum“

Nama MPPD : Magdalena Thely Thebu (201670008)


Pembimbing : dr. Somarnam, Sp. PD

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM FAKULTAS


KEDOKTERAN UNIVERSITAS PAPUA
APRIL 2022
KATA PENGANTAR

Puji Syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat,
rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan laporan kasus
yang berjudul ““Diabetes Melitus Tipe 2 dengan Gastroenteroparesis Diabetik, Chronic
Kidney Diseases (CKD), dan Ulkus Diabetikum“. Penulisan dan penyusunan laporan
kasus ini dilakukan untuk lebih memahami mengenai DM tipe 2, CKD, Gastroparesis
Diabetik dan Ulkus Diabetes pada pasien.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada dr.
Somarnam, Sp. PD sebagai pembimbing laporan kasus, atas kesabaran dan bimbingan
beliau dalam mengarahkan penulis. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada kedua
orang tua penulis yang senantiasa mendoakan penulis. Tak lupa pula penulis sampaikan
terima kasih kepada teman-teman yang selalu mendukung dan memberikan semangat
dalam penulisan dan penyusunan laporan kasus ini.
Mengingat pengetahuan dan pengalaman serta waktu yang tersedia dalam proses
penyusunan laporan kasus sangat terbatas, penulis menyadari masih banyak kekurangan
dari segi isi, susunan bahasa maupun sistematika penulisannya. Sehingga penulis
mengharapkan para pembaca dapat memberikan saran dan kritik yang membangun.
Akhir kata, penulis berharap semoga laporan kasus ini dapat menjadi sumbangan
pemikiran dan memberikan manfaat bagi semua pihak khususnya bidang kedokteran dan
berguna bagi pembaca dalam mempelajari dan mengembangkan ilmu.

Sorong, April 2022

Penulis

i
LEMBAR PENGESAHAN

Nama Lengkap Mahasiswa : Magdalena Thely Thebu


Nomor Induk Mahasiswa : 201670008
Jurusan : Program Pendidikan Profesi Dokter
Fakultas : Kedokteran
Universitas : Universitas Papua
Bagian Pendidikan : Departemen Ilmu Penyakit Dalam (Interna)
Diajukan pada : April 2022
Pembimbing : dr.Somarnam, Sp. PD
Judul Laporan Kasus :
“Diabetes Melitus Tipe 2 dengan Gastroenteroparesis Diabetik, Chronic Kidney
Diseases (CKD), dan Ulkus Diabetikum“

Telah diperiksa dan disahkan pada tanggal ………………………………………………….

Mengetahui
Pembimbing Laporan Kasus

dr. Somarnam, Sp. PD

ii
Daftar Isi
Kata Pengantar................................................................................................................i
Lembar Pengesahaan......................................................................................................ii
Daftar isi........................................................................................................................iii
BAB I ILUSTRASI KASUS.........................................................................................1
Perolehan Data................................................................................................................1
Anamnesis.......................................................................................................................1
Keluhan utama....................................................................................................1
Riwayat penyakit sekarang.................................................................................1
Riwayat penyakit dahulu....................................................................................2
Riwayat penyakit keluarga..................................................................................2
Riwayat sosial dan kebiasaan.............................................................................2
Pemeriksaan Fisis...........................................................................................................3
Pemeriksaan Penunjang..................................................................................................5
Resume Data Dasar........................................................................................................7
Daftar Masalah................................................................................................................8
BAB II TINAJUAN PUSTAKA................................................................................13
Pendahuluan..................................................................................................................13
Diabetes melitus............................................................................................................14
Definisi dan manifestasi klinis..........................................................................14
Klasifikasi dan etiologi DM..............................................................................15
Patogenesis DM................................................................................................16
Diagnosis DM...................................................................................................19
Tatalaksana DM................................................................................................21
Komplikasi DM................................................................................................27
Kaki diabetik........................................................................................27
Gastroenteroparesis Diabetik................................................................34
Chronic Kidney Diseases......................................................................37
BAB III KESIMPULAN............................................................................................44
Referensi......................................................................................................................46

iii
BAB I
ILUSTRASI KASUS

Perolehan Data
Data pasien sebagian besar dari autoanamnesis dan alloanamnesis dari pasien dan
keluarga pasien (istri), serta pengamatan dan analisis rekam medik. Pengumpulan data
dilakukan pada tanggal 24 Februari 2022 di Bangsal Bougenvile Rumah Sakit Sele Be
Solu.

IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. Paulus


Tanggal lahir : 13 April 1968
Status pernikahan : Sudah menikah
Pekerjaan : PNS (pensiun)
Agama : Kristen Prostestan
Alamat : Malanu Kampung
Ruang Perawatan : Bougenvile
Nomor Rekam Medis : 160310
Jenis Pembayaran : BPJS
Tanggal admisi : 24 Februari 2022
Tanggal Pemeriksaan : 24 Februari 2022

ANAMNESIS

Keluhan Utama : Nyeri uluh hati

Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien datang dengan nyeri uluh hati 2 jam yang lalu SMRM. Pasien merupakan
pasien rujukan dari RS Maleo (24 Februari 2022, jam 03.00 WIT). Penyebab nyeri karena
pasien telat makan, nyeri seperti ditusuk-tusuk pada sisi perut bagian kiri dan menjalar ke
uluh hati. Dada terasa panas, setiap kali pasien mau makan selalu disertai rasa mual dan
muntah sebanyak 6x. Sering sendawa sebanyak kurang lebih 5x, pada saat sendawa yang
terakhir terasa seperti mau muntah dan ada sedikit cairan yang naik dari perut ke leher
dan dimulut terasa seperti asam pahit oleh cairan tersebut. Selain itu pasien mengeluh
susah makan karena perut terasa begah dan cepat kenyang, serta pasien merasa lelah.
Pasien memiliki riwayat DM tipe 2 sudah lama sekitar 20 tahun, hipertensi singkal,
pasien belum BAB selama masuk RS, terakhir BAB 4 hari yang lalu SMRM. Konsumsi

1
air cukup baik sehingga BAK pasien cukup banyak namun terlihat berwarna pekat selama
sebulan terakhir. Pasien juga memiliki luka dibagian tumit kaki kanan yang diakibatkan
tusukan dari paku saat pasien sedang melakukan pekerjaan rumah (perbaiki pagar), luka
didapat 2 bulan yang lalu tetapi tidak membaik melainkan luka berair dan bernanah.
Tidak ada sakit kepala, pusing (-), sesak napas (-), nyeri dada (-), edem pada ekstremitas
(-).

Riwayat Penyakit Dahulu :

Pasien pernah dirawat inap di RSAL dengan keluhan yang sama yaitu nyeri pada uluh
hati dan lemas, pada 3 bulan yang lalu. Riwayat trauma (-), riwayat operas (-), riwayat
penyakit saraf (-), riwayat penyakit sistem respirasi (-), riwayat penyakit sistem
kardiovaskular (-), alergi (-).

Riwayat Penyakit Keluarga :

Dari orang tua pasien yaitu bapak memiliki riwayat DM tipe 2, salah satu saudara
pasien memiliki riwayat hipertensi.

Riwayat Penggunaan Obat :


1. Pasien mengkonsumsi obat DM dirumah yaitu metformin kombinasi glibenclamide.
2. Pasa saat rawat di RSAL pasien tidak mengingat obat yang diberikan.
3. Pada saat dirawat di RS Maleo tanggal 24 Februari 2022 (sore-malam sebelum dirujuk ke
RS Sele Be Solu) ceftriaxon 2x 1 gr, novorapid 3x6 u/ SC, ranitidin 2x1 gr.
4. Pada saat rawat di RS Sele Be Solu tanggal 24-04 Februari 2022 yaitu ceftriaxone 1 gr/
IV, metoclopramide/ IV, novorapid 8 U/SC, levemir 12 U/SC, omeprazole 1 vial/IV,
telmisartan 80mg, aspar k, folid acid 1 tab, dan sukralfat syr 1 cth.

Riwayat sosial dan kebiasaan :


− Hobi :Pasien gemar memancing
− Olahraga :Pasien jarang berolahraga, namun sering melakukan aktivitas
fisik seperti berkebun
− Kebiassan makan :Pasien memiliki kebiasaan makan yang tidak terkontrol
terutama makanan tinggi gula
− Merokok :Pasien tidak pernah merokok
− Konsumsi alkohol :Pasien tidak pernah konsumsi alkohol

2
PEMERIKSAAN FISIS

Keadaan umum

Keadaan umum : Pasien tampak sakit sedang


Derajat Kesadaran : E (4), V (5), M (6) → GCS : 15 (Kompos Mentis)
Skala nyeri : 3-4
Refleks pupil : + 6mm/+6mm
Tanda vital
− TD : 157/94 mmHg
− Nadi : 84x/menit
− Pernapasan : 20x/menit
− SpO2 : 99%
− Suhu badan : 37,4 C
Status gizi
Tinggi badan : 160 cm
Berat badan :  44 kg
BMI : 17,2 kg/m2
Gizi : Kurang

Kulit

− Inpeksi : warna kulit sawo matang, ruam (-), petekie (-), ikterik (-),
hematoma (-) hematoma (-)
− Palpasi : nodul (-), akral hangat

Kepala, wajah dan leher

− Inpeksi : kepala normosefal, simetris kanan-kiri, rambut berwarna hitam sedikit


beruban,tidak ditemukan lesi dan benjolan, wajah simetris
− Palpasi : KGB tidak membesar, kelenjar tiroid tidak membesar,nyeri tekan (-)
− JVP PR  0

Mata
− Inpeksi : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), refleks cahaya (+/+), pupil
isokor (3/3)

3
Telinga
− Inspeksi : bentuk telinga normotia, deformitas (-),
− Palpasi : tidak ada nyeri tekan

Hidung
− Inspeksi : deformitas (-), deviasi septum nasal (-), sekret (-)
− Palpasi : tidak ada nyeri tekan pada sinus

Rongga mulut dan Tenggorokan


− Inspeksi : bibir sianosis (-), infeksi (-), deviasi lidah (-)

Thoraks (Paru)
− Inpeksi : simetris, tidak ada retraksi
− Palpasi : Vocal fremitus sama kuat pada kedua lapang paru, pergerakan simetris
− Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru
− Auskultasi : Vesikuler (+/+), Rhonki (-/-), wheezhing (-/-)

Jantung
− Inpeksi : Iktus kordis tidak tampak
− Palpasi : Iktus kordis teraba di sela iga ke V linea midsternalis
− Perkusi : Batas jantung kanan linea parasternalis kanan sela iga ke IV
Batas jantung kiri linea midclavicular kiri sela iga ke V
Batas pinggang jantung : linea parasternalis kiri sela iga ke II
− Auskultasi : S1 S2 reguler, tunggal, Mumur (-), gallop (-)

Abdomen
− Inspeksi : Distensi (-), scar (-), meteorismus (-)
− Auskultasi : bising usus (+) normal 6x/menit
− Palpasi : hepar tidak teraba, lien tidak teraba, nyeri tekan pada suprapubik (-), nyeri
tekan epigastrium (-), nyeri tekan abdomen (-), ballotement test (-)
− Perkusi : timpani (+),

Ekstremitas
− Inpeksi : edema (-), luka diabetikum di kaki kanan
− Palpasi : akral hangat, nyeri tekan (-), pitting edema (-), CRT < 2 detik

4
PEMERIKSAAN PENUNJANG

Tabel 1. Hasil Laboratorium (Selasa, 22 Februari 2022) RS Maleo


Parameter Hasil Satuan Nilai Normal
Hemoglobin 11.7 gr/% L : 14-15; P : 12-14
Eritrosit 4,6 Juta L : 4-6; P : 4-5 juta
Leukosit 25.600 mm3 6000-9000/mm3
Trombosit 269.000 /mm3 150.000-350.000/mm3
Hematrokrit 35 % L: 40-45%, P : 37-47%
BSE 113 /Jam L: 0-10, P: 0-15/Jam
DDR Negatif - Negatif
Cholesterol 195 mg/dl <220 mg/dl
Glukosa <130 mg/dl
351 mg/dl
sewaktu
SGOT 28 U/L L:<25; P:<21 U/L
SGPT 18 U/L L: < 29; P: 22 U/L
Urea 100 mg/dl 10-50 mg/dl
Ureum (BUN) 4.6 mg/dl L:0.7-1.1;P:0.6-1.0 mg/dl
Elektrolit
− Natrium 138,2 Na: 135-145
− Kalium 4,62 K: 3.5-5.3
mmol/L
− Cloride 107.0 Cl: 98-108

Tabel 2. Hasil laboratorium (Jumat, 25 Februari 2022) RS Sele Be Solu


Parameter Hasil Satuan Nilai Normal
9 3
WBC 25,1 X 10 / mm 3,8-10,6
RBC 4,31 X 109/ mm3 4,4-5,90
HGB 11,4 g/dl 12,0-16,0
HCT 38,7 % 40,0-54,0
PLT 335 X 109/ mm3 150-400
PCT 0,225 % 0,100-0,500

MCV 90 Fl 76-79
MCH 26,4 Pg 27-32
MCHC 29,4 g/dl 23-36
RDW 13,4 % 11,6-14,8
MPV 6,7 Fl 4,0-11,0

5
PDW 12,7 Fl 10,0-18,0
DIFF
LYM 8,3 % 20,0-40,0
MON 3,4 % 4,0-8,0
NEUT 88,3 % 40,0-70,0

Elektrolit
− Na 128 mmol/L Na: 135-145
− K 3,2 mmol/L K: 3.5-5.1
− Cl 97 mmol/L Cl: 98-107

