Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN KASUS

BELL’S PALSY

Diajukan Guna Melengkapi Tugas Kepaniteraan Klinik


Bagian Ilmu Saraf
Rumah Sakit Islam Sultan Agung Semarang

Disusun oleh:
Nadira Rizqi Madyaratri
30101507514

Pembimbing:
dr. Hj. Durrotul Djannah, Sp.S

KEPANITERAAN KLINIK ILMU SARAF


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG
2019
HALAMAN PENGESAHAN

Nama : Nadira Rizqi Madyaratri


NIM : 30101507514
Fakultas : Kedokteran
Universitas : Universitas Islam Sultan Agung ( UNISSULA )
Tingkat : Program Pendidikan Profesi Dokter
Bagian : Ilmu Saraf
Judul : Bell’s Palsy

Semarang, Agustus 2019


Mengetahui dan Menyetujui
Pembimbing Kepaniteraan Klinik
Bagian Ilmu Saraf RSI Sultan Agung Semarang

Pembimbing

dr. Hj. Durrotul Djannah, Sp.S

2
A. IDENTITAS PASIEN
 Nama : Tn.SR
 Umur: : 35 tahun
 Jenis Kelamin : Laki-laki
 Agama : Islam
 Pekerjaan : Pegawai swasta
 Status : Menikah
 Alamat : Gebangsari
 Diantar oleh : Keluarga
 Tanggal Masuk: 20 Juli 2019

B. DAFTAR MASALAH

No Masalah Aktif Tanggal No Masalah Inaktif Tanggal


1. Deviasi Mulut ke sinistra 21 Juli -
2019
2. Lagoftalmus pada mata 21Juli -
kanan (+) 2019
3. Pusing 21 Juli -
2019

C. SUBJEKTIF
Anamnesis dilakukan secara auto dan alloanamnesis dengan keluarga pasien
pada tanggal 23 Juli 2019 jam 14.00 WIB di Izzah 2
1. Keluhan Utama: Mulut mencong ke kanan
2. Riwayat Penyakit Sekarang:
 Lokasi : Bibir
 Onset : 1 hari yang lalu
 Kualitas : lama kelamaan wajah menjadi kaku yang sebelah kanan
 Kuantitas : makin bertambah berat
 Faktor memperberat : sulit saat makan dan minum
 Faktor memperingan : -

3
 Kronologis : Pada hari Sabtu 26 Juli 2019 pasien sedang
membenarkan genteng rumah, tiba tiba pasien kesetrum kabel dan
kemudian jattuh. Saat jatuh, keluar darah dari mulut kemudian
pingsan dan dibawa ke IGD. Kemudian, pasien menjalani operasi.
Pada hari Minggu 21 Juli 2019 sekitar jam 15.00, pasien sadar
dengan keadaan bibir miring ke kanan. Dirasakan wajah bagian
kanan kaku, mata susah menutup dan sulit untuk makan dan
minum
3. Riwayat Penyakit Dahulu
 Riwayat Hipertensi : (-)
 Riwayat Penyakit Jantung : disangkal
 Riwayat Penyakit Paru : disangkal
 Riwayat DM : disangkal
 Riwayat Stroke : disangkal
 Riwayat Kejang : disangkal
 Riwayat Penyakit Maag : disangkal
 Riwayat Alergi obat : disangkal
 Riwayat Trauma : (+)
4. Riwayat penyakit keluarga
 Riwayat Hipertensi : disangkal
 Riwayat Penyakit Jantung : disangkal
 Riwayat Penyakit Paru : disangkal
 Riwayat DM : disangkal
 Riwayat Stroke : disangkal
 Riwayat Kejang : disangkal
5. Riwayat Sosial Ekonomi
Biaya pengobatan pasien ditanggung BPJS.

