Anda di halaman 1dari 39

LAPORAN KASUS

“Seorang Laki-laki usia 39 Tahun dengan Keluhan Demam Tinggi”

Diajukan untuk memenuhi laporan kasus untuk syarat dalam menempuh Program
Pendidikan Kepaniteraan Umum Ilmu Penyakit Dalam

di Rumah Sakit Umum Daerah Tugurejo

Disusun oleh:

Siti Nurfaizah

H3A019020

Pembimbing:

dr. Theresia Primawati Kartini, Sp.PD

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM


RSUD TUGUREJO SEMARANG

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
SEMARANG
2019
HALAMAN PENGESAHAN

Nama : Siti Nurfaizah


NIM : H3A019020
Fakultas : Kedokteran Umum
Universitas : Universitas Muhammadiyah Semarang
Stase : Ilmu Penyakit Dalam
Pembimbing : dr. Theresia Primawati Kartini, Sp.PD

Telah diperiksa dan disahkan pada tanggal Oktober 2019

Pembimbing,

dr. Theresia Primawati Kartini, Sp.PD


DAFTAR MASALAH

TANGGAL AKTIF PASIF

-
1. Dengue Hemorrhagic Fever
17 Oktober 2019
Grade 2
BAB I
STATUS PASIEN

a. IDENTITAS PENDERITA
Nama : Nn.H
Umur : 39 tahun
Alamat : Semarang Indah blok XIX Tawang Semarang
Pekerjaan :-
Agama : Kristen
Status : belum menikah
Pendidikan :-
Bangsal : Dahlia 4
No. RM : 5883XX
Tanggal Masuk RS : 17 Oktober 2019
Tanggal Pemeriksaan : 17 Oktober 2019

b. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan di Bangsal Dahlia 4, tanggal 18 Oktober 2019 secara
autoanamnesis.
1. Keluhan Utama : Demam tinggi 6 Hari SMRS
2. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke IGD RSUD Tugurejo Semarang hari Kamis,
tanggal 17 Oktober 2019 pukul 13.41 WIB dengan keluhan demam
sejak 6 hari SMRS. Awal mula pasien mengeluhkan demam mendadak
di siang hari saat sedang bekerja. Demam dirasakan terus menerus.
Demam sangat mengganggu aktifitas, tidak ada faktor yang
memperberat dan memperingan demam. Demam disertai dengan badan
lemas, menggigil,. Demam dirasa memuncak di hari ketiga lalu pasien
membawa berobat ke puskesmas. Setelah meminum obat dari
puskesmas tersebut demam hanya turun bila diminumi obat, dan nanti
akan naik lagi setelah beberapa jam. Lalu pasien merasa badanya
semakin sakit tidak enak dan pasien memriksakan ulang ke klinik dan
dilakuka cek laboratorium didapatkan dan didapatkan hasil Hemoglobin
15,0 gr/dL, leukosit 8000 mm3, trombosit 103.000/ mm3. Pasien juga
mengeluhkan perut nyeri di ulu hati, mual serta muntah apabila bila
diberi makan, serta sakit kepala hingga terasa berat, pasien juga
mengeluhkan kulit terdapat bercak kemerahan pada bagian tangan dan
kaki. Pasien tidak ada mimisan maupun gusi berdarah
BAB dan BAK dalam batas normal. Pasien mengakui bahwa
disekitar rumah serta tempat bekerja banyak genangan air yang menjadi
sarang nyamuk.

3. Riwayat Penyakit Dahulu


a. Riwayat keluhan serupa : disangkal
b. Riwayat hipertensi : disangkal
c. Riwayat penyakit jantung : disangkal
d. Riwayat penyakit paru : disangkal
e. Riwayat penyakit ginjal : disangkal
f. Riwayat asma : disangkal
g. Riwayat DM : disangkal
h. Riwayat obat-obatan : disangkal
i. Riwayat penyakit maag : disangkal
j. Riwayat alergi : disangkal

4. Riwayat Penyakit Keluarga


a. Riwayat sakit serupa : disangkal
b. Riwayat hipertensi : disangkal
c. Riwayat penyakit jantung : disangkal
d. Riwayat penyakit ginjal : disangkal
e. Riwayat asma : disangkal
f. Riwayat DM : disangkal
g. Riwayat alergi : disangkal

5. Riwayat Kebiasaan
a. Riwayat merokok : disangkal
b. Riwaya alkohol : disangkal
c. Riwayat kurang konsumsi air minum : disangkal
d. Lingkungan rumah cukup bersih : diakui
e. Lingkungan banyak genangan air : diakui
f. Lingkungan banyak saramg nyamuk : diakui
g. Sanitasi, ketersediaan air bersih cukup: diakui
h. Konsumsi makanan : Asin (-), Pedas (+), Asam (-)

6. Riwayat sosial ekonomi


Sanitasi lingkungan kurang bersih. Terdapat selokan di belakang
rumah dan tempat kerja dan sebagai sarang nyamuk. Pembayaran
menggunakan BPJS. Kesan ekonomi cukup.

7. Anamnesis Sistemik:
a. Sistem indera : bibir biru (-), penglihatan berkurang (-),
telinga berdenging (-), hidung mimisan (-),
lidah kotor (-)
b. Sistem neuropsikiatri : pusing (-), kepala berat (+), cemas (-)
c. Sistem respirasi : batuk (-), sesak nafas (-), pilek (-)
d. Sistem kardiovaskuler: Sesak nafas (-) , nyeri dada (-), berdebar –

debar (-)
e. Sistem gastrointestinal : Mual (+), muntah (+), nyeri ulu hati (+),
diare (-), sulit BAB (-), perut kembung (-)
f. Sistem muskuloskeletal: nyeri otot (-), nyeri sendi (-)
g. Sistem genitourinaria : Sering kencing (-), nyeri saat kencing
(-), anyang- anyangan (-), panas saat
BAK (-)
h. Ekstremitas:
1) Atas: bengkak (-), Luka (-), gemetar (-), kesemutan(-),sakit
sendi (-), bercak kemerahan / ptekie (+/+).
2) Bawah: bengkak (-), Luka (-), gemetar (-), jari dingin (-),
kesemutan di kaki (-), sakit sendi (-), bercak
kemerahan / ptekie (+/+).
i. Sistem Integumentum : Kulit kuning (-), pucat (-), gatal (-), Kulit
bercak kemerahan (+)

C. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik dilakukan di Bangsal Dahlia 4, tanggal 17 Oktober 2019
1. Keadaan Umum : Lemas
2. Kesadaran : Compos mentis
3. GCS : E4M6V5 = 15
4. Vital sign : TD : 101/54 mmHg
Nadi : 102 x/menit, reguler
RR : 18 x/menit
T : 38,3C (axiler)
Status Gizi :TB : 150 cm
BB : 45 kg
IMT : 19,39 (normoweight)
5. Skala nyeri :0
6. Risiko jatuh : 20 (Risiko ringan)
7. Status Generalis
a. Kepala : mesocephal
b. Mata : konjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-), pupil
anisokor (-/-)
c. Telinga : deformitas (-/-), nyeri (-/-), darah (-/-)
d. Hidung : deformitas (-/-), epistaksis (-/-), nafas cuping hidung (-/-)
e. Mulut : bibir kering (-), sianosis (-), lidah kotor (-), gusi berdarah
(-)
f. Leher : pembesaran KGB (-), deviasi trakea (-), penggunaan otot
bantu pernafasan strenocleidomastoideus

g. Thoraks
1) Jantung
a) Inspeksi : Ictus codis tidak tampak
b) Palpasi : ictus cordis teraba (-), pulsus epigastrium (-),
pulsus parasternal (-), thrill(-), sternal lift (-)
c) Perkusi
o Atas jantung : ICS 2 linea parasternal
sinistra
o Pinggang jantung : ICS 3 linea parasternalis
sinistra
o Kiri bawah jantung : ICS 5 linea midclavicularis
sinistra 2 cm ke medial
o Kanan bawah jantung : ICS 5 linea parasternalis
dextra
 Auskultasi : BJ ireguler (-)
Bising jantung / murmur (-)
2) Pulmo

PULMO DEXTRA SINISTRA


Depan

1. Inspeksi

Bentuk dada Datar Datar

Hemitorax Simetris statis dinamis Simetris statis dinamis

Warna Kemerahan Tampak kemerahan

2. Palpasi

Nyeri tekan (-) (-)

Stem fremitus (+) normal,Kanan = kiri (+) normal, Kanan = kiri

3. Perkusi Sonor seluruh lapang paru sonor seluruh lapang paru

4. Auskultasi

Suara dasar Vesikuler Vesikuler

Suara tambahan

 Wheezing (-) (-)


 Ronki kering (-) (-)
 Ronki basah (-) (-)
 Stridor (-) (-)

Belakang

1. Inspeksi

Warna Kulit tampak ada bercak Kulit tampak ada bercak


kemerahan (ptekie) kemerahan (ptekie)

2. Palpasi

Nyeri tekan (-) (-)

Stem Fremitus Tidak ada pengerasan dan Tidak ada pengerasan dan
pelemahan pelemahan

3. Perkusi

Lapang paru sonor seluruh lapang paru sonor seluruh lapang paru

4. Auskultasi

Suara dasar Vesikuler Vesikuler

Suara tambahan

 Wheezing - -

 Ronki kering - -
 Ronki basah - -

 Stridor - -

8. Abdomen
1) Inspeksi : Datar, warna kulit tampak kemerahan, massa (-)
2) Auskultasi : bising usus (+) 10x/menit
3) Perkusi : tympani seluruh lapang abdomen pekak sisi (+),
Pekak alih (-)
4) Palpasi : nyeri tekan (-), Hepar dan Lien teraba (-)

9. Ekstremitas

Superior Inferior

Akral dingin (-/-) (-/-)


Udem (-/-) (-/-)
Sianosis (-/-) (-/-)
Capillary refill <2”/<2” <2”/<2”
Ulkus (-/-) (-/-)
Ptekie (+/+) (+/+)

c. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Darah Lengkap (17 Oktober 2019)

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal


Leukosit 78,0 10^3/ul 3.8 – 10.6
Eritrosit 5,17 10^3/ul 4.4 – 5.9
Hemoglobin 15,0 g/dl 13.2 – 17.3
Hematokrit L 38,70 % 40 – 52
MCV 87,3 Fl 80 – 100
MCH 29,00 Pg 26 – 34
MCHC L 33,30 g/dl 32 – 36
Trombosit 103 10^3/ul 140 – 392
RDW H 14,90 % 11.5 – 14.5

Pemeriksaan Sero-Imun (Serum) B


Widal (serum/plasma)
S. Typhi O 1/160 Negatif
S. Typhi H Negatif Negatif

Darah Lengkap (18 Oktober 2019) 09.06 WIB

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal


Leukosit 7.28 10^3/ul 3.8 – 10.6
Eritrosit 4.41 10^3/ul 4.4 – 5.9
Hemoglobin 12.70 g/dl 11.7-15.5
Hematokrit 36.10 % 35-47
MCV 81.90 Fl 80 – 100
MCH 28.80 Pg 26 – 34
MCHC 35.20 g/dl 32 – 36
Trombosit L 106 10^3/ul 140 – 392
RDW H 12,00 % 11.5 – 14.5
MPV 10.20 Fl
PLCR 25.2 %
Eosinofil absolute L 0,00 10^3/ul 0.045 – 0.44
Basofil absolute 0.02 10^3/ul 0 – 0.2
Neutrofil absolute 5,22 10^3/ul 1.8 – 8
Limfosit absolute 1,75 10^3/ul 0.9 – 5.2
Monosit absolute 0.29 10^3/ul 0.16 – 1
Eosinofil L 0,00 % 2–4
Basofil 0.30 % 0–1
Neutrofil H 71.70 % 50 – 70
Limfosit L 24.00 % 25 – 40
Monosit 4.00 % 2– 8

Pemeriksaan Sero-Imun (Serum) B


Dengue IgM, IgG
Anti Dengue IgM Negatif Negatif
Anti Dengue IgG Positif Negatif

d. DAFTAR ABNORMALITAS
Pemeriksaan
Anamnesis Pemeriksaan Fisik
Penunjang

1. Demam (6 hari SMRS) 7. Ptekie (kedua 8. 13.Trombosit L 106 (140-


2. Badan lemas
tangan dan kedua 392)
3. Mengigil
4. Mual muntah kaki) 9. 14. Eosinophil L
5. Ada bercak kemerahan
0,00(0.045-0.44)
di bagian kedua tangan 10. 15. Neutrofil H 71,70 (50-
dan kedua kaki 70)
6. Disekitar rumah pasien 11. 16. Limfosit L 24,00 (25-
terdapat selokan . 40)
12. 18. Anti Dengue IgG
Positif

e. DAFTAR MASALAH
1. Dengue Hemorrhagic Fever grade 2 : (1,2,3,4,5,6,7,8,9,10,11,12)

f. RENCANA PEMECAHAN MASALAH


1. Dengue Hemorrhagic Fever grade 2
Assesment =
a. Etiologi : virus dengue
b. Faktor resiko : sanitasi lingkungan buruk
c. Komplikasi : oedema paru, gangguan ginjal, ensefalopaty
dengue

Initial plan
a. Diagnosis: -
b. Terapi
1) Non medikamentosa
 Bedrest
2) Medikamentosa =
 infus RL 30 tpm
 Paracetamol 3 x 500 mg
 Vitamin B Complek tab 2x1
c. Monitoring
 Keadaan Umum
 Tanda-tanda vital
 Cek darah rutin pagi-sore
d. Edukasi
 Anjurkan makan perlahan
 Anjurkan banyak minum air putih

