Oleh :
Preseptor :
dr. Sri Meutia, Sp. PD
Segala puji dan syukur yang tak terhingga penulis hanturkan kepada
Allah SWT yang Maha Pengasih dan lagi Maha Penyayang karena atas segala
rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul
“DM Tipe 2, Pneumonia dan Abses Paru”. Penyusunan laporan kasus ini
merupakan salah satu tugas dalam menjalani Kepaniteraan Klinik Senior pada
bagian SMF Ilmu Penyakit Dalam di Fakultas Kedokteran Universitas
Malikussaleh.
Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai
pihak, sangatlah sulit bagi penulis untuk menyelesaikan laporan kasus ini, oleh
karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. dr. Sri Meutia, Sp. PD selaku preseptor selama mengikuti Kepaniteraan
Klinik Senior pada bagian SMF Ilmu Penyakit Dalam yang telah meluangkan
waktu untuk memberikan bimbingan, saran, arahan, masukan, semangat, dan
motivasi bagi penulis sehingga laporan kasus ini dapat diselesaikan.
2. Teman-teman sejawat pada kepanitraan klinik Ilmu Penyakit Dalam yang
telah memberikan dukungan kepada penulis untuk menyelesaikan laporan ka-
sus ini.
Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini masih banyak kekurangan.
Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran yang membangun untuk perbaikan
di masa yang akan datang. Semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi
pembaca.
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI...........................................................................................................ii
DAFTAR TABEL..................................................................................................iii
DAFTAR GAMBAR..............................................................................................iv
DAFTAR SINGKATAN........................................................................................vi
BAB 1 PENDAHULUAN.......................................................................................1
BAB 2 LAPORAN KASUS....................................................................................3
BAB 3 PEMBAHASAN........................................................................................14
BAB 4 KESIMPULAN..........................................................................................27
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................28
DAFTAR TABEL
Tabel 3. 1 Tanda bahaya (warning signs).................................................................................25
iii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3. 1 Morfologi Nyamuk Aedes...............................................................................................15
Gambar 3. 2 Imunopatogenesis Demam Dengue.................................................................................17
Gambar 3. 3 Perjalanan Klinis DHF.....................................................................................................19
Gambar 3. 4 Petekie..............................................................................................................................21
Gambar 3. 5 Derajat DHF.....................................................................................................................21
DAFTAR TABEL
BAB 1
PENDAHULUAN
BAB 2
LAPORAN KASUS
2.2 Anamnesis
1. Keluhan Pasien
Keluhan utama : nyeri kepala sejak dua hari sebelum masuk ke
rumah sakit, nyeri kepala muncul tiba tiba, nyeri kepala disertai pusing
yang berputar-putar, nyeri kepala di rasakan pasien setiap saat.
Keluhan tambahan : lemas, mual dan muntah.
2. Riwayat Penyakit Sekarang (RPS) :
Pasien datang ke IGD RS Cut Meutia dengan keluhan nyeri kepala. Pasien
merasakan nyeri kepala sejak 2 hari SMRS, nyeri kepala diikuti dengan rasa
pusing berputar putar, timbul secara mendadak dan tanpa mengenal waktu. Selain
itu pasien mengeluhkan lemas diikuti dengan mual dan muntah.
3. Riwayat Penyakit terdahulu (RPD) :
Pasien pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya
Riwayat DM sejak 6 bulan yang lalu
Riwayat Hipertensi (-)
4. Riwayat Penggunaan Obat (RPO)
Pasien mengatakan mengkonsumsi obat obatan dari puskesmas untuk
9
• Perkusi :
Paru kanan Paru kiri
Lap. Paru Atas Sonor Sonor
Lap. Paru Tengah Sonor Sonor
Lap. Paru Bawah Sonor Sonor
• Auskultasi :
- Terdengar suara amphoric pada bagian paru atas kanan pasien
setinggi SIC 2 sampai 3
- Terdengar suara ronchi basah kasar setinggi SIC 4 sampai 5.
Cor
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat.
Palpasi : Iktus kordis teraba pada ICS V.
11
Perkusi :
Batas atas jantung : ICS II Sinistra
batas kanan jantung: ICS II linea parasternalis dextra.
batas kiri jantung : ICS V linea midclavicularis sinistra.
Auskultasi : BJ 1 > BJ 2, murmur (-), gallop (-).
Abdomen
Inspeksi : Distensi (-), Perubahan warna kulit (-), massa (-)
Palpasi : Soepel, hepar tidak teraba, defans muscular(-), nyeri
seluruh abdomen (-).
