ITIS
Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi salah satu syarat dalam menempuh Program
Pendidikan Profesi Dokter bagian Ilmu Penyakit Saraf
Di RSI Sultan Agung
Oleh:
Nadia Dwi Pangestika
30101407258
Pembimbing:
dr. Hj. Ken Wirastuti, M.Kes, Sp.S, KIC
NIM : 30101407258
Judul : Meningoencephalitis
Pembimbing
A. Identitas Penderita
1. Nama : Tn. SL
2. Umur : 47 tahun
3. Jenis kelamin : laki-laki
4. No CM : 0138XXXX
5. Agama : Islam
6. Pekerjaan : Kuli Bangunan
7. Alamat : Klompok Lor 01/01 Kebonagung, Kab Demak
8. Status : Menikah
9. Tanggal Masuk : 19 Juli 2019
10. Ruang : Darul Muqomah 303 Bed III
B. Data Subyektif
Anamnesa
Anamnesis dilakukan secara Alloanamnesis tanggal 22 Juli 2019, pukul 07.00.
1. Keluhan Utama
Penurunan Kesadaran
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RSISA pada tanggal 19 Juli 2019 pukul 18.00 dengan
keluhan penurunan kesadaran sejak 2 hari yang lalu.
6 hari SMRS, pasien mengeluh demam tinggi. Demam timbul mendadak dan
dirasakan tinggi sepanjang hari. Suhu tubuh pasien saat dirumah tidak diukur. Pasien
sudah meminum obat penurun panas, demam dirasakan menurun namun beberapa jam
kemudian demam kembali dirasakan tinggi. Pasien juga mengeluh sesak napas. Sesak
napas dirasakan terus menerus dan bertambah saat aktifitas serta tidak membaik
dengan istirahat. Keluhan sesak napas disertai dengan batuk tidak berdahak yang
hilang timbul. Pasien lalu dibawa oleh keluarga ke puskesmas gubug dan dirawat inap.
3 hari SMRS, keluhan sesak napas, demam tinggi dirasakan memberat. Pasien
mengeluh nyeri kepala seperti ditusuk tusuk. Pasien juga muntah 3 kali dalam sehari.
Isi muntah cairan dan makanan kurang lebih seperempat gelas belimbing.
2 hari SMRS, pasien mengalami penurunan kesadaran. Menurut keluarga, pasien
seperti orang kebingungan, lebih banyak diam, pandangan matanya kosong dan sering
tertidur. Saat tertidur pasien sulit untuk dibangunkan. Pasien kejang pada tangan
kanannya.
Pada tanggal 19 juli 2019 keluarga pasien meminta pulang paksa dari puskesmas
gubug lalu pasien dibawa ke IGD RSI Sultan Agung Semarang.
C. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik dilakukan tanggal 22 Juli 2019, pukul 07.00 WIB.
Keadaan Umum : Tampak sakit berat
Kesadaran : Somnolen
GCS : E3M3V3
Vital sign
TD : 108/85 mmHg
Nadi : 112 x /menit, irama regular, isi dan tegangan cukup
RR : 20 x/menit
Suhu : 37,3 0 C secara aksiler
Status Internus
Kepala : Mesocephal
Mata : Konjungtiva palpebra anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil isokor
(2mm/2mm), reflek pupil direk (+/+), reflek pupil indirek (+/+)
Telinga : Sekret (-/-)
Hidung : Napas cuping hidung (-/-), sekret (+/+), septum deviasi (-/-)
Mulut : Bibir sianosis (-)
Leher : Simetris, pembesaran KGB (-), tiroid (Normal)
Thorax :
Pergerakan dinding thorax statis simetris, dinamis simetris, tampak ictus cordis.
