Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN KASUS & REFERAT

ANEMIA HEMOLITIK AUTOIMUN

Disusun Oleh:

Bianca Caterinalisendra 1102014058

Melissa Berina Mulkanaz 1102017134

Pembimbing:

dr. Faizal Drissa Hasibuan, Sp.PD-KHOM

PEMBELAJARAN JARAK JAUH

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI

PERIODE 26 JULI – 22 AGUSTUS 2021


KATA PENGANTAR

Segala puji penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan karunia-
Nya penulis dapat menyelesaikan laporan kasus dan referat yang berjudul “Anemia Hemolitik
Autoimun”. Laporan kasus dan referat ini disusun untuk memenuhi tugas kepaniteraan klinik
di bagian Ilmu Penyakit Dalam.

Penyusunan laporan kasus dan referat ini tidak terlepas dari dukungan dan bantuan
berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Faizal Drissa
Hasibuan, Sp.PD-KOHM atas bimbingnnya selama penulis menyelesaikan laporan kasus dan
referat ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada teman sejawat atas dukungan yang
telah diberikan.

Penulis menyadari bahwa laporan kasus dan referat ini masih jauh dari kesempurnaan
dan masih memiliki kesalahan ataupun kekurangan yang ada di dalamnya. Oleh karena itu,
kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan demi perbaikan materi penulisan
dan menambah wawasan penulis.

Semoga tinjauan pustaka ini dapat berguna bagi kita semua, khususnya pembaca dan
rekan-rekan sejawat.

Jakarta, 19 Agustus 2021

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................................................... i


DAFTAR ISI ....................................................................................................................... ii
BAB I LAPORAN KASUS ............................................................................................. 1
BAB II PENDAHULUAN .............................................................................................. 12
BAB III TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................................... 13
ANEMIA HEMOLITIK AUTOIMUN...................................................................13
1. Definisi........................................................................................................... 13
2. Epidemiologi .................................................................................................. 13
3. Etiologi........................................................................................................... 14
4. Klasifikasi ...................................................................................................... 14
5. Patofisiologi ................................................................................................... 15
6. Manifestasi Klinis ........................................................................................... 15
7. Diagnosis & Diagnosis Banding ..................................................................... 16
8. Tatalaksana ..................................................................................................... 19
8. Komplikasi ..................................................................................................... 20
9. Pencegahan..................................................................................................... 21
10.Prognosis........................................................................................................ 21
BAB IV KESIMPULAN........................................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................23

2ii
BAB I

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. C
Umur : 25 Tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Status : Belum menikah
Pekerjaan : Karyawan Swasta
Agama : Islam
Alamat : Kemayoran, Jakarta Pusat
Tanggal masuk RS : 9 Agustus 2021 pukul 13.00 WIB
Tanggal pemeriksaan : 9 Agustus 2021

II. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 9 Agustus 2021 pukul 13.00
WIB
Keluhan Utama
Mudah lelah sejak 3 minggu SMRS

Keluhan Tambahan
Wajah pucat, mata dan kulit berwarna kuning, BAK berwarna coklat seperti teh.

III. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG


Pasien datang dengan keluhan mudah lelah sejak 3 minggu SMRS. Lelah semakin
bertambah saat pasien beraktivitas sehari-hari. Pasien juga mengeluhkan wajahnya
terlihat pucat. Pasien mengeluhkan kedua mata dan seluruh tubuhnya berwarna kuning
sejak 3 minggu yang lalu. Demam, mual, dan muntah disangkal. Pasien juga
mengeluhkan BAK berwarna coklat seperti teh. BAB pasien dalam keadaan normal.
Nyeri saat BAB dan BAK tidak dijumpai. Pasien pernah mengidap penyakit Limfoma
Hodgkin dan sudah sembuh sejak 1 bulan yang lalu. Pasien jarang berolahraga. Pasien
memiliki kebiasaan merokok sejak usia 19 tahun.

1
IV. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
• Riwayat penyakit serupa : Disangkal
• Riwayat penyakit keganasan : Pernah mengidap Limfoma Hodgkin dan
sudah sembuh 1 bulan yang lalu
• Riwayat transfusi darah : Disangkal
• Riwayat hepatitis : Disangkal
• Riwayat penyakit jantung : Disangkal
• Riwayat hipertensi : Disangkal
• Riwayat diabetes mellitus : Disangkal
• Riwayat alergi obat : Disangkal

V. RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA


• Riwayat penyakit serupa : Disangkal
• Riwayat hepatitis : Disangkal
• Riwayat penyakit autoimun : Disangkal
• Riwayat penyakit keganasan : Disangkal
• Riwayat penyakit jantung : Disangkal
• Riwayat diabetes melitus : Disangkal
• Riwayat alergi obat : Disangkal

VI. RIWAYAT PEMAKAIAN OBAT


Pasien belum pernah mendapatkan pengobatan sebelumnya.