D. PEMERIKSAAN FISIK
Status Present
- Keadaan umum : Tampak Sakit Sedang
- Kesadaran : Compos Mentis

4
- GCS : E4M6V5
- Tanda vital :
Tekanan darah : 120/90 mmHg
Nadi : 83 x/menit
Pernapasan : 22 x/menit
Suhu : 37,2oC
Status Internus

a. Kulit : Warna kulit sawo matang, tidak ikterik, tidak sianosis.


b. Kepala : Normosefali, rambut berwarna hitam distribusi merata
 Mata: Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil isokor
3mm/3mm, lagoftalmus pada mata kanan (+) , kelopak mata sebelah
kanan mengalami kelemahan
 Hidung : Deformitas (-), nyeri tekan (-), krepitasi (-), deviasi septum (-),
sekret (-/-)
 Telinga : Normotia (+/+), nyeri tekan (-/-), nyeri tarik (-/-), sekret (-/-)
 Mulut : Bibir tertarik kearah kanan, kering (-), sianosis (-)
c. Leher
a) Sikap : Simteris
b) Pergerakan : Normal
c) Pembesaran kelenjar limfe : (-)
d) Kaku Kuduk : (-)
d. Toraks
Jantung
a) Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
b) Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
c) Perkusi :
 Batas atas kiri : ICS II garis parasternal sinsitra dengan
bunyi redup
 Batas atas kanan : ICS II garis parasternal dekstra dengan
bunyi redup

5
 Batas bawah kiri : ICS V ± 1cm medial garis midklavikula
sinistradengan bunyi redup
 Batas bawah kanan : ICS IV garis parasternal dekstra
dengan bunyi redup
d) Auskultasi : Bunyi jantung I dan II regular, murmur (-), gallop (-)

Paru
1. Inspeksi : Dinding toraks simetris pada saat statis maupun dinamis,
retraksi otot-otot pernapasan (-)
2. Palpasi : Vocal fremitus sama kuat kanan dan kiri
3. Perkusi : Sonor di kedua lapang paru
4. Auskultasi: Suara napas vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)

e. Abdomen
a) Inspeksi : Perut datar, massa (-), pulsasi abnormal (-)
b) Palpasi : Supel, hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan(-)
c) Perkusi : Timpani pada seluruh lapang abdomen
d) Auskultasi : Bising usus (+) normal

k. Ekstremitas
Superior : Tidak terdapat jejas, bekas trauma, massa, dan sianosis
(-/-) akral hangat (+/+), oedem (-/-), CRT < 2 detik
Inferior : Tidak terdapat jejas, bekas trauma, massa, dan sianosis
(-/-) akral hangat (+/+), odem (-/-), CRT < 2 detik
l. Status Berpikir
a) Cara Berpikir : Realistik
b) Perasaan Hati : Eutimik
c) Tingkah laku : Normoaktif
d) Ingatan : Baik

6
Status Neurologis
a. Rangsangan Meningeal
1) Kaku kuduk : - ( tidak ditemukan tahanan pada tengkuk)
2) Brudzinski I : -/- (tidak ditemukan fleksi pada tungkai)
3) Brudzinski II : -/- (tidak ditemukan fleksi pada tungkai)
4) Kernig :-/- (tidak terdapat tahanan sebelum mencapai
135º/tidak terdapat tahanan sblm mencapai 135º)
5) Laseque : -/- (tidak timbul tahanan pada kedua kaki sebelum
mencapai 70o)
b. Nervus Kranialis
1) N-I (Olfaktorius) : Tidak ada gangguan penciuman
2) N-II (Optikus)
a) Tajam penglihatan : Tidak dilakukan
b) Lapang penglihatan : Tidak dilakukan
c) Tes warna : Tidak dilakukan pemeriksaan
d) Fundus oculi : Tidak dilakukan pemeriksaan
3) N-III, IV, VI (Okulomotorius, Trochlearis, Abducens)
Dekstra Sinistra
Pergerakan Bulbus - -
Nistagmus - -
Eksoftalmus - -
Strabismus - -
Pupil Bulat, isokor, 2,5 mm Bulat, isokor, 2,5 mm
Refleks Cahaya + +
Refleks konvergensi + +
Ptosis (paresis N III) - -

4) N-V (Trigeminus)
a) Sensorik
 N-V1 (ophtalmicus) : +
 N-V2 (maksilaris) : +
 N-V3 (mandibularis) : +
(pasien dapat menunjukkan tempat rangsang raba)

