Anda di halaman 1dari 52

Laporan Kasus

DIABETUS MELITUS TIPE 2 TIDAK TERKONTROL


DENGAN GASTROPATI DIABETIK

Oleh:

Idham Kurniawan, S.Ked.


NIM 712018031

Pembimbing:

dr. Adhi Permana, Sp.PD-KGH

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM


RUMAH SAKIT MUHAMMADIYAH PALEMBANG
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG
2019

1
HALAMAN PENGESAHAN

LAPORAN KASUS
DIABETUS MELITUS TIPE 2 TIDAK TERKONTROL
DENGAN GASTROPATI DIABETIK

Dipersiapkan dan disusun oleh


Idham Kurniawan, S.Ked.
NIM 712018031

Telah diterima dan disahkan sebagai salah satu syarat dalam mengikuti kegiatan
Kepaniteraan Klinik di SMF Ilmu Penyakit Dalam Rumah Sakit Muhammadiyah
Palembang Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Palembang

Palembang, Desember 2019


Pembimbing

dr. Adhi Permana, Sp.PD-KGH

2
KATA PENGANTAR DAN UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan
rahmat-Nya, saya bisa menyelesaikan laporan kasus ini. Penulisan laporan kasus
ini dilakukan dalam rangka memenuhi syarat dalam mengikuti kegiatan
Kepaniteraan Klinik di SMF Ilmu Penyakit Dalam Rumah Sakit Muhammadiyah
Palembang Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Palembang. Saya
menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa
kepaniteraan klinik sampai pada penyusunan laporan kasus ini, sangatlah sulit bagi
saya untuk menyelesaikan laporan kasus ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan
terima kasih kepada:
1) dr. Adhi Permana, Sp.PD-KGH, selaku pembimbing yang telah
mengarahkan saya dalam penyusunan laporan kasus ini;
2) Orang tua dan keluarga saya yang telah memberikan bantuan dukungan
material dan moral; dan
3) Rekan sejawat serta semua pihak yang telah banyak membantu saya dalam
menyelesaikan laporan kasus ini.

Akhir kata, saya berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala
kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga laporan kasus ini membawa
manfaat bagi pengembangan ilmu.

Palembang, Deember
2019

Penulis

3
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i

HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................ ii

KATA PENGANTAR DAN UCAPAN TERIMA KASIH ......................... iii

DAFTAR ISI ................................................................................................... iv

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1

BAB II STATUS PASIEN ............................................................................. 3

BAB III TINJAUAN PUSTAKA .................................................................. 22

BAB IV ANALISIS KASUS .......................................................................... 48

BAB V KESIMPULAN ................................................................................. 51

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 52

4
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Diabetes melitus adalah suatu kelompok penyakit metabolik dengan
karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, gangguan
kerja insulin atau keduanya, yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada
mata, ginjal, saraf, dan pembuluh darah. Diabetes melitus dapat diklasifikasikan
menjadi 4 kategori, yaitu diabetes melitus tipe 1, diabetes melitus tipe 2, diabetes
melitus gestasional dan diabetes melitus tipe lain. Faktor risiko diabetes melitus
meliputi obesitas, kekurangan insulin, dan kondisi pada saat hamil.1
Angka penderita Diabetes Mellitus (DM) yang tercatat pada tahun 2013 di
seluruh dunia kurang lebih 382 juta orang hidup yang mana 44% belum terdiagnosis
dan diperkiran pada tahun 2035 akan meningkat sebesar 55% menjadi 592 juta
orang.16 Populasi terbesar penderita DM berada di bagian pasifik barat, termasuk
Indonesia. Di populasi ini angka prevalensinya berjumlah sekitar sekitar 138 juta
orang. Indonesia sendiri termasuk negara yang masuk ke dalam 10 besar negara
dengan penderita DM tertinggi di dunia yaitu pada peringkat tujuh setelah Rusia
dan Meksiko. Angka penderita DM tercatat 8,5 juta orang, mayoritas 382 juta orang
yang menderita DM tersebut berumur kisaran 40 – 59 tahun dan 80% ada di negara
dengan pendapatan menengah kebawah atau negara berkembang terutama di daerah
urban. Di tahun 2013 tercatat, DM menyebabkan 5,1 juta meninggal. Artinya tiap
enam detik satu orang meninggal karena DM.8,17
Manifestasi klinis diabetes melitus dapat di golongkan menjadi gejala akut dan
kronik. Gejala akut meliputi banyak makan (poliphagia), banyak minum (polidipsi)
dan banyak kencing (poliuria), mudah lelah, dan bila tidak segera diobati, akan
timbul rasa mual, bahkan penderita akan jatuh koma yang disebut dengan koma
diabetik. Sedangkan manifestasi kronik meliputi, kesemutan, kulit terasa panas,
atau seperti tertusuk-tusuk jarum, rasa tebal di kulit, kram, mudah mengantuk, mata
kabur, biasanya sering ganti kaca mata, gatal di sekitar kemaluan terutama wanita,

5
gigi mudah goyah dan mudah lepas, kemampuan seksual menurun, bahkan
impotensi dan para ibu hamil sering mengalami keguguran.4
Komplikasi diabetes mellitus dibagi menjadi komplikasi akut dan komplikasi
kronis. Komplikasi akut meliputi: Ketoasidosis diabetic, hiperosmolar non ketotik,
dan hiperglikemia. Sedangkan yang termasuk komplikasi kronik adalah,
makroangiopati, mikroangiopati dan neuropati. Makroangiopati terjadi pada
pembuluh darah besar (makrovaskular) seperti jantung, darah tepi dan otak.
Mikroangipati terjadi pada pembuluh darah kecil (mikrovaskular) seperti kapiler
retina mata, dan kapiler ginjal.4
Untuk mencegah terjadinya komplikasi yang disebabkan oleh diabetes mellitus
maka perlu diketahui diagnosis dan tatalaksana dari diabetes mellitus. Dalam
laporan kasus ini penyaji bertujuan memberikan informasi tentang penyakit
diabetes mellitus untuk diagnosis dan penatalaksanaan pada kasus tersebut.

6
BAB II

STATUS PASIEN
2.1. Identifikasi
Nama : Ny. W
Jenis Kelamin : Perempuan
Tanggal Lahir : 08 Mei 1951 / 68 tahun
Alamat : Jorong Batang, Guguak Malalo
Pekerjaan : Pensiunan
Agama : Islam
No. Med Rec/ Reg : 61.89.87
Tanggal Periksa : 24 Desember 2019
Ruang Dokter : AD 7 Bed 5
Dokter : dr. Adhi Permana, Sp.PD-KGH
Co. Asisten : Idham Kurniawan, S.Ked.
Tanggal masuk RS : 23 Desember 2019

2.2. Anamnesis
a. Keluhan Utama :
Badan Terasa lemas

b. Riwayat Perjalanan Penyakit :


Pasien datang ke UGD RSMP dengan keluhan badan terasa lemas, keluhan
tersebut sudah mulai dirasakan ± 3 hari sebelum masuk rumah sakit. Pasien juga
mengatakan bahwa pasien merasa pusing, pusing dirasakan berputar seperti
sempoyongan dan terkadang dirasakan seperti mau pingsan. Pasien juga mengeluh
bahwa pasien merasa mual dan muntah, muntah ± sudah 3x sebelum masuk rumah
sakit, muntah isi apa yang di makan dan di minum. Pasien juga mengatakan
mengalami rasa tidak nyaman di daerah ulu hati, dirasakan sepeti kembung dan
terasa penuh, sehingga pasien mengalami penurunan nafsu makan, pasien juga
terkadang merasakan nyeri di perut, nyeri tersebut hilang timbul, namun semakin
lama semakin memberat.

7
Pasien juga mengeluhkan sering terbangun dimalam hari untuk BAK (+) : 5-
6 kali/ malam sehingga sering terbangun pada malam hari, BAB normal. Pasien
mengeluh mudah merasa haus (+) dan nafsu makan meningkat (+). Pasien juga
sering merasa gatal pada daerah kemaluan. Keluhan tersebut sudah mulai dirasakan
beberapa tahun terakhir.

c. Riwayat Penyakit Dahulu


Os mempunyai riwayat penyakit kencing manis sejak 5 tahun yang lalu,
namun os tidak rutin mengkonsumsi obat kencing manisnya. Riwayat hipertensi,
penyakit jantung, penyakit ginjal, penyakit paru, penyakit hepatitis disangkal

d. Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat penyakit dengan keluhan yang sama dalam keluarga tidak ada.

e. Riwayat Kebiasaan
Riwayat merokok dan meminum alkohol disangkal. Pasien jarang
berolahraga. Riwayat konsumsi makanan manis (+)

f. Riwayat gizi
Makan 3 - 4 kali sehari dengan porsi satu piring bahkan lebih dari 1 piring.
Pasien susah mengontrol jumlah makannya.