Perkusi : Tympany (+), pekak hati (+)
Auskultasi : Peristaltik (+)
Extremitas
Ekstremitas atas :
- Akral hangat : (+/+)
- Deformitas : (-/-)
- Sendi : dalam batas normal, hiperemis (-)
- Edema : (-/-)
- Sianosis : (-/-)
- Clubbing finger: (-/-)
- Petekie : (+/-)
Ekstremitas bawah:
- Akral hangat : (+/+)
- Deformitas : (-/-)
- Sendi : dalam batas normal, hiperemis (-)
- Edema : (-/-)
- Gangren : (-/-)
- Sianosis : (-/-)
- Petekie : (-/-)
12
HEMATOLOGI
Hematologi Rutin
Hemoglobin 10.47 g/Dl 13.0 -18.00 g/dl
Eritrosit 5.07 juta/Ul 4.5 - 6.5 ribu/Ul
Leukosit 14.43 ribu/uL 4.0 - 11.0 ribu/uL
Hematokrit 33.03 % 37.0 - 47.0 %
Trombosit 405 ribu/Ul 150 – 450 ribu/uL
Indeks Eritrosit
MCV 65.16 fl 79 - 99 fl
MCH 20.66 pg 27.0 - 31.2 pg
MCHC 31.70 g/dl 33.0 - 37.0 g/dl
RDW-CV 12.61 % 11.5 - 14.5 %
Kimia Darah
437.0 mg/dl <180 mg/dl
Glukosa sewaktu
Fungsi Ginjal
Ureum 29 mg/dl < 50
Kreatinin 0.64 mg/dl 0,5-0,9
Asam Urat 1.6 mg/dl 2.4-5.7
13
Kimia Darah
Lemak Darah
Glukosa Darah
HBA1C - 12.3 %
14
Tampak pula bercak dengan fibrotic line pada lapangan atas paru kiri
Kesan :
Hasil EKG
2.5 Resume
Pasien wanita umur 56 tahun datang ke IGD RS Cut Meutia pada minggu,
27 februari pukul 17.10 WIB dengan keluhan nyeri kepala. Pasien merasakan
nyeri kepala sejak 2 hari SMRS, nyeri kepala diikuti dengan rasa pusing berputar
putar, timbul secara mendadak dan tanpa mengenal waktu. Pasien pernah
120/70 mmHg, frekuensi nadi 80x/menit, regular, isi dan tekanan cukup,
frekuensi napas 20x/menit, regular, suhu 36,1ºC dengan status gizi didapatkan
leukosit yang meningkat, dan kadar glukosa darah yang meningkat. Pada
4. Glimipirid 1x2 mg
5. Betahistin 2x1
6. Neurodex 2x1
7. Sucralfat syr 3 x C I
2.9 Prognosis
Quo ad vitam : bonam
Quo ad fungsionam : bonam
Quo ad sanationam : bonam
RR : 19x/i Oral :
Metformin 2x500 mg
T : 36,6 C
Glimipirid 1x2mg
18
T : 37,2C Oral
Gabapentin 2x1
KGDS : 249 mg/dl Betahistine 2x1
A/ DM Tipe II
Infiltrat paru e.c Pneumonia
TB Paru
P/ Pemeriksaan Lab KGDS
per hari
November 2021 O/
BAB 3
PEMBAHASAN
3.1.2 Patogenesis
Resistensi insulin pada sel otot dan hati, serta kegagalan sel beta
pankreas telah dikenal sebagai patofisiologi kerusakan sentral dari DM tipe 2.
Hasil penelitian terbaru telah diketahui bahwa kegagalan sel beta terjadi lebih
dini dan lebih berat dari yang diperkirakan sebelumnya1.
Schwartz pada tahun 2016 mengatakan, bahwa tidak hanya otot, hepar,
dan sel beta pankreas saja yang berperan dalam patogenesis penyandang DM
tipe 2 tetapi terdapat delapan organ lain yang berperan, disebut sebagai the
egregious eleven (Gambar 3)3.
Pada saat diagnosis DM tipe 2 ditegakkan, fungsi sel beta sudah sangat
berkurang. Obat anti diabetik yang bekerja melalui jalur ini adalah
sulfonilurea, meglitinid, agonis glucagon-like peptide (GLP-1) dan
penghambat dipeptidil peptidase-4 (DPP- 4).
2. Disfungsi sel alfa pankreas.
Sel alfa berfungsi pada sintesis glukagon yang dalam keadaan puasa
kadarnya di dalam plasma akan meningkat. Peningkatan ini
menyebabkan produksi glukosa hati (hepatic glucose production)
dalam keadaan basal meningkat secara bermakna dibanding individu
yang normal.
3. Sel lemak.
Sel lemak yang resisten terhadap efek antilipolisis dari insulin,
menyebabkan peningkatan proses lipolisis dan kadar asam lemak bebas
(free fatty acid (FFA)) dalam plasma. Peningkatan FFA akan
merangsang proses glukoneogenesis, dan mencetuskan resistensi
insulin di hepar dan otot, sehingga mengganggu sekresi insulin.
4. Otot.
Terjadi gangguan fosforilasi tirosin, sehingga terjadi gangguan
transport glukosa dalam sel otot, penurunan sintesis glikogen, dan
penurunan oksidasi glukosa.
5. Hepar.
Resistensi insulin yang berat dan memicu glukoneogenesis sehingga
produksi glukosa dalam keadaan basal oleh hepar (hepatic glucose
production) meningkat.
