Oleh:
Pembimbing:
1
HALAMAN PENGESAHAN
LAPORAN KASUS
DIABETUS MELITUS TIPE 2 TIDAK TERKONTROL
DENGAN GASTROPATI DIABETIK
Telah diterima dan disahkan sebagai salah satu syarat dalam mengikuti kegiatan
Kepaniteraan Klinik di SMF Ilmu Penyakit Dalam Rumah Sakit Muhammadiyah
Palembang Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Palembang
2
KATA PENGANTAR DAN UCAPAN TERIMA KASIH
Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan
rahmat-Nya, saya bisa menyelesaikan laporan kasus ini. Penulisan laporan kasus
ini dilakukan dalam rangka memenuhi syarat dalam mengikuti kegiatan
Kepaniteraan Klinik di SMF Ilmu Penyakit Dalam Rumah Sakit Muhammadiyah
Palembang Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Palembang. Saya
menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa
kepaniteraan klinik sampai pada penyusunan laporan kasus ini, sangatlah sulit bagi
saya untuk menyelesaikan laporan kasus ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan
terima kasih kepada:
1) dr. Adhi Permana, Sp.PD-KGH, selaku pembimbing yang telah
mengarahkan saya dalam penyusunan laporan kasus ini;
2) Orang tua dan keluarga saya yang telah memberikan bantuan dukungan
material dan moral; dan
3) Rekan sejawat serta semua pihak yang telah banyak membantu saya dalam
menyelesaikan laporan kasus ini.
Akhir kata, saya berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala
kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga laporan kasus ini membawa
manfaat bagi pengembangan ilmu.
Palembang, Deember
2019
Penulis
3
DAFTAR ISI
4
BAB I
PENDAHULUAN
5
gigi mudah goyah dan mudah lepas, kemampuan seksual menurun, bahkan
impotensi dan para ibu hamil sering mengalami keguguran.4
Komplikasi diabetes mellitus dibagi menjadi komplikasi akut dan komplikasi
kronis. Komplikasi akut meliputi: Ketoasidosis diabetic, hiperosmolar non ketotik,
dan hiperglikemia. Sedangkan yang termasuk komplikasi kronik adalah,
makroangiopati, mikroangiopati dan neuropati. Makroangiopati terjadi pada
pembuluh darah besar (makrovaskular) seperti jantung, darah tepi dan otak.
Mikroangipati terjadi pada pembuluh darah kecil (mikrovaskular) seperti kapiler
retina mata, dan kapiler ginjal.4
Untuk mencegah terjadinya komplikasi yang disebabkan oleh diabetes mellitus
maka perlu diketahui diagnosis dan tatalaksana dari diabetes mellitus. Dalam
laporan kasus ini penyaji bertujuan memberikan informasi tentang penyakit
diabetes mellitus untuk diagnosis dan penatalaksanaan pada kasus tersebut.
6
BAB II
STATUS PASIEN
2.1. Identifikasi
Nama : Ny. W
Jenis Kelamin : Perempuan
Tanggal Lahir : 08 Mei 1951 / 68 tahun
Alamat : Jorong Batang, Guguak Malalo
Pekerjaan : Pensiunan
Agama : Islam
No. Med Rec/ Reg : 61.89.87
Tanggal Periksa : 24 Desember 2019
Ruang Dokter : AD 7 Bed 5
Dokter : dr. Adhi Permana, Sp.PD-KGH
Co. Asisten : Idham Kurniawan, S.Ked.
Tanggal masuk RS : 23 Desember 2019
2.2. Anamnesis
a. Keluhan Utama :
Badan Terasa lemas
7
Pasien juga mengeluhkan sering terbangun dimalam hari untuk BAK (+) : 5-
6 kali/ malam sehingga sering terbangun pada malam hari, BAB normal. Pasien
mengeluh mudah merasa haus (+) dan nafsu makan meningkat (+). Pasien juga
sering merasa gatal pada daerah kemaluan. Keluhan tersebut sudah mulai dirasakan
beberapa tahun terakhir.
e. Riwayat Kebiasaan
Riwayat merokok dan meminum alkohol disangkal. Pasien jarang
berolahraga. Riwayat konsumsi makanan manis (+)
f. Riwayat gizi
Makan 3 - 4 kali sehari dengan porsi satu piring bahkan lebih dari 1 piring.
Pasien susah mengontrol jumlah makannya.
8
2.3. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum
a Keadaan umum : tampak sakit sedang
b Kesadaran : compos mentis
c Berat badan : 60 kg
d Tinggi badan : 160 cm
e Keadaan Gizi : cukup
f Tekanan Darah : 130/90 mmHg
g Nadi : 80 kali per menit, reguler, isi dan tegangan cukup
h Pernafasan : 20 kali per menit, thoracoabdominal
i Suhu : 36,8o C
2. Keadaan Spesifik
a. Pemeriksaan Kepala:
- Bentuk kepala : Normocephali
- Ekspresi : wajar
- Simetris muka : simetris
- Rambut : hitam, tidak rontok, tidak mudah dicabut
b. Pemeriksaan Mata:
- Exoftalmus : tidak ada(-/-)
- Endoftalmus : tidak ada (-/-)
- Palpebra : tidak ada edema (-/-)
- Konjungtiva : anemis (-/-)
- Sklera : tidak ikterik (-/-)
- Pupil : cahaya ada (+/+), isokor.
