Anda di halaman 1dari 34

Laporan Kasus

DEMAM BERDARAH DENGUE

Disusun Oleh:
Jessica Louisa
01073170041

Pembimbing:
dr. Evy Novita, Sp. PD

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM


RUMAH SAKIT MARINIR CILANDAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PELITA HARAPAN
PERIODE JANUARI - APRIL 2019
JAKARTA
BAB I
TINJAUAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
a. Nama : Nn. I
b. Jenis Kelamin : Perempuan
c. Usia : 18 Tahun
d. Status Pekawinan : Belum Menikah
e. Pendidikan : SMA
f. Alamat : Cinere
g. No. Rekam Medis : 41.54.xx
h. Tanggal Masuk Rumah Sakit : 07 February 2019

II. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis dan autoanamnesis pada tanggal 07
Februari 2019 pukul 16.30 WIB di IGD Rumah Sakit Marinir Cilandak

a. Keluhan Utama : Demam tinggi sejak 3 hari sebelum masuk RS.

b. Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang ke IGD Rumah Sakit Marinir Cilandak dengan keluhan
demam sejak 3 hari SMRS. Pasien mengeluhkan demam dirasakan mendadak
tinggi dan secara terus menerus, saat suhu diukur menggunakan thermometer
dirumah berkisar 38,5 - 39oC. Pasien sempat mengkonsumsi obat paracetamol
sempat turun sedikit agak sumeng – sumeng tetapi demam kembali tinggi
setelah efek obat habis menurut orang tua pasien. Selain itu, pasien juga
merasakan adanya disertai dengan muntah sebanyak 2x berisikan makanan,
dan nafsu makan pasien berkurang. Pasien juga mengaku seluruh badan terasa
pegal dan linu terutama di bagian persendian kaki. Pasien juga merasakan

2
nyeri kepala dan nyeri dibelakang bola mata. Pasien menyangkal adanya gusi
berdarah, mimisan, buang air kecil berwarna kemerahan, buang air besar
hitam, muntah darah, timbul bintik – bintik merah (badan, lengan, dan kedua
tungkai), batuk berdarah dan sesak nafas. Buang air besar dan buang air kecil
tidak ada keluhan.

c. Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien tidak pernah mengalami gejala yang serupa sebelumnya.
Riwayat alergi dan asma disangkal oleh pasien.
Riwayat operasi disangkal pasien.

d. Riwayat Penyakit Keluarga


Di dalam keluarga pasien tidak ada yang mempunyai riwayat dan
gejala yang serupa.

e. Riwayat Sosial, Kebiasaan, dan Pola Hidup


Kondisi lingkungan rumah pasien bersih, ventilasi cukup, tedapat kawat
nyamuk pada ventilasi, air bak mandi selalu ditutup
Lingkungan sekolah banyak yang sedang terkena penyakit demam
berdarah
Pasien tidak merokok atau mengkonsumsi alkohol

III. PEMERIKSAAN FISIK


Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis (E4 M6 V5)
Tinggi Badan : 158 cm
Berat Badan : 56 kg
Tanda Vital
Tekanan Darah : 110/80 mmHg
Nadi : 121x/menit
Pernafasan : 18x/menit
Suhu : 38,7 oC
SpO2 : 98%
Akral : Hangat

3
a. Status Generalis

Sistem Deskripsi

Warna kecoklatan, lesi (-), perdarahan (-), scar (-),


Kulit
jaundice (-)

Kepala Normosefali, luka bekas trauma (-)

Wajah Normofascies, simetris, pucat (-), icterus (-), sianosis (-)

Konjungtiva anemis (-/-)


Sklera ikterik (-/-)
Mata
Pupil bulat, reaktif, isokor, 3mm/3mm, RCL/RCTL (+/+)
Gerakan bola mata dalam batas normal

Hidung Napas cuping hidung (-), sekret (-), epistaksis (-)

Telinga Sekret (-/-), serumen (-/-)

Bibir kemerahan, lembab, cyanosis (-), pucat (-), angular


chelitis (-)
Mulut Lidah hiperemis (-), lidah kotor (-)
Mukosa lembab

T1/T1, arkus faring simetris, uvula ditengah


Tenggorokan
Faring hiperemis (-), detritus (-)
Pembesaran KGB (-)
Leher Kuduk kaku (-)

Dada Bentuk normal simetris, retraksi (-)

Inspeksi: perkembangan rongga dada saat statis dan


dinamis simetris (+/+), retraksi (-)
Paru-paru Palpasi: pengembangan dada simetris kanan dan kiri
Perkusi: Sonor (+/+)
Auskultasi: vesikuler +/+, ronchi -/-, wheezing -/-

4
Iktus kordis tidak terlihat, tidak teraba
Jantung Bunyi jantung S1 & S2 reguler
Murmur (-), gallop (-)

Inspeksi: datar, lesi (-), scar (-)


Auskultasi: BU (+) 8x/ menit
Perkusi: timpani pada seluruh kuadran abdomen
Abdomen
Palpasi: supel, NT (+) pada regio epigastrik,
organomegali(-)

Massa (-), lesi (-)


Punggung
Deformitas (-)

Ekstremitas Akral hangat, CRT <2 detik

KGB Pembesaran KGB (-)

Genitalia & Anus Dalam batas normal. Hiperemis (-)

Neurologis Dalam batas normal. Lateralisasi (-)

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


07/02/2019
Jenis Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal
HEMATOLOGI
Darah Rutin
Hemoglobin 15.2 gr/dL 13-17
Hematocrit 45.2 % 37-54
Leukosit 3.1↓ 10^3/µL 5-10
Trombosit 56↓ 10^3/µL 150-400

V. RESUME
Pasien, Nn. I , 18 tahun, datang ke IGD RS Marinir Cilandak dengan keluhan
utama demam tinggi sejak 3 hari SMRS. saat suhu diukur menggunakan thermometer
dirumah berkisar 38,5 - 39oC. pada saat mengkonsumsi paracetamol demam hilang
tetapi beberapa lama kemudian demam kembali timbul. Pasien juga memiliki keluhan
seperti mual dan muntah sebanyak 2x berisikan makanan, badan terasa pegal di

5
seluruh tubuh dan juga linu terutama di bagian persendian kaki, selain itu pasien juga
merasa adanya cephalgia dan nyeri dibelakang bola mata. Tanda tanda pendarahan
disangkal oleh pasien.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan HR : 121x/menit dan temperature : 38,7 oC.
pemeriksaan palpasi abdomen ditemukan NT (+) pada region epigastrik. Pada
pemeriksaan penunjang ditemukan adanya leukopenia dan trombositopenia.

VI. DIAGNOSIS KERJA


Demam berdarah dengue derajat I

VII. DIAGNOSIS BANDING


Demam tifoid
Demam chikungunya

VIII. PROGNOSIS
a. Ad Vitam : bonam
b. Ad Functionam : bonam
c. Ad Sanationam : bonam

IX. SARAN TERAPI


Konsul Sp.PD
Non Medikamentosa:
- Tirah baring
- Minum banyak
- Observasi tanda – tanda vital dan keadaan umum
- Observasi tanda – tanda perdarahan
- Periksa Hb, Ht, Trombosit per 12 – 24 jam
- Pantau Urine Output

Medikamentosa :
- IVFD RL 20 tpm
- Omeprazole injeksi 1x40mg
- Paracetamol 3x500mg
- Ondansentron 3x4mg IV

