Anda di halaman 1dari 39

SEORANG LAKI-LAKI 63 TAHUN DENGAN PNEUMONIA

KOMUNITAS DAN PPOK EKSASERBASI AKUT

Oleh :
Dinda
Carissa
G9917 2060

Pembimbing :
dr. Yunita Fatmawati, Sp.KFR

KEPANITERAAN KLINIK / PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER


BAGIAN ILMU KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI MEDIK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR. MOEWARDI
SURAKARTA
2019
BAB I
STATUS PASIEN

I. ANAMNESA
A. Identitas Pasien
Nama : Tn. JW
Umur : 63 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Pekerjaan : Penertib Jalan Anak Sekolah
Alamat : Pasar Kliwon, Surakarta
Status : Menikah
Tanggal Periksa : 5 Maret 2019

No RM : 01452032

B. Keluhan Utama

Sesak napas

C. Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien mengeluh sesak napas sejak 4 bulan SMRS. Sesak napas
terengah-engah, perlu usaha lebih untuk bernapas. Sesak napas
kambuhan, memberat pada hari MRS. Sesak diperberat oleh aktivitas.
Terkadang dipicu oleh asap kayu bakar dan debu. Sesak napas
bertambah berat setiap kambuh. Cuaca dan debu tidak mempengaruhi.
Terbangun malam karena sesak (-). Riwayat penggunaan obat semprot
(+) setelahnya sesak membaik, sekitar 2 bulan ini. Pasien nyaman tidur
dengan 2-4 bantal.
Batuk (+), hilang timbul sekitar 4 bulan, memberat hari MRS.
Dahak (+) berwarna putih (+), kental (+). Batuk juga dipicu oleh asap
kayu bakar dan debu. Batuk darah (-), riwayat batuk darah (-), nyeri dada
(-). Demam (-), demam sumer-sumer (-), keringat malam tanpa aktivitas
(-), penurunan nafsu makan (-), penurunan BB (+), mual (-), muntah (-).
BAB dan BAK tidak ada keluhan.
D. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat OAT : disangkal
Riwayat Hipertensi : disangkal
Riwayat DM : disangkal
Riwayat Penyakit Jantung : disangkal
2
Riwayat Alergi obat/makanan : disangkal
Riwayat mondok : (+) 3x, Mei 2018 karena BPH,
Oktober dan Februari 2019 karena
keluhan yang sama

Riwayat operasi : (+) Mei 2018 operasi pengangkatan


BPH

E. Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat Hipertensi : disangkal
Riwayat DM : disangkal
Riwayat Penyakit Jantung : disangkal
Riwayat Alergi : disangkal

Riwayat Asma : disangkal

F. Riwayat Sosial Ekonomi

Pekerjaan pasien adalah penyebrang anak-anak sekolah dasar.


Riwayat paparan kayu bakar (+) di rumah pasien kadang masih
menggunakan kayu bakar untuk memasak. Penderita memperoleh
pelayanan kesehatan dengan fasilitas BPJS kelas III.

G. Riwayat Kebiasaan
Riwayat merokok : (+) 3 bungkus/hari selama 40 tahun,
berhenti sejak sakit sesak 4 tahun ini
Riwayat aktivitas fisik : jarang
Riwayat minum alkohol : disangkal
Riwayat tato : (+) pasien bertato di beberapa
bagian tubuh

II. PEMERIKSAAN FISIK


A. Status Generalis
Keadaan umum kesan tampak sakit sedang, compos mentis, GCS
E4V5M6, gizi kesan cukup
B. Tanda Vital
Tekanan darah : 130/80 mmHg
Nadi : 112x/menit, isi cukup, irama teratur
Respirasi : 34 x/menit

3
Suhu : 36,7°C
Saturasi : 98%
Berat badan : 55 kg
Tinggi badan : 162 cm
C. Kulit
Warna sawo matang, pucat (-), ikterik (-), petechie (-), venektasi (-), spider
naevi (-), striae (-), hiperpigmentasi (-), hipopigmentasi (-)
D. Kepala
Normocephal, deformitas (-/-)
E. Mata
Konjungtivapucat (-/-), sclera ikterik (-/-), oedem palpebra (-/-), sekret(-/-),
strabismus (-/-), pterigium (-/-), erosi kornea (-/-)
F. Hidung
Deformitas (-), darah (-/-), sekret (-/-)
G. Telinga
Normotia, deformitas (-/-), darah (-/-), sekret (-/-)
H. Mulut
Mencucu mengatur napas (Pursed-lips breathing), Bibir kering (-),
sianosis (-), oral drooling (-), lidah kotor (-), lidah tremor (-), stomatitis (-),
mukosa pucat (-), gusi berdarah (-), papil lidah atrofi (-)
I. Leher
Simetris, trakea di tengah, JVP R+2 cm, limfonodi tidak membesar, nyeri
tekan (-), benjolan (-)
J. Thorax
a. Retraksi interkosta (+), simetris kanan dan kiri
b. Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis teraba di SIC V 1 cm kearah lateral linea
Midclavicularis sinistra
Perkusi : Kanan atas : SIC II linea parasternalis dekstra
Kiri bawah :SIC V, 1 cm ke arah lateral linea

4
midclaviculari sinistra
Kanan bawah: SIC IV linea parasternalis dekstra
Auskultasi : Bunyi jantung I dan II intensitas normal, reguler, bising (-)
c. Paru
Inspeksi : Pengembangan dinding dada kanan = kiri
Palpasi : Fremitus raba kanan = kiri
Perkusi : Sonor di seluruh lapang paru
Auskultasi : Suara vesikuler (+/+), wheezing (+/+), RBH (+/+),
RBK (-/-)
K. Trunk
Inspeksi : simetris, shoulder tilt (-), deformitas (-), skoliosis (-)
edema (-/-), inflamasi (-/-), wasting muscle (+)
Palpasi : suhu normal, nyeri gerak (-/-), nyeri tekan (-/-),
deformitas (-)
Perkusi : nyeri ketok kostovertebra (-)
L. Abdomen
Inspeksi : dinding perut sejajar dengan dinding dada
Auskultasi : peristaltik (+) 12x/menit
Perkusi : timpani
Palpasi : supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba

M. Ekstremitas
Oedem Akral dingin
- -
- -

N. Status Neurologis
a. Kesadaran : GCS E4V6M5
b. Fungsi luhur : kesan dalam batas normal

5
c. Fungsi sensorik : kesan dalam batas normal
d. Nervi craniales :
1) N. I : dalam batas normal
2) N. II, III : pupil isokor (3mm/3mm), refleks cahaya (+/+)
3) N. II, IV, VI : gerak bola mata dalam batas normal
4) N. V : reflek kornea (+/+), otot pengunyah dalam batas
normal
5) N. VII : gerak otot wajah dalam batas normal
6) N. VIII : pendengaran dan keseimbangan dalam batas
normal
7) N. IX, X : uvula di tengah, reflek menelan baik
8) N. XI : dalam batas normal
9) N. XII : pergerakan lidah dalam batas normal

e. Kekuatan motorik :
5555 / 5555
5555 / 5555

f. Reflek Fisiologis
Dekstra Sinistra
Biceps +2 +2
Triceps +2 +2
Patella +2 +2
Achilles +2 +2

g. Reflek Patologis
Dekstra Sinistra
Hoffmann-Tromner - -
Babinsky - -
Chaddock - -
Oppenheim - -
Gordon - -
h. Tonus
Tonus ekstremitas atas : normal/normal
Tonus ekstremitas bawah : normal/normal

