STROKE
Oleh :
Utha Merta Rahim, S.Ked
G1A219075
Preseptor:
dr. Hj. Sri Rosianti, M.Kes
LAPORAN KASUS
STROKE
Oleh :
Utha Merta Rahim, S.Ked
G1A219075
Puskesmas Paal X
2021
KATA PENGANTAR
ii
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
laporan kasus yang berjudul “Stroke” sebagai kelengkapan persyaratan dalam
mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat rotasi
2 di Puskesmas Paal X.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Hj. Sri Rosianti, M.Kes
yang telah bersedia meluangkan waktu dan pikirannya untuk membimbing penulis
selama menjalani Kepaniteraan Klinik Senior Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat
di Puskesmas Paal X.
Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini masih jauh dari sempurna.
Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak sangat
diharapkan guna kesempurnaan laporan kasus ini, sehingga nantinya dapat
bermanfaat bagi penulis dan para pembaca.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL...................................................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN....................................................................................ii
KATA PENGANTAR...............................................................................................iii
DAFTAR ISI..............................................................................................................iv
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................32
LAMPIRAN..............................................................................................................33
iv
BAB I
STATUS PASIEN
I. Identitas Pasien
a. Nama/Kelamin/Umur : Tn. R/ Laki-laki/ 58 tahun
b. Pekerjaan/Pendidikan : Cetak bata/SMA
c. Alamat : Kenali Asam Bawah, RT 18
1
keuhan lemah pertama kali dirasakan pasien, pasien merasakan nyeri kepala saat berjalan di
pekarangan rumahnya, dan ada mual muntah. Pasien masih dalam keadaan sadar pada saat
kejadian. Lalu pasien meminta tolong pada anaknya untuk membantu pasien bergerak.
Menurut anak pasien, pada saat kejadian belum ada keluhan mulut bicara pelo dan kurang
jelas pada pasien. Walaupun pada 3 bulan terakhir ini pasien sudah mulai agak sedikit
kurang jelas dalam berbicara. Keluhan disertai dengan kesemutan dan kebas pada tangan
kanan pasien. Pasien tidak mengeluhkan adanya jantung berdebar-debar, sesak nafas,
demam, dan nyeri perut disangkal,. Keluhan pandangan kabur, dan kejang disangkal.
Pasien memiliki kebiasaan makan makanan yang bersantan, goreng-gorengan dan
merokok.
2
Respirasi : 24 kali/menit, pernapasan regular
Suhu : 36,5°C
2. Status Generalis
Kepala : Normocephal (+)
Mata : Edema palpebra (-/-), conjungtiva anemis (-/-),
sklera ikterik (-/-), pupil bulat, isokor, ± 3 mm/± 3 mm, refleks
cahaya (+/+), papil edema(-)
THT : Dalam batas normal
Mulut : Mulut mencong ke kanan(-),Bibir sianosis(-), lidah
hiperemis (-), T1-T1, faring hiperemis (-).
Leher : Pembesaran KGB (-), pembesaran tiroid (-)
Dada : Simetris kanan dan kiri
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Tidak dilakukan
Perkusi : Tidak dilakukan
Auskultasi : BJ I dan BJ II regular, gallop (-), murmur (-)
Paru
Inspeksi : Gerakan dinding dada simetris kanan dan kiri
Palpasi : Tidak dilakukan
Perkusi : Tidak dilakukan
Auskultasi : Vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Abdomen
Inspeksi : Distensi (-), masa (-).
Palpasi : Tidak dilakukan
Perkusi : Tidak dilakukan
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Alat kelamin : Tidak dilakukan pemeriksaan
Ekstremitas
Superior :Akral hangat, edema (-)/(-), CRT < 2 dtk
3
Inferior :Akral hangat, edema (-)/(-), CRT < 2 dtk
3. Status Neurologi
1. Kesadaran kualitatif : CM
2. Kesadaran kuantitatif (GCS) :15 (E4M6V5)
3. Tanda Rangsang meningeal : tidak dilakukan
4. Nervus kranialis
Nervus Kranialis Kanan Kiri
N I (Olfaktorius)
Subjektif Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Objektif (dengan bahan) Tidak dilakukan Tidak dilakukan
N II (Optikus)
Tajam penglihatan Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Lapangan pandang Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Melihat warna Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Funduskopi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
N III (Okulomotorius)
Ptosis Tidak ada Tidak ada
Pergerakan bola mata Normal Normal
Nistagmus Tidak ada Tidak ada
Ekso/endotalmus Tidak ada Tidak ada
Pupil :
Bentuk Bulat, isokor, 3 mm Bulat, isokor, 3 mm
reflex cahaya langsung dan tidak + +
langsung) + +
reflex konvergensi + +
Melihat kembar - -
N IV (Trochlearis)
Pergerakan bola mata ke bawah- Normal Normal
dalam
Diplopia - -
N V (Trigeminus)
Motorik
Otot Masseter Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Otot Temporal Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Otot Pterygoideus Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Sensorik