6
X. FOLLOW UP

08/02/19
S Demam naik turun
Mual berkurang
Nyeri kepala (+) ↓
Tanda pendarahan (-)
O KU : sakit sedang, kesadaran: compos mentis
TD : 120/80, N: 112 x/m, R: 19 x/m, SpO2 : 98%, S: 36,7oC
Kepala : normocephali, konjungtiva anemis (-), sklera icteric (-)
Paru : vesicular (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-)
09/02/19 Jantung : S1 S2 regular, murmur (-), gallop (-)
S Abdomen
Demam naik: BU (+) N, NT (-), hepatomegaly (-), splenomegaly (-)
turun
Akral : hangat, CRT < 2s
Mual berkurang
Laboratorium :
Nyeri kepala (-)
Hb : 14,8
Tanda gr/dl
pendarahan (-)
O Ht
KU: 44,2 % : baik, kesadaran: compos mentis
Leukosit : 6,4N: 102 x/m, R: 19 x/m, SpO2 : 98%, S: 36,4oC
TD : 110/80,
Trombosit : 42.000
Kepala : normocephali, konjungtiva anemis (-), sklera icteric (-)
Paru : vesicular (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-)
A Demam Berdarah Dengue Grade I
Jantung : S1 S2 regular, murmur (-), gallop (-)
P Tirah baring
Abdomen : BU (+) N, NT (-), hepatomegaly (-), splenomegaly (-)
Cek darah rutin/hari
Akral : hangat, CRT < 2s
Observasi kesadaran umum dan tanda tanda vital
Laboratorium :
IVFD 20 tpm
Hb : 15,2 gr/dl
Ondansentron injeksi 3x4 mg
Ht : 45,3 %
Omeprazole injeksi 1x40 mg
Leukosit : 8.2
Paracetamol 3x500 mg tab
Trombosit : 40.000

A Demam Berdarah Dengue Grade I


P Tirah baring
Cek darah rutin/hari
Observasi kesadaran umum dan tanda tanda vital
IVFD 20 tpm
Ondansentron 3x4 mg tab
7
Omeprazole injeksi 1x40 mg
Paracetamol 3x500 mg tab
10/02/19
S Demam (-)
Mual (-)
Nyeri kepala (-)
Tanda pendarahan (-)
O KU : baik , kesadaran: compos mentis
TD : 110/70, N: 98 x/m, R: 18 x/m, SpO2 : 98%, S: 36,5oC
Kepala : normocephali, konjungtiva anemis (-), sklera icteric (-)
Paru : vesicular (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-)
11/02/19 Jantung : S1 S2 regular, murmur (-), gallop (-)
S Tidak ada :keluhan
Abdomen BU (+) N, NT (-), hepatomegaly (-), splenomegaly (-)
O Akral
Kesadaran:
: hangat, CRT < 2s compos mentis
Laboratorium
TD : 110/70, N:
: 90 x/m, R: 18 x/m, SpO2 : 98%, S: 36,6oC
Hb
Kepala
: 14.5
: normocephali,
gr/dl konjungtiva anemis (-), sklera icteric (-)
Ht
Paru
: 44,7
: vesicular
% (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-)
Leukosit
Jantung : :S1
9.4S2 regular, murmur (-), gallop (-)
Trombosit
Abdomen :: BU
44.000
(+) N, NT (-), hepatomegaly (-), splenomegaly (-)
Akral : hangat, CRT < 2s
A Demam Berdarah Dengue Grade I
Laboratorium :
P Tirah baring
Hb : 13.4 gr/dl
Cek darah rutin/hari
Ht : 42,5 %
Observasi kesadaran umum dan tanda tanda vital
Leukosit : 7.8
IVFD 20 tpm
Trombosit : 58.000
Ondansentron 3x4 mg tab kp
8
A Demam Berdarah
Omeprazole Dengue
2x20 mg tab Grade I
P Paracetamol
Kontrol rawat3x500
jalan mg tab kp
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

I. DEFINISI
Demam Dengue dan Demam Berdarah Dengue disebabkan oleh virus dengue
yang termasuk kelompok B Arthropod Virus (arboviruses) yang sekarang dikenal
sebagai genus Flavivirus, family Flaviviride. Dengue virus (DEN) adalah single-
stranded RNA virus yang mempunyai 4 jenis serotipe, yaitu : DEN-1, DEN-2, DEN-3
dan DEN-4. Infeksi salah satu serotipe akan menimbulkan antibody terhadap serotipe
yang bersangkutan, sedangkan antibody yang terbentuk terhadap serotipe lain sangat
kurang, sehingga tidka dapat memberikan perlingundan yang memadai terhadap
serotipe lain tersebut. 1,2
Seorang yang tinggal di daerah endemis dengue dapat terinfeksi oleh 3 atau 4
seritipe selama hidupnya. Keempat serotipe virus dengue dapat ditemukan di berbagai
daerah di Indonesia. Di Indonesia, pengamatan virus dengue yang dilakukan sejak
tahun 1975 di beberapa rumah sakit menunjukan bahwa keempat serotipe ditemukan
dan bersirkulasi sepanjang tahun. Serotipe DEN-3 merupakan serotipe yang
domiinana dan diasumsikan banyak yang menunjukkan manifestasi klinis yang berat.
1,2

II. EPIDEMIOLOGI
Infeksi demam dengue telah ada di Indonesia sejak abad ke 18, seperti yang
dilaporkan oleh David Bylon. Saat itu infeksi virus dengue dikenal sebagai penyakit
demam lima hari (vijfdaagse koorts) kadang kadang disebut juga sebagai demam
sendi (knokkel koorts). Disebut demikian karena demam yang terjadi menghilang
dalam 5 hari disertai nyeri pada sendi, nyeri otot dan nyeri kepala. pada masa itu,
infeksi virus dengue hanya merupakan penyakit ringan yang tidak menimbulkan
kematian. Sejak tahun 1952 infeksi virus dengue menimbulkan penyakit dengan

9
manifestasi klinis berat, yaitu demam berdarah dengue (DBD) yang ditemukan di
Manila. Kemudian menyebar ke negara lain seperti Thailand, Vietnam, Malaysia dan
Indonesia. 2
Faktor yang mempengaruhi peningkatan dan penyebaran kasus DBD sangat
kompleks yaitu : pertumbuhan penduduk yang tinggi, urbanisasi yang tidak terencana
dan tidak terkendali, tidak adanya control vector nyamuk yang efektif di daerah
endemis dan peningkatan sarana transportasi. 2,3
Morbiditas dan mortalitas dari penyakit ini dipengaruhi oleh : imunitasi
pejamu, kepadatan vector nyamuk, transmisi virus dengue, virulensi virus dengue dan
kondisi geografis setempat. Saat ini DBD ditemukan di seluruh provinsi di Indonesia.
Incidence rate meningkat dari 0.005 per 100.000 penduduk pada tahun 1968 menjadi
sekitar 6 – 30 per 100.000 penduduk. Karena di Indonesia terdapat perbedaan suhu
dan kelembapan yang berbeda di setiap tempat, maka pola waktu terjadinya penyakit
sedikit berbeda di setiap tempat. Di Jawa pada umumnya infeksi virus dengue terjadi
mulai awal Januari, meningkat terus sampai sekitar bulan April-Mei setiap tahun. 2,3

III. FAKTOR RESIKO


Transmisi dengue biasanya terjadi dalam musim penghujan saat suhu dan
kelembaban mendukung untuk terbentuknya populasi vektor sehingga meningkatkan
jumlah virus dengue. Daya terbang nyamuk Aedes cukup pendek sekitar 40 – 100
meter dalam sekali terbang, namun secara pasif karena faktor cuaca, angin, atau
terbawa kendaraan maka dapat berpindah lebih jauh. Faktor urbanisasi juga menjadi
risiko terinfeksi virus dengue karena jarak antar rumah atau pemukiman yang padat
memudahkan perpindahan nyamuk untuk menghisap darah dan risiko terinfeksi.
Selain itu dengan adanya tingkat perjalanan atau berpergian antar negara yang tinggi
meningkatkan potensi risiko infeksi. Peningkatan suhu secara global atau Global
Warming juga berpengaruh terhadap pertumbuhan penyakit dengan penyebaran
vektor seperti dengue. Peningkatan suhu 2 ̊C akan mempersingkat periode inkubasi
ekstrinsik dari DENV dan akan bertambah banyak nyamuk yang dapat menginfeksi
host baru. 2,3,8