6
i. Klonus
Klonus Paha : -/-
Klonus Kaki : -/-
j. Tanda Meningeal
Kakukuduk (-)
Kernig Tidak Dilakukan
Brudzinski I Tidak Dilakukan
Brudzinski II Tidak Dilakukan
Brudzinki III Tidak Dilakukan

O. Fungsi Motorik
Range of Motion (ROM) dan Manual Muscle Test (MMT)
ROM
NECK MMT
Aktif Pasif
Fleksi 0 – 50° 0 – 50° 3
Ekstensi 0 – 60° 0 – 60° 3
Lateral bending kanan 0 – 45° 0 – 45° 3
Lateral bending kiri 0 – 45° 0 – 45° 3
Rotasi kanan 0 – 80° 0 – 80° 3
Rotasi kiri 0 – 80° 0 – 80° 3

ROM Pasif ROM Aktif MMT


Ekstremitas Superior
Dekstra Sinistra Dekstra Sinistra Dekstra Sinistra
Fleksi 0 – 180° 0 – 180° 0 – 180° 0 – 180° 5 5
Ekstensi 0 – 60° 0 – 60° 0 – 60° 0 – 60° 5 5
Abduksi 0 – 180° 0 – 180° 0 – 180° 0 – 180° 5 5
Shoulder
Adduksi 0 – 60° 0 – 60° 0 – 60° 0 – 60° 5 5
EksternalRotasi 0 – 90° 0 – 90° 0 – 90° 0 – 90° 5 5
Internal Rotasi 0 – 70° 0 – 70° 0 – 70° 0 – 70° 5 5
Fleksi 0 – 150° 0 – 150° 0 – 150° 0 – 150° 5 5
Ekstensi 0° 0° 0° 0° 5 5
Elbow
Pronasi 0 – 90° 0 – 90° 0 – 90° 0 – 90° 5 5
Supinasi 0 – 90° 0 – 90° 0 – 90° 0 – 90° 5 5
Fleksi 0 – 90° 0 – 90° 0 – 90° 0 – 90° 5 5
Ekstensi 0 – 70° 0 – 70° 0 – 70° 0 – 70° 5 5
Wrist
Ulnar Deviasi 0 – 30° 0 – 30° 0 – 30° 0 – 30° 5 5
Radius Deviasi 0 – 20° 0 – 20° 0 – 20° 0 – 20° 5 5
MCP I Fleksi 0 – 50° 0 – 50° 0 – 50° 0 – 50° 5 5
MCP II-IV Fleksi 0 – 90° 0 – 90° 0 – 90° 0 – 90° 5 5
Finger DIP II-V Fleksi 0 – 90° 0 – 90° 0 – 90° 0 – 90° 5 5
PIP II-V Fleksi 0 – 90° 0 – 90° 0 – 90° 0 – 90° 5 5
MCP I Ekstensi 0 – 30° 0 – 30° 0 – 30° 0 – 30° 5 5
Trunk Fleksi 0 – 90° 0 – 90°
Ekstensi 0 – 25° 0 – 25°

7
Right Lateral Bending 0 – 25° 0 – 25°
Left Lateral Bending 0 – 25° 0 – 25°

ROM Pasif ROM Aktif MMT


Ekstremitas Inferior
Dekstra Sinistra Dekstra Sinistra Dekstra Sinistra
Fleksi 0 – 120° 0 – 120° 0 – 120° 0 – 120° 5 5
Ekstensi 0 – 30° 0 – 30° 0 – 30° 0 – 30° 5 5
Abduksi 0 – 45° 0 – 45° 0 – 45° 0 – 45° 5 5
Hip
Adduksi 0 – 30° 0 – 30° 0 – 30° 0 – 30° 5 5
Eksorotasi 0 – 45° 0 – 45° 0 – 45° 0 – 45° 5 5
Endorotasi 0 – 35° 0 – 35° 0 – 35° 0 – 35° 5 5
Knee Fleksi 0 – 135° 0 – 135° 0 – 135° 0 – 135° 5 5

8
Ekstensi 0° 0° 0° 0° 5 5
Dorsofleksi 0 – 20° 0 – 20° 0 – 20° 0 – 20° 5 5
Plantarfleksi 0 – 40° 0 – 40° 0 – 40° 0 – 40° 5 5
Ankle
Eversi 0 – 20° 0 – 20° 0 – 20° 0 – 20° 5 5
Inversi 0 – 30° 0 – 30° 0 – 30° 0 – 30° 5 5
P. Foto Klinis Pasien (2 Maret 2019)

Inspirasi

Ekspirasi

9
III. PEMERIKSAAN PENUNJANG
A. Laboratorium Darah (2 Maret 2019)
Pemeriksaan Hasil Satuan Rujukan
HEMATOLOGI RUTIN
Hemoglobin 12.8 g/dl 13.5-17.5
Hematokrit 43 % 33 – 45
3 
Leukosit 15.7 10 / L 4.5 – 11.0
Trombosit 325 103 /  L 150–450
Eritrosit 4.30 103/  L 4.50 – 5.90
INDEX ERITROSIT
MCV 99.0 /um 80.0 – 96.0
MCH 29.8 pg 28.0 – 33.0
MCHC 30.0 g/dl 33.0 – 36.0
HITUNG JENIS
Eosinofil 0.00 % 0.00 – 4.00
Basofil 0.00 % 0.00 – 2.00
Netrofil 91.80 % 55.00 – 80.00
Limfosit 3.30 % 22.00 – 44.00
Monosit 4.90 % 0.00 – 7.00
KIMIA KLINIK
Gula Darah Sewaktu 109 mg/dl 60 – 140
Bilirubin Total 0.54 mg/dl 0.00 – 1.00
Creatinine 1.0 mg/dl 0.8 – 1.3
Ureum 44 mg/dl <50
ELEKTROLIT
Natrium darah 140 mmol/L 136 – 145
Kalium darah 3.1 mmol/L 3.7 – 5.4
Clorida darah 102 mmol/L 98 – 106
ANALISIS GAS DARAH
PH 7.440 7.310 – 7.420
BE 17.5 mmol/L -2 - +3
PCO2 67.0 mmHg 27.0 – 41.0
PO2 76.0 mmHg 80.0 – 100.0
Hematokrit 45 % 37 – 50
HCO3 45.5 mmol/L 21.0 – 28.0
Total CO2 47.6 mmol/L 19.0 – 24.0
O2 Saturasi 96.0 % 94.0 – 98.0
Laktat Arteri 1.90 mmol/L 0.36 – 0.75