Tabel 3. Hasil Laboratorium Tes Urinalisis (Sabtu, 26 Februari 2022) RS Sele Be Solu
Makroskopis Hasil
Warna Kuning
Berat jenis 1,020
PH 6,0
Protein Pos (2+)
Glukosa (reduksi) Pos (1+)
Keton Pos (3+)
Bilirubin Negatif
Urobilin Negatif
Nitrit Negatif
Blood Negatif
Leukosit Negatif
Sedimen
Leukosit 1-3/LP
Eritrosit 0-1/LP
Kristal Uric acid (+)
Silinder Negatif
Bakteri Positif
Jamur Negatif
Lain-lain

Tabel 4. Hasil Laboratorium (2 Maret 2022) RS Sele Be Solu


Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
Albumin 2.4 3,4-5,0 g/dl

6
Tabel 5. Hasil Laboratorium (3 Maret 2022) RS Sele Be Solu
Parameter Hasil Satuan Nilai Normal
WBC 16,1 X 109/ mm3 3,8-10,6
9 3
RBC 3,68 X 10 / mm 4,4-5,90
HGB 9,4 g/dl 12,0-16,0
HCT 31,5 % 40,0-54,0
9 3
PLT 360 X 10 / mm 150-400
PCT 235 % 0,100-0,500

MCV 86 Fl 76-79
MCH 25,5 Pg 27-32
MCHC 29,7 g/dl 23-36
RDW 13,2 % 11,6-14,8
MPV 6,5 Fl 4,0-11,0
PDW 13,6 Fl 10,0-18,0
DIFF
LYM 11,1 % 20,0-40,0
MON 4,6 % 4,0-8,0
NEUT 84,3 % 40,0-70,0

RESUME DATA DASAR (diisi dengan temuan positif)

Pasien datang dengan nyeri uluh hati 2 jam yang lalu SMRM. Pasien merupakan
pasien rujukan dari RS Maleo (24 Februari 2022, jam 03.00 WIT). Penyebab nyeri karena
pasien telat makan, nyeri seperti ditusuk-tusuk pada sisi perut bagian kiri dan menjalar ke
uluh hati. Dada terasa panas, setiap kali pasien mau makan selalu disertai rasa mual dan
muntah sebanyak 6x. Sering sendawa sebanyak kurang lebih 5x, pada saat sendawa yang
terakhir terasa seperti mau muntah dan ada sedikit cairan yang naik dari perut ke leher
dan dimulut terasa seperti asam pahit oleh cairan tersebut. Selain itu pasien mengeluh
susah makan karena perut terasa begah dan cepat kenyang, serta pasien merasa lelah.
Pasien memiliki riwayat DM tipe 2 sudah lama sekitar 20 tahun, hipertensi singkal,
pasien belum BAB selama masuk RS, terakhir BAB 4 hari yang lalu SMRM. Konsumsi
air cukup baik sehingga BAK pasien cukup banyak namun terlihat berwarna pekat selama
sebulan terakhir. Pasien juga memiliki luka dibagian tumit kaki kanan yang diakibatkan
tusukan dari paku saat pasien sedang melakukan pekerjaan rumah (perbaiki pagar), luka
didapat 2 bulan yang lalu tetapi tidak membaik melainkan luka berair dan bernanah.
Pasien pernah dirawat inap di RSAL dengan keluhan yang sama yaitu nyeri pada
uluh hati dan lemas, pada 3 bulan yang lalu. Dari orang tua pasien yaitu bapak memiliki

7
riwayat DM tipe 2, salah satu saudara pasien memiliki riwayat hipertensi. Pada
pemeriksaan tanda vital TD 157/94 mmHg, BMI 17,2 kg/m2 mengalami underweight
atau gizi kurang. Pada ekstremitas terdapat luka diabetikum di kaki kanan. Hasil
laboratorium menunjukan penurunan Hb 11.7 gr/%, peningkatan leukosit 25.600 mm3,
penurunan hematokrit 35%, peningkatan glukosa sewaktu 351 mg/dl, peningkatan SGOT
28 U/L, peningkatan urea 100 mg/dl serta ureum 4,6 mg/dl, penurunan albunmin 2,4 g/dl.

DAFTAR MASALAH

Masalah Data Pendukung

1 DM tipe II S : pasien sudah memiliki riwayat DM tipe II


sejak lama.
O : pemeriksaan gula darah sewaktu 351 mg/dl
2 Gastroenteropati S : pasien mengeluhkan nyeri pada uluh hati,
Diabetik penyebab nyeri karena pasien telat makan, nyeri
seperti ditusuk-tusuk pada sisi perut bagian kiri
dan menjalar ke uluh hati, dada terasa panas.
Mual-muntah (+), setiap pasien makan akan
disertai mual-muntah sebanyak 6x. Pasien juga
merasa ada cairan yang naik dari perut ke mulut
dan terasa asam pahit di lidah. Susah makan,
terasa perut begah dan cepat kenyang.
O : nyeri tekan epigastrium (+)
3 CKD S : pasien buang air tampak pekat dan cukup
banyak.
O : Peningkatan ureum, terdapat protein, keton,
dan glukosa dalam urin serta terdapat kristal.
4 Ulkus O : terdapat ulkus pada kaki kanan dengan grade
Diabetikum 3, dimana sudah terdapat abses

8
CATATAN FOLLOW-UP

Tanggal Subjek, Objek, Anamnesis Terapi Planning


S : pasien mengeluhkan nyeri uluh hati, seperti 04.00 WIT = Ranitidin 1 amp / IV Observasi TTV
ditusuk-tusuk dengan skala nyeri 3-4. Pasien Meroclopramid 1 amp / IV Cek GDS
mengeluhkan mual-muntah saat makan, asupan Novorapid 8 U/ SC Pemeriksaan laboratorium
makanan sedikit. BAK baik, BAB sedikit, terakhir 07.00 WIT = Folid Acid 1 tab
24 Februari 2022
BAB 4 hari SMRS. Sukralfat syr 1 cth
Pukul 15.00 WIT
O : KU = Tampak Sakit Sedang, Kes = CM;
GCS = 15
Konjungtiva Anemis (+/+), NTE (+), luka diabetikum
tampak basah dan berbau
TTV : TD = 141/86 mmHg; SB = 36,6 C;
RR = 20x/m; N = 100x/m; SpO2 = 99%;
GDS (pagi) = 176 mg/dl
GDS jam 22.00 (malam) = 284 mg/dl

A : GD + DM tipe 2 + Ulkus Diabetikum


S : Nyeri uluh hari berkurang, mual-muntah masih IVFD Aserin 20 tpm Observasi TTV
terasa tetapi sudah berkurang. Makan mulai 07.00 WIT = Ranitidin 1 amp/IV Cek GDS
membaik, pasien mulai bisa makan dengan porsi Rawat luka pagi = ganti Pemeriksaan urin lengkap
sedkit setiap 2 jam sekali. perban
11.00 WIT = Ceftriaxone 1 vial/IV
O : KU = Tampak Sakit Sedang, Kes = CM; 12.00 WIT = Novorapid 8 U/SC
GCS = 15; NTE (-) Sukralfat syr 1 cth
25 Februari 2022
TTV : TD = 133/100 mmHg; SB = 36,8 C; 17.00 WIT = Meroclopramid 1 amp /
Pukul 15.00 WIT
RR = 20x/m; SpO2 = 98%; N = 133x/m IV
GDS (pagi) = 190 mg/dl Folid Acid 1 tab
Hasil lab = leukositosis, eritopenia, sedikit 22.00WIT = Levemir 12 U/SC
penurunan HB dan HCT; penurunan elektrolit Na, 23.00 WIT = Ceftriaxone 1 vial/IV
K, Cl Omeprazole 2 gr/ IV

A : GD + DM tipe 2 + Ulkus Diabetikum


S : Pasien mengeluh nyeri uluh hati, pusing dan Terapi tambahan : Aspar K 3x1, Observasi TTV
susah tidur, mual masih dirasakan sedikit, muntah ciprofloksasin 2x200 mg drips dalam Cek GDS
26 Februari 2022 (-), makan porsi sedikit setiap 2 jam. BAB sedikit, NaCl 100 cc.
Pukul 08.00 BAK cukup banyak dan berwarna pekat. Nyeri pada
ulkus (+) IVFD Aserin 20 tpm 9
07.00 WIT = Ranitidin 1 amp/IV
O : KU = Tampak Sakit Sedang; Kes = CM, 11.00 WIT = Ceftriaxone 1 gr/IV
GCS = 15, NTE (+) Telmisartan 80 mg
TTV : TD = 136/81 mmHg; SB = 36,4 C; 12. 00 WIT = Novorapid 8 U/SC
RR = 20x/m; N = 100x/m; SpO2 = 99% Sukralfat syr 1 cth
GDS pagi = 123 mg/dl; GDS malam = 125 mg/dl 17.00 WIT = Meroclopramid 1 amp /
Hasil pemeriksaan UL = kuning, proteinuria, IV
glukosuria, peningkatan keton, dan terdapat kristal Folid Acid 1 tab
22.00 WIT = Levemir 12 U/SC
A : GD + DM tipe 2 + Ulkus Diabetikum + CKD grd 23.00 WIT = Omeprazole 1 vial / IV
IV Ceftriaxone 1 gr/IV
Paracetamol 1 tab/oral
S = Pasien mengeluhkan nyeri pada kaki luka DM IVFD Aserin 20 tpm Observasi TTV
seperti ditusuk-tusuk dan hilang timbul, mual 07.00 WIT = Ciprofoxacin 200 mg Cek GDS
masih terasa sedikit, nyeri epigastrium berkurang drips/ NaCl
100 cc
O : KU = Tampak Sakit Sedang; Kes = CM, Novorapid 8 U/SC
GCS = 15, NTE (+) Sukralfat syr 1 cth
TTV : TD = 124/72 mmHg; SB = 37,5 C; Aspar K 1 tab/ oral
RR = 20x/m; N = 98x/m; SpO2 = 100% Ranitidin 1 amp/IV
GDS pagi = 142 mg/dl; GDS malam = 334 mg/dl 11.00 WIT = Ceftriaxone 1 gr/IV
27 Februari 2022 Telmisartan 80 mg
Pukul 07.00 A : GD + DM tipe 2 + Ulkus Diabetikum + CKD grd Rawat luka = ganti verban
IV 17.00 WIT = Meroclopramid 1 amp /
IV
Folid Acid 1 tab
19.00 WIT = Amlodipin
22.00 WIT = levemir 12 U/SC
23.00 WIT = Omeprazole 1 vial / IV
Paracetamol 1 tab/oral

S = Betis terasa tegang, nyeri luka berkurang, nyeri IVFD Aserin 20 tpm Observasi TTV
epigastrium (-), mual muntah (-), terasa pusing 07.00 WIT = Ranitidin 1 amp/ IV Cek GDS
sedikit, BAB mulai lancar, BAK lancar, makan porsi 10.00 WIT = Novorapid 8 U/SC
sedikit setiap 2 jam sekali. Nyeri ulkus (+).Pasien Sukralfat syr 1 cth
28 Februari 2022
dianjurkan diaet rendah proteian dan diet gula Aspar K 1 tab/oral
Pukul 15.00
11.00 WIT = Ceftriaxone 1 gr/IV
O : KU = Tampak Sakit Sedang; Kes = CM, Telmisartan 1 tab/oral
GCS = 15, NTE (-) 17.00 WIT = Meroclopramid 1 amp / 10
TTV : TD = 119/69 mmHg; SB = 37,9 C; IV
RR = 22x/m; N = 87x/m; SpO2 = 99% Folid Acid 1 tab/ oral
GDS pagi = 254 mg/dl; GDS siang = 289 mg/dl; GDP 19.00 WIT = Amlodipin 1 vial/ IV
= 218 mg/dl Amoxicilin 1 tab/oral
22.00 WIT = Levemir 12 U/SC
A : GD + DM tipe 2 + Ulkus Diabetikum + CKD grd 23.00 WIT = Omeprazole 1 vial / IV
IV Paracetamol 1flc/IV

S = Pasien mulai merasa lebih baik, mual muntah IVFD Aserin 14 tpm R/ganti verban luka tanggal 02
berkurang, nyeri epigastrium (-), BAB mulai lancar, 07.00 WIT = Ranitidin 1 amp/ IV Februari 2022
BAK baik, makan prosi sedikit setiap 2 jam sekali, 10.00 WIT = Novorapid 8 U/SC Observasi TTV
minum baik. Pasien dianjurkan diaet rendah Sukralfat syr 1 cth Cek GDS dan GDP
proteian dan diet gula Aspar K 1 tab/oral Cek albumin
11.00 WIT = Ceftriaxone 1 gr/IV
O : KU = Tampak Sakit Sedang; Kes = CM, Telmisartan 1 tab/oral
GCS = 15, NTE (+) 17.00 WIT = Meroclopramid 1 amp /
TTV : TD = 97/59 mmHg; SB = 36,4 C; IV
01 Februari 2022
RR = 20x/m; N = 78x/m; SpO2 = 99% Folid Acid 1 tab/ oral
15.00
GDS pagi = 223 mg/dl; GDS siang = 315 mg/dl, GDP 19.00 WIT = Novorapid 9 U/SC
= 102 mg/dl Amlodipin 1 vial/ IV
Amoxicilin 1 tab/oral
A : GD + DM tipe 2 + Ulkus Diabetikum + CKD grd 22.00 WIT = Levemir 12 U/SC
IV 23.00 WIT = Omeprazole 1 vial / IV