IV. TRANSMISI VIRUS DENGUE


Terjadinya penularan virus dengue, nyamuk Aedes Aegypti betina harus
menggigit manusia yang terinfeksi ketika fase viremia yang bermanifestasi dua hari

10
sebelum timbulnya demam dan ketika demam telah berlangsung empat sampai lima
hari. Setelah menelan darah yang terinfeksi sebagai makanan kemudian virus ini
bereplikasi di lapisan sel epitel midgut menuju haemocoel untuk meninfeksi kelenjar
salivary dan akhirnya memasuki saliva menyebabkan infeksi selama penghisapan.
Saluran genital juga terinfeksi memungkinkan virus memasuki telur yang terlah
berkembang pada saat oviposit atau bertelur. Periode inkubasi ekstrinsik berlangsung
dari 8 hingga 12 hari dan nyamuk tetap terinfeksi selama sisa hidupnya. Periode
inkubasi intrinsic mencakup 5 hingga 7 hari. 2,8

Transmisi virus dengue dibagi menjadi siklus enzootic, siklus epizootic dan
siklus epidemic. Pada siklus enzootic, siklus slyvatic primitive yang dipertahankan
oleh siklus monyet – Aedes – monyet dilaporkan dari Asia Selatan dan Afrika. Virus
tidak bersifat patogenik pada monyet dan viremia berlangsung selama 2 sampai 3
hari. Keempat serotipe dengue (DEN 1, 2, 3 dan 4) telah diisolasi dari monyet.
Kemudian pada siklus epizootic, virus dengue berpindah dari primate melewati siklus
epidemic manusia yang berdampingan dengan vector jembatan. Pada siklus epidemic
dipertahankan oleh siklus manusia – aedes aegypti – manusia yang terjadi secara
periodik. Aedes aegypti jarang menimbulkan gejala infeksi pada daerah mulut seperti
batuk, pilek dan nyeri tenggorokan. Persistensi dari virus dengue yang tinggi
tergantung pada perkembangan dari tinggi nya titer virus pada host manusia dimana
hal ini mendukung transmisi dari nyamuk. 2,8

V. PATOFISIOLOGI
Teori patogenesis DBD yang bermunculan belum mampu menerangkan secara
lengkap fenomena klinik yang terjadi, namun demikian beberapa patogenesis yang
telah diketahui dapat digunakan untuk kepentingan klinik. Menurut sejarah
perkembangan patogenesis DBD, teori patogenesis dapat dibagi dua teori. Pertama,
virus dengue mempunyai sifat tertentu, dan seseorang akan sakit jika terkena virulensi
yang cukup kuat untuk mengalahkan pertahanan tubuh. Kedua, manusia yang
terinfeksi akan mengalami suatu proses imunologi yang berakibat kebocoran plasma,
perdarahan dan berbagai manifestasi klinik. Ada pula beberapa teori patogenesis yang
merupakan campuran dari kedua teori tersebut. Penelitian pada tahun 20-an baru
membuktikan bahwa virus dengue dapat membuat sakit. Teori ini berkembang

11
menjadi teori virulensi virus. Namun demikian belum ada penanda virulensi yang
tepat. Sejak tahun 50-an berkembang teori imunopatologi, yang banyak berpengaruh
hingga saat ini. Dari penelitian muncul teori infeksi sekunder oleh virus serotipe lain,
teori antigen-antibodi dan aktivasi komplemen. Dari sini kemudian berkembang teori
enhancing antibody, kemudian muncul peran endotoksemia dan peran sel limfosit T.
teori trombosit-endotel, teori mediator dan teori apoptosis merupakan teori baru.
Namun sejauh ini, belum ada teori yang dapat menjelaskan secara lengkap mengenai
teori patogenesis demam berdarah dengue. 6,7
Teori virulensi virus6,7
Teori virulensi virus didominasi pemikiran seseorang akan terkena infeksi virus
dengue bila jumlah dan virulensi virus cukup kuat untuk mengalahkan pertahanan
tubuh. Di antara serotipe dan diantara strain sendiri juga memiliki susunan protein
yang berbeda. Data biologi molekuler, data klinik dan epidemiologi terus
dikumpulkan untuk mencari bagian mana dari virus yang membuat seseorang menjadi
sakit. Kelompok peneliti ini pada umumnya tidak membedakan dengan tegas antara
demam dengue dengan DBD.

Teori imunopatologi6,7
Respon imun terhadap infeksi virus dengue telah diteliti pada manusia. Reaksi imun
tersebut mempunyai dua aspek, yaitu respon kekebalan atau justru menyebabkan
sakit. Pada percobaan disimpulkan bahwa sesudah mendapat infeksi virus dengue satu
serotipe maka akan terjadi kekebalan terhadap virus ini dalam jangka lama, namun
tidak mampu memberi pertahanan terhadap jenis virus yang lain. Teori ini kemudian
disebut sebagai teori infeksi sekunder oleh virus heterolog yang berurutan. Jika
seseorang mendapat infeksi primer oleh satu jenis virus, kemudian mendapat infeksi
sekunder dengan jenis serotipe virus yang lain maka beresiko besar akan terjadi
infeksi yang berat. Teori ini dikembangkan oleh Halstead dan hingga saat ini masih
banyak penganutnya.

Teori antigen-antibodi6,7
Virus dengue dianggap sebagai antigen yang akan bereaksi dengan antibodi,
kemudian mengaktivasi komplemen, aktivasi ini akan menghasilkan anafilatoksin
C3a dan C5a, yang merupakan mediator kuat peningkatan permeabilitas kapiler,
kemudian terjadi kebocoran plasma.

12
Teori infection enhancing antibody6,7
Teori infeksi sekunder ternyata sangat diminati oleh peneliti untuk dikembangkan.
Teori infection enhancing antibody berdasar pada peran sel fagosit mononuklear dan
terbentuknya antibodi non netralisasi. Virus mempunyai target serangan yaitu pada sel
fagosit seperti makrofag, monosit, sel Kupfer. Menurut penelitian, antigen dengue
lebih banyak didapat pada sel makrofag yang beredar dibanding dengan sel makrofag
yang tinggal menetap di jaringan. Kemungkinan antibodi non netralisasi itu yang
berperan, yaitu melingkupi sel makrofag yang beredar dan tidak melingkupi sel
makrofag yang menetap di jaringan.Pada makrofag yang dilingkupi antibodi non
netralisasi, antibodi tersebut akan bersifat opsonisasi, internalisasi dan akhirnya sel
mudah terinfeksi. Lebih banyak sel makrofag terinfeksi lebih berat penyakitnya.
Diduga, makrofag terinfeksi akan menjadi aktif dan mengeluarkan berbagai substansi
inflamasi, sitokin, dan tromboplastin yang mempengaruhi permeabilitas kapiler dan
akan mengaktivasi faktor koagulasi.