Oftalmikus Tidak dilakukan Tidak dilakukan
4
Maksila Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Mandibula Tidak dilakukan Tidak dilakukan
N VI (Abdusen)
Pergerakan bola mata (lateral) Normal Normal
Diplopia - -
N VII (Fasialis)
Mengerutkan dahi normal normal
Menutup mata normal normal
Memperlihatkan gigi normal normal
Senyum Agak kaku Agak kaku
Sensasi lidah 2/3 depan Tidak dilakukan Tidak dilakukan
N VIII (Vestibularis)
Suara berbisik Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Detik arloji Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Rinne test Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Weber test Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Swabach test Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Nistagmus Tidak ada Tidak ada
N IX (Glossofaringeus)
Sensasi lidah 1/3 blkg Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Refleks muntah Tidak dilakukan Tidak dilakukan
N X (Vagus)
Arkus faring Simetris
Berbicara Sedikit kurang jelas
Menelan Baik
Refleks muntah Tidak dilakukan
Nadi Normal
N XI (Assesorius)
Menoleh ke kanan + +
Menoleh ke kiri - -
Mengangkat bahu Agak sedikit kaku normal
N XII (Hipoglosus)
Kedudukan lidah dijulurkan -
Atropi papil -
Disartria -
Tremor -
6
Tonus normal normal
Sensibilitas
Raba dalam batas normal kurang terasa
Nyeri dalam batas normal dalam batas normal
Thermi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Refleks Fisiologis
Patella Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Achilles Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Refleks Patologis (tidk dilakukan)
a. Gerakan Abnormal
Tremor : (-)
Atetosis : (-)
Miokloni : (-)
Khorea : (-)
Rigiditas : (-)
b. Alat Vegetatif
Miksi : Tidak ada kelainan
Defekasi : Tidak ada kelainan
c. Koordinasi, gait dan keseimbangan
Cara berjalan : Tidak dilakukan
Romberg Test : Tidak dilakukan
Disdiadokokinesis : Tidak dilakukan
Dismetri : Tidak dilakukan
Ataxia : Tidak dilakukan
Rebound Phenomena : Tidak dilakukan
X. Pemeriksaan Laboratorium
Tidak dilakukan pemeriksaan
7
XII. Diagnosa Kerja
Diagnosa Klinis : Hemiparesis dextra spastik, hemihipoestesia dextra,
Diagnosa Topis : Hemisfer serebri sinistra
Diagnosa Etiologi : Vaskular (susp Stroke Non Hemoragik/Iskemik)
XIV. Manajemen
a. Promotif:
Menjelaskan pada pasien tentang penyakit ini, dan bisa dicetuskan oleh berbagai
faktor
Menerangkan pada keluarga pasien untuk mengajarkan latihan gerakan anggota
gerak dan wajah pada pasien di rumah. Dapat dimulai dengan kompres hangat dan
pemijatan pada bagian tubuh yang melemah dan kebas. Dilanjutkan dengan
menggerakan otot-otot ekstremitas dan wajah.
Menjaga pola hidup sehat, menjaga makan-makan, aktivitas fisik teratur dan hidup
bebas stres dan asap rokok.
b. Preventif :
Menjaga pola makan (tidak makan bersantan, gorangan dan lain-lain)
Olahraga secara teratur
Berhenti merokok
Hindari minu alkohol
Hindari penggunaan NAPZA
c. Kuratif:
8
Non Medikamentosa :
Pemantuan tanda vital dan gejala defisit neurologis
Latihan menggerakkan anggota gerak 10 kali diangkat kedepan, keatas, kekanan,
kekiri, kebelakang, latihan menggerakkan jari, latihan berjinjit dan melangkah
sesering mungkin untuk melatih otot yang mengalami kelemahan.
Mengkontrol fikiran dan emosi terhadap trauma psikologis yang dialami pasien yang
dapat mempengaruhi hipertensi pasien.
Mengatur pola hidup yang baik dengan makanan bergizi, mengurangi kebiasaan
makan gorengan, dan makanan berlemak, serta berolahraga
Farmakologi:
Aspirin 1x 80 mg
Injeksi Citicolin 2×500
Injeksi ceftriaxone 1×2 gr
Simvastatin 1×2
Tradisional
Bawang Putih: Sebagai antiplatelet dan mengahmabat pembekuan darah.
Penggunaannya 500 mg ekstrak/hari
Kunyit: Sebgai antiplatelet. Penggunaan 200mg ekstrak/hari
d. Rehabilitatif
Fisioterapi
Latihan menggerakkan otot yang mengalami kekauan dan kelemahan
9
Resep Puskesmas
Ilmiah 1
Pro : Tn. R
Pro : Tn. R Alamat: rt 18 KAB
Alamat: rt 18 KAB
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Otak
2.1.1 Anatomi
Otak terletak dalam rongga cranium , terdiri atas semua bagian system saraf pusat (SSP)
diatas korda spinalis. Secara anatomis terdiri dari cerebrum cerebellum, brainstem, dan limbic
system. Secara garis besar, sistem saraf dibagi menjadi 2, yaitu sistem saraf pusat dan sistem
saraf tepi. Sistem saraf pusat (SSP) terbentuk oleh otak dan medulla spinalis. Sistem saraf disisi
luar SSP disebut sistem saraf tepi (SST). Fungsi dari SST adalah menghantarkan informasi bolak
balik antara SSP dengan bagian tubuh lainnya.
Otak merupakan bagian utama dari sistem saraf, dengan komponen bagiannya adalah:
1. Cerebrum
Bagian otak yang terbesar yang terdiri dari sepasang hemisfer kanan dan kiri dan tersusun
dari korteks. Korteks ditandai dengan sulkus (celah) dan girus.
