HEPATOMA
Disusun oleh:
Ichtiarsyah Suminar
1113103000009
Pembimbing:
Segala puji bagi Allah SWT atas berkat rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat
menyelesaikan presentasi kasus ini. Presentasi kasus ini disusun untuk memenuhi salah satu
tugas dalam Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Daerah Bekasi.
Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang
telah membantu dalam penyusunan dan penyelesaian makalah ini, terutama kepada:
1. dr. Waluyo Dwi Cahyono Sp.PD, KEMD, FINANSIM selaku pembimbing makalah
presentasi kasus ini.
2. Semua dokter dan staf pengajar di RSUD Kota Bekasi.
3. Rekan-rekan Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam RSUD Bekasi.
Penulis menyadari dalam pembuatan makalah presentasi kasus ini masih banyak
terdapat kekurangan, oleh karena itu segala kritik dan saran yang membangun guna
penyempurnaan makalah presentasi kasus ini sangat penulis harapkan. Semoga makalah
presentasi kasus ini dapat bermanfaat bagi kita semua dan dapat menambah wawasan di
bidang ilmu penyakit dalam.
Penyusun
1
DAFTAR ISI
2
BAB I
PENDAHULUAN
Selain infeksi dari hepatitis virus, aflatoksin, obesitas, diabetes mellitus, konsumsi
alkohol dalam jumlah besar dan frekuensi tinggi, serta adanya riwayat penyakit hati
metabolic lainnya juga dianggap sebagai faktor risiko terjadinya proses patofisiologi sel
hepar yang menyebabkan terjadinya hepatoma.
Manifestasi klinis hepatoma sangat bervariasi tergantung pada fase dan stadium
ditemukannya hepatoma pada pasien. Manifestasi dapat asimptomatik hingga sampai gejala
yang sangat jelas dan disertai dengan gagal hati. Namun gejala yang paling sering dikeluhkan
adalah perasaan tidak nyaman pada perut kanan atas abdomen yang disertai dengan adanya
keluhan gastrointestinal lainnya. Ketidakmampuan penerapan terapi kuratif yang adekuat
dapat menyebabkan hepatoma memiliki prognosis yang buruk dengan tingkat morbiditas dan
motralitas yang tinggi.
Tulisan ini bertujuan untuk membahas mengenai hepatoma beserta contoh ilustrasi
kasus dan penerapannya.
3
BAB II
ILUSTRASI KASUS
2.2 Anamnesis
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis dan alloanamnesis pada tanggal 8 September
2017, di bangsal Nusa Indah, RSUD Kota Bekasi.
A. Keluhan Utama
Pasien masuk instalasi rawat inap Nusa Indah dari IGD dengan keluhan terdapat
benjolan di perut sejak 2 minggu SMRS.
4
C. Riwayat Penyakit dahulu
Pasien mengaku memiliki riwayat penyakit magh yang dirasakan seperti mulas dan
sering kembung, sering berulang dan sering muncul setiap bulannya sejak dahulu
namun pasien hanya mengatasi keluhannya dengan meminum obat warung seperti
Promagh dan Mylanta. Riwayat sakit kuning sebelumnya disangkal. Riwayat sakit
liver, diabetes melitus, dan hipertensi tidak ada.
B. Tanda Vital
Tekanan Darah : 100/60 mmHg
Nadi : 84 x/menit
Pernapasan : 20 x/menit
5
Suhu : 36C
6
Uvula terletak ditengah
Faring tidak hiperemis
Tonsil T1-T1 tenang
Leher :
Inspeksi : Bentuk leher tidak tampak ada kelainan, tidak tampak
pembesaran kelenjar tiroid, tidak tampak pembesaran
KGB, tidak tampak deviasi trakea
Palpasi : Tidak teraba pembesaran kelenjar tiroid, trakea teraba
di tengah, JVP 5-2 cmH2O.
Auskultasi : Tidak terdengar bruit
D. Thorax
Thorax Anterior
Inspeksi:
Bentuk thorax simetris pada saat statis, dan dinamis, tidak ada
pernapasan yang tertinggal, pernapasan abdominotorakal
Tidak tampak retraksi sela iga
Tidak terdapat kelainan tulang iga, dan sternum
Tidak terlihat spider navy
Palpasi:
Pada palpasi secara umum tidak terdapat nyeri tekan, dan tidak teraba
benjolan pada dinding dada
Vocal fremitus simetris pada seluruh lapang paru
Teraba ictus cordis pada sela iga V, 2 jari medial dari linea
midclavicularis kiri
Perkusi:
Kedua hemithoraks secara umum terdengar sonor
Batas kanan paru-jantung pada sela iga IV, garis parasternalis kanan
Batas kiri paru-jantung pada sela iga V, 2 jari medial dari garis
midcavicularis kiri
Batas atas kiri paru-jantung pada sela iga III, garis parasternalis kiri
Auskultasi:
7
Suara nafas vesikuler +/+, ronkhi -/-, wheezing-/-
BJ I, BJ II regular, murmur (-), gallop (-)
Thorax Posterior
Inspeksi:
Bentuk simetris saat dinamis dan saat statis
Tidak terlihat benjolan
Tidak terdapat kelainan vertebra
Palpasi:
Gerak nafas simetris
Vocal fremitus simetris
Perkusi:
Perkusi secara umum terdengar sonor
Batas bawah paru kanan pada sela iga X, batas bawah paru kiri pada sela
iga XI
Auskultasi:
Suara nafas vesikuler /vesikuler
E. Abdomen
Inspeksi:
Bentuk perut tidak tampak buncit
Tampak adanya massa pada regio epigastrium hingga hipokondriak
kanan sebesar 7cm x 7cm, konsistensi padat, immobile, bruit (-), nyeri
tekan (-)
Auskultasi:
Bising usus (+) normal
Palpasi:
Dinding abdomen teraba supel, defans muskular (-), turgor kulit baik
Nyeri tekan epigastrium (-)
Lien tidak teraba, hepar lobus kanan teraba 1-2cm dibawah arcus costae;
hepar lobus kiri teraba 6-7cm dibawah processus xyphoideus; tepi tidak
rata.
Ballotement -/-
8
Nyeri ketok CVA -/-
Perkusi
Asites (-), Sifting dullness (-)
F. Genital eksterna
Tidak dilakukan pemeriksaan.