10
B. Foto Polos Thoraks (2 Maret 2019)

Interpretasi:
Pulmo: tampak hiperaerasi dan hiperlusensi kedua lapang paru disertai
pelebaran SIC, corakan bronkovaskuler meningkat
Sinus costophrenicus kanan kiri anterior posterior tumpul
Hemidiaphragma kanan kiri mendatar
Kesimpulan:
1. Emfisematous lung
2. Bronkhitis

C. Skala Indeks Barthel untuk Menentukan nilai Activities Daily Living


(ADL)
No. Item yang dinilai Skor Nilai
1. Makan (Feeding) 0 = Tidak mampu
1 = Butuh bantuan memotong, mengoles
2
mentega dll.
2 = Mandiri
2. Mandi (Bathing) 0 = Tergantung orang lain
1
1 = Mandiri

11
3. Perawatan diri0 = Membutuhkan bantuan orang lain
(Grooming) 1 = Mandiri dalam perawatan muka, rambut,1
gigi, dan bercukur
4. Berpakaian 0 = Tergantung orang lain
(Dressing) 1 = Sebagian dibantu (misal mengancing
2
baju)
2 = Mandiri
5. Buang air kecil0 = Inkontinensia atau pakai kateter dan tidak
(Bowel) terkontrol
2
1 = Kadang Inkontinensia (maks, 1x24 jam)
2 = Kontinensia (teratur lebih dari 7 hari)
6. Buang air besar0 = Inkontinensia (tidak teratur atau perlu
(Bladder) enema)
2
1 = Kadang Inkontensia (sekali seminggu)
2 = Kontinensia (teratur)
7. Penggunaan toilet 0 = Tergantung bantuan orang lain
1 = Membutuhkan bantuan, tapi dapat
1
melakukan beberapa hal sendiri
2 = Mandiri
8. Transfer 0 = Tidak mampu
1 = Butuh bantuan untuk duduk (2 orang)
2
2 = Bantuan kecil (1 orang)
3 = Mandiri
9. Mobilitas 0 = Immobile (tidak mampu)
1 = Menggunakan kursi roda
2 = Berjalan dengan bantuan satu orang 3
3 = Mandiri (meskipun menggunakan alat
bantu seperti, tongkat)
10. Naik turun tangga 0 = Tidak mampu
1 = Membutuhkan bantuan (alat bantu) 1
2 = Mandiri
Interpretasi hasil:
20 : Mandiri
12-19 : Ketergantungan Ringan
9-11 : Ketergantungan Sedang
5-8 : Ketergantungan Berat
0-4 : Ketergantungan Total
Jumlah skor Barthel 17 (Ketergantungan Ringan)

12
IV. ASSESSMENT
1) Community Acquired Pneumonia KR II PSI 30
2) PPOK eksaserbasi akut dd asma akut berat dd ACO
3) Imbalance elektrolit: hipokalemia

V. DAFTAR MASALAH
A. Problem Medis :
Sesak napas 4 bulan, dipengaruhi aktivitas, memberat SMRS; batuk
kambuhan, memberat SMRS; Wheezing di kedua lapang paru, RBH (+/
+); Takikardi; Leukositosis (15.7 ribu/ul), Anemia (12.8 g/dl), Netrofilia
(91.80 %), Limfositopeni (3.30 %); Hipokalemia (3.1 mmol/L);
Alkalosis metabolik terkompensasi tidak sempurna.
B. Problem Rehabilitasi Medik
1. Fisioterapi : Usaha napas yang berlebihan hingga
menggunakan otot bantu napas, tirah baring lama,
sulit mengeluarkan dahak.

VI. PENATALAKSANAAN
A. Terapi Medikamentosa
1. Bedrest, head up 300
2. Oksigen 2 lpm nasal kanul
3. Diet TKTP 1500 kkal/hari
4. Nebu Fenoterol : Ipratropium bromide 1:0.25/6 jam
5. IVFD NACL 0.9% 20 tpm
6. Inj. Cevofloxacin 750 mg/24jam
7. Inj. Metilprednisolon 30mg/8jam
8. N-acetilsistein 3x200 mg
9. KSR 3x1
B. Rehabilitasi Medik
1. Fisioterapi :
a. Bed exercise
b. Breathing exercise
c. Chest therapy dengan clapping

13
VII. IMPAIRMENT, DISABILITY, DAN HANDICAP
Impairment : Community Acquired Pneumonia KR II PSI 70, PPOK
eksaserbasi akut, hipokalemia, takikardi, leukositosis,
anemia, netrofilia, limfositopeni, alkalosis metabolik
terkompensasi tidak sempurna
Disability : Butuh usaha napas lebih, keterbatasan pindah posisi
tubuh saat berbaring, keterbatasan dalam berjalan
Handicap : Keterbatasan dalam aktivitas sehari-hari dan dalam
pekerjaan

VIII. PLANNING
1. Planning Diagnostik :
- Sputum Mo/G/K/R (menunggu hasil)
- Spirometri -> bila stabil (sekarang pasien masih sesak)
- AGD bila perburukan
2. Planning Terapi : Fisioterapi
3. Planning Edukasi :
 Penjelasan penyakit dan komplikasi yang bisa terjadi
 Menghindari pencetus kambuhnya penyakit
 Edukasi untuk home exercise
4. Planning Monitoring : evaluasi hasil fisioterapi

IX. GOAL
A. Jangka pendek
1. Perbaikan keadaan umum untuk mempersingkat lama perawatan
2. Mengurangi dan mengontrol sesak napas, memperbaiki ventilasi
dan menyelaraskan kerja otot abdomen dan toraks (minimalisasi
impairment dan disabilitas pada pasien)
3. Melatih ekspektorasi
4. Mencegah terjadinya komplikasi akibat tirah baring lama seperti
ulkus dekubitus, atrofi otot, hipotensi ortostatik dan lain
sebagainya
B. Jangka panjang

14
1. Meningkatkan toleransi latihan dan memperbaiki kualitas hidup
pasien
2. Memperbaiki efisiensi dan kapasitas sistem transportasi oksigen
3. Mengembalikan dan mempertahankan fungsi pernapasan dan
kemampuan pasien sehingga mampu mandiri dan melaksanakan
aktivitas kehidupan sehari-hari
4. Mengatasi masalah psikososial yang timbul akibat penyakit yang
diderita pasien, terutama masalah pekerjaan

X. PROGNOSIS
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad sanam : dubia ad bonam
Ad fungsionam : dubia ad bonam

15
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi Paru-Paru
Paru-paru merupakan organ yang lunak, spongious dan elastis,
berbentuk kerucut atau konus, terletak dalam rongga toraks dan di atas
diafragma, diselubungi oleh membran pleura. Setiap paru mempunyai apeks
(bagian atas paru) yang tumpul di kranial dan basis (dasar) yang melekuk
mengikuti lengkung diphragma di kaudal. Pembuluh darah paru, bronkus,
saraf dan pembuluh limfe memasuki tiap paru pada bagian hilus.1

Paru-paru kanan mempunyai 3 lobus sedangkan paru-paru kiri 2 lobus.