- Gerakan : segala arah baik
c. Pemeriksaan Telinga :
- Liang telinga : normal
- Serumen : ada
- Sekret : (-/-)
- Nyeri Tekan : (-/-)
9
- Gangguan pendengaran : (-/-)
d. Pemeriksaan Hidung :
- Deformitas : tidak ada (-)
- Septum : deviasi tidak ada (-/-)
- Sekret : tidak ada (-/-)
- Epistaksis : tidak ada (-/-)
- Mukosa hiperemis : hiperemis (-)
e. Pemeriksaan Mulut dan Tengorokan:
- Bibir : sianosis tidak ada (-)
- Gigi-geligi : lengkap
- Gusi : hiperemis (-), normal
- Lidah : kotor (-), atrofi papil tidak ada (-)
- Tonsil : T1/T1 tenang
- Faring : hiperemis (-)
f. Pemeriksaan Leher :
- Inspeksi : Simetris, tidak terlihat benjolan, lesi pada
kulit (-)
- Palpasi : Pembesaran tiroid (-), Pembesaran KGB (-)
- JVP : 5-2 cm H2O
g. Pemeriksaan Kulit :
- Hiperpigmentasi : tidak ada
- Ikterik : tidak ada
- Ptekhie : tidak ada
- Sianosis : tidak ada
- Turgor : kembali cepat
h. Pemeriksaan Thorax:
Paru Depan
Inspeksi : Statis Dinamis Simetris
Statis : Kanan sama dengan kiri
Dinamis : Tidak ada yang tertinggal
Sela iga melebar (-), Retraksi intercostae (-), benjolan (-)
10
Palpasi : Stem fremitus kanan sama dengan kiri, benjolan (-), sela
iga melebar (-)
Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru kanan kiri
Auskultasi : Vesikuler (+/+) normal, ronki (-/-), wheezing (-/-)
Paru belakang
Inspeksi : Simetris
Palpasi : Stem Fremitus kanan sama dengan kiri
Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru
Auskultasi : Vesikuler (+/+) normal, ronki (-/-), wheezing (-/-)
Jantung
Inspeksi : iktus cordis tidak terlihat
Palpasi : iktus cordis tidak teraba
Perkusi :
- Atas : ICS II linea parasternalis sinistra
- Kanan : ICS IV linea parasternalis dextra
- Kiri : ICS V linea midclavicularis
Auskultasi : S1-S2 (+), Murmur (-), Gallop (-)
i. Pemeriksaan Abdomen
Inspeksi :Cembung, venektasi (-), caput medusa (-), spider nevi (-),
benjolan (-)
Palpasi :Lemas, nyeri tekan epigastrium (+), pembesaran lien (-),
teraba massa (-), nyeri tekan supra pubic (-)
Perkusi : Timpani (+), undulasi (-), shifting dullnes (-), nyeri ketok
CVA (-/-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal
11
j. Pemeriksaan Genitalia:
Tidak Dilakukan
k. Pemeriksaan Ekstremitas:
- Superior Dextra : Akral hangat (+), edema (-), kekuatan (5), nyeri
sendi (-),eritema (-), CRT <2 detik
- Superior Sinistra : Akral hangat (+), edema (-), kekuatan (5), nyeri
sendi (-),eritema (-), CRT <2 detik
- Inferior Dextra : Akral hangat (+), pitting edema (-), kekuatan (5),
nyeri sendi (-), Eritema (-), CRT < 2 detik
- Inferior Sinistra : Akral hangat (+), pitting edema (-), kekuatan (5),
nyeri sendi (-), Eritema (-), CRT < 2 detik.
12
2.4. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Hematologi (Tanggal 23 Desember 2019: Pukul 09.34 WIB)
No. Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
1 Hemoglobin 11,5 g/dL 12 – 16 g/dL
2 Hematokrit 34,3 vol% 37 – 47 vol%
3 Leukosit 16.200/mm3 4.200-11.000/mm3
4 Trombosit 264.000/mm3 150.000 - 440.000/mm3
5 Hitung jenis
Basofil 2.5 1-3 %
Eosinofil 0.1 0-1 %
Neutrofil 79.9 40-60 %
13
10 Bilirubin Negatif Negatif
11 Urobilinogen Negatif Negatif
12 Epitel 9/ lpk 1-15
13 Leukosit 8-10 <5
14 Eritrosit 5-6 <3
15 Silinder Negatif Negatif
16 Kristal Negatif Negatif
17 Bakteri Negatif Negatif
18 Lain-lain Negatif Negatif
Kesan :
- Irama Sinus
- HR 82x/menit, Reguler
- Axis Normal
- Gelombang P normal
- Interval PR normal
14
- Gelombang QRS kompleks
- Segmen ST normal
Interpretasi :
EKG normal
2.5 Resume
Pasien datang ke UGD RSMP dengan keluhan badan terasa lemas, keluhan
tersebut sudah mulai dirasakan ± 3 hari sebelum masuk rumah sakit. Pasien juga
mengatakan bahwa pasien merasa pusing, pusing dirasakan berputar seperti
sempoyongan dan terkadang dirasakan seperti mau pingsan. Pasien juga mengeluh
bahwa pasien merasa mual dan muntah, muntah ± sudah 3x sebelum masuk rumah
sakit, muntah isi apa yang di makan dan di minum. Pasien juga mengatakan
mengalami rasa tidak nyaman di daerah ulu hati, dirasakan sepeti kembung dan
terasa penuh, sehingga pasien mengalami penurunan nafsu makan, pasien juga
terkadang merasakan nyeri di perut, nyeri tersebut hilang timbul, namun semakin
lama semakin memberat.
Pasien juga mengeluhkan sering terbangun dimalam hari untuk BAK (+) : 5-
6 kali/ malam sehingga sering terbangun pada malam hari, BAB normal. Pasien
mengeluh mudah merasa haus (+) dan nafsu makan meningkat (+). Pasien juga
sering merasa gatal pada daerah kemaluan. Keluhan tersebut sudah mulai dirasakan
beberapa tahun terakhir.
Pada pemeriksaan fisik, keadaan umum tampak sakit sedang dan kesadaran
compos mentis. Tekanan darah 130/90 mmHg, nadi: 80x/menit, respiration rate:
20x/menit dan temperature: 36,8 C. Pada pemeriksaan fisik didapatkan nyeri tekan
pada daerah epigastrium. Pada pemeriksaan laboratorium terdapat penurunan
hemoglobin, penurunan hematokrit, penurunan limfosit, penurunan natrium,
peningkatan leukosit, peningkatan neutrofil, peningkatan LED I jam, peningkatan
kadar glukosa darah, peningkatan ureum. Pada pemeriksaan Laboratorium urine
terdapat protein urine positif 1, glukosa urine positif 3, keton positif 1, leukosit 8-
10 lpk dan eritrosit 5-6 lpk.