Cerebrum dibagi menjadi beberapa lobus, yaitu:
a. Lobus Frontalis
b. Lobus Temporalis
c. Lobus parietalis
d. Lobus oksipitalis
2. Cerebellum
Cerebellum adalah struktur kompleks yang mengandung lebih banyak neuron
dibandingkan otak secara keseluruhan. Memiliki peran koordinasi yang penting dalam fungsi
motorik yang didasarkan pada informasi somatosensori yang diterima, inputnya 40 kali lebih
banyak dibandingkan output. Cerebellum merupakan pusat koordinasi untuk keseimbangan dan
tonus otot. Mengendalikan kontraksi otot-otot volunter secara optimal.
3. Brainstem
Berfungsi mengatur seluruh proses kehidupan yang mendasar. Berhubungan dengan
diensefalon diatasnya dan medulla spinalis dibawahnya. Struktur-struktur fungsional batang otak
yang penting adalah jaras asenden dan desenden traktus longitudinalis antara medulla spinalis
11
dan bagian-bagian otak, anyaman sel saraf dan 12 pasang saraf cranial.Batang otak terdiri dari
tiga bagian, yaitu:
a. Mesensefalon atau otak tengah (disebut juga mid brain) adalah bagian teratas dari batang
otak yang menghubungkan serebrum dan serebelum. Saraf kranial III dan IV
diasosiasikan dengan otak tengah. Otak tengah berfungsi dalam hal mengontrol respon
penglihatan, gerakan mata, pembesaran pupil mata, mengatur gerakan tubuh dan
pendengaran.
b. Pons merupakan bagian dari batang otak yang berada diantara midbrain dan medulla
oblongata. Pons terletak di fossa kranial posterior. Saraf Kranial (CN) V diasosiasikan
dengan pons.
c. Medulla oblongata adalah bagian paling bawah belakang dari batang otak yang akan
berlanjut menjadi medulla spinalis. Medulla oblongata terletak juga di fossa kranial
posterior. CN IX, X, dan XII disosiasikan dengan medulla, sedangkan CN VI dan VIII
berada pada perhubungan dari pons dan medulla.1
Vaskularisasi
Otak memperoleh darah melalui dua sistem yakni sistem karotis (arteri karotis interna kanan
dan kiri) dan sistem vertebral. Arteri koritis interna, setelah memisahkan diri dari arteri karotis
komunis, naik dan masuk ke rongga tengkorak melalui kanalis karotikus, berjalan dalam sinus
kavernosum, mempercabangkan arteri oftalmika untuk nervus optikus dan retina, akhirnya
bercabang dua: arteri serebri anterior dan arteri serebri media. Untuk otak, sistem ini memberi
darah bagi lobus frontalis, parietalis dan beberapa bagian lobus temporalis.7
- Otak disuplai oleh dua arteri carotis interna dan dua arteri vertebralis.
- Keempat arteri ini beranastomosis pada permukaan inferior otak dan membentuk sirkulus
Willisi.
- Vena-vena otak tidak mempunyai jaringan otot didalam dindingnya yang sangat tipis dan
tidak mempunyai katup. Vena tersebut keluar dari otak dan bermuara ke dalam sinus
venosus cranialis.4
- Sistem karotis terutama melayani kedua hemisfer otak, dan sistem vertebrabasilaris
terutama memberi darah bagi batang otak, serebelum dan bagian posterior hemisfer.
Aliran darah di otak (ADO) dipengaruhi terutama 3 faktor. Dua faktor yang paling
12
penting adalah tekanan untuk memompa darah dari sistem arteri-kapiler ke sistem vena,
dan tahanan (perifer) pembuluh darah otak. Faktor ketiga, adalah faktor darah sendiri
yaitu viskositas darah dan koagulobilitasnya (kemampuan untuk membeku).4
Sistem karotis terutama melayani kedua hemisfer otak, dan sistem vertebrabasilaris
terutama memberi darah bagi batang otak, serebelum dan bagian posterior hemisfer. Aliran darah
di otak (ADO) dipengaruhi terutama 3 faktor. Dua faktor yang paling penting adalah tekanan
untuk memompa darah dari sistem arteri-kapiler ke sistem vena, dan tahanan (perifer) pembuluh
darah otak. Faktor ketiga, adalah faktor darah sendiri yaitu viskositas darah dan
koagulobilitasnya (kemampuan untuk membeku).4
13
Stroke non hemoragik merupakan stroke yang diawali oleh adanya sumbatan pembuluh
darah oleh trombus atau emboli yang mengakibatkan sel otak mengalami gangguan metabolisme
karena tidak mendapatkan suplai darah, oksigen dan energi yang cukup.1
14
1. TIA ( Transient ischemic attack)
Serangan akut defisit neurologi focal yang berlangsung singkat, kurang dari 24 jam dan
sembuh tanpa gejala sisa
2. RIND ( residual ischemic neurological defisit)
Sama dengan TIA tetapi berlangsung lebih dari 24 jam dan sembuh sempurna dalam waktu
kurang dari 3 minggu
3. completed stroke
stroke dengan defisit neurologis berat dan menetap dalam waktu jam dengan penyembuhan
tidak sempurna dalam waktu lebih dari 3 minggu
4. stroke dengan defisit neurologis fokal yang terjadi bertahap dan mencapai puncaknya dalam
waktu 24-48 jam atau 96 jam dengan penyembuhan tidak sempurna dalam waktu 3 minggu.5
15
Jika terjadi penurunan tekanan darah sistemik mendadak, tekanan perfusi otak menjadi
tidak adekuat sehingga menyebabkan iskemik jaringan otak. Sebaliknya, jika terjadi
peningkatan tekanan darah sistemik, maka akan terjadi peningkatan tekanan perfusi yang
hebat yang akan menyebabkan hiperemia, edema dan perdarahan.
