Disusun Oleh:
Pembimbing:
Segala puji penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan karunia-
Nya penulis dapat menyelesaikan laporan kasus dan referat yang berjudul “Anemia Hemolitik
Autoimun”. Laporan kasus dan referat ini disusun untuk memenuhi tugas kepaniteraan klinik
di bagian Ilmu Penyakit Dalam.
Penyusunan laporan kasus dan referat ini tidak terlepas dari dukungan dan bantuan
berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Faizal Drissa
Hasibuan, Sp.PD-KOHM atas bimbingnnya selama penulis menyelesaikan laporan kasus dan
referat ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada teman sejawat atas dukungan yang
telah diberikan.
Penulis menyadari bahwa laporan kasus dan referat ini masih jauh dari kesempurnaan
dan masih memiliki kesalahan ataupun kekurangan yang ada di dalamnya. Oleh karena itu,
kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan demi perbaikan materi penulisan
dan menambah wawasan penulis.
Semoga tinjauan pustaka ini dapat berguna bagi kita semua, khususnya pembaca dan
rekan-rekan sejawat.
i
DAFTAR ISI
2ii
BAB I
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. C
Umur : 25 Tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Status : Belum menikah
Pekerjaan : Karyawan Swasta
Agama : Islam
Alamat : Kemayoran, Jakarta Pusat
Tanggal masuk RS : 9 Agustus 2021 pukul 13.00 WIB
Tanggal pemeriksaan : 9 Agustus 2021
II. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 9 Agustus 2021 pukul 13.00
WIB
Keluhan Utama
Mudah lelah sejak 3 minggu SMRS
Keluhan Tambahan
Wajah pucat, mata dan kulit berwarna kuning, BAK berwarna coklat seperti teh.
1
IV. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
• Riwayat penyakit serupa : Disangkal
• Riwayat penyakit keganasan : Pernah mengidap Limfoma Hodgkin dan
sudah sembuh 1 bulan yang lalu
• Riwayat transfusi darah : Disangkal
• Riwayat hepatitis : Disangkal
• Riwayat penyakit jantung : Disangkal
• Riwayat hipertensi : Disangkal
• Riwayat diabetes mellitus : Disangkal
• Riwayat alergi obat : Disangkal
2
2. Kesadaran : Composmentis (GCS 15 = E4M6V5)
3. Tekanan Darah : 120/80 mmHg
4. Nadi
- Frekuensi : 88x/menit
- Irama denyut nadi : Reguler
- Isi nadi : Besar (pulsus magnus)
- Kualitas nadi : Kuat
5. Suhu : 37,2ºC (axilla)
6. Pernapasan : 24x/menit, reguler, tidak ada pernapasan patologis
7. Gizi
- BB : 50 kg
- TB : 160 cm
X. PEMERIKSAAN FISIK
KULIT
Warna : Kuning
Pucat : Pucat
KEPALA
Bentuk : Normocephal
3
Kulit kepala : Luka (-), sikatrik (-), ketombe (-)
MATA
TELINGA
Bentuk : Normal
Sekret : -/-
Epitaksis : -/-
MULUT
4
Uvula : Letak di tengah, deviasi (-)
LEHER
PARU-PARU
Inspeksi : Bentuk dada normal, pergerakan dinding dada simetris, jaringan parut (-)
Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru, peranjakan paru hepar (+) ICS 5
JANTUNG
5
ABDOMEN
Inspeksi : Dinding abdomen asimetris, sikatrik (-), luka (-), venektasi (-)
Palpasi
EKSTREMITAS
• Ekstremitas superior: Akral hangat, ikterus (+), edema (-),CRT <2 detik.