7
b) Motorik
Pasien dapat merapatkan gigi dan membuka mulut.
c) Refleks :
Reflek kornea : +
5) N-VII (Fasialis)
Dekstra Sinistra
Mengerutkan Dahi - +
Menutup Mata - +
Menahan rangsang + +
membuka mata
Meringis/tersenyum - +
Pengecapan lidah 2/3 Dbn dbn

6) N. VIII (Vestibulocochlearis)
Dextra Sinistra
Jentik Jari Dbn Dbn
Tes Weber Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Tes Rinne Tidak dilakukan Tidak dilakukan

7) N-IX, X (Glosofaringeus, Vagus)


a) Refleks menelan : +
b) Refleks batuk : +
c) Perasat lidah (1/3 anterior) : normal
d) Refleks muntah : +
e) Posisi uvula : Normal, Deviasi ( - )
f) Posisi arkus faring : Simetris
8) N-XI (Akesorius)
a) Kekuatan M. Sternokleidomastoideus : + /+
b) Kekuatan M. Trapezius : + /+
9) N-XII (Hipoglosus)
a) Tremor lidah : Tidak ditemukan
b) Atrofi lidah : Tidak ditemukan
c) Ujung lidah saat istirahat : mengarah ke kiri

8
d) Ujung lidah saat dijulurkan : tertarik ke kanan
e) Fasikulasi :-

c. Pemeriksaan Motorik
1) Refleks
a) Refleks Fisiologis
 Biceps : N/N
 Triceps : N/N
 Achiles : N/N
 Patella : N/N
b) Refleks Patologis
 Babinski : -/-
 Oppenheim : -/-
 Chaddock : -/-
 Gordon : -/-
 Scaeffer : -/-
 Hoffman-Trommer : -/-

2) Kekuatan Otot
5 5
Ekstremitas Superior Dextra Ekstremitas Superior Sinistra
5 5
Ekstremitas Inferior Dextra Ekstremitas Inferior Sinistra

3) Tonus Otot
a. Hipotoni : -/-
b. Hipertoni : -/-

d. Sistem Koordinasi
1) Romberg Test : Tidak dilakukan pemeriksaan

9
2) Tandem Walking : Tidak dilakukan pemeriksaan
3) Finger to Finger Test : Tidak ada kelainan
4) Finger to Nose Test : Tidak ada kelainan

e. Fungsi Luhur
1) Fungsi bahasa : Tidak ada kelainan
2) Fungsi orientasi : Tidak ada kelainan
3) Fungsi memori : Tidak ada kelainan
4) Fungsi emosi : Tidak ada kelainan

g. Susunan Saraf Otonom


Miksi : Tidak ada kelainan
Defekasi : Tidak ada kelainan

h. Sensibilitas
Eksterospektif / rasa permukaan (superior dan inferior)
Rasa raba : (+)/(+) simetris
Rasa nyeri : (+)/(+) simetris
Rasa suhu panas :(+)/(+)simetris
Rasa suhu dingin : (+)/(+) simetris
Prospioseptif / rasa dalam
Rasa sikap : (+)
Rasa getar : (+)
Rasa nyeri dalam : (+)
Fungsi kortikal untuk sensibilitas: (+)
Asteriognosis : (+)
GraFognosis : (+)
Badan dan Anggota Gerak
1. BADAN
MOTORIK
 Respirasi : dbn

10
 Duduk : tidak dilakukan pasien berbaring
SENSIBILITAS
1. Taktil : +/+
2. Nyeri : +/+
3. Thermi : +/+
4. Diskriminasi 2 titik : +/+
2. ANGGOTA GERAK ATAS
MOTORIK
Motorik Dextra Sinistra
Pergerakan N N
Kekuatan (5) (5)
Tonus Normotonus Normotonus
Trofi Eutrofi Eutrofi
Klonus - -
SENSIBILITAS
Dextra Sinistra
Taktil + +
Nyeri + +
Suhu + +
Diskriminasi 2 titik + +
REFLEK
Dextra Sinistra
Biceps N N
Triceps N N
Hoffman - -
Tromner - -