G. Ekstremitas
Ektremitas atas
Inspeksi:
Tangan kiri dan kanan simetris, tidak terlihat deformitas, tidak terdapat
lesi kulit
Palmar eritema (-)
Tidak sianosis, tidak ikterik
Tidak tampak pembengkakan sendi, kedua extremitas atas dapat
bergerak aktif, dan bebas
Edema -/-
Palpasi:
Tidak terdapat nyeri tekan
Akral hangat
Ekstremitas bawah
Inspeksi:
Tangan kiri dan kanan simetris, tidak terlihat deformitas, tidak terdapat
lesi kulit
Tidak sianosis, tidak ikterik
Tidak tampak pembengkakan sendi, kedua extremitas atas dapat
bergerak aktif, dan bebas
Palpasi :
Tidak terdapat nyeri tekan pada kedua tungkai kanan dan kiri
Pitting Edema -/-
9
2.4 Pemeriksaan Penunjang
Hasil Laboratorium
HEMATOLOGI
Hemoglobin 12 14 g/dl 5.9
Hematokrit 37 47 % 19,7
Leukosit 5.0-10.0 ribu/ul 13.300
Trombosit 150-400 ribu/ul 624.000
FUNGSI HATI
SGOT < 37 U/L 26
SGPT < 41 U/L 31
FUNGSI GINJAL
Ureum 20 40 mg/dL 27
DIABETES
ELEKTROLIT
2.5. Resume
Ny. LH 59 tahun, dirawat dengan benjolan pada perut sejak 2 minggu SMRS. BAB mencret
4x sehari, lemas, penurunan berat badan dalam 3 minggu terakhir, pasien semakin kurus,
riwayat sakit magh berulang. PF: konjungtiva anemis, massa pada regio epigastrium hingga
hipokondriak kanan sebesar 7cm x 7cm. Pemeriksaan penunjang: anemia, leukositosis,
trombositosis, hipokalemia.
10
2.6. Daftar Masalah
1. Massa Intraabdomen
2. Anemia
3. Diare
4. Hipokalemia
11
BAB III
PENGKAJIAN MASALAH
1. Massa Intraabdomen
Atas Dasar :
Anamnesis:
Terdapat benjolan di perut sejak 2 minggu SMRS. BAB mencret 4x/hari
sebanyak 1 gelas air mineral, konsistensi cair, warna coklat kekuningan.
Penurunan berat badan dan semakin kurus dalam 3 bulan belakangan ini. Sering
terasa mulas dan kembung yang berulang.
Pemeriksaan Fisik:
Abdomen tampak adanya massa pada regio epigastrium hingga hipokondriak
kanan sebesar 7cm x 7cm, konsistensi padat, immobile, bruit (-), nyeri tekan (-
). Hepar lobus kanan teraba 1-2cm dibawah arcus costae; hepar lobus kiri teraba
6-7cm dibawah processus xyphoideus; tepi tumpul, tidak rata.
Pemeriksaan Penunjang:
Leukosit: 13.300; Trombosit 624.000
SGOT 26; SGPT 31
Rencana Diagnostik:
Pemeriksaan Alfa Fetoprotein (AFP)
Pemeriksaan HBsAg dan anti HCV
Ultrasonografi (USG) Abdomen
Terapi Medikamentosa:
o HP Pro 3x1
2. Anemia
Atas Dasar:
Anamnesis:
Pasien merasa badannya lemas.
12
Pemeriksaan Fisik
Conjunctiva anemis +/+
Pemeriksaan Penunjang
Hb: 5,9 g/dL
Dipikirkan anemia akibat suatu penyakit kronis dengan DD/ anemia ec defisiensi besi.
Rencana Diagnostik:
Pemeriksaan MCV, MCH, MCHC
Pemeriksaan analisa darah tepi
Terapi Medikamentosa:
o Transfusi PRC 500cc
3. Diare
Atas Dasar:
BAB mencret 4x/hari sebanyak 1 gelas air mineral, konsistensi cair, warna coklat
kekuningan. Darah (-), Lendir (-).
Rencana Diagnostik:
Pemeriksaan Feses Lengkap
Terapi Medikamentosa:
o IVFD RL /12 jam
o Loperamid 4x2 tab
4. Hipokalemia
Atas Dasar:
Pasien mengeluhkan lemas. Pemeriksaan penunjang didapatkan kadar kalium 3,4
mmol/L.
Rencana Diagnostik
Pemeriksaan elektrolit berkala
Terapi Medikamentosa:
o IVFD RL/12 jam
13
BAB IV
DAILY FOLLOW UP
Tanggal 08/09/17
Follow up
S Pasien mengeluh benjolan pada perut bagian atas, tidak nyeri, mual (-),
muntah (-), BAB mencret berkurang warna coklat, darah (-), lendir (-),
BAK normal. Lemas (+). Demam (-).
O KU: tampak sakit sedang / compos mentis
Tanda-tanda vital: TD: 100/60 mmHg HR: 84x/menit
RR: 20 x/menit suhu: 36 C
Mata: konjuntiva anemis +/+. Sklera ikterik -/-
Paru: vesikuler/ vesikuler. Rhonki-/-. Wheezing -/-
Jantung: BJ I dan II regular, murmur (-), gallop (-)
Abdomen: tampak massa pada regio epigastrium hingga hipokondriak
kanan sebesar 7cm x 7cm, padat, immobile, bruit (-), nyeri tekan (-).
Hepar lobus kanan teraba 1-2cm dibawah arcus costae; hepar lobus kiri
teraba 6-7cm dibawah processus xyphoideus; tepi tumpul, tidak rata.
Ekstremitas: akral hangat, edema (-/-), CRT < 2 detik
A Massa Intrabdomen susp. Hepatoma
Anemia
Diare
Hipokalemia
P Tunggu hasil analisa darah tepi Hasil lab (7/9/17)
Rencana pemeriksaan USG Anemia (Hb: 5,9)
IVFD RL /12 jam Trombositosis (624.000)
HP Pro 3x1 Leukositosis (13.300)
Transfusi PRC 500cc Hipokalemia (3,4)
14
Hasil Analisa Darah Tepi (7/9/2017)
KESAN
Anemia mikrositik hipokrom dengan leukositosis, neutrofilia, dan trombositosis
reaktif akibat penyakit kronis
ANJURAN
o Biakan dan resistensi dari tempat infeksi
o Pemantauan hematologi
o SI, TIBC, Ferritin
o Analisa tinja dan darah samar
o Faal hati, faal ginjal, elektrolit
Tanggal 09/09/17
Follow up
S Pasien mengeluh benjolan pada perut bagian atas, tidak nyeri, mual (-),
muntah (-), perut terasa agak tidak enak, BAB hitam (+), BAK normal.