• Ekstremitas inferior: Akral hangat, ikterus (+), edema (-), CRT <2 detik
EKSTREMITAS EKSTREMITAS
PARAMETER
ATAS BAWAH
MOTORIK 5555/5555 5555/5555
SENSORIK
Raba +/+ +/+
Nyeri +/+ +/+
REFLEKS FISIOLOGIS
Biceps +/+
Triceps +/+
Patella +/+
Achilles +/+
REFLEKS PATOLOGIS
Hoffman -/-
Babinski -/-
Chaddock -/-
PULSASI
A. Radialis +/+
A. Dorsalis pedis +/+
A. Poplitea posterior +/+
6
GENITALIA
ANOREKTAL
7
Urinalisis
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
Makroskopik
Bilirubin +1 Negatif
Mikroskopik
Epitel +1 sel/µl +1
8
Direct Coombs Test (Antiglobulin Direk)
IgG (+), ditemukan antibodi reaktif pada suhu 37ºC → Coombs Test (+)
XII. RESUME
Ny. C berusia 25 tahun datang dengan keluhan malaise sejak 3 minggu SMRS.
Malaise semakin bertambah saat pasien beraktivitas sehari-hari. Pasien juga
mengeluhkan wajahnya terlihat pucat, sklera dan kulit ikterik. Urin berwarna coklat
seperti teh. Pasien pernah mengidap penyakit Limfoma Hodgkin dan sudah sembuh
sejak 1 bulan yang lalu. Pasien jarang berolahraga. Pasien memiliki kebiasaan merokok
sejak usia 19 tahun. Pada status generalis tampak sakit sedang, kesadaran
komposmentis, tanda vital dalam batas normal, dan status gizi normal. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan kulit ikterus (+), wajah pucat (+), konjungtiva anemis
(+/+), sklera ikterik (+/+), hepatomegali (+), dan splenomegali (+). Pada pemeriksaan
darah didapatkan anemia normositik normokrom, retikulositosis, bilirubin indirek
meningkat, sferosit (+), polikromasi (+), dan Coombs test (+). Pada urinalisis
didapatkan warna coklat keruh, urobilinuria, dan bilirubinuria.
XIII. PERMASALAHAN
Anemia Hemolitik Autoimun
• Assessment: Malaise, konjungtiva anemis, kulit dan sklera ikterik, urin coklat seperti
teh, hepatosplenomegali, retikulositosis, anemia normositik normokrom, bilirubin
indirek meningkat, Coombs Test positif, urobilinogen & bilirubin urin positif.
• Plan diagnosis: Pemeriksaan darah lengkap, SADT, urinalisis, Coombs Test
• Plan terapi: kortikosteroid, imunosupresan, imunoglobulin, splenektomi
9
• Plan monitoring: Pemeriksaan darah lengkap, Coombs test, urinalisis, pemeriksaan
fungsi hati
• Plan edukasi: kepatuhan minum obat, istirahat yang cukup, pola makan yang baik dan
konsumsi makanan yang bergizi.
XVII. PENATALAKSANAAN
a. Non-Medikamentosa
• Tirah baring
• Diet kalori
- BMR = 665 + (9,6 x 50) + (1,8 x 160) – (4,7 x 25) = 1.315 kkal
10
- Lemak = 15% x 1.709,5 /9 gram = 26,4 gram
b. Medikamentosa
• Kortikosteroid: Prednison 50 mg/hari PO
(bila ada respon, dosis diturunkan 10-20 mg/hari, dapat diberikan selang
sehari)
• Rituximab 100 mg/minggu IV (4 minggu)
• Azathioprin 50 mg/hari PO
Terapi lain:
- Danazol 600 mg/hari PO
- Imunoglobulin 20 gr/hari IV
- Splenektomi dapat dilakukan bila terapi steroid tidak adekuat
XVIII. PROGNOSIS
Ad vitam: Dubia Ad Bonam
Ad functionam: Dubia Ad Bonam
Ad sanactionam: Dubia Ad Bonam
XIX. EDUKASI
• Menjelaskan kepada pasien dan keluarga mengenai penyakitnya, komplikasi,
terapi, dan prognosisnya
• Kepatuhan minum obat secara teratur
• Hindari merokok
• Konsumsi makanan bergizi dan pola makan teratur
• Istirahat yang cukup
11
BAB II
PENDAHULUAN
Anemia hemolitik adalah kadar hemoglobin kurang dari nilai normal akibat kerusakan
dari sel eritrosit yang lebih cepat dari kemampuan sumsum tulang untuk menggantikanya, atau
anemia yang terjadi karena adanya destruksi atau pembuangan sel darah merah dari sirkulasi
sebelum waktunya, yaitu 120 hari yang merupakan masa hidup sel darah merah normal.