15
2.6 Diagnosis Banding
- Diabetes Melitus tipe II dengan Gastropati Diabetik
- Diabetes Melitus tipe II dengan Dispepsia
- Diabetes Melitus tipe II dengan Gastritis Akut
2.9 Penatalaksanaan
Non Farmakologis
Istirahat
Kontrol kadar gula darah dengan diet DM, insulin, atau obat anti
diabetik
Menjaga pola makan
Diet lambung III
Farmakologis
IVFD Asering : Aminofluid 2:1 gtt 20 x/m
Inj. Pumpisel 1x1
Sucralfat syr 3x1
Inj Ondansetron 4 mg 2x1
Novorapid 3x 6 IU
Sansulin 1x 10 IU
Inj. Cefoperazone 2x1
2.10 Prognosis
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
16
Quo ad sanationam : dubia ad bonam
FOLLOW UP
Tanggal 24 Desember 2019
S Badan lemas, nyeri perut, tidak nafsu makan.
O: Keadaan umum Tampak sakit sedang
Kesadaran Compos mentis
Tekanan darah 110/70 mmHg
Nadi 85 x/menit
Pernapasan 19 x/ menit
Temperatur 36,7 0C
Mata : Konjungtiva palpebra pucat -/-, sklera ikterik -/-,
Leher: Pembesaran KGB (-), JVP (5-2) cmH2O
Paru-paru: Vesikuler (+) N, ronkhi (-), wheezing (-)
Jantung : BJ I-II normal, murmur (-), gallop (-)
Abdomen: Datar, lemas, hepar tidak teraba , lien tidak teraba, nyeri
tekan regio epigastrium (+)
Extremitas: Edema ekstremitas atas -/-, Edema ekstremitas bawah-/-
17
No. Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
1 BSS Stick 235 mg/dL 70-140 mg/dL
(Pukul 06.00 WIB)
2 BSS Stick 201 mg/dL 70-140 mg/dL
(Pukul 11.00 WIB)
3 BSS Stick 240 mg/dL 70-140 mg/dL
(Pukul 13.00 WIB)
18
Sansulin 1x 10 IU
Inj. Cefoperazone 2x1
Rencana - Pantau Gula darah jam 16.00
Pemeriksaan Kimia Klinik (Tanggal 2 Juli 2019: Pukul 16.30 WIB)
No. Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
1 BSS Stick 199 mg/dL 70-140 mg/dL
19
Paracetamol 3x1 tab
20
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
21
penggantian insulin eksogen juga merupakan ciri khas dm tipe 1, yang
seumur hidup pengobatan harus dilakukan.14
22
normal. Tipe ini akan normal kembali setelah melahirkan. Faktor resiko
pada Gestasional Diabetes (GD) adalah wanita yang hamil dengan umur
lebih dari 25 tahun disertai dengan riwayat keluarga dengan diabetes
melitus, infeksi yang berulang, melahirkan dengan berat badan bayi lebih
dari 4 kg.5 Selama kehamilan, kadar hormon kehamilan yang lebih tinggi
dapat mengganggu insulin. Biasanya tubuh dapat membuat lebih banyak
insulin selama kehamilan untuk menjaga gula darah normal. Tetapi pada
beberapa wanita, tubuh tidak dapat membuat insulin yang cukup selama
kehamilan, dan kadar gula darah meningkat sehingga mengarah ke GD.15
23
DM di seluruh dunia. Satu dari sebelas penduduk adalah penderita DM dan
3,7 juta kematian disebabkan oleh DM maupun komplikasi dari DM.6
Di Indonesia, data Riskesdas menunjukkan bahwa terjadi
peningkatan prevalensi Diabetes di Indonesia dari 5,7% tahun 2007
menjadi 6,9% atau sekitar 9,1 juta pada tahun 2013. Data International
Diabetes Federation tahun 2015 menyatakan jumlah estimasi penyandang
Diabetes di Indonesia diperkirakan sebesar 10 juta. Seperti kondisi di dunia,
Diabetes kini menjadi salah satu penyebab kematian terbesar di Indonesia.8
24
Berdasarkan studi terbaru dikatakan bahwa dalam timbulnya DM tipe 2
terdapat pengaruh faktor genetik yaitu transcription factor 7–like-2 (TCF7L2)
pada kromosom 10q yang mengkode faktor transkripsi pada WNT signaling
pathway. Berbeda dengan DM tipe 1 penyakit ini tidak berhubungan dengan
gen yang mengatur toleransi dan regulasi imun seperti HLA, CTLA4, dll.10
2 Gejala klasik DM + Kadar glukosa plasma puasa ≥126 mg/dL Puasa diartikan
pasien tak mendapat kalori tambahan sedikitnya 8 jam ATAU
3 Kadar gula plasma 2 jam TTGO ≥200mg/dL TTGO yang dilakukan dengan
standard WHO, menggunakan beban glukosa yang setara dengan 75g glukosa
anhidrus yang dilarutkan ke dalam air
25
Gambar 1. Langkah-langkah diagnostik DM dan toleransi glukosa terganggu1
26
Gejala kronik yang sering dialami oleh penderita diabetes melitus
adalah kesemutan, kulit terasa panas, atau seperti tertusuk-tusuk jarum, rasa
tebal di kulit, kram, mudah mengantuk, mata kabur, biasanya sering ganti
kaca mata, gatal di sekitar kemaluan terutama wanita, gigi mudah goyah dan
mudah lepas, kemampuan seksual menurun, bahkan impotensi dan para ibu
hamil sering mengalami keguguran atau kematian janin dalam kandungan
atau bayi lahir dengan berat 4 kg.11
27
b. Terpenuhi nutrisi yang optimal pada makanan yang disajikan
seperti vitamin dan mineral
c. Mencapai dan memelihara berat badan yang stabil
d. Menghindari makan makanan yang mengandung lemak, karena
pada pasien diabetes melitus jika serum lipid menurun maka
resiko komplikasi penyakit makrovaskuler akan menurun
e. Mencegah level glukosa darah naik, karena dapat mengurangi
komplikasi yang dapat ditimbulkan dari diabetes melitus.