3. ANGGOTA GERAK BAWAH


MOTORIK
Motorik Dextra Sinistra
Pergerakan N N

11
Kekuatan (5) (5)
Tonus Normotonus Normotonus
Trofi Eutrofi Eutrofi
Klonus - -
SENSIBILITAS
Dextra Sinistra
Taktil + +
Nyeri + +
Suhu + +
Diskriminasi 2 titik + +
REFLEK
Dextra Sinistra
Patella N N
Achilles N N
Babinski - -
Chddock - -
Gerakan Abnormal
 Tremor :-
Alat Vegetatif
 Miksi : dbn
 Defekasi : dbn

E. USULAN PEMERIKSAAN PENUNJANG


 Pemeriksaan laboratorium (Hematologi, Imunoserologi, Kimia)

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
 Pemeriksaan Laboratorium Darah
Darah Rutin
Hemoglobin : 13,7 g/dl
Hematokrit : 41,0 %
Leukosit : 13,94 ribu/uL

12
Trombosit : 355 ribu/uL
Golongan Darah : O /Rh Positif
APTT/PPTK : 26,2 detik
PPT : 8,7 detik
Imunoserologi
HBsAg : Non reaktif
Kimia
Gula Darah Sewaktu : 95 mg/dl
Ureum : 22 mg/dl
Kreatinin : 1,00 mg/dl
Natrium : 142,2 mmol/L
Kalium : 3,34 mmol/L
Chloride` : 102,7 mmol/L

G. RESUME
Seorang pria umur 35 tahun datang dengan keluhan jatuh dari genting rumah
dan post FESS mengeluh bibir mencong kekanan.
 Pemeriksaan Fisik
o Keadaan Umum : Tampak sakit ringan
o Kesadaran : Compos mentis, GCS E4M6V5
o Tanda Vital :
 Tekanan darah : 120/90 mmHg
 Nadi : 83 x/menit
 Pernapasan : 22 x/menit
 Suhu : 37,2 oC
 Anggota Gerak

Pemeriksaan Ekstremitas Superior Ekstremitas Inferior


Kanan Kiri Kanan Kiri
Gerakan N N N N

13
Kekuatan 5 5 5 5
Tonus N N N N
Trofi Eutrofi Eutrofi Eutrofi Eutrofi
Klonus - - - -
Reflek N N N N
Fisiologis

Reflek - - - -
Patologis

 Pemeriksaan Nervus Cranialis

Dekstra Sinistra
Mengerutkan Dahi - +
Menutup Mata - +
Menahan rangsang + +
membuka mata
Meringis/tersenyum - +
Pengecapan lidah 2/3 Dbn dbn

Nervi Cranialis : Paresis Nervus VII dextra perifer


Sensorik : Dalam batas normal

H. DIAGNOSIS
 Diagnosis Klinis :Paresis N VII Dextra Perifer, Lagoftalmus
 Diagnosis Topis : N VII dextra perifer flaksid
 Diagnosis Etiologis : Bell’s Palsy

I. INITIAL PLAN
Assesment:
Paralysis Nervus VII dextra perifer
Terapi:
a. Medikamentosa

14
 Betasec 2x24mg
 Flunarizin 1x10mg
 Ranitidin 2x1
 Metilprednisolon 2x1
b. Nonmedikamentosa
 Melakukan fisioterapi
c. Monitoring
Keadaan umum, Latihan pada wajah kanan
d. Edukasi
 Menjelaskan padakeluarga dan pasien tentang penyakit, penyebab,
pengobatan, dan penyakit pasien
 Minum obat teratur, mengikuti fisioterapi teratur, berlatih
menggerakkan anggota badan yang sakit dan rajin control ke
dokter