Lobus pada paru-paru kanan adalah lobus superius, lobus medius, dan lobus
inferius. Lobus medius/lobus inferius dibatasi fissura horizontalis; lobus inferius
dan medius dipisahkan fissura oblique. Lobus pada paru-paru kiri adalah lobus
superius dan lobus inferius yg dipisahkan oleh fissura oblique. Pada paru-paru kiri
ada bagian yang menonjol seperti lidah yang disebut lingula. Jumlah segmen pada
paru-paru sesuai dengan jumlah bronchus segmentalis, biasanya 10 di kiri dan 8-9
yang kanan. Sejalan dgn percabangan bronchi segmentales menjadi cabang-
cabang yg lebih kecil, segmenta paru dibagi lagi menjadi subsegmen-subsegmen.1

16
B. Pneumonia
1. Definisi Pneumonia
Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru,
distal dari bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius,
dan alveoli, serta menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan
pertukaran gas setempat yang disebabkan oleh mikroorganisme
(bakteri.virus,jamur,protozoa).2
Secara kinis pneumonia didefinisikan sebagai suatu peradangan
paru yang disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, parasit).
Pneumonia yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis tidak
termasuk. Sedangkan peradangan paru yang disebabkan oleh

17
nonmikroorganisme (bahan kimia, radiasi, aspirasi bahan toksik, obat-
obatan dan lain-lain) disebut pneumonitis.3
2. Epidemiologi Pneumonia
Pneumonia merupakan salah satu penyakit infeksi saluran nafas
yang terbanyak di dapatkan dan dapat menyebabkan kematian hampir di
seluruh dunia. Angka kematian di Inggris adalah sekitar 5-10%.
Berdasarkan umur, pneumonia dapat menyerang siapa saja, meskipun lebih
banyak ditemukan pada anak-anak.3
3. Etiologi Pneumonia
Pneumonia dapat disebabkan oleh berbagai macam
mikroorganisme yaitu bakteri, virus, jamur, protozoa, yang sebagian besar
disebabkan oleh bakteri. Penyebab tersering pneumonia adalah bakteri
gram positif, Streptococcus pneumonia. Virus penyebab tersering
pneumonia adalah respiratory syncytial virus (RSV), parainfluenza virus,
influenza virus dan adenovirus.3
Communityy-acquired acute pneumonia sering disebabkan oleh
streptokokkus pneumonia atau pneumokokkus, sedangkan pada
Community-acquired atypical pneumonia penyebab umumnya adalah
Mycopalsma pneumonia. Staphylokokkus aureus dan batang gram negatif
seperti Enterobacteriaceae dan Pseudomonas, adalah isolat yang tersering
ditemukan pada Hospital-acquired pneumonia.3

4. Klasifikasi Pneumonia
Menurut sifatnya, yaitu:
a. Pneumonia primer, yaitu radang paru yang terserang pada orang yang
tidak mempunya faktor resiko tertentu.
b. Pneumonia sekunder, yaitu terjadi pada orang dengan faktor predisposisi,
selain penderita penyakit paru lainnnya seperti COPD.1
Berdasarkan Kuman penyebab
a. Pneumonia bakterial / tipikal.
b. Pneumonia atipikal, disebabkan Mycoplasma, Legionella dan Chlamydia
c. Pneumonia virus, disebabkan oleh virus RSV, Influenza virus

18
d. Pneumonia jamur sering merupakan infeksi sekunder. Predileksi terutama
pada penderita dengan daya tahan lemah (immunocompromised).4
Berdasarkan klinis dan epidemiologi
a. Pneumonia komuniti (Community-acquired pneumonia= CAP) pneumonia
yang terjadi di lingkungan rumah atau masyarakat, juga termasuk
pneumonia yang terjadi di rumah sakit dengan masa inap kurang dari 48
jam.4
b. Penumonia nosokomial (Hospital-acquired Pneumonia= HAP) merupakan
pneumonia yang terjadi di “rumah sakit”, infeksi terjadi setelah 48 jam
berada di rumah sakit. Kuman penyebab yang sering di temukan yaitu
Staphylococcus aureus atau bakteri dengan gramm negatif lainnya seperti
E.coli, Klebsiella pneumoniae, Pseudomonas aeroginosa, Proteus, dll.
Tingkat resistensi obat tergolong tinggi untuk bakteri penyebab HAP.5
c. Pneumonia aspirasi
Berdasarkan lokasi infeksi
a. Pneumonia lobaris
Pneumonia focal yang melibatkan satu / beberapa lobus paru. Bronkus
besar umumnya tetap berisi udara sehingga memberikan gambaran
airbronchogram. Konsolidasi yang timbul merupakan hasil dari cairan
edema yang menyebar melalui pori-pori Kohn.4
b. Bronko pneumonia (Pneumonia lobularis)
Inflamasi paru-paru biasanya dimulai di bronkiolus terminalis. Bronkiolus
terminalis menjadi tersumbat dengan eksudat mukopurulen membentuk
bercak-bercak konsolidasi di lobulus yang bersebelahan.4
c. Pneumonia interstisial
Terutama pada jaringan penyangga, yaitu interstitial dinding bronkus dan
peribronkil. Terjadi edema dinding bronkioli dan juga edema jaringan
interstisial prebronkial.

5. Patofisiologi Pneumonia
Pneumonia yang dipicu oleh bakteri bisa menyerang siapa saja,
dari bayi sampai usia lanjut. Pecandu alcohol, pasien pasca operasi, orang-

19
orang dengan gangguan penyakit pernapasan, sedang terinfeksi virus atau
menurun kekebalan tubuhnya , adalah yang paling berisiko.6
Bakteri pneumonia itu ada dan hidup normal pada tenggorokan
yang sehat. Pada saat pertahanan tubuh menurun, misalnya karena
penyakit, usia lanjut, dan malnutrisi, bakteri pneumonia akan dengan cepat
berkembang biak dan merusak organ paru-paru.6
Kerusakan jaringan paru setelah kolonisasi suatu mikroorganisme
paru banyak disebabkan oleh reaksi imun dan peradangan yang dilakukan
oleh pejamu. Selain itu, toksin-toksin yang dikeluarkan oleh bakteri pada
pneumonia bakterialis dapat secara langsung merusak sel-sel system
pernapasan bawah. Ada beberapa cara mikroorganisme mencapai
permukaan:4
1. Inokulasi langsung
2. Penyebaran melalui pembuluh darah
3. Inhalasi bahan aerosol
4. Kolonisasi dipermukaan mukosa
Dari keempat cara tersebut diatas yang terbanyak adalah cara
kolonisasi. Secara inhalasi terjadi pada infeksi virus, mikroorganisme
atipikal, mikrobakteria atau jamur. Kebanyakan bakteri dengan ukuran 0,5
– 2,0 nm melalui udara dapat mencapai bronkus terminal atau alveoli dan
selanjutnya terjadi proses infeksi. Bila terjadi kolonisasi pada saluran
napas atas (hidung, orofaring) kemudian terjadi aspirasi ke saluran napas
bawah dan terjadi inokulasi mikroorganisme, hal ini merupakan permulaan
infeksi dari sebagian besar infeksi paru. Aspirasi dari sebagian kecil sekret
orofaring terjadi pada orang normal waktu tidur (50%) juga pada keadaan
penurunan kesadaran, peminum alkohol dan pemakai obat (drug abuse).4
Basil yang masuk bersama sekret bronkus ke dalam alveoli
menyebabkan reaksi radang berupa edema seluruh alveoli disusul dengan
infiltrasi sel-sel PMN dan diapedesis eritrosit sehingga terjadi permulaan
fagositosis sebelum terbentuknya antibodi.4
Pneumonia bakterialis menimbulkan respon imun dan peradangan
yang paling mencolok. Jika terjadi infeksi, sebagian jaringan dari lobus
paru-paru, ataupun seluruh lobus, bahkan sebagian besar dari lima lobus
paru-paru (tiga di paru-paru kanan, dan dua di paru-paru kiri) menjadi