B. Diabetes melitus
Sebanyak 10-30% penyandang DM dapat mengalami stroke. Penelitian
menunjukkan adanya peranan hiperglikemia dalam proses arterosklerosis, yaitu gangguan
metabolisme berupa akumulasi sorbitol di dinding pembuluh darah arteri. Hal ini
menyebabkan gangguan osmotik dan bertambahnya kandungan air di dalam sel yang
dapat mengakibatkan kurangnya oksigenisasi. Selain itu Penyandang DM sering disertai
denga nhiperlipidemia yang merupakan faktor resiko terjadinya proses arterosklerosis.
C. Merokok
Secara prospektif merokok disebabkan oleh beberapa mekanisme. Pertama, akibat
derivat rokok yang sangat berpengaruh pada sistem saraf simpatis dan proses trombotik.
Dengan adanya nikotin, kerja saraf simpatis akan meningkat, termasuk jalur simpatis
sistem kardiovaskular, sehingga kan terjadi peningkatan tekanan darah, denyut jantung
dan peningkatkan aliran darah ke otak.
Pengaruh nikotin terhadap proses trombotik melalui enzim siklooksigenase, yang
menyebabkan penurunan produksi prostasiklin dan tromboksan. Hal ini mengakibatkan
peningkatan agregrasi trombosit dan penyempitan lumen pembuluh darah sehingga
memudahkan terjadinya stroke iskemik. Selain ini, merokok dalam waktu yang lama akan
meningkatkan aregrasi trombosit, kadar fibrinogen dan visositas darah serta menurunkan
aliran darah ke otak yang menyababkan stroke iskemik.
Karbondioksida juga dipikirkan memiliki pengaruh, ikatan karbondioksida dalam
darah 200 kali lebih tinggi dibandingkan oksigen, sehingga seolah-olah oksigen dalam
darah sedikit. Hal ini menyebabkan peningkatan produksi eritrosit oleh tubuh, sehingga
komposisi eritrosit plasma tinggi yang terlihat sebagai peningkatan nilai hematokrit yang
disebut polisitemia sekunder.
D. Asam urat
Salah satu penelitian di jepang terhadapt usia 50-79 tahun selama 8 tahun
menunjukkan hiperurisemia merupakan faktor resiko penting terjadinya stroke. Penelitian
16
kohort di Honolulu dengan rentang usia 55-64 tahun selama 23 tahun memperlihatkan
hubungan bermakna antara asam urat, kadar kolesterol, tekanan darah sistolik dan kadar
trigliserida terhadap kejadian aterosklerosis berupa penyakit jantung dan stroke. Kondisi
hiperurisemia diduga merupakan salah satu faktor yang meningkatkan agrefrasi
trombosit.
E. Dislipidemia
Meskipun tidak seberat yang dilaporkan sebagai penyebab penyakit jantung, salah
satu penelitian observasional menunjukkan hubungan peningkatan kadar lipid plasma dan
kejadian stroke iskemik. Meta analisis terhadap studi kohort juga menunjukkan kekuatan
hubungan antara hiperlipidemia dan stroke. Komponen dislipidemia yang diduga
berperan, yakni kadar HDL yang rendah dan kadar LDL yang tinggi. Kedua hal tersebut
mempercepat arterosklorosis pembuluh darah koroner dan serebral.
F. Penyakit jantung
Individu dengan penyakit jantung dari jenis apa pun memiliki lebih dari dua kali
lipat risiko stroke dibandingkan dengan mereka yang fungsi jantungnya normal.
Penyakit Arteri koroner :
Indikator kuat kedua dari keberadaan penyakit difusvaskular aterosklerotik dan potensi
sumberemboli dari thrombi mural karena miocard infarction. Gagal Jantung kongestif,
penyakit jantung hipertensi: Berhubungan dengan meningkatnya kejadian stroke
Fibrilasi atrial : Sangat terkait dengan stroke emboli dan fibrilasi atrial
karena penyakit jantung rematik; meningkatkan risiko stroke sebesar 17 kali.
Berbagai lesi jantung lainnya telah dikaitkandengan stroke, seperti prolaps katup mitral,
patent foramen ovale, defek septum atrium, aneurisma septum atrium,dan lesi aterosklerotik
dan trombotik dari ascending aorta.
2. faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi, seperti usia, jenis kelamin dan etnis, riwayat
keluarga dan genetik
a. Usia, jenis kelamin, ras/suku bangsa
Angka kejadian stroke meningkat seiring dengan bertambahnya usia, yaitu 0,4%
(usia 18-44 tahun), 2,4% (usia 65-74 tahun) hingga 9,7% (usia 75 tahun atau lebih),
sesuai dengan studi framingham yang berskala besar. Hal ini disebabkan oleh
peningkatan terjadinya arterosklerosis seiring peningkatan usia yang dihubungkan pula
17
dengan faktor risiko stroke lainnya, seperti artrial fibrilasi dan hipertensi. AF dan
hipertensi sering dijumpai pada usia lanjut.