VI. PERJALANAN PENYAKIT

13
Terdapat 3 fase dari infeksi virus dengue yaitu fase febris atau demam, fase kritis atau
toksik dan fase pemulihan. 2,8
1. Fase Febris
Penderita mengalami demam tinggi onset akut berlangsung 2 sampai 7
hari disertai dengan kemerahan wajah, eritema kulit, nyeri tubuh, myalgia,
arthralgia, nyeri retro-orbital, fotofobia, eksantema rubeliform dan nyeri
kepala. gejala seperti nyeri otot, tulangm sendi, mual dan muntah juga sering
ditemukan. Beberapa penderita juga mengeluhkan nyeri menelan dengan
farings hiperemis pada pemeriksaan, namun jarang ditemukan batuk
pilek.biasanya ditemukan juga rasa nyeri perut di epigastrium dan dibawah
tulang iga. Demam tinggi dapat menimbulkan kejang demam terutama pada
bayi. Sulit untuk membedakan dengue secara klinis dari penyakit demam non
– dengue pada fase demam awal. Uji tourniquet (Rumple leed) positif pada
fase ini mengindikasikan peningkatan kemungkinan infeksi dengue.
Manifestasi hemoragik ringan seperti petekie, pendarahan mukosa membrane
misalnya hidung dan gusi, mudah memar dan pendarahan di tempat penusukan
jarum suntik dapat terjadi.

2. Fase Kritis
Saat masa transisi dari fase febris ke fase afebris, pasien tanpa
peningkatan permeabilitas kapiler pada demam dengue akan membaik tanpa
melalui fase kritis. Pasien dengan penningkatan permeabilitas kapiler seperti
pada demam berdarah dengue akan muncul dengan tanda bahaya akibat
kebocoran plasma. Tanda bahaya tersebut menandai mulainya fase kritis
seperti tidak adanya perbaikan klinis dari masa transisi febris menuju afebris,
muntah terjadi secara terus menerus, nyeri abdomen hebat, pendarahan
(epistaksis, tinja hitam, hematemesis dan hematuria), pusing berputar, akral
dingin, buang air kecil menurun selama 4 – 6 jam. Demam turun diikuti
leukopenia dan trombositopenia secara cepat mendahului kebocoran plasma.
Peningkatan hematocrit diatas batas dasar merupakan salah satu tanda paling
awal. Periode kebocoran plasma secara klinis dapat dilihat signifikan biasanya
berlangsung 24 – 48 jam. 2,8

3. Fase Pemulihan

14
Setelah fase kritis sekitar 24 – 48 jam terjadi reabsorpsi bertahap dari
cairan kompartemen ekstravaskular dalam 48 – 72 jam berikutnya. Keadaan
umum membaik, nafsu makan kembali, gejala gastroinstestinal mereda, status
hemodinamik stabil dan diuresis kembali normal. Beberapa pasien mengalami
ruam eritematosa berkonfluens dengan area kecil kulit normal. Digambarkan
sebagai “pulau putih di lautan merah”. Hematocrit stabil atau mungkin lebih
rendah akibat efek dilusi dari cairan reabsorpsi. Jumlah leukosit mulai
meningkat segera setelah demam turun, namun pemulihan jumlah trombosit
biasanya lebih lambat daripada jumlah sel darah putih. Gangguan pernafasan
akibat efusi pleura dana sites massif, edema paru atau gagal jantung kongestif
akan terjadi selama fase kristis dan/atau pemulihan jika cairan intravena yang
diberikan berlebihan. 2,8

VII. GEJALA KLINIS


Gejala klinis dari demam dengue (DF), demam berdarah dengue (DHF) serta
syndrome syok dengue (DSS) berbeda beda. Pada demam dengue yang lebih sering
terjadi pada dewasa muda dan remaja ditemukan demam akut yang biasanya sekitar
39 dan 40oC yang bertahan biasanya 5 sampai 7 hari. Dapat disertai dengan sakit
kepala berat, nyeri otot, nyeri sendi, ruam yang dapat ditemukan di daerah wajah,
leher dan dada pada hari pertama sampai ketiga. Leukopenia dan trombositopenia
juga ditemukan. 2,8
Pada demam berdarah dengue yang lebih sering terjadi pada anak – anak
kurang dari umum 15 tahun di daerah endemic dan sebelumnya sudah pernah
menderita demam berdarah, ditemukan demam tinggi yang akut disertai dengan gejala
demam berdarah pada fase awal demam. Sering ditemukan positif uji tourniquet,
petechiae, mudah memar ataupun pendarahan gastrointestinal pada kasus yang berat.
Pada akhir dari fase demam ada kecenderungan untuk berkembang menjadi sindrom
syok dengue.
Pengenalan akan tanda – tanda seperti muntah persisten, nyeri perut, lemas
atau gelisah dan oligouri sangat penting untuk mencegah terjadi syok. Syok ditandai
dengan kulit dingin – lembab, sianosis di sekitar mulut, nadi cepat – lemah, tekanan
nadi -20 mmHg dan hipotensi. Kebanyakan pasien masih tetap sadar sekalipun sudah
mendekati stadium akhir. Trombositopenia dan peningkatan hematocrit dapat
ditemukan sebelum terjadinya demam atau awal dari syok. Demam berdarah dengue

15
sering terjadi pada anak dengan infeksi dengue kedua. Ditemukan juga pada infeksi
pertama DEN 1 dan DEN 3 pada bayi. Pada sindrom dengue yang meluas ditemukan
manifestasi yang tidak biasa seperti keterlibatan organ yang parah dari liver, otak,
ginjal ataupun jantung. Hal ini dapat terjadi pada pasien dengan DBD ataupun pada
dengue tanpa bukti disertai kebocoran plasma. Manifestasi ini berhubungan dengan
ko-infeksi atau komplikasi dari syok yang lama. Dengan diagnosis dini dan
penggantian cairan yang adekuat, syok biasanya teratasi dengan segara, namun
apabila terlambat diketahui atau pengobatan tidak adekuat, syok dapat menjadi syok
berat dengan berbagai penyulitnya seperti asidosis metabolic, perdarahan hebat
saluran cerna sehingga memperburuk prognosis. Penyulit lain dari DSS adalah infeksi
( pneumonia, sepsis, flebitis ) dan terlalu banyak cairan ( over hidrasi ) dan
manifestasi klinik infeksi virus tidak lazim seperti ensefalopati dan gagal hati. 2,8

VIII. DIAGNOSIS
Diagnosis diambil dari anamnesis, pemeriksaan fisik serta pemeriksaan
penunjang. Pada anamnesis dapat dibedakan demam dengue dengan demam berdarah
dengue atau sindrom syok dengue. Pada dengue ditemukan gejala demem tinggi akut
sekitar 390C sampai 40oC dapat disertai dengan mengigil dan terus menerus, berpola
bifasik dan terjadi 5 – 7 hari secara umum. Dapat disertai juga dengan gejala umum
seperti nyeri kepala pada retro – orbital, nyeri otot, nyeri sendi, anoreksia dan nyeri
pada perut. Dapat terjadi juga menifestasi perdarahan seperti epistaksis, perdarahan
gusi dan perdarahan gastrointestinal meskipun hal ini jarang terjadi pada demam
dengue. Pada demam berdarah dengue gejala mirip dengan demam dengue disertai
dengan perdarahan seperti epistaksi dan perdarahan gusi. Perdarahan gastrointestinal
ringan terkadang ditemukan, namun dapat sangat parah pada penyatit ulkus peptic
yang sudah ada sebelumnya. Pada demam dengue didapatkan trias sindrom yaitu
demam tinggi, nyeri anggota badan dan timbulnya ruam. Pengenalan akan tanda –
tanda seperti muntah presisten, nyeri perut, lemas atau gelisah dan oligouria sangat
penting untuk mencegah terjadinya syok. 9
Pada pemeriksaan fisik demam dengue dan demam berdarah dengue dapat terlihat
kemerahan difus diamati pada wajah, leher dan dada timbul 6-12 jam sebelum suhu
naik pertama kali, sekitar hari sakit ke 3 – 5 dan biasanya berlangsung 3 – 4 hari.
Ruam bersifat makulopapular menghilang pada tekanan. Menjelang akhir periode
demam (setelah defervesens), ruam yang akan pudar dan peteki dapat muncul di

