Anda di halaman 1dari 33

Laporan Kasus

DM Tipe 2, Pneumonia, dan Abses Paru


Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Dalam Menjalani
Kepaniteraan Klinik Senior Pada Bagian/SMF Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Malikussaleh
Rumah Sakit Umum Daerah Cut Meutia

Oleh :

Muhammad Alief Hawari, S.Ked


21061120

Preseptor :
dr. Sri Meutia, Sp. PD

BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALIKUSSALEH
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH CUT MEUTIA
LHOKSEUMAWE
MARET 2022
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur yang tak terhingga penulis hanturkan kepada
Allah SWT yang Maha Pengasih dan lagi Maha Penyayang karena atas segala
rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul
“DM Tipe 2, Pneumonia dan Abses Paru”. Penyusunan laporan kasus ini
merupakan salah satu tugas dalam menjalani Kepaniteraan Klinik Senior pada
bagian SMF Ilmu Penyakit Dalam di Fakultas Kedokteran Universitas
Malikussaleh.
Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai
pihak, sangatlah sulit bagi penulis untuk menyelesaikan laporan kasus ini, oleh
karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. dr. Sri Meutia, Sp. PD selaku preseptor selama mengikuti Kepaniteraan
Klinik Senior pada bagian SMF Ilmu Penyakit Dalam yang telah meluangkan
waktu untuk memberikan bimbingan, saran, arahan, masukan, semangat, dan
motivasi bagi penulis sehingga laporan kasus ini dapat diselesaikan.
2. Teman-teman sejawat pada kepanitraan klinik Ilmu Penyakit Dalam yang
telah memberikan dukungan kepada penulis untuk menyelesaikan laporan ka-
sus ini.
Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini masih banyak kekurangan.
Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran yang membangun untuk perbaikan
di masa yang akan datang. Semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi
pembaca.

Lhokseumawe, Maret 2022

Muhammad Alief Hawari, S.Ked

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI...........................................................................................................ii
DAFTAR TABEL..................................................................................................iii
DAFTAR GAMBAR..............................................................................................iv
DAFTAR SINGKATAN........................................................................................vi
BAB 1 PENDAHULUAN.......................................................................................1
BAB 2 LAPORAN KASUS....................................................................................3
BAB 3 PEMBAHASAN........................................................................................14
BAB 4 KESIMPULAN..........................................................................................27
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................28
DAFTAR TABEL
Tabel 3. 1 Tanda bahaya (warning signs).................................................................................25

iii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3. 1 Morfologi Nyamuk Aedes...............................................................................................15
Gambar 3. 2 Imunopatogenesis Demam Dengue.................................................................................17
Gambar 3. 3 Perjalanan Klinis DHF.....................................................................................................19
Gambar 3. 4 Petekie..............................................................................................................................21
Gambar 3. 5 Derajat DHF.....................................................................................................................21
DAFTAR TABEL

Tabel 3 1 Derajat DHF...........................................................................................22


DAFTAR SINGKATAN

DHF : Dengue Hemorrhagic Fever


DBD : Demam Berdarah Dengus
DSS : Dengue Shock Syndrome
ITP : Idiopathic Thrombocytopenic Purpura
7

BAB 1

PENDAHULUAN

Diabetes melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik


dengan karakteristik hiperglikemia yang ditegakkan atas dasar pemeriksaan
kadar glukosa darah serta terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja
insulin atau keduanya. Resistensi insulin pada sel otot dan hati, serta
kegagalan sel beta pankreas dikenal sebagai patofisiologi kerusakan sentral
dari DM tipe 2 1. Diagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar
glukosa darah. Berdasaran Riskesdas 2018 prevalensi Diabetes Melitus
berdasarkan diagnosis dokter pada penduduk semua umur menurut 34 provinsi di
Indonesia, persentasi paling tinggi di pegang oleh provinsi DKI Jakarta sebanyak
2,6% dan Aceh sebanyak 1,7%, dengan paling banyak menganai usia diatas 55
tahun dan jenis kelamin Laki-laki 2.
8