Laki-laki memiliki risiko stroke 1,25-2,5% kali lebih tinggi dibandingkan
perempuan. Namun, angka ini bereda pada usia lanjut. Prevalensi stroke pda penduduk
amerika perempuan berusia > 75 tahun lebih tinggi dibandingkan laki-laki.
Data pasien stroke di Indonesai juga menunjukkan rerata usia perempuan lebih
tua dibandingkan laki-laki. Hal ini dipikirkan berhubungan dengan estrogen. Estrogen
berpean dalam pencegahan plak arterosklerosis seluruh pembuluh darah, termasuk
pembuluh darah serebral. Dengan demikian, perempuan pada usia produktif memiliki
proteksi terhadap kejadian penyakit vaskular dan arterosklerosis yang menyebabkan
kejadian stroke lebih rendah dibandingkan laki-laki. Namun, pada keadaan premenopause
dan menopause yang terjadi pada usia lanjut, produksi estrogen menurun hingga
menurunkan efek proteksi tersebut.
Berdasarkan suku bangsa, didapatkan suku kulit hitam amerika mengalami resiko
stroke lebih tinggi dibandingkan kulit putih.
A. Riwayat keluarga
Terdapat lima kali lipat peningkatan prevalensi stroke antara kembar
monozigotik dibandingkan dengan pasangan kembar laki-laki dizigotik
yangmenunjukkan kecenderungan genetik untuk stroke. Pada 1913penelitian kohort
kelahiran Swedia menunjukkan tiga kali lipatpeningkatan kejadian stroke pada laki-laki
yangibu kandungnya meninggal akibat stroke, dibandingkan dengan laki-laki
tanpariwayat ibu yang mengalami stroke. Riwayat keluarga juga tampaknyaberperan
dalam kematian stroke antara populasi Kaukasia kelas menengah atas di California.
18
termasuk arterosklerosis merupakan penyebab sebagian besar kasus stroke trombotik dan
embolik dari pembuluh besar atau jantung merupakan penyebab tersering stroke embolik.
Secara patofisiologi arterosklerosis adalah sekumpulan proses yang komplek yang
melibatkan darah dan material yang dikandungnya. Proses diawali dari berubahnya K-LDL
menjadi lebih aterogenik mungkin setelah proses oksidasi dan berubah menjadi LDL yang
teroksidasi. Disisi lain pada daerah-daerah rawan arterosklerosis endotel bisa mengalami
gangguan ( intak tetapi bocor ) sehingga menjadi aktif dan terjadi gangguan fungsi, lama
kelamaan bisa terjadi deendotelisasi dengan atau tanpa disertai proses adesi trombosit.
Berdasarkan ukuran dan konsentrasinya molekul plasma dan partikel lipoprotein lain bisa
melakukan ekstravasasi melalui endotel yang rusak/bocor dan masuk ke ruang subendotelial.
Sumbatan aliran di arteria karotis interna sering merupakan penyebab stroke pada orang,
berusia lanjut, yang sering mengalami pembentukan plak arterosklerosis di pembuluh darah
sehingga terjadi penyempitan atau stenosis. Pangkal arteria karotis interna merupakan tempat
tersering tempat terbentuknya arterosklerosis. Adapun subtipe dari stroke non hemoragik adalah :
1. Trombus
Trombus adalah bekuan darah yang menempel dinding vaskuler, proses terbentuknya
trombus disebut dengan trombosis. Trombus mulai terbentuk karena permukaan tempat darah
mengalir yaitu endotel mengalami kerusakan yang dikenal sebagai disfungsi endotel. Adanya
disfungsi endotel ini akan mengundang trombosit untuk melakukan adhesi dan selanjutnya
dengan bantuan faktor-faktor pembekuan darah akan terjadi agregasi trombosit dan terbentuklah
bekuan darah yang komponen utamanya berupa trombosit. Adanya trombus yang masih melekat
pada dinding ini akan mengakibatkan gangguan aliran karena trombus tersebut berpotensi untuk
membesar dan sewaktu-waktu trombus tersebut dapat terlepas dari tempat perlekatannya dan
berjalan mengikuti aliran darah yang disebut sebagai embolus. Stroke trombotik yaitu stroke
yang disebabkan karena adanya penyumbatan lumen pembuluh darah otak karena trombus yang
makin lama makin menebal, sehingga aliran darah menjadi tidak lancar. Penurunan aliran darah
ini menyebabkan iskemia. Trombosis serebri adalah obstruksi aliran darah yang terjadi pada
proses oklusi satu atau lebih pembuluh darah lokal.
2. Embolus
Embolus adalah suatu benda asing yang tersangkut pada suatu tempat dalam sirkulasi
darah. Benda tersebut ikut terbawa oleh aliran darah dan berasal dari suatu tempat lain pada
19
sirkulasi darah. Embolus 95 % berasal dari trombus. Embolus akan menimbulkan gangguan
apabila diameter pembuluh darah yang dilalui lebih kecil daripada diameter embolus tersebut
sehingga terjadilah oklusi pembuluh darah secara mendadak. Apabila embolus sudah menyumbat
arteri ke otak, maka aliran darah akan terhenti dan mengakibatkan infark jaringan otak. Emboli
merupakan 32% dari penyebab stroke non hemoragik.11
20
dan gejala yang didapatkan berdasarkan anamnesis. Pemeriksaan fisik yang utama meliputi
kesadaran, saraf kranialis, motorik, sensorik, otonom, fungsi kognitif, refleks dan lain-lain.