VII. RIWAYAT PRIBADI DAN SOSIAL


Pasien adalah seorang karyawan swasta sejak 1 tahun yang lalu. Pasien jarang
berolahraga. Pasien memiliki kebiasaan merokok sejak usia 19 tahun, frekuensi ±4
batang/hari. Riwayat minum alkohol disangkal.

VIII. STATUS GENERALIS


1. Keadaan umum : Tampak sakit sedang

2
2. Kesadaran : Composmentis (GCS 15 = E4M6V5)
3. Tekanan Darah : 120/80 mmHg
4. Nadi
- Frekuensi : 88x/menit
- Irama denyut nadi : Reguler
- Isi nadi : Besar (pulsus magnus)
- Kualitas nadi : Kuat
5. Suhu : 37,2ºC (axilla)
6. Pernapasan : 24x/menit, reguler, tidak ada pernapasan patologis
7. Gizi
- BB : 50 kg

- TB : 160 cm

- IMT : 20,3 kg/m2 (Normoweight)

IX. ASPEK KEJIWAAN


- Tingkah laku: Baik dan Sopan
- Proses pikir: Koheren
- Kecerdasan: Baik

X. PEMERIKSAAN FISIK
KULIT

Warna : Kuning

Pucat : Pucat

Jaringan parut : Tidak ada

Turgor : Baik, <2 detik

KEPALA

Bentuk : Normocephal

Rambut : Warna hitam-putih, penyebaran merata, tidak mudah dicabut

3
Kulit kepala : Luka (-), sikatrik (-), ketombe (-)

MATA

Palpebra : Hiperemis -/-, edema -/-,


Konjungtiva : Pucat +/+
Sklera ikterik : +/+ (kuning)
Pupil : Bulat isokor 3 mm/3 mm
Refleks cahaya : RCL +/+, RCTL +/+

TELINGA

Bentuk daun telinga : Normal

Liang telinga : Serumen -/-, inflamasi -/-

Pendengaran : Baik (normal)

HIDUNG DAN SINUS PARANASAL

Bentuk : Normal

Napas cuping hidung : -/-

Nyeri tekan : -/-

Sekret : -/-

Epitaksis : -/-

MULUT

Bau pernapasan : Normal

Faring : Hiperemis (-)

Tonsil : T1-T1, hiperemis (-)

Lidah : Atrofi (-), deviasi (-), kotor (-)

4
Uvula : Letak di tengah, deviasi (-)

LEHER

JVP : 5+2 cm H2O

Trakea : Di tengah, deviasi (-)

Kelenjar tiroid : Tidak ada pembesaran

Kelenjar lymphonodi : Tidak ada pembesaran

PARU-PARU

Inspeksi : Bentuk dada normal, pergerakan dinding dada simetris, jaringan parut (-)

Palpasi : Fremitus taktil dan fremitus vokal kanan = kiri

Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru, peranjakan paru hepar (+) ICS 5

Auskultasi : Suara napas vesikuler (+/+), ronki (-/-), wheezing(-/-)

JANTUNG

 Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat


 Palpasi : Iktus kordis teraba 2 cm medial di ICS 5 linea midclavicularis sinistra
 Perkusi
- Batas pinggang jantung : ICS 3 linea parasternalis sinistra
- Batas kanan : ICS 4 linea parasternalis dextra
- Batas kiri : ICS 5 linea midclavicularis sinistra
 Auskultasi
- Bunyi Jantung I-II regular
- A1<A2, P1<P2, M1>M2, T1>T2
- Murmur (-), gallop (-)

5
ABDOMEN

 Inspeksi : Dinding abdomen asimetris, sikatrik (-), luka (-), venektasi (-)

 Palpasi

- Nyeri tekan (-)


- Hepar teraba 4 cm di bawah arcus costae, tepi tajam, konsistensi lunak
- Lien teraba pada S3, tepi tajam, konsistensi kenyal
- Undulasi (-)
- Ballotement ginjal (-)
 Perkusi : Timpani pada seluruh kuadran abdomen, shifting dullness (-)

 Auskultasi : Bising usus (+) normal, frekuensi 10x/menit di seluruh kuadran

EKSTREMITAS

• Ekstremitas superior: Akral hangat, ikterus (+), edema (-),CRT <2 detik.