15
I. FOLLOW UP
Waktu Hari ke-1 perawatan Hari ke-2 perawatan
Tanggal 23 Juli 2019 24 Juli 2019
S: Wajah perot ke kanan. Wajah perot ke kanan
O: Ku tampak sakit, kesadaran Ku tampak sakit, kesadaran
compos mentis compos mentis
GCS : E4 M5 V6 GCS : E4 M5 V6
Tekanan darah : 120/90 mmHg Tekanan darah : 120/66 mmHg
Nadi : 83 x/menit reguler, isi Nadi : 87 x/menit reguler, isi
tegangan cukup tegangan cukup
Laju pernapasan : 22 x/menit Laju pernapasan : 25 x/menit
Suhu : 37,2º C Suhu : 36,8º C
Nn Cranialis : paralysis N VII Nn Cranialis : paralysis N VII
dextra perifer dextra perifer
Pf Sensorik : dbn Pf Sensorik : dbn
Px motorik : superior (dx/sn) ; Px motorik : superior (dx/sn) ;
inferior (dx/sn) inferior (dx/sn)
Gerakan : N/N ; N/N Gerakan : N/N ; N/N
Kekuatan : 5/5 ; 5/5 Kekuatan : 5/5 ; 5/5
Tonus : N/N ; N/N Tonus : N/N ; N/N
Tropi : N/N ; N/N Tropi : N/N ; N/N
Ref fis : N/N ; N/N Ref fis : N/N ; N/N
Ref pat : -/- ; -/- Ref pat : -/- ; -/-
Klonus: -/- ; -/- Klonus: -/- ; -/-
A: Diagnosis Diagnosis

 Diagnosis Klinis  Diagnosis Klinis


:Paresis N VII Dextra :Paresis N VII Dextra
Perifer, Lagoftalmus Perifer, Lagoftalmus
 Diagnosis Topis :  Diagnosis Topis :
N VII dextra perifer flaksid N VII dextra perifer flaksid
 Diagnosis Etiologi: Bell’s  Diagnosis Etiologi: Bell’s
Palsy Palsy

P:  Trihexylphenydil 2x1  Flunarizin 10mg


 Flunarizin 10mg  Ranitidin 2x1
 Ranitidin 2x1  Betaserc 2x24
 Citicolin 2x1gr  Metil prednisolon
 Betaserc 2x24 2x4mg

16
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
BELL’S PALSY

DEFINISI
Bell’s palsy atau prosoplegia merupakan kelemahan wajah dengan tipe
lower motor neuron yang disebabkan oleh keterlibatan saraf fasialis idiopatik di
luar sistem saraf pusat, tanpa adanya penyakit neurologik lainnya dengan
penyebab yang belum diketahui.

EPIDEMIOLOGI
Insidens sindrom ini sekitar 23 kasus per 100 000 orang setiap tahun.
Bell’s palsy diperkirakan menjadi 60 – 75% penyebab kasus paralisis fasial
unilateral akut. Sering pada orang dewasa, penderita dibete, penderita
imunokompremised dan wanita hamil. Pada penderita diabetes, memiliki resiko
29% terkena dari pada yang non diabetes.

ANATOMI
Nervus fasialis merupakan saraf kranial ketujuh dengan tugas utama untuk
mempersarafi otot - otot wajah, persarafan 2/3 bagian ventral dorsum lidah dan
sekresi beberapa kelenjar seperti kelenjar lakrimalis, submandibularis,
sublingualis, dan palatine. Nervus fasialis terdiri dari saraf motoris dan sensoris
yang lebih dikenal dengan nama saraf intermedius. Nervus fasialis mengandung 4
jenis serabut, yaitu:
a. Serabut somato-sensorik yang menghantarkan rasa nyeri,suhu dan
sensasi raba dari sebagian kulit dan mukosa yang dipersarafi oleh
nervus trigeminus.
b. Serabut visero-sensorik yang bertindak sebagai reseptor rasa pada 2/3
anterior lidah.