5. Pemeriksaan penunjang :
Diperlukan pemeriksaan penunjang untuk memastikan diagnosis serta untuk
mengeksplorasi faktor resiko dan etiologi stroke iskemik berupa :
A. EKG
B. Pencitraan otak : CT Scan non kontras, CT angiografi atau MRI atau MRA
CT scan sangat membantu diagnosa dan membedakan dengan perdarahan terutama pada
fase akut. Pada stroke non hemoragik berupa gambaran hipodens. Angiografi serebral
untuk mendapatkan gambaran yang jelas tentang pembuluh darah yang terganggu. CT
scan juga dapat menentukan jenis patologi, lokasi lesi, ukuran lesi dan menyingkirkan lesi
jenis non vaskular.
C. Doppler carotis dan vertebralis. suatu metode non-invasif (tanpa injeksi atau penempatan
pipa) yang menggunakan gelombang suara untuk menampakkan penyempitan dan
penurunan aliran darah pada arteri carotis (arteri utama di leher yang mensuplai darah ke
otak).
D. Doppler trankranial
E. Foto thoraks : Dapat memperlihatkan keadaan jantung. Serta mengidentifikasi kelainan
paru yang potensial mempengaruhi proses manajemen dan memperburuk prognosis.
F. Pemeriksaan laboratrium
Pemeriksaan laboratorium di IGD yakni hematologi rutin, glukosa darah sewaktu dan
fungsi ginjal. Selanjutnya di ruang perawatan dilakukan pemeriksaan rutin glukosa darah
puasa dan 2 jam pascaprandial, HbA1c, profil lipid, CRP, dan LED.. Tes darah screening
mencari infeksi potensial, anemia, fungsi ginjal dan abnormalitas elektrolit mungkin juga
perlu dipertimbangkan.
Hasil Pemeriksaan CT SCAN
21
Hasil Pemeriksaan EKG
ASPEK KLINIS
Kelainan yang letak atau topisnya di otak mempunyai karakteristik yakni didapatkan
gejala yang kontraleral dari lesi di otak karena umumnya terjadi penyilangan traktus baik yang
desenden maupun asenden. Kelainan yang letaknya di daerah basal ganglia akan terjadi gejala
kelainan gerak seperti : tremor, chorea, atethosis, hemibalismus, hipertonus dan lain-lain.
Perbedaan Stroke Hemoragik Dan Non Hemoragik
22
ALGORITMA GAJAH MADA DAN SIRIRAJ STROKE SCORE
Interpretasi:
- Skor < -1 : Curiga SNH
23
- -1 s/d 1 : Ragu-ragu
- ≥1 : SH
2.2.9 Tatalaksana1
Pada fase akut pengobatan ditujukan untuk membatasi kerusakan otak semaksimal
mungkin agar kecacatan yang ditimbulkan menjadi seminimal mungkin. Untuk daerah yang
mengalami infark, kita tidak bisa berbuat banyak. Yang penting adalah menyelamatkan daerah di
sekitar infark yang disebut daerah penumbra.
Neuron-neuron di daerah penumbra ini sebenarnya masih hidup, akan tetapi tidak dapat
berfungsi oleh karena aliran darahnya tidak adekuat. Daerah inilah yang harus diselamatkan agar
dapat berfungsi kembali. Untuk keperluan tersebut maka aliran darah di daerah tersebut harus
diperbaiki.
Menurut hukum Hagen-Poisseuille, viskositas darah memegang peranan penting.
Viskositas darah dipengaruhi oleh :
Hematokrit
Plasma fibrinogen
Rigiditas eritrosit
Agregasi trombosit
1. Trombolisis
Satu- satunya obat yang diakui FDA sebagai standar adalah pemakaian r-TPA
(Recombinant - Tissue Plasminogen Activator) yang diberikan pada penderita stroke iskemik
dengan syarat tertentu baik i.v maupun arterial dalam waktu kurang dari 4,5 jam setelah onset
stroke, dalam dosis 0,6 - 0,9 mg/kg (max 90 mg) dan 10% dari dosis tersebut diberikan bolus IV
sedangkan sisanya diberikan dalam 1 jam.
2. Antikoagulan
Obat yang diberikan adalah heparin atau heparinoid (fraxiparine). Efek antikoagulan
heparin adalah inhibisi terhadap faktor koagulasi dan mencegah atau memperkecil
pembentukkan fibrin dan propagasi trombus. Antikoagulansia mencegah terjadinya gumpalan
darah dan embolisasi trombus. Antikoagulansia masih sering digunakan pada penderita stroke
dengan kelainan jantung yang dapat menimbulkan embolus. Warfarin dapat mencegah terjadinya
24
stroke emboli kardiogenik dan mencegah emboli berulang pada keadaan resiko mayor dapat
dimulai dari dosis 2 mg per hari dengan target INR 2,0-3,0.
3. Anti agregasi trombosit
Obat yang dipakai untuk mencegah pengumpulan sehingga mencegah terbentuknya
trombus yang dapat menyumbat pembuluh darah. Obat ini dapat digunakan pada TIA. Obat yang
banyak digunakan adalah asetosal (aspirin) dengan dosis 40 mg – 1,3 gram/hari dimana dosis
awal 325 mg dalam 12 jam setelah onset stroke. Akhir-akhir ini digunakan tiklopidin dengan
dosis 2 x 250 mg.