Cor :
Inspeksi : Tampak ictus cordis
Palpasi : Ictus cordis teraba di SIC IV LMCS
Perkusi :
- Batas atas jantung : ICS II Linea parasternal sinistra
- Pinggang jantung : ICS III Linea parasternal sinistra
- Batas kiri bawah jantung: ICS V Linea midclavicularis sinistra
- Batas kanan bawah jantung: ICS V Linea sternalis dextra
Auskultasi : Bunyi jantung I & II (+) normal, bising (-), gallop (-)
Pulmo :
Depan Dextra Sinistra
Inspeksi Simetris statis & dinamis, retraksi (-) Simetris statis & dinamis, retraksi (-)
Palpasi Stem fremitus normal kanan = kiri Stem fremitus normal kanan = kiri
Perkusi Sonor seluruh lapang paru Sonor seluruh lapang paru
Auskultasi SD paru vesikuler (+), suara tambahan SD paru vesikuler (+), suara
paru: wheezing (-), ronki (-) tambahan paru: wheezing (-), ronki (-)
Abdomen :
Inspeksi : Dinding abdomen datar, spider naevi (-), warna kulit sama dengan
warna kulit sekitar
Auskultasi : Bising usus (+) normal (14x/menit)
Perkusi : Timpani seluruh regio abdomen, ascites (-)
Palpasi : Hepar & lien tak teraba
Ekstremitas :
Atas : Oedem (-/-), CRT (<2 dtk), Akral dingin (-/-)
Bawah : Oedem (-/-), CRT(< 2 dtk), Akral dingin (-/-)
Status Neurologis
Sikap Tubuh : Simetris
Gerakan Abnormal : -
Cara berjalan : Tidak bisa dinilai
Pemeriksaan Motorik
+ + - - -
RF RP Cl -
+ + + -
Pemeriksaan Sensibilitas : tidak dilakukan
Pemeriksaan Fungsi Vegetatif :
- Vasomotorik : baik
- Sudomotorik : baik
- Miksi : inkontinentia urine (-), retensio urine (-), anuria (-)
- Defekasi : inkontinentia alvi (-), retensio alvi (-)
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. X Foto Thorax (17 Juli 2019)
Kesan:
Cor normal
Gambaran Bronkhitis
b. Pemeriksaan Laboratorium Darah ( 19 Juli 2019) :
Hemoglobin : 13,0 g/dl L (11,7-15,5)
Leukosit : 9,61/ul (3,6-11,0)
Hematokrit : 37,2/ul (33-45)
Trombosit : 204/ul (150-440)
Kimia darah
Cholesterol : 202 mg/dl H (<200)
Trigliserid : 98 mg/dl (<160)
HDL : 40 mg/dl (37-92)
LDL : 144 mg/dl H (60-130)
Ureum : 44 mg/dl (10-50)
Creatinin darah : 1,35 mg/dl H (0,6- 1,1)
Natrium : 138,1 mmol/L (135-147)
Kalium : 300 mmol/L L (3,5-5)
Chloride : 100,4 mmol/L (95-105)
GDS : 127 H 75 - 110
Uric Acid : 3,2 3,5 – 7,2
c. CT scan Brain kontras (20 Juli 2019)
Kesan :
- Mendukung gambaran meningoencephalitis
- Tampak tanda-tanda peningkatan intrakranial
- Tampak pelebaran sistem ventrikel
- Adanya meningoensefalitis belum dapat disingkirkan
- Sinusitis maksilaris duplex, ethmoiditis duplex dan sphenoiditis kanan
- Deviasi septum nasi ke kiri
- Hpertrofi conca nasi
E. DIAGNOSIS
1. Diagnosis Utama
D/ Klinis : Penurunan Kesadaran, nyeri kepala, demam akut
D/ Topis : Meningen dan parenkim otak
D/ Etiologis: Meningoencephalitis
2. Diagnosa sekunder : Bronkhitis
F. TERAPI
a. Medikamentosa
o O2 3 L/menit
o IVFD RL 20 tpm
o Paracetamol 1 gr
o Citicolin 2 x 500 mg
o Meropenenm 2 x 1 gr
o Dexamethasone 3 x 1A
o Lansporazole 2 x 1A
o Phenitoin 1 x 2A
o Manitol 3 x 150 cc
b. Non medikamentosa
- NGT
- DC
- Bed rest
- Alih baring
- Diet cair
c. Monitoring
- Keadaan umum
- Tanda vital
- GCS
- Defisit neurologis
- Monitoring hasil pemeriksaan penunjang
d. Edukasi
- Menjelaskan penyakit kepada keluarga pasien, meliputi definisi, etiologi, gejala,
dan terapi
- Motivasi keluarga tentang prognosis pasie
G. PROGNOSA
Ad sanam : dubia ad bonam
Ad vital : dubia ad bonam
Ad fungsional : dubia ad bonam
TINJAUAN PUSTAKA
2. Arachnoid
Lapisan ini merupakan suatu membran yang impermeable halus, yang menutupi
otak dan terletak diantara piameter dan durameter. Mebran ini dipisahkan dari
durameter oleh ruang potensial yaitu spatium subdurale dan dari piameter oleh cavum
subarachnoid yang berisi cerebrospinal fluid. Cavum subarachnoid (subarachnoid
space) merupakan suatu rongga/ruangan yang dibatasi oleh arachnoid dibagian luar
dan piameter pada bagian dalam. Dinding subarachnoid space ini ditutupi oleh
mesothelial cell yang pipih. Pada daerah tertentu arachnoid menonjol ke dalam sinus
venosus membentuk villi arachnoidales. Agregasi ini berfungsi sebagai tempat
perembesan cerebrospinal fluid ke dalam aliran darah.