BAB 2
LAPORAN KASUS

2.1 Identitas Pasien


Nama : Ny. R
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 56 Tahun
Alamat : Cot Geunteung, Aceh Utara
Agama : Islam
Suku : Aceh
Pekerjaan : Mengurus Rumah Tangga
Nomor RM : 00.86.19
Status : Kawin
Tanggal Masuk RS : 27 Februari 2022

2.2 Anamnesis
1. Keluhan Pasien
 Keluhan utama : nyeri kepala sejak dua hari sebelum masuk ke
rumah sakit, nyeri kepala muncul tiba tiba, nyeri kepala disertai pusing
yang berputar-putar, nyeri kepala di rasakan pasien setiap saat.
 Keluhan tambahan : lemas, mual dan muntah.
2. Riwayat Penyakit Sekarang (RPS) :
Pasien datang ke IGD RS Cut Meutia dengan keluhan nyeri kepala. Pasien
merasakan nyeri kepala sejak 2 hari SMRS, nyeri kepala diikuti dengan rasa
pusing berputar putar, timbul secara mendadak dan tanpa mengenal waktu. Selain
itu pasien mengeluhkan lemas diikuti dengan mual dan muntah.
3. Riwayat Penyakit terdahulu (RPD) :
 Pasien pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya
 Riwayat DM sejak 6 bulan yang lalu
 Riwayat Hipertensi (-)
4. Riwayat Penggunaan Obat (RPO)
 Pasien mengatakan mengkonsumsi obat obatan dari puskesmas untuk
9

penyakit DM yang diderita pasien

2.3 Pemeriksaan Fisik

- tanggal 04 Maret 2021


Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Komposmentis
Tekanan darah : 120/70 mmHg
Frekuensi nadi : 80 x/menit, regular, isi dan tekanan cukup
Frekuensi napas : 20 x/menit, reguler
Suhu : 36,1 °C
SpO2 : 98%
Status Gizi : BBS: 49 kg, TB: 165 cm
IMT Sekarang : 17,99 kg/m2 (Berat badan kurang)
Status General
 Status Generalis
Kepala:
• Bentuk : Bulat lonjong, Ukuran: Normocephali, Kelainan yang ada:
(-), rambut berwarna putih dan beruban serta tidak mudah dicabut
• Mata : konjungtiva anemis (+/+), konjungtiva hiperemis (-/-),
sklera ikterik (-/-), edema palpebra (-/-) mata cekung (-/-), sensitifitas
terhadap cahaya (-/-), pupil isokor
• Mulut : mukosa bibir kering (-), sianosis (-), tonsil (T1-T1)
• Hidung : pernapasan cuping hidung (-), deviasi septum nasi (-),
sekret (-), rhinorhea (-)
• Telinga : simetris, sekret (-), otorrhea (-)
 Leher :
pembesaran KGB
Submandibula : tidak teraba membesar
Leher : tidak teraba membesar
10

Supraklavikula : tidak teraba membesar


Ketiak : tidak teraba membesar
 M. Sternokleidomastoideus
Dextra : tidak terjadi hipetrofi
Sinistra : terjadi hipertrofi
 Thorax :
Thorax depan : tidak ditemukan barrel chest, pectus carinatum dan
pectus excavatum
Pulmo
• Inspeksi : bentuk thorak simetris dan dinamis, pergerakan dinding
dada tidak simetris, ketinggalan saat bernafas pada paru
kanan, deformitas (-), ictus cordis tidak terlihat,.
• Palpasi : stem fremitus
Stem Fremitus Paru kanan Paru kiri
Lap. Paru Atas Meningkat Normal
Lap. Paru Tengah Meningkat Normal
Lap. Paru Bawah Meningkat Normal

• Perkusi :
Paru kanan Paru kiri
Lap. Paru Atas Sonor Sonor
Lap. Paru Tengah Sonor Sonor
Lap. Paru Bawah Sonor Sonor

