HAEMOPTISIS ec TB PARU
Oleh:
Pembimbing:
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas berkat dan rahmat-Nya
penulis dapat menyelesaikan pembuatan makalah presentasi kasus yang berjudul
“HAEMOPTISIS ec TB PARU”.
Makalah ini disusun dalam rangka memenuhi kewajiban kepaniteraan dokter
internship. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada dr. Ibrahim Muhammad atas bimbingan dan segala masukan sehingga
penulis dapat menyelesaikan tugas ini dengan sebaik–baiknya.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, sehingga penulis
mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk menyempurnakan tulisan ini.
Demikian yang dapat penulis sampaikan, penulis berharap semoga tulisan ini dapat
bermanfaat bagi penulis pada khususnya, serta bagi semua pihak yang membutuhkan.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL...................................................................................................i
KATA PENGANTAR................................................................................................ii
DAFTAR ISI.............................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................1
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................18
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Penyakit ini hampir selalu fatal tanpa pengobatan, data terbaru di Indonesia tahun
2001 di kemukakan oleh Dirjen Pemberantasan Penyakit Menular dan penyehatan
lingkungan Dep Kes RI, Prof.Dr Umar Fahcri Ahmadi, MPH kasus terbaru penderita TBC
di Indonesia sekitar 583.000 kasus per tahun. Secara nasional TBC membunuh kira-kira
140.000 orang per tahun atau setiap hari 43 orang meninggal karena penyakit TBC ini.
Insidensi Tuberculosis dilaporkan meningkat secara drastis pada dekade terakhir ini
di seluruh dunia termasuk juga di Indonesia. Penyakit ini biasanya banyak terjadi pada
negara berkembang atau yang mempunyai tingkat sosial ekonomi menengah ke bawah.
Tuberculosis merupakan penyakit infeksi penyebab kematian dengan urutan atas atau angka
kematian (mortalitas) tinggi, angka kejadian penyakit (morbiditas), diagnosis dan terapi
yang cukup lama
Jika tidak ditangani secara tepat, mortalitas penyakit ini mendekati 100%, tetapi
dengan pengobatan yang dini dan adekuat mortalitas dapat di tekan, Karena itu
penanggulangan TBC tidak hanya terkait dengan masalah kesehatan saja namun juga
mencakup masalah sosial, ekonomi, sikap dan prilaku penderita perlu mendapat perhatian.
Karena itu sangat penting untuk mengenal, mendiagnosa, secara dini dan melakukan
pengobatan yang adekuat terhadap penderita TBC. Dan di harapkan kepada tenaga medis
agar angka-angka tersebut dapat di tekan.
1
BAB II
STATUS PASIEN
Nama : TN.Nawawi
Umur : 59 th
Agama : Islam
Masuk Rumah Sakit : 25 mei 2022
2.2. Anamnesis
Keluhan Utama : Batuk berdarah sejak 2 minggu SMRS.
Keluhan Tambahan :
Batuk berdahak, pilek, demam, sesak napas, pusing, mual, keringat malam, mudah
lelah, berat badan menurun.
2
batuk berdarah, maka pasien akan merasakan sesak napas. Batuk berdarah
berhenti dan sesak napas pasien membaik.
Pasien sudah berobat ke RS lain selama 1 kali, didiagnosa tuberkulosis dan tidak
diberikan obat sama sekali . 4 jam SMRS pasien batuk berdarah kembali
sebanyak 2 kali dengan darah berwarna merah segar di awal batuk dan
kehitaman diakhir batuk. Darah sebanyak sekitar setengah gelas. Sehingga
membuat pasien khawatir dan pergi ke IGD. Pasien merasakn mual tetapi tidak
muntah. Pasien juga merasakan mudah merasa lelah. BAK pasien normal tetapi
BAB pasien berwarna kehitaman sejak 4 minggu SMRS.
Anak pasien mengeluhkan gejala sama seperti yang dikeluhkan pasien. Telah
berobat ke dokter dan didiagnosis sebagai flek paru dan sedang menjalani terapi.
Tidak ada riwayat hipertensi didalam keluarga.
Tidak ada riwayat penyakit jantung.
Tidak ada riwayat Diabetes Mellitus didalam keluarga.
Riwayat Pengobatan
Pasien hanya meminum obat batuk biasa yang dibelinya di warung.
Riwayat Alergi
Riwayat Psikososial
Pasien merokok sekitar 10 batang setiap hari selama 10 tahun. Tidak minum-
minuman beralkohol, jarang berolahraga, makan teratur, pasien bekerja sebagai ekspedisi.
3
2.3. PEMERIKSAAN FISIK
STATUS GENERALIS
Kepala : Normocephal, rambut hitam, tidak mudah rontok, distribusi merata
Mata :
Pupil : Isokhor
Refleks cahaya : +/+
Konjungtiva : Anemis +/+
Sklera : Ikterik -/-
Hidung :
Septum deviasi :-
Sekret : -/-
Hiperemis : -/-
Telinga :
4
Mukosa : tidak hiperemis kanan dan kiri
Serumen : -/-
Sekret : -/-
Mulut :
Leher :
Torax
Paru
Inspeksi :
Normochest
Bentuk dada simetris
Tidak ada retraksi dinding dada
Palpasi :
Perkusi :
Auskultasi :
5
Ronkhi +/-
Wheezing -/-
Jantung
Inspeksi : Iktus cordis tampak di ICS 5 mid clavicula sinistra
Palpasi : IKtus cordis teraba di linea midclavicularis sinistra ICS 5
Perkusi : Batas jantung kanan linea sternalis dekstra ICS 4,
batas jantung kiri dilinea midclavicularis sinistra ICS 5
Auskultasi : BJ 1 dan BJ 2 tunggal, murmur -, gallop –
Abdomen
Inspeksi : Perut tampak datar, tidak ada venektasi, tidak ada skar.