16
dorsum kaki, tangan dan lengan. Ruam konveksi ini ditandai oleh petekie konfluen
yang mengelilingi daerah pucat yang tersebar pada kulit. Perdarahan kulit dapat
bermanifestasi sebagai tes tourniquet positif dan/atau petekie, yaitu uji tourniquet
positif (≥20 titik/inci kuadrat), dapat diamati pada fase demam awal. Pasien mudah
memar dan berdarah di tempat pengambilan darah. 9

Pada demam berdarah dengue khususnya dapat ditemukan hepatomegali,


dapat teraba sampai 2-4 cm dibawah batas kosta. Ukuran hati tidak berkorelasi
dengan tingkat keparahan penyakit, namun hepatomegali lebih sering terjadi pada
kasus syok. Perlu diwaspadai jika semula hati tidak teraba, kemudian selama
perawatan membesar dan kenyal, karena hal ini merupakan tanda terjadinya syok.
Splenomegali dapat ditemukan umumnya pada bayi <12 bulan dan dapat dikonfirmasi
dengan pemeriksaan radiologi. Rontgen dada lateral decubitus menunjukkan efusi
pleura, sebagian besar di sisi kanan, merupakan temuan konstan. Tingkat efusi pleura
berkorelasi positif dengan tingkat beratnya penyakit. Ultrasound dapat digunakan
untuk mendeteksi efusi pleura dan asites. Biasanya pasien mengeluh nyeri akut di
daerah perut sebelum syok timbul. Manifestasi dari syok meliputi kulit menjadi pucat,
dingin dan lembab terutama pada ujung jari kaki, penurunan kesadaran menjadi
apatis, stupor dan koma karena kegagalan sirkulasi serebral, nadi menjadi lemah dan
cepat sampai tidak teraba, hipotensi dan oliguria sampai anuria karena menurunnya
perfusi darah termasuk arteri renalis. 9

Pada pemeriksaan penunjang, dilakukan pemeriksaan darah rutin untuk


melihat ada atau tidaknya penurunan kadar Hb karena perdarahan, hematokrit untuk
melihat adanya hemokonsentrasi, serta leukosit dan platelet. Kelainan lain seperti
leukopenia (WBC < 5000 cells/mm3) selama periode pra-demam dan demam,
neutrofilia relatif, limfaopenia, dan hitung jenis bergeser ke kiri selama periode
demam. Pada demam berdarah dengue dapat ditemukan trombositopenia <100.000
cells/mm3 diantara hari sakit ke 3-7. Darah tepi umumnya dapat normal kembali
dalam waktu 1 minggu. Isolasi virus dengue dari specimen memungkinkan jika
diambil dalam 6 hari pertama penyakit dan diproses tanpa penundaan. Spesimen yang
cocok untuk isolasi virus seperti serum fase akut, plasma, atau buffy coat dari pasien,
jaringan otopsi dari kasus fatal (terutama hati, limpa, kelenjar getah bening dan
timus), dan nyamuk yang dikumpulkan dari daerah yang terpengaruh. 9

17
Derajat Gejala dan Tanda Laboratorium

- Leukopenia (<5000 cells/mm3)


Demam dengan dua gejala berikut: sakit
kepala, nyeri retro-orbital, myalgia, -Trombositopenia (<150.000 cells/mm3)
Demam
arthralgia/nyeri tulang, ruam, manifestasi
Dengue
hemoragik, tidak ada bukti kebocoran - Hematokrit meningkat (5-10%)
plasma
- Tidak ada bukti kehilangan panas

Demam dan manifestasi perdarahan (tes


DBD tourniquet positif) dan bukti kebocoran -Trombositopenia <100.000 cells/mm3
I
plasma. -HCT Meningkat >20%

Seperti pada Grade I ditambah perdarahan -Trombositopenia <100.000 cells/mm3


DBD II
spontan. -HCT meningkat >20%

Seperti pada Grade I atau II ditambah


DBD kegagalan sirkulasi darah (denyut nadi
III -Trombositopenia <100.000 cells/mm3
(SSD) lemah, tekanan nadi sempit < 20 mmHg),
hipotensi dan gelisah)

Seperti pada Grade III ditambah syok - Trombositopenia < 100.000


DBD
IV berat dengan tekanan darah dan denyut cells/mm3
(SSD)
nadi yang tidak terdeteksi - HCT meningkat > 20%

Tabel 1. Klasifikasi dengue dan grade DBD menurut WHO

Pemeriksaan serologi IgM dan IgG dapat digunakan untuk pemeriksaan diagnostic.
Antibody IgM terdeteksi pada hari ke 3-5 setelah mulai sakit, meningkat cepat sekitar 2
minggu dan menurun menjadi tidak terdeteksi setelah 2-3 bulan. Antibodi IgG terdeteksi
rendah pada akhir dari minggu pertama, meningkat secara bertahap dan menetap untuk waktu
yang lama (bertahun tahun). Karena munculnya IgM antibodi setelah 5 hari pada mulai
demam, tes serologi yang dilakukan pada 5 hari pertama mulai sakit biasanya ditemukan

18
negatif. Pada infeksi sekunder, tuter antibody meningkat dengan cepat. IgG antibodi
terdeteksi pada level yang tinggi meskipun pada fase awal dan menetap dari beberapa bulan
sampai sepanjang hidup. Sedangkan IgM rendah pada infeksi sekunder. Hal ini dapat
membedakan antara infeksi primer dengan sekunder. Trombositopenia biasanya di observasi
antara hari ke 3 dan 8, diikuti dengan perubahan hematocrit lain. 9

Tersangka tinggi Terkonfirmasi

Satu dari berikut: Satu dari berikut:1. RT-PCR +2. Kultur virus
+3. Serokonversi IgM pada pasangan serum
1. IgM + dalam sampel serum tunggal
4. Serokonversi pada serum berpasangan atau
2. IgG + dalam sampel serum tunggal dengan titer peningkatan titer igG empat kali lipat pada
HI 1280 atau lebih serum berpasangan

Tabel 2. Interpretasi tes diagnostic dengue

Hasil Interpretasi

IgG IgM

+ + Dengue Sekunder

- + Dengue Primer

+ - Dugaan Dengue Sekunder

- - Non Dengue/ Primer awal

Tabel 3. Interpretasi serologi dengue

19
Deteksi asam nukleat atau protein C pada virus dapat dilakukan dengan RT-
PCR. Pemeriksaan protein non-spesifik 1 (NS1) dapat dilakukan sejak 1 hari setelah
onset demam sampai 5 – 6 hari berikutnya. Adanya protein NS1 ini selama fase klinis
awal penyakit, infeksi dengue primer. 9

IX. DIAGNOSIS BANDING

Pada awal fase demam diagnosis banding yang dapat dipikirkan yaitu infeksi
luas virus, bakteri dan protozoa. Ketika terdapat manifestasi perdarahan seperti
positifnya tes tourniquet dan leukopenia (<5000 cells/mm3) dapat memikirkan akan
penyakit dengue. Adanya trombositopenia bersamaan dengan haemokonsentrasi
membedakan DBD/DSS dengan penyakit yang lain. Normalnya nilai eritrosit sedimen
rate membantu membedakan dengue dengan infeksi bakteri dan syok sepsis. Perlu
diingat bahwa ketika dalam syok, nilai ESR <10 mm/jam.