• Auskultasi :
- Terdengar suara amphoric pada bagian paru atas kanan pasien
setinggi SIC 2 sampai 3
- Terdengar suara ronchi basah kasar setinggi SIC 4 sampai 5.
Cor
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat.
Palpasi : Iktus kordis teraba pada ICS V.
11

Perkusi :
 Batas atas jantung : ICS II Sinistra
 batas kanan jantung: ICS II linea parasternalis dextra.
 batas kiri jantung : ICS V linea midclavicularis sinistra.
Auskultasi : BJ 1 > BJ 2, murmur (-), gallop (-).
Abdomen
Inspeksi : Distensi (-), Perubahan warna kulit (-), massa (-)
Palpasi : Soepel, hepar tidak teraba, defans muscular(-), nyeri
seluruh abdomen (-).
Perkusi : Tympany (+), pekak hati (+)
Auskultasi : Peristaltik (+)

Extremitas

Ekstremitas atas :
- Akral hangat : (+/+)
- Deformitas : (-/-)
- Sendi : dalam batas normal, hiperemis (-)
- Edema : (-/-)
- Sianosis : (-/-)
- Clubbing finger: (-/-)
- Petekie : (+/-)
Ekstremitas bawah:
- Akral hangat : (+/+)
- Deformitas : (-/-)
- Sendi : dalam batas normal, hiperemis (-)
- Edema : (-/-)
- Gangren : (-/-)
- Sianosis : (-/-)
- Petekie : (-/-)
12

2.4 Pemeriksaan Penunjang


Hasil Laboratorium
Jenis Pemeriksaan 27/02/2022 Nilai Rujukan

HEMATOLOGI

Hematologi Rutin
Hemoglobin 10.47 g/Dl 13.0 -18.00 g/dl
Eritrosit 5.07 juta/Ul 4.5 - 6.5 ribu/Ul
Leukosit 14.43 ribu/uL 4.0 - 11.0 ribu/uL
Hematokrit 33.03 % 37.0 - 47.0 %
Trombosit 405 ribu/Ul 150 – 450 ribu/uL
Indeks Eritrosit
MCV 65.16 fl 79 - 99 fl
MCH 20.66 pg 27.0 - 31.2 pg
MCHC 31.70 g/dl 33.0 - 37.0 g/dl
RDW-CV 12.61 % 11.5 - 14.5 %

Hitung Jenis Leukosit


Basophil 0.66 % 0 - 1.7 %
Eosinophil 0.06 % 0.60 - 7.30 %
Neutrofil segmen 87.53 % 39.3 - 73.7 %
Limfosit 5.46 % 18.0 - 48.3 %
Monosit 6.28 % 4.40 - 12.7 %
Goldar O

Kimia Darah
437.0 mg/dl <180 mg/dl
Glukosa sewaktu
Fungsi Ginjal
Ureum 29 mg/dl < 50
Kreatinin 0.64 mg/dl 0,5-0,9
Asam Urat 1.6 mg/dl 2.4-5.7
13

Nama Test 28/02/2022 01/03/2022 Nilai Rujukan

Kimia Darah

Lemak Darah

Kolestrol Total 131 mg/dl 131 mg/dl ≤ 190

HDL 24 mg/dl 36 mg/dl > 40

LDL 65 mg/dl 66 mg/dl < 130

Trigliserida 108 mg/dl 82 mg/dl < 150

Glukosa Darah

Glukosa Puasa 148 mg/dl 184 mg/dl 70-110

Glukosa 2 Jam 296 mg/dl 270 mg/dl < 140

HBA1C - 12.3 %
14

Hasil Foto Rontgen Thoraks 02 Maret 2022

Klinis : Infiltrat Paru

COR : Besar, bentuk dan letak jantung dalam batas normal

Pulmo : Corakan vaskular tampak meningkat

Tampak konsolidasi pada lapangan atas tengah paru kanan

Tampak pula bercak dengan fibrotic line pada lapangan atas paru kiri

Tampak lusensi dinding tebal pada lapangan atas paru kanan

Hemidiafragma kanan setinggi costa 10 posterior

Sinus costofrenikus kanan kiri lancip

Kesan :