Arachnodi berhubungan dengan piameter melalui untaian jaringan fibrosa halus
yang melintasi cairan dalam cavum subarachnoid. Struktur yang berjalan dari dan ke
otak menuju cranium atau foraminanya harus melalui cavum subarachnoid.
3. Piameter
Lapisan piameter berhubungan erat dengan otak dan sum-sum tulang belakang,
mengikuti tiap sulcus dan gyrus. Piameter ini merupakan lapisan dengan banyak
pembuluh darah dan terdiri atas jaringan penyambung yang halus serta dilalui
pemmbuluh darah yang memberi nutrisi pada jaringan saraf.
Astrosit susunan saraf pusat mempunyai ujung-ujung yang berakhir sebagai end
feet dalam piameter untuk membentuk selaput pia-glia Selaput ini berfungsi untuk
mencegah masuknya bahan-bahan yang merugikan ke dalam susunan saraf pusat.
Piameter membentuk tela choroidea, atap ventriculus tertius dan quartus dan
menyatu dengan ependyma membentuk plexus choroideus dalam ventriculus lateralis,
tertius dan quartus.
Sedangkan encephalon adalah bagian sistem saraf pusat yang terdapat di dalam
cranium; terdiri atas proencephalon (disebut juga forebrain yaitu bagian dari otak
yang berkembang dari anterior tiga vesikel primer terdiri atas diensefalon dan
telensefalon); mesencephalon (disebut juga brainstem yaitu bagian dari otak yang
berkembang dari bagian tengah tiga vesikel primer, terdiri atas tektum dan
pedunculus); dan rhombencephalon (disebut juga hindbrain,terdiri atas metensefalon
(serebelum dan pons) dan mielensefalon (medulla oblongata).
Gambar 1. Lapisan Otak
B. DEFINISI
Meningoensefalitis adalah suatu kondisi pembengkakan (inflamasi) dari selaput otak
(meningen) dan meliputi bagian jaringan syaraf otak. Pada tahun 1958, Clyde Culbertson
menemukan bahwa kontaminasi amuba pada vaksin polio yang terkontaminasi dapat
menyebabkan penyakit yang menyerang sistem syaraf dengan model hewan tikus dan kera.
Awalnya timbul dugaan bahwa hal ini disebabkan oleh virus polio yang masih hidup dalam
vaksin karena virus polio juga menyerang syaraf. Namun hal ini tidak mungkin, sebab
kematian dan lesi yang cepat dan bersamaan pada susunan syaraf pusat. Gejala pada
susunan syaraf pusat adalah pendarahan dan nekrosis(kematian sel atau jaringan). Pada
tahun 1966 Butt menamakan penyakit ini Primary Amebic Meningoenchepalitis.
Meningoensefalitis juga dapat disebabkan oleh virus. Proses penyakit ini berupa
radang akut dari jaringan selaput otak hingga jaringan otak. 80% kasus disebabkan
oleh enterovirus, namun pada kasus-kasus lain arbovirus dan herpes virus juga dapat
menyebabkan penyakit ini. Arbovirus yang merupakan zoonosis akan menginfeksi
manusia melalui vektor artropoda, seperti nyamuk dan kutu. Enterovirus adalah virus
dengan genom berupa RNA dan memiliki 68 serotipe yang telah teridentifikasi.
C. ETIOLOGI
Meningitis dapat disebabkan oleh bakteri, virus, atau beberapa kasus yang jarang
disebabkan oleh jamur. Istilah meningitis aseptic merujuk pada meningitis yang
disebabkan oleh virus tetapi terdapat kasus yang menunjukan gambaran yang sama yaitu
pada meningitis yang disebabkan organisme lain (lyme disease, sifilis dan tuberculosis);
infeksi parameningeal (abses otak, abses epidural, dan venous sinus empyema); pajanan
zat kimia (obat NSAID, immunoglobulin intravena); kelainan autoimun dan penyakit
lainnya.