20
terisi cairan. Dari jaringan paru-paru, infeksi dengan cepat menyebar ke
seluruh tubuh melalui peredaran darah. Bakteri pneumokokus adalah
kuman yang paling umum sebagai penyebab pneumonia.
6. Diagnosis Pneumonia
Gejala-gejala pneumonia serupa untuk semua jenis pneumonia. Gejalanya
meliputi:
Gejala Mayor: 1.Batuk
2.Sputum produktif
3.Demam (suhu>380C)
Gejala Minor: 1. sesak napas
2. nyeri dada
3. konsolidasi paru pada pemeriksaan fisik
4. jumlah leukosit >12.000/uL
Gambaran klinis biasanya didahului oleh infeksi saluran napas akut
bagian atas selama beberapa hari, kemudian diikuti dengan demam,
menggigil, suhu tubuh kadang-kadang melebihi 40º C, sakit tenggorokan,
nyeri otot dan sendi. Juga disertai batuk, dengan sputum mukoid atau
purulen, kadang-kadang berdarah.4
Pada pemeriksaan fisik dada terlihat bagian yang sakit tertinggal
waktu bernapas, pada palpasi fremitus dapat mengeras, pada perkusi
redup, pada auskultasi terdengar suara napas bronkovesikuler sampai
bronchial yang kadang-kadang melemah. Mungkin disertai ronkhi halus,
yang kemudian menjadi ronkhi basah kasar pada stadium resolusi.4

7. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium terdapat peningkatan jumlah
leukosit, biasanya >10.000/uL kadang-kadang mencapai 30.000/ul, dan
pada hitungan jenis leukosit terdapat pergeseran ke kiri serta terjadi
peningkatan LED. Untuk menentukan diagnosis etiologi diperlukan
pemeriksaan dahak, kultur darah dan serologi. Kultur darah dapat positif
pada 20-25% penderita yang tidak diobati. Anlalisa gas darah
menunjukkan hipoksemia dan hiperkarbia, pada stadium lanjut dapat
terjadi asidosis respiratorik.5
Gambaran Radiologis
Gambaran Radiologis pada foto thorax pada penyakit pneumonia antara
lain:
21
 Perselubungan/konsolidasi homogen atau inhomogen sesuai dengan
lobus atau segment paru secara anantomis.
 Batasnya tegas, walaupun pada mulanya kurang jelas.
 Volume paru tidak berubah, tidak seperti atelektasis dimana paru
mengecil. Tidak tampak deviasi trachea/septum/fissure/ seperti pada
atelektasis.
 Silhouette sign (+) : bermanfaat untuk menentukan letak lesi paru;
batas lesi dengan jantung hilang, berarti lesi tersebut berdampingan
dengan jantung atau di lobus medius kanan.
 Seringkali terjadi komplikasi efusi pleura.
 Bila terjadinya pada lobus inferior, maka sinus phrenicocostalis yang
paling akhir terkena.
 Pada permulaan sering masih terlihat vaskuler.
Pada masa resolusi sering tampak Air Bronchogram Sign
(terperangkapnya udara pada bronkus karena tidak adanya pertukaran
udara pada alveolus).

8. Komplikasi Pneumonia2
- Efusi pleura dan empiema
- Komplikasi sistemik (bakteriemia, dehidrasi, hiponatremia, anemia
pada infeksi kronik, peningguan ureum dan enzim hati)
- Hipoksemia akibat gangguan difusi.
- Abses Paru
- Pneumonia kronik
- Bronkiektasis

9. Prognosis Pneumonia
Angka morbiditas dan mortalitas pneumonia menurun sejak
ditemukannya antibiotik. Faktor yang berperan adalah patogenitas kuman,
usia, penyakit dasar dan kondisi pasien. Secara umum angka kematian
pneumonia pneumokokus adalah sebesar 5%, namun dapat meningkat
menjadi 60% pada orang tua dengan kondisi yang buruk misalnya
gangguan imunologis, sirosis hepatis, penyakit paru obstruktif kronik, atau
kanker. Adanya leukopenia, ikterus, terkenanya 3 atau lebih lobus dan
komplikasi ekstraparu merupakan petanda prognosis yang buruk. Kuman
gram negatif menimbulkan prognosis yang lebih jelek.7

22
C. PPOK
1. Definisi
Penyakit paru obstruksi kronik adalah penyakit paru kronik yang
ditandai dengan gejala pernapasan persisten dan hambatan aliran udara
dikarenakan abnormalitas saluran napas dan/atau alveoli biasanya
disebabkan oleh paparan partikel atau gas berbahaya yang signifikan.
Hambatan aliran udara kronis pada PPOK memiliki karakteristik
disebabkan oleh penyakit aliran udara kecil (seperti bronchiolitis) dan
dekstruksi parenkim (emphisema), yang bervariasi untuk setiap orang.8

2. Prevalensi
Diperkirakan jumlah pasien PPOK sedang hingga berat asia tahun
2006 mencapai 56,6 juta pasien dengan prevalens 6,3%. Angka prevalens
berkisar 3,5-6,7% seperti di cina dengan angka kasus mencapai 38,160 juta
jiwa, jepang sebanyak 5.014 juta jiwa, dan Vietnam sebesar 2.068 juta
jiwa. Di Indonesia diperkirakan terdapat 4,8 juta pasien dengan prevalens
5,6%. Angka ini bisa meningkat dengan makin banyaknya jumlah perokok
karena 90% pasien PPOK adalah perokok atau mantan rokok.9

3. Faktor Risiko10
1. Asap rokok
2. Polusi udara
 Polusi di dalam ruangan
o Asap rokok
o Asap kompor
 Polusi di luar ruangan
o Gas buang kendaraan bermotor
o Debu jalanan
 Polusi tempat kerja (bahan kimia,zat iritasi,gas beracun)
3. Gen