- Cor tak membesar


15

- Gambaran pneumonia underlying TB paru dengan formasi abses

Hasil EKG

Kesan : Sinus takikardi, LAD, Poor R wave progression, RVH

2.5 Resume
Pasien wanita umur 56 tahun datang ke IGD RS Cut Meutia pada minggu,

27 februari pukul 17.10 WIB dengan keluhan nyeri kepala. Pasien merasakan

nyeri kepala sejak 2 hari SMRS, nyeri kepala diikuti dengan rasa pusing berputar

putar, timbul secara mendadak dan tanpa mengenal waktu. Pasien pernah

merasakan keluhan yang sama sebelumya, pasien juga memiliki penyakit DM

yang sudah diderita sejak kurang lebih 6 bulan yang lalu.

Pada pemeriksaan fisik ditemukan kesadaran komposmentis, tekanan darah

120/70 mmHg, frekuensi nadi 80x/menit, regular, isi dan tekanan cukup,

frekuensi napas 20x/menit, regular, suhu 36,1ºC dengan status gizi didapatkan

berat badan dibawah normal (underweight).

Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan hasil kadar Hb sedikit rendah,

leukosit yang meningkat, dan kadar glukosa darah yang meningkat. Pada

pemeriksaan foto rontgen thoraks di dapatkan kesan gambaran pneumonia


16

underlying TB Paru dengan formasi abses. Pemeriksaan EKG di dapatkan hasil

kesan sinus takikardi, LAD, poor R wave progression, RVH

2.7 Diagnosis Kerja


Diabetes melitus tipe II + Pneumonia + Susp. Abses paru
2.8 Penatalaksanaan

1. IVFD Rl 20 gtt/i S/S Gelofusin 20 gtt/i

2. Inj. Omeprazole 40 mg vial/12 jam

3. Inj. Ondansetron amp /8 jam

4. Glimipirid 1x2 mg

5. Betahistin 2x1

6. Neurodex 2x1

7. Sucralfat syr 3 x C I

2.9 Prognosis
 Quo ad vitam : bonam
 Quo ad fungsionam : bonam
 Quo ad sanationam : bonam

2.10 Follow Up Pasien


17

Hari rawatan SOAP Terapi

Minggu, 27 S/Demam (+), pusing (+), IVFD


Februari 2022 nyeri kepala (+), nyeri perut
 Rl 20 gtt/i
(+), mual(-), muntah (-), gusi
H+1 berdarah (+), splenomegali Injeksi :
(+), petekie di tangan (+).
 Omeprazole 40 mg
O/ vial/12 jam
KU : Composmentis  Ondansetron amp /8 jam
TD : 120/70 mmHg Oral :
HR : 80 x/i  Metformin 2x500 mg

RR : 20 x/i  Glimipirid 1x2mg

T : 38,1 °C  Betahistin 2x1


 Neurodex 2x1
SpO2 : 98%
 Sucralfat syr 3 x C I
A/ DM Tipe II

P/ Pemeriksaan KGDP 2 jam


post prandial, HBA1C, Lipid
profile

Senin, 28 Februari S/ Nyeri kepala (+), pusing IVFD


2022 berputar putar, lemas (+)
 Rl 20 gtt/i
H+2 O/  Injeksi :
KU : composmentis  Omeprazole 40 mg
TD : 115/80 mmHg vial/12 jam
HR : 66x/i  Ondansetron amp /8 jam

RR : 19x/i Oral :
 Metformin 2x500 mg
T : 36,6 C
 Glimipirid 1x2mg
18

SPO2 : 98%  Betahistin 2x1


A/ DHF (Dengue  Neurodex 2x1
Hemorrhagic Fever) Stage II
 Sucralfat syr 3 x C I
+ Trombositopenia berat
P/ Pemeriksaan KGDP 2 jam
post prandial, HBA1C, Lipid
profile