I. PROGRES NOTE
Tanggal Follow up
18/ 10/ 2019 S Pasien mengatakan mual berkurang,
pusing
O KU: Cukup
Kesadaran compos mentis
TD: 88/64 mmHg
N: 85x/menit
RR: 20x/menit
Suhu: 36,7ºC
A DHF
P Monitoring KU, TTV
Inf.RL 20 tpm
Paracetamol tab 3 x 500mg
Sucralfat Syr 3x15cc
19/ 10/ 2019 S Pasien mengatakan mual muntah
O KU: baik
Kesadaran compos mentis
TD: 90/54 mmHg
N: 94x/menit
RR: 22x/menit
Suhu: 36,5 ºC
A DHF
P Monitoring KU, TTV
Inf.RL 20 tpm
Inj. Ondansentron 2x1
Paracetamol tab 3 x 500mg
Sucralfat Syr 3x15cc
20/ 10/ 2019 S Pasien mengatakan mual berkurang
O KU: baik
Kesadaran compos mentis
TD: 1590/59mmHg
N: 81x/menit
RR: 22x/menit
Suhu: 36,5 ºC
A DHF
P Monitoring KU, TTV
Inf.RL 20 tpm
Paracetamol tab 3 x 500mg
Sucralfat Syr 3x15cc
BAB II
DENGUE HEMORRHAGIC FEVER

A. DEFINISI
DBD (Demam Berdarah Dengue) adalah suatu penyakit yang
disebabkan oleh virus dengue tipe 1-4, dengan manifestasi klinis demam
mendadak 2-7 hari disertai gejala perdarahan dengan atau tanpa syok,
disertai pemeriksaan laboratorium menunjukkan trombositopenia (trombosit
kurang dari 100.000) dan peningkatan hematokrit 20% atau lebih dari
nilai normal.

B. EPIDEMIOLOGI
Sejak 20 tahun terakhir, terjadi peningkatan frekuensi infeksi virus
dengue secara global. Di seluruh dunia 50-100 miliyar kasus telah
dilaporkan. Setiap tahunnya sekitar 500.000 kasus DBD perlu perawatan di
rumah sakit, 90% diantaranya adalah anak – anak usia kurang dari 15
tahun. Angka kematian DBD diperkirakan sekitar 5% dan sekitar 25.000
kasus kematian dilaporkan setiap harinya.

Beberapa faktor diketahui berkaitan dengan peningkatan


transmisi virus dengue yaitu :

1) Vektor : perkembang biakan vektor, kebiasaan menggigit, kepadatan


vektor di lingkungan, transportasi vektor dilingkungan,
transportasi vektor dai satu tempat ke tempat lain;
2) Pejamu : terdapatnya penderita di lingkungan/keluarga, mobilisasi
dan paparan terhadap nyamuk, usia dan jenis kelamin;
3) Lingkungan : curah hujan, suhu, sanitasi dan kepadatan
penduduk

C. ETIOLOGI
Demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue, yang
termasuk dalam genus Flavivirus, keluarga Flaviviridae. Flavivirus
merupakan virus dengan diameter 30 nm terdiri dari asam ribonukleat rantai
tunggal dengan berat molekul 4x106. Terdapat 4 serotipe virus yaitu DEN-
1 , DEN-2, DEN 3 dan DEN-4 yang semuanya dapat menyebabkan demam
dengue atau demam berdarah dengue. Keempat serotipe ditemukan di
Indonesia dengan DEN- 3 merupakan serotype terbanyak. Terdapat reaksi
silang antara serotipe dengue dengan Flavivirus lain seperti Yellow fever,
Japanese encephalitis dan West Nile virus. Dalam laboratorium virus dengue
dapat bereplikasi pada hewan mamalia seperti tikus , kelinci , anjing ,
kelelawar dan primata. Survei epidemilogi pada hewan
ternak didapatkan antibodi terhadap virus dengue pada hewan kuda , sapi
dan babi. Penelitian pada artropoda menunjukkan virus dengue dapat
bereplikasi pada nyamuk genus Aedes {Stegomyia) dan Toxorhynchites.
D. FAKTOR RESIKO
1. Sanitasi lingkungan yang kurang baik, misalnya: timbunan sampah,
timbunan barang bekas, genangan air yang seringkali disertai di
tempat tinggal pasien sehari-hari.
2. Adanya jentik nyamuk Aedes aegypti pada genangan air di tempat
tinggal pasien sehari-hari.
3. Adanya penderita demam berdarah dengue (DBD) di sekitar pasien.

E. TRANSMISI
DBD diketahui disebabkan oleh virus dengue. Virus dengue
merupakan RNA virus dengan nukleokapsid ikosahedral dan
dibungkus oleh lapisan kapsul lipid. Virus ini termasuk
kedalam kelompok arbovirus B, famili Flaviviridae, genus
Flavivirus. Flavivirus merupakan virus yang berbentuk sferis,
berdiameter 45-60 nm, mempunyai RNA positif sense yang
terselubung, bersifat termolabil, sensitif terhadap inaktivasi
oleh dietil eter dan natrium dioksikolat, stabil pada suhu 70oC.
Virus dengue mempunyai 4 serotipe, yaitu DEN 1, DEN2, DEN 3,
DEN 4.

Manifestasi klinis dengue selain dipengaruhi oleh virus


dengue itu sendiri, terdapat 2 faktor lain yang berperan yaitu faktor
host dan vektor perantara. Virus dengue dikatakan menyerang
manusia dan primata yang lebih rendah. Penelitian di Afrika
menyebutkan bahwa monyet dapat terinfeksi virus ini. Transmisi
vertikal dari ibu ke anak telah dilaporkan kejadiannya di
Bangladesh dan Thailand. Vektor utama dengue di Indonesia
adalah Aedes aegypti betina, disamping pula Aedes albopictus
betina. Ciri-ciri nyamuk penyebab penyakit demam berdarah
(nyamuk Aedes aegypti):

 Badan kecil, warna hitam dengan bintik-bintik putih


 Hidup di dalam dan di sekitar rumah
 Menggigit/menghisap darah pada siang hari
 Senang hinggap pada pakaian yang bergantungan dalam kamar
 Bersarang dan bertelur di genangan air jernih di dalam dan di
sekitar rumah bukan di got/comberan
 Di dalam rumah: bak mandi, tampayan, vas bunga, tempat minum
burung, dan lain-lain
Gambar 2.2 Aedes aegypti betina.
Jika seseorang terinfeksi virus dengue digigit oleh nyamuk Aedes
aegypti, maka virus dengue akan masuk bersama darah yang diisap
olehnya. Didalam tubuh nyamuk itu virus dengue akan berkembang biak
dengan cara membelah diri dan menyebar ke seluruh bagian tubuh nyamuk.
Sebagian besar virus akan berada dalam kelenjar air liur nyamuk. Jika
nyamuk tersebut menggigit seseorang maka alat tusuk nyamuk (proboscis)
menemukan kapiler darah, sebelum darah orang itu diisap maka terlebih
dahulu dikeluarkan air liurnya agar darah yang diisapnya tidak membeku.
Bersama dengan air liur inilah virus dengue tersebut ditularkan kepada
orang lain.