8
2.3. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum
a Keadaan umum : tampak sakit sedang
b Kesadaran : compos mentis
c Berat badan : 60 kg
d Tinggi badan : 160 cm
e Keadaan Gizi : cukup
f Tekanan Darah : 130/90 mmHg
g Nadi : 80 kali per menit, reguler, isi dan tegangan cukup
h Pernafasan : 20 kali per menit, thoracoabdominal
i Suhu : 36,8o C

2. Keadaan Spesifik
a. Pemeriksaan Kepala:
- Bentuk kepala : Normocephali
- Ekspresi : wajar
- Simetris muka : simetris
- Rambut : hitam, tidak rontok, tidak mudah dicabut
b. Pemeriksaan Mata:
- Exoftalmus : tidak ada(-/-)
- Endoftalmus : tidak ada (-/-)
- Palpebra : tidak ada edema (-/-)
- Konjungtiva : anemis (-/-)
- Sklera : tidak ikterik (-/-)
- Pupil : cahaya ada (+/+), isokor.
- Gerakan : segala arah baik
c. Pemeriksaan Telinga :
- Liang telinga : normal
- Serumen : ada
- Sekret : (-/-)
- Nyeri Tekan : (-/-)

9
- Gangguan pendengaran : (-/-)
d. Pemeriksaan Hidung :
- Deformitas : tidak ada (-)
- Septum : deviasi tidak ada (-/-)
- Sekret : tidak ada (-/-)
- Epistaksis : tidak ada (-/-)
- Mukosa hiperemis : hiperemis (-)
e. Pemeriksaan Mulut dan Tengorokan:
- Bibir : sianosis tidak ada (-)
- Gigi-geligi : lengkap
- Gusi : hiperemis (-), normal
- Lidah : kotor (-), atrofi papil tidak ada (-)
- Tonsil : T1/T1 tenang
- Faring : hiperemis (-)
f. Pemeriksaan Leher :
- Inspeksi : Simetris, tidak terlihat benjolan, lesi pada
kulit (-)
- Palpasi : Pembesaran tiroid (-), Pembesaran KGB (-)
- JVP : 5-2 cm H2O
g. Pemeriksaan Kulit :
- Hiperpigmentasi : tidak ada
- Ikterik : tidak ada
- Ptekhie : tidak ada
- Sianosis : tidak ada
- Turgor : kembali cepat
h. Pemeriksaan Thorax:
Paru Depan
Inspeksi : Statis Dinamis Simetris
Statis : Kanan sama dengan kiri
Dinamis : Tidak ada yang tertinggal
Sela iga melebar (-), Retraksi intercostae (-), benjolan (-)

10
Palpasi : Stem fremitus kanan sama dengan kiri, benjolan (-), sela
iga melebar (-)
Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru kanan kiri
Auskultasi : Vesikuler (+/+) normal, ronki (-/-), wheezing (-/-)

Paru belakang
Inspeksi : Simetris
Palpasi : Stem Fremitus kanan sama dengan kiri
Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru
Auskultasi : Vesikuler (+/+) normal, ronki (-/-), wheezing (-/-)

Jantung
Inspeksi : iktus cordis tidak terlihat
Palpasi : iktus cordis tidak teraba
Perkusi :
- Atas : ICS II linea parasternalis sinistra
- Kanan : ICS IV linea parasternalis dextra
- Kiri : ICS V linea midclavicularis
Auskultasi : S1-S2 (+), Murmur (-), Gallop (-)
i. Pemeriksaan Abdomen
Inspeksi :Cembung, venektasi (-), caput medusa (-), spider nevi (-),
benjolan (-)
Palpasi :Lemas, nyeri tekan epigastrium (+), pembesaran lien (-),
teraba massa (-), nyeri tekan supra pubic (-)
Perkusi : Timpani (+), undulasi (-), shifting dullnes (-), nyeri ketok
CVA (-/-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal

11
j. Pemeriksaan Genitalia:
Tidak Dilakukan
k. Pemeriksaan Ekstremitas:
- Superior Dextra : Akral hangat (+), edema (-), kekuatan (5), nyeri
sendi (-),eritema (-), CRT <2 detik
- Superior Sinistra : Akral hangat (+), edema (-), kekuatan (5), nyeri
sendi (-),eritema (-), CRT <2 detik
- Inferior Dextra : Akral hangat (+), pitting edema (-), kekuatan (5),
nyeri sendi (-), Eritema (-), CRT < 2 detik
- Inferior Sinistra : Akral hangat (+), pitting edema (-), kekuatan (5),
nyeri sendi (-), Eritema (-), CRT < 2 detik.

12
2.4. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Hematologi (Tanggal 23 Desember 2019: Pukul 09.34 WIB)
No. Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
1 Hemoglobin 11,5 g/dL 12 – 16 g/dL
2 Hematokrit 34,3 vol% 37 – 47 vol%
3 Leukosit 16.200/mm3 4.200-11.000/mm3
4 Trombosit 264.000/mm3 150.000 - 440.000/mm3
5 Hitung jenis
 Basofil 2.5 1-3 %
 Eosinofil 0.1 0-1 %
 Neutrofil 79.9 40-60 %

 Limfosit 11.3 20-50 %

 Monosit 6.8 2-8 %

6 LED 1 jam 120 mm/jam <10 mm/jam


7 BSS Stick 468 70-140 mg/dL
8 Ureum 51 10-50
9 Creatinine 1.3 0.60-1.50
10 Natrium 132 135-148
11 Kalium 4.4 3.5-5.5

Pemeriksaan Urine Rutin (Tanggal 23 Desember 2019: Pukul 18.58 WIB)


No. Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
1 Warna Kuning Muda Kuning
2 Kejrnihan Agak Keruh Keruh
3 Berat Jenis 1.020 1.005-1.030
4 Ph 6.0 4.5- 7.5
5 Protein Urine POS ( +) Negatif
6 Glukosa Urine POS (+++) Negatif
7 Nitrit Negatif Negatif
8 Keton POS (+) Negatif

13
10 Bilirubin Negatif Negatif
11 Urobilinogen Negatif Negatif
12 Epitel 9/ lpk 1-15
13 Leukosit 8-10 <5
14 Eritrosit 5-6 <3
15 Silinder Negatif Negatif
16 Kristal Negatif Negatif
17 Bakteri Negatif Negatif
18 Lain-lain Negatif Negatif

Pemeriksaan EKG (23 Desember 2019)

Kesan :
- Irama Sinus
- HR 82x/menit, Reguler
- Axis Normal
- Gelombang P normal
- Interval PR normal

14
- Gelombang QRS kompleks
- Segmen ST normal
Interpretasi :
EKG normal

2.5 Resume
Pasien datang ke UGD RSMP dengan keluhan badan terasa lemas, keluhan
tersebut sudah mulai dirasakan ± 3 hari sebelum masuk rumah sakit. Pasien juga
mengatakan bahwa pasien merasa pusing, pusing dirasakan berputar seperti
sempoyongan dan terkadang dirasakan seperti mau pingsan. Pasien juga mengeluh
bahwa pasien merasa mual dan muntah, muntah ± sudah 3x sebelum masuk rumah
sakit, muntah isi apa yang di makan dan di minum. Pasien juga mengatakan
mengalami rasa tidak nyaman di daerah ulu hati, dirasakan sepeti kembung dan
terasa penuh, sehingga pasien mengalami penurunan nafsu makan, pasien juga
terkadang merasakan nyeri di perut, nyeri tersebut hilang timbul, namun semakin
lama semakin memberat.
Pasien juga mengeluhkan sering terbangun dimalam hari untuk BAK (+) : 5-
6 kali/ malam sehingga sering terbangun pada malam hari, BAB normal. Pasien
mengeluh mudah merasa haus (+) dan nafsu makan meningkat (+). Pasien juga
sering merasa gatal pada daerah kemaluan. Keluhan tersebut sudah mulai dirasakan
beberapa tahun terakhir.
Pada pemeriksaan fisik, keadaan umum tampak sakit sedang dan kesadaran
compos mentis. Tekanan darah 130/90 mmHg, nadi: 80x/menit, respiration rate:
20x/menit dan temperature: 36,8 C. Pada pemeriksaan fisik didapatkan nyeri tekan
pada daerah epigastrium. Pada pemeriksaan laboratorium terdapat penurunan
hemoglobin, penurunan hematokrit, penurunan limfosit, penurunan natrium,
peningkatan leukosit, peningkatan neutrofil, peningkatan LED I jam, peningkatan
kadar glukosa darah, peningkatan ureum. Pada pemeriksaan Laboratorium urine
terdapat protein urine positif 1, glukosa urine positif 3, keton positif 1, leukosit 8-
10 lpk dan eritrosit 5-6 lpk.

15
2.6 Diagnosis Banding
- Diabetes Melitus tipe II dengan Gastropati Diabetik
- Diabetes Melitus tipe II dengan Dispepsia
- Diabetes Melitus tipe II dengan Gastritis Akut

2.7 Diagnosis Kerja


Diabetes Melitus tipe II tidak terkontrol dengan Gastropati Diabetik

2.8 Pemeriksaan Khusus


- Cek gula darah sewaktu

2.9 Penatalaksanaan
Non Farmakologis
 Istirahat
 Kontrol kadar gula darah dengan diet DM, insulin, atau obat anti
diabetik
 Menjaga pola makan
 Diet lambung III

Farmakologis
 IVFD Asering : Aminofluid 2:1 gtt 20 x/m
 Inj. Pumpisel 1x1
 Sucralfat syr 3x1
 Inj Ondansetron 4 mg 2x1
 Novorapid 3x 6 IU
 Sansulin 1x 10 IU
 Inj. Cefoperazone 2x1

2.10 Prognosis
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam

16
Quo ad sanationam : dubia ad bonam

FOLLOW UP
Tanggal 24 Desember 2019
S Badan lemas, nyeri perut, tidak nafsu makan.
O: Keadaan umum Tampak sakit sedang
Kesadaran Compos mentis
Tekanan darah 110/70 mmHg
Nadi 85 x/menit
Pernapasan 19 x/ menit
Temperatur 36,7 0C
Mata : Konjungtiva palpebra pucat -/-, sklera ikterik -/-,
Leher: Pembesaran KGB (-), JVP (5-2) cmH2O
Paru-paru: Vesikuler (+) N, ronkhi (-), wheezing (-)
Jantung : BJ I-II normal, murmur (-), gallop (-)
Abdomen: Datar, lemas, hepar tidak teraba , lien tidak teraba, nyeri
tekan regio epigastrium (+)
Extremitas: Edema ekstremitas atas -/-, Edema ekstremitas bawah-/-

A Diabetes Melitus tipe II dengan Gastropati diabetik


P  IVFD Asering : Aminofluid 2:1 gtt 20 x/m
 Inj. Pumpisel 1x1
 Sucralfat syr 3x1
 Inj Ondansetron 4 mg 2x1
 Novorapid 3x 6 IU
 Sansulin 1x 10 IU
 Inj. Cefoperazone 2x1
Rencana - Cek BSS pukul 06.00, 11.00, 13.00
Pemeriksaan Kimia Klinik

17
No. Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
1 BSS Stick 235 mg/dL 70-140 mg/dL
(Pukul 06.00 WIB)
2 BSS Stick 201 mg/dL 70-140 mg/dL
(Pukul 11.00 WIB)
3 BSS Stick 240 mg/dL 70-140 mg/dL
(Pukul 13.00 WIB)