Auskultasi : Bising usus 4 kali per menit
Perkusi : Shifting dullness (-)
Asites : Negatif
Palpasi :
Hepatomegali (-)
Spleenomegali (-)
Nyeri epigastrium (+)
C.Pemeriksaan Ro Thorax
7
Pemeriksaan foto thorax :
CTR normal
B. Pemeriksaan EKG
2.6 Penatalaksanaan :
A. Tatalaksana awal yang dilakukan saat pasien tiba di IGD adalah :
8
O2 10 LPM NRM
IVFD NaCL 0,9% gtt 20x/m
Inj. Omeprazole 1 amp
Inj. Asamtraneksamat 1 amp
Cek Laboratorium
Ro Thorax
ekg
Konsul dr. Sp.P
B. Terapi di ruangan :
IVFD RL 20 tpm
Inj. Ceftriaxone 2x1 gr
Inj. Panloc 1x40 mg
Inj. Solvinex 2x1 amp
Sucralfat 4x2 C PO
Sanmol 3x500 mg
Lesichol 1x1
Edukasi tirah baring
Cek TCM, BTA
2.7 PROGNOSIS
Quo ad vitam : bonam
Quo ad functionam : bonam
Quo ad sanationam : bonam
9
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
PEMBAHASAN
HEMOPTISIS
Definisi
Hemoptisis adalah istilah yang digunakan untuk menyatakan batuk darah, atau
sputum yang berdarah. Sputum mungkin bercampur dengan darah. Mungkin juga
seluruh cairan yang dikeluarkan paru-paru berupa darah. Setiap proses yang
mengakibatkan terganggunya kontinuitas aliran pembuluh darah paru-paru dapat
mengakibatkan perdarahan. Batuk darah merupakan suatu gejala yang serius. Mungkin
ini merupakan manifestasi yang paling dini dari tuberkulosis aktif. Sebab-sebab lain
dari hemoptisis adalah karsinoma bronkogenik, infarksi, dan abses paru-paru.
Hemoptisis harus dibedakan dengan hematemesis. Hematemesis disebabkan
oleh lesi pada saluran cerna, sedangkan hemoptisis disebabkan oleh lesi pada paru atau
bronkus/bronkiolus.
Klasifikasi
Klasifikasi didasarkan pada perkiraan jumlah darah yang dibatukkan.
1. Bercak (Streaking) : <15-20 ml/24 jam
Yang sering terjadi darah bercampur dengan sutum. Umumnya pada bronkitis.
2. Hemoptisis: 20-600 ml/24 jam
Hal ini berarti perdarahan pada pembuluh darh yang lebih besar. Biasanya pada
kanker paru, pneumonia, TB, atau emboli paru.
3. Hemoptisis massif : >600 ml/24 jam
Merupakan batuk darah dari struktur saluran napas bagian atas (di atas laring)
atau dari saluran cerna atas atau hal ini dapat berupa perdarahan buatan
(factitious).
10
Perbedaan hemoptoe dengan hematemesis
Untuk membedakan antara muntah darah (hematemesis) dan batuk darah
(hemoptoe) bila dokter tidak hadir pada waktu pasien batuk darah, maka pada batuk
darah (hemoptoe) akan didapatkan tanda-tanda sebagai berikut :
Tanda-tanda batuk darah:
1. Didahului batuk keras yang tidak tertahankan.
2. Terdengar adanya gelembung-gelembung udara bercampur darah di dalam
saluran napas.
3. Terasa asin / darah dan gatal di tenggorokan.
4. Warna darah yang dibatukkan merah segar bercampur buih, beberapa hari
kemudian warna menjadi lebih tua atau kehitaman.
5. pH alkalis.
6. Bisa berlangsung beberapa hari
7. Penyebabnya : kelainan paru
11
Hemoptysis Hematemesis
Sputum examination
Laboratory
Alkaline pH Acidic pH
12
Clinical clues Suggested diagnosis*
bronchiectasis, lung abscess, HIV
13
a. Malformasi arteriovena.
b. Hereditary haemorrhagic teleangiectasis.