F. PATOFISIOLOGI DAN PATOGENESIS


Walaupun demam dengue (DD) dan demam berdarah dengue
(DBD) disebabkan oleh virus yang sama, tapi mekanisme
patofisiologisnya yang berbeda yang menyebabkan perbedaan klinis.
Perbedaan yang utama adalah hemokonsentrasi yang khas pada DBD yang
bisa mengarah pada kondisi renjatan. Renjatan itu disebabkan karena
kebocoran plasma yang diduga karena proses imunologi. Pada demam
dengue hal ini tidak terjadi. Manifestasi klinis demam dengue timbul akibat
reaksi tubuh terhadap masuknya virus. Virus akan berkembang di dalam
peredaran darah dan akan ditangkap oleh makrofag. Segera terjadi viremia
selama 2 hari sebelum timbul gejala dan berakhir setelah lima hari gejala
panas mulai. Makrofag akan segera bereaksi dengan menangkap virus
dan memprosesnya sehingga makrofag menjadi APC (Antigen Presenting
Cell). Antigen yang menempel di makrofag ini akan mengaktifasi sel T-
Helper dan menarik makrofag lain untuk memfagosit lebih banyak virus. T-
helper akan mengaktifasi sel T-sitotoksik yang akan melisis makrofag yang
sudah memfagosit virus. Juga mengaktifkan sel B yang akan melepas
antibodi. Ada 3 jenis antibodi yang telah dikenali yaitu antibodi
netralisasi, antibodi hemagglutinasi, antibodi fiksasi komplemen.5

Proses diatas menyebabkan terlepasnya mediator-mediator


yang merangsang terjadinya gejala sistemik seperti demam, nyeri sendi,
otot, malaise dan gejala lainnya. Dapat terjadi manifetasi perdarahan karena
terjadi agregasi trombosit yang menyebabkan trombositopenia, tetapi
trombositopenia ini bersifat ringan.

SPEKTRUM KLINIS, PERJALANAN PENYAKIT, SERTA DERAJAT


PENYAKIT DBD

Perjalanan infeksi virus di dalam tubuh manusia sangat


tergantung dari interaksi antara kondisi imunologik dan umur seseorang.
Oleh karena itu infeksi virus dengue dapat tidak menunjukan gejala
(asimptomatik) ataupun bermanifestasi klinis ringan yaitu demam tanpa
penyebab yang jelas, demam dengue (DD) dan bermanifestasi berat dengan
demam berdarah dengue (DBD) tanpa syok atau sindrom syok dengue
(SSD). Namun, untuk alasan praktis, infeksi dengue yang tidak berat (non-
severe dengue) dapat dikelompokkan ke dalam 2 kelompok yaitu pasien
dengan warning sign dan tanpa warning sign.

Gambar 2.5 Spektrum Klinis Infeksi Virus Dengue.

Perjalanan Penyakit Demam Berdarah Dengue


Manifestasi klinis DBD terdiri atas tiga fase yaitu fase demam,
kritis, serta konvalesens. Setiap fase perlu pemantauan yang cermat,
karena setiap fase mempunyai risiko yang dapat memperberat keadaan
sakit.

1. Fase demam
Pada kasus ringan semua tanda dan gejala sembuh seiring
dengan menghilangnya demam. Penurunan demam terjadi secara
lisis, artinya suhu tubuh menurun segera, tidak secara bertahap.
Menghilangnya demam dapat disertai berkeringat dan perubahan
pada laju nadi dan tekanan darah, hal ini merupakan gangguan
ringan sistem sirkulasi akibat kebocoran plasma yang tidak berat.
Pada kasus sedang sampai berat terjadi kebocoran plasma yang
bermakna sehingga akan menimbulkan hipovolemi dan bila
berat menimbulkan syok dengan mortalitas yang tinggi.

2. Fase kritis (fase syok)


Fase kritis terjadi pada saat demam turun (time of fever
defervescence), pada saat ini terjadi puncak kebocoran plasma
sehingga pasien mengalami syok hipovolemi. Kewaspadaan
dalam mengantisipasi kemungkinan terjadinya syok yaitu dengan
mengenal tanda dan gejala yang mendahului syok (warning signs).
Warning signs umunya terjadi menjelang akhir fase demam, yaitu
antara hari sakit ke 3-7. Muntah terus menerus dan nyeri perut
hebat merupakan petunjuk awal perembesan plasma dan bertambah
hebat saat pasien masuk ke keadaan syok. Pasien tampak semakin
lesu, tetapi pada umumnya tetap sadar. Gejala tersebut dapat
menetap walaupun sudah terjadi syok. Kelemahan, pusing atau
hipotensi postural dapat terjadi selama syok. Perdarahan mukosa
spontan atau perdarahan di tempat pengambilan darah merupakan
manifestasi perdarahan penting. Hepatomegaly dan nyeri perut
sering ditemukan. Penurunan jumlah trombosit yang cepat dan
progresif menjadi di bawah 100.000 sel/mm3 serta kenaikan
hematokrit di atas data dasar merupakan tanda awal perembesan
plasma, dan pada umumnya didahului oleh leukopenia (≥5000
sel/mm3).

Peningkatan hematokrit di atas data dasar merupakan salah


satu tanda paling awal yang sensitive dalam mendeteksi
pembesaran plasma yang pada umumnya berlangsung selama 24-48
jam. Peningkatan hematokrit mendahului perubahan tekanan
darah serta volume nadi, oleh karena itu, pengukuran hematokrit
berkala sangat penting, apabila makin meningkat berarti
kebutuhan cairan intravena untuk mempertahankan volume
intravaskular bertambah, sehingga penggantian cairan yang
adekuat dapat mencegah syok hipovolemi.