Tanggal 25 Desember 2019


S Badan masih terasa lemah, nyeri berkurang, Pusing.
O: Keadaan umum Tampak sakit sedang
Kesadaran Compos mentis
Tekanan darah 130/80 mmHg
Nadi 89 x/menit
Pernapasan 20 x/ menit
Temperatur 36,8 0C
Mata : Konjungtiva palpebra pucat -/-, sklera ikterik -/-,
Leher: Pembesaran KGB (-), JVP (5-2) cmH2O
Paru-paru: Vesikuler (+) N, ronkhi (-), wheezing (-)
Jantung : BJ I-II normal, murmur (-), gallop (-)
Abdomen: Datar, lemas, hepar tidak teraba , lien tidak teraba, nyeri
tekan regio epigastrium (-)
Extremitas: Edema ekstremitas atas -/-, Edema ekstremitas bawah-/-

A Diabetes Melitus tipe II dengan Gastropati diabetik


P  IVFD Asering : Aminofluid 2:1 gtt 20 x/m
 Inj. Pumpisel 1x1
 Sucralfat syr 3x1
 Novorapid 3x 6 IU

18
 Sansulin 1x 10 IU
 Inj. Cefoperazone 2x1
Rencana - Pantau Gula darah jam 16.00
Pemeriksaan Kimia Klinik (Tanggal 2 Juli 2019: Pukul 16.30 WIB)
No. Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
1 BSS Stick 199 mg/dL 70-140 mg/dL

Tanggal 26 Desember 2019


S Pusing, batuk, pilek, demam.
O: Keadaan umum Tampak sakit sedang
Kesadaran Compos mentis
Tekanan darah 120/70 mmHg
Nadi 90 x/menit
Pernapasan 22 x/ menit
Temperatur 37,8 0C
Mata : Konjungtiva palpebra pucat -/-, sklera ikterik -/-,
Leher: Pembesaran KGB (-), JVP (5-2) cmH2O
Paru-paru: Vesikuler (+) N, ronkhi (-), wheezing (-)
Jantung : BJ I-II normal, murmur (-), gallop (-)
Abdomen: Datar, lemas, hepar tidak teraba , lien tidak teraba, nyeri
tekan regio epigastrium (-)
Extremitas: Edema ekstremitas atas -/-, Edema ekstremitas bawah-/-

A Diabetes Melitus tipe II dengan Gastropati diabetik


P  IVFD Asering : Aminofluid 2:1 gtt 20 x/m
 Inj. Pumpisel 1x1
 Sucralfat syr 3x1
 Novorapid 3x 6 IU
 Sansulin 1x 10 IU
 Inj. Cefoperazone 2x1

19
 Paracetamol 3x1 tab

Tanggal 27 Desember 2019


S Demam tidak lagi, Pusing berkurang, nafsu makan baik.
O: Keadaan umum Tampak sakit sedang
Kesadaran Compos mentis
Tekanan darah 120/70 mmHg
Nadi 95 x/menit
Pernapasan 20 x/ menit
Temperatur 36,7 0C
Mata : Konjungtiva palpebra pucat -/-, sklera ikterik -/-,
Leher: Pembesaran KGB (-), JVP (5-2) cmH2O
Paru-paru: Vesikuler (+) N, ronkhi (-), wheezing (-)
Jantung : BJ I-II normal, murmur (-), gallop (-)
Abdomen: Datar, lemas, hepar tidak teraba , lien tidak teraba, nyeri
tekan regio epigastrium (-)
Extremitas: Edema ekstremitas atas -/-, Edema ekstremitas bawah-/-

A Diabetes Melitus tipe II dengan Gastropati diabetik


P  IVFD Asering : Aminofluid 2:1 gtt 20 x/m
 Inj. Pumpisel 1x1
 Sucralfat syr 3x1
 Novorapid 3x 6 IU
 Sansulin 1x 10 IU
 Inj. Cefoperazone 2x1
 Paracetamol 3x1 tab

Tanggal 28 Desember 2019


Pasien Pulang

20
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Diabetes Melitus


3.1.1 Pengertian Diabetes Melitus
Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2014,
diabetes melitus adalah suatu kelompok penyakit metabolik dengan
karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin,
gangguan kerja insulin atau keduanya, yang menimbulkan berbagai
komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf, dan pembuluh darah.5
Diabetes Melitus (DM) didefinisikan sebagai suatu penyakit atau
gangguan metabolisme kronis dengan multi etiologi yang ditandai dengan
tingginya kadar gula darah disertai dengan gangguan metabolisme
karbohidrat, lipid dan protein sebagai akibat dari insufisiensi fungsi insulin.
Insufisiensi insulin dapat disebabkan oleh gangguan produksi insulin oleh
sel-sel beta Langerhans kelenjar pankreas atau disebabkan oleh kurang
responsifnya sel-sel tubuh terhadap insulin.6

3.1.2 Klasifikasi Diabetes Melitus


Diabetes melitus dapat diklasifikasikan menjadi 4 kategori klinis yaitu:
1. Diabetes melitus tipe 1
Diabetes tipe 1 umumnya disebabkan oleh pengaruh imunitas, atau
adanya abnormalitas atau kerusakan pada sel β pankreas yang berfungsi
untuk memproduksi insulin. Diabetes tipe 1 secara umum dianggap sebagai
gangguan pada anak-anak dan remaja, tetapi pendapat ini telah berubah
selama beberapa dekade terakhir, sehingga usia tidak lagi faktor yang
membatasi onset gejala. Polidipsia, polifagia, dan poliuria (trio klasik gejala
yang terkait dengan onset penyakit) ditambah dengan hiperglikemia yang
jelas merupakan diagnosis utama untuk dm tipe 1 pada anak-anak dan
remaja, dan pada tingkat lebih rendah pada orang dewasa. Adanya

21
penggantian insulin eksogen juga merupakan ciri khas dm tipe 1, yang
seumur hidup pengobatan harus dilakukan.14

2. Diabetes melitus tipe 2.


Pada tipe ini pankreas relatif menghasilkan insulin tetapi insulin
yang bekerja kurang sempurna karena adanya resistensi insulin akibat
kegemukan. Faktor genetis dan pola hidup juga sebagai penyebabnya.
Faktor risiko DM tipe 2 adalah : obesitas, stress fisik dan emosional,
kehamilan umur lebih dari 40 tahun, pengobatan dan riwayat keluarga
diabetes melitus. Hampir 90% penderita diabetes melitus adalah diabetes
melitus tipe 2.5
Resistensi insulin pada pasien diabetes tipe 2 membuat adanya
peningkatan pada kebutuhan insulin dalam jaringan target insulin. Selain
resistensi insulin, meningkatnya kebutuhan insulin tidak dapat dipenuhi
oleh sel β pankreas karena adanya abnormalitas dalam fungsi sel-sel ini.
Seiring waktu ekresi insulin semakin menurun karena bertahap
penghancuran sel β, dengan kebutuhan insulin yang terus meningkat, hal ini
dapat mengakibatkan sebagian pasien diabetes tipe 2 dari menjadi
independen menjadi tergantung pada insulin. Kebanyakan diabetes tipe 2
pasien tidak tergantung pada insulin di mana insulin sekresi berlanjut dan
penipisan insulin jarang terjadi. Ketergantungan pada insulin adalah salah
satu perbedaan utama dari diabetes tipe 1. Perbedaan lain termasuk tidak
adanya ketoacidosis pada kebanyakan pasien diabetes mellitus tipe 2 dan
tidak terjadi kerusakan autoimun sel β. Baik diabetes tipe 1 dan tipe 2
memiliki genetic predisposisi, bagaimanapun, lebih kuat di tipe 2 tetapi gen
lebih dicirikan dalam tipe 1 (TCF7L2 gen sangat terkait dengan diabetes
tipe 2).7

3. Diabetes Melitus Gestasional


Merupakan penyakit diabetes melitus yang muncul pada saat
mengalami kehamilan padahal sebelumnya kadar glukosa darah selalu

22
normal. Tipe ini akan normal kembali setelah melahirkan. Faktor resiko
pada Gestasional Diabetes (GD) adalah wanita yang hamil dengan umur
lebih dari 25 tahun disertai dengan riwayat keluarga dengan diabetes
melitus, infeksi yang berulang, melahirkan dengan berat badan bayi lebih
dari 4 kg.5 Selama kehamilan, kadar hormon kehamilan yang lebih tinggi
dapat mengganggu insulin. Biasanya tubuh dapat membuat lebih banyak
insulin selama kehamilan untuk menjaga gula darah normal. Tetapi pada
beberapa wanita, tubuh tidak dapat membuat insulin yang cukup selama
kehamilan, dan kadar gula darah meningkat sehingga mengarah ke GD.15

4. Diabetes tipe lain


Diabetes mellitus tipe khusus lainnya meliputi Kelainan Genetik
dari Sel β, Kelainan Genetik Fungsi Insulin, Penyakit Pankreas Eksokrin,
Endokrinopati, Diabetes yang Diinduksi Obat atau Zat Kimia, Infeksi,
Bentuk Umum Diabetes Gangguan Autoimun, dan Sindrom Genetik
Lainnya (American Diabetes Association, 2014).