• Ekstremitas inferior: Akral hangat, ikterus (+), edema (-), CRT <2 detik

EKSTREMITAS EKSTREMITAS
PARAMETER
ATAS BAWAH
MOTORIK 5555/5555 5555/5555
SENSORIK
Raba +/+ +/+
Nyeri +/+ +/+
REFLEKS FISIOLOGIS
Biceps +/+
Triceps +/+
Patella +/+
Achilles +/+
REFLEKS PATOLOGIS
Hoffman -/-
Babinski -/-
Chaddock -/-
PULSASI
A. Radialis +/+
A. Dorsalis pedis +/+
A. Poplitea posterior +/+

6
GENITALIA

Tidak dilakukan pemeriksaan

ANOREKTAL

Tidak dilakukan pemeriksaan

XI. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Pemeriksaan Darah

Pemeriksaan Hasil Nilai Normal


Darah Lengkap
Hemoglobin 7,5 g/dL 12-16 g/dL
Hematokrit 23% 38-50 %
Eritrosit 2,6 juta/µl 4,4 – 5,9 juta/µl
Leukosit 8900 /µl 5000 – 10.000
Trombosit 230 x 150 - 400 x
103/µl 103/µl
MCV 82 fl 80 – 100 fl
MCH 30 pg 26 – 34 pg
MCHC 34 mg/dL 30 – 35 g/dL
Retikulosit 6% 0,5 – 1,5 %
RDW 13 % 11,5% - 14,5%
Kimia Darah
GDS 100 mg/dL < 200 mg/dL
Ureum 34 mg/dL 17 – 43 mg/dL
Kreatinin 1,06 mg/ 0,7-1,3 mg/dL
dL
Elektrolit
Natrium 140 135- 145 mmol/L
mmol/L
Kalium 4 mmol/L 3,5 – 5,0 mmol/L
Klorida 98 mmol/L 95 – 105 mmol/L
Bilirubin
Bilirubin total 1,4 mg/dL 0,2 - 1,2 mg/dL
Bilirubin direk 0,2 mg/dL 0 - 0,3 mg/dL
Bilirubin indirek 1 mg/dL 0 – 0,7 mg/dL

7
Urinalisis
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal

Makroskopik

Warna Coklat Kuning

Kejernihan Keruh Jernih

Berat jenis 1,015 1,010 – 1,035

pH 6,0 5,0 – 7,0

Glukosa Negatif Negatif

Keton Negatif Negatif

Nitrit Negatif Negatif

Urobilinogen 1,3 0,1 – 1,0

Bilirubin +1 Negatif

Mikroskopik

Eritrosit 2 sel/µl 0 - 3 sel/µl

Leukosit 2-4 sel/µl 0 - 10 sel/µl

Epitel +1 sel/µl +1

Kristal Negatif Negatif

 Sediaan Apus Darah Tepi (SADT)

Terdapat sferosit, sel-sel polikromasi, retikulosit

8
 Direct Coombs Test (Antiglobulin Direk)

IgG (+), ditemukan antibodi reaktif pada suhu 37ºC → Coombs Test (+)

XII. RESUME
Ny. C berusia 25 tahun datang dengan keluhan malaise sejak 3 minggu SMRS.
Malaise semakin bertambah saat pasien beraktivitas sehari-hari. Pasien juga
mengeluhkan wajahnya terlihat pucat, sklera dan kulit ikterik. Urin berwarna coklat
seperti teh. Pasien pernah mengidap penyakit Limfoma Hodgkin dan sudah sembuh
sejak 1 bulan yang lalu. Pasien jarang berolahraga. Pasien memiliki kebiasaan merokok
sejak usia 19 tahun. Pada status generalis tampak sakit sedang, kesadaran
komposmentis, tanda vital dalam batas normal, dan status gizi normal. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan kulit ikterus (+), wajah pucat (+), konjungtiva anemis
(+/+), sklera ikterik (+/+), hepatomegali (+), dan splenomegali (+). Pada pemeriksaan
darah didapatkan anemia normositik normokrom, retikulositosis, bilirubin indirek
meningkat, sferosit (+), polikromasi (+), dan Coombs test (+). Pada urinalisis
didapatkan warna coklat keruh, urobilinuria, dan bilirubinuria.

XIII. PERMASALAHAN
Anemia Hemolitik Autoimun
• Assessment: Malaise, konjungtiva anemis, kulit dan sklera ikterik, urin coklat seperti
teh, hepatosplenomegali, retikulositosis, anemia normositik normokrom, bilirubin
indirek meningkat, Coombs Test positif, urobilinogen & bilirubin urin positif.
• Plan diagnosis: Pemeriksaan darah lengkap, SADT, urinalisis, Coombs Test
• Plan terapi: kortikosteroid, imunosupresan, imunoglobulin, splenektomi

9
• Plan monitoring: Pemeriksaan darah lengkap, Coombs test, urinalisis, pemeriksaan
fungsi hati

• Plan edukasi: kepatuhan minum obat, istirahat yang cukup, pola makan yang baik dan
konsumsi makanan yang bergizi.