Lemas (+). Demam (-).
O KU: tampak sakit sedang / compos mentis
Tanda-tanda vital: TD: 100/60 mmHg HR: 86x/menit
RR: 20 x/menit suhu: 36 C
Mata: konjuntiva anemis +/+. Sklera ikterik -/-
Paru: vesikuler/ vesikuler. Rhonki-/-. Wheezing -/-
Jantung: BJ I dan II regular, murmur (-), gallop (-)
Abdomen: tampak massa pada regio epigastrium hingga hipokondriak
kanan sebesar 7cm x 7cm, padat, immobile, bruit (-), nyeri tekan (-).
Hepar lobus kanan teraba 1-2cm dibawah arcus costae; hepar lobus kiri
teraba 6-7cm dibawah processus xyphoideus; tepi tumpul, tidak rata.
Ekstremitas: akral hangat, edema (-/-), CRT < 2 detik
A Massa Intrabdomen susp. Hepatoma
Anemia ec. Penyakit kronis
Melena ec. Perdarahan susp. Ruptur Varises Esofagus
15
P Rencana pemeriksaan USG Hasil lab (7/9/17)
Periksa darah rutin ulang Analisa darah tepi:
Pemeriksaan HBsAg dan anti- Kesan Anemia mikrositik
HCV hipokrom dengan
IVFD RL /12 jam leukositosis, neutrofilia, dan
Diet Hepar III trombositosis reaktif akibat
HP Pro 3x1 penyakit kronis
HEMATOLOGI
Hemoglobin 12 14 g/dl 9,3
Hematokrit 37 47 % 26,2
Leukosit 5.0-10.0 ribu/ul 13.300
Trombosit 150-400 ribu/ul 417.000
IMUNOSEROLOGI
Non Reaktif TV <0,13
HBsAg (Elisa) Non Reaktif TV:0,00
Reaktif TV >0,13
Anti HCV Non Reaktif Non Reaktif
Tanggal 10/09/17
Follow up
S Benjolan pada perut bagian atas, tidak nyeri, mual (-), muntah (-),
Mencret (-), BAB hitam (-), BAK normal. Lemas berkurang. Demam
(-).
O KU: tampak sakit sedang / compos mentis
Tanda-tanda vital: TD: 90/70 mmHg HR: 80x/menit
RR: 20 x/menit suhu: 36 C
16
Mata: konjuntiva anemis /-. Sklera ikterik -/-
Paru: vesikuler/ vesikuler. Rhonki-/-. Wheezing -/-
Jantung: BJ I dan II regular, murmur (-), gallop (-)
Abdomen: tampak massa pada regio epigastrium hingga hipokondriak
kanan sebesar 7cm x 7cm, padat, immobile, bruit (-), nyeri tekan (-).
Hepar lobus kanan teraba 1-2cm dibawah arcus costae; hepar lobus kiri
teraba 6-7cm dibawah processus xyphoideus; tepi tumpul, tidak rata.
Ekstremitas: akral hangat, edema (-/-), CRT < 2 detik
A Massa Intrabdomen susp. Hepatoma
Anemia ec. Penyakit kronis
P USG Hari ini Hasil lab (9/9/17)
IVFD RL /12 jam Anemia (9,3) target Hb
Diet Hepar III 10
HP Pro 3x1 Leukositosis (13.300)
Vit K. 3x1
Omeprazole 1x1
Sukralfat 3x1
Tanggal 11/09/17
Follow up
S Benjolan pada perut bagian atas, tidak nyeri, mual (-), muntah (-),
Mencret (-), BAB hitam (-), BAK normal. Lemas (-). Demam (-).
O KU: tampak sakit sedang / compos mentis
Tanda-tanda vital: TD: 100/70 mmHg HR: 86x/menit
RR: 20 x/menit suhu: 36 C
Mata: konjuntiva anemis /-. Sklera ikterik -/-
Paru: vesikuler/ vesikuler. Rhonki-/-. Wheezing -/-
Jantung: BJ I dan II regular, murmur (-), gallop (-)
Abdomen: tampak massa pada regio epigastrium hingga hipokondriak
kanan sebesar 7cm x 7cm, padat, immobile, bruit (-), nyeri tekan (-).
Hepar lobus kanan teraba 1-2cm dibawah arcus costae; hepar lobus kiri
17
teraba 6-7cm dibawah processus xyphoideus; tepi tumpul, tidak rata.
Ekstremitas: akral hangat, edema (-/-), CRT < 2 detik
A Massa Intrabdomen susp. Hepatoma
Anemia ec. Penyakit kronis
P Tunggu hasil USG
Pemeriksaan darah rutin ulang
IVFD RL /12 jam
Diet Hepar III
HP Pro 3x1
Cefoperazone inj. 2x1g
HEMATOLOGI
Hemoglobin 12 14 g/dl 11,4
Hematokrit 37 47 % 32,8
Leukosit 5.0-10.0 ribu/ul 9.800
Trombosit 150-400 ribu/ul 452.000
Vesica Felea
Bentuk dan ukuran normal, dinding tidak menebal, permukaan rata, tak tampak echo
batu maupun sludge di dalamnya.
Pankreas
18
Bentuk dan ukuran normal, ductus pancreaticus tidak dilatasi, tak tampak echo batu
maupun SOL di dalamnya.
Ginjal kanan
Ukuran kecil, intensitas gema parenkim meningkat, batas tekstur parenkim dengan
central echo complex jelas.
Ginjal kiri
Bentuk dan ukuran ginjal normal, echo cortex dan medulla serta sinus normal. Tak
tampak echo batu maupun SOL di dalamnya
Lien
Bentuk dan ukuran normal, hillus dan echoparenchym normal
Uterus
Besar normal, densitas homogen
Buli-buli
Permukaan baik, dinding tidak menebal, tampak koleksi cairan di sekitarnya
Supradiafragma
Tampak koleksi cairan di supradiafragma
Kesan:
Sugestif hepatoma dengan hepatomegali
Proses kronis ginjal kanan dd/hipoplasia ginjal kanan
Asites
Efusi pleura bilateral
Kandung empedu, lien, pankreas, ginjal kiri, vesika urinaria, dan uterus
tdk ada kelainan
19
Tanggal 12/09/17
Follow up
S Benjolan pada perut bagian atas, tidak nyeri. Keluhan membaik.