3.1.3 Epidemiologi Diabetes Melitus


Kementerian Kesehatan Republik Indonesia [KEMENKES] (2017),
menyatakan bahwa secara epidemiologi, diperkirakan bahwa tahun 2030
prevalensi diabetes melitus di Indonesia mencapai 21,3 juta orang.
Penyebab kematian akibat diabetes melitus pada kelompok usia 45-59 tahun
di daerah perkotaan menduduki rangking ke-2 yaitu 14,7% dan daerah
pedesaan diabetes melitus menduduki rangking ke-6 yaitu 5,8%.9
Prevalensi penderita DM di seluruh dunia sangat tinggi dan
cenderung meningkat setiap tahun. Jumlah penderita DM di seluruh dunia
mencapai 422 juta penderita pada tahun 2014. Jumlah penderita tersebut
jauh meningkat dari tahun 1980 yang hanya 180 juta penderita. Jumlah
penderita DM yang tinggi terdapat di wilayah South-East Asia dan Western
Pacific yang jumlahnya mencapai setengah dari jumlah seluruh penderita

23
DM di seluruh dunia. Satu dari sebelas penduduk adalah penderita DM dan
3,7 juta kematian disebabkan oleh DM maupun komplikasi dari DM.6
Di Indonesia, data Riskesdas menunjukkan bahwa terjadi
peningkatan prevalensi Diabetes di Indonesia dari 5,7% tahun 2007
menjadi 6,9% atau sekitar 9,1 juta pada tahun 2013. Data International
Diabetes Federation tahun 2015 menyatakan jumlah estimasi penyandang
Diabetes di Indonesia diperkirakan sebesar 10 juta. Seperti kondisi di dunia,
Diabetes kini menjadi salah satu penyebab kematian terbesar di Indonesia.8

3.1.4 Patofisiologi Diabetes Melitus


3.1.4.1 Patofisiologi Diabetes Melitus Tipe 1
DM tipe 1 berkembang sebagai akibat dari faktor genetik, lingkungan,
dan faktor imunologi yang menghancurkan sel-sel β pancreas.18 Berdasarkan
studi yang ada didapatkan berbagai faktor genetik yang dapat memicu
timbulnya DM tipe 1. Faktor autoimmunitas, di antara sekian banyak jenis sel
pankreas, hanya sel β yang dihancurkan oleh sistem imun. Faktor lingkungan
yang diduga memicu DM antara lain meliputi virus (coxsackie B, mumps,
cytomegalovirus dan rubella).10

3.1.4.2 Patofisiologi Diabetes Melitus Tipe 2


Resistensi insulin dan sekresi insulin yang tidak normal menjadi kunci
dari berkembangnya DM tipe 2. Obesitas, terutama tipe sentral, sering
ditemukan pada penderita DM tipe 2. Pada tahap awal, toleransi glukosa
hampir normal karena sel-sel B pankreas mengkompensasi dengan
meningkatkan produksi insulin. Ketika resistensi insulin dan hiperinsulinemia
kompensatorik terus terjadi, pankreas tidak mampu mempertahankan keadaan
hiperinsulinemia tersebut. Akibatnya, terjadi gangguan toleransi glukosa,
yang ditandai dengan peningkatan glukosa darah setelah makan. Setelah itu,
penurunan sekresi insulin dan peningkatan produksi glukosa hati berlanjut
pada diabetes berat dengan hiperglikemia saat puasa dan kegagalan sel beta.10

24
Berdasarkan studi terbaru dikatakan bahwa dalam timbulnya DM tipe 2
terdapat pengaruh faktor genetik yaitu transcription factor 7–like-2 (TCF7L2)
pada kromosom 10q yang mengkode faktor transkripsi pada WNT signaling
pathway. Berbeda dengan DM tipe 1 penyakit ini tidak berhubungan dengan
gen yang mengatur toleransi dan regulasi imun seperti HLA, CTLA4, dll.10

3.1.5 Penegakan Diagnosis Diabetes Melitus


Diagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa
darah. Keluhan klasik DM ada seperti poliuria, polidipsia, polifagia, dan
penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya. Keluhan lain
pula berupa lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi
ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada wanita.11
Diagnosis DM dapat ditegakkan melalui tiga cara: 1. Jika keluhan
klasik ditemukan, maka pemeriksaan glukosa plasma sewaktu >200 mg/dL
atau 2. glukosa plasma puasa ≥ 126 mg/dL sudah cukup untuk menegakkan
diagnosis DM. 3. Tes toleransi glukosa oral (TTGO). Apabila hasil
pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal atau DM, bergantung pada
hasil yang diperoleh, maka dapat digolongkan ke dalam kelompok toleransi
glukosa terganggu (TGT) atau glukosa darah puasa terganggu (GDPT).11

Tabel 3.1. Kriteria Diagnosis Diabetes Melitus11


No Kriteria Diagnosis Diabetes Melitus

1 Gejala klasik DM + glukosa plasma sewaktu ≥200mg/dL. Glukosa plasma


sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa
memperhatikan wawktu makan terakhir ATAU

2 Gejala klasik DM + Kadar glukosa plasma puasa ≥126 mg/dL Puasa diartikan
pasien tak mendapat kalori tambahan sedikitnya 8 jam ATAU

3 Kadar gula plasma 2 jam TTGO ≥200mg/dL TTGO yang dilakukan dengan
standard WHO, menggunakan beban glukosa yang setara dengan 75g glukosa
anhidrus yang dilarutkan ke dalam air

25
Gambar 1. Langkah-langkah diagnostik DM dan toleransi glukosa terganggu1

3.1.6 Manifestasi Klinis Diabetes Melitus


1. Gejala Akut Penyakit Diabetes Melitus
Gejala penyakit diabetes melitus dari satu penderita ke penderita lain
bervariasi, bahkan mungkin tidak menunjukkan gejala apa pun sampai saat
tertentu. Pemula gejala yang ditunjukkan yaitu banyak makan (poliphagia),
banyak minum (polidipsi) dan banyak kencing (poliuria). Keadaan tersebut,
jika tidak segera diobati maka akan timbul gejala banyak minum, banyak
kencing, nafsu makan mulai berkurang/berat badan turun dengan cepat
(turun 5 – 10 kg dalam waktu 3-4 minggu), mudah lelah, dan bila tidak
segera diobati, akan timbul rasa mual, bahkan penderita akan jatuh koma
yang disebut dengan koma diabetik. 11

2. Gejala Kronik Diabetes Melitus

26
Gejala kronik yang sering dialami oleh penderita diabetes melitus
adalah kesemutan, kulit terasa panas, atau seperti tertusuk-tusuk jarum, rasa
tebal di kulit, kram, mudah mengantuk, mata kabur, biasanya sering ganti
kaca mata, gatal di sekitar kemaluan terutama wanita, gigi mudah goyah dan
mudah lepas, kemampuan seksual menurun, bahkan impotensi dan para ibu
hamil sering mengalami keguguran atau kematian janin dalam kandungan
atau bayi lahir dengan berat 4 kg.11

3.1.8 Penatalaksanaan Diabetes Mellitus


1. Edukasi
Diabetes melitus tipe 2 umumnya terjadi pada saat pola hidup dan
perilaku telah terbentuk dengan mapan. Pemberdayaan penyandang
diabetes melitus memerlukan partisipasi aktif pasien, keluarga, masyarakat.
Tim kesehatan mendampingi pasien dalam menuju perubahan perilaku.
Edukasi yang di berikan meliputi:5
a. Edukasi untuk pencegahan primer yaitu edukasi yang ditunjukkan
untuk kelompok risiko tinggi.
b. Edukasi untuk pencegahan sekunder yaitu edukasi yang ditunjukkan
untuk pasien baru. Materi edukasi berupa pengertian diabetes, gejala,
penatalaksanaan, mengenal dan mencegah komplikasi akut dan
kronik.
c. Edukasi untuk pencegahan tersier yaitu edukasi yang ditunjukkan
pada pasien tingkat lanjut, dan materi yang diberikan meliputi : cara
pencegahan komplikasi dan perawatan, upaya untuk rehabilitasi, dll.

2. Terapi gizi atau Perencanaan Makan


Terapi Gizi Medis (TGM) merupakan bagian dari penatalaksanaan
diabetes secara total. Kunci keberhasilan TGM adalah keterlibatan secara
menyeluruh dari anggota tim (dokter, ahli gizi, petugas kesehatan yang lain
dan pasien itu sendiri). Perencanaan makan pada pasien diabetes meliputi:5
a. Memenuhi kebutuhan energi pada pasien diabetes melitus

27
b. Terpenuhi nutrisi yang optimal pada makanan yang disajikan
seperti vitamin dan mineral
c. Mencapai dan memelihara berat badan yang stabil
d. Menghindari makan makanan yang mengandung lemak, karena
pada pasien diabetes melitus jika serum lipid menurun maka
resiko komplikasi penyakit makrovaskuler akan menurun
e. Mencegah level glukosa darah naik, karena dapat mengurangi
komplikasi yang dapat ditimbulkan dari diabetes melitus.

3. Latihan jasmani
Latihan jasmani sangat penting dalam pelaksanaan diabetes karena
dapat menurunkan kadar glukosa darah dan mengurangi faktor resiko
kardiovaskuler. Latihan menurunkan kadar glukosa darah dengan
meningkatkan pengambilan glukosa oleh otot dan memperbaiki pemakaian
insulin. Latihan juga dapat meningkatkan kadar HDL kolesterol dan
menurunkan kadar kolesterol total serta trigliserida.5
Kegiatan sehari-hari dan latihan jasmani secra teratur (3-4 kali
seminggu selama kurang dari 30 menit), merupakan salah satu pilar dalam
pengelolaan diabetes melitus. Latihan jasmani yang dianjurkan berupa
latihan jasmani yang bersifat aerobik seperti : jalan kaki, bersepeda santai,
jogging, dan berenang. Latihan jasmani sebaiknnya disesuiakan dengan
umur dan status kesegaran jasmani.
Menurut ADA (2014), ada beberapa pedoman umum untuk
melakukan latihan jasmani pada pasien diabetes yaitu:
a. Gunakan alas kaki yang tepat, dan bila perlu alat pelindungan kaki
lainnya.
b. Hindari latihan dalam udara yang sangat panas atau dingin
c. Periksa kaki setelah melakukan latihan.
d. Hindari latihan pada saar pengendalian metabolik buruk