8. Bleeding diathesis.
Patofisiologi Hemoptisis
Setiap proses yang terjadi pada paru akan mengakibatkan hipervaskularisasi dari
cabang-cabang arteri bronkialis yang berperanan untuk memberikan nutrisi pada
jaringan paru bila terjadi kegagalan arteri pulmonalis dalam melaksanakan fungsinya
untuk pertukaran gas. Terdapatnya aneurisma Rasmussen pada kaverna tuberkulosis
yang merupakan asal dari perdarahan pada hemoptoe masih diragukan. Teori terjadinya
perdarahan akibat pecahnya aneurisma dari Ramussen ini telah lama dianut, akan tetapi
beberapa laporan autopsi membuktikan bahwa terdapatnya hipervaskularisasi bronkus
yang merupakan percabangan dari arteri bronkialis lebih banyak merupakan asal dari
perdarahan pada hemoptoe. (4)
Mekanisma terjadinya batuk darah adalah sebagai berikut :
1. Radang mukosa
Pada trakeobronkitis akut atau kronis, mukosa yang kaya pembuluh darah
menjadi rapuh, sehingga trauma yang ringan sekalipun sudah cukup untuk
menimbulkan batuk darah.
2. Infark paru
Biasanya disebabkan oleh emboli paru atau invasi mikroorganisme pada
pembuluh darah, seperti infeksi coccus, virus, dan infeksi oleh jamur.
3. Pecahnya pembuluh darah vena atau kapiler
Distensi pembuluh darah akibat kenaikan tekanan darah intraluminar seperti
pada dekompensasi cordis kiri akut dan mitral stenosis.
4. Kelainan membran alveolokapiler
14
Akibat adanya reaksi antibodi terhadap membran, seperti padaGoodpasture’s
syndrome.
5. Perdarahan kavitas tuberkulosa
Pecahnya pembuluh darah dinding kavitas tuberkulosis yang dikenal dengan
aneurisma Rasmussen; pemekaran pembuluh darah ini berasal dari cabang
pembuluh darah bronkial. Perdarahan pada bronkiektasis disebabkan pemekaran
pembuluh darah cabang bronkial. Diduga hal ini terjadi disebabkan adanya
anastomosis pembuluh darah bronkial dan pulmonal. Pecahnya pembuluh darah
pulmonal dapat menimbulkan hemoptisis masif.
6. Invasi tumor ganas
7. Cedera dada
Akibat benturan dinding dada, maka jaringan paru akan mengalami transudasi
ke dalam alveoli dan keadaan ini akan memacu terjadinya batuk darah.
Klasifikasi
Berdasarkan penyebabnya dikenal berbagai macam batuk darah :
1. Batuk darah idiopatik atau esensial dimana penyebabnya tidak diketahui
Angka kejadian batuk darah idiopatik sekitar 15% tergantung fasilitas
penegakan diagnosis. Pria terdapat dua kali lebih banyak daripada wanita,
berumur sekitar 30 tahun, biasanya perdarahan dapat berhenti sendiri sehingga
prognosis baik. Teori perdarahan ini adalah sebagai berikut :
a. Adanya ulserasi mukosa yang tidak dapat dicapai oleh bronkoskopi.
b. Bronkiektasis yang tidak dapat ditemukan.
c. Infark paru yang minimal.
d. Menstruasi vikariensis.
e. Hipertensi pulmonal.
2. Batuk darah sekunder, yang penyebabnya dapat di pastikan
a. Pada prinsipnya berasal dari :
b. Saluran napas
i. Yang sering ialah tuberkulosis, bronkiektasis, tumor paru,
pneumonia dan abses paru.
15
ii. Menurut Bannet, 82 – 86% batuk darah disebabkan oleh
tuberkulosis paru, karsinoma paru dan bronkiektasis.
iii. Yang jarang dijumpai adalah penyakit jamur (aspergilosis),
silikosis, penyakit oleh karena cacing.
c. Sistem kardiovaskuler
i. Yang sering adalah stenosis mitral, hipertensi.
ii. Yang jarang adalah kegagalan jantung, infark paru, aneurisma
aorta.
d. Lain-lain
i. Disebabkan oleh benda asing, ruda paksa, penyakit darah seperti
hemofilia, hemosiderosis, sindrom Goodpasture, eritematosus
lupus sistemik, diatesis hemoragik dan pengobatan dengan obat-
obat antikoagulan
Berdasarkan jumlah darah yang dikeluarkan maka hemoptisis dapat dibagi atas :
1. Hemoptisis massif
Bila darah yang dikeluarkan adalah 100-160 cc dalam 24 jam.
2. Kriteria yang digunakan di rumah sakit Persahabatan Jakarta :
Bila perdarahan lebih dari 600 cc / 24 jam
Bila perdarahan kurang dari 600 cc dan lebih dari 250 cc / 24 jam,
akan tetapi Hb kurang dari 10 g%.
Bila perdarahan lebih dari 600 cc / 24 jam dan Hb kurang dari 10 g
%, tetapi dalam pengamatan 48 jam ternyata darah tidak berhenti.
Kesulitan dalam menegakkan diagnosis ini adalah karena pada
hemoptoe selain terjadi vasokonstriksi perifer, juga terjadi mobilisasi
dari depot darah, sehingga kadar Hb tidak selalu memberikan
gambaran besarnya perdarahan yang terjadi.
Kriteria dari jumlah darah yang dikeluarkan selama hemoptoe juga
mempunyai kelemahan oleh karena :
o Jumlah darah yang dikeluarkan bercampur dengan sputum
dan kadang-kadang dengan cairan lambung, sehinga sukar
untuk menentukan jumlah darah yang hilang sesungguhnya.
o Sebagian dari darah tertelan dan dikeluarkan bersama-sama
dengan tinja, sehingga tidak ikut terhitung
16
o Sebagian dari darah masuk ke paru-paru akibat aspirasi.