XIV. DIAGNOSIS BANDING


1. Anemia Hemolitik Autoimun
2. Anemia Aplastik
3. Thalasemia
4. Hepatitis
5. Sirosis hepatis

XV. DIAGNOSIS KERJA


Anemia Hemolitik Autoimun (Tipe Hangat)

XVI. RENCANA PEMERIKSAAN


• Hematologi lengkap
• Sediaan apus darah tepi
• Coombs test
• Urinalisis
• Pemeriksaan fungsi hati
• Pemeriksaan sumsum tulang
• USG Abdomen

XVII. PENATALAKSANAAN
a. Non-Medikamentosa
• Tirah baring

• Diet kalori

- BMR = 665 + (9,6 x 50) + (1,8 x 160) – (4,7 x 25) = 1.315 kkal

- Kebutuhan kalori harian = BMR x 1,3= 1.315 x 1,3 = 1.709,5 kkal/hari

- Karbohidrat = 60% x 1.709,5 /4 gram = 256 gram

- Protein = 15% x 1.709,5 /4 gram = 64 gram

10
- Lemak = 15% x 1.709,5 /9 gram = 26,4 gram

b. Medikamentosa
• Kortikosteroid: Prednison 50 mg/hari PO
(bila ada respon, dosis diturunkan 10-20 mg/hari, dapat diberikan selang
sehari)
• Rituximab 100 mg/minggu IV (4 minggu)
• Azathioprin 50 mg/hari PO

Terapi lain:
- Danazol 600 mg/hari PO
- Imunoglobulin 20 gr/hari IV
- Splenektomi dapat dilakukan bila terapi steroid tidak adekuat

XVIII. PROGNOSIS
 Ad vitam: Dubia Ad Bonam
 Ad functionam: Dubia Ad Bonam
 Ad sanactionam: Dubia Ad Bonam

XIX. EDUKASI
• Menjelaskan kepada pasien dan keluarga mengenai penyakitnya, komplikasi,
terapi, dan prognosisnya
• Kepatuhan minum obat secara teratur
• Hindari merokok
• Konsumsi makanan bergizi dan pola makan teratur
• Istirahat yang cukup

11
BAB II

PENDAHULUAN

Anemia hemolitik adalah kadar hemoglobin kurang dari nilai normal akibat kerusakan
dari sel eritrosit yang lebih cepat dari kemampuan sumsum tulang untuk menggantikanya, atau
anemia yang terjadi karena adanya destruksi atau pembuangan sel darah merah dari sirkulasi
sebelum waktunya, yaitu 120 hari yang merupakan masa hidup sel darah merah normal.

Anemia hemolitik dapat terjadi karena defek molekuler membran, abnormalitas stuktur
dan fungsi membran, serta faktor lingkungan seperti trauma mekanik atau autoantibodi.
Anemia hemolitik dapat terjadi akibat hemolitik intravaskular, yaitu destruksi sel darah merah
terjadi di dalam sirkulasi pembuluh darah dengan pelepasan isi sel ke dalam plasma, dan
hemolitik ekstravaskuler yaitu destruksi sel darah merah yang ada kelainan di makrofag di
limpa dan di hati.

Derajat keparahan tergantung pada hemolisis timbul secara bertahap atau tiba-tiba dan
sejauh mana telah terjadi kerusakan eritrosit. Tingkat kematian cukup rendah pada anemia
hemolitik, resikonya lebih besar pada pasien berusia lebih tua dan pasien dengan gangguan
kardiovaskular. Morbiditasnya tergantung pada etiologik hemolisis dan gangguan yang
mendasarinya.

12
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

ANEMIA HEMOLITIK AUTOIMUN

1. Definisi
Anemia Hemolitik
Anemia hemolitik adalah anemia yang disebabkan oleh proses hemolisis. Hemolisis
adalah pemecahan eritrosit dalam pembuluh darah sebelum waktunya. Anemia hemolitik
dibagi menjadi dua golongan besar yaitu anemia hemolitik imun dan anemia hemolitik non
imun (Bakta, 2006).

Ada 2 mekanisme terjadinya hemolitik yaitu:

Hemolitik intravaskular: Destruksi sel darah merah terjadi di dalam sirkulasi pembuluh
darah dengan pelepasan isi sel kedalam plasma. Penyebabnya antara lain karena trauma
mekanik dari endotel yang rusak, fiksasi komplemen serta aktifasi pada permukaan sel dan
Infeksi.

