Anda di halaman 1dari 34

LAPORAN KASUS

Space Occupying Lession

Pembimbing :

dr. Prima Madaze, Sp.S

Disusun Oleh :

Dicky Alfian Ade Muda

112017222

KEPANITERAAN ILMU PENYAKIT SARAF

FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA – RS UMUM DAEARAH KOJA

PERIODE 09 SEPTEMBER – 12 OKTOBER 2019

JAKARTA

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOJA


DEPARTEMEN NEUROLOGI

KOAS UKRIDA PERIODE 09 SEPTEMBER – 12 OKTOBER 2019

I. IDENTITAS PASIEN

a) Nama : Ny. K

b) Umur : 42 Tahun

c) Jenis Kelamin : Perempuan

d) Alamat : Jl. Kalibaru Timur VI C

e) Status Pernikahan : Sudah Menikah

f) Status Pendidikan : SMP

g) Suku : Betawi

h) Agama : Islam

i) No. RM : 00-39-19-42

j) Tanggal Masuk : 15 September 2019

II. SUBJEKTIF

Dilakukan secara autoanamnesis dengan pasien pada hari Sabtu tanggal 21


September 2019 di Bangsal Neuro Utara Tim A.

a) Keluhan Utama

Penurunan kesadaran dan bicara kacau sejak 6 jam SMRS.

b) Riwayat Penyakit Sekarang

2
2 bulan SMRS Pasien sering mengeluh nyeri kepala yang bersifat hilang timbul
yang dirasakan pada sisi kanan kepala. Nyeri kepala dirasakan seperti berdenyut. Pasien
mengatakan keluhan nyeri kepala sudah dirasakan sejak 1 tahun yang lalu, namun dirasakan
semakin sering dan memberat sejak 2 bulan terakhir. Pasien tidak pernah periksa ke dokter
sebelumnya, saat nyeri kepala timbul pasien hanya minum obat sakit kepala yang di belinya
di minimarket. Saat timbul nyeri kepala kadang-kadang disertai dengan mual dan muntah.
Keluarga pasien mengatakan beberapa bulan terakhir pasien mengalami gangguan
pendengaran, sulit di ajak berkomunikasi.

3 hari SMRS pasien nyeri kepala yang dirasakan semakin sering . nyeri tidak berkurang
dengan istirahat dan disertai dengan keluhan mual serta nafsu makan berkurang . Keluhan
lain seperti demam disangkal.

6 jam SMRS keluarga pasien mengatakan pasien mengalami perubahan perilaku seperti
bicara melantur, berteriak, dan sulit diajak komunikasi serta tidak mau makan. Perubahan
perilaku seperti ini bersifat mendadak, tidak pernah terjadi sebelumnya. Riwayat kejang dan
trauma kepala sebelumnya disangkal. 1 jam SMRS pasien tampak lemas sehingga ia dibawa
ke IGD RSUD Koja.

c) Riwayat Penyakit Dahulu

 Riwayat kejang sebelumnya (-).

 Riwayat hipertensi (-)

 Riwayat batuk yang lama (-)

 Riwayat tumor otak tidak diketahui

d) Riwayat Pribadi

Pasien tidak merokok, minum minuman beralkohol dan tidak mengkonsumsi obat-obatan
terlarang.

e) Riwayat Keluarga

3
Hubungan Umur (Tahun) Jenis Kelamin Keadaan Penyebab Meninggal
Kesehatan

Ayah - L Meninggal Tidak dikeathui

Ibu - P Meninggal Tidak diketahui

Suami - L Meninggal Tidak diketahui

Anak 1 24 tahun L Sehat -

Anak 2 22 tahun L Sehat -

f) Riwayat Sosial

Pasien bekerja sebagai ibu rumah tangga. Ia tinggal Bersama anak-anaknya. Jendela
hanya dibagian depan rumah, cahaya matahari sedikit masuk dalam rumah, ventilasi
rumah ada hanya beberapa. Pergantian sirkulasi udara hanya jika pintu depan rumah
dibuka.

II. OBJEKTIF

A) Status Generalis
I. Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
II. Tanda-tanda vital
a. Tekanan Darah : 94/74 mmHg
b. Nadi : 88 kali / menit
c. Pernapasan : 20 kali / menit
d. Suhu : 37 °c

III. Berat Badan : 50 kg


IV. Tinggi Badan : 158 cm
V. Status Gizi (IMT) : 20,08 kg/m2
VI. Kepala : normocephali, rambut hitam, konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik

4
-/-
VII. Leher : tidak ditemukan pembesaran KGB dan tidak tampak adanya lesi
maupun benjolan.
VIII. Thorax
1. Jantung

Inspeksi : Bentuk normal, tidak terlihat ictus cordis

Palpasi : Ictus Cordis teraba kuat angkat dan regular pada ICS 5

garis midklavikularis kiri.

Perkusi : Batas kanan: ICS IV linea sternalis kanan

Batas kiri: ICS V 2cm lateral linea midklavikularis kiri

Batas atas: ICS II linea sternalis kiri

Batas pinggang: ICS III linea parasternalis kiri

Auskultasi : BJ I & II murni reguler, murmur (-), gallop (-)

2. Paru

Inspeksi Kanan Simetris saat statis dan dinamis Simetris saat statis dan dinamis

Kiri Simetris saat statis dan dinamis Simetris saat statis dan dinamis

Palpasi Kanan Tidak ada benjolan Tidak ada benjolan


-Kiri
Fremitus taktil simetris Fremitus taktil simetris

Nyeri tekan (+) Nyeri tekan (+)

Perkusi Kanan Redup di apex paru Redup di apex paru

Kiri Redup di apex paru Redup di apex paru

Auskultasi Kanan Wheezing (-), Ronki (+) Wheezing (-), Ronki (+)

Kiri Wheezing (-), Ronki (+) Wheezing (-), Ronki (+)

5
IX. Abdomen
Inspeksi : datar, dilatasi vena (-)

Palpasi : Dinding perut: massa (-), nyeri tekan (-)

Hati : tidak teraba massa / perbesaran

Limpa : tidak teraba massa / perbesaran

Ginjal : tidak teraba, bimanual (-), ballotement (-)

Perkusi : timpani, nyeri ketok CVA (-)

Auskultasi : bising usus (+), normoperistaltik

X. Ekstrimitas :Sianosis (-), edema (-)

B) Status Psikis (MMSE) : Tidak dilakukan


C) Status Neurologis
i. Glasgow Coma Scale : E: 4 M: 6 V: 5 (15)
ii. Tanda Rangsangan Meningeal
1. Kaku kuduk : Negatif
2. Laseque : Negatif
3. Kernig : Negatif
4. Brudzinsky I : Negatif
5. Brudzinsky II : Negatif