Oleh karena itu suatu nilai kegawatan dari hemoptisis ditentukan oleh :
Apakah terjadi tanda-tanda hipotensi yang mengarah pada renjatan hipovolemik
(hypovolemik shock).
Apakah terjadi obstruksi total maupun parsial dari bronkus yang dapat dinilai
dengan adanya iskemik miokardium, baik berupa gangguan aritmia, gangguan
mekanik pada jantung, maupun aliran darah serebral. Dalam hal kedua ini
dilakukan pemantauan terhadap gas darah, disamping menentukan fungsi-fungsi
vital. Oleh karena itu suatu tingkat kegawatan hemoptoe dapat terjadi dalam dua
bentuk, yaitu bentuk akut berupa asfiksia, sedangkan bentuk yang lain berupa
renjatan hipovolemik.
Positif satu dan dua dikatakan masih ringan, positif tiga hemoptisis sedang,
positif empat termasuk di dalam kriteria hemoptisis masif.
Diagnosis
Hal utama yang penting adalah memastikan apakah darah benar- benar bukan
dari muntahan dan tidak berlangsung saat perdarahan hidung. Hemoptisis sering mudah
17
dilacak dari riwayat. Dapat ditemukan bahwa pada hematemesis darah berwarna
kecoklatan atau kehitaman dan sifatnya asam. Darah dari epistaksis dapat tertelan
kembali melalui faring dan terbatukkan yang disadari penderita serta adanya darah yang
memancar dari hidung.
Untuk menegakkan diagnosis, seperti halnya pada penyakit lain perlu dilakukan
urutan-urutan dari anamnesis yang teliti hingga pemeriksaan fisik maupun penunjang
sehingga penanganannya dapat disesuaikan.
1) Anamnesis
Untuk mendapatkan riwayat penyakit yang lengkap sebaiknya diusahakan untuk
mendapatkan data-data :
- Jumlah dan warna darah
- Lamanya perdarahan
- Batuknya produktif atau tidak
- Batuk terjadi sebelum atau sesudah perdarahan
- Sakit dada, substernal atau pleuritik
- Hubungannya perdarahan dengan : istirahat, gerakan fisik, posisi badan dan
batuk
- Wheezing
- Riwayat penyakit paru atau jantung terdahulu.
- Perdarahan di tempat lain serempak dengan batuk darah
- Perokok berat dan telah berlangsung lama
- Sakit pada tungkai atau adanya pembengkakan serta sakit dada
- Hematuria yang disertai dengan batuk darah.
Untuk membedakan antara batuk darah dengan muntah darah dapat
digunakan petunjuk sebagai berikut :
Keadaan Hemoptoe Hematemesis
1. Prodromal Rasa tidak enak di Mual, stomach distress
tenggorokan, ingin batuk
2. Onset Darah dibatukkan, dapat Darah dimuntahkan
disertai batuk dapat disertai batuk
3. Penampilan darah Berbuih Tidak berbuih
4. Warna Merah segar Merah tua
5. Isi Lekosit, mikroorganisme, Sisa makanan
18
makrofag, hemosiderin
6. Reaksi Alkalis (pH tinggi) Asam (pH rendah)
7. Riwayat Penyakit Menderita kelainan paru Gangguan lambung,
Dahulu kelainan hepar
8. Anemi Kadang-kadang Selalu
9. Tinja Warna tinja normal Tinja bisa berwarna
Guaiac test (-) hitam, Guaiac test (-)
2. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik dicari gejala/tanda lain di luar paru yang dapat
mendasari terjadinya batuk darah, antara lain : jari tabuh, bising sistolik
dan opening snap, pembesaran kelenjar limfe, ulserasi septum nasalis,
teleangiektasi.
3. Pemeriksaan penunjang
Foto toraks dalam posisi AP dan lateral hendaklah dibuat pada setiap
penderita hemoptisis masif. Gambaran opasitas dapat menunjukkan tempat
perdarahannya.
4. Pemeriksaan bronkoskopi
Sebaiknya dilakukan sebelum perdarahan berhenti, karena dengan
demikian sumber perdarahan dapat diketahui.
Adapun indikasi bronkoskopi pada batuk darah adalah :
1. Bila radiologik tidak didapatkan kelainan
2. Batuk darah yang berulang – ulang
3. Batuk darah masif : sebagai tindakan terapeutik
Tindakan bronkoskopi merupakan sarana untuk menentukan
diagnosis, lokasi perdarahan, maupun persiapan operasi, namun waktu yang
tepat untuk melakukannya merupakan pendapat yang masih kontroversial,
mengingat bahwa selama masa perdarahan, bronkoskopi akan menimbulkan
batuk yang lebih impulsif, sehingga dapat memperhebat perdarahan
disamping memperburuk fungsi pernapasan. Lavase dengan
bronkoskop fiberoptic dapat menilai bronkoskopi merupakan hal yang
19
mutlak untuk menentukan lokasi perdarahan.