Selasa, 01 Maret S/ Demam (+), pusing (+), IVFD


2022 nyeri kepala (+),mual (+),  RL 20 gtt/i
muntah (+) Injeksi
H+3  Omeprazole 40 mg
O/ vial/ 12 jam
KU : Composmentis  Ondansetron 4 mg
Safa 4 amp/8 jam
TD : 140/80 mmHg  Novalgin 1 amp/ 8
jam
HR : 90x/i Oral
RR : 21x/i  Metformin 2x500 mg

SPO2 : 99%  Glimipirid 1x2mg


 Betahistin 2x1
T : 38,5 C
 Paracetamol 3x1
KGDS : 237 mg/dl
A/ DHF (Dengue
Hemorrhagic Fever) Stage II
+ Trombositopenia berat
P/ Konsul neuro,
pemeriksaan lab KGDS per
hari

Rabu, 02 Maret S/ pusing (+), Lems (+) IVFD


2022  RL 20 gtt/i
O/ Injeksi
19

H+4 KU : Composmentis  Ceftriaxone 1 g


vial/12 jam
TD : 110/70 mmHg  Novorapid 12-12-12
Safa 4 HR : 70x/i  Levemir 0-0-14 (jam
22.00)
RR : 20x/i  Ondancetron 4mg/12
jam
SPO2 : 98%

T : 37,2C  Oral
 Gabapentin 2x1
KGDS : 249 mg/dl  Betahistine 2x1

A/ DM Tipe II
Infiltrat paru e.c Pneumonia
TB Paru
P/ Pemeriksaan Lab KGDS
per hari

Kamis, 03 Maret S/ demam pada malam hari IVFD


2022 (+), pusing berkurang (+),  RL 20 gtt/i
Lemas Injeksi
 Ceftriaxone 1 g
O/ vial/12 jam
H+5  Citicolin 1 Amp/12
KU : Composmentis
jam
TD : 120/70 mmHG  Ondansetron 4 mg/
HR : 80x/i 12jam
Safa 4
 Novorapid 12-12-12
T : 38,6 C  Levemir 0-0-14 (jam
RR : 20x/i 22.00)
 Ondancetron 4mg/12
SPO2 : 97% jam
KGDS 307 mg/dl
 Oral
A/ / DM Tipe II  Gabapentin 2x1
Pneumonia  Betahistine
 Paracetamol 3x
P/ Pemeriksaan KGDS per 500mg
hari
Jumat, 04 S, Lemas berkurang (+) Obat PBJ :
20

November 2021 O/

H+6 TD : 110/70 mmHg  Cefixime tab 20 mg


HR : 80x/i  PCT tab 500 mg
T : 36,6 C  Novorapid 14-14-14
Safa 4
SPO2 : 99%
A/ DM Tipe II
Pneumonia
P/ PBJ
21

BAB 3
PEMBAHASAN

3.1 Diabetes Melitus Tipe 2


3.1.1 Defenisi
Diabetes melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik
dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi
insulin, kerja insulin atau keduanya1.

3.1.2 Patogenesis
Resistensi insulin pada sel otot dan hati, serta kegagalan sel beta
pankreas telah dikenal sebagai patofisiologi kerusakan sentral dari DM tipe 2.
Hasil penelitian terbaru telah diketahui bahwa kegagalan sel beta terjadi lebih
dini dan lebih berat dari yang diperkirakan sebelumnya1.
Schwartz pada tahun 2016 mengatakan, bahwa tidak hanya otot, hepar,
dan sel beta pankreas saja yang berperan dalam patogenesis penyandang DM
tipe 2 tetapi terdapat delapan organ lain yang berperan, disebut sebagai the
egregious eleven (Gambar 3)3.