X. KOMPLIKASI

Demam dengue dengan perdarahan dapat terjadi berhubungan dengan


penyakit seperti peptic ulcer, trombositopenia berat dan trauma. Komplikasi demam
berdarah dengue terjadi biasanya berhubungan dengan syok yang memanjang dan
parah atau mendalam sehingga dapat menyebabkan asidosis metabolic,
ketidakseimbangan elektrolit (hipoglikemi, hiponatremi, hipokalsemia dan terkadang
dapat menyebabkan hiperglikemia. Hal ini dapat menyebabkan ensefalopati) dan
perdarahan berat yang dapat menghasilkan DIC dan kegagalan multiorgan seperti
disfungsi hepar dan ginjal. Pemberian cairan berlebihan ketika masa kebocoran
plasma dapat menyebabkan efusi berat, kongesi pulmo akut dan gagal jantung.
Pemberian terapi cairan yang berlanjut setelah masa kebocoran cairan akan dapat
menyebabkan akut pulmo oedem atau gagal jantung terutama ketika terdapat reabsorsi
dari cairan extravasasi. Pada sindrom dengue yang meluas dapat menyebabkan
ensefalopati fatal, hal ini telah dilaporkan terjadi di Indonesia, Malaysia, Myanmar,
India dan Puerto Rico. Pada beberapa kasus ditemukan hasil otopsi menunjukkan
bahwa terjadinya perdarahan atau oklusi pembuluh darah.

XI. TATALAKSANA

Tatalaksana dari infeksi virus dengue berbeda-beda dari demam dengue,


demam berdarah dengue dan sindrom syok dengue.
6
1. Demam Dengue
Pada demam dengue, pasien dapat rawat jalan dan tidak perlu dirawat. Hal

20
yang perlu dilakukan untuk tatalaksana dari demam dengue yaitu:
- Pasien dianjurkan tirah baring
- Pasien diberikan cairan yang cukup seperti cairan elektrolit peroral. Hati-hati
memberikan hidrasi yang berlebihan pada bayi dan anak-anak
- Pertahankan suhu dibawah 39 ̊C. Bila suhu meningkat diatas 39 ̊C, berikan
parasetamol 10 mg/kg/dosis dapat diberikan 3-4 kali perhari dan diberikan
dalam frekuensi tidak kurang dalam 6 jam. Dosis maksimal untuk dewasa
yaitu 4g/hari. Pemberian NSAID atau aspirin tidak disarankan oleh karena
dapat menyebabkan gastritis, perdarahan atau asidosis.
- Pemberian kompres pada dahi, ketiak dan ekstrimitas disarankan. Mandi
dengan air hangat disarankan untuk orang dewasa
- Perhatikan dan hati-hati dengan dengan tanda-tanda bahaya seperti: tidak ada
perbaikan atau terjadi perburukan pada situasi sebelum atau ketika transisi
demam turun atau ketika perjalanan penyakit, muntah-muntah, nyeri perut
hebat, letargi, gelisah, perdarahan, pucat dan dingin pada kaki dan tangan, urin
ouput berkurang atau tidak ada pada waktu 4-6 jam.
- monitor suhu, jumlah trombosit dan hematocrit sampai fase konvalesens.

2. Demam Berdarah Dengue 8

perbedaan patofisiologik utama antara DBD dengan penyakit lain adalah


adanya peningkatan permeabilitas kapiler yang menyebabkan perembesan plasma dan
gangguan hemostasis. Gambaran klinis DBD sangat khas yaitu demam tinggi
mendadak, diastasis hemoragik, hepatomegaly dan kegagalan sirkulasi. Keberhasilan
tatalaksanan DBD terletak pada bagian mendeteksi secara dini fase kritis yaitu pada
saat suhu turun (the time of defervescence) yang merupakan fase awal terjadinya
kegagalan sirkulasi, dengan melakukan observasi klinis disertai pemantauan
perembesan plasma dan gangguan hemostasis. Prognosis DBD terletak pada
pengenalan awal terjadinya perembesan plasma, yang dapat diketahui pada
pengenalan awal terjadinya perembesan plasma, yang dapat diketahui dengan
peningkatan kadar hematocrit. Fase kritis pada umumnya mulai terjadi pada hari
ketiga sakit. Penurunan jumlah trombosit sampai <100.000 atau kurang dari 1 – 2
trombosit/lpb (rata-rata dihitung pada 10 lpb) terjadi sebelum peningkatan hematocrit
dan sebelum terjadi penurunan suhu. Peningkatan hematocrit >20% menverminkan
perembesan plasma dan merupakan indikasi untuk pemberian cairan. Larutan garam
isotonic atau ringer laktat sebagai cairan awal pengganti volume plasma dapat
diberikan sesuai dengan berat ringan penyakit. Perhatian khusus pada kasus dengan
peningkatan hematocrit yang terus menerus dan penurunan jumlah trombosit
<50.000/uL.

21
Tatalaksana fase demam : tidak berbeda dengan tatalaksanan DD bersifat
simtomatik dan suportif yaitu pemberian cairan oral untuk mencegah dehidrasi.
Apabila cairan oral tidak dapat diberikan karena intake menurun, muntah atau nyeri
perut yang berlebihan, makan cairan intravena rumatan perlu diberikan. Antipiretik
kadang diperlukan. 2

Pada fase kritis terjadi peningkatan hematokrit 10% dari baseline merupakan
indikator obyektif awal dari kebocoran plasma. Hal yang perlu diperhatikan seperti
keadaan umum, nafsu makan, muntah perdarahan, perfusi perifer untuk mengetahui
gejala syok dini, tanda – tanda vital diperiksa setiap 2-4 jam pada pasien non-syok
dan 1-2 jam pada pasien syok. Hematokrit serial harus diperiksa minimal setiap 4-6
jam pada kasus stabil, dan lebih sering pada pasien tidak stabil atau pasien dengan
suspek perdarahan. Jumlah urin dan penghitungan balans cairan dicatat paling sedikit
8 – 12 jam dan dipertahankan jumlah output urine 0,5 ml/kg/jam. Prinsip dalam terapi
cairan dalam DBD yaitu:

- Pemberian cairan kristaloid isotonik dalam periode kritis kecuali pada bayi
<6 bulan, di mana 0,45% natrium klorida dapat digunakan. Larutan kristaloid
yang direkomendasikan oleh WHO merupakan larutan RL laktat, dekstrosa
5% dalam larutan ringer laktat (D5/RL), ringer asetat (RA) atau dekstrosa 5%
dalam RA (D5/RA), NaCl 0,9% atau dekstrosa 5% dalam NaCl (D5/NaCl)
- Cairan koloid hiper-onkotik (osmolaritas >300 mOsm/L) seperti dekstran 40
dapat digunakan pada pasien dengan kebocoran plasma masif
- Secara umum, volume yang dibutuhkan adalah jumlah cairan rumatan
ditambah defisit 5-8%.
- Durasi terapi cairan intravena tidak boleh melebihi 24 sampai 48 jam pada
pasien syko dan pada pasien tanpa syok, durasi terapi cairan intravena
mungkin harus lebih lama tapi tidak lebih dari 60 sampai 72 jam. Hal ini
karena pasien tanpa syok baru saja memasuki masa kebocoran plasma
sementara pasien syok sudah mengalami durasi kebocoran plasma yang lebih
lama sebelum terapi intravena dimulai
- Pada pasien obesitas, berat badan ideal harus digunakan sebagai panduan
untuk menghitung volume cairan 2

Berat badan Rumatan (M) Berat badan Rumatan (M) M+5% deficit
M+5% deficit
ideal (kg) (mL) ideal (kg) (mL) (mL)
(mL)

5 500 750 35 1800 3550

22
10 1000 40 1900 3900
1500

15 1250 2000 45 2000 4250

20 1500 2500 50 2100 4600

25 1600 2850 55 2200 4950

30 1700 3200 60 2300 5300

Tabel 4. Kebutuhan cairan menurut berat badan ideal

Berat Badan (Kg) Jumlah cairan

10 100 per kgBB

10-20 50 per kgBB

>20 20 per kgBB

Tabel 5. Kebutuhan cairan rumatan (Holiday-Segar)