Keluarga pasien meminta agar pasien dipulangkan.
O KU: tampak sakit sedang / compos mentis
Tanda-tanda vital: TD: 110/70 mmHg HR: 86x/menit
RR: 20 x/menit suhu: 36 C
Mata: konjuntiva anemis /-. Sklera ikterik -/-
Paru: vesikuler/ vesikuler. Rhonki-/-. Wheezing -/-
Jantung: BJ I dan II regular, murmur (-), gallop (-)
Abdomen: tampak massa pada regio epigastrium hingga hipokondriak
kanan sebesar 7cm x 7cm, padat, immobile, bruit (-), nyeri tekan (-).
Hepar lobus kanan teraba 1-2cm dibawah arcus costae; hepar lobus kiri
teraba 6-7cm dibawah processus xyphoideus; tepi tumpul, tidak rata.
Ekstremitas: akral hangat, edema (-/-), CRT < 2 detik
A Hepatoma dengan asites minimal
Anemia ec. Penyakit kronis
P IVFD RL /12 jam Hasil Lab (11/9/17)
Diet Hepar III Anemia (11,7) Target Hb
HP Pro 3x1 10
20
BAB V
TINJAUAN PUSTAKA
5.1 Definisi
Tumor pada hepatoma dapat muncul sebagai massa tunggal atau sebagai suatu massa
yang difus dan sulit dibedakan dengan jaringan hati disekitarnya karena konsistensinya yang
tidak dapat dibedakan dengan jaringan hepar yang normal. Massa ini dapat mengganggu jaan
dari saluran empedu serta dapat menyebabkan hipertensi portal sehingga gejala klinis baru
akan terlihat setelah massa menjadi besar. Tanpa pengobatan yang adekuat, hepatoma dapat
menyebabkan kematian dalam waktu 6 sampai 20 bulan.1,2
5.2 Epidemiologi
Dari seluruh tumor ganas hati yang pernah didiagnosis, 85% merupakan Hepatoma, 10%
Cholangiocarcinoma, dan 5% adalah jenis lainnya. Hepatoma meliputi 5,6% dari seluruh
kasus kanker pada manusia dan menempati peringkat kelima pada laki-laki dan peringkat
kesembilan pada perempuan sebagai kanker yang tersering diderita di dunia.1,3
Hepatoma jarang ditemukan pada usia muda kecuali di wilayah yang merupakan endemic
infeksi virus hepatitis B serta banyaknya kejadian transmisi HBV perinatal. Rasio kasus laki-
laki dan perempuan tercatat sampai 8:1. Hal tersebut belum dapat dijelaskan secara pasti
apakah faktor tersebut disebabkan oleh hubungan faktor hormonal ataukah karena banyaknya
pajanan risiko hepatoma pada laki-laki seperti virus hepatitis dan alkohol.1,4
21
5.3 Etiologi
Hepatoma dianggap terjadi dari hasil interaksi multifaktorial dari berbagai faktor, serta
peran serta banyak onkogen dan gen-gen yang terkait mutasi multigenetik. Etiologi hepatoma
belum jelas, namun menurut data yang ada virus hepatitis baik HBV maupun HCV, dan
aflatoksin merupakan faktor utama yang terkait dengan timbulnya hepatoma.1
1. Virus Hepatitis
a. HBV
Hubungan antara infeksi kronik HBV dengan timbulnya hepatoma
terbukti kuat baik secara epidemiologis, klinis, maupun eksperimental.
Karsinogenisitas HBV terhadap hepar mungkin terjadi melalui proses
inflamasi kronik, peningkatan proliferasi hepatosit, integrasi HBV DNA ke
dalam DNA sel host, dan aktifitas protein spesifik-HBV berinteraksi dengan
gen hati. Pada dasarnya perubahan hepatosit dari kondisi inaktif (guiescent)
menjadi sel yang aktif bereplikasi menentukan tingkat karsinogenesis hati.1,2,5
b. HCV
Infeksi HCV berperan penting dalam pathogenesis hepatoma pada
pasien yang bukan pengidap HBV. Pada kelompok pasien penyakit hati akibat
transfuse darah dengan anti-HCV positif, interval antara saat transfuse hingga
terjadinya hepatoma dapat mencapai 29 tahun. Hepatokarsinogenesis akibat
infeksi HCV diduga melalui aktifitas nekroinflamasi kronik dan sirosis
hati.1,2,5
2. Aflatoksin
Aflatoksin Bl (AFB1) merupakan mikotoksin yang diproduksi oleh jamur
Aspergillus. Metabolit AFB1 yaitu AFB 1-2-3-epoksid merupakan karsinogen utama
dari kelompok aflatoksin yang mampu membentuk ikatan dengan DNA maupun
RNA. Salah satu mekanisme hepatokarsinogenesisnya ialah kemampuan AFB 1
menginduksi mutasi pada kodon 249 dari gen supresor tumor p53.1,2,5
22
utama hepatoma pada sirosis hati adalah jenis kelamin laki-laki, peningkatan
kadar alfa feto protein (AFP) serum, beratnya penyakit dan tingginya aktifitas
proliferasi sel hati.3
2. Obesitas
Seperti diketahui, obesitas merupakan faktor risiko utama untuk non-alcoholic
fatty liver disease (NAFLD), khususnya nonalcoholic steatohepatitis (NASH) yang
dapat berkembang menjadi sirosis hati dan kemudian dapat berlanjut menjadi
hepatoma.1,3,5
4. Alkohol
Meskipun alkohol tidak memiliki kemampuan mutagenik, peminum berat
alkohol (>50-70 g/hari dan berlangsung lama) berisiko untuk menderita hepatoma
melalui sirosis hati alkoholik. Efek hepatotoksik alkohol bersifat dose-dependent,
sehingga asupan sedikit alkohol tidak meningkatkan risiko terjadinya HCC.1,5
5. Faktor lain
Beberapa kondisi lain yang dapat merupakan faktor risiko terjadinya hepatoma
namun jarang ditemukan antara lain penyakit hati autoimun (hepatitis autoimun,
sirosis bilier primer), penyakit hati metabolic (hemokromatosis genetic, defisiensi
antitrypsin-alfa 1, Wilsons Disease), kontrasepsi oral, senyawa kimia (thorotrast,
vinil klorida, nitrosamine, insektisida organoklorin, asam tanik), dan
tembakau.1,2,3,5
23
5.6 Patologi
Secara makroskopis biasanya tumor berwarna putih, padat, kadang terdapat jaringan
nekrotik kehijauan atau hemoragik. Terkadang dapat ditemukan thrombus tumor di