3. Latihan jasmani
Latihan jasmani sangat penting dalam pelaksanaan diabetes karena
dapat menurunkan kadar glukosa darah dan mengurangi faktor resiko
kardiovaskuler. Latihan menurunkan kadar glukosa darah dengan
meningkatkan pengambilan glukosa oleh otot dan memperbaiki pemakaian
insulin. Latihan juga dapat meningkatkan kadar HDL kolesterol dan
menurunkan kadar kolesterol total serta trigliserida.5
Kegiatan sehari-hari dan latihan jasmani secra teratur (3-4 kali
seminggu selama kurang dari 30 menit), merupakan salah satu pilar dalam
pengelolaan diabetes melitus. Latihan jasmani yang dianjurkan berupa
latihan jasmani yang bersifat aerobik seperti : jalan kaki, bersepeda santai,
jogging, dan berenang. Latihan jasmani sebaiknnya disesuiakan dengan
umur dan status kesegaran jasmani.
Menurut ADA (2014), ada beberapa pedoman umum untuk
melakukan latihan jasmani pada pasien diabetes yaitu:
a. Gunakan alas kaki yang tepat, dan bila perlu alat pelindungan kaki
lainnya.
b. Hindari latihan dalam udara yang sangat panas atau dingin
c. Periksa kaki setelah melakukan latihan.
d. Hindari latihan pada saar pengendalian metabolik buruk
4. Terapi farmakologis
28
Pengobatan diabetes secara menyeluruh mencakup diet yang benar,
olahraga yang teratur, dan obat-obatan yang diminum atau suntikan insulin.
Pasien diabetes melitus tipe 1 mutlak diperlukan suntikan insulin setiap hari.
Pasien diabetes melitus tipe 2, umumnya pasien perlu minum obat anti
diabetes secara oral atau tablet. Pasien diabetes memerlukan suntikan
insulin pada kondisi tertentu, atau bahkan kombinasi suntikan insulin dan
tablet.5
Obat Antihiperglikemia Oral Berdasarkan cara kerjanya, obat
antihiperglikemia oral dibagi menjadi 5 golongan:
a. Pemacu Sekresi Insulin (Insulin Secretagogue)
Sulfonilurea
Obat golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan
sekresi insulin oleh sel beta pankreas. Efek samping utama adalah
hipoglikemia dan peningkatan berat badan. Hati-hati menggunakan
sulfonilurea pada pasien dengan risiko tinggi hipoglikemia (orang tua,
gangguan faal hati, dan ginjal).
Glinid
Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan
sulfonilurea, dengan penekanan pada peningkatan sekresi insulin fase
pertama. Golongan ini terdiri dari 2 macam obat yaitu Repaglinid
(derivat asam benzoat) dan Nateglinid (derivat fenilalanin). Obat ini
diabsorbsi dengan cepat setelah pemberian secara oral dan diekskresi
secara cepat melalui hati. Obat ini dapat mengatasi hiperglikemia post
prandial. Efek samping yang mungkin terjadi adalah hipoglikemia.
b. Peningkat Sensitivitas terhadap Insulin
Metformin
Metformin mempunyai efek utama mengurangi produksi
glukosa hati (glukoneogenesis), dan memperbaiki ambilan glukosa di
jaringan perifer. Metformin merupakan pilihan pertama pada sebagian
besar kasus DMT2. Dosis Metformin diturunkan pada pasien dengan
29
gangguan fungsi ginjal (GFR 30- 60 ml/menit/1,73 m2). Metformin
tidak boleh diberikan pada beberapa keadaan seperti: GFR
Tiazolidindion (TZD).
Tiazolidindion merupakan agonis dari Peroxisome Proliferator
Activated Receptor Gamma (PPAR-gamma), suatu reseptor inti yang
terdapat antara lain di sel otot, lemak, dan hati. Golongan ini mempunyai
efek menurunkan resistensi insulin dengan meningkatkan jumlah
protein pengangkut glukosa, sehingga meningkatkan ambilan glukosa
di jaringan perifer. Tiazolidindion meningkatkan retensi cairan tubuh
sehingga dikontraindikasikan pada pasien dengan gagal jantung (NYHA
FC III-IV) karena dapat memperberat edema/retensi cairan. Hati-hati
pada gangguan faal hati, dan bila diberikan perlu pemantauan faal hati
secara berkala. Obat yang masuk dalam golongan ini adalah
Pioglitazone.
c. Penghambat Alfa Glukosidase.
Obat ini bekerja dengan memperlambat absorbsi glukosa dalam
usus halus, sehingga mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah
sesudah makan. Penghambat glukosidase alfa tidak digunakan pada
keadaan: GFR≤30ml/min/1,73 m2 , gangguan faal hati yang berat,
irritable bowel syndrome. Efek samping yang mungkin terjadi berupa
bloating (penumpukan gas dalam usus) sehingga sering menimbulkan
flatus. Guna mengurangi efek samping pada awalnya diberikan dengan
dosis kecil. Contoh obat golongan ini adalah Acarbose.
d. Penghambat DPP-IV (Dipeptidyl PeptidaseIV)
Obat golongan penghambat DPP-IV menghambat kerja enzim
DPP-IV sehingga GLP-1 (Glucose Like Peptide-1) tetap dalam
konsentrasi yang tinggi dalam bentuk aktif. Aktivitas GLP-1 untuk
meningkatkan sekresi insulin dan menekan sekresi glukagon bergantung
kadar glukosa darah (glucose dependent). Contoh obat golongan ini
adalah Sitagliptin dan Linagliptin.
e. Penghambat SGLT-2 (Sodium Glucose Cotransporter 2)
30
Obat golongan penghambat SGLT-2 merupakan obat
antidiabetes oral jenis baru yang menghambat penyerapan kembali
glukosa di tubuli distal ginjal dengan cara menghambat kinerja
transporter glukosa SGLT-2. Obat yang termasuk golongan ini antara
lain: Canagliflozin, Empagliflozin, Dapagliflozin, Ipragliflozin.