23
Factor resico genetic yang paling sering terjadi adalah α-1
antitrypsin sebagai inhibitor dari protease serin.

4. Patogenesis
Peradangan merupakan elemen kunci terhadap patogenesis PPOK.
Inhalasi asap rokok atau gas berbahaya lainnya mengaktivasi makrofag
dan sel epitel untuk melepaskan faktor kemotaktik yang merekrut lebih
banyak makrofag dan neutrofil.8 Kemudian, makrofag dan neutrofil ini
melepaskan protease yang merusak elemen struktur pada paru-paru.
Protease sebenarnya dapat diatasi dengan antiprotease endogen namun
tidak berimbangnya antiprotease terhadap dominasi aktivitas protease yang
pada akhirnya akan menjadi predisposisi terhadap perkembangan PPOK.
Pembentukan spesies oksigen yang sangat reaktif seperti superoxide,
radikal bebas hydroxyl dan hydrogen peroxide telah diidentifikasi sebagai
faktor yang berkontribusi terhadap patogenesis karena substansi ini dapat
meningkatkan penghancuran antiprotease.9
Inflamasi kronis mengakibatkan metaplasia pada dinding epitel
bronchial, hipersekresi mukosa, peningkatan massa otot halus, dan
fibrosis. Terdapat pula disfungsi silier pada epitel, menyebabkan
terganggunya klirens produksi mukus yang berlebihan. Secara klinis,
proses inilah yang bermanifestasi sebagai bronchitis kronis, ditandai oleh
batuk produktif kronis. Pada parenkim paru, penghancuran elemen
structural yang dimediasi protease menyebabkan emfisema. Kerusakan
sekat alveolar menyebabkan berkurangnya elastisitas recoil pada paru dan
kegagalan dinamika saluran udara akibat rusaknya sokongan pada saluran
udara kecil non-kartilago. Keseluruhan proses ini mengakibatkan obstruksi
paten pada saluran napas dan timbulnya gejala patofisiologis lainnya yang
karakteristik untuk PPOK.10
Obstruksi saluran udara menghasilkan alveoli yang tidak terventilasi
atau kurang terventilasi; perfusi berkelanjutan pada alveoli ini akan
menyebabkan hipoksemia (PaO2 rendah) oleh ketidakcocokan antara

24
ventilasi dan aliran darah (V/Q tidak sesuai). Ventilasi dari alveoli yang
tidak perfusi atau kurang perfusi meningkatkan ruang buntu (Vd),
menyebabkan pembuangan CO2 yang tidak efisien. Hiperventilasi biasanya
akan terjadi untuk mengkompensasi keadaan ini, yang kemudian akan
meningkatkan kerja yang dibutuhkan untuk mengatasi resistensi saluran
napas yang telah meningkat, pada akhirnya proses ini gagal, dan terjadilah
retensi CO2 (hiperkapnia) pada beberapa pasien dengan PPOK berat.10

5.Gambaran klinis
a. Anamnesis:
 Riwayat merokok atau bekas perokok dengan atau tanpa gejala
pernapasan
 Riwayat terpajan zat iritan yang bermakna di tempat kerja
 Riwayat penyakit emfisema pada keluarga
 Terdapat faktor predisposisi pada masa bayi/anak, misal berat badan
lahir rendah (BBLR), infeksi saluran napas berulang, lingkungan asap
rokok dan polusi udara
 Batuk berulang dengan atau tanpa dahak
 Sesak dengan atau tanpa bunyi mengi
b. Pemeriksaan fisik
PPOK dini umumnya tidak ada kelainan
 Inspeksi
- Pursed - lips breathing (mulut setengah terkatup mencucu)
- Barrel chest (diameter antero - posterior dan transversal sebanding)
- Penggunaan otot bantu napas
- Hipertropi otot bantu napas
- Pelebaran sela iga
- Bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat denyut vena jugularis
di leher dan edema tungkai
- Penampilan pink puffer (empisema) atau blue bloater (bronkitis)

25
 Palpasi
Pada emfisema fremitus melemah, sela iga melebar
 Perkusi
Pada emfisema hipersonor dan batas jantung mengecil, letak
diafragma rendah, hepar terdorong ke bawah
 Auskultasi
1. Suara napas vesikuler normal, atau melemah
2. Terdapat ronki dan atau mengi pada waktu bernapas biasa atau pada
ekspirasi paksa
3. Ekspirasi memanjang
4. Bunyi jantung terdengar jauh

6. Diagnosis10
Gejala dan tanda PPOK sangat bervariasi, mulai dari tanda dan
gejala ringan hingga berat. Pada pemeriksaan fisik tidak ditemukan
kelainan sampai ditemukan kelainan yang jelas dan tanda inflasi paru.
Diagnosis PPOK dipertimbangkan bila timbul tanda dan gejala seperti
pada tabel berikut:
Tabel 1. Indikator kunci untuk mendiagnosis PPOK

Gejala Keterangan
Sesak Progresif (sesak bertambah berat
seiring berjalannya waktu)
Bertambah berat dengan aktivitas
Persisten (menetap sepanjang hari)
Pasien mengeluh berupa “perlu
usaha untuk bernapas”
Berat, sukar bernapas, terengah-
engah

26
Batuk Kronik Hilang timbul dan mungkin tidak
berdahak

Batuk kronik berdahak Setiap batuk kronik berdahak dapat


mengindikasikan PPOK

Riwayat terpajan factor resiko Asap rokok


Debu
Bahan kimia di tempat kerja
Asap dapur

7. Pemeriksaan Penunjang
 Pemeriksaan rutin:
a. Faal paru
Spirometri (VEP1, VEP1 prediksi, KVP, VEP1/KVP)
- Obstruksi ditentukan oleh nilai VEP1 prediksi ( % ) dan atau
VEP1/KVP (%).
Obstruksi : % VEP1(VEP1/VEP1 pred) < 80% VEP1%
(VEP1/KVP) < 75 %
- VEP1 merupakan parameter yang paling umum dipakai untuk
menilai beratnya PPOK dan memantau perjalanan penyakit.
- Apabila spirometri tidak tersedia atau tidak mungkin dilakukan,
APE meter walaupun kurang tepat, dapat dipakai sebagai
alternatif dengan memantau variabiliti harian pagi dan sore, tidak
lebih dari 20%
b. Uji bronkodilator
c. Darah rutin
Hb, Ht, leukosit
d. Radiologi
 Foto toraks PA dan lateral berguna untuk menyingkirkan penyakit
paru lain.
 Pada emfisema terlihat gambaran :

27
- Hiperinflasi
- Hiperlusen
- Ruang retrosternal melebar
- Diafragma mendatar
- Jantung menggantung (jantung pendulum / tear drop / eye drop
appearance)
 Pada bronkitis kronik :
- Normal
- Corakan bronkovaskuler meningkat pada 21 % kasus
Pada bronkitis kronis, foto thoraks memperlihatkan tubular
shadow berupa bayangan garis-garis yang paralel keluar dari hilus
menuju apeks paru dan corakan paru yang bertambah.Pada emfisema,
foto thoraks menunjukkan adanya hiperinflasi dengan gambaran
diafragma yang rendah dan datar, penciutan pembuluh darah
pulmonal, dan penambahan cortakan ke distal.