Dalam mencari sumber perdarahan pada lobus superior, bronkoskop
serat optik jauh lebih unggul, sedangkan bronkoskop metal sangat
bermanfaat dalam membersihkan jalan napas dari bekuan darah serta
mengambil benda asing, disamping itu dapat melakukan penamponan dengan
balon khusus di tempat terjadinya perdarahan.
Penanganan
Pada umumnya hemoptoe ringan tidak diperlukan perawatan khusus dan
biasanya berhenti sendiri. Yang perlu mendapat perhatian yaitu hemoptisis yang masif.
Tujuan pokok terapi ialah :
1. Mencegah tersumbatnya saluran napas oleh darah yang beku
2. Mencegah kemungkinan penyebaran infeksi
3. Menghentikan perdarahan
Sasaran-sasaran terapi yang utama adalah memberikan suport kardiopulmaner
dan mengendalikan perdarahan sambil mencegah asfiksia yang merupakan penyebab
utama kematian pada para pasien dengan hemoptisis masif.
Masalah utama dalam hemoptoe adalah terjadinya pembekuan dalam saluran
napas yang menyebabkan asfiksi. Bila terjadi afsiksi, tingkat kegawatan hemoptoe
paling tinggi dan menyebabkan kegagalan organ yang multipel. Hemoptoe dalam
jumlah kecil dengan refleks batuk yang buruk dapat menyebabkan kematian. Dalam
jumlah banyak dapat menimbukan renjatan hipovolemik.
Pada prinsipnya, terapi yang dapat dilakukan adalah :
- Terapi konservatif
- Terapi definitif atau pembedahan.
1. Terapi konservatif
Pasien harus dalam keadaan posisi istirahat, yakni posisi miring (lateral
decubitus). Kepala lebih rendah dan miring ke sisi yang sakit untuk mencegah
aspirasi darah ke paru yang sehat.
Melakukan suction dengan kateter setiap terjadi perdarahan.
Batuk secara perlahan – lahan untuk mengeluarkan darah di dalam saluran
saluran napas untuk mencegah bahaya sufokasi.
20
Dada dikompres dengan es – kap, hal ini biasanya menenangkan penderita.
Pemberian obat – obat penghenti perdarahan (obat – obat hemostasis),
misalnya vit. K, ion kalsium, trombin dan karbazokrom.
Antibiotika untuk mencegah infeksi sekunder.
Pemberian cairan atau darah sesuai dengan banyaknya perdarahan yang
terjadi.
Pemberian oksigen
21
Sebelum pembedahan dilakukan, sedapat mungkin diperiksa faal paru dan dipastikan
asal perdarahannya, sedang jenis pembedahan berkisar dari segmentektomi, lobektomi
dan pneumonektomi dengan atau tanpa torakoplasti.
Penting juga dilakukan usaha-usaha untuk menghentikan perdarahan. Metode yang
mungkin digunakan adalah :
- Dengan memberikan cairan es garam yang dilakukan dengan bronkoskopi serat
lentur dengan posisi pada lokasi bronkus yang berdarah. Masukkan larutan
NaCl fisiologis pada suhu 4°C sebanyak 50 cc, diberikan selama 30-60 detik.
Cairan ini kemudian dihisap dengan suction.
- Dengan menggunakan kateter balon yang panjangnya 20 cm penampang 8,5
mm.
Komplikasi
Komplikasi yang terjadi merupakan kegawatan dari hemoptoe, yaitu ditentukan
oleh tiga faktor :
1. Terjadinya asfiksia oleh karena terdapatnya bekuan darah dalam saluran
pernapasan.
2. Jumlah darah yang dikeluarkan selama terjadinya hemoptoe dapat menimbulkan
renjatan hipovolemik.
3. Aspirasi, yaitu keadaan masuknya bekuan darah maupun sisa makanan ke dalam
jaringan paru yang sehat bersama inspirasi.
Prognosis
Pada hemoptoe idiopatik prognosisnya baik kecuali bila penderita mengalami hemoptoe
yang rekuren.
Sedangkan pada hemoptoe sekunder ada beberapa faktor yang menentukan prognosis :
1) Tingkatan hemoptoe : hemoptoe yang terjadi pertama kali mempunyai
prognosis yang lebih baik.
2) Macam penyakit dasar yang menyebabkan hemoptoe.
3) Cepatnya kita bertindak, misalnya bronkoskopi yang segera dilakukan untuk
menghisap darah yang beku di bronkus dapat menyelamatkan penderita.(1,14)
22
TB PARU
DEFINISI
Tuberkulosis Paru adalah penyakit infeksi bakteri menahun yang disebabkan
oleh kuman Mycobacterium tuberculosis. Kuman tersebut biasanya masuk kedalam
tubuh manusia melalui udara pernapasan kedalam paru. Kemudian kuman tersebut
menyebar dari paru kebagian tubuh lainnya, melalui sistem peredaran darah, sistem
saluran limfe, melalui saluran napas (bronchus) atau penyebaran langsung ke bagian-
bagian tubuh lainnya. TB dapat terjadi pada semua kelompok umur, baik di paru
maupun di luar paru.