Hemolitik ekstravaskular: Destruksi sel darah merah yang ada kelainan membran oleh
makrofag di limpa dan hati. Sirkulasi darah difiltrasi melalui Splenic Cords menuju sinusoid
limpa. Sel darah merah dengan abnormalitas stuktur membran tidak dapat dapat melewati
proses filtrasi sehingga difagositosis dan dihancurkan oleh makrofag yang di sinusoid.

Anemia Hemolitik Imun


Anemia hemolitik imun disebabkan adanya kelainan pada antibodi terhadap sel – sel
eritrosit sehingga eritrosit mudah lisis dan umur eritrosit memendek. Timbulnya anemia
hemolitik imun membutuhkan adanya antibodi dan proses destruksi eritrosit (Hariadi dan
Pardjono, 2014).

2. Epidemiologi
Anemia hemolitik meliputi 5% dari keseluruhan kasus anemia. AIHA akut sangat
jarang terjadi, insidensinya 1 – 3 kasus per 100.000 individu per tahun. Angka kejadian
AIHA pada pria dan wanita hampir sama yaitu perbandingan 1:1 dan tidak berhubungan
dengan ras, namun terkait dengan keturunan (Tanto, 2014).

13
3. Etiologi
Etiologi pasti dari penyakit autoimun memang belum jelas. Kemungkinan terjadi
karena gangguan central tolerance dan gangguan pada proses pembatasan limfosit
autoreaktif residual.Sebagian besar penyebab AIHA adalah penyakit sekunder akibat virus,
Penyakit autoimun lain, keganasan, obat-obatan yaitu dengan beberapa jenis obat yang
digunakan pada kasus Leukemia Limfositik Kronik bisa menginduksi AIHA, begitu pula
Interferon-a, levofloksasin, lenalidomide, dan transfusi darah.

Beberapa Penyakit yang disertai AIHA adalah Leukimia Limfositik Kronik, Limfoma
Non-Hodgkin, gamopati IgM, Limfoma Hodgkin, tumor solid, kista dermoid ovarium, SLE,
kolitis ulseratif, Autoimune lympoproliferative disease, pasca transplantasi organ (Hariadi
dan Pardjono, 2014).

4. Klasifikasi
Anemia hemolitik autoimun (AIHA)
a. Tipe hangat: diperantari oleh IgG, berikatan dengan antigen permukaan sel eritrosit
pada suhu tubuh.
- Idiopatik
- Sekunder: leukemia, limfositosis kronis, SLE
b. Tipe dingin: diperantarai oleh IgM, berikatan dengan antigen permukaan sel eritrosit
pada suhu dibawah suhu tubuh.
- Idiopatik
- Sekunder: infeksi mycoplasma, keganasan limforetikuler
c. Paroxysmal cold hemoglobinouria
- Idiopatik
- Sekunder: sifilis
d. AIHA Atipik
- AIHA tes antiglobulin negatif
- AIHA kombinasi tipe hangat dan dingin
1. AIHA diinduksi obat: golongan penisilin, kinin, kuinidin, sulfonamid, tiazid, metildopa
2. AIHA diinduksi aloantibodi
a. Reaksi hemolitik transfusi
b. Penyakit hemolitik pada bayi baru lahir
(Hariadi dan Pardjono, 2014)

14
5. Patofisiologi
Hemolisis dapat terjadi secara ekstravaskular dan intravaskular. Hal ini tergantung pada
patologi yang mendasari penyakit. Pada hemolisis intravaskuler, destruksi eritrosit terjadi
langsung dalam pembuluh darah. Misalnya pada trauma mekanik, fiksasi komplemen dan
aktivasi sel permukaan atau infeksi yang langsung mendegradasi dan mendestruksi
membran sel eritrosit/hemolisis ini jarang terjadi. Hemolisis yang lebih sering adalah
hemolisis ekstravaskuler. Pada hemolisis ekstravaskuler, desktruksi sel eritrosit dilakukan
oleh sistem retikuloendotelial karena sel eritrosit telah mengalami perubahan membran yang
tidak dapat melewati sistem retikuloendotelial sehingga difagositosis dan dihancurkan oleh
makrofag.

6. Manifestasi Klinis
 AIHA Tipe Hangat
Gejala umum anemia, ikterik, demam, urin berwarna gelap, splenomegali,
hepatomegali dan limadenopati.
 AIHA Tipe Dingin
Anemia ringan (Hb 9 – 12 g/dL), akrosianosis (aglutinasi intravaskular ditandai dengan
munculnya warna biru keunguan pada ekstremitas, hidung dan telinga saat terpapar
suhu dingin) dan splenomegali.