Pemberian terapi cairan dibedakan menurut demam berdarah dengue grade 1 dan
2 tanpa syok, demam berdarah dengue grade 3 dan demam berdarah dengue grade 4. Pada
demam berdarah dengue grade 1 dan 2 tanpa disertai syok, diberikan terapi cairan
rumatan (untuk satu hari) + 5% deficit, untuk diberikan selama minimal 48 jam. Pada
demam berdarah dengue grade 3 diberikan 10ml/kg pada anak-anak atau 300-500 ml pada
orang dewasa dalam 1 jam atau dengan bolus jika perlu. Sebelum menurunkan rate dari
IV diperlukan pemantauan kondisi klinis, tanda-tanda vital, output urin dan hematocrit
untuk memastikan perbaikan kondisi pasien. Pemeriksaan laboratorium juga diperlukan
dalam kondisi syok maupun tidak syok ketika tidak ada perbaikan kondisi pasien
walaupun telah diberikan pergantian volume yang cukup. 2

23
Gambar 2. Pemeriksaan laboratorium untuk pasien tanpa perbaikan walaupun dengan
pergantian volume yang cukup

Pemberian cairan resusitasi pada demam berdarah dengue grade 4 lebih hebat
untuk mengembalikan tekanan darah dengan cepat dan pemeriksaan laboratorium ABCS
harus dilakukan secepat mungkin. Meskipun hipotensi ringan harus ditangani dengan
cepat. 10 ml/kg bolus cairan harus diberikan secepat mungkin, idealnya dalam 10 sampai
15 menit. Ketika tekanan darah telah kembali pemberian cairan diberikan seperti pada
Grade 3. Jika syok tidak kembali dalam 10ml/kg pertama, ulang bolus 10 ml/kg dan hasil
laboratorium harus di benarkan secepat mungkin. Pemberian transfuse darah harus
dipertimbangkan sebagai step selanjutnya dan diikuti dengan monitoring menggunakan
kateter, central venous kateter atau arterial line. Ketika tekanan darah sudah pulih setelah
resusitasi cairan dengan atau tanpa transfusi darah dan penuruan fungsi organ terjadi,
pasien harus ditangani dengan pengobatan yang khusus seperti peritoneal dialysis,
contiuous renal replacement therapy dan mechanical ventilasi. 2

Tatalaksana demam berdarah dengue dewasa tanpa pendarahan dan tanpa syok

24
Tatalaksana DBD dengan pendarahan spontan dan masif tanpa syok

25
Tatalaksana demam berdarah dengue dewasa dengan syok dan pendarahan massif

26
27
XII. PENCEGAHAN
 Kontrol vektor
- Mengurangi tempat pembiakan : menghilangkan tempat-tempat yang memungkinkan
akumulasi air tenang
- Kontrol larva : menambahkan copepods
- Penggunaan insektisida : semprot insektisida
- Kontrol endosimbiotik : membebaskan nyamuk yang diinfeksi dengan bakteri Wolbachia.
Nyamuk-nyamuk tersebut akan mengurangi transmisi dengue dengan cara mengurangi lama
hidup nyamuk dan mencegah replikasi virus.10
 Proteksi diri sendiri
Penggunaan losion anti nyamuk10
 Vaksin
Target WHO pada tahun 2020 adalah untuk mengurangi angka mortalitas infeksi
dengue sebanyak 50%. Adapun salah satu sarana mencapai target ini adalah dengan
mengembangkan vaksin dengue.16 Vaksin dengue mengandung antibodi yang bertujuan untuk
menetralisir virus dengue.17 Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan pengembangan
vaksin dengue ini menjadi lambat. Pertama, vaksin harus tetravalen sehingga dapat
memproteksi terhadap 4 serotipe virus dengue. Kedua, apabila vaksin merupakan virus hidup
yang dilemahkan maka memiliki resiko dapat menyebabkan terjadinya demam berdarah
dengue di penerima yang sebelumnya telah mengalami infeksi dengue. Ketiga, wabah demam
berdarah terjadi secara musiman dan memiliki kejadian yang bervariasi dari tahun ke tahun.
Oleh karena itu, penelitian untuk mengevaluasi efektivitas kandidat vaksin harus diatur pada
periode dengan angka kejadian infeksi yang tinggi. Keempat, angka kematian akibat infeksi
dengue telah menurun sehingga menjadi disisentif untuk pengembangan vaksin.11
Terdapat 3 tipe utama vaksin dengue yang sedang dikembangkan, yaitu vaksin hidup
(live attenuated), vaksin inaktif (inactivated), dan vaksin plasma DNA.12
o Vaksin Live Attenuated
Upaya pengembangan vaksin dengue kebanyakan berfokus pada vaksin hidup
yang dilemahkan. Pengembangan terhadap vaksin jenis ini telah mencapai tahap
pengembangan dan uji klinis yang paling jauh dibanding jenis vaksin yang lain.
Vaksin yang dilemahkan memiliki beberapa keunggulan, salah satunya adalah
kemampuan untuk menginduksi respon imun yang menyerupai respon terhadap
infeksi alami yakni menginduksi limfosit B dan T dan memberikan kekebalan seumur

28
hidup. Vaksin hidup yang dilemahkan dapat diproduksi dengan biaya yang relatif
rendah dan efektif setelah diberikan satu dosis. Diperkirakan bahwa vaksin DENV
hidup yang dilemahkan dapat diproduksi dengan biaya yang terjangkau sehingga
cocok untuk dikembangkan di negara berkembang.11
Kandidat vaksin DENV hidup yang dilemahkan harus dilemahkan untuk
nyamuk serta manusia pula sehingga mencegah terjadinya penularan setelah
vaksinasi. Strain vaksin harus stabil secara genetik sehingga menghindari kembalinya
virus menjadi tipe liar. Oleh karena itu, stabilitas genetik virus harus dipantau
sepanjang pembuatan. Tantangan utama pengembangan vaksin hidup yang
dilemahkan untuk DENV ini salah satunya adalah kemampuan vaksin untuk
menginduksi respon imun yang seimbang untuk semua serotype virus Dengue, dan
harus cukup dilemahkan sehingga tidak menimbulkan gejala demam dengue.11
o Vaksin Live Chimeric Virus
Salah satu vaksin dengue yang sedang dikembangkan oleh Sanofi Pasteur.
Vaksin ini merupakan gabungan dari 4 virus Chimeric dan vaksin virus yellow fever
yang dilemahkan. Pada vaksin ini protein struktural (prM dan E) setiap serotipe virus
dengue dikombinasi dengan vaksin virus yellow fever. Maka dari itu virus dapat
bereplikasi menggunakan protein non-struktural dari yellow fever dan proteksi
terhadap virus dengue dapat diinduksi dengan adanya protein struktural virus
dengue.12
o Vaksin Inactivated Virus
Vaksinasi dengan vaksin DENV yang telah dimatikan menginduksi respon
imun yang seimbang tanpa gangguan virus yang dapat terjadi dengan vaksin hidup
yang dilemahkan. Selain itu, dengan vaksin virus yang inaktif, tidak ada risiko
replikasi virus atau pengembalian menjadi virus tipe liar yang dapat terjadi dengan
vaksin virus hidup. Namun, vaksin DENV yang inaktif hanya berisi C, M, E, dan
protein NS1. Hal ini membuat respon imun menjadi spesifik hanya terhadap protein
ini dan tidak ada respon terhadap protein non-struktural lainnya. Vaksin inaktif
kurang efektif dibanding vaksin hidup yang dilemahkan dalam mendorong kekebalan
yang tahan lama. Seperti vaksin inaktif lain, dibutuhkan beberapa dosis vaksin dan
adjuvant untuk mengoptimalkan imunogenisitas yang dihasilkan.l2
o Vaksin Plasma DNA