ETIOLOGI
PATOFISIOLOGI
Tempat masuk kuman M. tuberculosis adalah saluran pernapasan, saluran
pencernaan dan luka terbuka pada kulit. Kebanyakan infeksi tuberculosis terjadi
melalui udara (airborne), yaitu melalui inhalasi droplet yang mengandung kuman-
kuman basil tuberkel, kuman ini tidak menghasilkan toksin yang di kenal. Dalam
tetesan droplet yang terhirup dan mencapai alveoli. Penyakit timbul akibat menetapnya
dan berproliferasinya kuman tersebut dan adanya interaksi dari tuan rumah, misalnya
basil tidak virulen yang di suntikan contoh BCG hanya dapat hidup selama beberapa
bulan atau tahun pada tuan rumah normal. Resistensi dan hipersensitivitas tuan rumah
23
sangat mempengaruhi perkembangan penyakit.
Penyakit ini dikendalikan oleh respon imunitas perantara sel, sel efektornya adalah
makrofag, sedangkan limfosit biasanya sel T adalah sel imunoresponsinya. Tipe
imuniitas seperti ini biasanya lokal, melibatkan makrofag yang di aktifkan ditempat
infeksi oleh limfosit dan limfokinnya.Respon ini disebut sebagai reaksi hipersensitivitas
atau reaksi lambat.
2. Tipe produktif, bila berkembang maksimal lesi ini akan menjadi suatu
granuloma menahun yang terdiri dari 3 daerah:
Daerah sentral yang luas, yang mempunyai sel sel inti banyak yang
mengandung basil tuberkel.
Derah perifer yang terdiri dari fibroblas, limfosit dan monosit kemudian
terbentuk jaringan fibrosa perifer dan daerah sentral mengalami nekrosis
dan membentuk kaverne, selanjutnya lesi ini sembuh dengan fibrosis atau
kalsifikasi.
Basil juga menyebar melalui getah bening menuju kelenjar getah bening regional,
basil dapat menyebar lebih lanjut dan mencapai aliran darah yang selanjutnya menyebar
24
ke seluruh organ, tetapi kuman ini mutlak hidup ditempat yang memiliki kandungan
oksigen yang tinggi oleh karena itu lokasi utama penyakit ini adalah di paru.
Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan bersatu sehingga
membentuk sel tuberkel epiteloid yang di kelilingi oleh limfosit, reaksi ini
membutuhkan waktu 10 sampai 20 hari. Nekrosis bagian sentral lesi memberikan
gambaran yang relatif padat dan seperti keju, lesi seperti ini disebut dengan nekrosis
kaseosa.
Lesi primer paru–paru dinamakan fokus Ghon dan gabungan terserangnya kelenjar
getah bening regional dan lesi primer dinamakan kompleks Ghon. Ini dapat dilihat pada
orang sehat yang selalu menjalani pemeriksaan radiologi.
Cara penularan kuman mycobacterium tuberculosis:
1. Kuman dibatukkan atau dibersinkan oleh penderita TB menjadi droplet nuclei
(partikel kecil yang merupakan gabungan antara sel tubuh dan sel yang sudah
terinfeksi. Setiap kali penderita TB batuk akan dikeluarkan 3000 droplet yang
infektif (memiliki kemampuan menginfeksi), partikel infeksi ini dapat hidup pada
udara bebas selama 1-2 jam, tergantung ada tidaknya sinar ultra violet, ventilasi
yang baik dan kelembaban. Dalam suasana lembab kuman dapat hidup berhari-
hari.
2. Kuman yang terhirup dapat menghindari pertahanan mekanik saluran napas bagian
atas dan akan menuju alveoli dimana infeksi awal terjadi, kuman ini akan
membentuk sarang primer dan di ikuti pembesaran kelenjar getah bening yang
disebut komplek primer.
Tidak semua orang yang menghirup kuman TBC akan tertular penyakit tersebut.
Pada orang yang sehat, biasanya kuman tersebut menjadi tidak aktif dan orang itu tetap
sehat tetapi kuman tersebut akan jadi aktif bila:
Kekurangan gizi
25
Kondisi fisik yang lemah
Perokok berat
26
Gambar2. Mycobacterium tuberculosis
MANIFESTASI KLINIS
Penderita TB paru akan mengalami berbagai gangguan kesehatan, seperti batuk
berdahak kronis, demam subfebril, berkeringat tanpa sebab di malam hari, sesak napas,
nyeri dada, dan penurunan nafsu makan. Semuanya itu dapat menurunkan produktivitas
penderita bahkan kematian.
Gejala klinik TB paru dapat dibagi menjadi 2 golongan:
1. Gejala Respiratorik
Batuk lebih dari 3 minggu
Dahak (sputum)
Batuk darah
Sesak nafas
Nyeri dada
Wheezing
2. Gejala Sistemik
Demam dan menggigil
Penurunan berat badan
Rasa lelah dan lemah (Malaise)
Berkeringat banyak terutama di malam hari
Tidak ada nafsu makan (Anoreksia)
Sakit-sakit pada otot (Mialgia)
27
1) Lokasi atau organ tubuh yang sakit : paru atau ekstra paru
Kesesuaian paduan dan dosis pengobatan dengan kategori diagnostik sangat diperlukan
untuk:
1. Menghindari terapi yang tidak adekuat (undertreatment) sehingga
2. Mencegah timbulnya resistensi,
3. Menghindari pengobatan yang tidak perlu (overtreatment) sehingga
4. Meningkatkan pemakaian sumber-daya lebih biaya efektif (cost-
effective)
5. Mengurangi efek samping.
28
1) Tuberkulosis paru. Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang
jaringan (parenkim) paru. Tidak termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar
pada hilus.