 Paroxysmal Cold Hemoglobinouria


Hemolisis paroksimal disertai menggigil panas, mialgia, sakit kepala dan urtikaria.

15
 AIHA diinduksi Obat
Sangat bervariasi berupa gejala dan tanda hemolisis ringan sampai berat.

(Hariadi dan Pardjono, 2014)

7. Diagnosis & Diagnosis Banding

Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis sistematis mengenai adanya rasa lelah,
mudah mengantuk, sesak nafas, cepatnya perlangsungan gejala, riwayat pemakaian obat dan
riwayat sakit sebelumnya. Pemeriksaan fisik didapatkan pucat, ikterik, splenomegali dan
hemoglobinuri. Pemeriksaan fisik juga dilakukan untuk mencari kemungkinan penyakit
primer yang mendasari AIHA. Pemeriksaan hematologi menunjukkan adanya kadar
hemoglobin rendah (biasanya sekitar 7-10 g/dl), MCV normal atau meningkat, bilirubin
indirek yang meningkat, LDH meningkat dan retikulositosis. Morfologi darah tepi
menunjukkan adanya proses fragmentasi pada eritrosit (sferosit, skistosit, helmet cell, dan
retikulosit). Direct Antiglobulin Test menunjukkan hasil positif pada AIHA (Hariadi dan
Pardjono, 2014).

16
(A) Sferosit in a warm AIHA (B) Red cell agglutination in a patient with cold agglutinin
disease

 Anemia Hemolitik Autoimun Tipe Hangat


Gejala anemia terjadi perlahan-lahan, ikterik dan demam. Nyeri abdomen dan
anemia berat dapat dijumpai. Urin berwarna gelap karena terjadi hemoglobinuria. Ikterik
terjadi pada 40% pasien.
Pemeriksaan Laboratorium dapat dijumpai hemoglobin sering dijumpai dibawah 7
g/dl, pemeriksaan Coombs direct biasanya positif. Autoantibodi tipe hangat biasanya
ditemukan dalam serum dan dapat dipisahkan dari sel-sel eritrosit. Autoantibodi berasal
dari kelas IgG dan bereaksi dengan semua sel eritrosit normal. Autoantibodi tipe hangat
biasanya bereaksi dengan antigen pada sel eritrosit pasien sendiri, biasanya antigen Rh.

 Anemia Hemolitik Autoimun Tipe Dingin


Sering terjadi aglutinasi pada suhu dingin. Hemolisis berjalan kronik. Anemia biasanya
ringan dengan Hb 9-12 g/dl. Sering didapaktan akrosianosis dan splenomegali.
Pemeriksaan Laboraturium dapat dijumpai anemia ringan, sferositsis, Polikromatosia,
Coombs test positif.

 Paroxysmal Cold Hemoglobinuria


Bentuk anemia hemolitik yang jarang dijumpai, hemolisis terjadi secara massif
dan berulang setelah terpapar suhu dingin. Pada kondisi ekstrim autoantibodi Donath-
Landsteiner dan protein komplemen berikatan pada sel darah merah. Gambaran klinis
AIHA hemolisis paroksimal disertai mengigil, panas, myalgia, sakit kepala,
hemoglobinuri berlangsung beberapa jam, urtikaria. Pemeriksaan laboraturium dijumpai
hemoglobinuria, sferositosis, eritrofagositosis, coombs positif, antibody Donath-
Landsteiner terdisosiasi dari sel darah merah.

17
 Anemia Hemolitik Autoimun Diinduksi obat
Gambaran klinis yaitu memiliki riwayat pemakaian obat tertentu. Pasien yang timbul
hemolisis melalui mekanisme hapten atau autoantibodi biasanya bermanifesati sebagai
hemolisis ringan hingga sedang. Pemeriksaan laboratorium dapa dijumpai anemia,
retikulosis, MCV tinggi, tes Coombs positif, leukopenia, trombositopenia,
hemoglobinemia, hemoglobinuria (Hariadi dan Pardjono, 2014).

Diagnosis Banding

Enzimopati dan defek membran eritrosit dapat bermanifestasi sebagai anemia dan
hemolisis. Urin berwarna gelap karena hemolisis intravascular umum terjadi pada AIHA
tipe cold tapi juga bisa merupakan klinis yang menonjol dari PNH. Anemia dan hemolisis
juga terdapat pada gangguan mikroangiopati seperti hemolytic uremic syndrome (HUS) dan
trombotic thrombocytopenic purpura tetapi terdapat trombositopenia dan skistosit pada
sediaan apus darah tepi bisa membedakan dengan AIHA (Phillips, 2018).