dalam vena hepatica atau prota intrahepatik.3 Dapat berupa masa tunggal atau multiple
dengan ukuran yang berkisar antara kurang dari 1cm hingga lebih dari 30cm. Biasanya
pada sirosis hati ukuran hepatoma lebih kecil daripada hepatoma yang terjadi tanpa
adanya proses fibrosis pada hati.6
Secara garis besar ada tiga pola utama pada hepatoma. 1) pola nodular atau pola
expanding, adalah pola yang paling umum ditemukan dan digambarkan dengan nodul
multiple dengan satu nodul yang dominan, sebagian dikelilingi oleh kapsul fibrosa pada
jaringan sirosis. 2) pola infiltrative atau pola massif, terdiri dari masa tunggal yang besar
dengan batas yang sulit ditentukan. Biasanya ditemukan pada hepatoma tanpa sirosis hati
dan dikaitkan dengan prognosis yang jelek. 3) pola diffuse, yang jarang ditemukan,
digambarkan sebagai suatu infiltrasi luas oleh nodul-nodul yang berukuran kecil yang
dapat memenuhi seluruh hepar.6
24
5.7 Patogenesis
Mekanisme karsinogenesis hepatoma belum sepenuhnya diketahui. Apapun agen
penyebabnya, transformasi maligna hepatosit, dapat terjadi melalui peningkatan
perputaran (turnover) sel hati yang diinduksi oleh cedera (injury) dan regenerasi kronik
dalam bentuk inflamasi dan kerusakan oksidatif DNA.1
Hal ini dapat menimbulkan perubahan genetic seperti perubahan kromosom, aktivasi
onkogen selular atau inaktivasi gen supresor tumor, yang mungkin bersama dengan
kurang baiknya penanganan DNA mismatch, aktivasi telomerase, serta induksi faktor-
faktor pertumbuhan dan angiogenik.1
Hepatitis virus kronik, alkohol, dan penyakit hati metabolic seperti hmokromatosis
dan defisiensi antitrypsin-alfa1, mungkin menjalankan peranannya terutama melalui jalur
ini (cedera kronik, regenerasi, dan sirosis). Dilaporkan bahwa HBV dan mungkin juga
HCV dalam keadaan tertentu juga berperan langsung pada pathogenesis molecular
hepatoma. Aflatoksin dapat menginduksi mutasi pada gen supresor tumor p53 dan ini
menunjukkan bahwa faktor lingkungan juga berperan pada tingkat molecular untuk
berlangsungnya proses hepato karsinogenesis.1,5
Hilangnya heterozigositas (LOH; Loss of Heterozygosity) juga dihubungkan dengan
inaktivasi gen supresor tumor. LOH atau delesi alelik adalah hilangnya satu salinan
(kopi) dari bagian tertentu suatu genom. Pada manusia, LOH dapat terjadi di banyak
bagian kromosom.1,5
Infeksi HBV dihubungkan dengan kelainan di kromosom 17 atau pada lokasi di dekat
gen p53. Pada kasus hepatoma, lokasi integrasi HBV DNA di dalam kromosom sangat
bervariasi (acak). Oleh karena itu HBV mungkin berperan sebagai agen mutagenic
insersional non-selektif. Integrasi acap kali menyebabkan terjadinya beberapa perubahan
dan selanjutnya mengakibatkan proses translokasi, duplikasi terbalik, delesi dan
rekombinasi. Semua perubahan ini dapat mengakibatkan hilangnya gen-gen supresi
tumor maupun gen-gen selular penting lain. Dengan analisis southern blot, sekuen HBV
yang telah terintegrasi ditemukan di dalam jaringan tumor/hepatoma, tidak ditemukan di
luar jaringan tumor. Produk gen X dari HBV yang biasa disebut HBx, dapat berfungsi
sebagai transaktivator transkripsional dari berbagai gen selular yang berhubungan
dengan control pertumbuhan. Ini menimbulkan hipotesis bahwa HBx mungkin terlibat
pada hepatokarsinogenesis oleh HBV.1,5
Pada wilayah endemic HBV ditemukan hubungan yang bersifat dose-dependent
antara pajanan AFB1 dalam diet dengan mutasi pada kodon 249 dari p53. Mutasi ini
25
spesifik untuk HCC dan tidak memerlukan integrasi HBV ke dalam DNA tumor. Mutasi
gen p53 terjadi pada sekitar 30% kasus hepatoma di seluruh dunia, dengan frekuensi dan
tipe mutasi yang berbeda menurut wilayan geografik dan etiologi tumornya.1,5
Infeksi kronik HCV dapat berujung pada hepatoma setelah berlangsung puluhan tahun
dan umumnya didahului oleh terjadinya sirosis. Ini menunjukkan peranan penting dari
proses cedera hati kronik diikuti oleh regenerasi dan sirosis pada proses
hepatokarsinogenesis oleh HCV, walaupun pada pasien-pasien dengan hepatoma tidak
selalu didapati kelainan sirosis hati.1
Selain yang disebutkan di atas, mekanisme karsinogenesis hepatoma juga dikaitkan
dengan peran dari 1) Telomerase, 2)Insulin-like growth factors (IGFs), 3) Insulin
receptor substrate 1 (IRS1). Untuk proliferasi hepatoma yang diduga berperan penting
adalah vascular endothelial growth factor (VEGF) dan basic fibroblast growth factor
(bFGF), berkat peran keduanya pada proses angiogenesis.1
26
ditemukan melalui pemeriksaan AFP dan teknik pencitraan. Teknik pencitraan
yang diutamakan adalah USG lebih dahulu, bila dibutuhkan dapat digunakan
CT-scan atau MRI.1,2
Pasien yang dapat dicurgiai hepatoma fase subklinis adalah pada
pasien kelompok risiko tinggi yaitu masyarakat yang berada di daerah insiden
tinggi hepatoma, pasien dengan riwayat hepatitis atau HBsAg positif, pasien
dengan riwayat keluarga hepatoma, dan pasien pasca reseksi hepatoma
primer.1
27
Dapat timbul karena adanya gangguan fungsi hati, tumor
mendesak saluran gastrointestinal, bisa juga diakibatkan perut tidak
bisa menerima makanan dalam jumlah banyak karena terasa begah.