17
c. Serabut visero-motorik (parasimpatik) yang berasal dari nucleus
salivarius superior. Serabut saraf ini mempersarafi kelenjar lakrimal,
rongga hidung, kelenjar submandibula dan kelenjar sublingual.
d. Serabut somato-mototrik yang mempersarafi otot-otot ekspresi wajah,
stilohioid, digastrikus bagian posterior dan stapedius di telinga
tengah.
Nukleus motorik nervus fasialis terletak pada bagian ventrolateral
tegmentum pons bagian bawah. Pada tegmentum pons, akson pertama motorik
berjalan dari arah sudut pontoserebral dan muncul di depan nervus
vestibulokoklearis.
Saraf intermedius terletak pada bagian diantara nervus fasialis dan nervus
vestibulokoklearis. Nervus intermedius, nervus fasialis, dan nervus
vestibulokoklearis berjalan bersama memasuki akustikus internus. Di dalam
meatus internus, nervus fasalis dan intermedius berpisah dengan nervus
vestibulokoklearis. Nevus fasialis berjalan ke lateral ke dalam kanalis fasialis
kemudian ke ganglion genikulatum. Pada ujung kanalis tersebut nervus fasialis
keluar dari cranium melalui foramen stilomastoideus. Dari foramen
stilomastoideus, serabut motorik menyebar ke wajah dan beberapa melewati
kelenjar parotis.
Nervus fasialis terbagi atas lima cabang terminal, yaitu:
a. Ramus Temporalis muncul dari pinggir atas glandula dan mempersarafi
muskulus aurikularis anterior dan superior, venter frontalis muskulus
oksipitofrontalis, muskulus orbikularis okuli dan muskulus corrugator
supercilii.
b. Ramus zigomatikus muncul dari pinggir anterior glandula dan mempersarafi
muskulus orbikularis okuli.
c. Ramus bukalis muncul dari pinggir anterior glandula di bawah duktus
parotideus dan mempersarafi muskulus buksinator dan otot – otot bibir atas
serta nares.
d. Ramus mandibularis muncul dari pinggir anterior glandula dan mempersarafi
otot – otot bibir bawah.

18
e. Ramus servikalis muncul dari pinggir bawah glandula dan berjalan ke depan
di leher bagian bawah mandibular untuk mempersarafi muskulus platysma.
Saraf ini dapat menyilang pinggir bawah mandibular untuk mempersarafi
muskulus depressor anguli oris.

PATOGENESIS
Bells Palsy terjadi proses inflamasi akut pada nervus fasialis di daerah
tulang temporal, di sekitar foramen stilomastoideus. BP hampir selalu terjadi
secara unilateral. Namun demikian dalam jarak waktu satu minggu atau lebih
dapat terjadi paralysis bilateral. Penyakit ini dapat berulang atau kambuh.
Patofisiologinya belum jelas, tetapi salah satu teori menyebutkan
terjadinya proses inflamasipada nervus fasialis yang menyebabkan peningkatan
diameter nervus fasialis sehingga terjadi kompresi dari saraf tersebut pada saat
melalui tulang temporal. Perjalanan nervus fasialis keluar dari tulang temporal
melalui kanalis fasialis yang mempunyai bentuk seperti corong yang menyempit
pada pintu keluar sebagai foramen mental. Dengan bentukan kanalis yang unik
tersebut, adanya inflamasi, demyelinisasi atau iskemik dapat menyebabkan
gangguan dari konduksi. Impuls motorik yang dihantarkan oleh nervus fasialis
bisa mendapat gangguan di lintasan supranuklear, nuklear dan infranuklear.
Lesi supranuklear bisa terletak di daerah wajah korteks motorik primer
atau di jaras kortikobulbar ataupun di lintasan asosiasi yang berhubungan dengan
daerah somatotropik wajah di korteks motorik primer. Nervus fasialis terjepit di
dalam foramen stilomastoideus dan menimbulkan kelumpuhan fasialis LMN.
Pada lesi LMN bisa terletak di pons, di sudut serebelo-pontin, di os petrosum atau
kavum timpani, di foramen stilomastoideus dan pada cabang-cabang tepi nervus
fasialis. Lesi di pons yang terletak di daerah sekitar inti nervus abdusens dan
fasikulus longitudinalis medialis. Karena itu paralisis fasialis LMN tersebut akan
disertai kelumpuhan muskulus rektus lateralis atau gerakan melirik ke arah lesi.
Selain itu, paralisis nervus fasialis LMN akan timbul bergandengan dengan tuli
perseptif ipsilateral dan ageusia (tidak bisa mengecap dengan 2/3 bagian depan
lidah).