Bakteri yang sering menyebabkan meningitis bacterial sebelum ditemukannya vaksin
Hib, S.pneumoniae, dan N. meningitidis. Bakteri yang menyebabkan meningitis neonatus
adalah bakteri yang sama yang menyebabkan sepsis neonatus.
D. PATOFISIOLOGI
Dalam proses perjalanan penyakit meningitis yang disebabkan oleh bakteri, invasi
organisme harus mencapai ruangan subarachnoid. Proses ini berlangsung secara hematogen
dari saluran pernafasan atas dimana di dalam lokasi tersebut sering terjadi kolonisasi bakteri.
Walaupun jarang, penyebaran dapat terjadi secara langsung yaitu dari fokus yang terinfeksi
seperti (sinusitis, mastoiditism, dan otitis media) maupun fraktur tulang kepala.
Penyebab paling sering pada meningitis yang mengenai pasien < 1 bulan adalah
Escherichia colli dan streptococcus group B. Infeksi Listeria monocytogenes juga dapat
terjadi pada usia < 1 bulan dengan frekuensi 5-10% kasus. Infeksi Neisseria meningitides juga
dapat menyerang pada golongan usia ini. Pada golongan usia 1-2 bulan, infeksi golongan
streptococcus grup B lebih sering terjadi sedangkan infeksi enterik karena bakteri golongan
gram negatif frekuensinya mulai menurun. Streptococcus pneumonia, Haemophilus
influenzae, dan N. Meningitidis akhir-akhir ini menyebabkan kebanyakan kasus meningitis
bakterial. H. influenzae dapat menginfeksi khususnya pada anak-anak yang tidak divaksinasi
Hib.
Organisme yang umum menyebabkan meningitis (seperti N.Meningitidis,
S.pneumoniae, H. influenzae) terdiri atas kapsul polisakarida yang memudahkannya
berkolonisasi pada nasofaring anak yang sehat tanpa reaksi sistemik atau lokal. Infeksi virus
dapat muncul secara sekunder akibat penetrasi epitel nasofaring oleh bakteri ini. Selain itu
melalui pembuluh darah, kapsul polisakarida menyebabkan bakteri tidak mengalami proses
opsonisasi oleh pathway komplemen klasik sehingga bakteri tidak terfagosit.
Terdapat bakteri yang jarang menyebabkan meningitis yaitu pasteurella multocida,
yaitu bakteri yang diinfeksikan melalui gigitan anjing dan kucing. Walaupun kasus jarang
terjadi namun kasus yang sudah terjadi menunjukan morbiditas dan mortalitaas yang tinggi.
Salmonella meningitis dapat dicurigai menyebabkan meningitis pada bayi berumur < 6 bulan.
Infeksi bermula saat ibu sedang hamil.
Pada perjalanan patogenesis meningitis bakterial terdapat fase bakterial dimana pada
fase ini bakteri mulai berpenetrasi ke dalam cairan serebropsinal melalui pleksus choroid.
Cairan serebrospinal kurang baik dalam menanggapi infeksi karena kadar komplomen yang
rendah dan hanya antibody tertentu saja yang dapat menembus barier darah otak.
Dinding bakteri gram positif dan negatif terdiri atas zat patogen yang dapat memacu
timbulnya respon inflamasi. Asam teichoic merupakan zat patogen bakteri gram positif dan
lipopolisakarida atau endotoksin pada gram negatif. Saat terjadinya lisis dinding sel bakteri,
zat-zat pathogen tersebut dibebaskan pada cairan serebrospinal.
Terapi antibiotik menyebabkan pelepasan yang signifikan dari mediator dari respon
inflamasi. Adapun mediator inflamasi antara lain sitokin (tumor necrosis factor, interleukin 1,
6, 8 dan 10), platelet activating factor, nitric oxide, prostaglandin, dan leukotrien. Mediator
inflamasi ini menyebabkan terganggunya keseimbangan sawar darah otak, vasodilatasi,
neuronal toxicity, peradangan meningeal, agregasi platelet, dan aktifasi leukosit. Sel endotel
kapiler pada daerah lokal terjadinya infeksi meningitis bacterial mengalami peradangan
(vaskulitis), yang menyebabkan rusaknya agregasi vaskuler. Konsekuensi pokok dari proses
ini adalah rusaknya mekanisme sawar darah otak, edema otak, hipoperfusi aliran darah otak,
dan neuronal injury.