Tabel 3.2. Antidiabetik Oral
31
5. Monitoring keton dan gula darah
` Dengan melakukan pemantauan kadar glukosa darah secara mandiri
penderita diabetes dapat mengatur terapinya untuk mengendalikan kadar
glukosa darah secara optimal. Monitoring glukosa darah merupakan pilar
kelima dianjurkan kepada pasien diabetes melitus. Monitor level gula darah
sendiri dapat mencegah dan mendeteksi kemungkinan terjadinya
hipoglikemia dan hiperglikemia dan pasien dapat melakukan keempat pilar
di atas untuk menurunkan risiko komplikasi dari diabetes melitus.5
32
6. Obat Antihiperglikemia Suntik yaitu insulin, agonis GLP-1 dan kombinasi
insulin dan agonis GLP-1.11
a. Insulin
Insulin diperlukan pada keadaan : HbA1c > 9% dengan kondisi
dekompensasi metabolik, Penurunan berat badan yang cepat, Hiperglikemia
berat yang disertai ketosis, Krisis Hiperglikemia, Gagal dengan kombinasi
OHO dosis optimal, Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, infark
miokard akut, stroke), Kehamilan dengan DM/Diabetes melitus gestasional
yang tidak terkendali dengan perencanaan makan, Gangguan fungsi ginjal
atau hati yang berat, Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO, Kondisi
perioperatif sesuai dengan indikasi.
Jenis dan Lama Kerja Insulin Berdasarkan lama kerja, insulin
terbagi menjadi 5 jenis, yakni :
Insulin kerja cepat (Rapid-acting insulin)
Insulin kerja pendek (Short-acting insulin)
Insulin kerja menengah (Intermediateacting insulin)
Insulin kerja panjang (Long-acting insulin)
Insulin kerja ultra panjang (Ultra longacting insulin)
Insulin campuran tetap, kerja pendek dengan menengah dan kerja
cepat dengan menengah (Premixed insulin)
33
Tabel 3.3 Farmakokinetik Insulin Eksogen Berdasarkan Waktu Kerja
34
b. Agonis GLP-1/lncretin Mimetic
Pengobatan dengan dasar peningkatan GLP-1 merupakan
pendekatan baru untuk pengobatan DM. Agonis GLP-1 dapat bekerja pada
sel-beta sehingga teriadi peningkatan pelepasan insulin, mempunyai efek
menurunkan berat badan, menghambat pelepasan glukagon, dan
menghambat nafsu makan. Efek penurunan berat badan agonis GLP-1 juga
digunakan untuk indikasi menurunkan berat badan pada pasien DM dengan
obesitas. Pada percobaan binatang, obat ini terbukti memperbaiki cadangan
sel beta pankreas. Efek samping yang timbul pada pemberian obat ini antara
lain rasa sebah dan muntah. Obat yang termasuk golongan ini adalah:
Liraglutide, Exenatide, Albiglutide, dan Lixisenatide.
Salah satu obat golongan agonis GLP-1 (Liraglutide) telah beredar di
lndonesia sejak April 2015, tiap pen berisi 18 mg dalam 3 ml. Dosis awal
0.6 mg perhari yang dapat dinaikkan ke 1.2 mg setelah satu minggu untuk
mendapatkan efek glikemik yang diharapkan. Dosis bisa dinaikkan sampai
dengan 1.8 mg. Dosis harian lebih dari 1.8 mg tidak direkomendasikan.
Masa Kerja Liraglutide selama 24 jam dan diberikan sekali sehari secara
subkutan.11
c. Terapi Kombinasi
Pengaturan diet dan kegiatan jasmani merupakan hal yang utama
dalam penatalaksanaan DM, namun bila diperlukan dapat dilakukan
bersamaan dengan pemberian obat antihiperglikemia oral tunggal atau
kombinasi sejak dini. Pemberian obat antihiperglikem ia oral maupun insulin
selalu dimulai dengan dosis rendah, untuk kemudian dinaikkan secara
bertahap sesuai dengan respons kadar glukosa darah. Terapi kombinasi obat
antihiperglikem ia oral, baik secara terpisah ataupun fixed dose combinotion,
harus menggunakan dua macam obat dengan mekanisme kerja yang
berbeda. Pada keadaan tertentu apabila sasaran kadar glukosa darah yang
belum dicapai dengan kombinasi dua macam obat, dapat diberikan
35
kombinasi dua obat antihiperglikem ia dengan insulin. Pada pasien yang
disertai dengan alasan klinis dimana insulin tidak memungkinkan untuk
dipakai, terapi dengan kombinasi tiga obat anti hiperglikemia oral.
Kombinasi obat antihiperglikemia oral dengan insulin dimulai dengan
pemberian insulin basal (insulin kerja menengah atau insulin kerja panjang).
lnsulin kerja menengah harus diberikan jam 10 malam menjelang tidur,
sedangkan insulin kerja panjang dapat diberikan sejak sore sampai sebelum
tidur. Pendekatan terapi tersebut pada umumnya dapat mencapai kendali
glukosa darah yang baik dengan dosis insulin yang cukup kecil. Dosis awal
insulin basal untuk kombinasi adalah 6-10 unit. Kemudian dilakukan
evaluasi dengan mengukur kadar glukosa darah puasa keesokan harinya.
Dosis insulin dinaikkan secara perlahan (pada umumnya 2 unit) apabila
kadai glukosa darah puasa belum mencapai talget. Pada keadaaan dimana
kadar glukosa darah sepanjang hari masih tidak terkendali meskipun sudah
mendapat insulin basal, maka perlu diberikan terapi kombinasi insulin basal
dan prandial, dan pemberian obat antihiperglikemia oral dihentikan dengan
hati-hati.11
36
Gambar 2. Algoritma Penatalaksanaan DM Tipe 211
37
3.1.9 Komplikasi Diabetes Mellitus
Kondisi kadar gula darah tetap tinggi akan timbul berbagai
komplikasi. Komplikasi pada diabetes melitus dibagi menjadi dua yaitu
komplikasi akut dan komplikasi kronis. Komplikasi akut meliputi:
Ketoasidosis diabetic, hiperosmolar non ketotik, dan hiperglikemia.11
Sedangkan yang termasuk komplikasi kronik adalah,
makroangiopati, mikroangiopati dan neuropati. Makroangiopati terjadi pada
pembuluh darah besar (makrovaskular) seperti jantung, darah tepi dan otak.