Bila syok terjadi, mula - mula tubuh melakukan


kompensasi (syok terkompensasi), namun apabila mekanisme
tersebut tidak berhasil pasien akan jatuh ke dalam syok
dekompensasi yang dapat berupa syok hipotensif dan profound
shock yang menyebabkan asidosis metabolic, gangguan organ
progresif dan koagulasi intravascular diseminata. Perdarahan
hebat yang terjadi menyebabkan penurunan hematokrit, dan jumlah
leukosit yang semula leukopenia dapat meningkat sebagai respons
stress pada pasien dengan perdarahan hebat. Beberapa pasien masuk
ke fase kritis perembesan plasma dan kemudian mengalami syok
sebelum demam turun, pada pasien tersebut peningkatan hematokrit
serta trombositopenia terjadi sangat cepat. Selain itu, pada pasien
DBD baik yang disertai syok atau tidak dapat terjadi keterlibatan
organ misalnya hepatitis berat, ensefalitis, miokarditis, dan/atau
perdarahan hebat, yang dikenal sebagai Expanded dengue
syndrome.
3. Fase konvalesens (fase penyembuhan)
Apabila pasien dapat melalui fase kritis yang berlangsung
sekitar 24-48 jam, terjadi reabsorpsi cairan dari ruang
ekstravaskular ke dalam ruang intravascular yang berlangsung
secara bertahap pada 48-72 jam berikutnya. Keadaan umum dan
nafsu makan membaik, gejala gastrointestinal mereda, status
hemodinamik stabil, dan diuresis menyusul kemudian. Pada
beberapa pasien dapat ditemukan ruam konvalesens, beberapa
kasus lain dapat disertai pruritus umum. Bradikardia dan perubahan
elektrokardiografi pada umumnya terjadi pada tahap ini.
Hematokrit kembali stabil atau mungkin lebih rendah karena efek
dilusi cairan yang direabsorbsi. Jumlah leukosit mulai meningkat
segera setelah penurunan suhu tubuh akan tetapi pemulihan jumlah
trombosit umunya lebih lambat. Gangguan pernafasan akibat efusi
pleura masif dan ascites, edema paru atau gagal jantung kongestif
akan terjadi selama fase kritis dan/atau fase pemulihan jika cairan
intravena diberikan berlebihan.

Gambar. Perjalanan Penaykit Infeksi Dengue


Klasifikasi derajat penyakit infeksi virus dengue

E. DIAGNOSIS
Kriteria untuk mendiagnosis dengue (dengan atau tanpa
warning sign) dan severe dengue dapat dilihat pada
Gambar2.6.

Gambar. Klasifikasi Infeksi Dengue

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan untuk
menunjang diagnosis DBD adalah pemeriksaan darah lengkap, urine,
serologi dan isolasi virus. Yang signifikan dilakukan adalah
pemeriksaan darah lengkap, selain itu untuk mendiagnosis DBD
secara definitif dengan isolasi virus, identifikasi virus dan serologis.

 Darah Lengkap
Pemeriksaan darah rutin dilakukan untuk memeriksa kadar
hemoglobin, hematokrit, jumlah trombosit. Peningkatan nilai
hematokrit yang selalu dijumpai pada DBD merupakan indikator
terjadinya perembesan plasma, Selain hemokonsentrasi juga
didapatkan trombositopenia, dan leucopenia.

 Isolasi Virus
Ada beberapa cara isolasi dikembangkan, yaitu:

a. Inokulasi intraserebral pada bayi tikus albino umur 1-3 hari.


b. Inokulasi pada biakan jaringan mamalia (LLCKMK2) dan
nyamuk A. albopictus.
c. Inokulasi pada nyamuk dewasa secara intratorasik / intraserebri
pada larva.

 Identifikas Virus
Adanya pertumbuhan virus dengue dapat diketahui dengan
melakukan fluorescence antibody technique test secara langsung atau
tidak langsung dengan menggunakan cunjugate. Untuk identifikasi
virus dipakai flourensecence antibody technique test secara indirek
dengan menggunakan antibodi monoclonal.

 Uji Serologi
1. Uji hemaglutinasi inhibasi (Haemagglutination Inhibition Test =
HI test)
Diantara uji serologis, uji HI adalah uji serologis yang
paling sering dipakai dan digunakan sebagai baku emas pada
pemeriksaan serologis. Terdapat beberapa hal yang perlu
diperhatikan dalam uji HI ini :

a. Uji ini sensitif tetapi tidak spesifik, artinya dengan uji


serologis ini tidak dapat menunjukan tipe virus yang
menginfeksi.
b. Antibodi HI bertahan didalam tubuh sampai lama sekali (48
tahun), maka uji ini baik digunakan pada studi
seroepidemiologi.
c. Untuk diagnosis pasien, kenaikan titer konvalesen empat
kali lipat dari titer serum akut atau konvalesen dianggap
sebagai presumtive positif, atau diduga keras positif infeksi
dengue yang baru terjadi (Recent dengue infection)
2. Uji Komplement Fiksasi (Complement Fixation test=CF test)
Uji serologi yang jarang digunakan sebagai uji diagnostik
secara rutin oleh karena selain cara pemeriksaan agak ruwet,
prosedurnya juga memerluikan tenaga periksa yang sudah
berpengalaman. Berbeda dengan antibodi HI, antibodi
komplemen fiksasi hanya bertahan sampai beberapa tahun saja
(2 – 3 tahun).

3. Uji neutralisasi ( Neutralisasi Tes = NT test )


Merupakan uji serologi yang paling spesifik dan sensitif
untuk virus dengue. Biasanya uji neutralisasi memakai cara
yang disebut Plaque Reduction Neutralization Test ( PRNT )
yaitu berdasarkan adanya reduksi dari plaque yang terjadi.
Saat antibodi neutralisasi dideteksi dalam serum hampir
bersamaan dengan HI antibodi komplemen tetapi lebih cepat
dari antibodi fiksasi dan bertahan lama (48 tahun). Uji
neutralisasi juga rumit dan memerlukan waktu yang cukup lama
sehingga tidak dipakai secara rutin.

4. IgM Elisa (IgM Captured Elisa = Mac Elisa)


Pada tahun terakhir ini, mac elisa merupakan uji serologi
yang banyak sekali dipakai. Sesuai namanya test ini akan
mengetahui kandungan IgM dalam serum pasien. Hal-hal yang
perlu diperhatikan dalam uji mac elisa adalah :

a. Pada perjalanan penyakit hari 4 – 5 virus dengue, akan


timbul IgM yang diikuti oleh IgG.
b. Dengan mendeteksi IgM pada serum pasien, secara cepat
dapat ditentukan diagnosis yang tepat.
c. Ada kalanya hasil uji terhadap masih negatif, dalam hal ini
perlu diulang.
d. Apabila hari ke 6 IgM masih negatif, maka dilaporkan
sebagai negatif.
e. IgM dapat bertahan dalam darah sampai 2 – 3 bulan setelah
adanya infeksi. Untuk memeperjelas hasil uji IgM dapat juga
dilakukan uji terhadap IgG. Untuk itu uji IgM tidak boleh
dipakai sebagai satu – satunya uji diagnostik untuk
pengelolaan kasus.
f. Uji mac elisa mempunyai sensitifitas sedikit dibawah uji
HI, dengan kelebihan uji mac elisa hanya memerlukan
satu serum akut saja dengan spesifitas yang sama dengan
uji HI.
5. Ig G Elisasa
Pada saat ini juga telah beredar uji IgG elisa yang
sebanding dengan uji HI , hanya sedikit lebih spesifik. Beberapa
merek dagang kita uji untuk infeksi dengue IgM / IgG dengue
blot, dengue rapid IgM, IgM elisa, IgG elisa, yang telah beredar
di pasaran. Pada dasarnya, hasil uji serologi dibaca dengan
melihat kenaikan titer antibodi fase konvalesen terhadap titer
antibodi fase akut (naik empat kali kelipatan atau lebih).