19
DIAGNOSIS
Anamnesis
Anamnesis lengkap dilakukan mencakup onset, durasi, perjalanan
penyakit, ada tidaknya nyeri serta gejala lain yang menyertai, penting untuk
ditanyakan guna membedakan dengan penyakit paralisis saraf lainnya. Bell’s
palsy ditandai dengan kelumpuhan yang sering terjadi unilateral atau hanya pada
satu sisi wajah dengan onset mendadak dalam 1-2 hari dan maksimal dalam 3
minggu kurang.
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang lengkap dilakukan untuk membedakan dengan
penyakit yang serupa dan kemungkinan penyebab lain. Pemeriksaan yang
dilakukan adalah pemeriksaan gerakan dan ekspresi wajah. Pada pemeriksaan ini
akan ditemukan kelemahan pada seluruh wajah sisi yang terkena. Tes yang
dilakukan dengan meminta pasien untuk melakukan beberapa hal berikut:
a. Menaikkan alis untuk menguji aktivitas frontalis corrugator
b. Menutup rapat mata untuk menguji fungsi orbicularis oculi sphincter
c. Meminta pasien untuk menyeringai untuk menguji kemampuan otot
untuk tertarik pada sudut mulut
d. Menguji pengecapan
e. Pasien diminta untuk meniupkan udara, menahan udara didalam mulut
dan bersiul.
Bila terdapat hiperakusis, saat stetoskop diletakkan pada telinga pasien
maka suara akan terdengar lebih jelas pada sisi cabang muskulus stapedius yang
paralisis.
Tanda klinis yang membedakan Bell’s palsy dengan stroke atau kelainan
yang bersifat sentral lainnya adalah tidak terdapatnya kelainan pemeriksaan saraf
kranialis lain, motorik dan sensorik ekstremitas dalam batas normal, dan pasien
tidak mampu mengangkat alis dan dahi pada sisi yang terkena.
Pemeriksaan Penunjang

20
Pada umumnya pasien tidak membutuhkan pemeriksaan laboratorium,
namun pasien yang mengeluhkan paralisis yang persisten tanpa perbaikan yang
signifikan perlu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut. Terdapat beberapa
pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan, seperti:9
a. Computed tomography (CT) atau MRI diindikasikan pada pasien yang
tidak mengalami perbaikan keadaan setelah 1 bulan mengalami paralisis wajah,
hilangnya pendengaran, defisit saraf kranial multipel dan tanda-tanda paralisis
pada anggota gerak atau gangguan sensorik.
b. Pemeriksaan pendengaran dilakukan jika dicurigai kehilangan
pendengaran, maka dilakukan tes audio untuk menyingkirkan neuroma akustikus.

PENATALAKSANAAN
1. Istirahat terutama pada keadaan akut
2. Medikamentosa
 Penggunaan kortikosteroid dapat mengurangi rasa sakit, mengurangi
kemungkinan paralisis permanen dari pembengkakan pada saraf di kanalis
fasialis yang sempit. Kortikosteroid, terutama prednisolon yang dimulai
dalam 72 jam dari onset, harus dipertimbangkan untuk optimalisasi hasil
pengobatan. Dosis pemberian prednison (maksimal 40-60 mg/hari) dan
prednisolon (maksimal 70 mg) adalah 1 mg per kg berat badan per hari
peroral selama enam hari diikuti empat hari tappering off.
 Prednison : pemberian sebaiknya selekaslekasnya terutama pada kasus BP
yang secara elektrik menunjukkan denervasi. Tujuannya untuk
mengurangi odem dan mempercepat reinervasi. Dosis yang dianjurkan 3
mg/kg BB/hari sampai ada perbaikan, kemudian dosis diturunkan bertahap
selama 2 minggu.
3. Fisioterapi
Sering dikerjakan bersama-sama pemberian prednison, dapat dianjurkan
pada stadium akut. Tujuan fisioterapi untuk mempertahankan tonus otot yang
lumpuh. Cara yang sering digunakan yaitu : mengurut/ massage otot wajah
selama 5 menit pagisore atau dengan faradisasi.