III. Nervi Cranialis

a) Nervus I (Olfactory nerve)

KANAN KIRI

Penghidu Normosmia Normosmia

6
b) Nervus II (Optic nerve)

KANAN KIRI

Visus 20/200 20/200

Pengenalan Warna Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan

Lapang Pandang Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan

Ukuran pupil 3 mm 3 mm

Bentuk pupil Bulat Bulat

Kesamaan pupil Isokor Isokor

Refleks cahaya Langsung + +

Refleks cahaya + +
konsensual

c) Nervus III, IV, VI (Oculomotor, Trochler, Abducens nerve)

KANAN KIRI

Ptosis Negatif Negatif

Gerak Mata Normal Normal

Sela Mata 1,5 cm 1,5 cm

Strabismus Negatif Negatif

Diplopia Negatif Negatif

Nistagmus Negatif Negatif

Eksoftalmus Negatif Negatif

7
d) Nervus V (Tigeminal nerve)

KANAN KIRI

Sensibilitas muka atas, Simetris Simetris


tengah, bawah

Menggigit Simetris Simetris

Membuka mulut Simetris Simetris

Mengunyah Simetris Simetris

Reflex kornea Positif Positif

Jaw-jerk test Negatif Negatif

e) Nervus VII (Facial nerve)

KANAN KIRI

Mengerutkan dahi Simetris Simetris

Menutup mata Simetris Simetris

Memperlihatkan gigi Simetris Simetris

Lekukan nasolabialis Simetris Simetris

Mencembungkan pipi Simetris Simetris

Daya kecap lidah 2/3 Normal Normal


depan

8
f) Nervus VIII (Vestibulocochlear nerve)

KANAN KIRI

Mendengar suara berbisik Menurun Normal

Mendengar detik arloji Menurun Normal

Test Rinne Konduksi udara lebih baik Konduksi udara lebih baik
daripada tulang daripada tulang

Test Weber ada lateralisasi Tidak ada lateralisasi

Test Schwabach Memendek Tidak memanjang

Kesan Ada kelainan Tidak ada kelainan

g) N. IX (Glossopharyngeal nerve) dan N X (Vagus Nerve)


1) Arkus faring : Simetris
2) Daya kecap lidah 1/3 belakang : Normal
3) Refleks muntah : Positif
4) Fonasi : Normal

h) Nervus XI (Accessory nerve)

KANAN KIRI

Memalingkan kepala Normal Normal

Mengangkat bahu Normal Normal

9
i) Nervus XII (Hypoglossal nerve)
1) Tremor : Negatif
2) Fasikulasi : Negatif
3) Atrofi papil lidah : Negatif
4) Pergerakan lidah : Simetris
5) Artikulasi : Normal

iv. Sistem Motorik

Anggota Gerak Atas

KANAN KIRI

Tremor Negatif Negatif

Fasikulasi Negatif Negatif

Trofi Normotrofi Normotrofi

Gerakan involunter Negatif Negatif

Tonus otot Normotonus Normotonus

Kekuatan otot 5 5

Anggota Gerak Bawah

KANAN KIRI

Tremor Negatif Negatif

10
Fasikulasi Negatif Negatif

Trofi Normotrofi Normotrofi

Gerakan involunter Negatif Negatif

Tonus otot Normotonus Normotonus

Kekuatan otot 5 5

v. Sistem Sensorik

SENSIBILITAS TANGAN KAKI

Kanan Kiri Kanan Kiri

Taktil Positif Positif Positif Positif

Nyeri Positif Positif Positif Positif

Suhu Positif Positif Positif Positif

Vibrasi Positif Positif Positif Positif

Diskriminasi 2 titik 2 cm 2 cm 2 cm 2 cm

vi. Refleks Fisiologis

REFLEKS KANAN KIRI

Biceps reflex Positif Positif

Triceps reflex Positif Positif

Knee patela reflex Positif Positif

Archilles reflex Positif Positif

11
Refleks kulit perut Positif Positif

vii. Refleks Patologis

REFLEKS KANAN KIRI

Hoffman reflex Negatif Negatif

Trommer reflex Negatif Negatif

Babinsky reflex Negatif Negatif

Chaddock reflex Negatif Negatif

Oppenheim reflex Negatif Negatif

Schaeffer reflex Negatif Negatif

Gordon reflex Negatif Negatif

Mendel reflex Negatif Negatif

Rossolimo reflex Negatif Negatif

viii. Klonus

KANAN KIRI

Patella Negatif Negatif

Archilles Negatif Negatif

ix. Fungsi Cerebellum

1. Cara berjalan : Normal


2. Test Romberg : ( + ) saat menutup mata
12
3. Ataksi : Negatif
4. Rebound fenomen : Negatif
5. Dismetri
 tes telunjuk-hidung : normal
 tes tumit-lutut : normal
6. Disdiadokhokinesis : normal

x. Gerakan-gerakan abnormal

1. Tremor : Negatif
2. Athetose : Negatif
3. Mioklonik : Negatif
4. Chorea : Negatif

xi. Alat vegetative

1. Miksi : inkontinensia urin (-)


2. Defekasi : inkontinensia alvi (-)
3. Refleks anal : Tidak dilakukan
4. Refleks kremaster : Tidak dilakukan
5. Refleks bulbokavernosa : Tidak dilakukan

xii. Fungsi Luhur

1. Orientasi : Tempat: Normal Waktu: Normal

Orang: Normal Situasi: Normal

2. Afasia : Negatif

Pemeriksaan Laboratorium

Hb 13.0 g/dL 13.5-18.0 g/dL

Ht 37,8 % 42.0 – 52.0 %

13
Leukosit 15270/uL 4.00 – 10.500 / uL

Trombosit 168000/uL 163.000 – 337.000 /uL

Kimia Klinik

Natrium ( Na) 134 mEq/L 135 – 147 mEq/L

Kalium ( K ) 3, 02 mEq/L 3,5 – 5,0 mEq/L

Klirida ( Cl) 107 mEq/L 96 – 108 mEq/L

SGOT 11 U/L < 32

SGPT 23 U/L < 33

Ureum 21,6 mg/dL 16,6- 48,5 mg/dL

Kreatinin 0,44 mg/dL 0,51- 0,95 mg/dL

GDS 155 mg/dL 70- 200 mg/dL

Serologi

Anti HIV Non Reaktif Non Reaktif

CT Scan Cerebri

14
IV. RINGKASAN

Seorang wanita berusia 42 tahun dating ke IGD RSUD Koja dengan penurunan kesadaran
dan bicara kacau sejak 6 jam SMRS. 2 bulan SMRS Pasien sering mengeluh nyeri kepala
yang bersifat hilang timbul yang dirasakan pada sisi kanan kepala. Nyeri kepala dirasakan
seperti berdenyut. Pasien mengatakan keluhan nyeri kepala sudah dirasakan sejak 1 tahun
yang lalu, namun dirasakan semakin sering dan memberat sejak 2 bulan terakhir