4. Terapi farmakologis

28
Pengobatan diabetes secara menyeluruh mencakup diet yang benar,
olahraga yang teratur, dan obat-obatan yang diminum atau suntikan insulin.
Pasien diabetes melitus tipe 1 mutlak diperlukan suntikan insulin setiap hari.
Pasien diabetes melitus tipe 2, umumnya pasien perlu minum obat anti
diabetes secara oral atau tablet. Pasien diabetes memerlukan suntikan
insulin pada kondisi tertentu, atau bahkan kombinasi suntikan insulin dan
tablet.5
Obat Antihiperglikemia Oral Berdasarkan cara kerjanya, obat
antihiperglikemia oral dibagi menjadi 5 golongan:
a. Pemacu Sekresi Insulin (Insulin Secretagogue)
 Sulfonilurea
Obat golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan
sekresi insulin oleh sel beta pankreas. Efek samping utama adalah
hipoglikemia dan peningkatan berat badan. Hati-hati menggunakan
sulfonilurea pada pasien dengan risiko tinggi hipoglikemia (orang tua,
gangguan faal hati, dan ginjal).
 Glinid
Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan
sulfonilurea, dengan penekanan pada peningkatan sekresi insulin fase
pertama. Golongan ini terdiri dari 2 macam obat yaitu Repaglinid
(derivat asam benzoat) dan Nateglinid (derivat fenilalanin). Obat ini
diabsorbsi dengan cepat setelah pemberian secara oral dan diekskresi
secara cepat melalui hati. Obat ini dapat mengatasi hiperglikemia post
prandial. Efek samping yang mungkin terjadi adalah hipoglikemia.
b. Peningkat Sensitivitas terhadap Insulin
 Metformin
Metformin mempunyai efek utama mengurangi produksi
glukosa hati (glukoneogenesis), dan memperbaiki ambilan glukosa di
jaringan perifer. Metformin merupakan pilihan pertama pada sebagian
besar kasus DMT2. Dosis Metformin diturunkan pada pasien dengan

29
gangguan fungsi ginjal (GFR 30- 60 ml/menit/1,73 m2). Metformin
tidak boleh diberikan pada beberapa keadaan seperti: GFR
 Tiazolidindion (TZD).
Tiazolidindion merupakan agonis dari Peroxisome Proliferator
Activated Receptor Gamma (PPAR-gamma), suatu reseptor inti yang
terdapat antara lain di sel otot, lemak, dan hati. Golongan ini mempunyai
efek menurunkan resistensi insulin dengan meningkatkan jumlah
protein pengangkut glukosa, sehingga meningkatkan ambilan glukosa
di jaringan perifer. Tiazolidindion meningkatkan retensi cairan tubuh
sehingga dikontraindikasikan pada pasien dengan gagal jantung (NYHA
FC III-IV) karena dapat memperberat edema/retensi cairan. Hati-hati
pada gangguan faal hati, dan bila diberikan perlu pemantauan faal hati
secara berkala. Obat yang masuk dalam golongan ini adalah
Pioglitazone.
c. Penghambat Alfa Glukosidase.
Obat ini bekerja dengan memperlambat absorbsi glukosa dalam
usus halus, sehingga mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah
sesudah makan. Penghambat glukosidase alfa tidak digunakan pada
keadaan: GFR≤30ml/min/1,73 m2 , gangguan faal hati yang berat,
irritable bowel syndrome. Efek samping yang mungkin terjadi berupa
bloating (penumpukan gas dalam usus) sehingga sering menimbulkan
flatus. Guna mengurangi efek samping pada awalnya diberikan dengan
dosis kecil. Contoh obat golongan ini adalah Acarbose.
d. Penghambat DPP-IV (Dipeptidyl PeptidaseIV)
Obat golongan penghambat DPP-IV menghambat kerja enzim
DPP-IV sehingga GLP-1 (Glucose Like Peptide-1) tetap dalam
konsentrasi yang tinggi dalam bentuk aktif. Aktivitas GLP-1 untuk
meningkatkan sekresi insulin dan menekan sekresi glukagon bergantung
kadar glukosa darah (glucose dependent). Contoh obat golongan ini
adalah Sitagliptin dan Linagliptin.
e. Penghambat SGLT-2 (Sodium Glucose Cotransporter 2)

30
Obat golongan penghambat SGLT-2 merupakan obat
antidiabetes oral jenis baru yang menghambat penyerapan kembali
glukosa di tubuli distal ginjal dengan cara menghambat kinerja
transporter glukosa SGLT-2. Obat yang termasuk golongan ini antara
lain: Canagliflozin, Empagliflozin, Dapagliflozin, Ipragliflozin.
Tabel 3.2. Antidiabetik Oral

31
5. Monitoring keton dan gula darah
` Dengan melakukan pemantauan kadar glukosa darah secara mandiri
penderita diabetes dapat mengatur terapinya untuk mengendalikan kadar
glukosa darah secara optimal. Monitoring glukosa darah merupakan pilar
kelima dianjurkan kepada pasien diabetes melitus. Monitor level gula darah
sendiri dapat mencegah dan mendeteksi kemungkinan terjadinya
hipoglikemia dan hiperglikemia dan pasien dapat melakukan keempat pilar
di atas untuk menurunkan risiko komplikasi dari diabetes melitus.5

32
6. Obat Antihiperglikemia Suntik yaitu insulin, agonis GLP-1 dan kombinasi
insulin dan agonis GLP-1.11
a. Insulin
Insulin diperlukan pada keadaan : HbA1c > 9% dengan kondisi
dekompensasi metabolik, Penurunan berat badan yang cepat, Hiperglikemia
berat yang disertai ketosis, Krisis Hiperglikemia, Gagal dengan kombinasi
OHO dosis optimal, Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, infark
miokard akut, stroke), Kehamilan dengan DM/Diabetes melitus gestasional
yang tidak terkendali dengan perencanaan makan, Gangguan fungsi ginjal
atau hati yang berat, Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO, Kondisi
perioperatif sesuai dengan indikasi.
Jenis dan Lama Kerja Insulin Berdasarkan lama kerja, insulin
terbagi menjadi 5 jenis, yakni :
 Insulin kerja cepat (Rapid-acting insulin)
 Insulin kerja pendek (Short-acting insulin)
 Insulin kerja menengah (Intermediateacting insulin)
 Insulin kerja panjang (Long-acting insulin)
 Insulin kerja ultra panjang (Ultra longacting insulin)
 Insulin campuran tetap, kerja pendek dengan menengah dan kerja
cepat dengan menengah (Premixed insulin)

Efek samping terapi insulin


 Efek samping utama terapi insulin adalah terjadinya hipoglikemia
 Penatalaksanaan hipoglikemia dapat dilihat dalam bagian komplikasi
akut DM
 Efek samping yang lain berupa reaksi alergi terhadap insulin

33
Tabel 3.3 Farmakokinetik Insulin Eksogen Berdasarkan Waktu Kerja

34
b. Agonis GLP-1/lncretin Mimetic
Pengobatan dengan dasar peningkatan GLP-1 merupakan
pendekatan baru untuk pengobatan DM. Agonis GLP-1 dapat bekerja pada
sel-beta sehingga teriadi peningkatan pelepasan insulin, mempunyai efek
menurunkan berat badan, menghambat pelepasan glukagon, dan
menghambat nafsu makan. Efek penurunan berat badan agonis GLP-1 juga
digunakan untuk indikasi menurunkan berat badan pada pasien DM dengan
obesitas. Pada percobaan binatang, obat ini terbukti memperbaiki cadangan
sel beta pankreas. Efek samping yang timbul pada pemberian obat ini antara
lain rasa sebah dan muntah. Obat yang termasuk golongan ini adalah:
Liraglutide, Exenatide, Albiglutide, dan Lixisenatide.
Salah satu obat golongan agonis GLP-1 (Liraglutide) telah beredar di
lndonesia sejak April 2015, tiap pen berisi 18 mg dalam 3 ml. Dosis awal
0.6 mg perhari yang dapat dinaikkan ke 1.2 mg setelah satu minggu untuk
mendapatkan efek glikemik yang diharapkan. Dosis bisa dinaikkan sampai
dengan 1.8 mg. Dosis harian lebih dari 1.8 mg tidak direkomendasikan.
Masa Kerja Liraglutide selama 24 jam dan diberikan sekali sehari secara
subkutan.11

c. Terapi Kombinasi
Pengaturan diet dan kegiatan jasmani merupakan hal yang utama
dalam penatalaksanaan DM, namun bila diperlukan dapat dilakukan
bersamaan dengan pemberian obat antihiperglikemia oral tunggal atau
kombinasi sejak dini. Pemberian obat antihiperglikem ia oral maupun insulin
selalu dimulai dengan dosis rendah, untuk kemudian dinaikkan secara
bertahap sesuai dengan respons kadar glukosa darah. Terapi kombinasi obat
antihiperglikem ia oral, baik secara terpisah ataupun fixed dose combinotion,
harus menggunakan dua macam obat dengan mekanisme kerja yang
berbeda. Pada keadaan tertentu apabila sasaran kadar glukosa darah yang
belum dicapai dengan kombinasi dua macam obat, dapat diberikan

35
kombinasi dua obat antihiperglikem ia dengan insulin. Pada pasien yang
disertai dengan alasan klinis dimana insulin tidak memungkinkan untuk
dipakai, terapi dengan kombinasi tiga obat anti hiperglikemia oral.
Kombinasi obat antihiperglikemia oral dengan insulin dimulai dengan
pemberian insulin basal (insulin kerja menengah atau insulin kerja panjang).
lnsulin kerja menengah harus diberikan jam 10 malam menjelang tidur,
sedangkan insulin kerja panjang dapat diberikan sejak sore sampai sebelum
tidur. Pendekatan terapi tersebut pada umumnya dapat mencapai kendali
glukosa darah yang baik dengan dosis insulin yang cukup kecil. Dosis awal
insulin basal untuk kombinasi adalah 6-10 unit. Kemudian dilakukan
evaluasi dengan mengukur kadar glukosa darah puasa keesokan harinya.
Dosis insulin dinaikkan secara perlahan (pada umumnya 2 unit) apabila
kadai glukosa darah puasa belum mencapai talget. Pada keadaaan dimana
kadar glukosa darah sepanjang hari masih tidak terkendali meskipun sudah
mendapat insulin basal, maka perlu diberikan terapi kombinasi insulin basal
dan prandial, dan pemberian obat antihiperglikemia oral dihentikan dengan
hati-hati.11