Mikroangipati terjadi pada pembuluh darah kecil (mikrovaskular) seperti
kapiler retina mata, dan kapiler ginjal.11
38
prediksi adanya keterlambatan pengosongan gaster, tetapi banyak pasien
dengan gastroparesis yang relative asimtomatik. Gastroparesis asimtomatik
sering timbul pada pasien dengan diabetes melitus.
39
3.2.3 Penegakkan Diagnosis Gastropati Diabetikum
1. Gejala Klinis
Diagnosis gastroparesis ditegakkan dengan adanya penundaan
pengosongan lambung dengan gangguan obstruksi telah disingkirkan
melalui pemeriksaan endoskopi dan pencitraan radiologi. Gejala yang
muncul pada gastroparesis adalah muntah, mual, cepat kenyang,
kembung, tidak nyaman dan nyeri pada perut, serta bersendawa . Gejala
ini menyerupai dispepsia, akan tetapi pada dispepsia pengosongan
lambung terjadi lebih cepat. Oleh karena itu diperlukan pengukuran
terhadap kecepatan pengosongan lambung untuk membedakan
keduanya. Muntah yang terjadi pada gastroparesis harus dibedakan
dengan regurgitasi pada GERD . Pada gastroparesis biasanya vomitus
akan terjadi 30 menit setelah makanan masuk ke dalam lambung
(postprandial regurgitasi).
2. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan adanya perut terasa
penuh,kembung, mual, muntah, nyeri epigastrikum atau rasa tidak
nyaman di daerah epigastrikum tetapi terkadang tidak terlalu spesifik.
Selain itu diperlukan pemeriksaan fisik terhadap tanda-tanda malnutrisi
dan penurunan berat badan.
3. Pemeriksaan Penunjang
Tes pengosongan lambung pada beberapa pasien yang menunjukkan
gejala gangguan gastrointestinal bagian atas diperlukan untuk
menegakkan diagnosa gastroparesis. Hal ini bertujuan untuk
membedakan dengan dengan dispepsia. Pengukuran tekanan dan profil
listrik dari fungsi lambung merupakan pilihan pada sebagian besar
pasien yang telah menderita diabetes. Gastroparesis diabetik didiagnosis
melalui adanya gejala saluran cerna atas yang mendukung perlambatan
pengosongan lambung pada pasien diabetes, tanpa adanya obstruksi
mekanik yang dapat menyebabkan gejala saluran cerna atas, dan
terdapat tanda-tanda perlambatan pengosongan lambung. Obstruksi
40
usus halus dan lambung disebabkan oleh massa intraabdomen harus
diekslusi menggunakan radiografi abdomen, computed tomography,
dan magnetic resonance imaging. Endoskopi dibutuhkan untuk
menyingkirkan adanya striktur, massa, atau ulkus. Pemeriksaan yang
dibutuhkan untuk menyingkirkan infeksi, metabolik, dan penyebab
imunologis menyebabkan gejala saluran cerna atas yaitu pemeriksaan
darah lengkap, pemantauan metabolik komprehensif meliputi elektrolit
dan tes fungsi hati, urinalisis, tingkat sedimentasi eritrosit, dan
pemeriksaan biokimia dan imunologis untuk thyroid stimulating
hormone. Setelah menyingkirkan etiologi lain yang mungkin dan
obstruksi dengan endoskopi dan pencitraan abdomen, gastroparesis
diabetik didiagnosis dengan menunjukkan adanya perlambatan
pengosongan lambung.
41
terselenggaranya kendali diabetes yang lebih baik. Sampai saat ini tindakan
pengobatan lebih ditujukan kepada kasus-kasus yang simptomatik, pada
yang asimptomatik apalagi dengan kendali diabetes yang baik belum
diperlukan pengobatan, tetapi lebih ditujukan membantu mencapai kendali
gula darah yang lebih baik dan memperbaiki nutrisi, pengobatan terhadap
kasus asimptomatik dapat diberikan. Terhadap penderita gastroparesis
yang simptomatik sebaiknya dilakukan penyesuaian diet, yang dianjurkan
adalah porsi kecil namun sering, dengan kadar lemak dan serat yang rendah
dan tetap menjaga asupan kalori yang cukup. Bila cara tersebut tidak
menolong dapat diberikan makanan cair ataupun yang dihomogenesisasi
dan pada kasus yang sangat berat mungkin diperlukan suatu feeding tube ke
jejunum untuk nutrisi enternal. Secara alami, gejala gastroparesis dapat
menyebabkan berkurangnya intake oral, termasuk berkurangnya intake
makronutrien, penurunan berat badan, dehidrasi, dan defisiensi vitamin dan
mineral. Dengan demikian, tujuan manajemen diet adalah mengembalikan
dan mempertahankan status nutrisi dan secara bersamaan mengurangi
keluhan. Pada pasien diabetes, intervensi diet ditujukan pada untuk
mengontrol status glikemik pasien. Pada gejala sedang sampai
berat,kemungkinan dibutuhkan asupan nutrisi tambahan.
Komponen utama dalam diet yang perlu dievaluasi adalah ukuran partikel,
ukuran makanan, dan kandungan makanan dan lemak dalam makanan.
Alkohol dan minuman berkarbonasi dilarang. Secara keseluruhan dapat
disimpulkan saran untuk diet gastroparesis adalah diet yang sering, ukuran
kecil, makanan rendah serat dan rendah lemak dengan peningkatan intake
nutrisi dalam bentuk cairan.