3 hari SMRS pasien nyeri kepala yang dirasakan semakin sering . nyeri tidak berkurang
dengan istirahat dan disertai dengan keluhan mual serta nafsu makan berkurang. 6 jam
SMRS keluarga pasien mengatakan pasien mengalami perubahan perilaku seperti bicara
melantur, berteriak, dan sulit diajak komunikasi serta tidak mau makan. Perubahan
perilaku seperti ini bersifat mendadak, tidak pernah terjadi sebelumnya. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan Tekanan Darah : 94/74 mmHg, Nadi : 88 kali / menit,
Pernapasan : 20 kali / menit, Suhu : 37 °c. pada pemeriksaan status neurologi didapatkan
mendengar suara berbisik pada telinga kanan menurun, terdapat lateralisasi ke kanan.

Pada pemeriksaan CT Scan didapatkan lesi di temporo parietal

15
k) ASSESMENT

Diagnosis Klinis : cefalgia

Diagnosis Topis : lobus temporoparietal

Diagnosis Etiologis : SOL ec neoplasma

Diagnosis Patologis : neoplasma


III. PLANNING

Diagnostik

CT scan cerebri

Terapi

 Medika mentosa

Citicoline 2 x 500 mg IV

Dexamethasone 4 x 10 mg IV

Ranitidine 2 x 50 mg IV

Depakote ER 1 x 250 mg

Monitoring

Keadaan umum, tanda-tanda vital, perburukan defisit neurologis

Edukasi

i. Menjelaskan kepada keluarga pasien untuk pengobatan yang diminum tiap hari
dan memastikan pasien meminum obatnya secara teratur.

16
ii. Menjelaskan kepada pasien dan keluarga tentang kondisi pasien dan kemungkinan
diperlukan tindakan operasi

iii. Keluarga pasien aktif dalam menjaga kondisi pasien tetap memberikan semangat
kepada pasien.

VII.PROGNOSIS

Ad vitam : dubia ad malam

Ad sanationam : dubia ad malam

Ad function : dubia ad malam

TINJAUAN PUSTAKA
Space occupying lesion pada otak biasanya disebabkan oleh keganasan tetapi dapat
juga disebabkan oleh patologi lain seperti abses atau hematoma. Hampir setengah dari kasus
tumor intraserebral adalah tumor primer dan selebihnya berasal dari luar sistem saraf pusat
yang bermetastasis. Efek daripada lesi bersifat lokal karena kerusakan otak yang bersifat
fokal dan gambaran klinis dapat memberikan indikasi terhadap letaknya lesi namun bukan
etiologinya. Terdapat lebih banyak gejala umum berkaitan dengan kenaikan tekanan
intracranial atau kejang, perubahan perilaku, atau gejala lokal palsu. Lesi luas pada beberapa
daerah, seperti lobus frontalis, dapat tidak memberikan manifestasi klinis manakala lesi kecil
pada hemisfera yang dominan dapat pula mempengaruhi kemampuan berbicara. Tumor dapat
menginfiltrasi dan merosak struktur-struktur penting, dapat juga mengobstruksi aliran
serebrospinal dan mengakibatkan hidrosefalus atau dapat mengakibatkan angiogenesis dan
memecahkan blood-brain barriev r sehingga mengakibatkan edema.1

A. TUMOR OTAK

17
Tumor dalam sistem saraf menyangkut lesi neoplasma yang heterogen yang dapat
terjadi pada setiap kelompok umurdan setiap elemen sistem saraf pusat dan
perifer.2Neoplasma saraf primer cenderung berkembang di tempat-tempat tertentu.
Ependimoma hampir selamanya berlokasi di dekat dinding ventrikel atau kanalis sentralis
medula spinalis. Glioblastoma multiforme kebanyakan ditemukan di lobus parietalis.
Oligodendroma memilih lobus frontalis sebagai tempat perkembangannya, sedangkan
spongioblastoma seringkali menduduki bangunan-bangunan di garis tengah seperti korpus
kalosum atau pons. Neoplasma saraf rupanya cenderung juga untuk berkembang pada
golongan umur tertentu. Neoplasma serebelar lebih sering ditemukan pada anak-anak
daripada orang dewasa, misalnya meduloblastoma. Juga glioma batang otak lebih banyak
dijumpai pada anak-anak daripada orang dewasa. Neoplasma serebelar dan metastasis serebri
lebih umum pada orang dewasa daripada anak-anak.3
Perbandingan antara neoplasma serebral primer dan metastatik adalah 4:1. jenis
neoplasma metastatik di dalam ruang kranium kebanyakan sesuai dengan neoplasma bronkus
dan prostate pada pria dan mamae pada wanita. Pada hakekatnya, neoplasma saraf primer
tidak mempunyai kecenderungan untuk bermetastasis di luar susunan saraf. Tetapi ada
beberapa laporan tentang neoplasma saraf primer dengan metastasis hematogen di luar
susunan saraf, yang kebanyakan rupanya terjadi sehubungan dengan tindakan operatif. Dalam
hal itu, mungkin sekali sel-sel neoplasma saraf primer terhanyut dalam aliran darah sewaktu
dilakukan operasi.3

Epidemiologi
Proses neoplasmatik di susunan saraf mencakup neoplasma saraf primer dan non saraf
atau metastasis. Kira-kirna 10% dari semua proses neoplasmatik di seluruh tubuh ditemukan
pada susunan saraf dan selaputnya, 8% berlokasi di ruang intrakranial dan 2% di ruang
kanalis spinalis. Bilamana statistik proses neoplasmatik saraf primer saja yang ditinjau, maka
dapat dinyatakan bahwa antara 3 sampai 7 orang dari 100.000 orang penduduk
mempunyainya.3Insidensi tumor otak primer bervariasi sehubungan dengan kelompok umur
penderita. Angka insidensi ini mulai canderung meningkay sejak kelompok usia dekade
pertama yaitu 2/100.000 populasi/tahun pada kelompok umur 10tahun menjadi 8/100000
populasi/tahun pada kelompok umur 40 tahun dan kemudian meningkat tajam menjadi
2/100.000 populasi/tahun dan kelompok usia 70 tahun 18,1/100.000 populasi/tahun dimana
perbandingan wanita dan pria 20,3:15,2.4