Tabel 3. Diagnosis Banding AIHA (American Academy of Family Physicians)

18
8. Tatalaksana
Anemia Hemolitik Autoimun Tipe Hangat

a. Kortikosteroid 1-1,5 mg/kgBB/hari


Dalam 2 minggu Sebagian besar akan menujukkan respons klinis baik
(hematokrit meningkat, retikulosit meningkat, tes coombs direct positif lemah, test
coomb indirek negatif). Nilai normal dan stabil akan dicapai pada hari ke 30 sampai
hari ke 90. Bila ada tanda respons terhadap steroid, dosis diturunkan tiap minggu
sampai mencapai dosis 10-20 mg/hari. Terapi steroid dosis <30 mg/hari dapat
diberikan secara selang sehari.
Beberapa pasien akan memerlukan terapi rumatan dengan steroid dosis rendah,
namun bila dosis per hari melebihi 15 mg/hari untuk mempertahankan kadar
hematokrit, perlu pertimbangkan terapi modalitas lain.
b. Splenektomi
Bila terapi steroid tidak adekuat atau tidak bisa dilakukan penurunan dosis selama 3
bulan, maka perlu dipertimbangkan splenektomi. Splenektomi akan menghilangkan
tempat utama penghancuran sel darah merah. Hemolisis masih bisa terus berlangsung
setelah splenektomi, namun akan dibutuhkan jumlah sel eritrosit terikat antibodi
dalam jumlah yang jauh lebih besar untuk menimbulkan kerusakan eritrosit yang
sama. Remisi komplit pasca splenektomi mencapai 50-75%, namun tidak bersifat
permanen. Glukokortikoid dosis rendah masih sering digunakan setelah splenektomi.
c. Rituximab dan alemtuzumab pada beberapa laporan memperlihatkan respons yang
cukup baik sebagai salvage therapy. Dosis Rituximab 100 mg per minggu selama 4
minggu tanpa memperhitungkan luas permukaan tubuh.
d. Imunosupresi
Azathioprin 50-200 mg/hari (80 mg/m2), siklofosfamid 50-150 mg/hari (60 mg/m2)
e. Terapi lain
 Danazol 600-800 mg/hari. Biasanya danazol dipakai bersamaan dengan steroid.
Bila terjadi perbaikan, steroid diturunkan atau dihentikan dan dosis danazol
diturunkan menjadi 200-400 mg/hari. Kombinasi danazol dan prednisone
memberikan hasil yang bagus sebagai terapi inisial dan memberikan respons pada
80% kasus.

19
 Siklofosfamid dosis tinggi juga dilaporkan berhasil pada beberapa kasus AIHA
refrakter dengan 3 atau lebih terapi. Dosis yang diberikan 50 mg/kgBB/ hari
selama 4 hari.
 Immunoglobulin intravena (400 mg/kgBB/hari selama 5 hari) menunjukkan
perbaikan pada beberapa pasien.
 Mycophenolate mofetil 500 mg perhari – 1000 mg perhari dilaporkan
memberikan hasil yang bagus pada AIHA refrakter
f. Terapi transfusi
Transfuse bukan merupakan kontraindikasi mutlak. Pada kondisi yang mengancam
nyawa (missal Hb <3 g/dl) transfuse dapat diberikan sambal menunggu efek steroid
dan imunoglobulin.

Anemia Hemolitik Autoimun Tipe Dingin

a. Menghindari udara dingin yang dapat memicu hemolisis


b. Prednison dan splenektomi tidak banyak berperan
c. Chlorambucil 2-4 mg/hari dapat diberikan
d. Plasmafaresis untuk mengurangi antibodi IgM secara teori bisa mengurangi
hemolisis, namun secara praktik hal ini sukar dilakukan.

Paroxysmal Cold Hemoglobinuria


Mengobati penyakit yang mendasari dan menghindari faktor pencetus. Glukokortikoid
dan splenektomi kurang berpengaruh terhadap kesembuhan.

Anemia Hemolitik Autoimun Diinduksi Obat


Menghentikan pemakaian obat yang menjadi pemicu, hemolisis dapat dikurangi.
Kortikosteroid dan transfusi darah dapat diberikan pada kondisi berat.
(Hariadi dan Pardjono, 2014).

9. Komplikasi

Pada anemia hemolitik berat, bila tidak ditangani maka dapat menyebabkan
komplikasi yang serius seperti aritmia, kardiomiopati, dan gagal jantung. Komplikasi
lain yang bisa timbul adalah batu empedu. Sebuah laporan kasus bahkan menunjukkan

20
komplikasi sistem bilier yang berat, yaitu kolesistitis gangrenosa. Jika pasien sudah
menjalani splenektomi, maka risiko pasien mengalami infeksi akan meningkat. Selain
itu, anemia hemolitik berat yang sering mendapat transfusi juga bisa menyebabkan
kelebihan besi (Menchetti et al, 2018). Tromboemboli adalah penyebab kematian
paling umum pada hemoglobinuria nokturnal paroksismal (PNH). 15% sampai 44%
dari pasien ini akan memiliki setidaknya satu kejadian tromboemboli selama
perjalanan penyakit mereka (Audia, 2018).