42
mereka ketika makanan diberikan langsung ke dalam lambung. Pemberian
makanan langsung pada gaster dapat mengurangi risiko aspirasi pada pasien
dengan keterlambatan pengosongan lambung. Pemberian makanan
nasojejunum lebih dapat ditoleransi karena melewatkan lambung yang
malfungsi.Kadar glukosa harus dipertahankan di bawah 180 mg/dl untuk
mencegah inhibisi dari kontrol mioelektris dan gerakan lambung.
Mempertahankan kontrol status glikemik penting karena hiperglikemia
menginhibisi aksi obat prokinetik seperti eritromisin. Obat oral antidiabetik
dapat digunakan pada pasien diabetes tipe 2 dan gastroparesis ringan.
Insulin dapat digunakan pada pasien diabetes melitus tipe I dan pasien
dengan gastroparesis berat.
43
dan inhibitor cholinesterase, memiliki khasiat prokinetik lambung dan anti
emetik dan dapat melewati sawar darah otak. Aktivitas prokinetiknya
diperkirakan berasal dari antagonisme reseptor dopamine lambung
peningkatan pelepasan acetylcholine dari plexus myentericus. Adapun aksi
prokinetiknya antara lain meningkatkan tekanan sfingter esophagus bawah,
menghambat relaksasi fundus, meningkatkan kontraktilitas antrum dan
merelaksasi sfingter pylorus. Aksi metoclopramide pada aktivitas IMMC
masih belum jelas. Aktivitas antiemetiknya adalah berdasarkan antago-
nisme reseptor dopamine sentral pada chemoreceptor trigger zone dan
vomiting center. Metoclopramide dapat menurangi symptom statis lambung
dan memperbaiki pengosongan lambung solid maupun liquid, namun antara
perbaikan symptom dengan pengosongan lambung tidak berkorelasi. Pada
pemakaian yang berke-panjangan efek prokinetiknya akan menghilang
meskipun perbaikan simptomatiknya terus berlangsung. Metoclopramide
dianggap merupakan obat yang paling efektif dalam hal memperbaiki
symptom. Metoclopramide diberikan per oral dengan dosis 5 – 20 mg
sebelum makan dan pada waktu tidur. Dapat pula diberikan melalui
intravena, intramuskuler, subkutan, intrarektal maupun intraperitoneal.
Efek samping metoclopramide setidak-tidaknya mengenai 20% penderita,
sifatnya tergantung dosis, dan yang tersering adalah gangguan neurologik
dan endokrinologik. Gangguan neurologik berupa mengantuk, gelisah,
cemas, depresi, symptom dystonic (yaitu tardive dyskinesia, oculogyric
crisis, opisthotonus, trismus dan torticollis), dan symptom parkinsonisme
(yaitu tremor, rigidity dan akinesia). Gangguan endokrinologik antara lain
hiperprolaktinemia yang menyebabkan gynecomastia, mastalgia,
galactorrhea dan amenorrhea, selain itu dapat terjadi peningkatan kadar
aldosterone dan thyrotropin dan penurunan kadar luteinizing hormone,
follicle stimulating hormone dan growth hormone.
44
lambung dan duodenum, sedangkan efek antiemetiknya hanya terjadi pada
chemoreceptor trigger zone. Domperidone efektif dalam mengendalikan
symptom dan memperbaiki pengosongan lambung pada gastoparesis
diabetika. Pemberian secara akut pada pendderita diabetes akan
meningkatkan kecepatan pengosongan solid maupun liquid, sesudah
pengobatan 4 minggu peningkatan pengosongan liquid tetap terjadi namun
pengosongan solid tidak, sedangkan symptom klinis membaik pada
pengobatan akut maupun kronis. Domperidone dapat diberikan melalui
oral, intravena, intramuskuler ataupun intrarektal. Dosis awal oral adalah 10
mg sebelum makan dan malam sebelum tidur, dapat ditingkatkan menjadi 4
kali 20 mg perhari, dan pada gastroparesis yang berat dapat ditingkatkan
menjadi 4 x 30 mg perhari. Efek samping domperidone bervariasi dari 2-
7%, umumnya adalah mulut kering, sakit kepala, ruam kulit, gatal, diare,
kegelisahan dan gangguan endokrin yang berkaitan dengan
hiperproklaktinemia.
45
Efek samping cisapride jauh lebih sedikit dibanding
metoclopramide, umumnya adalah kram perut, diare dan sakit kepala,
biasanya bersifat sementara dan dapat diatasi dengan pengurangan dosis.
46
BAB IV
ANALISIS KASUS
47
fisiologis dan biokimia. Perubahan dimulai dari tingkat sel, berlanjut pada tingkat
jaringan dan akhirnya pada tingkat organ yang dapat mempengaruhi fungsi
homeostasis. Komponen tubuh yang dapat mengalami perubahan adalah sel beta
pankreas yang menghasilkan hormon insulin, sel-sel jaringan target yang
menghasilkan glukosa, sistem saraf, dan hormon lain yang mempengaruhi kadar
glukosa.
Pada pemeriksaan penunjang didapatkan peningkatan kadar gula darah, hal
ini karena adanya resistensi insulin berupa peningkatan pada kebutuhan insulin
dalam jaringan target insulin. Pada tahap awal, toleransi glukosa hampir normal
karena sel-sel B pankreas mengkompensasi dengan meningkatkan produksi insulin.
Ketika resistensi insulin dan hiperinsulinemia kompensatorik terus terjadi, pankreas
tidak mampu mempertahankan keadaan hiperinsulinemia tersebut. Akibatnya,
terjadi gangguan toleransi glukosa, yang ditandai dengan peningkatan glukosa
darah setelah makan.
Penatalaksanaan penyakit DM pada pasien ini berupa pengaturan makanan
dengan diet DM untuk mencukupi kebutuhan kalori pasien, mempertahankan berat
badan pasien dan mempertahankan kadar glukosa darah mendekati normal.