29
Kandidat vaksin berupa asam nukleat telah dikembangkan dan dievaluasi
untuk beberapa jenis flavivirus, termasuk DENV. Vaksin DNA ini terdiri atas protein
structural berupa prM dan protein E. Potensi dari kandidat vaksin ini adalah adanya
potensi vektor untuk menghasilkan virus yang tidak memiliki partikel subviral in
vivo. Meskipun antigen partikulat mungkin memiliki tingkat immunogenitas yang
baik, tetapi protein amplop partikel subviral berbeda dari virion sepenuhnya yang
dapat menyebabkan penyakit. Vaksin asam nukleat dapat diproduksi menggunakan
metode ekonomis dan relatif mudah. Selanjutnya, urutan konstruksi vaksin dapat
dengan mudah disesuaikan untuk memasukkan strain virus yang berbeda, atau untuk
mengubah presentasi epitop yang dikenali oleh antibodi.12

XIII. PROGNOSIS

Prognosis DD/DBD dipengaruhi oleh tatalaksana yang dilakukan. DBD Derajat I


dan II biasanya memberikan prognosis yang baik. Umumnya DBD Derajat I dan II tidak
menyebabkan komplikasi sehingga dapat sembuh sempurna. DBD derajat III dan IV
merupakan derajat sindrom syok dengue dimana pasien jatuh kedalam keadaan syok
dengan atau tanpa penurunan kesadaran. Tatalaksana syok pada pasien DBD yang tidak
adekuat akan menimbulkan komplikasi yang ada. Sebaliknya dengan tatalaksana syok
yang tepat dapat segera terjadi perbaikan dan dapat membaik dalam 2 – 3 hari. Selera
makan yang membaik merupakan indikator prognosis yang baik.8

30
BAB III
ANALISA KASUS

Nn. I berusia 18 tahun datang dengan keluhan demam sejak 3 hari SMRS. Demam
dirasakan sepanjang hari, tidak hanya dirasakan sore dan malam hari. Secara garis besar
etiologi terjadinya demam dapat dibagi menjadi 2 yaitu demam akibat infeksi dan non-infesi.
Penyebab paling umum terjadi demam adalah infeksi bakteri, virus, jamur maupun parasite.
Demam akibat non-infeksi dapat disebabkan oleh beberapa hal antara lain penyakit autoimun,
keganasan, kelainan termoregulator dan penyebab lainnya seperti drug-induced fever dan
sebagainya. Pada pasien ini, kemungkinan demam terjadi akibat adanya infeksi karena
merupakan etiologi demam yang paling sering terjadi dan juga pada pasien ini tidak memiliki
riwayat penyakit lainnya, usia muda, tidak sedang mengkonsumsi atau menjalani pengobatan.

Berdasarkan etiologi dari infeksi sendiri dapat dibagi menjadi infeksi oleh bakteri,
virus, fungal dan parasite. Etiologi yang paling banyak ditemukan adalah infeksi bacterial dan
viral. Pada infeksi virus biasanya terjadi demam akut dan tinggi, demam dapat mencapai
39oC tanpa disertai batuk dan pilek. Laboratorium akan menunjukan terjadinya leukopenia
dan terjadi peningkatan monosit dan limfosit. Sedangkan pada infeksi bakteri biasanya
demam terjadi secara gradual, dimana suhu akan naik turun pada awal terjadi infeksi dan
demam menetap. Pada infeksi bakteri juga dapat disertai gejala lain seperti diare, batuk dan
pilek. Laboratorium akan menunjukan leukositosis dan neutrofilia. Pada pasien ini, demam
terjadi secara mendadak dan pada pasien ini tidak ditemukan adanya tanda – tanda infeksi
bakterialis seperti dahak/sektret berwarna hijau. Pada pasien ini juga mengeluhkan adanya
keluhan lain seperti pusing, sakit kepala, mual, nyeri pada belakang mata dan badan terasa
pegal. Pada pemeriksaan fisik ditemukan uji tourniquet positif dan tidak ditemukan adanya
sumber infeksi lokal.

Selain dari anamnesis dan pemeriksaan fisik, dibutuhkan pemeriksaan penunjang

31
seperti pemeriksaan darah lengkap, dimana pada pasien ini ditemukan adanya leukopenia dan
thrombocytopenia. Sehingga dapat dipikirkan bahwa pasien ini mengalami infeksi virus
dengue dimana pada pasien ini memenuhi kriteria klasik demam dengue yaitu terdapat
demam tinggi mendadak, nyeri kepala berat, nyeri belakang bola mata, nyeri otot dantulang
disertai manifestasi pendarahan yang ditandai dengan uji tourniquet positif. Pada
laboratorium ditemukan adanya trombocitopenia tanpa disertai peningkatan hematocrit.

Berdasarkan kriteria WHO, pada pasien ini mengalami demam dengan manifestasi
pendarahan berupa tourniquet test + tetapi tidak terdapat tanda kebocoran plasma.
Berdasarkan hasil lab terdapat thrombocytopenia < 100.000 sel/mm3 , tetapi kadar HCT tidak
meningkat. Meskipun tidak terdapat gambaran kebocoran plasma dan kadar HCT tidak
meningkat tetapi pada pasien ini lebih baik ditatalaksana sebagai Demam berdarah Dengue
Grade I dibandingkan dianggap sebagai demam dengue.

Pada pasien ini memenuhi kriteri rawat inap karena trombosit < 100.000 meskipun
tanpa disertai pendarahan spontan tetap harus dirawat inap. Secara umum, tatalaksana dari
Demam Berdarah Dengue Grade I adalah tirah baring, pemberian cairan yang cukup,
observasi kesadaran, tanda – tanda vital, monitor suhu, jumlah trombosit dan hematocrit
sampai fase konvalesens.

32
DAFTAR PUSTAKA

1. Rajapakse S, Rodrigo C, Rajapakse A. Treatment of dengue fever. Infect Drug Resist.


2012 Jul 23;5:103–12.
2. Sudoyo A W, Setyohadi B, Alwi I dkk. Demam Berdarah Dengue dalam Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III Edisi V. Jakarta: Interna Publishing Pusat Penerbitan
Ilmu Penyakit Dalam. 2009 ; 2773-2779.
3. WHO | Impact of Dengue [Internet]. WHO. [cited 2014 Dec 7]. Available from:
http://www.who.int/csr/disease/dengue/impact/en/
4. Karyanti MR, Uiterwaal CSPM, Kusriastuti R, Hadinegoro SR, Rovers MM,
Heesterbeek H, et al. The changing incidence of Dengue Haemorrhagic Fever in
Indonesia: a 45-year registry-based analysis. BMC Infect Dis. 2014 Jul 26;14(1):412.
5. Camero P et al. Dengue. N Engl J Med 2012;366:1423-32.
6. Lei et al. 2001. Immunopathogenesis of Dengue Virus Infection. J Biomed Sci
2001;8:377–388
7. Influence of Mast Cells on Dengue Protective Immunity and Immune Pathology.
Ashley L. St. John. PLoS Pathog 9(12):e1003783. 2013
8. CHEN JC. 2014. IMMUNOPATHOGENESIS OF Thesis : DENGUE VIRUS
INFECTION. Immunology, Endocrine & Metabolic Agents - Medicinal Chemistry,
10, 31.
9. Comprehensive Guidelines for Prevention and Control of Dengue and Dengue
Haemorrhagic Fever. New Delhi, India: World Health Organization Regional Office
for South-East Asia; 2011.
10. Stephen J et al. 2018. Dengue virus infection: Clinical manifestations and diagnosis.
Uptodate
11. Yauch LE. Shresta S. Dengue Virus Vaccine Development. Advances in Virus
Research. 2014;88:315-373
12. Pierson TC, Diamond MS.Vaccine Development as a Means to Control Dengue Virus
Pathogenesis: Do We Know Enough?. Annual Review of Virology. 2014;1: 375-398.

33
34

Anda mungkin juga menyukai