10. Pencegahan
Pencegahan Anemia Hemolitik Autoimun dapat dilakukan dengan cara:

• Hindari merokok
• Tidak berada di tempat dingin pada anemia hemolitik autoimun tipe dingin
• Tidak mengkonsumsi obat-obatan yang menimbulkan anemia hemolitik autoimun
• Hindari transfusi darah yang tidak perlu
• Sebaiknya konseling genetik ketika ingin memiliki keturunan jika ada riwayat
anemia hemolitik
• Hindari pernikahan keluarga dekat (herediter)
(Supandiman et al, 2009)

11. Prognosis
Pada AIHA tipe hangat, hanya Sebagian kecil yang mengalami penyembuhan
komplit dan Sebagian besar memiliki perjalanan penyakit yang berlangsung kronik,
namun terkendali. Prognosis anemia hemolitik autoimun sekunder tergantung penyakit
yang mendasari. Kesintasan 10 tahun berkisar 70%. Anemia, DVT, emboli paru, infark
lien, dan kejadian kardiovaskular lain bisa terjadi selama periode penyakit aktif.
Mortalitas selama 5-10 tahun sebesar 15-25%. Pada AIHA tipe dingin, pasien dengan
sindrom kronik akan memiliki prognosis baik dan cukup stabil. Pada Paroxysmal Cold
Hemoglobinuria, pengobatan penyakit yang mendasari akan memperbaiki prognosis.
Prognosis pada kasus-kasus idiopatik pada umumnya juga baik dengan kesintasan yang
panjang (Hariadi dan Pardjono, 2014).

21
BAB IV

KESIMPULAN

Anemia hemolitik autoimun adalah penyakit yang timbul karena terbentuknya


autoantibodi terhadap eritrosit sendiri sehingga menimbulkan destruksi (hemolisis) eritrosit.
Etiologi anemia hemolitik autoimun dapat bersifat idiopatik dan sekunder. Anemia hemolitik
autoimun berdasarkan tipenya dibagi menjadi tipe hangat dan dingin. Penatalaksanaannya
yaitu dengan mengobati penyebab penyakit yang mendasari, pemberian kortikosteroid,
imunosupresan, dan terapi imunoglobulin. Prognosis pada kasus idiopatik umumnya baik
dengan survival rate yang panjang.

22
DAFTAR PUSTAKA

Audia, S. 2018. Venous thromboembolic events during autoimmune hemolytic anemia.


Journal Plos One. 1-13.
Bakta, I.M. 2006. Hematologi: Klinik Ringkas. Jakarta: ECG.
Hariadi, K., Pardjono, E. 2014. Anemia Hemolitik: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II.
Edisi 6. Jakarta: Interna Publishing. 2615 – 2609.
Hill, Q.A. 2018. Autoimmune Hemolytic Anemia. American Society of Hematology. 382-
398.
Hoffbrand, A.V., Moss, P.A.H. 2018. Kapita Selekta Hematologi. Edisi 7. Jakarta: EGC.
Marcdante, Kliegman, R.M. 2015. Nelson essentials of pediatrics, 7 th ed.Philadelphia:
Elsevier.
Menchetti, I., Lin, Y., Goldstein, J. 2018. Complications of a Severe Autoimmune Hemolytic
Anemia. American Association of Blood Banks. 58(12): 2777-2781.
Naik, R. 2015. Warm Autoimmune Hemolytic Anemia. Hematology-Oncology Clinics of
North America. Elsevier. 29(3):445-453.
Phillips, J., Henderson, A.C. 2018. Hemolytic Anemia: Evaluation and Differential
Diagnosis. American Academy of Family Physicians. 98(6):354-361.
Rajabto, W. 2016. Profil Pasien Anemia Hemolitik Auto Imun (AHAI) dan Respon
Pengobatan Pasca Terapi Kortikosteroid di RSUP Nasional dr. Cipto Mangunkusumo.
Jurnal Penyakit Dalam Indonesia.
Schick, P. 2016. Hemolytic Anemia. Acessed:https:/emedicine.medscape.com/article/201066
Supandiman I, et al. 2009. Pedoman Diagnosis Dan Terapi Hematologi Onkologi Medik.
Bandung.
Tanto, C. 2014. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid II. Ed 4. Jakarta: Media Aesculapius.

23

Anda mungkin juga menyukai