The Egregious Eleven


Secara garis besar patogenesis hiperglikemia disebabkan oleh sebelas
hal (egregious eleven) yaitu:3
1. Kegagalan sel beta pankreas.
22

Pada saat diagnosis DM tipe 2 ditegakkan, fungsi sel beta sudah sangat
berkurang. Obat anti diabetik yang bekerja melalui jalur ini adalah
sulfonilurea, meglitinid, agonis glucagon-like peptide (GLP-1) dan
penghambat dipeptidil peptidase-4 (DPP- 4).
2. Disfungsi sel alfa pankreas.
Sel alfa berfungsi pada sintesis glukagon yang dalam keadaan puasa
kadarnya di dalam plasma akan meningkat. Peningkatan ini
menyebabkan produksi glukosa hati (hepatic glucose production)
dalam keadaan basal meningkat secara bermakna dibanding individu
yang normal.
3. Sel lemak.
Sel lemak yang resisten terhadap efek antilipolisis dari insulin,
menyebabkan peningkatan proses lipolisis dan kadar asam lemak bebas
(free fatty acid (FFA)) dalam plasma. Peningkatan FFA akan
merangsang proses glukoneogenesis, dan mencetuskan resistensi
insulin di hepar dan otot, sehingga mengganggu sekresi insulin.
4. Otot.
Terjadi gangguan fosforilasi tirosin, sehingga terjadi gangguan
transport glukosa dalam sel otot, penurunan sintesis glikogen, dan
penurunan oksidasi glukosa.
5. Hepar.
Resistensi insulin yang berat dan memicu glukoneogenesis sehingga
produksi glukosa dalam keadaan basal oleh hepar (hepatic glucose
production) meningkat.
6. Otak.
Didapatkan hiperinsulinemia yang merupakan mekanisme kompensasi
dari resistensi insulin. Sehingga asupan makanan justru meningkat
akibat adanya resistensi insulin yang juga terjadi di otak.
7. Kolon/Mikrobiota.
Perubahan komposisi mikrobiota pada kolon berkontribusi dalam
keadaan hiperglikemia. diperkirakan sebagai mediator untuk
23

menangani keadaan hiperglikemia.


8. Usus halus.
Saluran pencernaan juga mempunyai peran dalam penyerapan
karbohidrat melalui kinerja enzim alfa glukosidase yang akan
memecah polisakarida menjadi monosakarida, dan kemudian diserap
oleh usus sehingga berakibat meningkatkan glukosa darah setelah
makan.
9. Ginjal.
Ginjal memfiltrasi sekitar 163 gram glukosa sehari. Sembilan puluh
persen dari glukosa terfiltrasi ini akan diserap kembali melalui
peran enzim SGLT-2 pada bagian convulated tubulus proksimal,
dan 10% sisanya akan diabsorbsi melalui peran SGLT-1 pada
tubulus desenden dan asenden, sehingga akhirnya tidak ada glukosa
dalam urin. Pada penyandang DM terjadi peningkatan ekspresi gen
SGLT-2, sehingga terjadi peningkatan reabsorbsi glukosa di dalam
tubulus ginjal dan mengakibatkan peningkatan kadar glukosa darah.
10. Lambung.
Penurunan kadar amilin karena kerusakan sel beta pankreas
menyebabkan percepatan pengosongan lambung dan peningkatan
absorpsi glukosa di usus halus, yang berhubungan dengan
peningkatan kadar glukosa postprandial.
11. Sistem Imun.
Inflamasi sistemik derajat rendah berperan dalam induksi stres pada
endoplasma dan berkaitan dengan komplikasi seperti dislipidemia
dan aterosklerosis akibat peningkatan kebutuhan metabolisme untuk
insulin. DM tipe 2 ditandai dengan resistensi insulin perifer dan
penurunan produksi insulin, disertai dengan inflamasi kronik derajat
rendah pada jaringan perifer seperti adiposa, hepar dan otot.
3.1.3 Faktor Resiko
Kelompok risiko tinggi yang tidak menunjukkan gejala klasik
DM yaitu:1
24