21
Terapi fisik juga disarankan untuk dilakukan dengan menggunakan terapi
panas superfisial. Selama 15 menit/sesi untuk otot wajah lebih diutamakan
untuk diberikan stimulasi elektrik. Pemijatan yang selama ini juga disarankan
pada pasien Bell’s palsy guna meningkatkan sirkulasi dan dapat mencegah
kontraktur.
Akupuntur dan terapi magnet juga dilakukan sebagai kombinasi fisioterapi
perawatan Bell’s palsy, namun masih perlu dilakukan studi lebih lanjut untuk
melihat efisiensinya.
4. Operasi
Tindakan operatif umumnya tidak dianjurkan pada anak- anak karena dapat
menimbulkan komplikasi lokal maupun intracranial. Tindakan operatif
dilakukan apabila :
– Tidak terdapat penyembuhan spontan
– Tidak terdapat perbaikan dengan pengobatan prednison
– Pada pemeriksaan elektrik terdapat denervasi total.
Beberapa tindakan operatif yang dapat dikerjakan pada BP antara lain
dekompresi n. fasialis yaitu membuka kanalis fasialis pars piramidalis mulai
dari foramen stilomastoideum nerve graft operasi plastik untuk kosmetik

PROGNOSIS
Sekitar 80-90% pasien Bell’s palsy sembuh total dalam 6 bulan, bahkan
5060% kasus membaik dalam 3 minggu. Sekitar 10% mengalami asimetris
muskulus fasialis presisten, dan 5% mengalami sekuele yang berat, serta 8%
kasus dapat rekuren.
Faktor yang dapat mengarah ke prognosis buruk adalah palsy komplit
(risiko sekuele berat), riwayat rekurensi, diabetes, adanya nyeri hebat post-
aurikular, gangguan pengecapan, refleks stapedius, wanita hamil dengan Bell’s
palsy, bukti denervasi mulai setelah 10 hari (penyembuhan lambat), dan kasus
yang memiliki hasil CT Scan dengan kontras jelas. Faktor yang dapat mendukung
ke prognosis baik adalah paralisis parsial inkomplit pada fase akut (penyembuhan

22
total), pemberian kortikosteroid dini, penyembuhan awal atau perbaikan fungsi
pengecapan dalam minggu pertama.
Sepertiga dari penderita Bell’s palsy dapat sembuh seperti sedia kala tanpa
gejala sisa. 1/3 lainnya dapat sembuh tetapi dengan elastisitas otot yang tidak
berfungsi dengan baik. Penderita seperti ini tidak memiliki kelainan yang nyata.
Penderita Bell’s palsy dapat sembuh total atau meninggalkan gejala sisa. Faktor
resiko yang memperburuk prognosis Bell’s palsy adalah :
1) Usia di atas 60 tahun
2) Paralisis komplit
3) Menurunnya fungsi pengecapan atau aliran saliva pada sisi yang
lumpuh,
4) Nyeri pada bagian belakang telinga dan Berkurangnya air mata.

23
DAFTAR PUSTAKA

1. Gilden D, 2004, Bell’s palsy, The new England journal Massachutes


Medical Society (www.nejm.org)
2. Davis Larry E, Molly K. King,Jessica L. Schultz, 2005, Bells palsy in
Fundamentals of Neurologic Disease , Demos Medical Publishing New
York; 63-64.
3. Baugh RF, Basura GJ, Ishii LE. AAO-HNSF Clinical Practice Guideline :
Bell’s palsy. American Academy of OtolaryngologyHead and Neck
Surgery; 2013
4. De Ru Ja, Van Benthem PPG, Janssen LM. Is antiviral medication for
severe Bell’s Palsy still useful?; Lancer neurol 2009

24

Anda mungkin juga menyukai