6. Otak.
Didapatkan hiperinsulinemia yang merupakan mekanisme kompensasi
dari resistensi insulin. Sehingga asupan makanan justru meningkat
akibat adanya resistensi insulin yang juga terjadi di otak.
7. Kolon/Mikrobiota.
Perubahan komposisi mikrobiota pada kolon berkontribusi dalam
keadaan hiperglikemia. diperkirakan sebagai mediator untuk
23
[IMT] ≥ 23 kg/m2)
a. Aktivitas fisik yang kurang.
b. First-degree relative DM (terdapat faktor keturunan DM
dalam keluarga).
c. Kelompok ras/etnis tertentu.
d. Perempuan yang memiliki riwayat melahirkan bayi
dengan BBL > 4 kg atau mempunyai riwayat diabetes
melitus gestasional (DMG).
e. Hipertensi (≥ 140/90 mmHg atau sedang mendapat
terapi untuk hipertensi).
f. HDL < 35 mg/dL dan atau trigliserida > 250 mg/dL.
g. Wanita dengan sindrom polikistik ovarium.
h. Riwayat prediabetes.
i. Obesitas berat, akantosis nigrikans.
j. Riwayat penyakit kardiovaskular.
2. Usia > 45 tahun tanpa faktor risiko di atas
3.1.4 Diagnosis
Diagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa
darah. Pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan
glukosa secara enzimatik dengan bahan plasma darah vena. Pemantauan
hasil pengobatan dapat dilakukan dengan glukometer. Diagnosis tidak
dapat ditegakkan atas dasar adanya glukosuria1.
Diagnosis DM tipe-2 ditegakkan melalui dua tahap: (1) menegakkan
diagnosis DM, dan (2) menentukan tipe DM. Diagnosis diabetes melitus
ditegakkan dengan kriteria American Diabetes Association (ADA) (Boks
1)4.
25
3.1.5 Tatalaksana
Penatalaksanaan DM dimulai dengan menerapkan pola hidup sehat
(terapi nutrisi medis dan aktivitas fisik) bersamaan dengan intervensi
farmakologis dengan obat anti hiperglikemia secara oral atau suntikan.
Obat anti hiperglikemia oral dapat diberikan sebagai terapi tunggal atau
kombinasi. Pada keadaan emergensi dengan dekompensasi metabolik
berat, misalnya ketoasidosis, stres berat, berat badan yang menurun
dengan cepat, atau adanya ketonuria, harus segera dirujuk ke pelayanan
kesehatan sekunder atau tersier.1
26
1. Edukasi perawatan kaki diberikan secara rinci pada semua orang dengan
ulkus maupun neuropati perifer dan peripheral arterial disease (PAD).
2. Terapi Nutrisi Medis (TNM)
a. Karbohidrat yang dianjurkan sebesar 45 – 65% total asupan
energi. Terutama karbohidrat yang berserat tinggi.
b. Asupan lemak dianjurkan sekitar 20 – 25% kebutuhan kalori,
dan tidak diperkenankan melebihi 30% total asupan energi.
c. Pada pasien dengan nefropati diabetik perlu penurunan
asupan protein menjadi 0,8 g/kg BB perhari atau 10% dari
kebutuhan energi, dengan 65% diantaranya bernilai biologik
tinggi. Penyandang DM yang sudah menjalani hemodialisis
asupan protein menjadi 1 – 1,2 g/kg BB perhari.
d. Anjuran asupan natrium untuk penyandang DM sama dengan
orang sehat yaitu < 1500 mg per hari.
e. Jumlah konsumsi serat yang disarankan adalah 14
gram/1000 kal atau 20 – 35 gram per hari, karena
efektif
3. Program latihan fisik secara teratur dilakukan 3–5 hari seminggu
selama sekitar 30–45 menit, dengan total 150 menit per minggu,
dengan jeda antar latihan tidak lebih dari 2 hari berturut-turut.
4. Terapi farmakologis
a. Obat Antihiperglikemia Oral
27
3.1.6. Komplikasi
1. Makroangiopati1
a) Pembuluh darah jantung: penyakit jantung coroner
b) Pembuluh darah tepi: penyakit arteri perifer yang sering terjadi
pada penyandang DM. Gejala tipikal yang biasa muncul pertama
kali adalah nyeri pada saat beraktivitas dan berkurang saat
29
30
3.2 Pneumonia
3.2.1 Defenisi
BAB 4
KESIMPULAN
31
DAFTAR PUSTAKA
1. Soelistijo, S. A. et al. Pedoman Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes
Melitus Tipe 2 Dewasa di Indonesia 2019. (PB PERKENI, 2019).
2. Kesehatan, L. P. B. P. dan P. Laporan RISKESDAS 2018. (2018).
3. Schwartz, S. S. et al. The Time Is Right for a New Classi fi cation System
for Diabetes : Rationale and Implications of the b -Cell – Centric Classi fi
cation Schema. J. Diabetes Care 39, 179–186 (2016).
4. Julia, M., Utari, A., Moelyo, A. G. & Rochmah, N. Pengelolaan Diabetes
Melitus Tipe-2. (UKK Endokrinologi, 2015).
32