5. Letih, penurunan berat badan, mengurus1,3,5
Dapat diakibatkan oleh metabolisme dari tumor ganas dan
berkurangnya asupan makanan yang dikonsumsi oleh pasien.
Apabila manifestasi berkelanjutan dapat terjadi kakeksia.
6. Demam1,2,3,5
Timbul akibat nekrosis tumor, disertai infeksi dan metabolit
tumor. Jika tidak ada bukti adanya infeksi maka dapat disebut
demam pada penyakit kanker, umumnya demam tidak disertai
menggigil.
7. Ikterus1,2,5
Tampil sebagai kuningnya sclera dan kulit, dikarenakan adanya
gangguan pada fungsi hati. Pada pasien dengan ikterus biasanya
hepatoma telah berkembang hingga stadium lanjut. Dapat juga terjadi
akibat adanya sumbatan pada saluran empedu akibat sel kanker atau
tumor mendesak saluran empedu hingga mengakibatkan ikterus
obstruktif.
8. Asites1,2,3,5
Biasanya ditemukan pada stadium lanjut. Secara klinis
ditemukan perut membuncir dan pekak bergeser (shifting dullness),
sering juga disertai udem pada kedua tungkai.
9. Gejala lainnya
Selain gejala yang telah disebutkan diatas, terdapat pula
kecenderungan perdarahan, diare, nyeri punggung belakang kanan,
udem kedua tungkai bawah, kulit gatal dan juga manifestasi sirosis
hati seperti splenomegali, palmar eritema, spider nevi, venodilatasi
dinding abdomen. Pada stadium akhir hepatoma sering timbul
metastasis paru, tulang, dan dapat pula ke organ-organ yang
lainnya.1,2,3,5
28
5.9 Staging Hepatoma
Dalam staging klinis HCC terdapat pemilahan pasien atas kelompok-kelompok yang
prognosisnya berbeda, berdasarkan parameter klinis, biokimiawi dan radiologis pilihan yang
tersedia. Sistem staging yang ideal seharusnya juga mencantumkan penilaian ekstensi tumor,
derajat gangguan fungsi hati, keadaan umum pasien serta keefektifan terapi.1,5 Sebagian besar
pasien HCC adalah pasien sirosis yang juga mengurangi harapan hidup. Sistem yang banyak
digunakan untuk menilai status fungsional hati dan prediksi prognosis pasien sirosis adalah
sistem klasifikasi Child-ltorcotte-Pugh, tetapi sistem ini tidak ditujukan untuk penilaian
staging HCC.1,2,3 Beberapa sistem yang dapat dipakai untuk staging HCC adalah:
29
Pada tahun 2001, Komite Khusus Hepatoma Asosiasi Antitumor Cina telah menetapkan
standar diagnosis dan klasifikasi stadium klinis hepatoma primer sebagai berikut1,5:
1. Standar Diagnosis Klinis Hepatoma Primer1,5
a. AFP > 400 ug/L, dapat menyingkirkan kehamilan, tumor embrional sistem
repro-duksi, penyakit hati aktif, hepatoma metastatik, selain itu teraba hati
mem-besar, keras dan bermassa nodular besar atau pemeriksaan pencitraan
menun-jukkan lesi penempat ruang karakteristik hepatoma.
b. AFP < 400 ug/L, dapat menyingldrkan kehamilan, tumor embrional sistem
reproduksi, penyakit hati aktif, hepatoma metastatik, selain itu terdapat dua
jenis pemeriksaan pencitraan menunjukkan lesi penempat ruang
karakteristik hepatoma atau terdapat dua petanda hepatoma (DCP, GGT-II,
AFU, CA19-9, dll.) positif serta satu pemeriksaan pencitraan menunjukkan
lesi penempat ruang karakteristik hepatoma.
c. Menunjukkan manifestasi klinis hepatoma dan terdapat kepastian lesi
metastatik ekstrahepatik (termasuk asites hemoragis makroskopik atau di
dalamnya ditemukan sel ganas) serta dapat meny ing-kirkan hepatoma
metastatik
30
IIIa : tidak peduli kondisi tumor, terdapat emboli tumor di pembuluh utama vena
porta atau vena kava inferior, metastasis kelenjar limfe peritoneal atau jauh, salah
satu daripadanya; Child A atau B.
IIIb : tidak peduli kondisi tumor, tidak peduli emboli tumor, metastasis; Child C.
31
kelenjar reproduksi, maka dapat dibuat diagnosis hepatoma, diagnosis ini dapat
lebih awal 6-12 bulan dari timbulnya gejala hepatoma.1,5
AFP sering dapat dipakai untuk menilai hasil terapi. Pasca reseksi hepatoma,
kadar AFP darah terus menurun dengan waktu paruh 3-9,5 hari, umumnya pasca
operasi dalam 2 bulan kadarnya turun hingga normal, jika belum dapat turun
hingga normal, atau setelah turun lalu naik lagi, maka pertanda terjadi residif atau
rekurensi tumor.1,2,5
Alfa-Fetoprotein
Interpretation
(ng/mL)
>400-500 - HCC likely if accompanied by space-occupying
solid lesion(s) in cirrhotic liver or levels are rapidly
increasing.
- Diffusely growing HCC, may be difficult to detect
on imaging.
- Occasionally in patients with active liver disease
(particularly HBV or HCV infection) reflecting
inflammation, regeneration, or seroconversion
32
b. Pemeriksaan Pencitraan
1. Ultrasonografi (USG)
USG merupakan metode paling sering digunakan dalam diagnosis hepatoma.