Normal Hyperinflation

PPOK harus dipertimbangkan pada penderita dengan keluhan


batuk dengan dahak atau sesak napas dan atau riwayat terpapar faktor
resiko. Diagnosis dipastikan dengan pemeriksaan obyektif adanya
hambatan aliran udara (dengan spirometri).

8. Diagnosa Banding

28
9. Penatalaksanaan10
Tujuan dari manajemen PPOK adalah untuk meningkatkan status
fungsional pasien dan kualitas hidup dengan menjaga fungsi paru-paru
yang optimal, menurunkan gejala, menurunkan kematian,mencegah dan
menangani komplikasi dan mencegah kekambuhan eksaserbasi. Setelah
diagnosis PPOK ditegakkan, penting untuk memberitahu pasien tentang
penyakit dan untuk mendorong partisipasi aktif dalam terapi.
Penatalaksanaan secara umum PPOK meliputi :
1. Edukasi
Secara Umum bahan edukasi yang harus diberikan adalah :
- Pengetahuan dasar tentang PPOK
- Obat – obatan, manfaat dan efek sampingnya
- Cara pencegahan perburukan penyakit
- Menghindari pencetus
- Berhenti merokok
2. Obat – obatan
- Bronkodilator
- Anti inflamasi
- Anti biotik
- Mukolitik
3. Rehabilitasi
4. Terapi oksigen
5. Ventilasi mekanis
6. Nutrisi

29
D. Tatalaksana Rehabilitasi Medik
a. BED EXERCISE11

30
b. BREATHING EXERCISE12
Pernapasan Diafragma
Teknik ini melibatkan pelatihan pasien tersebut untuk menggunakan
diafragmanya saat merelaksasi otot abdominalnya selama inspirasi. Pasien
tersebut dapat merasakan naiknya abdomen, sementara dinding toraksnya
masih diam.

Pursed Lip Breathing


Pernapasan bibir yang disokong, yaitu bibir pasien disokong saat ekspirasi
untuk mencegah terjebaknya udara akibat kolapsnya jalan udara yang kecil.

Teknik Batuk Terkontrol


Teknik ekspirasi kuat yang terkontrol untuk pengeluaran sekret tanpa
menyebabkan kolaps saluran nafas. Teknik ini akan lebih mudah jika
dilakukan pada posisi berdiri atau duduk tegak. Teknik yang dianjurkan
adalah sebagai berikut:13
Langkah 1. Tarik nafas pelan dan dalam dengan menggunakan pernafasan
diafragma.
Langkah 2. Tahan nafas sekitar 2 detik untuk menutup glotis.

Langkah 3. Batukkan dengan cara mengkontraksikan abdomen, buka


glotis dan secara kuat dan cepat batukkan sambil
mengkontraksikan abdomen dan sedikit membungkuk. Teknik
batuk ini dikerjakan 2-3 kali dengan mulut terbuka tanpa sela
menarik nafas.
Langkah 4. Jeda sejenak, gunakan pernafasan dalam pelan dengan dengusan
ringan (sniffing gently) untuk mencegah sekret masuk kembali
Langkah 5. Ulangi prosedur langkah diatas 2-3 kali, kemudian istirahat dan
nafas secara normal

Batuk yang dibantu


Tekanan diberikan pada abdomen selama ekshalasi.

Teknik Huffing
Sama dengan teknik batuk terkontrol kecuali glotis tetap terbuka. Pasien
inhalasi dalam dan secara cepat mengeluarkan nafas dengan kontraksi

31
abdomen dengan mengatakan ”ha-ha-ha”. Keuntungan teknik ini adalah
tidak melelahkan, tidak menimbulkan spasme bronkhus dan kurang
menyebabkan kolaps jalan nafas.13

c. CHEST THERAPY13
Drainase Postural
Penggunaan posisi yang terbantu oleh gravitasi dapat memperbaiki
mobilitas sekret.

Perkusi Manual
Perkusi atau vibrasi dinding toraks dapat membantu mobilisasi sekret.

32
SIX MINUTES WALKING TEST
Indikasi terkuat untuk 6 minutes walking test (6MWT) ini adalah
untuk mengukur respon intervensi medis terhadap pasien yang memiliki
penyakit jantung atau paru derajat sedang sampai berat. 6MWT ini juga
digunakan untuk mengukur status fungsional pasien, seperti memperkirakan
morbiditas dan mortalitas. Setelah keadaan pasien membaik, stabil dan pasien
direncanakan untuk memulai aktivitas kembali, 6MWT ini sebaiknya
dilakukan, sebagai pelengkap uji latihan jantung paru, bukan sebagai
penggantinya. 6MWT memberikan informasi dengan indeks yang lebih baik
dalam hal kemampuan aktivitas harian pasien daripada penggunaan oksigen
tertinggi pasien. Hal ini bertujuan untuk menentukan aktivitas yang dapat
pasien lakukan dan aktivitas yang harus dibatasi atau harus pasien tunda
dahulu sampai terdapat perbaikan hasil uji jantung paru lebih lanjut. 14
Kontraindikasi absolut dari 6MWT yaitu angina pektoris tak stabil dan
infark miokard pada bulan sebelumnya. Kontraindikasi relatif meliputi denyut
jantung istirahat lebih dari 120 kali per menit, tekanan sistolik lebih dari 180

33
mm Hg, dan tekanan diastolik lebih dari 100 mm Hg. Hasil pemeriksaan
EKG dalam 6 bulan terakhir juga harus dievaluasi sebelum dilakukan 6MWT.
Pasien dengan angina pektoris yang stabil harus mendapat obat antiangina
sebelum menjalani tes ini dan nitrat sublingual harus disiapkan. Hal ini untuk
mencegah kolapsnya pasien saat menjalani tes.14
1. Tes sebaiknya dilakukan di tempat yang dapat dengan cepat mendapat
respon kegawatdaruratan
2. Persediaan yang harus ada meliputi oksigen, nitrogliserin sublingual,
aspirin, dan albuterol (MDI/nebulizer), serta telepon atau apapun yang
dapat digunakan untuk memanggil bantuan dengan cepat
3. Profesional/tenaga terlatih yang mendapat sertifikasi untuk resusitasi
jantung paru, minimal Basic Life Support.
4. Dokter tidak harus berada selama tes, tetapi dokter yang menentukan
pemeriksaan/tes yang peru dilakukan, dan menentukan sendiri apakah
kehadirannya sangat diperlukan atau tidak.
5. Jika pasien dalam terapi oksigen jangka panjang, oksigen harus
diberikan pada kadar standar atau sesuai ketentuan dokter atau protokol.
6MWT harus segera dihentikan jika didapatkan (1) nyeri dada, (2)
sesak napas, (3) keram kaki, (4) berkeringat berlebihan, (5) penampilan
memucat. Petugas harus terlatih dalam mengidentifikasi gejala-gejala ini. Hal
yang harus dievaluasi adalah tekanan darah, denyut nadi, saturasi oksigen dan
evaluasi dari dokter. 14