S = Pasien mengeluhkan nyeri pada kaki luka DM IVFD Aserin 14 tpm Observasi TTV
seperti ditusuk-tusuk dan hilang timbul, mual 07.00 WIT = Ranitidin 1 amp/ IV Cek GDS dan GDP
masih terasa sedikit, nyeri epigastrium berkurang. 10.00 WIT = Novorapid 8 U/SC Cek darah lengkap
Pasien dianjurkan diaet rendah proteian dan diet Sukralfat syr 1 cth
gula Rawat luka = ganti verban
17.00 WIT = Metronidazole 1 flc/IV
02 Februari 2022 O : KU = Tampak Sakit Sedang; Kes = CM, Folid Acid 1 tab/ oral
15.00 GCS = 15, NTE (+) 19.00 WIT = Novorapid 9 U/SC
TTV : TD = 122/63 mmHg; SB = 37,9 C; 22.00 WIT = Levemir 12 U/SC
RR = 20x/m; N = 93x/m; SpO2 = 100% Paracetamol 1 tab/oral
GDS pagi = 126 mg/dl; GDS siang = 208 mg/dl; GDP 23.00 WIT = Levofoxacin 500 mg
= 76 mg/dl
11
Hasil lab = albumin menurun
A : GD + DM tipe 2 + Ulkus Diabetikum + CKD grd
IV
S = Pasien sudah mulai membaik, badan masi IVFD Aserin 14 tpm Pasien di rujuk ke Ambon
terasa lemas, makan mulai membaik, BAB dan BAK 07.00 WIT = Ranitidin 1 amp/ IV untuk terapi cuci darah
lancar, nyeri epigastrium (-), nyeri ullkus (-). Pasien 10.00 WIT = Novorapid 9 U/SC
dianjurkan diaet rendah proteian dan diet gula Sukralfat syr 1 cth
17.00 WIT = Metronidazole 1 flc/IV
O : KU = Tampak Sakit Sedang; Kes = CM, Folid Acid 1 tab
GCS = 15, NTE (+) Levofoxacin 500 mg
03 Februari 2022 TTV : TD = 102/64 mmHg; SB = 36,8 C; Paracetamol 1 tab / oral
15.00 RR = 20x/m; N = 82x/m; SpO2 = 99%
GDS pagi = 104 mg/dl; GDS malam = 120 mg/dl

Hasil lab = leukositosis, eritropenia, anemia ringan,


penurunan HCT

A : GD + DM tipe 2 + Ulkus Diabetikum + CKD grd


IV
04 Februari 2022 Pasien di Rujuk Ke Ambon untuk menjalani Cuci Darah

12
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN
Hiperglikemia merupakan sutau kondisi medis dimana terjadi peningkatan kadar
glukosa darah melebihi batas normal yang menjadi beberapa penyakit terutama diabetes
melitus.1 Diabetes melitus saat ini menjadi salah satu ancaman kesehatan global.
Berdasarkan penyebabnya, DM dapat diklasifikasikan mejadi 4 kelompok yaitu DM tipe
1, DM tipe 2, DM gestasional dan DM tipe lain.1 Organisasi WHO memprediksikan
adanya peningkatan jumlah pasien DM tipe 2 yang cukup besar pada tahun-tahun
mendatang. WHO memprediksikan bahwa akan terjadi kenaikan jumlah pasien DM tipe
2 di Indonesia dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi 21,3 juta pada tahun 2030.1 Presiksi
International Diabetes Federation (IDF) juga menunjukan bahwa pada tahun 2019-2030
terdapat kenaikan jumlah pasien DM dari 10,7 juta menjadi 13,7 juta pada tahun 2030.1
DM menjadi masalah kesehatan di seluruh dunia dan jumlah penderitanya meningkat,
negara-negara yang memiliki tingkat DM tertinggi mulai dari India, Tiongkok, dan
Amerika Serikat.1
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Indonesia tahun 2003, diperkirakan
diperkirakan penduduk Indonesia yang berusia di atas 20 tahun sebanyak 133 jiwa,
dengan prevalensi DM sebesar 14,7 % pada daerah urban dan 7,2% pada daerah rural,
sehingga diperkirakan pada tahun 2003 didapatkan 8,2 juta pasien DM di daerah rural.1
Berdasarkan pola pertumbuhan penduduk, diperkirakan bahwa pada tahun 2030 akan ada
194 juta penduduk dengan usia 20 tahun keatas disertai asumsi prevalensi DM pada
urban (14,7%) dan rural (7,2%), maka diperkirakan terdapat 28 juta pasien DM di daerah
urban dan 13,9 juta di daerah rural.1 Laporan hasil Riset Kesehatan Dasar (RIKESDAS)
tahun 2018 oleh departemen kesehatan menunjukan peningkatan prevalensi DM menjadi
8,5%.1
Komplikasi yang terjadi akibat penyakit DM yaitu gangguan pada pembuluh darah
baik makrovaskular maupun mikrovaskular serta gangguan pada sistem saraf atau
neuropati.1,2 Gangguan tersebut dapat terjadi pada pasien DM tipe 2 yang sudah lama
terdiagnosis atau yang baru terdiagnosis.1 Komplikasi makrovaskular umumnya
mengenai organ jantung, otak dan pembuluh darah. Sedangkan ganggian mikrovaskular
dapat terjadi pada mata dan ginjal.2 Keluhan neuropati juga umum dialami oleh pasien
DM, baik neuropati motorik, sensorik, maupun neuropati otonom. Pusat Data dan
Informasi Kementerian Kesehatan RI melaporkan bahwa persentase komplikasi diabetes
melitus di RSCM pada tahun 2011 adalah neuropati (54%), retinopati (33,4%),
proteinuria (26,5%), penyakit pembuluh darah asteri perifer (10,9%), ulkus kaki (8,7%),
angina (7,4%), stroke dan infark miokard (5,3%), gagal jantung (2,7%), amputasi (1,3)
dan dialisis (0,5%).2
Standar pelayanan untuk para pasien DM diperlukan agar mendapat hasil pengelolaan
yang tepat guna dan berhasil serta dapat menekan angka kejadian penyakit DM.3 Setiap
penderita DM mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai standar. Pemerintah

13
kabupaten/kota mempunyai kewajiban untuk memberikan pelayanan kesehatan sesuai
standar kepada seluruh penderita DM usia 15 tahun ke atas sebagai upaya pencegahan
sekunder. Pelayanan kesehatan penderita DM sesuai standar meliputi : 1.3 Pengukuran
gula darah; 2. Edukasi; 3. Terapi farmakologi. Di Papua Barat pada tahun 2019
menunjukan presentase penderita DM yang telah diberikan pelayanan sesuai standar yaitu
sebanyak 6.655 orang atau sebesar 40,9%.3

Gambar 1. Presentase Pelayanan Kesehatan Penderita DM3

DIABETES MELITUS
A. Definisi dan Manifestasi Klinis
Diabetes melitus (DM) adalah suatu kelompok penyakit metabolik dengan karateristik
hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya,
menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2019.1 Insulin merupakan hormon
yang diproduksi oleh sel β pankreas untuk mengontrol glukosa darah melalui pengaturan
penggunaan dan penyimpanan glukosa. Penyebab utama kerusakan insulin karena adanya
kerusakan pada sel β pankreas, yaitu sel yang berperan dalam memproduksi insulin.2
Selain itu DM dapat terjadi juga karena resistensi insulin, yaitu berkurangnya
kemampuan insulin untuk merangsang penggunaan glukosa atau turunnya respon sel
target, seperti otot, jaringan, dan hati terhadap kadar insulin.2
DM merupakan salah satu penyakit tidak menular yang berbahaya, karena dalam
jangka waktu lama dapat menyebabkan kerusakan jaringan organ, disfungsi mata, ginjal,
sistem saraf dan pembuluh darah. Pada tahap awal DMT2, biasanya tidak menunjukan
gejala diabetes. Gejala umum diabetes yaitu1,2
1. Polidipsi : meningkatnya rasa haus karena air dan elektrolit dalam tubuh
berkurang;
2. Polifagi : meningkatnya rasa lapar karena kadar glukosa dalam jaringan
berkurang;
3. Poliuria : meningkatnya osmolaritas filtrat glomerulus dan reabsorpsi air
dihambat dan tubulus ginjal sehingga volume urin meningkat;
14
4. Glikosauria : kondisi urin yang mengandung glukosa biasanya terjadi ketika
kadar glukosa darah 180 mg/dL;
5. Dehidrasi : karena meningkatnya kadar glukosa menyebabkan cairan
ekstraseluler hipertonik dan air dalam sel keluar;
6. Kelelahan : karena gangguan pemanfaatan CHO mengakibatkan kelelahan dan
hilangnya jaringan tubuh walau asupan makan normal atau meningkat;
7. Kehilangan berat badan : disebabkan oleh kehilangan cairan tubuh dan
penggunaan jaringan otot dan lemak akan diubah menjadi energi;
8. Gejala lain : daya penglihatan berkurang, kram, konstipasi, penyakit infeksi
candidiasis.
Pada beberapa penderita DM tidak ada gejala sehingga memperburuk kondisi
penderita diabetes dan diperkirakan 30-80% penderita diabetes tidak terdiagnosis.1

B. Klasifikasi Etiologi DM
Sistem klasifikasi diabetes yang ideal berdasarkan perawatan klinis, patologi, dan
epidemiologi, tetapi saat ini belum memungkinkan karena keterbatasan pengetahuan dan
sumber daya yang ada pada sebagian besar negara di dunia.4 Beberapa ahli mengusulkan
pengelompokan berdasarkan pemberian insulin terutama pada saat diagnosis. Secara
umum, DM dikelompokkan menjadi 4, yaitu DM tipe 1, DM tipe 2, Diabetes gestasional,
dan diabetes spesifik lain.4
DM tipe 1 biasa ditemukan pada anak-anak dan remaja, data penderita DM tipe 1
secara global belum ada tetapi meningkat antara 3-4% pada anak-anak baik laki-laki
maupun perempuan per tahunnya.4 DM tipe 1 mengurangi harapan hidup sekitar 13 tahun
di negara maju dan meningkat pada negara berkembang yang mempunyai akses terbatas
untuk mendapatkan insulin. Umumnya DM tipe 2 terjadi pada orang dewasa tetapi
sekarang ini, jumlah anak-anak dan remaja yang menderita DM tipe 2 mulai meningkat.4
DM tipe 2 menjadi masalah serius secara global yang berevolusi karena perubahan
budaya, ekonomi dan sosial, populasi lanjut usia, peningkatan urbanisasi, perubahan pola
makan (peningkatan konsumsi makanan olahan dan gula), obesitas, aktivitas fisik
berkurang, gaya hidup tidak sehat, malnutrisi pada janin, paparan hiperglikemia pada
janin saat kehamilan.4
Diabetes gestasional merupakan diabetes yang terjadi saat masa kehamilan, biasanya
terjadi pada trimester kedua dan ketiga karena hormon yang disekresikan plasenta
menghambat kerja insulin. Sekitar 30-40% penderita diabetes gestasional berkembang
menjadi DM tipe 2.4 Dibetes spesifik lain merupakan biabetes yang berhubungan dengan
genetik, penyakit pankreas, gangguan hormonal, penyakit lain atau pengaruh pengguaan
obat seperti glukokortikoid, pengobatan HIV/AIDS, antipsikotik atipikal.4