1. Kelompok dengan berat badan lebih (Indeks Massa Tubuh

[IMT] ≥ 23 kg/m2)
a. Aktivitas fisik yang kurang.
b. First-degree relative DM (terdapat faktor keturunan DM
dalam keluarga).
c. Kelompok ras/etnis tertentu.
d. Perempuan yang memiliki riwayat melahirkan bayi
dengan BBL > 4 kg atau mempunyai riwayat diabetes
melitus gestasional (DMG).
e. Hipertensi (≥ 140/90 mmHg atau sedang mendapat
terapi untuk hipertensi).
f. HDL < 35 mg/dL dan atau trigliserida > 250 mg/dL.
g. Wanita dengan sindrom polikistik ovarium.
h. Riwayat prediabetes.
i. Obesitas berat, akantosis nigrikans.
j. Riwayat penyakit kardiovaskular.
2. Usia > 45 tahun tanpa faktor risiko di atas
3.1.4 Diagnosis
Diagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa
darah. Pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan
glukosa secara enzimatik dengan bahan plasma darah vena. Pemantauan
hasil pengobatan dapat dilakukan dengan glukometer. Diagnosis tidak
dapat ditegakkan atas dasar adanya glukosuria1.
Diagnosis DM tipe-2 ditegakkan melalui dua tahap: (1) menegakkan
diagnosis DM, dan (2) menentukan tipe DM. Diagnosis diabetes melitus
ditegakkan dengan kriteria American Diabetes Association (ADA) (Boks
1)4.
25

3.1.5 Tatalaksana
Penatalaksanaan DM dimulai dengan menerapkan pola hidup sehat
(terapi nutrisi medis dan aktivitas fisik) bersamaan dengan intervensi
farmakologis dengan obat anti hiperglikemia secara oral atau suntikan.
Obat anti hiperglikemia oral dapat diberikan sebagai terapi tunggal atau
kombinasi. Pada keadaan emergensi dengan dekompensasi metabolik
berat, misalnya ketoasidosis, stres berat, berat badan yang menurun
dengan cepat, atau adanya ketonuria, harus segera dirujuk ke pelayanan
kesehatan sekunder atau tersier.1
26

1. Edukasi perawatan kaki diberikan secara rinci pada semua orang dengan
ulkus maupun neuropati perifer dan peripheral arterial disease (PAD).
2. Terapi Nutrisi Medis (TNM)
a. Karbohidrat yang dianjurkan sebesar 45 – 65% total asupan
energi. Terutama karbohidrat yang berserat tinggi.
b. Asupan lemak dianjurkan sekitar 20 – 25% kebutuhan kalori,
dan tidak diperkenankan melebihi 30% total asupan energi.
c. Pada pasien dengan nefropati diabetik perlu penurunan
asupan protein menjadi 0,8 g/kg BB perhari atau 10% dari
kebutuhan energi, dengan 65% diantaranya bernilai biologik
tinggi. Penyandang DM yang sudah menjalani hemodialisis
asupan protein menjadi 1 – 1,2 g/kg BB perhari.
d. Anjuran asupan natrium untuk penyandang DM sama dengan
orang sehat yaitu < 1500 mg per hari.
e. Jumlah konsumsi serat yang disarankan adalah 14
gram/1000 kal atau 20 – 35 gram per hari, karena
efektif
3. Program latihan fisik secara teratur dilakukan 3–5 hari seminggu
selama sekitar 30–45 menit, dengan total 150 menit per minggu,
dengan jeda antar latihan tidak lebih dari 2 hari berturut-turut.
4. Terapi farmakologis
a. Obat Antihiperglikemia Oral
27

b. Obat Antihiperglikemia Suntik


Termasuk anti hiperglikemia suntik, yaitu insulin, agonis GLP-1
dan kombinasi insulin dan agonis GLP-1.
Insulin digunakan pada keadaan :
 HbA1c saat diperiksa  7.5% dan sudah meng-
gunakan satu atau dua obat antidiabetes
 HbA1c saat diperiksa > 9%
 Penurunan berat badan yang cepat
 Hiperglikemia berat yang disertai ketosis
 Krisis Hiperglikemia
 Gagal dengan kombinasi OHO dosis optimal
 Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, in-
fark miokard akut, stroke)
 Kehamilan dengan DM/diabetes melitus gesta-
sional yang tidak terkendali dengan perencanaan
makan
 Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat
 Kontraindikasi atau alergi terhadap OHO
 Kondisi perioperatif sesuai dengan indikasi