Akibat kerusakan yang disebabkan oleh respons tubuh terhadap infeksi, agen anti-
inflamasi berbagai telah digunakan dalam upaya untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas
meningitis bakteri. Hanya deksametason yang telah terbukti efektif.
Meningitis viral atau meningitis aseptik adalah infeksi umum pada sebagian besar
infeksi sistem saraf pusat khususnya pada anak-anak < 1 tahun. Enterovirus adalah agen
penyebab paling umum dan merupakan penyebab penyakit demam tersering pada anak.
Patogen virus lainnya termasuk paramyxoviruses, herpes, influenza, rubella, dan adenovirus.
Meningitis dapat terjadi pada hampir setengah kejadian dari anak-anak < 3 bulan dengan
infeksi enterovirus. infeksi enterovirus dapat terjadi setiap saat selama tahun tetapi dikaitkan
dengan epidemi di musim panas dan gugur. Infeksi virus menyebabkan respon inflamasi
tetapi untuk tingkat yang lebih rendah dibandingkan dengan infeksi bakteri. Kerusakan dari
meningitis viral mungkin karena adanya ensefalitis terkait dan tekanan intrakranial
meningkat.
Meningitis karena jamur jarang terjadi tetapi dapat terjadi pada pasien
immunocompromised; anak-anak dengan kanker, riwayat bedah saraf sebelumnya, atau
trauma kranial, atau bayi prematur dengan tingkat kelahiran rendah. Sebagian besar kasus
pada anak-anak yang menerima terapi antibiotik dan memiliki riwayat rawat inap. Etiologi
meningitis aseptik yang disebabkan oleh obat belum dipahami dengan baik. Namun jenis
meningitis ini jarang terjadi pada populasi anak-anak.
Ensefalitis adalah penyakit yang sama dari sistem saraf pusat. Penyakit ini adalah
suatu peradangan dari parenkim otak. Seringkali, terdapat agen virus yang bertanggung jawab
sebagai promotor. Masuknya virus terjadi melalui jalur hematogen atau neuronal. Ensefalitis
yang sering terjadi adalah ensefalitis yang ditularkan oleh gigitan nyamuk dan kutu yang
terinfeksi virus. Virus berasal dari, Flavivirus, dan Bunyavirus keluarga Togavirus. Jenis
ensefalitis yang paling umum terjadi di Amerika Serikat adalah La Crosse virus, ensefalitis
virus kuda timur, dan St Louis virus. Seringkali, penyebab ensefalitis ini menyebabkan tanda-
tanda dan gejala yang sama. Konfirmasi dan diferensiasi berasal dari pengujian laboratorium.
Namun, manfaatnya terbatas pada sejumlah patogen diidentifikasi.
Virus West Nile adalah menjadi penyebab utama ensefalitis, disebabkan oleh
arbovirus dari keluarga Flaviviridae. Nyamuk dan migrasi burung merupakan peantara dalam
penyebaran infeksi virus ini. Nyamuk menggigit manusia dan manusia adalah dead-end host
bagi virus. Sebagian besar manusia tidak menularkan infeksi ini. Sekitar 1 infeksi bergejala
berkembang untuk setiap 120-160 orang tanpa gejala. Namun pada orang dewasa beresiko
terkena penyakit bergejala. Hal ini telah menjadi masalah kesehatan publik yang lebih besar,
mengingat bahwa penyebaran terjadi karena migrasi burung. Kasus pertama diidentifikasi di
New York City pada tahun 1999, dengan kasus tambahan yang diidentifikasi dalam tahun-
tahun berikutnya di seluruh Amerika Serikat.
Ensefalitis dapat ditularkan dengan cara lain. Ensefalitis Herpetic dan rabies adalah
dua contoh, di mana penularan masing-masing terjadi melalui kontak langsung dan gigitan
mamalia. Dalam kasus ensefalitis herpes, terdapat bukti reaktivasi virus dan transmisi
intraneuronal sehingga menyebabkan ensefalitis.
.
Skema 1. Perjalanan Penyakit Meningoensefalitis
E. ANAMNESA
1. Anamnesis pada meningitis bakterial
- Riwayat pada anak yang merupakan faktor resiko seperti: semakin muda anak semakin
kecil kemungkinan ia untuk menunjukan gejala klasik yaitu demam, sakit kepala, dan
meningeal; trauma kepala; splenektomi; penyakit kronis; dan anak dengan selulitis
wajah, selulitis periorbital, sinusitis, dan arthritis septic memiliki peningkatan risiko
meningitis.