15
Gambar 2. Klasifikasi Etiologi DM2

C. Patogenesis DM
DM tipe 1 ditandai dengan rusaknya sel-sel panghasil insulin (sel β pankreas) karena
autoimun pada organ pankreas oleh sel T (CD4+ dan CD8+) dan makrofag. Karateristik
DM tipe 1 dikenal sebagai penyakit autoimun yaitu :4
1. Adanya sel imuno dan asesoris dalam sel pankreas serta adanya autoantibodi spesifik
dalam sel pankreas.
2. Perubahan imunoregulasi yang dimediasi oleh sel T.
3. Keterlibatan monokin dan sel TH1 untuk memproduksi interleukin dalam proses
penyakit.
4. Respon terhadap imunoterapi.
5. Sering terjadi penyakit autoimun pada organ spesifik lain pada individu atau keluarga.
Tingkat kerusakan sel β pankreas tiap individu berbeda. DM tipe 1 umunya terjadi
pada anak-anak tetapi dapat juga terjadi pada orang dewasa. Pasien anak-anak dan remaja
menunjukkan gejala ketoasidosis sedangkan pada orang dewasa dapat
mempertahakankan fungsi sel β pankreas untuk mencegah ketoasidosis selama bertahun-
tahun.5 Ciri lain DM tipe 1 adalah abnormalitas sel α pankreas dan sekresi glukagon yang
berlebihan. Biasanya hiperglikemia menyebabkan berkurangnya sekresi glukagon tetapi
pada penderita DM tipe 1 sekresi glukagon tidak tertekan oleh hiperglikemia.5 Kadar
glukagon yang meningkat akan memperburuk gangguan metabolit karena defisiensi
insulin. Kekurangan insulin juga dapat menyebabkan lipolisis dan peningkatan asam
lemak bebas dalam plasma, menekan metabolisme glukosa dalam jaringan perifer seperti
otot rangka. Penyebab DM tipe 1 adalah gangguan genetik dan faktor lingkungan seperti
16
infeksi virus, racun, dan makanan dapat mempengaruhi perkembangan dan autoimun
pada sel β pankreas.5
Penyebab DM tipe 2 yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin karena
kelainan fungsi sel β.5 Resistensi insulin ditandai dengan berkurangnya kemampuan
insulin untuk menyeimbangkan kadar glukosa darah karena berkurangnya sensivitas
jaringan sehingga meningkatkan produksi insulin oleh sel β pankreas.5 Resistensi insulin
dan hiperinsulinemia menyebabkan gangguan toleransi glukosa. Sel islet akan
meningkatkan jumlah insulin yang disekresi untuk mengatasi resistensi insulin.
Hiperinsulinemia yang terjadi pada tahap awal dan menengah penyakit merupakan
pendorong DM tipe 2.5 Mekanisme yang mendasari resistensi insulin ini adalah faktor
genetik atau defek primer sel target, autoantibodi terhadap insulin dan degradasi insulin
yang berlangsung cepat. Insulin resisten dapat ditemukan pada obesitas atau berat badan
berlebih, gangguan toleransi glukosa sehingga insulin tidak dapat bekerja secara optimal
dan sebagai kompensasinya diproduksi insulin yang lebih banyak.5
Pada keadaan normal insulin merangsang transpot glukosa, insulin berikatan dengan
subunit α reseptor tirosin kinase.5 Saat terjadi ikatan tersebut, insulin mengaktivasi
subunit tirosin kinase. Tirosin kinase yang telah teraktivasi memfosfolirasi protein insulin
receptor substrates (IRS → IRS-1: otot rangka, IRS-2 : liver, IRS-3 jaringan adiposa; sel
β; liver, IRS-4 : timus;otak;ginjal) dan SHC (kolagen homolog protein) pada tirosin dan
kemudian akan berikatan dengan src-homology-2 domain protein (SH2) yang spesifik
yang meliputi enzim penting seperti subunit p85 dari Phosphatidil Inositol (PI) 3-kinase.
Aktivitas selanjutnya PI 3-kinase akan mengaktiflan kinase lain dengan menghasilkan
produk lipid phosphatidylinositol dalam bilayer lipid membran sel. Lipid ini, pada
gilirannya akan mengaktifkan molekul signaling kunci.5 Kemudian phosphoinositide-
dependent kinase 1 menfosforilasi dan mengaktifkan protein kinase B dan isoform
protein kinase C sehingga dapat merangsang GLUT-4 bergerak ke membran plasma. Hal
ini menunjukan bahwa salah satu atau kedua kinase tersebut merupakan mediator kimia
dalam proses insluin merangsang translokasi GLUT-4. Isoform protein kinase C
merupakan kandidat terbaik karena telah dibuktikan bahwa menghalangi kerja protein
kinase C akan melemahkan pergerakan GLUT-4, sedangkan penelitian dimana aktivasi
protein kinase B diblik memiliki hasil yang bertentangan. Pada sel otot dari subyek
diabetes, terbukti bahwa stimulasi transpor glukosa terganggu pada kosentrasi insulin
fisiologis, sedangkan aktivasi protein kinase B normal.5

17
Gambar 3. Proses kerja insulin5

Resistensi insulin dapat terjadi 10-20 tahun sebelum timbul penyakit,


penelitian menunjukan bahwa resistensi adalah penemuan yang konsisten pada pasien
dengan DM tipe 2 dan studi prospektif menunjukan bahwa resistensi insulin adalah
prediktor terbaik apakah seseorang individu nantinya akan menjadi diabetes.
Mekanisme yang mungkin sebagai penyebab resistensi insulin yaitu mekanisme
down-regulasi, defisiensi atau polimorfisme genetic dari fosfolirasi tyrosine reseptor
insulin, protein IRS atau PI3-kinase, atau abnormalitas fungsi GLUT 4 yang
disebabkan berbagai hal.5
Obesitas merupakan akumulasi lemak yang berlebihan karena adanya
ketidakseimbangan masukan dan pengeluaran makanan dan dapat menyebabkan
berbagai macam masalah kesehatan. Pada obesitas, resistensi tubuh terhadap insulin
akan berkembang, yang ditandai dengan berkurangnya kemampuan pengambilan
glukosa pada lemak dan otot, kelainan tersebut yang mendasari penyakit DM tipe 2.
Jaringan adiposa memiliki dua kemampuan, yaitu kemampuan untuk membesar dan
elastis. Kemampuan membesar, memungkinkan jaringan adiposa untuk menyimpan
lipid dengan cara hipertrofi maupun hiperplasia. Adiposit yang hipertrofi akan
merangsang adiposit lainnya menjadi adiposit yang hiperplasia. Jika proses hipertrofi
dan hiperplasia sudah melampaui batas, maka lipid akan memenuhi jaringan non-
adiposa (hati,otot, pankreas, ginjal dan tulang).5,6
Adiposit yang hipertrofi mengalami disfungsi dan bersifat sangat lipolitik yang
akan menghasilkan asam lemak bebas/ free fatty acid (FFA) secara berlebihan serta
menurunkan sekresi adipokin pada sirkulasi. FFA yang berlebihan akan
mengakibatkan peningkatan jumlah perpindahan asam lemak bebas menuju hati

18
melalui drainase vena portal. Karena banyaknya asam lemak pada hati, sitokin
inflamasi akan dikeluarkan oleh lemak videral melalui vena portal. Adiposit yang
mengalami hipertrfi akan menyebabkan hipoksia lokal pada retikulum endoplasma sel,
kematian adiposit dan infiltrasi makrofag. Jika hal ini terus terjadi sekresi sitokin pro
inflamasi seperti TNF-α, IL-6, IL,1, IFNY dan MCP-1 akan meningkat dan
mengakibatkan terjadinya inflamasi lokal maupun sistemik yang dapat mengganggu
pensinyalan insulin.6

Gambar 6. Proses resistensi insulin6

D. Diagnosis Diabetes Melitus


Penegakkan diagnosis dari diabetes melitus berdasarkan kadar glukosa darah
dan HbA1c. Pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa
darah secara enzimatik dengan bahan darah plasma vena. Pemantauan hasil
pengobatan dapat dilakukan dengan glukometer. Diagnosis dapat ditegakkan
berdasarkan adanya glukosuria. Gejala atau keluhan yang bisa didapatkan dari pasien
yaitu poliuria, polidipsia, polifagia, penurunan berat badan yang tidak dapat
dijelaskan, keluhan lainnya seperti lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan
disfungsi ereksi pada pria serta pruritus vulva pada wanita.1,2

Gambar 7. Kriteria diagnosis DM1

19
Golongan kelompok prediabetes yang meliputi toleransi glukosa terganggu
(TGT) dan glukosa darah puasa terganggu (GDPT) merupakan hasil pemeriksaan
yang tidak memenuhi kriteris normal atau kriteria DM.1
− Glukosa Darah Puasa Terganggu (GDPT) : Hasil pemeriksaan glukosa plasma
puasa antara 100-125 mg/dL dan pemeriksaan TTGO glukosa plasma 2-jam <
140 mg/Dl.
− Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) : hasil pemeriksaan glukosa plasma 2-
jam setelah TTGO antara 140-200 mg/dL dan glukosa plasma puasa < 100
mg/dL
− Diagnosis predibetes dapat juga ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan
HbA1c yang menunjukkan angka 5,7-6,4%.
− Prediabetes dapat dibedakan menjadi glukosa puasa (GPT), toleransi glukosa
terganggu (TGT) dan campurannya.

Cara pelaksanaan TTGO1


− Tiga hari sebelum pemeriksaan, pasien tetap makan dengan jumlah karbohidrat
yang cukup dan melakukan kegiatan jasmani seperti kebiasaan sehari-hari.
− Berpuasa paling sedikit 8 jam mulai dari malam hari sebelum dilakukan
pemeriksaan, bisa minum air putih tanpa glukosa.
− Dilakukan pemeriksaan kadar glukosa darah puasa.
− Diberikan glukosa 75 gram sesuai orang dewasa atau 1,75 g/kgBB pada anak-
anak, dilarutkan dalam air 250 ml dan diminum dalam waktu 5 menit.
− Berpuasa kemabli sampai pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan 2 jam
setelah larutan glukosa selesai.
− Dilakukan pemeriksaan kadar glukosa darah 2 jam sesudah beban glukosa.
− Selama proses pemeriksaan, subjek yang diperiksa tetap istirahat dan tidak
merokok.
Pemeriksaan penyaring dilakukan untuk menegakkan diagnosis DM tipe 2 dan
prediabetes pada kelompok risiko tinggi yang tidak menunjukkan gejala klasik DM
yaitu :1,2
− Kelompok dengan berat badan lebih IMT > 23 kg/m2 yang disertai dengan
satu atau lebih faktor risiko sebagai berikut : terdapat faktor keturunan DM
dalam keluarga, kelompok ras/etnis tertentu, riwayat penyakit kardio atau
serebro-vaskular, hipertensi > 140/90 mmHg atau sedang mendapat terapi
untuk hipertensi, HDL < 35 mg/dL dan atau trigliserida > 250 mg/dL, wanita
dengan sindrom polikistik ovarium, aktivitas fisik yang kurang, kondisi klinis
yang berkaitan dengan resistensi insulin misalnya obesitas berat.
− Pasien prediabetes (HbA1c > 5,7% GDPT, TGT) harus dilakukan pemeriksaan
setiap tahun.
− Wanita yang memiliki riwayat melahirkan bayi dengan BB > 4 kg atau
20
mempunyai riwayat diabetes melitus gestasional (DMG), harus dilakukan
pemeriksaan setiap 3 tahun selama hidupnya.
− Untuk semua orang berusia diatas 45 tahun tanpa risiko.
− Apabila hasil pemeriksaan normal, pemeriksaan harus diulang sekurang-
kurangnya setiap 3 tahun namun dapat dilakukan lebih sering tergantung dari
hasil pemeriksaan awal dan status risiko.

E. Tatalaksana DM
Tujuan tatalaksana DM secara umum yaitu untuk meningkatkan kualitas hidup pasien
diabetes. Adapun tujuan tatalaksana meliput :1,2
1. Tujuan jangka pendek : untuk menghilangkan keluhan DM, memperbaiki kualitas
hidup, dan mengurangi risiko komplikasi akut.
2. Tujuan jangka panjang : untuk mencegah dan menghambat progresivitas penyulit
mikroangiopati dan makroangiopati.
3. Tujuan akhir pengelolaan dari DM yaitu untuk menurunkan mordibitas dan
mortalitas DM.
Penatalaksanaan DM dimulai dengan menerapkan pola hidup sehat (terapi nutrisi
medis dan aktivitas fisik) bersamaan dengan intervensi famakologis dengan obat anti
hiperglikemia secara oral dan/atau suntikan.
a. Non-farmakologis
Pencegahan DM tipe 2 dapat dilakukan dengan intervensi gaya hidup dan
intervensi farmakologis.1,2
• Perubahan gaya hidup
Pencegahan DM tipe 2 dilakukan dengan gaya hidup atau perilaku hidup sehat
dengan diet dan olehraga. Diet dilakukan dengan penurunan kalori individu dan
memonitor penanda kardiometabolik seperti tekanan darah, lemak, dan
peradangan. Diet dapat membantu mengontrol kadar glukosa darah, menjaga
tekanan darah, kadar lemak darah dan berat badan normal, serta tidur yang cukup
dan meningkatkan kualitas hidup sehat. Olahraga dapat meningkatkan sensivitas
insulin, mengontrol kadar glukosa darah, memperbaiki profil lemak dan tekanan
darah, menurunkan berat badan, mengurangi risiko penyakit kardiovaskular, dan
mengurangi depresi.1,2
Berikut merupakan gaya hidup yang berhubungan dengan tingkat risiko DM
menurut ahli epidemiologi :
1. Rutin memakan makanan yang tidak atau kurang berserat meningkatkan
diabetes 3 kali lipat.
2. Konsumsi minuman manis dengan gula meningkatkan risiko diabetes
sebesar 20-30%.
3. Sedikit aktivitas fisik meningkatkan risiko 40%.
4. Menonton tv berkepanjangan (meningkatkan risiko 3% per jam menonton
tv)

21
5. Paparan lalu lintas (kebisingan dan partikel halus) meningkatkan 20-40%,
untuk kebisingan lebih dari 10 dB atau 10 g/m3 lebih banyak debu halus.
6. Merokok meningkatkan risiko 30-60% untuk perokok berat.
7. Durasi tidur yang pendek meningkatkan risiko 9% per jam durasi tidur
singkat.
8. Stres atau depresi meningkatkan risiko diabetes tergantung pada tingkat
stres atau depresi.
9. Posisi sosial ekonomi rendah meningkatkan risiko sebesar 40-100%
10. Pertambahan berat badan dan lingkar pinggang meningkatkan risiko
diabetes.