Anemia hemolitik dapat terjadi karena defek molekuler membran, abnormalitas stuktur
dan fungsi membran, serta faktor lingkungan seperti trauma mekanik atau autoantibodi.
Anemia hemolitik dapat terjadi akibat hemolitik intravaskular, yaitu destruksi sel darah merah
terjadi di dalam sirkulasi pembuluh darah dengan pelepasan isi sel ke dalam plasma, dan
hemolitik ekstravaskuler yaitu destruksi sel darah merah yang ada kelainan di makrofag di
limpa dan di hati.
Derajat keparahan tergantung pada hemolisis timbul secara bertahap atau tiba-tiba dan
sejauh mana telah terjadi kerusakan eritrosit. Tingkat kematian cukup rendah pada anemia
hemolitik, resikonya lebih besar pada pasien berusia lebih tua dan pasien dengan gangguan
kardiovaskular. Morbiditasnya tergantung pada etiologik hemolisis dan gangguan yang
mendasarinya.
12
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
1. Definisi
Anemia Hemolitik
Anemia hemolitik adalah anemia yang disebabkan oleh proses hemolisis. Hemolisis
adalah pemecahan eritrosit dalam pembuluh darah sebelum waktunya. Anemia hemolitik
dibagi menjadi dua golongan besar yaitu anemia hemolitik imun dan anemia hemolitik non
imun (Bakta, 2006).
Hemolitik intravaskular: Destruksi sel darah merah terjadi di dalam sirkulasi pembuluh
darah dengan pelepasan isi sel kedalam plasma. Penyebabnya antara lain karena trauma
mekanik dari endotel yang rusak, fiksasi komplemen serta aktifasi pada permukaan sel dan
Infeksi.
Hemolitik ekstravaskular: Destruksi sel darah merah yang ada kelainan membran oleh
makrofag di limpa dan hati. Sirkulasi darah difiltrasi melalui Splenic Cords menuju sinusoid
limpa. Sel darah merah dengan abnormalitas stuktur membran tidak dapat dapat melewati
proses filtrasi sehingga difagositosis dan dihancurkan oleh makrofag yang di sinusoid.
2. Epidemiologi
Anemia hemolitik meliputi 5% dari keseluruhan kasus anemia. AIHA akut sangat
jarang terjadi, insidensinya 1 – 3 kasus per 100.000 individu per tahun. Angka kejadian
AIHA pada pria dan wanita hampir sama yaitu perbandingan 1:1 dan tidak berhubungan
dengan ras, namun terkait dengan keturunan (Tanto, 2014).
13
3. Etiologi
Etiologi pasti dari penyakit autoimun memang belum jelas. Kemungkinan terjadi
karena gangguan central tolerance dan gangguan pada proses pembatasan limfosit
autoreaktif residual.Sebagian besar penyebab AIHA adalah penyakit sekunder akibat virus,
Penyakit autoimun lain, keganasan, obat-obatan yaitu dengan beberapa jenis obat yang
digunakan pada kasus Leukemia Limfositik Kronik bisa menginduksi AIHA, begitu pula
Interferon-a, levofloksasin, lenalidomide, dan transfusi darah.
Beberapa Penyakit yang disertai AIHA adalah Leukimia Limfositik Kronik, Limfoma
Non-Hodgkin, gamopati IgM, Limfoma Hodgkin, tumor solid, kista dermoid ovarium, SLE,
kolitis ulseratif, Autoimune lympoproliferative disease, pasca transplantasi organ (Hariadi
dan Pardjono, 2014).
4. Klasifikasi
Anemia hemolitik autoimun (AIHA)
a. Tipe hangat: diperantari oleh IgG, berikatan dengan antigen permukaan sel eritrosit
pada suhu tubuh.