18
Etiologi
Tumor intrakranial adalah Massa intrakranial -- baik primer maupun sekunder -- yang
memberikan gambaran klinisproses desak ruang dan atau gejala fokal neurologis.5

Beberapa faktor lainnya yang dipertimbangkan menjadi salah satu teori penyebab terjadinya
tumor pada otak, di antaranya adalah :3

1. Bawaan
Meningioma, astrositoma dan neurofibroma dapat dijumpai pada anggota-anggota
sekeluarga. Sklerosis tuberose atau penyakit Sturge-Weber, yang dapat dianggap
sebagai manifestasi pertumbuhan baru, memperlihatkan faktor familial yang jelas.
Selain jenis-jenis neoplasma tersebut di atas tidak ada bukti-bukti yang kuat untuk
memikirkan adanya faktor hereditas pada neoplasma.
2. Degenerasi atau perubahan neoplasmatik
Bangunan-bangunan embrional berkembang menjadi bangunan-bangunan yang
mempunyai morfologi dan fungsi terintegrasi dalam tubuh. Tetapi adakalanya
sebagian dari bangunan embrional tertinggal di dalam tubuh yang sudah mencapai
kedewasaan. Karena hal-hal yang belum jelas bangunan embrional yang tertinggal itu
dapat menjadi ganas, karena bertumbuh terus dan merusak bangunan sekitarnya.
Perkembangan abnormal itu dijumpai pada kraniofaringioma, teratoma intrakranial
dan kordoma yang secara berturut-turut berpangkal pada saku Rathke, mesenkima dan
ektoderma embrional dan korda dorsalis.
3. Radiasi
Efek radiasi terhadap dura memang dapat menimbulkan pertumbuhan sel dura. Sel di
dalam otak atau sel yang sudah mencapai kedewasaan, pada umumya agak kurang
peka terhadap efek radiasi dibanding dengan sel neoplasma. Maka dari itu radiasi
digunakan untuk pemberantasan pertumbuhan neoplasmatik. Tetapi dosis
subterapeutik dapat merangsang pertumbuhan sel mesenkimal, sehingga masih
banyak penyelidik yang menekankan pada radiasi sebagai faktor etiologik neoplasma
saraf.
4. Virus
Banyak penyelidikan tentang inokulasi virus pada binatang kecil dan besar dilakukan
dengan maksud menentukan peran infeksi virus dalam genesis neoplasma.
Belakangan ini telah dibuktikan oleh Burkitt bahwa suatu limfoma yang banyak
dijumpai pada penduduk Afrika disebabkan oleh infeksi virus. Tetapi diskrepansi

19
antara banyaknya infeksi virus dan luasnya lesi karena infeksi virus di satu pihak dan
sedikitnya perubahan neoplasmatik yang dijumpai secara bersama-sama di lain pihak,
masih merupakan halangan untuuk diterimanya infeksi virus sebagai factor etiologik
neoplasma serebri.
5. Substansi-substansi karsinogen
Penyelidikan tentang substansi karsinogen sudah lama dan luas dilakukan. Kini telah
diakui bahwa ada substansi-substansi yang karsinogenik, misalnya
methylcholanthrone, nitroso-ethyl-urea. Neoplasma yang dikembangkan dengan jalan
kimiawi ini, berhasil ditransplantasikan ke binatang lain sesuku.

Tumor otak primer


Tumor yang bermula dari jaringan otak dikenali dengan tumor otak primer dan
diklasifikasikan berdasarkan jenis jaringan.
Tumor otak yang tersering berasal dari glioma:7
1. Astrositoma
Astrositoma berasal dari sel astrosit yang berbentuk seperti bintang. Sebagian besar
astrositoma merupakan tumor dengan derajat yang rendah (WHO grade I-II) dan
terjadi di daerah pertengahan otak, seperti daerah serebelum dan diensefalik.
Astrositoma difus (WHO grade II) dapat terjadi di mana saja di SSP tetapi umumnya
terjadi di serebrum. Astrositoma yang derajat tinggi (WHO grade III-IV) umumnya
dijumpai di daerah hemisfer serebrum. Astrositoma gred III juga dikenali dengan
astrositoma anaplastik dan astrositoma gred IV juga dikenali dengan glioblastoma
multiforme.
2. Oligodendroglioma
Berasal dari sel yang menghasilkanmyelin untuk melindungi saraf, yang bermula dari
serebrum.Tumbuh lambat dan tidak menyebar ke jaringan otakdisekeliling. Sering
terjadi pada usia dewasa tetapi bisa terdapat pada semua umur.
3. Ependimoma
Berasal dari sel ependim yang ada di dindingventrikel, dapat juga terjadi di medulla
spinalis. Terdapatpada semua umur, terutama pada anak-anak dan dewasa.
Selain tumor otak yang berasal dari sel glia, terdapat juga tumor yang tidak berasal dari sel
glia:
1. Meningioma

20
Berasal dari meningen, bersifat jinak karena tumbuhnya sangat lambat dan sering
tumbuh sampai cukup besar baru memberikan gejala. Banyak terdapat pada wanita
antara 30 ±50 tahun.
2. Schwannoma (neuroma akustikus)
Tumor jinak berasal dari sel Schwan, yangmenghasilkan myelin yang melindungi
saraf perifer. Neuroma akustikus merupakan tipe dari swachnoma yang terjadi utama
pada orang dewasa.
3. Craniopharingioma
Tumor berasal dari kelenjar pituitary dekat hipotalamus, karena dapat menekan atau
merusak hipotalamusdan dapat menyebabkan gangguan fungsi vital tubuh.
4. Germ Cell Tumor
Berasal dari sel primitif sel kelamin atau dari germ sel. Tipe yang paling tumor sel
primitif yang paling sering di jumpai di otak adalah germinoma.
5. Tumor Pineal
Terjadi disekitar kelenjar pineal, yaitu suatu organyang kecil di dekat pusat otak.
Tumbuh lambat (Pineositoma),dapat tumbuh cepat (Pineoblastoma). Daerah pineal
sulitdicapai dan sering tidak dapat diangkat.
Tumor otak sekunder
Metastase ke otak terjadi pada 20-30% kasus pasien dengan kanker sistemik.
Sehingga sekitar 50000-100000 pasien per tahun di Amerika Serikat mengidap tumor otak
sekunder. Pada 40% pasien kanker otak sekunder, kanker awal ditemukan pada paru-paru dan
disusul oleh 20% lainnya kanker berawal dari kanker payudara. Tempat asal metastase ke
otak lainnya adalah melanoma, kanker gastrointestinal, dan kanker ginjal. Metastase ke otak
umumnya adalah supratentorial dengan presentase 80%. Metastase ke cerebellum terjadi pada
10-15% dan pada batang otak 3-5%. Setengah dari lesi metastase adalah lesi single,
setengahnya lagi adalah multipel. Sekitar 10 persen pasien memiliki 5 buah lesi, dan biasanya
kanker awalnya berasal dari melanoma atau kanker paru. Tumor otak sekunder jarang terjadi
pada anak dan paling sering didiagnosis pada orang dewasa usia lebih dari 40 tahun.2
Manifestasi klinis dari tumor otak metastase sangat mirip dengan tumor otak primer.
Adanya gejala neurologis dan lesi yang terlihat di MRI hampir merupakan diagnosis dari
tumor otak metastase pada pasien yang sudah diketahui memiliki neoplasma sistemik.2