b. Farmakologis
Obat Antihiperglikemia Oral
Berdasarkan cara kerjanya, obat anti-hiperglikemia oral dibagi menjadi 6 golongan :
1. Pemicu sekresi insulin (insulin secretagogue)1
• Sulfonilurea
Mempunyai efek utama meningkatkan sekresi insulin oleh sel beta pankreas. Efek
samping utama yaitu hipoglikemia dan peningkatan berat badan. Hati-hati pada
pasien dengan risiko hipoglikemia tinggi. Mekanisme kerja SU adalah
menstimulasi sel beta pankreas untuk mensekresikan insulin dengan cara mengikat
reseptor SU (SUR) yang merupakan subunit kanal kalium yang tergantung pada
ATP dan terdapat dimembran sel beta pankreas. Ikatan antara SU dan SUR akan
mengakibatkan kanal kalium tertutup dan kanal kalsium terbuka sehingga
memfasilitasi influks Ca2+ ke dalam sel sehingga sel beta pankreas mengalami
depolarisasi dan memicu eksositosis insulin. Contoh obat glibenclamide, glipizide,
glimepiride, gliquidone dan gliclazide. Pemberian obat SU harus 30 menit
sebelum makan, karena bekerja pada sekresi insulin fase pertama.1,2
• Meglitinide (Glinid)
Glinid merupakan obat yang bekerja seperti sulfonilurea, dengan penekanan pada
peningkatan sekresi insulin fase pertama. Golongan ini terdiri dari 2 obat yaitu
repaglinid (derivat asam benzoat) dan nateglinid (derivat fenilalanin).
Metabolisme utama glinid terjadi di hati. Obat ini dapat mengatasi hiperglikemia
post prandial. Dengan efek samping yang dapat terjadi yaitu hipokalemia, obat
dapat dihentikan bisa LFG < 30 mL/menit.1,2

2. Peningkatan sensivitas terhadap insulin (insulin sensitizers)


• Metformin
Mempunyai efek menurunkan glukosa darah dengan cara memperbaiki resistensi
insulin, namun tanpa mempengaruhi sekresi insulin. Cara kerja metformin yaitu
mengurangi produksi glukosa hati (glukoneogenesis) dan memperbaiki ambilan
glukosa perifer. Metformin merupakan pilihan pertama pada sebagian besar kasus

22
DM tipe 2. Sediaan metformin dapat berupa sediaan immediate-release yang
diberikan 2 kali sehari atapun sediaan lepas lambat (extended releas) yang
diberikan hanya sehari sekali. Efek samping bisa menyebabkan gangguan
gastrointestinal, pengguan jangka panjang dapat menyebabkan defisiensi vitamin
B12. Pada gangguan ginjal dapat diberikan dengan dosis 2000 mg per hari pada
LFG 60-90 mL/menit/1,73 m2, LFG 45-60 mL/menit/1,73 m2 diberikan 1000 mg
per hari. LFG 30-45 mL/menit/1,73 m2 diberikan 500 mg per hari, dan
kontraindikasi bila LFG < 30 mL/menit/1,73 m2.1,2
• Tiazolidinedion (TZD)
Merupakan obat yang bekerja sebagai angonis dari enzim peroxisome proliferator
activated receptor gamma (PPAR- γ) yaitu reseptor insulin yang terdapat di sel
otot, lemak dan hati. Efek dari golongan ini menurunkan resistensi insulin dengan
meningkatkan jumlah protein pengangkut glukosa, sehingga meningkatkan
ambilan glukosa di sel otot dan lemak, serta menurunkan produksi glukosa di hati.
Obat ini dapat menyebabkan edema dan peningkatan berat badan, sehingga tidak
boleh diberikan pada pasien gagal jantung kelas III atau IV NYHA, selain itu
dapat menyebabkan gangguan fungsi hati, dan peningkatan risiko patah tulang.1,2

3. Penghambat absorsi glukosa : inhibitor alfa glukosidase


Golongan inhibitor alfa glukosidase ini bekerja dengan cara memperlambat
absorsi karbohidrat pada saluran cerna, sehingga bermanfaat untuk menurunkan
glukosa darah setelah makan. Contoh obat yaitu acarbose dan voglibose. Efek
samping yang paling sering terjadi yaitu gangguan pada saluran cerna seperti rasa
kembung, sering buang angin (flatus) dan diare. Penyesuaian dosis tetap perlu
dilakukan pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal dan dihentikan bila LFG <
30 mL/menit/1,73 m2.1,2

4. Penghambat dipeptidil peptidase (DPP-4) inhibitor


Merupakan suatu serin protease yang didistribusikan secara luas dalam tubuh.
Inhibitor DPP-4 akan menghambat lokasi pengikatan pada DPP-4 sehingga akan
mencegah inaktivasi dari glucagon-like peptide (GLP)-1. Proses inhibisi ini akan
menyebabkan meningkatnya kadar GLP-1 dan glucose-dependent insulinotropic
polypeptide (GIP) dalam bentuk akif di sirkulasi darah, sehingga dapat
memperbaiki toleransi glukosa, mempertinggi responss insulin, dan mengurangi
sekresi glukagon. Contoh obat yaitu vildagliptin, linagliptin, sitagliptin,
saxagliptin dan alogliptin. Efek samping yang dapat terjadi adalah pankreatitis,
namun angka kejadiannya masih sangat kecil.1,2

5. Penghambat sodium glucose co-transpoter 2 (SGLT-2)


SGLT-2 inhibitor merupakan protein pada manusia yang memfasilitasi reabsorpsi
glukosa dalam ginjal. Cara kerjanya menghambat reabsorpsi glukosa di tubulus
proksimal dan meningkatkan ekskresi glukosa melalui urin sehingga kadar
23
glukosa darah akan menurun. Contoh obat yaitu empaglifozin, dapagliflozin,
canagliflozin, dan ipragliflozin. Obat ini memiliki manfaat menurunkan berat
badan 0,7-3,5 kg, sehingga banyak digunakan pada pasien DM tipe 2 dengan berat
badan berlebih. Efek samping dari obat adalah infeksi saluran kecing dangenital
yang terjadi akibat peningkatan saluran ekskresi glukosa melalui urin.1,2

6. DLBS3233
DLBS3233 merupakan fraksi bioaktif yang mengandung Lagerstroemia speciosa
dan Cinnamomun burmannii. Cara kerja obat ini yaitu menurunkan resistensi
insulin dan meningkatkan asupan glukosa di sel otot dan lemak. Pada pasien DM
tipe 2 terbukti dapat mengontrol glukosa darah, kadar insulin dan lipoprotein
termasuk LDL, HDL dan trigliserida. Obat ini dapat digunakan sebagai
monoterapi atau terapi kombinasi dengan obat hipoglikemik oral maupun insulin.
Dosis pemberian yang dianjurkan adalah 1 kali sehari. Obat ini cukup aman
dikonsumsi dan tidak ada efek samping obat yang dilaporkan.1,2

Gambar. 8 Profil obat antihiperglikemia oral yang tersedia di Indonesia1

24
Gambar 9. Keuntungan, kerugian dan biaya obat anti hiperglikemia1

Obat Antihiperglikemi Suntik


a. Insulin
Dasar pemikiran dari terapi insulin yaitu fisiologi insulin yang terdiri dari sekresi insulin
basal dan sekresi insulin pradial. Terapi insulin diupayakan mampu meniru pola sekresi
insulin yang sidiologis. Defisiensi insulin yang terjadi pada DM tipe 2 umunya dimulai
dengan defisiensi insulin basal yang menyebabkan timbulnya hiperglikemia pada keadaan
puasa, namun dengan perjalanan penyakit dapat terjadi difisiensi insulin prandial sehingga
terjadi pula keadaan hiperglikemia setelah makan.1,7
Insulin harus hipertimbangkan jika pasien sudah menggunakan satu atau dua obat
antidiabetes dosis optimal namun HbA1c saat pemeriksaan > 7,5 % atau saat pertama
diperiksa HbA1c > 9% (77,4 mmol/L) atau terdapat gangguan metabolisme (katabolisme)
seperti penurunan berat badan yang cepat atau HbA1c > 9% (77,4 mmol/L) atau glukosa
darah > 300 mg/dL (16,7 mmol/L).1,7

25
Gambar 10. Karateristik insulin7

Terapi insulin pada keadaan khusus seperti pada gagal ginjal kronik, resistensi insulin dan
hiperinsulinemia dapat mempengaruhi pencapaian sasaran kendali glikemik pada pasien gagal
ginjal. Terapi insulin intensif merupakan pilihan adekuat untuk memperbaiki kendali glikemik
pada gagal ginjal kronik (GGK) meskipun mungkin akan meningkatkan risiko hipoglikemia.
Direkomendasikan pemberian insulin kerja pendek.7

26
F. Komplikasi DM
1. Kaki Diabetik
Ulkus kaki diabetik merupakan kaki pada pasien DM yang mengalami
perubahan patologis akibat infeksi, ulserasi yang berhubungan dengan
abnormalitas neurologis, penyakit vaskular perifer dengan derajat bervariasi dan
atau komplikasi metabolik dari diabetes pada ekstremitas bawah.8
Kaki diabetik dengan ulkus merupakan komplikasi diabetes yang sering
terjadi. Setiap pasien dengan diabetes perlu dilakukan pemeriksaan komprehensif
kaki minimal setiap satu tahun meliputi inpeksi, perabaan pulsasi arteri dorsalis
pedis dan tibialis posterior, dan pemeriksaan neuropati sensorik. Karateristik yang
perlu dinilai dalam deteksi dini kelainan kaki pada pasien diabetes yaitu :8
− Kulit kaku yang kering dan retak-retak serta kaku
− Rambut kaki yang menipis
− Kelainan bantuk dan warna kuku (kuku yang menebal, rapuh, ingrowing
nail)
− Kalus (mata ikan) terutama di bagian telapak kaki
− Perubahan bentuk jari-jari dan telapak kaki dan tulang-tulang kaki yang
menonjol
− Bekas luka dan riwayat amputasi jari-jari
− Kaki baal, kesemutan atau tidak terasa nyeri
− Kaki yang terasa dingin
− Perubahan warna kulit kaki (kemerahan, kebiruan, atau kehitaman)

Kaki diabetes dapat dibagi menjadi beberapa kelompok, yaitu :


I. Kaki diabetes tanpa ulkus
Pasien dengan kaki diabetes tanpa ulkus harus mendapatkan edukasi untuk
mencegah munculnya masalah-msalah kaki diabetes lebih lanjut. Beberapa poin
edukasi yang diberikan yaitu :8
a. Hindari berjalan tanpa alas kaki di dalam maupun diluar ruangan
b. Hindari penggunaan sepatu tanpa kaus kaki
c. Tidak disarankan penggunaan zat kimia ataupun plasters untuk membuang
kalus
d. Inspeksi dan palpasi harian perlu dilakukan pada bagian dalam sepatu.
Jangna menggunakan sepatu ketat atau dengan tepi tajam
e. Penggunaan minyak dan krim pelembab dapat diberikan pada kulit kering,
tetapi tidak pada sela-sela jari kaki
f. Penggantian kaus kaki setiap hari
g. Hindari penggunaan kaus kaki yang ketat atau setinggi lutut
h. Kuku kaki dipotong tegak lurus
i. Kalus dan kulit yang menonjol harus dipotong di layanan kesehatan
j. Kewaspadaan pasien untuk memastikan kaki diperiksa secara reguler oleh
penyedia layanan kesehatan

27
k. Memberitahukan penyedia layanan kesehatan apabila terdapat luka pada
kaki

II. Kaki diabetes dengan ulkus


Infeksi pada kaki diabetes yang merupakan komplikasi sering terjadi dan dapat
memperberat perjalanan penyakit. Berikut klasifikasi kaki diabetes :9
Tabel 6. Klasifikasi kaki diabetes8
Derajat Karateristik
0 Kulit kaki intak, dapat disertai deformitas atau selulitis
1 Ulkus superfisial pada kulit dan jaringan subkutan
Ulkus meluas ke ligamen, tendon, kapsul sendi atau fasia dalam tanpa
2 adanya adses atau osteomielitis
3 Ulkus dalam dengan osteomielitis atau abses
4 Gangren pada sebagian kaki bagian depan atau tumit
5 Gangren ekstensif yang melingkupi seluruh kaki

Pengawasan perbaikan luka dengan infeksi dapat dilakukan dengan penilaian


karateristik ulkus yaitu ukuran, kedalaman, penampakan, dan lokasi. Ukuran luka
dapat dinilai dengan teknik planimetri. Klasifikasi infeksi pada kaki diabetes
dapat ditentukan tanpa pemeriksaan penunjang, yaitu berdasarkan manifestasi
klinis, yaitu :9
➢ Derajat 1 (tidak terinfeksi) : tidak ada kelainan
➢ Derajat 2 (ringan) : lesi superfisial, dengan minimal 2 dari kriteria berikut
o Teraba hangat di sekitar luka
o Eritema > 0,5-2 cm
o Nyeri lokal
o Indurasi/bengkak lokal
o Sekret purulen
Penyebab inflamasi lain harus disingkirkan
➢ Derajat 3 (sedang) : eritema > 2 cm serta satu dari temuan :
o Infeksi yang menyerang jaringan di bawah
kulit/jaringan sistemik
o Tidak ada respon inflamasi sistemik
➢ Derajat 4 (berat) : minimal 2 dari tanda respon sistemik :
o Temperatur > 39C atau < 36C
o Frekuensi nafas > 90x/menit
o PaCO2 < 32 mmHg
o Leukosit > 12.000 atau < 4.000 U/L
o Limfosit imatur > 10%