- Meningitis pada periode neonatal dikaitkan dengan infeksi ibu atau pireksia saat
proses persalinan sedangkan meningitis pada anak < 3 bulan mungkin memiliki gejala
yang sangat spesifik, termasuk hipertermia atau hipotermia, perubahan kebiasaan tidur
atau makan, iritable atau kelesuan, muntah, menangis bernada tinggi, atau kejang.
- Setelah usia 3 bulan, anak dapat menampilkan gejala yang lebih sering dikaitkan
dengan meningitis bakteri, dengan demam, muntah , lekas marah, lesu, atau perubahan
perilaku
- Setelah usia 2-3 tahun, anak-anak mungkin mengeluh sakit kepala, leher kaku, dan
fotophobia
2. Anamnesis untuk meningoencephalitis viral
- Anak yang tidak mendapatkan imunisasi untuk campak, gondok dan rubella beresiko
mengalami meningoencephalitis viral
3. Anamnesis untuk meningitis akibat infeksi jamur
- pasien immunocompromised beresiko mengalami meningoencephalitis akibat infeksi
jamur
4. Anamnesis untuk meningitis aseptik
- Terdapat riwayat mengkonsumsi obat biasanya obat anti-inflammatory drugs
(NSAID), IVIG, dan antibiotik. Gejala mirip dengan meningitis virus. Gejala dapat
terjadi dalam beberapa menit menelan obat.
5. Anamnesis untuk ensefalitis
- Informasi seperti musim tahun, perjalanan, kegiatan, dan paparan dengan hewan
membantu diagnosis.
F. TANDA DAN GEJALA
1. Neonatus : menolak untuk makan, refleks menghisap kurang, muntah, diare, tonus otot
melemah, menangis lemah.
2. Anak-anak, remaja, dewasa : demam tinggi, sakit kepala, muntah, perubahan sensori,
kejang, mudah terstimulasi, foto phobia, delirium, halusinasi, maniak, stupor, koma, kaku
kuduk, tanda kernig dan brudzinski positif, ptechiae (menunjukkan infeksi meningococal).
Secara umum tanda dan gejala dari meningoencephalitis yaitu:
Panas tinggi
Kesadaran menurun
Kejang fokal maupun umun
Nyeri kepala
Mual, muntah
Mengigau dan berteriak-teriak.
- Pada bayi muda temuan yang pasti mengarah ke meningitis jarang spesifik:
a. Hipotermia atau mungkin bayi demam
b. Ubun-ubun membumbung, diastasis (pemisahan) pada sutura jahitan, dan kaku
kuduk tapi biasanya temuan ini muncul lambat.
- Saat anak tumbuh lebih tua, pemeriksaan fisik menjadi lebih mudah dicari.
a. tanda-tanda meningeal lebih mudah di amati (misalnya, kaku kuduk, tanda kernig
positif dan Brudzinski juga positif)
b. tanda fokal neurologis dapat ditemukan sampai dengan 15% dari pasien yang
berhubungan dengan prognosis yang buruk
c. Kejang terjadi pada 30% anak dengan meningitis bakteri
d. Kesadaran berkabut (obtundation) dan koma terjadi pada 15-20 % dari pasien dan
lebih sering dengan meningitis pneumokokus.
- Dapat ditemukan tanda peningkatan tekanan intrakranial dan pasien akan
mengeluhkan sakit kepala, diplopia, dan muntah. Ubun-ubun menonjol, ptosis, saraf
cerebral keenam, anisocoria, bradikardia dengan hipertensi, dan apnea adalah tanda-
tanda tekanan intrakranial meningkat dengan herniasi otak. Papilledema jarang terjadi,
kecuali ada oklusi sinus vena, empiema subdural, atau abses otak.
- Pada infeksi ensefalitis akut biasanya didahului oleh prodrome beberapa hari gejala
spesifik, seperti batuk, sakit tenggorokan, demam, sakit kepala, dan keluhan perut,
yang diikuti dengan gejala khas kelesuan progresif, perubahan perilaku, dan defisit
neurologis. Kejang yang umum pada presentasi. Anak-anak dengan ensefalitis juga
mungkin memiliki ruam makulopapular dan komplikasi parah, seperti fulminant coma,
transverse myelitis, anterior horn cell disease (polio-like illness), atau peripheral
neuropathy. Selain itu temuan fisik yang umum ditemukan pada ensefalitis adalah
demam, sakit kepala, dan penurunan fungsi neurologis. Penurunan fungsi saraf
termasuk berubah status mental, fungsi neurologis fokal, dan aktivitas kejang. Temuan
ini dapat membantu mengidentifikasi jenis virus dan prognosis. Misalnya akibat
infeksi virus West Nile, tanda-tanda dan gejala yang tidak spesifik dan termasuk
demam, malaise, nyeri periokular, limfadenopati, dan mialgia. Selain itu terdapat
beberapa temuan fisik yang unik termasuk makulopapular, ruam eritematous;
kelemahan otot proksimal, dan flaccid paralysis.