Jenis dan Lama Kerja Insulin


Berdasarkan lama kerja, insulin terbagi menjadi 6 jenis :
 Insulin kerja cepat (Rapid-acting insulin)
 Insulin kerja pendek (Short-acting insulin)
 Insulin kerja menengah (Intermediate-acting insulin)
 Insulin kerja panjang (Long-acting insulin)
 Insulin kerja ultra panjang (Ultra long-acting insulin)
28

 Insulin campuran tetap, kerja pendek dengan


menengah dan kerja cepat dengan menengah
(Premixed insulin)
 Insulin campuran tetap, kerja ultra panjang den-
gan kerja cepat

Jenis obat agonis GLP-1/Incretin Mimetic

Jenis Obat Kombiasi Insulin dengan Agonis GLP-1


Berbagai Jenis Sediaan Insulin Eksogen

3.1.6. Komplikasi
1. Makroangiopati1
a) Pembuluh darah jantung: penyakit jantung coroner
b) Pembuluh darah tepi: penyakit arteri perifer yang sering terjadi
pada penyandang DM. Gejala tipikal yang biasa muncul pertama
kali adalah nyeri pada saat beraktivitas dan berkurang saat

29
30

istirahat (claudicatio intermittent), namun sering juga tanpa


disertai gejala.Ulkus iskemik pada kaki merupakan kelainan yang
dapat ditemukan pada penyandang.
c) Pembuluh darah otak: stroke iskemik atau stroke hemoragik
2. Mikroangiopati1
a. Retinopati Diabetik
b. Nefropati Diabetik
c. Neuropati
d. Kardiomiopati

3.2 Pneumonia
3.2.1 Defenisi
BAB 4
KESIMPULAN

Dengue hemorrhagic fever (DHF) adalah penyakit menular yang


disebabkan infeksi virus dengue, ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes
aegypti dan Aedes albopictus. Pada laporan kasus ini pasien laki-laki usia 20
tahun dengan keluhan demam, nyeri kepala, nyeri perut, nyeri sendi dan nyeri otot
yang dirasakan bersamaan 2 hari SMRS, ditemukan pula adanya spleenomegali
dan petekie pada extremitas atas antebrachii dextra.
Prognosis kasus DHF tergolong baik jika komplikasi bisa diatasi seperti
terjadinya dengue shock. Selain itu, mengingat Indonesia merupakan negara
endemis yang merupakan tempat yang rentan untuk kehidupan vektor nyamuk
aedes oleh karena itu pentingnya dilakukan pencegahan seperti menguras menutup
dan mengubur potensi berkembangnya sarang nyamuk pada air bersih maupun
tercemar.

31
DAFTAR PUSTAKA
1. Soelistijo, S. A. et al. Pedoman Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes
Melitus Tipe 2 Dewasa di Indonesia 2019. (PB PERKENI, 2019).
2. Kesehatan, L. P. B. P. dan P. Laporan RISKESDAS 2018. (2018).
3. Schwartz, S. S. et al. The Time Is Right for a New Classi fi cation System
for Diabetes : Rationale and Implications of the b -Cell – Centric Classi fi
cation Schema. J. Diabetes Care 39, 179–186 (2016).
4. Julia, M., Utari, A., Moelyo, A. G. & Rochmah, N. Pengelolaan Diabetes
Melitus Tipe-2. (UKK Endokrinologi, 2015).

32

Anda mungkin juga menyukai