Manifestasi Klinis

21
Gejala yang timbul dapat bersifat umum akibat TIK yang meninggi, seperti nyeri
kepala dan muntah, penurunan kesadaran, kejang ataupun gejala fokal lainnya bergantung
pada lokasi tumor.Gangguan kesadaran akibat tekanan intrakranial yang meninggi dapat
terjadi karena proses desak ruang tidak saja memenuhi rongga tengkorak yang merupakan
ruang yang tertutup, akan tetapi proses neoplasmatik sendiri dapat menimbulkan perdarahan
setempat. Lagi pula jaringan otak sendiri bereaksi dengan menimbulkan edema, yang
berkembang karena penekanan pada vena yang harus mengembalikan darah vena, terjadilah
stasis yang cepat disusul dengan edema. Dapat juga aliran likuor tersumbat oleh tumor
sehingga tekanan intrakranial cepat melonjak karena penimbunan likuor proksimal daripada
tempat penyumbatan. Pada umumnya dapat dikatakan bahwa tumor di fosa kranii psoterior
lebih cepat menimbulkan gejala-gejala yang mencerminkan tekanan intrakranial yang
meninggi.3
Gejala-gejala umum yang dapat terjadi akibat tekanan intrakranial yang meninggi
berupa sakit kepala,muntah, kejang, gangguan mental, perasaan abnormal pada kepala. Sakit
kepala merupakan gejala umum yang dapat dirasakan pada setiap tahap tumor intrakranial.
Sifat sakit kepala itu nyeri berdenyut-denyut atau rasa penuh di kepala seolah-olah kepala
mau meledak. Nyerinya paling hebat pada pagi hari, karena selama tidur malam PCO 2
serebral meningkat, sehingga mengakibatkan peningkatan CBF dan dengan demikian
mempertinggi lagi tekanan intrakranial. Juga lonjakan tekanan intrakranial sejenak karena
batuk, mengejan dan berbangkis memperberat nyeri kepala.Nyeri kepala merupakan gejala
dini tumor intrakranial pada kira-kira 20% dari penderita. Lokalisasi nyeri yang unilateral
dapat sesuai dengan lokasi tumornya sendiri. Tumor di fosa kranii posterior hampir semuanya
menimbulkan sakit kepala pada tahap dini, yang berlokasi di kuduk sampai daerah
suboksipital. Sebaliknya tumor supratentorial jarang menimbulkan sakit kepala di oksiput,
kecuali bilamana tumor supratentorial sudah berherniasi di tentorium.3
Gejala muntah juga sering timbul pada pagi hari setelah bangun tidur. Hal ini
disebabkan oleh tekanan intrakranial yang menjadi lebih tinggi selama tidur malam, pada
mana PCO2 serebral meningkat. Sifat muntah penderita dengan tekanan intrakranial yang
meninggi adalah khas, yaitu proyektil atau muncrat dan tidak didahului oleh mual..3
Kejang fokal dapat merupakan manifestasi pertama tumor intrakranial pada 15% dari
para penderita. Meningioma pada konveksitas otak sering menimbulkan kejang fokal sebagai
gejala dini. Kejang umum dapat timbul sebagai manifestasi tekanan intrakranial yang
melonjak secara cepat, terutama sebagai manifestasi glioblastoma multiforme. Kejang tonik

22
yang sesuai dengan serangan rigiditas deserebrasi biasanya timbul pada tumor di fosa kranii
posterior dan secara tidak tepat dinamakan oleh para ahli neurologi dahulu ”cerebellar fits”.3
Banyak penderita dengan tumor intrakranial merasakan berbagai macam perasaan
yang samar, seperti ”enteng di kepala”, ”pusing” atau tujuh keliling”. Mungkin sekali
perasaan itu timbul sehubung dengan adanya tekanan intrakranial yang meninggi. Karena
samarnya, maka kebanyakan dari keluhan semacam itu tidak dihiraukan oleh si pemeriksa
dan seringkali dianggap sebagai keluhan fungsional.3
Suatu tumor intrakranial dapat menimbulkan manifestasi yang tidak sesuai dengan
fungsi tempat yang didudukinya. Manifestasi semacam itu dinamakan tanda-tanda
lokalisatorik yang menyesatkan. Adapun tanda-tanda itu ialah:3
a. Kelumpuhan saraf otak
Karena desakan tumor saraf otak dapat tertarik atau tertekan. Desakan itu tidak
usah langsung terhadap saraf otak. Suatu tumor di insula kanan dapat mendesak
batang otak ke kiri dan karena itu salah satu saraf otak sisi kiri dapat mengalami
gangguan. Saraf otak yang sering terkena secara tidak langsung pada tumor
intrakranial ialah saraf otak ke 3,4 dan 6.
b. Refleks patologik yang positif pada kedua sisi
Dapat ditemukan pada penderita dengan tumor di dalam salah satu hemisferium
saja. Fenomen ini dapat dijelaskan oleh adanya penggeseran mesensefalon ke sisi
kontralateral, sehingga pedunkulus serebri pada sisi kontralateral itu mengalami
kompresi dan refleks patologik di sisi tumor menjadi positif. Sedangkan refleks
patologik pada sisi kontralateral terhadap tumor adalah positif karena kerusakan
pada jaras kortikospinalis di tempat yang diduduki tumornya sendiri.
c. Gangguan mental
Gangguan mental dapat timbul pada setiap penderita dengan tumor intrakranial
yang berlokasi di manapun.
d. Gangguan endokrin
Dapat juga timbul karena proses desak ruang di daerah hipofisis. Desakan dari
jauh dan penggeseran tumor tak langsung di ruang supratentorial dapat
menganggu juga fungsi hipofisis dan hipotalamus.
e. Ensefalomalasia
Akibat kompresi arteri serebra; oleh suatu tumor dapat terjadi di daerah yang agak
jauh dari tempat tumor sendiri, sehingga gejala defisit yang timbul, misalnya
hemianopsia atau afasia, tidak dapat dianggap sebagai tanda lokalisatorik.