Ke-gunaan dari USG dapat dirangkum sebagai berikut: memastikan ada tidaknya
lesi pe-nempat ruang dalam hati; dapat dilakukan pemeriksaan gabungan dengan
USG dan AFP sebagai metode diagnosis penapisan awal untuk hepatoma;
mengindikasikan sifat lesi penempat ruang, membedakan lesi berisi cairan dari
yang padat; membantu memahami hubungan kanker dengan pembuluh darah
penting dalam hati, berguna dalam meng-arahkan prosedur operasi; membantu
memahami penyebaran dan infiltrasi hepatoma dalam hati dan jaringan organ
sekitarnya, memperlihatkan ada tidaknya trombus tumor dalam percabangan vena
porta intrahepatik; di bawah panduan USG dapat dilakukan biopsi.1,5
2. CT-Scan
CT telah menjadi parameter pemeriksaan rutin terpenting untuk diagnosis
lokasi dan sifat hepatoma. CT dapat membantu memperjelas diagnosis,
menunjukkan lokasi tepat, jumlah dan ukuran tumor dalam hati hubungannya
dengan pembuluh darah penting, dalam penentuan modalitas terapi sangatlah
penting. Terhadap lesi mikro dalam hati yang sulit ditentukan CT rutin dapat
dilakukan CT dipadukan dengan angiongrafi (CTA), atau ke dalam arteri
hepatika disuntikkan lipiodol, sesudah 1-3 minggu dilakukan lagi pemeriksaan
CT, pada waktu ini CT-lipiodol dapat menemukan hepatoma sekecil 0,5 cm.1,5
33
3. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
MRI merupakan teknik pemeriksaan nonradiasi, tidak memakai zat kontras
berisi iodium, dapat secara jelas menunjukkan struktur pembuluh darah dan
saluran empedu dalam hati, juga cukup baik memperlihatkan struktur internal
jaringan hati dan hepatoma, sangat membantu dalam menilai efektivitas aneka
terapi. Dengan zat kontras spesifik hepatosit dapat menemukan hepatoma kecil
kurang dari 1cm dengan angka keberhasilan 55%.1,5
34
5. Tonografi Emisi Positron (PET)
Akhir-akhir ini diagnosis terhadap hepatoma masih kurang ideal, namun
karsinoma kolangioselular dan karsinoma hepatoselular berdiferensiasi buruk
memiliki daya ambil terhadap 18F-FDG yang relatif kuat, maka pada pencitraan
PET tampak sebagai lesi metabolisme tinggi.1,5
6. Biopsi Hati
Biopsi hati mengambil jaringan tumor untuk pemeriksaan patologi, dapat juga
dilakukan biopsi kelenjar limfe supraklavikular, biopsi nodul sub-kutis, mencari
sel-sel ganas dalam asites, perito-neoskopi, dan lainnya. Pemeriksaan ini juga
mempunyai nilai tertentu pada diagnosis hepatoma primer.1,5
35
riwayat penyakit yang panjang, progresi lambat, bisa tanpa latar belakang
hepatitis dan sirosis hati, zat petanda hepatitis negatif, CT tunda, MRI dapat
membantu diagnosis.1,5
Pada tumor metastasis hati, sering terdapat riwayat kanker primer, zat
petanda hepatitis umumnya negatif pencitraan tampak lesi multipel tersebar
dengan ukuran bervariasi.1,5
Pada abses hati, terdapat riwayat demam, takut dingin dan tanda
radang lain, pencitraan menemukan di dalam lesi terdapat likuidasi atau
nekrosis. Pada hidatidosis hati, kista hati, riwayat penyakit panjang, tanpa
riwayat penyakit hati, umumnya kondisinya baik, massa besar dan fungsi hati
umumnya baik, zat petanda hepatitis negatif, pencitraan menemukan lesi
bersifat cair penempat ruang, dinding kista tipis, sering disertai ginjal
polikistik.1,5
Adenoma hati, umumnya pada wanita, sering dengan riwayat minum
pil KB bertahun-tahun, tanpa latar belakang hepatitis, sirosis hati, petanda
hepatitis negatif, CT dapat membedakan. Hiperplasia nodular fokal,
pseudotumor inflamatorik sering cukup sulit dibedakan dari hepatoma
primer.1,5
5.12 Penatalaksanaan
Tiga prinsip penting dalam penatalaksanaan hepatoma adalah terapi dini efektif,
terapi gabungan, dan terapi berulang. Terapi dini efektif dimaksudkan semakin dini
dilakukan terapi maka semakin baik hasil terapi terhadap perkembangan tumor. Untuk
hepatoma kecil pasca reseksi, prognosis 5 years survival rate sekitar 50-60%
sementara untuk hepatoma ukuran besar hanya sekitar 20%.1,5,7,8
1. Tindakan Operatif
Indikasi dilakukannya operasi eksploratif adalah tumor masih
resektabel atau masih ada kemungkinan tindakan operasi paliatif selain
reseksi, fungsi hati baik. Sedangkan kontraindikasi operasi eksploratif adalah
pasien dengan sirosis hati berat, insufisiensi hati disertai ikterus, asites,
terdapat thrombus pada pembuluh utama vena porta, insufisiensi jantung, paru,
ginjal, dan organ vital lainnya.1,7,8
a. Hepatektomi
36
Hepatektomi merupakan cara terapi dengan hasil terbaik dewasa ini.