Pasien juga diberikan injeksi insulin Rapid Acting yaitu Novorapid 3x 6 IU
& long Acting insulin yaitu Sansulin 1x 10 IU. Penggunaan insulin kerja cepat dan
kerja lama berguna untuk mengendalikan glukosa darah basal dan prandial. Insulin
kerja cepat digunakan untuk mengendalikan glukosa darah sesudah makan dengan
onset kerja 4-8 jam yang diberikan 30 menit sebelum makan dan insulin kerja lama
digunakan sebagai maintenance terhadap kadar insulin karena memilki onset kerja
12-24 jam sehingga hanya diberikan satu kali sehari.
Pemberian antibiotika harus diberikan pada pasien ini kemungkinan akibat
peningkatan kadar leukosit diatas normal, yang mana pada diabetes melitus akan
memudahkan untuk terjadinya infeksi sehingga dapat diberikan antibiotik dengan
spektrum luas sebagai profilaksis, mencakup kuman gram positif dan negatif
(seperti misalnya golongan sefalosporin). Pada pasien ini diberikan injeksi
antibitotik spektrum luas golongan sefalosporin Cefoperazone 2x 1 gram.
48
Pada pasien di berikan obat Pumpisel inj 1x1 dan sucralfat syr 3x1 dimana
hal ini bertujuan untuk meringankan gejala-gejala gastropati diabetic yang di alami
pasien.
49
BAB V
KESIMPULAN
5.1 Kesimpulan
1. Diabetes melitus adalah suatu kelompok penyakit metabolik dengan
karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin,
gangguan kerja insulin atau keduanya, yang menimbulkan berbagai komplikasi
kronik pada mata, ginjal, saraf, dan pembuluh darah.
2. Gejala klinis yang didapatkan poliphagia, polidipsi, polyuria.
3. Pada pemeriksaan laboratorium terdapat penurunan hemoglobin, penurunan
hematokrit, penurunan limfosit, penurunan natrium, peningkatan leukosit,
peningkatan neutrofil, peningkatan LED I jam, peningkatan kadar glukosa
darah, peningkatan ureum.
4. Pada pemeriksaan Laboratorium urine terdapat protein urine positif 1, glukosa
urine positif 3, keton positif 1, leukosit 8-10 lpk dan eritrosit 5-6 lpk.
5. Berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang dapat
disimpulkan bahwa pasien mengalami Diabetes Melitus tipe II tidak terkontrol
dengan Gastropati Diabetik.
6. Pada penatalaksanaan Non Farmakologis, pasien dapat diistirahatkan,
mengkontrol kadar gula darah dengan diet DM, insulin, atau obat anti diabetik,
dan menjaga pola makan.
7. Pada penatalaksanaan Farmakologis dapat diberikan Inj. Pumpisel 1x1,
Sucralfat syr 3x1, Novorapid 3x 6 IU, Sansulin 1x 10 IU, Inj. Cefoperazone
2x1
50
DAFTAR PUSTAKA
1. Sudoyo, Aru W. Et all. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II ed 5. Jakarta:
Interna Publishing. 2009.
2. Omer Aziz, Sanjay Purkayastha.Hospital Surgery Foundations In Surgical
Practice. New York. Cambridge University. 2009.
3. Holzheimer RG, Mannick JA. Surgical Treatment: Evidence-Based and
Problem-Oriented. Munich: Zuckschwerdt. 2001
4. Sjamsuhidajat, R. Wim de Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah ed 2. Jakarta : EGC.
2004.
5. ADA. Standart of Medical Care in Diabetes 2014. Diabetes Care, 35(1).
care.diabetesjournals.org
6. WHO. Cardiovascular Diseases and Diabetes. 2016 Retrieved from
http://apps.who.int/gho/data
7. Kharroubi, A. T., & Darwish, H. M. Diabetes mellitus: The epidemic of the
century. World Journal of Diabetes, 6(6), 850. 2015
https://doi.org/10.4239/wjd.v6.i6.850
8. Kemenkes RI. RISET KESEHATAN DASAR (RISKESDAS) 2013. Retrieved
from http://www.depkes.go.id/resources/download/general/Hasil Riskesdas
2013.pdf
9. Kemenkes RI. Riset Kesehatan Dasar. Penyakit Diabetes Mellitus di Indonesia
dalam http://www.riskesdas.litbang.depkes.go.id/diabetes melitus. 2007.
10. Maitra, A., & Abbas, A. K. The endocrine system. Robbins and Cotran
Pathologic Basis of Disease (9th ed.). Philadelphia: Elsevier Saunders. 2009
11. Soelistijo, S. A., Novida, H., Rudijanto, A., Soewondo, P., Suastika, K., Manaf,
A., … Zufry, H. KONSENSUS PENGELOLAAN DAN PENCEGAHAN
DIABETES MELITUS TIPE 2 DI INDONESIA 2015. Jakarta: PB PERKENI.
2015
12. Perianal Abscess, oleh Andre Hebra, MD; Chief editor: John Geibel, MD,
Medscape Reference. Dapat ditinjau di:
http://emedicine.medscape.com/article/191975-overview
51
13. Malik AI, Nelson RL, Tou S. Incision and drainage of perianal abscess with or
without treatment of anal fistula (review). The Cochrane Library 2010:7.
Diunduh dari: http://www.thecochranelibrary.com
14. Atkinson, M. A., & Eisenbarth, G. S. Type 1 Diabetes: Clinical Management
of the Athlete. Clinical Chemistry, 367(9911), 194. 2012
https://doi.org/10.1016/S0140-6736(13)60591-7.Type
15. ACOG. Gestational Diabetes. 2008. Retrieved from
https://www.acog.org/Gestational-Diabetes
16. IDF. Diabetes. 2013. Retrieved from https://www.idf.org/
17. Da Rocha Fernandes, J., Ogurtsova, K., Linnenkamp, U., Guariguata, L.,
Seuring, T., Zhang, P., … Makaroff, L. E. IDF Diabetes Atlas estimates of
2014 global health expenditures on diabetes. Diabetes Research and Clinical
Practice, 117, 48–54. 2016. https://doi.org/10.1016/j.diabres.2016.04.016
18. Fauci. Harrison’s: Principles of Internal Medicine (17th ed.). USA: McGraw-
Hill. 2008.
52