36
Gambar 2. Algoritma Penatalaksanaan DM Tipe 211

37
3.1.9 Komplikasi Diabetes Mellitus
Kondisi kadar gula darah tetap tinggi akan timbul berbagai
komplikasi. Komplikasi pada diabetes melitus dibagi menjadi dua yaitu
komplikasi akut dan komplikasi kronis. Komplikasi akut meliputi:
Ketoasidosis diabetic, hiperosmolar non ketotik, dan hiperglikemia.11
Sedangkan yang termasuk komplikasi kronik adalah,
makroangiopati, mikroangiopati dan neuropati. Makroangiopati terjadi pada
pembuluh darah besar (makrovaskular) seperti jantung, darah tepi dan otak.
Mikroangipati terjadi pada pembuluh darah kecil (mikrovaskular) seperti
kapiler retina mata, dan kapiler ginjal.11

3.2 Gastropati Diabetik


3.2.1 Definisi Gatropati Diabetik

Tidak ada konsensus pasti yang menerangkan definisi gastroparesis


diabetika. Istilah gastroparesis diabetika sering berubah menjadi gastropati
diabetik. Bell et al mendefinisikan gastroparesis diabetik sebagai kelainan
neuropati traktus gastrointestinal yang sering terjadi pada pasien diabetes.
Talley et al menggunakan istilah gastropati diabetikum sebagai sindrom
klinis dari gangguan saluran cerna bagian atas akibat gangguan motilitas
pada pasien diabetes melitus dan didapatkan adanya keterlambatan
pengosogan lambung. American Gastroenterological Association (AGA)
membuat kesepakatan bahwa diagnosis gastroparesis harus berdasarkan
adanya tanda dan gejala yang sesuai, keterlambatan pengosongan lambung,
serta tidak adanya lesi obstruktif pada lambung maupun usus halus. Dengan
demikian, gastroparesis diabetik dapat didefinisikan sebagai gastroparesis
yang terjadi pada pasien dengan diabetes melitus dengan kriteria
gastroparesis sesuai dengan yang dijelaskan AGA.
Sebagian besar pasien mengeluhkan adanya keluhan saluran cerna
bagian atas seperti mual, muntah, kembung, tetapi hubungan antara gejala
dengan gangguan fungsi motorik lemah, dan lebih mengarah pada etiologi
yang multifaktorial. Keluhan rasa penuh dan kembung sering sebagai

38
prediksi adanya keterlambatan pengosongan gaster, tetapi banyak pasien
dengan gastroparesis yang relative asimtomatik. Gastroparesis asimtomatik
sering timbul pada pasien dengan diabetes melitus.

3.2.2 Patofisiologi Gastropati Diabetik

Penyebab pasti penundaan pengosongan lambung belum diketahui.


Pengosongan lambung yang normal merupakan integrasi tonik dari fundus,
antrum, serta tahanan dari hasil kontraksi pilorus dan duodenum. Proses ini
merupakan interaksi yang kompleks dari otot polos, sistem saraf otonom,
sel enterik, dan sel-sel pacemaker khusus yang disebut dengan sel
intersetisial Cajala (ICC). Neurotransmiter dan neuroendokrin juga
berperan dalam motilitas lambung. Nitrit okside (NO) merupakan senyawa
yang penting dalam menghambat nonadrenergik, nonkolinergik, dan
neurotransmiter di usus yang ikut berperan dalam mempengaruhi motilitas
lambung. NO berperan dalam tonus otot sfingter osefagus bagian bawah dan
pilorus, mengtur reflek fundus, serta mengatur reflek peristaltik pada usus.
Disfungsi neuron NO pada pleksus mienterikum akan menyebabkan
terjadinya penyakit gastrointestinal, termasuk gastroparesis. CRH
(Corticotropin Releasing Hormon) terbukti dapat menurunkan motilitas
lambung. Aktivitas mioelektrikal pertama kali dicetuskan oleh ICC yang
terdapat pada dinding otot antrum serta corpus gaster selama kurang lebih
3 kali per menit. Gangguan pada fase ini dapat menyebabkan terjadinya
gastroparesis. Faktor lain yang juga mempengaruhi pengosongan lambung
adalah neuropati otonom, neuropati enterik, kelainan ICC, fluktuasi gula
darah yang terjadi tiba-tiba, dan faktor psikosomatis. Selain itu
pengosongan lanbung biasanya terjadi lebih lambat pada keadaan
hiperglikemia dan menjadi lebih cepat selama hipoglikemia. Kelailan kadar
elektrolit (hipokalsemia, hipomagnesemia) dan hormon motilin dan gastrin
juga berpengaruh terhadap terjadinya gastroparesis.

39
3.2.3 Penegakkan Diagnosis Gastropati Diabetikum
1. Gejala Klinis
Diagnosis gastroparesis ditegakkan dengan adanya penundaan
pengosongan lambung dengan gangguan obstruksi telah disingkirkan
melalui pemeriksaan endoskopi dan pencitraan radiologi. Gejala yang
muncul pada gastroparesis adalah muntah, mual, cepat kenyang,
kembung, tidak nyaman dan nyeri pada perut, serta bersendawa . Gejala
ini menyerupai dispepsia, akan tetapi pada dispepsia pengosongan
lambung terjadi lebih cepat. Oleh karena itu diperlukan pengukuran
terhadap kecepatan pengosongan lambung untuk membedakan
keduanya. Muntah yang terjadi pada gastroparesis harus dibedakan
dengan regurgitasi pada GERD . Pada gastroparesis biasanya vomitus
akan terjadi 30 menit setelah makanan masuk ke dalam lambung
(postprandial regurgitasi).

2. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan adanya perut terasa
penuh,kembung, mual, muntah, nyeri epigastrikum atau rasa tidak
nyaman di daerah epigastrikum tetapi terkadang tidak terlalu spesifik.
Selain itu diperlukan pemeriksaan fisik terhadap tanda-tanda malnutrisi
dan penurunan berat badan.
3. Pemeriksaan Penunjang
Tes pengosongan lambung pada beberapa pasien yang menunjukkan
gejala gangguan gastrointestinal bagian atas diperlukan untuk
menegakkan diagnosa gastroparesis. Hal ini bertujuan untuk
membedakan dengan dengan dispepsia. Pengukuran tekanan dan profil
listrik dari fungsi lambung merupakan pilihan pada sebagian besar
pasien yang telah menderita diabetes. Gastroparesis diabetik didiagnosis
melalui adanya gejala saluran cerna atas yang mendukung perlambatan
pengosongan lambung pada pasien diabetes, tanpa adanya obstruksi
mekanik yang dapat menyebabkan gejala saluran cerna atas, dan
terdapat tanda-tanda perlambatan pengosongan lambung. Obstruksi

40
usus halus dan lambung disebabkan oleh massa intraabdomen harus
diekslusi menggunakan radiografi abdomen, computed tomography,
dan magnetic resonance imaging. Endoskopi dibutuhkan untuk
menyingkirkan adanya striktur, massa, atau ulkus. Pemeriksaan yang
dibutuhkan untuk menyingkirkan infeksi, metabolik, dan penyebab
imunologis menyebabkan gejala saluran cerna atas yaitu pemeriksaan
darah lengkap, pemantauan metabolik komprehensif meliputi elektrolit
dan tes fungsi hati, urinalisis, tingkat sedimentasi eritrosit, dan
pemeriksaan biokimia dan imunologis untuk thyroid stimulating
hormone. Setelah menyingkirkan etiologi lain yang mungkin dan
obstruksi dengan endoskopi dan pencitraan abdomen, gastroparesis
diabetik didiagnosis dengan menunjukkan adanya perlambatan
pengosongan lambung.

3.2.4 Komplikasi Gastropati Diabetik


Komplikasi gastroparesis diabetika sangat serius sehingga
sedapat mungkin harus dicegah. Akibat muntah-muntah ataupun
regurgitasi yang berulang-ulang sering terjadi esofagitis yang berat dan
luas yang menyebabkan perdarahan saluran cerna atas yang akut maupun
kronis, dapat pula terjadi robekan esophagus Mallory weiss, pneumonia
aspirasi, malnutrisi maupun gangguan keseimbangan air dan elektrolit.
Akibat terganggunya pengosongan lambung solid non digestible dapat
terjadi pembentukan bezoar di lambung. Gastroparesis juga dapat
menyebabkan terganggunya absorbsi obat oral sehingga menyebabkan
fluktuasi kadar obat dalam darah, hal ini menjadi masalah yang penting bagi
penderita diabetes dewngan obat hipoglikemik oral.

3.2.5 Penatalaksanaan Gastropati Diabetikum


Tujuan penatalaksanaan gastroparesis adalah memperbaiki kualitas
hidup, mencegah komplikasi dan untuk gastroparesis diabetika disertai

41
terselenggaranya kendali diabetes yang lebih baik. Sampai saat ini tindakan
pengobatan lebih ditujukan kepada kasus-kasus yang simptomatik, pada
yang asimptomatik apalagi dengan kendali diabetes yang baik belum
diperlukan pengobatan, tetapi lebih ditujukan membantu mencapai kendali
gula darah yang lebih baik dan memperbaiki nutrisi, pengobatan terhadap
kasus asimptomatik dapat diberikan. Terhadap penderita gastroparesis
yang simptomatik sebaiknya dilakukan penyesuaian diet, yang dianjurkan
adalah porsi kecil namun sering, dengan kadar lemak dan serat yang rendah
dan tetap menjaga asupan kalori yang cukup. Bila cara tersebut tidak
menolong dapat diberikan makanan cair ataupun yang dihomogenesisasi
dan pada kasus yang sangat berat mungkin diperlukan suatu feeding tube ke
jejunum untuk nutrisi enternal. Secara alami, gejala gastroparesis dapat
menyebabkan berkurangnya intake oral, termasuk berkurangnya intake
makronutrien, penurunan berat badan, dehidrasi, dan defisiensi vitamin dan
mineral. Dengan demikian, tujuan manajemen diet adalah mengembalikan
dan mempertahankan status nutrisi dan secara bersamaan mengurangi
keluhan. Pada pasien diabetes, intervensi diet ditujukan pada untuk
mengontrol status glikemik pasien. Pada gejala sedang sampai
berat,kemungkinan dibutuhkan asupan nutrisi tambahan.
Komponen utama dalam diet yang perlu dievaluasi adalah ukuran partikel,
ukuran makanan, dan kandungan makanan dan lemak dalam makanan.
Alkohol dan minuman berkarbonasi dilarang. Secara keseluruhan dapat
disimpulkan saran untuk diet gastroparesis adalah diet yang sering, ukuran
kecil, makanan rendah serat dan rendah lemak dengan peningkatan intake
nutrisi dalam bentuk cairan.