3. Neuroprotektor
Mencegah dan memblok proses yang menyebabkan kematian sel-sel terutama di daerah
penumbra. Berperan dalam menginhibisi dan mengubah reversibilitas neuronal yang terganggu
akibat ischemic cascade. Obat-obat ini misalnya piracetam, citikolin, nimodipin, pentoksifilin.
4. terapi endovaskular
adalah terapi yang menggunakan kateterisasi untuk melenyapkan trombus di pembuluh
darah dengan cara melisiskan trombus secara langsung atau dengan menarik trombus yang
menyumbat dengan alat khusus yaitu tromboektomi mekanik.
25
Penatalaksanaan Hipertensi pada Stroke akut berdasarkan Guideline Stroke Tahun 2011
perhimpunan dokter spesialis saraf Indonesia, dilakukan secara hati-hati dengan memperhatikan
beberapa kondisi dibawah ini :
1) Pada pasien stroke iskemia akut, tekanan darah diturunkan sekitar 15% (sistolik
maupun diastolik) dalam 24 jam pertama setelah awitan apabila tekanan darah sistolik
> 220 mmHg atau tekanan darah diastolik > 120 mmHg. Pada pasien stroke iskemik
akut yang diberi terapi trombolitik (rTPA), tekanan darah sistolik diturunkan hingga
< 185 mmHg dan tekanan darah diastolik < 110 mmHg. Obat antihipertensi yang
digunakan adalah Labetolol, Nitropruside, Nikardipin atau Diltiazem intravena.
2) Pada pasien stroke perdarahan intraserebral akut, apabila tekanan darah sistolik > 200
mmHg atau mean Arterial Pressure (MAP) > 150 mmHg, tekanan darah diturunkan
dengan menggunakan obat antihipertensi intravena secara kontinyu dengan
pemantauan tekanan darah setiap 5 menit.
3) Apabila tekanan darah sistolik > 180 mmHg atau MAP >130 mmHg disertai dengan
gejala dan tanda peningkatan tekanan intrakranial, dilakukan pemantauan tekanan
intrakranial, tekanan darah diturunkan dengan menggunakan obat antihipertensi
intravena secara kontinu atau intermitten dengan pemantauan tekanan perfusi serebral
> 60 mmHg.
4) Apabila tekanan darah sistole > 180 mmHg atau MAP > 130 mmHg tanpa disertai
gejala dan tanda peningkatan tekanan intrakranial, tekanan darah diturunkan secara
hati-hati dengan menggunakan obat antihipertensi intravena kontinu atau intermitten
dengan pemantauan tekanan darah setiap 15 menit hingga MAP 110 mmHg atau
tekanan darah 160/90 mmHg. Pada Studi INTERACT 2010, penurunan tekanan darah
sistole hingga 140 mmHg masih diperbolehkan.
5) Pada perdarahan subaraknoid (PSA) aneurismal, tekanan darah harus dipantau dan
dikendalikan bersama pemantauan tekanan perfusi serebral untuk mencegah resiko
terjadinya stroke iskemik sesudah PSA serta perdarahan ulang. Untuk mencegah
terjadinya perdarahan subaraknoid berulang, pada pasien stroke perdarahan
subaraknoid akut, tekanan darah diturunkan hingga tekanan darah sistole 140 – 160
mmHg. Sedangkan tekanan darah sistole 160 – 180 mmHg sering digunakan sebagai
target tekanan darah sistole dalam mencegah resiko terjadinya vasospasme, namun
26
hal ini bersifat individual, tergantung pada usia pasien, berat ringannya kemungkinan
vasospasme dan komorbiditas kardiovaskuler.
6) Penurunan tekanan darah pada stroke akut dapat dipertimbangkan hingga lebih
rendah dari target diatas pada kondisi tertentu yang mengancam target organ lainnya,
misalnya diseksi aorta, infark miokard akut, edema paru, gagal ginjal akut dan
ensefalopati hipertensif. Target penurunan tersebut adalah 15 – 25% pada jam
pertama dan tekanan darah sistolik 160/90 mmHg dalam 6 jam pertama.
Pada stroke iskemik akut, hipertensi yang tidak di kelola dengan baik dapat berakibat
meluasnya area infark (reinfark), edema serebral serta transformasi perdarahan, sedangkan pada
stroke perdarahan, hipertensi dapat mengakibatkan perdarahan ulang dan semakin luasnya
hematoma (perdarahan).
Penurunan tekanan darah pada stroke fase akut harus dilakukan dengan hati-hati.
Penurunan tekanan darah yang terjadi dengan cepat dapat mengakibatkan kerusakan semakin
parah dan memperburuk keadaan klinik neurologik pasien. Oleh karena itu, pemilihan obat anti
hipertensi parenteral yang ideal adalah yang dapat dititrasi dengan mudah dengan efek
vasodilator serebral yang minimal. Pedoman penurunan tekanan darah pada stroke akut adalah
sebagai berikut :
1) Gunakan obat antihipertensi yang memiliki masa kerja singkat (short acting agent)
2) Pemberian obat antihipertensi dimulai dengan dosis rendah
3) Hindari pemakaian obat anti hipertensi yang diketahui dengan jelas dapat mengakibatkan
penurunan aliran darah otak
4) Hindari pemakaian diuretika (kecuali pada keadaan dengan gagal jantung)
5) Patuhi konsensus yang telah disepakati sebagai target tekanan darah yang akan dicapai.20
2.2.10 Komplikasi
Komplikasi stroke:5,6
- Infeksi: Infeksi sering terjadi pada pasien stroke dan sering berhubungan dengan
keparahan klinis stroke. Imunosupresi pasca stroke mungkin menyebabkan aktivasi
asympathico-adrenal yang dapat dijumpai setelah stroke yang berat dan berkontribusi
27
menyebabkan infeksi pada pasien stroke. Infeksi yang paling sering adalah ISK dan
Pneumonia.