Jika dicurigai bakteri meningitis dan encephalitis, pungsi lumbal harus dilakukan.
Apabila seseorang dicurigai mengalami meningitis, pemeriksaan darah dilakukan untuk
melihat adanya peradangan (misalnya C-reactive protein, perhitungan darah lengkap),
serta kultur darahs. Pemeriksaan yang paling penting untuk mengidentifikasikan atau
menyingkirkan adanya meningitis adalah analisis likuor serebrospinalis melalui punksi
lumbal (LP, spinal tap). Namun, punksi lumbal tidak dianjurkan bila terdapat massa di dalam
otak (tumor atau abses) atau tekanan intrakranial (TIK) yang meningkat, karena bisa
menyebabkan herniasi otak. Bila seseorang berisiko karena adanya massa di dalam otak atau
peningkataan TIK (cedera kepala baru, gangguan sistem kekebalan tubuh yang sudah
diketahui, tanda neurologis lokal, atau bukti peningkatan TIK berdasarkan
pemeriksaan), CT scan atau MRI dianjurkan sebelum dilakukan punksi lumbal. Hal ini terjadi
pada 45% kasus pada dewasa. Bila CT scan atau MRI diperlukan sebelum dilakukan lumbal
punksi, atau bila lumbal punksi terbukti sulit dilakukan, panduan profesional menganjurkan
agar antibiotik diberikan dahulu untuk mencegah keterlambatan pengobatan, terutama apabila
proses ini mungkin bisa memerlukan waktu lebih dari 30 menit. CT scan atau MRI sering
dilakukan pada tahap selanjutnya untuk menilai komplikasi dari meningitis. Pada meningitis
yang berat, pemantauan elektrolit darah perlu dilakukan; contohnya, hiponatremia biasa
ditemukan dalam meningitis bakteri, karena kombinasi berbagai faktor, termasuk
dehidrasi, gangguan ekskresi dari hormon antidiuretik (SIADH), atau infus cairan
intravena yang terlalu agresif.
Tabel 3. Temuan pada pemeriksaan cairan serebrospinal pada beberapa gangguan sistem
saraf pusat
PMN
Bakteri Rendah Tinggi
sering > 300/mm³
Mononuclear
Virus Normal Normal atau Tinggi
< 300/mm³
Mononuclear dan
Tuberkulosa Rendah Tinggi
PMN < 300/mm³
Pemeriksaan Nonne-Pandy
Test Nonne
Percobaan ini juga dikenal dengan nama test Nonne-Apelt atau test RossJones, menggunakan
larutan jenuh amoniumsulfat sebagai reagens (ammonium sulfat 80 gr : aquadest 100 ml :
saring sebelum memakainya). Test seperti dilakukan di bawah ini terutama menguji kadar
globulin dalam cairan otak.
Cara : 1. Taruhlah ½ - 1 ml reagens Nonne dalam tabung kecil yang bergaris tengah kira-kira
7mm.
2. Dengan berhati-hati dimasukkan sama banyak cairan otak ke dalam tabung itu, sehingga
kedua macam cairan tinggi terpisah menyusun dua lapisan.
3. Tenangkan selama 3 menit, kemudian selidikilah perbatasan kedua cairan itu.
Catatan :
Seperti juga test Pandy, test Nonne ini sering dilakukan sebagai bedside test pada waktu
mengambil cairan otak dengan lumbal pungsi. Dalam keadaan normal hasil test ini negative,
artinya : tidak terjadi kekeruhan pada perbatasan. Semakin tinggi kadar globulin semakin
tebal cincin keruh yang terjadi. Laporan hasil test ini sebagai negative atau positif saja. Test
Nonne memakai lebih banyak bahan dari test Pandy, tetapi lebih bermakna dari test Pandy
karena dalam keadaan normal test ini berhasil negative : sama sekali tidak ada kekeruhan
pada batas cairan.