6. Antigen nonstructural protein 1 (NS1). Antigen NS1


diekspresikan di permukaan sel yang terinfeksi virus Dengue.
berbagai literatur mengenai berapa lama antigen NS1 dapat
terdeteksi dalam darah. Sebuah kepustakaan mencatat dengan
metode ELISA, antigen NS1 dapat terdeteksi dalam kadar tinggi
sejak hari pertama sampai hari ke 12 demam pada infeksi primer
Dengue atau sampai hari ke 5 pada infeksi sekunder Dengue.
Pemeriksaan antigen NS1 dengan metode ELISA juga dikatakan
memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi (88,7% dan
100%). Oleh karena berbagai keunggulan tersebut, WHO
menyebutkan pemeriksaan deteksi antigen NS1 sebagai uji dini
terbaik untuk pelayanan primer.

2. Pemeriksaan Radiologi
Kelainan yang bisa didapatkan antara lain:

1. Dilatasi pembuluh darah paru


2. Efusi pleura
3. Kardiomegali atau efusi perikard
4. Hepatomegali
5. Cairan dalam rongga peritoneum
6. Penebalan dinding vesika felea
G. DIAGNOSIS BANDING
a. Pada awal perjalanan penyakit, diagnosis banding mencakup infeksi
bakteri, virus, atau penyakit protozoa seperti demam tifoid, campak,
influenza, hepatitis chikungunya, malaria. Adanya trombositopenia
yang jelas disertai hemokonsentrasi dapat membedakan antara DBD
dengan penyakit lain.
b. DBD harus dibedakan pada deman chikungunya (DC). Pada DC
biasanya seluruh anggota keluarga dapat terserang dan penularannya
mirip dengan influenza. Bila dibandingkan dengan DBD, DC
memperlihatkan serangan demam mendadak, masa demam lebih
pendek, suhu tubuh tinggi, hampir selalu disertai ruam makulopapular,
injeksi kojungtiva dan lebih sering dijumpai nyeri sendi. Proporsi
uji tourniquet positif, petekie dan epistaksis hampir sama dengan
DBD. Pada DC tidak ditemukan perdarahan gastrointestinal dan syok.
c. Perdarahan seperti petekie dan ekimosis ditemukan pada beberapa
penyakit infeksi, misalnya sepsis, meningitis meningkokus. Pada
sepsis, anak sejak semula kelihatan sakit berat, demam naik turun, dan
ditemukan tanda-tanda infeksi. Disamping itu jelas terdapat
leukositosis disertai dominasi sel polimorfonuklear (pergeseran ke kiri
pada hitung jenis). Pemeriksaan laju endap darah (LED) dapat
dipergunakan untuk membedakan infeksi bakteri dengan virus. Pada
meningitis meningkokokus jelas terdapat rangsangan meningeal dan
kelainan pada pemeriksaan cairan serebrospinalis.
d. Idiopatic Thrombocytopenic Purpura (ITP) sulit dibedakan dengan
DBD derajat II, oleh karena didapatkan demam disertai perdarahan di
bawah kulit. Pada hari-hari pertama, diagnosis ITP sulit dibedakan
dendgan penyakit DBD, tetapi pada ITP demam cepat
menghilang, tidak dijumpai hemokonsentrasi, dan pada fase
penyembuhan DBD jumlah trombosit lebih cepat kembali normal
daripada ITP.

e. Perdarahan dapat juga terjadi pada leukemia atau anemia aplastik. Pada
leukemia demam tidak teratur, kelenjar limfe dapat teraba dan anak
sangat anemis. Pemeriksaan darah tepi dan sumsum tulang akan
memperjelas diagnosis leukemia. Pada anemia aplastik anak sangat
anemik, demam timbul karena infeksi sekunder.3
H. PENATALAKSANAAN
Berdasarkan panduan WHO 2009, pasien dengan infeksi dengue
dikelompokkan ke dalam 3 kelompok yaitu Grup A, B, dan C.5 Pasien
yang termasuk Grup A dapat menjalani rawat jalan. Sedangkan pasien
yang termasuk Grup B atau C harus menjalani perawatan di rumah sakit.
Sampai saat ini belum tersedia terapi antiviral untuk infeksi dengue. Prinsip
terapi bersifat simptomatis dan suportif.

1. Grup A
Grup A adalah pasien yang tanpa disertai warning signs dan
mampu mempertahankan asupan oral cairan yang adekuat dan
memproduksi urine minimal sekali dalam 6 jam. Sebelum diputuskan
rawat jalan, pemeriksaan darah lengkap harus dilakukan. Pasien dengan
hematokrit yang stabil dapat dipulangkan. Terapi di rumah untuk
pasien Grup A meliputi edukasi mengenai istirahat atau tirah baring dan
asupan cairan oral yang cukup, serta pemberian parasetamol. Pasien
beserta keluarganya harus diberikan KIE tentang warning signs
secara jelas dan diberikan instruksi agar secepatnya kembali ke rumah
sakit jika timbul warning signs selama perawatan di rumah.

2. Grup B
Grup B meliputi pasien dengan warning signs dan pasien
dengan kondisi penyerta khusus (co-existing conditions). Pasien dengan
kondisi penyerta khusus seperti kehamilan, bayi, usia tua, diabetes
mellitus, gagal ginjal atau dengan indikasi sosial seperti tempat tinggal
yang jauh dari RS atau tinggal sendiri harus dirawat di rumah sakit.
Jika pasien tidak mampu mentoleransi asupan cairan secara oral dalam
jumlah yang cukup, terapi cairan intravena dapat dimulai dengan
memberikan larutan NaCl 0,9% atau Ringer’s Lactat dengan kecepatan
tetes maintenance. Monitoring meliputi pola suhu, balance cairan
(cairan masuk dan cairan keluar), produksi urine, dan warning signs.