28
Gambar 11. Grade ulkus diabetes10

Prinsip Penatalaksanaan Ulkus Kaki Diabetes

Tujuan penatalaksanaan kaki diabetik dengan ulkus dilakukan sesegera mungkin,


komponen penting dalan manajemen kaki diabetik yaitu :1,9
• Kendali metabolik
Pengendalian keadaan metabolik sebaik mungkin seperti pengendalian
kadar glukosa, lipid, albumin, hemoglobin dan sebagainya.
• Kendali vaskular
Perbaikan asupan vaskular dengan operasi atau angioplasti, biasanya
dibutuhkan pada keadaan iskemik
• Pengobatan infeksi harus dilakukan secara agresif jika terlihat tanda-tanda
klinis infeksi. Kolonisasi pertumbuhan organisme pada hasil usap, namun
tidak disertai tanda-tanda klinis, bukan merupakan infeksi.
• Kendali luka
Pembuangan jaringan terinfeksi dan nekrosis secara teratur. Perawatan
lokal pada luka, termasuk kontrol infeksi dengan konsep TIME :
− Tissue debridement (membersihkan luka dari jaringan mati)
Debridement merupakan upaya untuk membersihkan semua
jaringan nekrotik, karena luka tidak akan sembuh bila masih
terdapat jaringan nonviable, debris dan fistula. Tindakan
debridement juga dapat menghilangkan koloni bakteri pada luka.
Tujuan debridement untuk mengevakuasi jaringan yang
terkontaminasi jaringan nekrotik sehingga dapat mempercepat
penyembuhan, menghilangkan jaringan kalus serta mengurangi
risiko infeksi lokal. Debridement yang teratur dan dilakukan secara
terjadwal akan memelihara ulkus tetap bersih dan merangsang

29
terbentuknya jaringan granulasi sehat sehingga dapat mempercepat
penyembuhan ulkus.9,10
− Inflammation and infection control (kontrol inflamasi dan infeksi)
Penggunaan antibiotika pada infeksi kaki diabetik empiris harus
berdasarkan data epidemiologi setempat, sedangkan pemberian
terapi antibiotik definitif berdasarkan hasil kultur kuman dari
jaringan yang terinfeksi. Sebagian besar infeksi ini dapat sembuh
dengan penanganan yang baik. Sementara itu, banyak pasien yang
menjalani amputasi karena diagnosis dan tatalaksana yang tidak
tepat. Berikut merupakan pedoman terkini tatalaksana infeksi kaki
diabetik dimana klasifikasi berdasarkan adanya peradangan di kaki
bagian manapun, tidak hanya ulkus serta adanya tanda-tanda
inflamasi sistemik.10

Tabel 7. Tingkat keparahan ulkus diabetes sesuai kriteria PEDIS dan IDSA10
Tingkat Tingkat
keparahan keparahan
Manifestasi klinis infeksi
infeksi
(PEDIS) (IDSA)
Tidak ada tanda dan gejala infeksi lokal atau
sistemik
Adanya infeksi ditandai dengan minimal 2
tanda dibawah ini:
• Bengkak lokal atau indurasi
• Eritema > 0,5 cm dari tepi luka
• Nyeri lokal teraba hangat Tidak
1
• Adanya nanah/pus terinfeksi
Serta tidak ada penyebab lain dari dari
peradangan kulit (seperti trauma, gout, fraktur,
trombosis, stasis vena, charcot neuro-
osteoartropati akut)

Adanya infeksi (tanpa manifestasi sistemik)


yang melibatkan :
• Hanya bagian atau jaringan subkutan Infeksi
(tidak pada jarungan yang lebih dalam) 2 ringan
• Adanya eritema < 2 cm dari tepi luka

Adanya infeksi (tanpa manifestasi sistemik) Infeksi


3
yang melibatkan : sedang

30
• Eritema meluas > 2 cm dari tepi luka
• Dan/atau jaringan yang lebih dalam dari
kulit dan jaringan subkutan (misalnya
tendon, otot, sendi dan tulang)

Adanya infeksi pada kaki bagian manapun


dengan menifestasi sistemik (SIRS) yang
ditandai dengan > 2 kriteria berikut :
• Suhu > 38C atau <36C
Infeksi
• Nadi > 90 x/menit 4
berat
• Laju napas > 20x/menit
• Atau PaCO2 < 4,3 kPa (32 mmHg)
• Leukosit > 12.000/mm3 atau
< 4.000/mm3, atau > 10% bentuk imatur

− Moisture Balance (menjaga keseimbangan kelembapan)


Prinsip perawatan luka yaitu menciptakan lingkungan moist
wound healing atau menjaga agar luka senantiasa dalam keadaan
lembab. Bila ulkus memproduksi sekret banyak maka untuk
penggunaan pembalut yang bersifat absorben. Sebaliknya, bila
ulkus kering maka digunakan pembalut yang melembabkan ulkus.
Bila ulkus cukup lembab, maka dipilih pembalut ulkus yang dapat
mempertahankan kelembapan.8,9
Disamping bertujuan untuk menjaga kelembapan, penggunaan
pembalut juga selayaknya mempertimbangkan ukuran, kedalaman
dan lokasi ulkus. Untuk pembalut dapat digunakan pembalut
konvesional yaitu kasa steril yang dilembabkan dengan NaCl 0,9%
maupun pembalut moderen yang tersedia saat ini seperti hydrocol
loid, hydrogel, calciun alginate foam dan sebagainya. Pemilihan
pembalut yang akan digunakan hendaknya mempertimbangkan
cost effetive dan kemampuan ekonomi pasien.8,9
• Kendali tekanan
Tindakan off-loading merupakan salah satu prinsip utama dalam
penatalaksanaan ulkus kronik dengan dasar neuropati. Tindakan ini
bertujuan untuk mengurangi tekanan pada telapak kaki. Mengurangi
tekanan pada ulkus neuropati dapat mengurangi trauma dan mempercepat
proses penyembuhan luka. Kaki yang mengalami ulkus harus sedapat
mungkin dibebaskan dari penekanan. Sepatu pasien harus dimodifikasi
sesuai dengan bentuk kaki dan lokasi ulkus. Metode off loading antara
lain : total non-weight bearing, total contact cast, foot cast dan boots, sepatu
yang dimodifikasi (half shoe, wedge shoe), serta alat penyanggah tubuh
seperti cruthes dan walker.9
31
Tingkat
Bakteri patogen yang
Keparahan Faktor yang mempengaruhi Antibiotik empiris
umum
Infeksi
Cloxacllin, Cephalosporin
Staphylococcus aureus
Tidak ada komplikasi generi 1 (cefadroxil,
(MSSA) streptococcus spp
cephalexin)
Clindamycin
Levofloxacin
Moxifloxacin
Staphylococcus aureus
Alergi atau intoleransi terhadap beta laktam Trimehoprin/
(MSSA) streptococcus spp
Sulfamethoxazole
Golongan makrolida,
doksisiklin
Amoxicillin
Ringan
Staphylococcus aureus Clavulanate
(MSSA) streptococcus spp Ampicilin-Sulbactam
Paparan antibiotik baru-baru ini Trimethoprim-
E.coli, Acinetobacter,
Sulfamethoxazole
Klebsiella
Levofloxacin
Moxifloxacin
Linezolid
Trimethoprim-
Faktor risiko tinggi infeksi MRSA MRSA sulfamethoxazole
Doksisiklin
Golongan makrolida
Staphylococus aureus
Amoxicillin-clavulanate
(MSSA)
Amplicilin-sulbactam
Streptococus spp
Cephalosporin generasi 2
Tidak ada komplikasi Dan/atau
(cefprozil, cefaclor) atau
E.coli
Sedang atau generasi 3 (ceftriaxone,
Acinetobacter
Berat cefixime)
Klebsiella
Staphylococus aureus Piperacillin-Tazobactam
(MSSA) Cloxacillin+ceftazidime
Paparan antibiotik baru-baru ini
Streptococus spp Cloxacillin+ciprofloxacin 32
Dan/atau Imipenem
E.coli Meropenem
Acinetobacter Doripenem
Klebsiella
Piperacillin-Tazobactam
E.coli
Cloxacillin+Ceftazidime
Acinetobacter
Cloxacillin+Ciprofloxacin
Luka merasi atau iklim hangat Klebisella
Imipenem
Pseudomonas
Meropenem
Aeruginosa
doripenem
Staphylococus aureus Amoxicillin-Clavulanate
(MSSA) Ampicillin-Sulbactam
Streptococus spp Piperacillin
Dan/atau Chepalosporin Generasi 2
Luka iskemik/nekrosis/adanya pebentukan
E.coli (cefprozil, cefactor) atau
gas
Acinetobacter generasi 3 (ceftriaxone,
Klebsiella cefixime)
Dan/atau dan clindamycin atau
Bakteri anaerob metronidazole
Tambahkan atau ganti
dengan golongan
Faktor risiko glycopeptide
MRSA MRSA
MRSA (Tigecycline), Linezolid,
Daptomycin, Doxycycline
Golongan carbapenem
Levofloxacin atau
Faktor risiko ESBL (Escherichia coli,
moxifloxacin,
gram negatif Klebsiella pneumonia)
Golongan aminoglikosida
dan Colistin

Tabel 8. Antibiotik yang digunakan dalam tatalaksana Ulkus Diabetik10

33
• Penyuluhan
Penyuluhan yang baik, seluruh pasien dengan diabetes perlu diberikan
edukasi mengenai perawatan secara mandiri. Pencegahan dianggap
sebagai elemen kunci dalam menghindari amputasi kaki. Pasien diajarkan
untuk memperhatikan kebersihan kaki setiap hari, menggunakan alas kaki
yang tepat, megobati segera jika terdapat luka, pemeriksaan rutin ke
podiatri, termasuk debridemen pada kepalan dan kuku kaki yang tumbuh
ke dalam. Sepatu dengan sol yang mengurangi tekanan kaki dan kotak
yang melindungi kaki berisiko tinggi merupakan elemen penting dari
program pencegahan.9

Gambar 12. Edukasi perawatan kaki pada pasien ulkus


maupaun neuropati perifer1

2. Gastroenteroparesis Diabetik
A. Patogenesis dan Gambaran Klinis
Gastroenteroparesis diabetik merupakan komplikasi yang umum pada pasien
DM tipe 1 dan 2 jangka panjang. Gastroenteroparesis merupakan suatu kelainan
motalitas lambung yang terjadi pada penderita diabetes terhadap retensi lambung.
Patogenetik terpenting dalam terjadinya gastroparesis diabetik adalah terjadinya
neuropati diabetika yang mengakibatkan rusaknya saraf-saraf ekstrinsik lambung.
Berbagai penelitian menunjukan bahwa adanya gastroenteroparesis pada
penderita DM sangat berkolerasi dengan keberadaan autonom dari nervus vagus.
Pada sebagian penderita DM dengan atau tanpa gastroparesis dapat ditunjukan
adanya penurunan densitas serabut myelinated vagus dan degenerasi serabut
unmyelinated.11
Keadaan hiperglikemia merupakan faktor penting lainnya yang menyebabkan
terjadinya gastroenteroparesis. Peningkatan gula darah meskipun masih dalam
34
rentang normal dapat menyebabkan keterlambatan pengosongan lambung pada
orang normal maupun pada penderita DM. Mekanisme hiperglikemia
memperlambat pengosongan lambung, secara tidak langsung melibatkan
perubahan pada aktivitas vagus dan sekresi hormon-hormon terjadi penurunan.11
Gejala-gejala yang bisa ditemukan pada penderita gastroparesis diabetika
antara lain mual, muntah, anoreksi, nyeri abdome, rasa cepat kenyang, rasa tidak
enak diperut bagian atas, rasa terbakar didada (heart burn), regurgitasi asam,
sendawa, halitosis dan penurunan berat badan. Karena gastroparesis diabetik
sering disertai gangguan pada saluran cerna lainnya maka gejala-gejala disfagia,
diare dan/atau konstipasi sering pula ditemui. Gejala yang dirasakan bisa
berminggu-minggu, bisa juga berlangsung singkat diselingi waktu bebas gejala.11
Mual muntah merupakan keluhan yang paling sering mengganggu pada
gastroenteroparesis diabetik dan seringkali merupakan petunjuk adanya
gastroparesis, terutama bila terjadi peningkatan volume yang diakibatkan oleh
statis dan distensi lambung, dan akan mereda oleh dekompresi akibat muntah itu
sendiri ataupun pemasangan NGT. Muntah bisa pula bersifat refleks terjadi segera
setelah makan, bisa pula terjadi pada keadaan puasa terutama pada pagi hari
dengan bahan muntahan yang bercampur cairan empedu yang menandakan
adanya refluxduodeno-gastrik. Mual dan muntah yang terjadi bisa hilang sendiri,
serangan-serangan ataupun terus menerus.11 Nyeri abdomen pada gastroparesis
diabetik bisa samar-samar berupa rasa tidak enak diperut, ataupun sangat jelas
yang terasa dia abdomen bagian tengah dan atas. Rasa nyeri tidak berkaitan
langsung dengan distensi lambung, namun sebagai akibat dari keterlibatan saraf
simpatis viseral dan juga neuropati somatik nervus thoracalis abdomen.
Gastroparesis, meskipun tanpa gejala dapat menyebabkan gangguan terhadap
kontrol gula darah dan absorbsi obat-obatan. Pada pendetita gastroparesis
diabetik, akibat ketidak sesuaian antara onset insulin atau obat hipoglikemik oral
dengan absorsi bahan nutrisis di usus halus, dapat terjadi kendali gula darah yang
tidak stabil.11