23
Neoplasma serebral yang tumbuh di daerah fungsional yang khas membangkitkan defisit
serebral tertentu sebelum manifestasi hipertensi intrakranial menjadi nyata. Adapun defisit
serebral itu ialah monoparesis, hemiparesis, hemianopia, afasia, anosmia dan seterusnya.3
Dalam hal tersebut, gejala dan tanda di atas mempunyai arti lokalisatorik. Apabila tekanan
intrakranial sudah cukup tinggi dan membangkitkan berbagai gejala dan tanda, maka
hemiparesis yang bangkit atau afasia yang baru muncul tidak mempunyai arti lokalisatorik.
Seringkali gejala atau tanda dini luput dihargai sebagai tanda lokalisatorik, karena proses
desak ruang belum cukup dipikirkan. Baru setelah manifestasi tekanan intrakranial yang
meninggi muncul, tanda atau gejala itu dikenal secara retrospektif sebagai tanda atau gejala
lokalisatorik.3
Tabel 1. Manifestasi Klinis.2
LOKASI TUMOR MANIFESTASI KLINIS
Lobus frontalis  Kelemahan lengan dan tungkai
kontralateral
 Apraksia, afasia
 Refleks primitif
 Perubahan kepribadian: disinhibisi,
abulia, kehilangan inisiatif,
penurunan tingkat intelektual
(misalnya, demensia, terutama jika
korpus kalosum terlibat)
Lobus temporalis  Kejang (umum atau parsial)
 Afasia
 Gangguan memori atau ingatan
 Gangguan lapangan pandang (upper
homonymous quadrantanopia)
Lobus parietalis  Gangguan sensorik (lokalisasi
sentuh, diskriminasi dua titik,
gerakan pasif, astereognosis)
kontralateral
 Afasia
 Hemineglect
Lobus oksipitalis  Gangguan lapangan pandang
(hemianopsia homonim)
Ventrikel tiga  Hidrosefalus

24
 Disfungsi hipotalamus
 Gangguan memori
Regio pinealis  Hidrosefalus
 Sindrom Perinaud
Batang otak  Hemiplegia, paresis
 Kelainan gerakan bola mata
 Abnormalitas pupil
 Vertigo
 Mual muntah
 Hidrosefalus
Serebelum  Ataksia berjalan
 Tremor intensional
 Dismetria
 Disartria
 Nistagmus

Pemeriksaan Penunjang
1. Foto polos tengkorak/rontgen kepala5
2. Neurofisiologi : EEG, BAEP5
3. CT scanning/MRI kepala +kontras5
4. MRS (Magnetic Resonance Spectroscopy)5
MRS dapat mewakili gambaran virtual biopsi lesi intrakranial, mengetahui
metabolisme jaringan, mengetahui komponen lesi, mapping tumor heterogenety serta
untuk mengidentifikasi area aktivitas yang tinggi dan rendah pada massa tumor.
Gambaran metabolisme utama yang terjadi berupa Choline (Cho) menunjukkan adaya
sintesis membran dan degradasi, Creatinine (Cr) berperan dalam energi metabolisme,
N-Asetil Aspartat (NAA) sebagai neuronal marker, dan Lactate (La) sebagai indirect
marker proses abnormal dan adanya anaerobic glycolysis dan Lipid yang tampak pada
jaringan nekrosis. Karena resonance intensitas kreatin relatif konstan pada jaringan
otak normal, maka creatinine digunakan sebagai standar internal untuk metabolisme
yang normal. Sedangkan choline dan lactate menunjukkan korelasi yang signifikan
dengan gambaran malignansi tumor. Makin banyaknya gambaran malignansi tumor
maka makin memberikan prognosis buruk pada penderita.

Kriteria Diagnosis5

25
1. Gejala tekanan intrakranial yang meningkat:
 Sakit kepala kronik, tidak berkurang dengan obat analgesik
 Muntah tanpa penyebab gastrointestinal
 Papil edema (choked disc)
 Kesadaran menurun/berubah
2. Gejala fokal
 True location sign
 False location sign
 Neighbouring sign
3. Tidak ada tanda-tanda radang sebelumnya
4. Pemeriksaan neuroimaging terdapat kelainan yang menunjukkan adanya massa (SOL)

Diagnosa banding5
 Abses serebri
 Hematoma subdural

Penatalaksanaan
Modalitas penanganan terhadap tumor otak mencakup tindakan terapi operatif, terapi
konservatif, radioterapi, kemoterapi, immunoterapi. Tindakan operatif pada tumor otak
khususnya tumor otak ganas bertujuan untuk mendapatkan diagnosa pasti dan dekompresi
internal mengingat bahwa obat-obatab antiedema otak tidak dapat diberikan secara terus-
menerus. Prinsip penanganan tumor jinak adalah pengambilan total sementara pada tumor
ganas tujuannya selain dekompresi juga memudahkan untuk pengobatan selanjutnya
(kemoterapi atau radioterapi) sehingga mendapatkan outcome yang lebih baik. Persiapan pra
bedah, penanganan pembiusan, teknik operasi, dan penanganan pascabedah sangat berperan
penting dalam menentukan keberhasilan penanganan operatif terhadap tumor otak.4
Radioterapi unruk tumor susunan saraf pusat kebanyakan menggunakan sinar X dan
sinar Gamma di samping juga radiasi lainnya seperti proton, partikel alfa, neutron, dan
pimeson. Tujuan dari terapi ini adalah menghancurkan tumor dengan dosis yang masih dapat
ditoleransi oleh jaringan normal yang ditembusnya. Keberhasilan terapi radiasi pada tumor
otak diperankan oleh beberapa faktor:4
a) Terapi yang baik dan tidak melukai struktur kritis lainnya
b) Sensitivitas sel tumor dengan sel normal

26
c) Tipe sel yang disinar
d) Metastasis yang ada
e) Kemampuan sel normal untuk repopulasi
f) Restrukturisasi dan reparasi sel kanker sewaktu interval antarfraksi radiasi
Peranan kemoterapi tunggal untuk tumor ganas otak masih belum mempunyai nilai
keberhasilan yang bermakna sekali. Saat ini yang menjadi titik pusat perhatian modalitas
terapi ini adalah tumor otak jenis asterositoma (Grade III dan IV) glioblastoma, dan
asterositoma anaplastik beserta variannya.4
Modalitas imunoterapi didasari oleh anggapan bahwa suatu tumor disebabkan oleh
adanya gangguan fungsi imunologi tubuh sehingga diharapkan dengan melakukan restorasi
sistem imun dapat menekan pertumbuhan tumor. Walaupun peranannya secara bermakna
masuh belum seluruhnya terbukti, pemberian imunoterapi secara terapi adjuvan/alternatif
tambahan banyak diterapkan untuk kasus tumor jenis glioma dimana sistem imun menurun
yang mempunyai survival yang panjang atau tidak menjalani modalitas terapilainnya.
Adapun jenis obat yang sering digunakan sebagai imunoterapi adalah levamizol, visivanil,
dll.