Tatalaksana pasien infeksi dengue dengan warning signs


adalah sebagai berikut:

 Mulai dengan pemberian larutan isotonic (NS atau RL) 5-7


ml/kg/jam selama 1-2 jam, kemudian kurangi kecepatan tetes
menjadi 3-5 ml/kg/jam selama 2-4 jam, dan kemudian kurangi lagi
menjadi 2-3 ml/kg/jam sesuai respons klinis.
 Nilai kembali status klinis dan evaluasi nilai hematokrit. Jika
hematokrit stabil atau hanya meningkat sedikit, lanjutkan terapi
cairan dengan kecepatan 2-3 ml/kg/jam selama 2-4 jam.
 Jika terjadi perburukan tanda vital dan peningkatan cepat nilai
HCT, tingkatkan kecepatan tetes menjdai 5-10 ml/kg/jam selama 1-
2 jam.
 Nilai kembali status klinis, evaluasi nilai hematokrit dan
evaluasi kecepatan tetes infuse. Kurangi kecepatan tetes secara
gradual ketika mendekati akhir fase kritis yang diindikasikan oleh
adanya produksi urine dan asupan cairan yang adekuat dan nilai
hematokrit di bawah nilai baseline.
 Monitor tanda vital dan perfusi perifer (setiap 1-4 jam sampai
pasien melewati fase kritis), produksi urine, hematokrit (sebelum
dan sesudah terapi pengganti cairan, kemudian setiap 6-12 jam),
gula darah, dan fungsi organ lainnya (profil ginjal, hati, dan fungsi
koagulasi sesuai indikasi).
3. Grup C
Grup C adalah pasien dengan kebocoran plasma (plasma
leakage) berat yang menimbulkan syok dan/atau akumulasi cairan
abnormal dengan distres nafas, perdarahan berat, atau gangguan fungsi
organ berat. Terapi terbagi menjadi terapi syok terkompensasi
(compensated shock) dan terapi syok hipotensif (hypotensive shock).

Terapi cairan pada pasien dengan syok terkompensasi meliputi:

 Mulai resusitasi dengan larutan kristaloid isotonik 5-10 ml/kg/jam


selama 1 jam. Nilai kembali kondisi pasien, jika terdapat perbaikan,
turunkan kecepatan tetes secara gradual menjadi 5-7 ml/kg/jam
selama 1-2 jam, kemudian 3-5 ml/kg/jam selama 2-4 jam, kemudian
2-3 ml/kg/jam selama 2-4 jam dan selanjutnya sesuai status
hemodinamik pasien. Terapi cairan intravena dipertahankan selama
24-48 jam.
 Jika pasien masih tidak stabil, cek nilai hematokrit setelah bolus
cairan pertama. Jika nilai hematorit meningkat atau masih tinggi
(>50%), ulangi bolus cairan kedua atau larutan kristaloid 10-20
ml/kg/jam selama 1 jam. Jika membaik dengan bolus kedua, kurangi
kecepatan tetes menjadi 7-10 ml/kg/jam selama 1-2 jam dan
lanjutkan pengurangan kecepatan tetes secara gradual seperti
dijelaskan pada poin sebelumnya.
 Jika nilai hematokrit menurun, hal ini mengindikasikan adanya
perdarahan dan memerlukan transfusi darah (PRC atau whole
blood).
Terapi cairan pada pasien dengan syok hipotensif meliputi:

 Mulai dengan larutan kristaloid isotonic intravena 20 ml/kg/jam


sebagai bolus diberikan dalam 15 menit.
 Jika terdapat perbaikan, berikan cairan kristaloid atau koloid 10
ml/kg/jam selama 1 jam, kemudian turunkan kecepatan tetes secara
gradual.
 Jika tidak terdapat perbaikan atau pasien masih tidak stabil,
evaluasi nilai hematokrit sebelum bolus cairan. Jika hematokrit
rendah (<40%), hal ini menandakan adanya perdarahan, siapkan
cross-match dan transfusi. Jika hematokrit tinggi dibandingkan nilai
basal, ganti cairan dengan cairan koloid 10-20 ml/kg/jam sebagai
bolus kedua selama 30 menit sampai 1 jam, nilai ulang setelah bolus
kedua.
 Jika terdapat perbaikan, kurangi kecepatan tetes menjadi 7-10
ml/kg/jam selama 1-2 jam, kemudian kembali ke cairan kristaloid
dan kurangi kecepatan tetes seperti poin penjelasan sebelumnya.
 Jika pasien masih tidak stabil, evaluasi ulang nilai hematokrit
setelah bolus cairan kedua. Jika nilai hematokrit menurun, hal ini
menandakan adanya perdarahan. Jika hematokrit tetap tinggi atau
bahkan meningkat (>50%), lanjutkan infus koloid 10-20 ml/kg/jam
sebagai bolus ketiga selama 1 jam, kemudian kurangi menjadi 7-10
ml/kg/jam selama 1-2 jam, kemudian ganti dengan cairan kristaloid
dan kurangi kecepatan tetes.
 Jika terdapat perdarahan, berikan 5-10 ml/kg/jam transfusi PRC
segar atau 10-20 ml/kg/jam whole blood segar.
Bagan Tatalaksana DBD :

Bagan : penanganan tersangka DBD tanpa syok

Bagan : Pemberian cairan pada tersangka DBD dewasa di ruang


rawat
Bagan : Penatalaksanaan DBD dengan peningkatan hematokrit >20%
Bagan : Tatalaksana sindroma syok dengue pada dewasa.
I. PENYULIT
Ensefalopati Dengue

Pada umumnya ensefalopati terjadi sebagai komplikasi syok yang


berkepanjangan dengan perdarahan, tetapi dapat juga terjadi pada DBD
yang tidak disertai syok. Gangguan metabolik seperti hipoksemia,
hiponatremia, atau perdarahan, dapat menjadi penyebab ensefalopati.
Melihat ensefalopati DBD bersifat sementara, kemungkinan dapat juga
disebabkan oleh trombosis pembuluh darah otak sementara sebagai akibat
dari koagulasi intravaskuler yang menyeluruh. Dilaporkan bahwa virus
dengue dapat menembus sawar darah otak. Dikatakan juga bahwa keadaan
ensefalopati berhubungan dengan kegagalan hati akut.

Pada ensefalopati dengue, kesadaran pasien menurun menjadi


apatis atau somnolen, dapat disertai atau tidak kejang dan dapat terjadi pada
DBD / SSD. Apabila pada pasien syok dijumpai penurunan kesadaran,
maka untuk memastikan adanya ensefalopati, syok harus diatasi terlebih
dahulu. Apabila syok telah teratasi maka perlu dinilai kembali
kesadarannya. Pungsi lumbal dikerjakan bila kesadarannya telah teratasi
dan kesadaran tetap menurun (hati- hati bila jumlah trombosit <50.000/μl).
Pada ensefalopati dengue dijumpai peningkatan kadar transaminase
(SGOT/SGPT), PT dan PTT memanjang, kadar gula darah menurun,
alkalosis pada analisa gas darah, dan hiponatremia (Bila mungkin periksa
kadar amoniak darah).3

Kelainan Ginjal

Gagal ginjal akut umumnya terjadi pada fase terminal, sebagai


akibat dari syok yang tidak teratasi dengan baik. Dapat dijumpai sindrom
uremik hemolitik walaupun jarang. Untuk mencegah gagal ginjal, maka
setelah syok diobati dengan menggantikan volume intravaskuler,
penting diperhatikan apakah benar syok telah teratasi dengan baik. Diuresis
merupakan parameter yang penting dan mudah dikerjakan, untuk
mengetahui apakah syok telah teratasi. Diuresis diusahakan > 1 ml / Kg
BB per jam. Oleh karena bila syok belum teratasi dengan baik sedangkan
volume cairan telah dikurangi dapat terjadi syok berulang. Pada keadaan
syok berat sering kali dijimpai akut tubular nekrosis ditandai penurunan
jumlah urine dan peningkatan kadar ureum dan kreatinin.