B. Diagnosis dan Diagnosis Diferensial


Adanya gastroparesis diabetik patut dicurigai pada penderita penderita diabetes
yang mengalami gejala-gejala saluran cerna seperti mual, muntah, dan cepat
kenyang, jga pada penderita diabetes yang tanpa gejala namun didapati kadaan
seperti sulitnya mencapai kendali gula darah yang baik. Tidak ada gejala yang
khas untuk gastroparesis sehingga perlu dilakukan eksklusi dari kelainan-kelainan
lain seperti uklus peptikum, esophagitis maupun lesi-lesi lainnya dengan
menggunakan test-test diagnostik seperti endoskopi maupun radiologi.11
Pada kebanyakan kasus, diagnosis gastroparesis dibuat berdasarkan adanya
mual dan muntah yang berlarut-larut pada penderita diabetes lanjut, namun perlu
diingat bahwa mual dan muntah sering dialami penderita diabetes dan bukan
seluruhnya disebabkan oleh gastroparesis. Mula dan muntah lazim terjadi pada
35
ketoasidosis akut yang akan mereda setelah koreksi kelainan metabolik tersebut.
Sebelum menyimpulkan adanya suatu gangguan motilitas harus disingkirkan
kemungkinan obstrukso mekanis, peradangan, maupun ulkus dengan endoskopi
ataupun USG abdomen. Meskipun jarang, obstruksi saluran cerna bagian tengah
dan bawah dapat menyerupai gastroparesis bila tanda klinis mengarah ke
kemungkinan tersebut perlu dilakukan pemeriksaan seperti USG abdomen atau
CT scan.11

C. Tatalaksana
I. Non-famakologi
Tujuan dari pernatalaksanaan gastroparesis diabetika yaitu memperbaiki
kwalitas hidup, mencegah komplikasi dan membantu kendali diabetes yang lebih
baik. Sampai saat ini tindakan pengobatan lebih ditunjukan pada kasus-kasus
yang simptomatik, sedangkan asimptomatik jarang diberikan pengobatan. Pada
penderita gastroparesis yang simptomatik sebaiknya dilakukan penyesuaian diet
yang dianjurkan adalah makan porsi kecil namun sering dengan kadar lemak dan
serat yang rendah dan tetap menjaga asupan kalori yang cukup. Bila cara tersebut
tidak menolong dapat diberikan makanan cair ataupun yang dihimogenesisasi dan
pada kasus yang sangat berat mungkin diperlukan suatu feeding tube jejunum
untuk nutrisi enternal.12

II. Farmakologi
Penggunaan obat-obat prokinetik untuk meningkatkan kecepatan pengosongan
lambung merupakan pendekatan paling efektif dalam pengobatan penderita
gastroparesis yang somptomatik. Obat-obatan prokinetik yang dapat diberikan
yaitu metoclopramide, domperidone, dan cisapride.12
• Metoclopramide
Merupakan antagonis resptor dopamine D2 dan reseptor 5HT3. Aksi
prokinetiknya yaitu meningkatkan sfingter esofagus bawah, dan menghambat
relaksasi fundus, meningkatkan kontraktilitas antrum dan merelaksasikan
sfingter pylorus. Efek samping metoclopramide sering menyebabkan
gangguan neurologik dan endokrinologik. Gangguan enurologik berupa
mengantuk, gelisah, cemas, depresi, dan symptom parkinsonisme (tremor,
rigidity, dan akinesia). Gangguan endokrinologik yaitu hiperprolaktinemua
yang menyebabkan gynecomastia, mastalgia, galactorrhea dan amenorrhea,
selain itu dapat terjadi peningkatan kadar aldosteron dan thyrotropin dan
penurunan kadar LH, FSH, dan GH. Dosis yang diberikan yaitu 5-20 mg per
oral 3x sehari sebelum makan dan pada malam sebelum tidur.12
• Dompridone
Merupakan deivat benzimidazole yaitu suatu antagonis reseptor dopamine
yang tidak melewati sawar darah otak. Aksi prokinetik lambungnya yaitu
36
melalui penghambatan reseptor dopamine pada lambung dan duodenum,
mengdalikan symptom dan memperbaiki pengosongan lambung pada
gastroparesis diabetik. Dosis yang diberikan yaitu 10 mg per oral 3x sehari
sebelum makan dan malam sebelum tidur. Efek samping umumnya mulut
kering, sakit kepala, ruam kulit, gatal, diare, kegelisahan, dan gangguan
endokrin yang berkaitan dengan hiperprolaktinemia.12
• Cisapride
Merupakan derivat banzamide yang tifak memiliki sifat antidopaminergik.
Obat ini meningkatkan kontraksi antrum dan duodenum dan juga
meningkatkan koordinasi antroduodenal. Dosis yang diberikan 5-20 mg per
oral 3x sehari sebelum makan dan sebelum tidur. Efek samping lebih rendah,
umumnya kram perut, diare, dan sakit kepala, biasanya bersifat sementara
dan dapat diatasi dengan penurunan dosis.12

3. Chronic Kidney Diseases (CKD)


Ginjal merupakan organ vital yang berperan sangat penting dalam
mempertahankan kestabilan lingkungan dalam tubuh. Ginjal mengatur keseimbangan
cairan tubuh, elektrolit, dan asam basa dengan cara menyaring darah yang melalui
ginjal, reabsorsi selektif air, serta mengekresikan kelebihannya sebagai urin. Ginjal
juga mengeluarkan sampah metabolisme yaitu : urea, kreatinin, asam urat dan zat
kimia asing. Kegagalan ginjal dalam melaksanakan fungsi-fungsi vital ini
menimbulkan keadaan yang disebut uremia. Uremia merupakan suatu sindrom klinik
dan laboratorik yang terjadi pada semua organ, akibat penurunan fungsi ginjal pada
penyakit ginjal kronik.13
Gagal ginjal kronik (GGK) merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan
irreversibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme
dan keseimbangan cairan dan elektrolit. Gagal ginjal kronik bisa berlanjut menjadi
gagal ginjal terminal dimana ginjal sudah tidak mampu lagi untuk mempertahankan
sustansi tubuh, sehingga membutuhkan substansi sehingga membutuhkan penanganan
lebih lanjut berupa tindakan dialisis atau pencangkokkan ginjal sebagai terapi
pengganti ginjal.13
Pengertian lain GGK adalah suatu kondisi kerusakan ginjal yang terjadi selama 3
bulan atau lebih, yang dimanifestasikan dengan abnormalitas struktur atau fungsional
ginjal dengan penurunan laju filtrasi glomelurus (LFG) hingga kurang dari 60
ml/menit/1,73 m2 disertai dengan abnormalitas hasil pemeriksaan laboratorium darah,
urine dan kondisi pasien semakin memburuk. Klafisikasi penyakit ginjal kronik
didasarkan atas dua hal yaitu atas dasar derajat penyakit dan dasar diagnosis etiologi.
Klasfisikasi atas dasar derajat penyakit dibuat atas dasar LFG yang dihitung dengan
menggunakan rumus Cockroft-Gault.13

37
Gambar 12. Rumus Cockroft-Gault13

Tabel 8. Derajat Penyakit GGK atas dasar LFG13


LFG
Derajat Penjelasan
(ml/menit/1,73m2)
Kerusakan ginjal dengan
1 >90
LFG normal atau meningkat
Kerusakan ginjal dengan
2 60-89
LFG menurun ringan
Kerusakan ginjal dengan
3A 45-59
LFG menurun sedang
Kerusakan ginjal dengan
3B 30-44
LFG menurun sedang
Kerusakan ginjal dengan
4 15-29
LFG menurun berat
5 Gagal ginjal <15 atau dialis

Tabel. 9. Etiologi GGK13


Penyakit Tipe mayor
Penyakit ginjal diabetes DM tipe 1 dan 2
Penyakit glomelurus (penyakit autoimun, infeksi
sistemik, obat, neoplasia)
Penyakit vaskular ( penyakit pembuluh darah
Penyakit ginjal non
besar, hipertensi, mikoangiopati)
diabetes
Penyakit tubulointerstitial (pielonefritis kronik,
batu, obstruksi, keracunan obat)
Penyakit kistik (ginjal polikistik)
Penyakit pada Rejeksi kronik
transplantasi Keracunan obat, penyakit recurret

38
Gambaran klinis pasien penyakit ginjal kronik sesuai dengan penyakit yang
mendasari seperti DM menyebabkan gejala berupa infeksi traktus urinarius,
hipertensi, hiperurikemia, lupus eritematosus sistemik (LSE) dll. Nefropati Diabetik
(ND) merupakan komplikasi yang terjadi pada 40% dari seluruh pasien DM tipe 1
dan tipe 2 dan merupakan penyebab utama penyakit ginjal pada pasien yang
mendapat terapi ginjal. Hal tersebut ditandai dengan dengan adanya mikroalbumin
(30mg/hari) tanpa adanya gangguan ginjal, disertai dengan peningkatan tekanan
darah sehingga mengakibatkan menurunnya filtrasi glomelurus dan akhirnya
menyebabkan ginjal tahap akhir. Nefropati Diabetik merupakan kelainan degeneratif
vaskuler ginjal, mempunyai hubungan dengan gangguan metabolisme karbohidrat
atau intoleransi gula atau DM, didefinisikan sebagai sindrom klinis pada pasien DM
yang ditandai dengan albuminuria menetap yaitu : > 300 mg/24 jam atau > 200
mikrogram/menit pada minimal dua kali pemeriksaan dalam kurun waktu 3 sampai 6
bulan.13,14
Faktor-faktor etiologis timbulnya nefropati diabetik yaitu (1) kurang
terkendalinya kadar gula darah (gula darah puasa > 140-160 mg/dl (7,7-8,8 mmol/l));
AIC > 7-8%;(2) genetik; (3) kelainan hemodinamik (peningkatan aliran darah ginjal
atau laju filtrasi glomelurus, peningkatan tekanan intraglomelurus); (4) hipertensi
sistemik; (5) sindrom resistensi insulin (sindrom metabolik);(6) peradangan; (7)
perubahan permeabilitas pembuluh darah; (8) asupan protein berlebih; dan (9)
gangguan metabolik.13,14
Patofisiologi terjadinya kerusakan ginjal, hiperfiltrasi masih dianggap sebagai
awal dari mekanisme patogenik dalam laju kerusakan ginjal. Hiperfiltrasi yang
terjadi pada sisa nefron yang sehat lambat laun akan menyebabkan sklerosis dari
nefron tersebut. Mekanisme terjadinya peningkatan laju filtrasi glomelurus pada
nefropati diabetik kemungkinan disebabkan oleh dilatasi arteriol aferen oleh efek
yang tergantung glukosa yang diperantarai hormon vasoaktif, IGF-1, Nitric Oxide,
prostaglandin dan glukagon. Efek langsung dari hiperglikemia adalah rangsangan
hipertrofi sel, sintesis matriks ekstraseluler, serta produksi TGF-β yang diperantarai
oleh aktivitas protein kinase-C (PCK) yang termasuk dalam serine-threonin kinase
yang memiliki fungsi pada vaskular seperti kontraktilitas, aliran darah, proliferasi sel
dan permeabilitas kapiler. Dari kadar glukosa yang tinggi menyebabkan terjadinya
glikosilasi protein membran basalis, sehingga terjadi penebalan selaput membran
basalis dan terjadi pula penumpukan zat berupa glikoprotein membran basalis pada
mesangium sehingga lambat laun kapiler-kapiler glomelurus terdesak dan aliran
darah terganggu yang menyebabkan glomerulosklerosis dan hipertrofi nefron yang
akan menimbulkan nefropati diabetik.13,14

39
Tabel. 10. Tahapan Nefropati Diabetes15
Pada tahap ini LFG meningkat sampai dengan 40% di atas
normal yang disertai pembesaran ukuran ginjal. Albuminuria
belum nyata dan tekanan darah biasanya normal. Tahap ini
Tahap 1 masih reversibel dan berlangsung 0-5 tahun sejak awal
diagnosis DM tipe 2 ditegakkan. Dengan pengendalian
glukosa darah yang ketat, biasanya kelainan fungsi maupun
struktur ginjal akan kembali normal.
Terjadi setelah 5-10 tahun diagnosis DM ditegakan, saat
perubahan trusktur ginjal berlanjut dan LFG masih tetap
meningkat. Albuminuria hanya akan meningkat setelah
latihan jasmani, keadaan stres atau kendali metabolik yang
Tahap 2
memburuk. Keadaan ini dapat berlangsung lama. Hanya
sedikit yang akan berlanjut ke tahap berikutnya. Progresivitas
biasanya terkait dengan memburuknya kendali metabolik.
Tahap ini disebut tahap sepi (silent stage).
Ini adalah tahap awal nefropati atau insipient diabtic
nephropathy saat mikroalbuminuria telah nyata. Tahap ini
biasanya terjadi 10-15 tahun diagnosis DM ditegakkan.
Secara histopatologis, juga telah jelas penebalan membran
Tahap 3
basalis glomelurus. LFG masih tetap ada dan mulai
meningkat. Keadaan ini dapat bertahan bertahun-tahun dan
progresivitas masih mungkin dicegah dengan kendali glukosa
dan tekanan darah yang kuat
Ini adalah tahap saat dimana nefropati diabetik bermanifestasi
secara klinis dengan proteinuria yang nyata dengan
pemeriksaan biasa, tekanan darah sering meningkat tajam dan
LFG menurun dibawah normal. Ini terjadi setelah 15-20 tahun
DM ditegakkan. Penyulit diabetes lainnya sudah pula dapat
Tahap 4
dijumpai seperti retinopati, neuropati, gangguan profil lemak
dan gangguan profil lemak dan gangguan vascular umum.
Progresivitas ke arah gagal ginjal hanya dapat diperlambat
dengan pengendalian glukosa darah, lemak darah dan tekanan
darah.
Ini adalah tahap akhir gagal ginjal, saat LFG sudah
sedemikian rendah sehingga penderita menunjukkan tanda-
Tahap 5
tanda sindrom uremik, dan memerlukan tindakan khusus yaitu
terapi pengganti, dialisis maupun cangkok ginjal.