Komplikasi5
Komplikasi yang dapat terjadi pada tumor otak intrakranial adalah herniasi otak, perdarahan
pada tumor, dan hidrosefalus.

GLIOBLASTOMA
Terdapat beberapa macam kriteria dipakai untuk membedakan glioblastoma dan
astrositoma anaplastik. Salah satunya definisi yang berkaitan dengan hal tersebut diatas
adalah bahwa tumor disebut asterotistoma bila asal tumor berhasil diidentifikasi dari asterosit
sedangkan kategori sebagai gioblastoma biasanya asalnya tidak diketahui. Klasifikasi WHO
membedakan asterositoma anaplastik dari glioblastoma berdasarkan derajat anaplasia dan
tampilan mikroskopiknya. Namun, kebanyakan laporan sulit membedakan diantara keduanya
sehingga kemudian ada istilah yang dikenal sebagai area glioblastoma pada suatu
asterositoma. Dahulu Bailey dan Cushing menamakan spongioblastoma multiforma namun
dilakukan revisi karena tidak ditemukan sel yang mirip sel spongioblas dan menyebutnya
sebagai glioblastoma multiforme. Glioblastoma berjumlah sekitar seperempat dari seluruh
tumor intrakranial dan separuh dari seluruh glioma. Kasus terbanyak melibatkan kelompok

27
usia 40-60 tahunn dengan usi rata-rata 41 tahun. Asterositoma anaplastik kebanyakan
dijumpai pada usia muda dibandingkan dengan glioblastoma, dimana 15%nya ditemukan
pada umur kurang dari 10 tahun. Laki-laki sedikit lebih dominan dengan wanita.4
Glioblastoma dapat tampil sebagai massa berbatas tegas atau infiltrati secara difus.
Hampir 60% tumor ini merupakan massa solid dan sisanya kistik. Nekrosis tumor dijumpai
pada kurang lebih separuh kasus, perdarahan kecil pada 40% kasus, dan perdarahan masih
pada 2% kasus. Potongan tumor dapat berupa massa lunak keabuan atau kemerahan, atau
berupa daerah nekrosis dengan konsistensi seperti krim kekuningan, atau berupa suatu daerah
bekas perdarahan berwarna cokelat kemerahan. Sel-sel neoplasma ini mengadakan infiltrasi
diantara sel normal atau tumbuh invasif mendesak sel normal. Pertumbuhan infiltratif ini
umumnya bila masih tetap mempertahankan corak parenkim dikenal sebagai astoritoma,
namun bila sangat ekstrem sehingga hampir melibatkan seluruh hemisfer, disebut sebagai
glioblastoma serebri. Tampilan mikroskopis glioblastoma berupa massa yang hiperseluler,
pleiomorfisme sel dan nukleus serta nekrosis. Perubahan vaskular yang terjadi adalah
pertambahan jumlah kapiler dan proliferasi endotelnya.4
Penanganan tradisional glioblastoma adalah operasi dan radioterapi, serta belakangan
ini kemoterapi mulai aktif berperan. Berbagai tipe prosedur terapi operatif telah dilakukan,
namun ada beberapa peneliti yang mengemukakan bahwa biopsi dan dekompresi eksternal
kurang begitu bermanfaat sehubungan dengan tingginya angka morbiditas dan mortalitas.
Prosedur dekompresi eksternal merupakan tindakan yang mencakup pengangkatan flap dan
kadang disertai dengan membuka dura tanpa reseksi tumor. Dilain pihak bila memang
dilakukan tindakan operasi tumor perlu dibuang sebanyak mungkin selama tindakan tersebut
dapat mengatasi desakan pada otak dan tidak menambah atau mengakibatkan defisit
neurologis yang lebih berat. Reseksi agresif tumor ini memberikan 5 year survival yang lebih
panjang dimana tindakan reseksi dianggap dapat meningkatkan efektivitas radiologi karena
sel neoplasma yang anoksik yang sementara ini merupakan sel radioresisten dapat dibuang.
Dosis radiasi yang diberikan untuk tumor grade III dan IV adalah 3500 rad atau lebih.4

B. ABSES OTAK

Abses otak merupakan penumpukan material piogenik yang terlokalisir di dalam/di


antara parenkim otak.5Stadium abses otak terbagi atas early cerebritis, late cerebritis, early
capsule formation, late capsule formation. Early cerebritis adalah reaksi radang lokal dengan
infiltrasi sel radang, edema substansia alba, batas belum jelas.Selanjutnya tahap serebritis

28
lanjut dimana terdapat jaringan pusat nekrotik, fibroblas, dan terbentuk neovaskularisasi
daerah nekrtik. Early Capsule Formation yang terjadi adalah pusat nekrosis resolusi,
peningkatan makrofag dan fibroblas, pembentukan kapsul dan edema. Pembentukan kapsul
akhir yaitu kapsul matang mengelilingi daerah inflamasi berisi debris dan PMN dan edema
serebri semakin meluas.6

Mikroorganisme dapat mencapai parenkim otak melalui :6

 Hematogen : dari suatu tempat infeksi yang jauh


 Perluasan di sekitar otak : sinusitis frontalis, otitis media
 Trauma tembus kepala/operasi otak
 Kriptogenik hingga 30%, tidak ditemukan sumber infeksi.