- Tromboemboli vena (Deep venous thromboembolism and pulmonary embolism):
frekuensi dan penyebab DVT dilaporkan terjadi pada 10-15% pasien dan emboli
pulmonal pada 3-4% pasien setelah stroke. Sejumlah faktor yang meningkatkan resiko
tromboemboli vena adalah imobilisasi, dan juga komorbiditas yang meningkatkan resiko
termasuk kondisi neoplastik serta predisposisi genetik untuk tromboemboli vena.
- Komplikasi pada jantung: Komplikasi jantung adalah komplikasi yang paling umum
terjadi setelah stroke, seperti aritmia, dalam bentuk atrial fibrilasi, penyakit jantung
iskemik dan gagal jantung kongestif.
- Resiko jatuh: pasien dengan stroke beresiko tinggi untuk jatuh. Usia tua, infeksi,
gangguan kognitif, depresi, gangguan penglihatan, gangguan keseimbangan, tungkai
yang lemah, gangguan sensorik dapat meningkatkan resiko jatuh.
- Depresi: hilangnya harapan, hilangnya kesenangan, kesulitan tidur dan merasa bersalah
akan kondisi dirinya dan selalu menyendiri.
- Edema cerebri dan peningkatan tekanan intracranial yang dapat menyebabkan herniasi
atau kompresi batang otak
- Kejang
- Gangguan daily life activity
2.2.11 Prognosis
Prognosis stroke dapat dilihat dari 6 aspek yakni: death, disease, disability, discomfort,
dissatisfaction, dan destitution. Keenam aspek prognosis tersebut terjadi pada stroke fase awal
atau pasca stroke. Untuk mencegah agar aspek tersebut tidak menjadi lebih buruk maka semua
penderita stroke akut harus dimonitor dengan hati-hati terhadap keadaan umum, fungsi otak,
EKG, saturasi oksigen, tekanan darah dan suhu tubuh 20 secara terus-menerus selama 24 jam
setelah serangan stroke. Sekitar 30-60 % penderita stroke yang bertahan hidup menjadi
tergantung dalam beberapa aspek aktivitas hidup sehari-hari.Dari berbagai penelitian, perbaikan
fungsi neurologik dan fungsi aktivitas hidup sehari-hari pasca stroke menurut waktu cukup
bervariasi. Suatu penelitian mendapatkan perbaikan fungsi paling cepat pada minggu pertama
dan menurun pada minggu ketiga sampai 6 bulan pasca stroke.
28
Prognosis stroke juga dipengaruhi oleh berbagai faktor dan keadaan yang terjadi pada
penderita stroke. Hasil akhir yang dipakai sebagai tolok ukur diantaranya outcome fungsional,
seperti kelemahan motorik, disabilitas, quality of life, serta mortalitas. Menurut Hornig et al.,
prognosis jangka panjang setelah TIA dan stroke batang otak/serebelum ringan secara signifikan
dipengaruhi oleh usia, diabetes, hipertensi, stroke sebelumnya, dan penyakit arteri karotis yang
menyertai. Pasien dengan TIA memiliki prognosis yang lebih baik dibandingkan pasien dengan
stroke minor. Tingkat mortalitas kumulatif pasien dalam sebuah penelitian sebesar 4,8 % dalam
1 tahun dan meningkat menjadi 18,6 % dalam 5 tahun.12
29
BAB III
ANALISA KASUS
d. Analisis kemungkinan berbagai faktor risiko atau etiologi penyakit pada pasien ini
- Kebiasaan makan makanan bersantan dan goreng-gorengan
- Kebiasaan merokok pasien yang sudah bisa dikategorikan sebagai perokok berat
- Pasien sedang dalam keadaan stress dan terkadang suka marah-marah
e. Analisis untuk mengurangi paparan atau memutus rantai penularan dengan faktor
risiko atau etiologi pada pasien ini.
- Tidur terlentang.
- Jangan tidur diatas lantai, gunakan alas seperti kasur.
30
- Membiasakan untuk menerapkan pola hidup sehat, makan yang sehat, hentikan
merokok, istirahat dan aktivitas fisik yang teratur.
- Manajemen stress dan emosi
31
DAFTAR PUSTAKA
8. PERDOSI. Standar Pelayanan Medis (SPM) dan Standar Prosedur Operasional (SPO)
Neurologi.2006.
9. Duus P Signs and síndromes of cerebral circulatory deficiencias. Dalam: Duus P.
Topical diagnosis in neurology: anatomy-physiology-signs-symptoms (2nd revised.). New
York: Thieme Medical Publishers, Inc. 1989.h. 298-300.
10. Guideline Stroke, 2011, Pokdi Stroke Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia.
32
Lampiran. Dokumentasi
33