40
Gambar 13. Kriteria albumin pada GGK13

Tatalaksana nefropati diabetik tergantung pada tahapan-tahapan apakah masih


normoalbumin atau sudah terjadi mikroalbuminuria atau makroalbuminuria, tetapi
pada prinsipnya pendekatan utama tatalaksana nefropati diabtik adalah melalui
pengendalian gula darah seperti olahraga, diet, obat antihipertensi, obat antidiabetes,
pengendalian tekanan darah seperti diet rendah garam, perbaikan fungsi ginjal seperti
diet rendah protein, pemberian Angiotensin Converting Enzime Inhibitor atau ACE-I
dan Angiotensin Reseptor Blocker atau ARB dan pengendalian faktor komorbit lain
seperti pengendalian kadar lemak, mengurangi obesitas dan lain-lain. 13,14

Gambar 14. Daftar obat ACE-I dan ARB14

41
Tabel 11. Aturan Asupan nutrisi pada pasien DM dengan CKD13,14
Asupan
Porsi
Nutrisi
Dianjurkan sesuai dengan tingkat penurunan fungsi ginjal.
Pada saat ini anjuran protein 0,8 gr/kgBB/hari, kurang atau
sama dengan 10% dari total energi. Apabila terjadi penurunan
fungsi ginjal lebih lanjut dimana fungsi ginjal sudah sangat
Protein buruk, ditandai dengan LFG/ Creatinine Clearance Test (CCT)
10-15 ml/menit), maka asupan protein dianjurkan 0,6
gr/kgBB. Pada nefropati diabetik dimana pasien menjalani
terapi hemodialisis protein dianjurkan 1,3-1,5 gr/kgBB/hari
atau sama dengan ± 20% dari total kalori.
Kebutuhan energi untuk pasien nefropati diabetik yaitu 35
Energi kcal/kgBB/hari. Asupan energi yang adekuat bertujuan agar
protein tidak dipecah menjadi sumber energi.
Dianjurkan 45-60% dari total kalori terutama karbohidrat
yang berserat tinggi. Pembatasan karbohidrat total < 130
Karbohidrat
g/hari tidak dianjurkan. Sukrosa tidak boleh lebih dari 5%
total asupan energi.
Dianjurkan 305 dari total kalori. Persentasi lemak lebih tinggi
dari diet diabetes pada umunya, hal ini dimaksud untuk
mencukupi kebutuhan energi, karena energi dari protein
Lemak terbatas. Lemak diutamakan dari jenis tidak jenuh ganda
maupun tunggal yaitu minyak jagung, minyak wijen, minyak
zaitun. Asupan kemak jenus kolesterol dianjurkan kurang dari
300 mg/hari.
Anjurkan asupan garam natrium pasien nefropati diabetik
berkisar antara 1000-3000 mg Na shari, tergantung pada
tekanan darah, ada tidaknya udema atau asites, serta
Garam pengeluaran urin sehari. Pada pasien nefropati diabetik yang
sudah menjalani terapi pegganti hemodialisis kebutuhan
natrium adalah 1000mg + 2000 mg apabila jumlah urin sehari
1000 ml.
Kadar kalium darah harus dipertahankan dalam batas normal.
Pada beberapa pasien, kadar kalium darah meningkat
disebabkan karena asupan kalium dari makanan yang
Kalium berlebihan atau obat-obatan. Anjuran asupan kalium tidak
selalu dibatasi, kecuali bila terjadi hiperkalemia yaitu kalium
darah > 5.5 mEq, jumlah urine sedikit atau LFG/CCT kurang
atau sama dengan 10 ml/menit. Pada kondisi ini dianjurkan

42
asupan kalium berkisar 40-70 mEq/hari atau 1600-2800
mg/hari atau 40 mg/kgBB/ hari, hindari makanan yang tinggi
kalium. Pada nefropati diabetik dengan terapi pengganti
hemodialisis kebutuhan pengeluaran urine sehari, yaitu
kebutuhan dasar 2000 mg + jumlah urine sehari.
Keadaan hipokalemia atau kadar kalsium darah < 8.5 mg/dl
kadang terjadi pada pasien nefropati diabetik. Penyebabnya
adalah asupan kalsium yang tidak adekuat dan penyerapan
yang tidak baik, oleh karena itu biasanya diberikan suplemen
Kalsium
kalsium yang dianjurkan 1200 mg/hari. Salah satu suplemen
kalsium karbonat, selain sebagai suplemen namun juga
berfungsi sebagai pengikat fosfat. Kadar kalsium darah yang
diharapkan berkisar 8,5-11 mg/dl.
Pada pasien nefropati diabetik, apabila terjadi hiperfosfatemia
(kadar fosfat darah > 6 mg/dl), asupan fosfor dari makanan
harus dibatasi. Anjuran asupan fosfor berkisar 8-12
Fosfor mg/kgBB/hari. Kadang untuk mengontrol fofat tidak mungkin
hanya diet. Obat pengikat fosfat diperlukan untuk mengikat
fosfor dari makanan dalam saluran cerna yang bertujuan
mencapai serum fosfat darah berkisar 4-6 mg/l.
Kebutuhan cairan perhari disesuaikan dengan jumlah urine
Kebutuhan
sehari ditambah dengan pengeluaran cairan melalui keringat
cairan
dan pernapasan (500 ml)

43
BAB III
KESIMPULAN

Pasien datang dengan nyeri uluh hati 2 jam yang lalu SMRM. Pasien merupakan
pasien rujukan dari RS Maleo (24 Februari 2022, jam 03.00 WIT). Penyebab nyeri karena
pasien telat makan, nyeri seperti ditusuk-tusuk pada sisi perut bagian kiri dan menjalar ke
uluh hati. Dada terasa panas, setiap kali pasien mau makan selalu disertai rasa mual dan
muntah sebanyak 6x. Sering sendawa sebanyak kurang lebih 5x, pada saat sendawa yang
terakhir terasa seperti mau muntah dan ada sedikit cairan yang naik dari perut ke leher
dan dimulut terasa seperti asam pahit oleh cairan tersebut. Selain itu pasien mengeluh
susah makan karena perut terasa begah dan cepat kenyang, serta pasien merasa lelah.
Pasien memiliki riwayat DM tipe 2 sudah lama sekitar 20 tahun, hipertensi singkal,
pasien belum BAB selama masuk RS, terakhir BAB 4 hari yang lalu SMRM. Konsumsi
air cukup baik sehingga BAK pasien cukup banyak namun terlihat berwarna pekat selama
sebulan terakhir. Pasien juga memiliki luka dibagian tumit kaki kanan yang diakibatkan
tusukan dari paku saat pasien sedang melakukan pekerjaan rumah (perbaiki pagar), luka
didapat 2 bulan yang lalu tetapi tidak membaik melainkan luka berair dan bernanah.
Pasien pernah dirawat inap di RSAL dengan keluhan yang sama yaitu nyeri pada
uluh hati dan lemas, pada 3 bulan yang lalu. Dari orang tua pasien yaitu bapak memiliki
riwayat DM tipe 2, salah satu saudara pasien memiliki riwayat hipertensi. Pada
pemeriksaan tanda vital TD 157/94 mmHg, BMI 17,2 kg/m2 mengalami underweight
atau gizi kurang. Pada ekstremitas terdapat luka diabetikum di kaki kanan. Hasil
laboratorium menunjukan penurunan Hb 11.7 gr/%, peningkatan leukosit 25.600 mm3,
penurunan hematokrit 35%, peningkatan glukosa sewaktu 351 mg/dl, peningkatan SGOT
28 U/L, peningkatan urea 100 mg/dl serta ureum 4,6 mg/dl, penurunan albunmin 2,4 g/dl.
Berdasarkan gejala dan tanda tersebut pasien dicurigai mengidap diabetes melitus tipe 2
dengan komplikasi gastroparesis diabetik, gagal ginjal kronik (GGK/CKD), dan terdapat
ulkus diabetikum pada ekstremitas dextra bawah dengan grade 3.
Penyebab DM tipe 2 yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin karena
kelainan fungsi sel β. Resistensi insulin ditandai dengan berkurangnya kemampuan
insulin untuk menyeimbangkan kadar glukosa darah karena berkurangnya sensivitas
jaringan sehingga meningkatkan produksi insulin oleh sel β pankreas. Resistensi insulin
dan hiperinsulinemia menyebabkan gangguan toleransi glukosa. Mekanisme yang
mendasari resistensi insulin ini adalah faktor genetik atau defek primer sel target,
autoantibodi terhadap insulin dan degradasi insulin yang berlangsung cepat. Insulin
resisten dapat ditemukan pada obesitas atau berat badan berlebih, gangguan toleransi
glukosa sehingga insulin tidak dapat bekerja secara optimal dan sebagai kompensasinya
diproduksi insulin yang lebih banyak. Pada pasien ini memiliki faktor pemicu DM tipe 2
yaitu dari salah satu orang tua yang memiliki riwayat DM tipe 2 sehingga pasien bisa
mengalami DM tipe 2 karena faktor genetik.
Diabetes melitus yang sudah berlangsung lama bisa berdampak pada komplikasi
lanjutan ke organ lain seperti ke ginjal yang menyebabkan nefropati diabetik. Apabila
44
nefropati diabetik tidak ditangani secara tepat dan cepat bisa berlanjut menjadi gagal
ginjal kronik (GGK/CKD). Pengertian lain GGK adalah suatu kondisi kerusakan ginjal
yang terjadi selama 3 bulan atau lebih, yang dimanifestasikan dengan abnormalitas
struktur atau fungsional ginjal dengan penurunan laju filtrasi glomelurus (LFG) hingga
kurang dari 60 ml/menit/1,73 m2 disertai dengan abnormalitas hasil pemeriksaan
laboratorium darah, urine dan kondisi pasien semakin memburuk. Salah satu etiologi
GGK yaitu DM tipe 2 yang sudah berlangsung lama. Pada pasien sudah memiliki riwayat
DM tipe 2 yang berlangsung lama dengan penurunan LFG 11,4 (< 15 ml/menit/1,73m2)
derajat 5 atau sudah masuk ke gagal ginjal.
Selain komplikasi GGK (CKD), DM tipe 2 yang berlangsung lama juga dapat
menyebabkan gastroparesis diabetik, gejala-gejala yang bisa ditemukan pada penderita
gastroparesis diabetika antara lain mual, muntah, anoreksi, nyeri epigastrium, rasa cepat
kenyang, rasa tidak enak diperut bagian atas, rasa terbakar didada (heart burn),
regurgitasi asam, sendawa, halitosis dan penurunan berat badan. Pada pasien didapatkan
mual, muntah, nyeri epigastrium, rasa cepat kenyang, rasa terbakar didada, regurgitasi
asam, sendawa, dan penurunan berat badan.

45
Referensi
1. PERKENI. Pedoman pengelolaan dan pencegahan diabetes melitus tipe 2 di
indonesia. Jakarta : PB. Perkeni; 2021. Hal 6-38.
2. KEMENKES RI. Pedoman nasional pelayanan kedokteran tatalaksana diabetes
melitus tipe 2 dewasa. Jakarta : KEMENKES RI; 2020.
3. Dinas Kesehatan Papua Barat. Profil kesehatan dinas kesehatan provinsi Papua Barat
tahun 2019. Manokwari : Dinas Kesehatan Papua Barat; 2019. Hal 82.
4. Hadianto D. Telaah komprehensif diabetes melitus : klasifikasi, gejala, pencegahan,
dan pengobatan. Jurnal bioteknologi dan biosains indonesia. Desember 2020; 7(2).
5. Muhammad AA. Resistensi insulin dan disfungsi sekresi insulin sebagai faktor
penyebab diabetes melitus tipe 2. Promotif : jurnal kesehatan masyarakat. Desember
2018; 8 (2).
6. Paleva, R. Mekanisme resistensi insulin terkait obesitas. Jurnal kesehatan sandi
husada. Desember 2019; 10 (2).
7. PERKENI. Pedoman petunjuk praktis terapi insulin pada pasien diabetes melitus.
Jakarta : PB. Perkeni; 2021. Hal 4-5.
8. Langi YA. Penatalaksanaan ulkus kaki diabetes secara terpadu. Jurnal biomedika.
Juli 2018; 3 (2).
9. Wesnama MAD. Debridement sebagai tatalaksana ulkus kaki diabetik. Jurnal
biomedika. April 2017; 10 (2).
10. IWGDF. Guideline on the diagnosis and treatment of foot infection in persons with
diabetes. Canada : IWGDF; 2019.
11. Kurniawan AH, Suwandi BH, Kholili U. Diabetic gastroenteropathy : a complication
of diabetes mellitus. Acta Med Indones-indones j intern med. July 2019; 51 (3).
12. Aljarallah BM. Management of diabetic gastroparesis. The saudi journal of
gastroenterology. March 2011; 17 (2).
13. Rivandi J, Yonata A. Hubungan diabetes melitus dengan kejadian gagal ginjal
kronik. Majority. Desember 2015; 4 (9).
14. Gliseda VK. Diagnosis dan manajemen penyakit ginjal kronis (pgk). Jurnal medika
hutama. Juli 14, 2021; 2 (4).

46

Anda mungkin juga menyukai