Aspek Teknik 6 Minutes Walking Test


6MWT sebaiknya dilakukan di dalam ruangan, datar, lurus, permukaan
lantai keras sehingga memudahkan melangkah di atasnya. Jika cuaca
memungkinkan, tes dapat dilakukan di luar ruangan. Panjang ruangan sekitar
30 meter, diberi tanda untuk setiap 3 meter. Titik putar balik sebaiknya
ditandai dengan kerucut pembatas jalan (yang biasanya berwarna oren). Garis
mulai dan akhir untuk setiap 60 meter ditandai di lantai dengan penanda
(pita/label lantai) berwarna lebih terang. Tes menggunakan treadmill tidak
direkomendasikan berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, karena pasien
tidak dapat memicu dirinya sendiri untuk mempercepat jalan dikarenakan

34
kecepatan treadmill yang sudah ditentukan konstan sesuai pasien. Sehingga
hasil yang didapatkan lebih rendah 14% dari hasil pemeriksaan standar.14
Alat yang dibutuhkan14
1. Penghitung mundur waktu
(stopwatch)
2. Penghitung lap mekanik
3. 2 kerucut kecil sebagai
penanda titik putar balik
4. Kursi yang mudah
dipindahkan selama tes
5. Tabel di papan tulis untuk
mencatat hasil tes
6. Sumber oksigen
7. Sphygmomanometer
8. Telepon
9. Defibrilator elektronik
automatis
Persiapan pasien14
1. Memakai pakaian yang nyaman
2. Memakai sepatu yang nyaman dan sesuai
3. Menggunakan alat bantu jalan yang biasa pasien gunakan
4. Mengkonsumsi obat yang biasa pasien konsumsi
5. Makanan ringan dapat diberikan sebelum tes pada pagi hari atau siang
hari
6. Pasien harus tidak beraktivitas berat dalam 2 jam sebelum memulai tes
Pengukuran14
1. Pengulangan tes harus dilakukan pada waktu yang sama dalam setiap
hari dilakukan tes untuk meminimalkan variabilitas dalam hari. Tes
dilakukan 2x dengan jarak 1 jam setelah tes yang pertama selesai
dilakukan.
2. Pemanasan sebelum tes sebaiknya tidak dilakukan.
3. Pasien harus duduk di kursi dekat dengan posisi mulai, setidaknya 10
menit sebelum tes dimulai. Selama waktu ini, periksa apakah ada
kontraindikasi, ukur nadi dan tekanan darah, pastikan pakaian dan
sepatu yang digunakan sesuai.
4. Saturasi oksigen adalah opsi yang dapat diperiksa.
5. Ukur batas bawah sesak dan kelelahan pasien menggunakan Borg scale
6. Atur penghitung lap di angka 0, dan penghitung waktu mundur di angka
6 menit. Lalu pasien bersiap di posisi mulai.

35
7. Instruksikan pasien untuk berjalan sejauh semaksimal yang pasien bisa
tempuh selama 6 menit di ruangan yang telah disiapkan tersebut.
8. Posisikan pasien di garis mulai, petugas tidak perlu jalan mengikuti
pasien. Segera setelah pasien mulai jalan, penghitung waktu mundur
pun mulai.
9. Jangan berbicara pada siapapun selama pasien menjalani tes. Perhatikan
pasien, dan katakan kalimat yang menandai berapa menit waktu yang
telah dilewati dan mengapresiasi yang telah pasien lakukan tanpa
mengindikasikan pasien untuk bergerak lebih cepat. Jangan teralihkan
dan lupa berapa lap yang telah pasien lewati. Tandai setiap lap yang
pasien lalui di tabel di papan tulis, biarkan pasien melihat hasilnya.
10. Post-test: catat Brog scale setelah tes, untuk menilai sesak dan
kelelahan pasien, dan tanyakan apa yang membatasi pasien untuk
menempuh jarak yang lebih jauh.
11. Jika menggunakan pulse oximeter, ukut saturasi oksigen dan nadi
pasien.
12. Catat berapa lap yang berhasil pasien tempuh
13. Catat tambahan jarak yang tersisa dari lap terakhir
14. Beri selamat kepada pasien karena telah memberikan perjuangan
terbaiknya dan tawarkan pasien untuk meminum air.
Faktor Perbedaan Hasil 6MWT14
Faktor yang mengurangi hasil:
Postur tubuh yang lebih pendek
Usia lebih tua
Berat badan berlebih
Jenis kelamin perempuan
Gangguan kognitif
bbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbb
Koridor tes yang lebih pendek
Penyakit paru dan kardiovaskular
Kelainan muskuloskeletal
Faktor yang meningkatkan hasil:
Postur tubuh yang lebih tinggi (kaki lebih panjang)
Jenis kelamin laki-laki
Motivasi tinggi
Pasien yang sudah pernah melakukan tes ini
Mengkonsumsi obat penyakit terkait sesaat sebelum tes
Suplementasi oksigen pada pasien hipoksemia karena latihan fisik

36
37
DAFTAR PUSTAKA

1. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses


Penyakit, edisi 6, volume 2. Jakarta: EGC; 2005.
2. Soedarsono. Buku Ajar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya: Bagian Ilmu
Penyakit Paru FK UNAIR; 2004.
3. Aru W, Bambang, Idrus A, Marcellus, Siti S, ed. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Jilid II, edisi 4. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen
IPD RSCM; 2007.
4. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI). Pedoman Diagnosis dan
Penatalaksanaan Pneumonia Komuniti. Jakarta: Perhimpunan Dokter
Paru Indonesia; 2003.
5. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI). Pedoman Diagnosis dan
Penatalaksanaan Pneumonia Nosokomial. Jakarta: Perhimpunan
Dokter Paru Indonesia; 2003.
6. Dahlan, Z. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Pulmonologi. Jakarta:
Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
kedokteran Universitas Indonesia; 2006.
7. Niederman MS. Recent advances in community-acquired pneumonia
inpatient and outpatient. Chest 2007;131;1205.
8. GOLD Committes. Global Initiative for Chronic Obstructive Lung
Disease. GOLD Website 2018.
9. Danusantoso Halim. Buku Saku Ilmu Penyakit Paru. Jakarta:
Hipokrates; 2000.
10. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI). Penyakit Paru Obstruksif
Kronik. Jakarta: Perhimpunan Dokter Paru Indonesia; 2011.
11. University Hospital Southampton (NHS). Bed exercise-patient
information. England: University Hospital Southampton; 2017.
12. Garisson Susan J. Dasar-Dasar Terapi dan Rehabilitasi Fisik. Texas:
Departement of Physical Medicine and Rehabilitation; 2001.
13. Laswati H, Andriati, Pawana A, Arfianti L. Buku Ajar Dokter Muda:
Ilmu Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi. Surabaya: Departemen Ilmu
Kedokteran Universitas Airlangga; 2013.
14. American Thoracic Society. ATS Statement: Guidelines for the Six-
Minute Walk Test. America: ATS; 2002.

38
39

Anda mungkin juga menyukai