2) Tuberkulosis ekstra paru. Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain
paru, misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar
lymfe, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dan
lain-lain.
29
pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu).
2) Kasus kambuh (Relaps)
Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat
pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan
lengkap didiagnosis kembali dengan BTA positif (apusan atau kultur).
3) Kasus setelah putus berobat (Default )
Adalah pasien yang telah menjalani pengobatan minimal 1 bulan dan
putus berobat 2 bulan atau lebih dengan BTA positif atau BTA negatif.
4) Kasus setelah gagal (Failure)
Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau
kembali
menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.
30
Gejala klinik dan gambaran radiologi sesuai dengan TB paru.
BTA (-).
3) Bekas TB paru
BTA (-).
Gejala klinik tidak ada, ada gejala sisa akibat kelainan paru yang di
tinggalkan.
2. Kategori II: kasus kambuh atau gagal dengan dahak yang tetap (+).
3. Kategori III: kasus dengan dahak (-), tetapi kelainan paru tidak luas dan kasus
TB diluar paru selain kategori I.
KRITERIA DIAGNOSIS
Diagnosis penyakit tuberculosis didasarkan pada:
1. Anamnesis dan pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan tanda-tanda:
a. Tanda-tanda infiltrat (redup, bronchial, ronkhi basah).
b. Tanda-tanda penarikan paru, diafragma, dan mediastinum.
c. Secret di saluran nafas dan ronkhi.
d. Suara nafas amforik karena adanya kavitas yang berhubungan langsung
dengan bronchus.
31
2. Laboratorium
a. Kultur sputum.
b. Mantoux Test/Tuberkulin Test.
c. Biopsi jarum pada jaringan paru.
3. Radiologis
Foto Thoraks PA dan lateral. Gambaran foto toraks yang menunjang
diagnosis TB yaitu:
a. Bayangan lesi terletak dilapangan atas paru atau segmen apical lobus
bawah.
b. Bayangan berawan (patchy) atau berbercak (nodular).
c. Adanya kavitas, tunggal, atau ganda.
d. Kelainan bilateral, terutama di lapangan atas paru.
e. Adanya kalsifikasi.
f. Bayangan menetap pada foto ulang beberapa minggu kemudian.
g. Bayangan milier.
32
PENATALAKSANAAN MEDIS
Tujuan Pengobatan
Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah kematian,
mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya
resistensi kuman terhadap OAT.
Prinsip pengobatan
Pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan prinsip - prinsip sebagai berikut:
• OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam
jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Jangan
gunakan OAT tunggal (monoterapi). Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis
Tetap (OAT-KDT) lebih menguntungkan dan sangat dianjurkan.
• Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan
langsung (DOT = Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas
Menelan Obat (PMO).
• Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan.
33
• Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi
secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat.
• Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya pasien
menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu.
• Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) dalam 2
bulan.
Tahap Lanjutan
• Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam
jangka waktu yang lebih lama.
• Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister sehingga mencegah
terjadinya kekambuhan
Paket Kombipak.
Adalah paket obat lepas yang terdiri dari Isoniasid, Rifampisin,
Pirazinamid dan Etambutol yang dikemas dalam bentuk blister.
Paduan OAT ini disediakan program untuk digunakan dalam
pengobatan pasien yang mengalami efek samping OAT KDT.
34
Paduan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) disediakan dalam bentuk paket, dengan tujuan
untuk memudahkan pemberian obat dan menjamin kelangsungan (kontinuitas)
pengobatan sampai selesai. Satu (1) paket untuk satu (1) pasien dalam satu (1) masa
pengobatan.
KDT mempunyai beberapa keuntungan dalam pengobatan TB:
1) Dosis obat dapat disesuaikan dengan berat badan sehingga menjamin efektifitas
obat dan mengurangi efek samping.
2) Mencegah penggunaan obat tunggal sehinga menurunkan resiko terjadinya
resistensi obat ganda dan mengurangi kesalahan penulisan.
3) Jumlah tablet yang ditelan jauh lebih sedikit sehingga pemberian obat
menjadi sederhana dan meningkatkan kepatuhan pasien
35
• Pasien gagal
• Pasien dengan pengobatan setelah putus berobat (default)
36
Penggunaan OAT lapis kedua misalnya golongan aminoglikosida (misalnya kanamisin)
dan golongan kuinolon tidak dianjurkan diberikan kepada pasien, baru tanpa indikasi
yang jelas karena potensi obat tersebut jauh lebih rendah daripada OAT lapis pertama.
Disamping itu dapat juga meningkatkan terjadinya risiko resistensi pada OAT lapis
kedua.
37
38
b. Hasil Pengobatan Pasien TB BTA positif
Sembuh
Pasien telah menyelesaikan pengobatannya secara lengkap dan pemeriksaan ulang
dahak (follow-up) hasilnya negatif pada AP dan pada satu pemeriksaan follow-up
sebelumnya
Pengobatan Lengkap
Adalah pasien yang telah menyelesaikan pengobatannya secara lengkap tetapi tidak
memenuhi persyaratan sembuh atau gagal.