- Idiopatik
- Sekunder: leukemia, limfositosis kronis, SLE
b. Tipe dingin: diperantarai oleh IgM, berikatan dengan antigen permukaan sel eritrosit
pada suhu dibawah suhu tubuh.
- Idiopatik
- Sekunder: infeksi mycoplasma, keganasan limforetikuler
c. Paroxysmal cold hemoglobinouria
- Idiopatik
- Sekunder: sifilis
d. AIHA Atipik
- AIHA tes antiglobulin negatif
- AIHA kombinasi tipe hangat dan dingin
1. AIHA diinduksi obat: golongan penisilin, kinin, kuinidin, sulfonamid, tiazid, metildopa
2. AIHA diinduksi aloantibodi
a. Reaksi hemolitik transfusi
b. Penyakit hemolitik pada bayi baru lahir
(Hariadi dan Pardjono, 2014)
14
5. Patofisiologi
Hemolisis dapat terjadi secara ekstravaskular dan intravaskular. Hal ini tergantung pada
patologi yang mendasari penyakit. Pada hemolisis intravaskuler, destruksi eritrosit terjadi
langsung dalam pembuluh darah. Misalnya pada trauma mekanik, fiksasi komplemen dan
aktivasi sel permukaan atau infeksi yang langsung mendegradasi dan mendestruksi
membran sel eritrosit/hemolisis ini jarang terjadi. Hemolisis yang lebih sering adalah
hemolisis ekstravaskuler. Pada hemolisis ekstravaskuler, desktruksi sel eritrosit dilakukan
oleh sistem retikuloendotelial karena sel eritrosit telah mengalami perubahan membran yang
tidak dapat melewati sistem retikuloendotelial sehingga difagositosis dan dihancurkan oleh
makrofag.
6. Manifestasi Klinis
AIHA Tipe Hangat
Gejala umum anemia, ikterik, demam, urin berwarna gelap, splenomegali,
hepatomegali dan limadenopati.
AIHA Tipe Dingin
Anemia ringan (Hb 9 – 12 g/dL), akrosianosis (aglutinasi intravaskular ditandai dengan
munculnya warna biru keunguan pada ekstremitas, hidung dan telinga saat terpapar
suhu dingin) dan splenomegali.
15
AIHA diinduksi Obat
Sangat bervariasi berupa gejala dan tanda hemolisis ringan sampai berat.
Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis sistematis mengenai adanya rasa lelah,
mudah mengantuk, sesak nafas, cepatnya perlangsungan gejala, riwayat pemakaian obat dan
riwayat sakit sebelumnya. Pemeriksaan fisik didapatkan pucat, ikterik, splenomegali dan
hemoglobinuri. Pemeriksaan fisik juga dilakukan untuk mencari kemungkinan penyakit
primer yang mendasari AIHA. Pemeriksaan hematologi menunjukkan adanya kadar
hemoglobin rendah (biasanya sekitar 7-10 g/dl), MCV normal atau meningkat, bilirubin
indirek yang meningkat, LDH meningkat dan retikulositosis. Morfologi darah tepi
menunjukkan adanya proses fragmentasi pada eritrosit (sferosit, skistosit, helmet cell, dan
retikulosit). Direct Antiglobulin Test menunjukkan hasil positif pada AIHA (Hariadi dan
Pardjono, 2014).
16
(A) Sferosit in a warm AIHA (B) Red cell agglutination in a patient with cold agglutinin
disease
17
Anemia Hemolitik Autoimun Diinduksi obat
Gambaran klinis yaitu memiliki riwayat pemakaian obat tertentu. Pasien yang timbul
hemolisis melalui mekanisme hapten atau autoantibodi biasanya bermanifesati sebagai
hemolisis ringan hingga sedang. Pemeriksaan laboratorium dapa dijumpai anemia,
retikulosis, MCV tinggi, tes Coombs positif, leukopenia, trombositopenia,
hemoglobinemia, hemoglobinuria (Hariadi dan Pardjono, 2014).