Oedema Paru

Merupakan komplikasi yang mungkin terjadi sebagai akibat


dari pemberian cairan yang berlebihan. Pemberian cairan pada hari ketiga
sampai kelima sakit sesuai dengan panduan yang diberikan, biasanya tidak
akan menyebabkan oedema paru karena perembesan plasma masih terjadi.
Tetapi pada saat terjadi reabsorbsi plasma dari ruang ekstravaskuler, apabila
cairan yang diberikan berlebih (Kesalahan terjadi bila hanya melihat
penurunan hemoglobin dan hematokrit tanpa memperhatikan hari sakit),
pasien akan mengalami distres pernafasan, disertai sembab pada kelopak
mata dan ditunjang dengan gambaran oedema paru pada foto rontgen.

J. PENCEGAHAN
Demam berdarah dapat dicegah dengan memberantas jentik-jentik
nyamuk Demam Berdarah (Aedes aegypti) dengan cara melakukan PSN
(Pembersihan Sarang Nyamuk) Upaya ini merupakan cara yang terbaik,
ampuh, murah, mudah dan dapat dilakukan oleh masyarakat, dengan cara
sebagai berikut:

1. Bersihkan (kuras) tempat penyimpanan air (seperti : bak mandi / WC,


drum, dan lain- lain) sekurang-kurangnya seminggu sekali. Gantilah air
di vas kembang, tempat minum burung, perangkap semut dan lain-lain
sekurang-kurangnya seminggu sekali.
2. Tutuplah rapat-rapat tempat penampungan air, seperti tampayan, drum,
dan lain-lain agar nyamuk tidak dapat masuk dan berkembang biak di
tempat itu.
3. Kubur atau buanglah pada tempatnya barang-barang bekas, seperti
kaleng bekas, ban bekas, botol-botol pecah, dan lain-lain yang dapat
menampung air hujan, agar tidak menjadi tempat berkembang biak
nyamuk. Potongan bamboo, tempurung kelapa, dan lain-lain agar
dibakar bersama sampah lainnya.
4. Tutuplah lubang-lubang pagar pada pagar bambu dengan tanah atau
adukan semen.
5. Lipatlah pakaian/kain yang bergantungan dalam kamar agar nyamuk
tidak hinggap disitu.
6. Untuk tempat-tempat air yang tidak mungkin atau sulit dikuras,
taburkan bubuk ABATE ke dalam genangan air tersebut untuk
membunuh jentik-jentik nyamuk. Ulangi hal ini setiap 2-3 bulan sekali.
Takaran penggunaan bubuk ABATE adalah sebagai berikut:
Untuk 10 liter air cukup dengan 1 gram bubuk ABATE. Untuk menakar
ABATE digunakan sendok makan. Satu sendok makan peres berisi 10 gram
ABATE. Setelah dibubuhkan ABATE maka:

1. Selama 3 bulan bubuk ABATE dalam air tersebut mampu membunuh


jentik Aedes aegypti.
2. Selama 3 bulan bila tempat penampungan air tersebut akan
dibersihkan/diganti airnya, hendaknya jangan menyikat bagian dalam
dinding tempat penampungan air tersebut
3. Air yang telah dibubuhi ABATE dengan takaran yang benar, tidak
membahayakan dan tetap aman bila air tersebut diminum.

K. PROGNOSIS
Prognosis DHF ditentukan oleh derajat penyakit, cepat tidaknya
penanganan diberikan, umur, dan keadaan nutrisi. Prognosis DBD derajat I
dan II umumnya baik. DBD derajat III dan IV bila dapat dideteksi secara
cepat maka pasien dapat ditolong. Angka kematian pada syok yang tidak
terkontrol sekitar 40-50 % tetapi dengan terapi penggantian cairan yang
baik bisa menjadi 1-2 %. Penelitian pada orang dewasa di Surabaya, dan
Jakarta memperlihatkan bahwa prognosis dan perjalanan penyakit DHF
pada orang dewasa umumnya lebih ringan daripada anak-anak. Pada
kasus- kasus DHF yang disertai komplikasi dan ensefalopati prognosisnya
buruk.
DAFTAR PUSTAKA

1. WHO, Regional Office for South East Asia (2011). Comprehensive


Guidelines for Prevention and Control of Dengue and Dengue
Haemorrhagic Fever: Revised and expanded edition. SEARO Technical
Publication Series No. 60. India.

2. Mansjoer, Arif & Suprohaita. (2000). Kapita Slekta Kedokteran Jilid


II. Fakultas Kedokteran UI : Media Aescullapius. Jakarta.

3. Hadinegoro, S.Sri Rezeki, Pitfalls and Pearls.(2004). Diagnosis dan


Tata Laksana Demam Berdarah Dengue, dalam: Current Management of
Pediatrics Problem. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. Hal 63-72.

4. Hadinegoro, S.Sri Rezeki (2011). Tata Laksana Demam Berdarah Dengue


di Indonesia. Terbitan Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Edisi
Ketiga. Jakarta.

5. World Health Organization. DENGUE Guidelines for diagnosis,


treatment, prevention and control. New Edition 2009.

6. Buchy P, Yoksan S, Peeling RW, Hunsperger E. Laboratory Tests for The


Diagnosis of Dengue Virus Infection. J Clin Microbiol 2006;40:376-81.

7. Guzman MG, Kouri G. Dengue diagnosis, advances and challenges. Int


J Infect Dis 2007;8:69-80.

8. Shu PY. Comparison of a capture immunoglobulin M (IgM) and IgG


ELISA and non- structural protein NS1 serotype-specific IgG ELISA for
differentiation of primary and secondary dengue virus infections. Clin
Diagn Lab Immunol 2006;10:622-30.

9. Chien LJ. Development of a real time reverse transcriptase PCR assays


to detect and serotype dengue viruses. J Clin Microbiol 2008;44:1295-04.

10. Lanciotti RS. Rapid detection and typing of dengue viruses from
clinical samples by using reverse transcriptase-polymerase chain reaction.
J Clin Microbiol 2008;30:545-51.

Anda mungkin juga menyukai