Test Pandy
Reagen Pandy, yaitu larutan jenuh fenol dalam air (phenolum liquefactum 10 ml : aquadest 90
ml : simpan beberapa hari dalam lemari pengeram 37oC dengan sering dikocok-kock) bereaksi
dengan globulin dan dengan albumin.
Cara :
1. Sediakanlah 1 ml reagens Pandy dalam tabung serologi yang kecil bergaris tengah 7 mm.
2. Tambahkan 1 tetes cairan otak tanpa sedimen.
3. Segeralah baca hasil test itu dengan melihat derajat kekeruhan yang terjadi.
Catatan :
Test Pandy ini mudah dapat dilakukan pada waktu melaukan punksi dan memang sering
dijalankam demikian sebagai bedside test. Dalam keadaan normal tidak akan terjadi
kekeruhan atau kekeruhan yang sangat ringan berupa kabut halus. Sedemikian tinggi kadar
protein, semakin keruh hasil reaksi ini yang selalu harus segera dinilai setelah pencampuran
LCS dengan reagen ini. Tidak ada kekeruhan atau kekeruhan yang sangat halus berupa kabut
menandakan hasil
reaksi yang negatif.
I. PENATALAKSANAAN7
Tabel 4. Penatalaksanaan Empiris Meningitis Bakterial Menurut Usia Pasien8
Umur Pasien Terapi Antimikroba
0-4 minggu Cefotaxime+Ampicilin
Pada Meningitis TB
2 RHZE – 7 RH
2 bulan pertama
INH : 1 x 400 mg/hari, oral
Rifampisin : 1 x 600 mg/hari, oral
Pirazinamid : 15 - 30 mg/kg/hari, oral
Streptomisin : 15 mg/kg/hari, oral
Atau
Etambutol : 15 – 20 mg/kg/hari, oral
7 – 12 bulan berikutnya
INH : 1 x 400 mg/hari, oral
Rifampisin : 1 x 600 mg/hari, oral
Jika diagnosis sudah pasti, berikan pengobatan secara parenteral selama sedikitnya 5
hari, dilanjutkan dengan pengobatan per oral 5 hari bila tidak ada gangguan absorpsi.
Apabila ada gangguan absorpsi maka seluruh pengobatan harus diberikan secara
parenteral. Lama pengobatan seluruhnya 10 hari.
Jika tidak ada perbaikan:
o Pertimbangkan komplikasi yang sering terjadi seperti efusi subdural atau abses
serebral. Jika hal ini dicurigai, rujuk.
o Cari tanda infeksi fokal lain yang mungkin menyebabkan demam, seperti
selulitis pada daerah suntikan, mastoiditis, artritis, atau osteomielitis.
o Jika demam masih ada dan kondisi umum anak tidak membaik setelah 3–5
hari, ulangi pungsi lumbal dan evaluasi hasil pemeriksaan CSS
Steroid7
Prednison 1–2 mg/kgBB/hari dibagi 3-4 dosis, diberikan selama 2–4 minggu,
dilanjutkan tapering off. Bila pemberian oral tidak memungkinkan dapat diberikan
deksametason dengan dosis 0.6 mg/kgBB/hari IV selama 2–3 minggu.
J. KOMPLIKASI7
Kejang
Hipoglikemia
K. PROGNOSIS MENINGITIS
Prognosis meningitis tergantung kepada umur, mikroorganisme spesifik yang
menimbulkan penyakit, banyaknya organisme dalam selaput otak, jenis meningitis dan
lama penyakit sebelum diberikan antibiotik. Penderita usia neonatus, anak-anak dan
dewasa tua mempunyai prognosis yang semakin jelek, yaitu dapat menimbulkan cacat
berat dan kematian.
Pengobatan antibiotika yang adekuat dapat menurunkan mortalitas meningitis
purulenta, tetapi 50% dari penderita yang selamat akan mengalami sequelle (akibat sisa).
50% meningitis purulenta mengakibatkan kecacatan seperti ketulian, keterlambatan
berbicara dan gangguan perkembangan mental, dan 5-10% pernderita mengalami
kematian.
Pada meningitis tuberkulosa, angka kecacatan dan kematian pada umumnya tinggi.
Prognosa jelek pada bayi dan orang tua. Angka kematian Meningitis TB dipengaruhi oleh
umur. Penderita dapat meninggal dalam waktu 6-8 minggu.
Penderita meningitis karena virus biasanya menunjukkan gejala klinis yang lebih
ringan, penurunan kesadaran jarang ditemukan. Meningitis viral memiliki prognosis yang
jauh lebih baik.