39
Meninggal
Adalah pasien yang meninggal dalam masa pengobatan karena sebab apapun.
Pindah
Adalah pasien yang pindah berobat ke unit dengan register TB 03 yang lain dan hasil
pengobatannya tidak diketahui.
Gagal
Pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali menjadi positif pada
bulan kelima atau lebih selama pengobatan.
40
Pengobatan pencegahan dengan INH diberikan kepada bayi tersebut sesuai dengan
berat badannya.
c. Pasien TB pengguna kontrasepsi
Rifampisin berinteraksi dengan kontrasepsi hormonal (pil KB, suntikan KB,
susuk KB), sehingga dapat menurunkan efektifitas kontrasepsi tersebut. Seorang pasien
TB sebaiknya mengggunakan kontrasepsi non-hormonal, atau kontrasepsi yang
mengandung estrogen dosis tinggi (50 mg).
41
yang dapat dianjurkan adalah 2RHES/6RH atau 2HES/10HE.
j. Indikasi operasi
Pasien-pasien yang perlu mendapat tindakan operasi (reseksi paru), adalah:
1) Untuk TB paru:
42
• Pasien batuk darah berat yang tidak dapat diatasi dengan cara konservatif.
• Pasien dengan fistula bronkopleura dan empiema yang tidak dapat diatasi secara
konservatif.
• Pasien MDR TB dengan kelainan paru yang terlokalisir.
•
2) Untuk TB ekstra paru:
Pasien TB ekstra paru dengan komplikasi, misalnya pasien TB tulang yang disertai
kelainan neurologik.
43
dulu kemungkinan penyebab lain. Berikan dulu anti-histamin, sambil meneruskan OAT
dengan pengawasan ketat. Gatal-gatal tersebut pada sebagian pasien hilang, namun
pada sebagian pasien malahan terjadi suatu kemerahan kulit.
Bila keadaan seperti ini, hentikan semua OAT. Tunggu sampai kemerahan kulit
tersebut hilang. Jika gejala efek samping ini bertambah berat, pasien perlu dirujuk
• Pada UPK Rujukan penanganan kasus-kasus efek samping obat dapat dilakukan
dengan cara sebagai berikut: Bila jenis obat penyebab efek samping itu belum
diketahui, maka pemberian kembali OAT harus dengan cara “drug challenging”
dengan menggunakan obat lepas. Hal ini dimaksudkan untuk menentukan obat
mana yang merupakan penyebab dari efek samping tersebut.
• Efek samping hepatotoksisitas bisa terjadi karena reaksi hipersensitivitas atau
karena kelebihan dosis. Untuk membedakannya, semua OAT dihentikan dulu
kemudian diberi kembali sesuai dengan prinsip dechallenge-rechalenge. Bila
dalam proses rechallenge yang dimulai dengan dosis rendah sudah timbul
reaksi, berarti hepatotoksisitas karena reakasi hipersensitivitas.
• Bila jenis obat penyebab dari reaksi efek samping itu telah diketahui, misalnya
pirasinamid atau etambutol atau streptomisin, maka pengobatan TB dapat
diberikan lagi dengan tanpa obat tersebut. Bila mungkin, ganti obat tersebut
dengan obat lain. Lamanya pengobatan mungkin perlu diperpanjang, tapi hal ini
akan menurunkan risiko terjadinya kambuh.
• Kadang-kadang, pada pasien timbul reaksi hipersensitivitas (kepekaan) terhadap
Isoniasid atau Rifampisin. Kedua obat ini merupakan jenis OAT yang paling
ampuh sehingga merupakan obat utama (paling penting) dalam pengobatan
jangka pendek. Bila pasien dengan reaksi hipersensitivitas terhadap Isoniasid
atau Rifampisin tersebut HIV negatif, mungkin dapat dilakukan desensitisasi.
Namun, jangan lakukan desensitisasi pada pasien TB dengan HIV positif sebab
mempunyai risiko besar terjadi keracunan yang berat.
PROGNOSIS
44
KOMPLIKASI
Menurut Depkes RI (2002), merupakan komplikasi yang dapat terjadi pada penderita
tuberculosis paru stadium lanjut yaitu :
1. Hemoptisis berat (perdarahan dari saluran napas bawah) yang dapat
mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau karena tersumbatnya
jalan napas.
2. Atelektasis (paru mengembang kurang sempurna) atau kolaps dari lobus
akibat retraksi bronchial.
3. Bronkiektasis (pelebaran broncus setempat) dan fibrosis
(pembentukan jaringan ikat pada proses pemulihan atau reaktif) pada
paru
4. Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, persendian, dan
ginjal.
45
BAB IV
ANALISA KASUS
Ronkhi +/-
Hb 12.3g/dl (menurun)
Ht 37 /(Menurun)
46
Pada pemeriksaan foto thorax menunjukan : Kesan TB Paru
Berdasarkan kriteria tersebut maka pasien ini dapat didiagnosis dengan TB paru karena
terdapat keluhan sesak yang diawali batuk dan demam, tanpa ada mengi, dan dari hasil
lab darah serta radiology juga tampak kelainan yang memperkuat diagnosis pasien
DAFTAR PUSTAKA
47