Jika pengukuran diet dan terapi farmakologi gagal mengurangi


keluhan dan mempertahankan status nutrisi, beberapa bentuk support rute
pemberian makanan perlu dilakukan. Pemberian makanan dengan pompa
nasogastrik perlahan adalah pilihan terapi yang disarankan. Walau dalam
praktiknya, pasien dengan gastroparesis berat jarang yang dapat
mentoleransi volume yang dibutuhkan untuk menentukan kebutuhan nutrisi

42
mereka ketika makanan diberikan langsung ke dalam lambung. Pemberian
makanan langsung pada gaster dapat mengurangi risiko aspirasi pada pasien
dengan keterlambatan pengosongan lambung. Pemberian makanan
nasojejunum lebih dapat ditoleransi karena melewatkan lambung yang
malfungsi.Kadar glukosa harus dipertahankan di bawah 180 mg/dl untuk
mencegah inhibisi dari kontrol mioelektris dan gerakan lambung.
Mempertahankan kontrol status glikemik penting karena hiperglikemia
menginhibisi aksi obat prokinetik seperti eritromisin. Obat oral antidiabetik
dapat digunakan pada pasien diabetes tipe 2 dan gastroparesis ringan.
Insulin dapat digunakan pada pasien diabetes melitus tipe I dan pasien
dengan gastroparesis berat.

Penggunaan obat-obat prokinetik untuk meningkatkan kecepatan


pengosongan lambung merupakan pendekatan paling efektif dalam
pengobatan penderita gastroparesis yang simptomatik. Sebelum terapi
prokinetik dimulai seharusnya waktu pengosongan lambung diukur, namun
karena tidak praktis dapat diberikan terapi pengobatan selama 4 minggu,
bila symptom tidak berkurang ataupun muncul kembali setelah terapi
dihentikan maka waktu pengosongan lambung harus diukur. Ada berbagai
bahan farmakologik yang memiliki efek prokinetik lambung, namun obat-
obat prokinetik yang secara luas digunakan, dalam mengobati gastroparesis
diabetika adalah metoclopramide, domperidone, cisapride dan
erythromycin. Karena sifat kelainan motorik yang beraneka ragam ada
gastroparesis diabetika maka tidak mungkin untuk memperoleh perbaikan
terhadap seluruh kelainan motorik/sensorik dengan satu obat. Waktu
pemberian obat prokinetik haruslah sedemikian rupa sehingga kadar plasma
obat. Waktu pemberian obat prokinetik haruslah sedemikian rupa sehingga
kadar plasma puncak dan aktivitas terapeutik bertepatan dengan waktu
makan yaitu setidaknya 30 menit peprandial.

Metoclopramide adalah suatu derivat procainamide merupakan


antagonis reseptor dopamine D2 dan reseptor 5HT3, pelepas acetylcholine

43
dan inhibitor cholinesterase, memiliki khasiat prokinetik lambung dan anti
emetik dan dapat melewati sawar darah otak. Aktivitas prokinetiknya
diperkirakan berasal dari antagonisme reseptor dopamine lambung
peningkatan pelepasan acetylcholine dari plexus myentericus. Adapun aksi
prokinetiknya antara lain meningkatkan tekanan sfingter esophagus bawah,
menghambat relaksasi fundus, meningkatkan kontraktilitas antrum dan
merelaksasi sfingter pylorus. Aksi metoclopramide pada aktivitas IMMC
masih belum jelas. Aktivitas antiemetiknya adalah berdasarkan antago-
nisme reseptor dopamine sentral pada chemoreceptor trigger zone dan
vomiting center. Metoclopramide dapat menurangi symptom statis lambung
dan memperbaiki pengosongan lambung solid maupun liquid, namun antara
perbaikan symptom dengan pengosongan lambung tidak berkorelasi. Pada
pemakaian yang berke-panjangan efek prokinetiknya akan menghilang
meskipun perbaikan simptomatiknya terus berlangsung. Metoclopramide
dianggap merupakan obat yang paling efektif dalam hal memperbaiki
symptom. Metoclopramide diberikan per oral dengan dosis 5 – 20 mg
sebelum makan dan pada waktu tidur. Dapat pula diberikan melalui
intravena, intramuskuler, subkutan, intrarektal maupun intraperitoneal.
Efek samping metoclopramide setidak-tidaknya mengenai 20% penderita,
sifatnya tergantung dosis, dan yang tersering adalah gangguan neurologik
dan endokrinologik. Gangguan neurologik berupa mengantuk, gelisah,
cemas, depresi, symptom dystonic (yaitu tardive dyskinesia, oculogyric
crisis, opisthotonus, trismus dan torticollis), dan symptom parkinsonisme
(yaitu tremor, rigidity dan akinesia). Gangguan endokrinologik antara lain
hiperprolaktinemia yang menyebabkan gynecomastia, mastalgia,
galactorrhea dan amenorrhea, selain itu dapat terjadi peningkatan kadar
aldosterone dan thyrotropin dan penurunan kadar luteinizing hormone,
follicle stimulating hormone dan growth hormone.

Domperidone merupakan derivat benzimidalzole, suatu antagonis


reseptor dopamine yang tidak melewati sawar darah otak. Aksi prokinetik
lambungnya adalah melalui penghambatan reseptor dopamine pada

44
lambung dan duodenum, sedangkan efek antiemetiknya hanya terjadi pada
chemoreceptor trigger zone. Domperidone efektif dalam mengendalikan
symptom dan memperbaiki pengosongan lambung pada gastoparesis
diabetika. Pemberian secara akut pada pendderita diabetes akan
meningkatkan kecepatan pengosongan solid maupun liquid, sesudah
pengobatan 4 minggu peningkatan pengosongan liquid tetap terjadi namun
pengosongan solid tidak, sedangkan symptom klinis membaik pada
pengobatan akut maupun kronis. Domperidone dapat diberikan melalui
oral, intravena, intramuskuler ataupun intrarektal. Dosis awal oral adalah 10
mg sebelum makan dan malam sebelum tidur, dapat ditingkatkan menjadi 4
kali 20 mg perhari, dan pada gastroparesis yang berat dapat ditingkatkan
menjadi 4 x 30 mg perhari. Efek samping domperidone bervariasi dari 2-
7%, umumnya adalah mulut kering, sakit kepala, ruam kulit, gatal, diare,
kegelisahan dan gangguan endokrin yang berkaitan dengan
hiperproklaktinemia.

Cisapride merupakan suatu derivat benzamide yang tidak


memiliki sifat antidopaminergik, akan tetapi meningkatkan pelepasan
acetylcholine pada plexus myentericus intestinalis dan juga bersifat
antagonis terhadap reseptor 4 HT3 dan antagonis 5HT4. Cisapride tidak
mempunyai efek antiemetik langsung, namun dapat meningkatkan
amplitudo kontraksi di seluruh bagian saluran cerna sehingga
menguntungkan bagi penderita. Obat ini meningkatkan kontraksi antrum
dan duodenum dan juga meningkatkan koordinasi antroduodenal. Pada
penderita gastroparesis diabetika cisapride dapat memperbaiki
pengosongan lambung liquid, solid maupun non digestible solid, dan efek
perbaikan ini terjadi pada pemberian akut maupun kronis. Dibanding
dengan metoclopramide, cisapride lebih poten dan dianggap sebagai obat
pilihan utama untuk gastroparesis pada saat ini. Cisapride diberikan
melalui oral dengan dosis 5-20mg, sebelum makan dan atau pada waktu
tidur.

45
Efek samping cisapride jauh lebih sedikit dibanding
metoclopramide, umumnya adalah kram perut, diare dan sakit kepala,
biasanya bersifat sementara dan dapat diatasi dengan pengurangan dosis.

Erythomycin merupakan antibiotik macrolide yang memiliki efek


menyerupai motilin terhadap motilitas saluran cerna, bekerja sebagai agonis
motilin dengan cara berkaitan dengan reseptor motilin pada antrum dan
duodenum bagaian atas, dan aktivitas ini tidak berkaitan dengan efek
antimikrobialnya. Studi inviro menunjukkan bahwa selain merangsang
kontraksi antrum dan duodenum, erythromycin juga menginhibisi otot
pylorus. Pada manusia erythromycin dapat meningkatkan kontraksi antrum,
memperbaiki kontraksi antroduodenal, mengurangi waktu aktivitas IMMC
fase 2 dan merangsang serta memperpanjang aktivitas IMMC fase 3 (5
kutip). Kao dkk menyimpulkan bahwa erythromycin efektif terhadap
gastroparesis diabetika karena memperbaiki transit esophagus dan pengo-
songan lambung.

Ondansentron, antagonis reseptor 5-HT3 dapat digunakan untuk


mengontrol keluhan, tetapi tidak menunjukkan perbaikan dalam
pengosongan lambung. Mirtazipine adalah antidepresan yang aktif pada
resep 5-HT3 dan dilaporkan bermanfaat untuk gastroparesis refrakter
dibandingkan terapi lain. Antidepresan trisiklik juga bermanfaat dalam
sindrom muntah kronik. Ada beberapa gabungan terapi yang sedang dalam
evaluasi penggunaannya untuk gastroparesis. Sebagai contoh, prokinetik
azithromycin dan mitemcinal dapat menstimulasi reseptor motilin. Ghrelin,
suatu hormone peptide yang diproduksi oleh sel entero-endokrin dalam
lambung yang menstimulasi nafsu makan dan meningkatkan gerak
lambung.