Diagnosis Banding
Enzimopati dan defek membran eritrosit dapat bermanifestasi sebagai anemia dan
hemolisis. Urin berwarna gelap karena hemolisis intravascular umum terjadi pada AIHA
tipe cold tapi juga bisa merupakan klinis yang menonjol dari PNH. Anemia dan hemolisis
juga terdapat pada gangguan mikroangiopati seperti hemolytic uremic syndrome (HUS) dan
trombotic thrombocytopenic purpura tetapi terdapat trombositopenia dan skistosit pada
sediaan apus darah tepi bisa membedakan dengan AIHA (Phillips, 2018).
18
8. Tatalaksana
Anemia Hemolitik Autoimun Tipe Hangat
19
Siklofosfamid dosis tinggi juga dilaporkan berhasil pada beberapa kasus AIHA
refrakter dengan 3 atau lebih terapi. Dosis yang diberikan 50 mg/kgBB/ hari
selama 4 hari.
Immunoglobulin intravena (400 mg/kgBB/hari selama 5 hari) menunjukkan
perbaikan pada beberapa pasien.
Mycophenolate mofetil 500 mg perhari – 1000 mg perhari dilaporkan
memberikan hasil yang bagus pada AIHA refrakter
f. Terapi transfusi
Transfuse bukan merupakan kontraindikasi mutlak. Pada kondisi yang mengancam
nyawa (missal Hb <3 g/dl) transfuse dapat diberikan sambal menunggu efek steroid
dan imunoglobulin.
9. Komplikasi
Pada anemia hemolitik berat, bila tidak ditangani maka dapat menyebabkan
komplikasi yang serius seperti aritmia, kardiomiopati, dan gagal jantung. Komplikasi
lain yang bisa timbul adalah batu empedu. Sebuah laporan kasus bahkan menunjukkan
20
komplikasi sistem bilier yang berat, yaitu kolesistitis gangrenosa. Jika pasien sudah
menjalani splenektomi, maka risiko pasien mengalami infeksi akan meningkat. Selain
itu, anemia hemolitik berat yang sering mendapat transfusi juga bisa menyebabkan
kelebihan besi (Menchetti et al, 2018). Tromboemboli adalah penyebab kematian
paling umum pada hemoglobinuria nokturnal paroksismal (PNH). 15% sampai 44%
dari pasien ini akan memiliki setidaknya satu kejadian tromboemboli selama
perjalanan penyakit mereka (Audia, 2018).
10. Pencegahan
Pencegahan Anemia Hemolitik Autoimun dapat dilakukan dengan cara:
• Hindari merokok
• Tidak berada di tempat dingin pada anemia hemolitik autoimun tipe dingin
• Tidak mengkonsumsi obat-obatan yang menimbulkan anemia hemolitik autoimun
• Hindari transfusi darah yang tidak perlu
• Sebaiknya konseling genetik ketika ingin memiliki keturunan jika ada riwayat
anemia hemolitik
• Hindari pernikahan keluarga dekat (herediter)
(Supandiman et al, 2009)
11. Prognosis
Pada AIHA tipe hangat, hanya Sebagian kecil yang mengalami penyembuhan
komplit dan Sebagian besar memiliki perjalanan penyakit yang berlangsung kronik,
namun terkendali. Prognosis anemia hemolitik autoimun sekunder tergantung penyakit
yang mendasari. Kesintasan 10 tahun berkisar 70%. Anemia, DVT, emboli paru, infark
lien, dan kejadian kardiovaskular lain bisa terjadi selama periode penyakit aktif.
Mortalitas selama 5-10 tahun sebesar 15-25%. Pada AIHA tipe dingin, pasien dengan
sindrom kronik akan memiliki prognosis baik dan cukup stabil. Pada Paroxysmal Cold
Hemoglobinuria, pengobatan penyakit yang mendasari akan memperbaiki prognosis.
Prognosis pada kasus-kasus idiopatik pada umumnya juga baik dengan kesintasan yang
panjang (Hariadi dan Pardjono, 2014).
21
BAB IV
KESIMPULAN
22
DAFTAR PUSTAKA
23