Survival 5 tahun pasca operasi sekitar 30-40%, pada mikrokarsinoma hati
(< 5 cm) dapat mencapai 50-60%.7
Hepatektomi beraturan adalah sebelum insisi hati dilakukan diseksi,
me-mutus aliran darah ke lobus hati (segmen, subsegmen) terkait,
kemudian menurut lingkup anatomis lobus hati (segmen, subsegmen)
tersebut dilakukan reseksi jaringan hati. Sedangkan hepatektomi tak
beraruran tidak perlu mengikuti secara ketat distribusi anatomis pembuluh
dalam hati, tapi hanya perlu ber-jarak 2-3cm dari tepi tumor, mereseksi
jaringan hati dan percabangan pembuluh darah dan saluran empedu yang
menuju lesi, lingkup reseksi hanya mencakup tumor dan jaringan hati
sekitarnya. Pada kasus dengan sirosis hati, obstruksi porta hati setiap kali
tidak boleh lebih dari 10-15 menit, bila perlu dapat diobstruksi berulang
kali.7
b. Transplantasi Hati
Dewasa ini, teknik transplantasi hati sudah sangat matang, namun
biayanya tinggi,donornya sulit. Pasca operasi pasien menggunakan obat
imunosupresan anti rejeksi membuat kanker residif tumbuh lebih cepat
dan bermetastasis. Hasil terapi kurang baik untuk hepatoma stadium
sedang dan lanjut. Umumnya berpendapat mikrohepatoma stadium dini
dengan sirosis berat merupakan indikasi lebih baik untuk transplantasi
hati.1,5,7,8
c. Terapi operatif non-reseksi
Dilakukan pada keadaan khusus, misalnya pasca laparotomi, karena tumor
menyebar atau alasan lain tidak dapat dilakukan reseksi, dapat
dipertimbangkan terapi operatif nonreseksi, mencakup: injeksi obat
melalui kateter transarteri hepatik atau kemoterapi embolisasi saat operasi;
kemoterapi melalui kateter vena porta saat operasi; ligasi arteri hepatika;
koagulasi tumor hati dengan gelombang mikro, ablasi radiofrekuensi,
krioterapi dengan nitrogen cair, evaporisasi dengan laser energi tinggi saat
operasi; injeksi alkohol absolut intratumor saat operasi.7,8
2. Terapi Lokal
a. Ablasi Radiofrekuensi (RFA)
37
RFA merupakan metode ablasi lokal yang paling sering
dipakai dan efektif saat ini. Elektroda RFA ditusukkan ke dalam tumor
melepaskan energi radiofrekuensi, hingga jaringan tumor mengalami
nekrosis koagulatif panas, denaturasi, jadi secara selektif mem-bunuh
jaringan tumor. Satu kali RFA meng-hasilkan nekrosis seukuran bola
berdiameter 3-5 cm, sehingga dapat membasmi tuntas mikrohepatoma,
dengan hasil kuratif. RFA perkutan memiliki keunggulan mikroinvasif,
aman, efektif, sedikit komplikasi. mudah di-ulangi dll. sehingga
mendapat perhatian luas untuk terapi hepatoma.5,8
38
nekrosis, sedangkan jaringan hati normal mendapat pasokan darah
terutama dari vena porta sehingga efek terhadap fungsi hati secara
keseluruhan relatif kecil. Pasca kemoembolisasi arteri hepatik survival
1 tahun pasien hepatoma adalah 44-66,9%, lama ketahanan hidup rata-
rata 8-10 bulan. Tapi terapi itu bersifat paliatif, terapi intervensi
berulang kali pun sulit secara total membasmi semua sel kanker, efek
terapi jangka panjang belum memuaskan, selain juga mencederai
rungsi hati.5,7,8
3. Terapi Paliatif
Sebagian besar pasien HCC didiagnosis pada stadium menengah-lanjut
(intermediate-advanced stage) yang tidak ada terapi standarnya. TAE/ TACE
dengan frekuensi 3 hingga 4 kali setahun dianjurkan pada pasien yang fungsi
hatinya cukup baik (Child-Pugh A) serta tumor multinodular asimtomatik
tanpa invasi vaskular atau penyebaran ekstrahepatik, yang tidak dapat diterapi
secara radikal. Sebaliknya bagi pasien yang dalam keadaan gagal hati (Child-
Pugh B-C), serangan iskemik akibat terapi ini dapat mengakibatkan efek
samping yang berat.1,7,8
Adapun beberapa jenis terapi lain untuk HCC yang tidak resektabel
seperti imunoterapi dengan interferon, terapi antiestrogen, antiandrogen,
oktreotid, radiasi internal, kemoterapi arterial atau sistemik masih memerlukan
penelitian lebih lanjut untuk mendapatkan penilaian yang meyakinkan.1,7,8
5.13 Prognosis
Prognosis dari hepatoma lebih dipengaruhi oleh stadium tumor pada saat diagnosis, status
kesehatan pasien, fungsi sintesis hati dan manfaat terapi.1 Berdasarkan hasil studi yang
dilakukan oleh Ramacciato dkk. didapatkan angka harapan hidup 5 - tahun pada stadium I
berdasarkan sistem TNM yang baru dengan 3 subkategori ukuran tumor :
< 2 cm = 68.2 %
2-5 cm = 70.7%
> 5 cm = 75.8%
39
BAB VI
KESIMPULAN
Kasus ini merupakan kasus hepatoma tanpa sirosis hepar dan dengan etiologi yang
belum jelas. Pada pasien ini telah dilakukan tatalaksana untuk gejala penyerta yang
dikeluhkan pasien dan juga penegakkan diagnosis ke arah hepatoma. Pasien pulang atas
permintaan sendiri tanpa keluhan, namun pasien belum sempat dibiopsi untuk penegakan
diagnosis hepatoma.
40
DAFTAR PUSTAKA
1. Budisono, U. Karsinoma Hati, dalam Aru W. Sudoyo: Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Edisi 5, Interna Publishing 2009. 685-691.
2. Aguayo A, Patt YZ. Liver Cancer. Clinics Liver Dis 2001; 5(2) : 479-507
3. Colombo M. Hepatocellular Carcinoma. In: McDonald JWD, Burroughs AK, Feagan
BG, eds. Evidence-based gastroenterology and hepatology 2nd edition, 2004. Malden:
Blackwell Publishing, 517-525
4. El-Serag HB. The Epidemiologi and natural course of hepatocellular carcinoma.
AASLD postgraduate course 2004. Boston USA; October 29-30, 2004. 159-176
5. Omata, Masao, et.al. Asia-Pacific Clinical Practice Guidelines on the Management of
Hepatocellular Carcinoma: a 2017 Update. Hepatol Int (2017) 11:317-370. DOI
10.1007/s12072-017-9799-9
6. Paradis, Valerie. Histopathology of Hepatocellular Carcinoma. Department of
Pathology, Beaujon Hospital Hospitaux de Paris. Vauthey and A. Broquet (eds.).
Multidisciplinary Treatment of Hepatocellular Carcinoma. DOI: 10.1007/978-3-642-
16037-0_2. Springer 2013.
7. Heimbach, Julie MD, et al. AASLD Guidelines for the Treatment of Hepatocellular
Carcinoma. Mayo Clinic Transplant Center. Approved by AASLD, December 8,
2016. Doi: 10.1002/hep.29086
8. Kudo Masatoshi, Franco Trevisani, et. Al. Hepatocellular Carcinoma: Therapeutic
Guidelines and Medical Treatment. Liver Cancer 2017;6:16-26. DOI:
10.1159/000449343. Published online: November 29,2016
41