46
BAB IV

ANALISIS KASUS

Pasien perempuan usia 69 tahun datang ke UGD RSMP dengan keluhan


badan terasa lemas, keluhan tersebut sudah mulai dirasakan ± 3 hari sebelum masuk
rumah sakit. Pasien juga mengatakan bahwa pasien merasa pusing, pusing
dirasakan berputar seperti sempoyongan dan terkadang dirasakan seperti mau
pingsan. Pasien juga mengeluh bahwa pasien merasa mual dan muntah, muntah ±
sudah 3x sebelum masuk rumah sakit, muntah isi apa yang di makan dan di minum.
Pasien juga mengatakan mengalami rasa tidak nyaman di daerah ulu hati, dirasakan
sepeti kembung dan terasa penuh, sehingga pasien mengalami penurunan nafsu
makan, pasien juga terkadang merasakan nyeri di perut, nyeri tersebut hilang timbul,
namun semakin lama semakin memberat.
Pasien juga mengeluhkan sering terbangun dimalam hari untuk BAK (+) : 5-
6 kali/ malam sehingga sering terbangun pada malam hari, BAB normal. Pasien
mengeluh mudah merasa haus (+) dan nafsu makan meningkat (+). Pasien juga
sering merasa gatal pada daerah kemaluan. Keluhan tersebut sudah mulai dirasakan
beberapa tahun terakhir.
Berdasarkan anamnesis, dari gejala klinis pada pasien ialah sering merasa
lapar sehingga lebih banyak makan (polifagia), mudah haus (polidipsi), sering
buang air kecil (poliuria). Polifagia, polidipsi, dan poliuria merupakan gejala klasik
dari diabetus melitus. Diabetes mellitus (DM) adalah suatu penyakit menahun yang
ditandai dengan kadar glukosa darah yang melebihi normal (hiperglikemia) dan
gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein yang disebabkan oleh
kekurangan hormon insulin secara relatif maupun absolut. Apabila kondisi ini
dibiarkan tidak terkendali maka akan terjadi komplikasi metabolik akut maupun
komplikasi vaskuler jangka panjang baik mikroangiopati maupun makroangiopati.
Pada Pasien didapati usia 69 tahun. Usia sangat erat kaitannya dengan
terjadinya kenaikan kadar glukosa darah, sehingga semakin meningkat usia maka
prevalensi diabetes dan gangguan toleransi glukosa semakin tinggi. Proses menua
yang berlangsung setelah usia 30 tahun mengakibatkan perubahan anatomis,

47
fisiologis dan biokimia. Perubahan dimulai dari tingkat sel, berlanjut pada tingkat
jaringan dan akhirnya pada tingkat organ yang dapat mempengaruhi fungsi
homeostasis. Komponen tubuh yang dapat mengalami perubahan adalah sel beta
pankreas yang menghasilkan hormon insulin, sel-sel jaringan target yang
menghasilkan glukosa, sistem saraf, dan hormon lain yang mempengaruhi kadar
glukosa.
Pada pemeriksaan penunjang didapatkan peningkatan kadar gula darah, hal
ini karena adanya resistensi insulin berupa peningkatan pada kebutuhan insulin
dalam jaringan target insulin. Pada tahap awal, toleransi glukosa hampir normal
karena sel-sel B pankreas mengkompensasi dengan meningkatkan produksi insulin.
Ketika resistensi insulin dan hiperinsulinemia kompensatorik terus terjadi, pankreas
tidak mampu mempertahankan keadaan hiperinsulinemia tersebut. Akibatnya,
terjadi gangguan toleransi glukosa, yang ditandai dengan peningkatan glukosa
darah setelah makan.
Penatalaksanaan penyakit DM pada pasien ini berupa pengaturan makanan
dengan diet DM untuk mencukupi kebutuhan kalori pasien, mempertahankan berat
badan pasien dan mempertahankan kadar glukosa darah mendekati normal.
Pasien juga diberikan injeksi insulin Rapid Acting yaitu Novorapid 3x 6 IU
& long Acting insulin yaitu Sansulin 1x 10 IU. Penggunaan insulin kerja cepat dan
kerja lama berguna untuk mengendalikan glukosa darah basal dan prandial. Insulin
kerja cepat digunakan untuk mengendalikan glukosa darah sesudah makan dengan
onset kerja 4-8 jam yang diberikan 30 menit sebelum makan dan insulin kerja lama
digunakan sebagai maintenance terhadap kadar insulin karena memilki onset kerja
12-24 jam sehingga hanya diberikan satu kali sehari.
Pemberian antibiotika harus diberikan pada pasien ini kemungkinan akibat
peningkatan kadar leukosit diatas normal, yang mana pada diabetes melitus akan
memudahkan untuk terjadinya infeksi sehingga dapat diberikan antibiotik dengan
spektrum luas sebagai profilaksis, mencakup kuman gram positif dan negatif
(seperti misalnya golongan sefalosporin). Pada pasien ini diberikan injeksi
antibitotik spektrum luas golongan sefalosporin Cefoperazone 2x 1 gram.

48
Pada pasien di berikan obat Pumpisel inj 1x1 dan sucralfat syr 3x1 dimana
hal ini bertujuan untuk meringankan gejala-gejala gastropati diabetic yang di alami
pasien.

49
BAB V
KESIMPULAN

5.1 Kesimpulan
1. Diabetes melitus adalah suatu kelompok penyakit metabolik dengan
karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin,
gangguan kerja insulin atau keduanya, yang menimbulkan berbagai komplikasi
kronik pada mata, ginjal, saraf, dan pembuluh darah.
2. Gejala klinis yang didapatkan poliphagia, polidipsi, polyuria.
3. Pada pemeriksaan laboratorium terdapat penurunan hemoglobin, penurunan
hematokrit, penurunan limfosit, penurunan natrium, peningkatan leukosit,
peningkatan neutrofil, peningkatan LED I jam, peningkatan kadar glukosa
darah, peningkatan ureum.
4. Pada pemeriksaan Laboratorium urine terdapat protein urine positif 1, glukosa
urine positif 3, keton positif 1, leukosit 8-10 lpk dan eritrosit 5-6 lpk.
5. Berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang dapat
disimpulkan bahwa pasien mengalami Diabetes Melitus tipe II tidak terkontrol
dengan Gastropati Diabetik.
6. Pada penatalaksanaan Non Farmakologis, pasien dapat diistirahatkan,
mengkontrol kadar gula darah dengan diet DM, insulin, atau obat anti diabetik,
dan menjaga pola makan.
7. Pada penatalaksanaan Farmakologis dapat diberikan Inj. Pumpisel 1x1,
Sucralfat syr 3x1, Novorapid 3x 6 IU, Sansulin 1x 10 IU, Inj. Cefoperazone
2x1

50
DAFTAR PUSTAKA

1. Sudoyo, Aru W. Et all. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II ed 5. Jakarta:
Interna Publishing. 2009.
2. Omer Aziz, Sanjay Purkayastha.Hospital Surgery Foundations In Surgical
Practice. New York. Cambridge University. 2009.
3. Holzheimer RG, Mannick JA. Surgical Treatment: Evidence-Based and
Problem-Oriented. Munich: Zuckschwerdt. 2001
4. Sjamsuhidajat, R. Wim de Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah ed 2. Jakarta : EGC.
2004.
5. ADA. Standart of Medical Care in Diabetes 2014. Diabetes Care, 35(1).
care.diabetesjournals.org
6. WHO. Cardiovascular Diseases and Diabetes. 2016 Retrieved from
http://apps.who.int/gho/data
7. Kharroubi, A. T., & Darwish, H. M. Diabetes mellitus: The epidemic of the
century. World Journal of Diabetes, 6(6), 850. 2015
https://doi.org/10.4239/wjd.v6.i6.850
8. Kemenkes RI. RISET KESEHATAN DASAR (RISKESDAS) 2013. Retrieved
from http://www.depkes.go.id/resources/download/general/Hasil Riskesdas
2013.pdf
9. Kemenkes RI. Riset Kesehatan Dasar. Penyakit Diabetes Mellitus di Indonesia
dalam http://www.riskesdas.litbang.depkes.go.id/diabetes melitus. 2007.
10. Maitra, A., & Abbas, A. K. The endocrine system. Robbins and Cotran
Pathologic Basis of Disease (9th ed.). Philadelphia: Elsevier Saunders. 2009
11. Soelistijo, S. A., Novida, H., Rudijanto, A., Soewondo, P., Suastika, K., Manaf,
A., … Zufry, H. KONSENSUS PENGELOLAAN DAN PENCEGAHAN
DIABETES MELITUS TIPE 2 DI INDONESIA 2015. Jakarta: PB PERKENI.
2015
12. Perianal Abscess, oleh Andre Hebra, MD; Chief editor: John Geibel, MD,
Medscape Reference. Dapat ditinjau di:
http://emedicine.medscape.com/article/191975-overview

51
13. Malik AI, Nelson RL, Tou S. Incision and drainage of perianal abscess with or
without treatment of anal fistula (review). The Cochrane Library 2010:7.
Diunduh dari: http://www.thecochranelibrary.com
14. Atkinson, M. A., & Eisenbarth, G. S. Type 1 Diabetes: Clinical Management
of the Athlete. Clinical Chemistry, 367(9911), 194. 2012
https://doi.org/10.1016/S0140-6736(13)60591-7.Type
15. ACOG. Gestational Diabetes. 2008. Retrieved from
https://www.acog.org/Gestational-Diabetes
16. IDF. Diabetes. 2013. Retrieved from https://www.idf.org/
17. Da Rocha Fernandes, J., Ogurtsova, K., Linnenkamp, U., Guariguata, L.,
Seuring, T., Zhang, P., … Makaroff, L. E. IDF Diabetes Atlas estimates of
2014 global health expenditures on diabetes. Diabetes Research and Clinical
Practice, 117, 48–54. 2016. https://doi.org/10.1016/j.diabres.2016.04.016
18. Fauci. Harrison’s: Principles of Internal Medicine (17th ed.). USA: McGraw-
Hill. 2008.

52

Anda mungkin juga menyukai