Tabel 7. Sumber infeksi, lokasi abses, dan patogen utama.6

No Sumber Infeksi Lokasi Abses Patogen Utama


.
1. Sinus Paranasal Lobus Frontalis Streptococci, Staphylococcus
aureus, Haemophilus sp,
Bacteroides sp
2. Infeksi otogenik Lobus temporal, Streptococci, Bacteroides sp,
serebelum Enterobacterial (Proteus Sp),
Pseudomonas sp, Haemophilus sp.
3. Infeksi odontogenik Lobus frontal Sterptococci, Staphilococci,
Bacteroides, Actinobacilus sp
4. Endokarditis Bakterial Biasanya abses Staphylococcus aureus,
multiple, bisa di Streptococcus viridans
lobus mana saja
5. Infeksi pulmonal Biasanya abses Streptococci, Staphilococci,
(abses, empiem, multipel, bisa di Bacteroides, Actinobacilus sp
bronkiektasis) lobus mana saja
6. Shunt kanan ke kiri Biasanya abses Streptococci, Staphilococci,
(penyakit jantung multipel, lobus Peptostreptococcus sp.
sianotik, AVM paru) mana saja dapat
terkena
7. Trauma penetrasi atau Tergantung lokasi Staphylococcus aureus,
pascaoperasi Staphylococcus epidermidis,

29
Streptococcus, Enterobacter,
Clostridium sp.
8. Pasien dengan Sering abses Aspergilus sp, Peptostreptococcus
imunosupresi multipel, berbagai sp, Bacteroides sp, Haemophilus sp,
lobus dapat terkena Staphylococcus
9. Pasien AIDS Sering abses Toxoplasma gondii, Criptococcus
multipel, berbagai neoforman, Listeria,
lobus dapat Mycobacterium sp, Candida,
terkena Aspergilus

Penanganan abses serebri harus dilaukan segera, meliputi penggunaan antibiotika


yang sesuai, tindakan bedah (drainase atau eksisi), atasi edema serebri dan pengobatan infeksi
primer lokal.Secara umum pemilihan rejimen antibiotika empirik sebagai pengobatan first
line abses serebri didasarkan atas sumber infeksi:6
 Perluasan lansung dari sinus, gigi, telinga tengah: Penicilin G + Metronidazole
+sefalosporin gen III
 Penyebaran via hematogen atau trauma penetrasi kepala: Nafcilin +
Metronidazole + sefalosporin gen III
 Post operasi : Vancomisin (untuk MRSA) + Seftasidim atau sefepim
(Pseudomonas)
 Tidak dijumpai faktor predisposisi : Metronidazole +vancomisin +
sefalosporin gen III
Tindakan bedah drainase atau eksisi pada abses serebri diindikasikan untuk lesi
dengan diameter > 2,5 cm, terdapat efek masa yang signifikan, lesi dekat dengan dengan
ventrikel, kondisi neurologi memburuk, setelah terapi 2 minggu abses membesar atau setelah
4 minggu ukuran abses tak mengecil. Terapi medikamentosa tanpa tindakan operatif
dipertimbangkan pada kondisi seperti abses tunggal, ukuran kurang dari 2 cm, abses multipel
atau yang lokasinya sulit dijangkau, keadaan kritis, pada stadium akhir.6
Pengobatan abses serebri biasanya merupakan kombinasi antara pembedahan dan
medikamentosa untuk eradikasi organisme invasif. Lama pengobatan antibiotika tergantung
pada kondisi klinis pasien, namun biasanya diberikan intravena selama 6-8 minggu dilanjut
dengan per oral 4-8 minggu untuk cegah relap. CT scan kepala ulang dilakukan untuk melihat
respon terapi.7

30
Komplikasi yang mungkin terjadi pada abses serebri jarang (<12%) sebagai
komplikasi meningitis bakterial, dan hanya 3% akibat infeksi endokarditis.Komplikasi abses
serebri terbanyak berupa:6
 Herniasi unkal atau tonsilar akibat kenaikan TIK
 Abses ruptur ke dalam ventrikel atau lapisan subarachnoid
 Sekuele neurologis jangka lama seperti hemiparesis, kejang yang mencapai
50%
 Abses berulang
 Kejang, perlu diberikan terapi profilaksis kadang dalam periode lama

C. PERDARAHAN INTRAKRANIAL
Perdarahan subarachnoid (SAH) adalah sekuel trauma kapitis yang paling sering
dijumpai. Perdarahan ini dapat menghalangi reabsorpsi CSF sehingga terjadi peningkatan
TIK. Penanganan SAH meliputi pemasangan drain ventrikel dan shunt jika terjadi
hidrosefalus sekunder. Gejala dan tanda klinis yang dapat ditemukan pada SAH adalah kaku
kuduk, nyeri kepala, bisa didapati penurunan kesadaran dan gambaran hiperdens di ruang
subarachnoid.8
Hematoma epidural (EDH) adalah perdarahan yang terjadi di antara dura dan tulang
tengkorak. Biasanya hematoma epidural terjadi di regio temporal dan parietal, dan 90% nya
berhubungan dengan fraktur tengkorak. Terjadinya EDH biasanya karena adanya laserasi
arteri, terutama arteri meningeal media. EDH berbentuk bikonveks atau bentuk lentikuler
hiperdens jika dilihat menggunakan CT Scan.8
Segera setelah terjadinya trauma, pasien biasanya mengalami penurunan kesadaran
yang diikuti oleh lucid interval. Saat pembuluh darah yang robek mengeluarkan semakin
banyak darah, hematoma yang terjadi semakin besar, dan membuat pasien koma. Tanda
diagnostik klinik EDH:8
 Kesadaran semakin menurun
 Hemiparesis kontralateral lesi
 Pupil anisokor
 Babinski (+) pada kontralateral lesi
 Fraktur di daerah temporal
Hematoma subdural (SDH) lebih sering terjadi dibandingkan hematoma epidural
(EDH), dan individu yang lebih tua memiliki risiko yang lebih besar, karena terjadinya atrofi

31
otak sehingga ruang subdural lebih besar.SDH disebabkan oleh laseraasi parenkimal atau dari
robekan pada permukaan pembuluh darah akibat terjadinya akselerasi-deselerasi. Hematoma
subdural diasosiasikan dengan kontusio dan pembengkakan dari hemisfer serebral ipsilateral.
Tanda diagnostik klinik yaitu interval lucid 0-5 hari, sakit kepala, gambaran CT Scan
hiperdens seperti bulan sabit di antara duramater dan arachnoid.8

D. PENINGKATAN TEKANAN INTRAKRANIAL

Hipotesis Monro-Kellie menyatakan jika tengkorak utuh, maka jumlah volume otak, CSF,
dan darah intrakranial adalah konstan. Jika ada kenaikan salah satu komponen tersebut maka
akan mempengrauhi volume komponen lainnya. Kompensasi saat adanya kenaikan volume
darah intrakranial yang transien saat jantung dalam fase sistol dinamakan Monro-Kelllie
homeostasis. Mekanimse ini berguna untuk meminimalisasi perubahan TIK selama siklus
jantung dan untuk mengurangi perbedaan tekanan darah sistolik dan diastolik pada kapiler di
otak. Saat sistol maka akan terjandi ekspansi arteri serebral yang akan menyebabkan
gelombang tekanan melalui CSF, dan CSF dialirkan ke foramen magnum dan outflow vena
berkurang. Dinding arteri yang elastis berperan untuk menahan gelombang tekanan arteri dan
untuk mempertahankan sirkulasi kapiler selama siklus kardiak.8

Tekanan intrakranial normal pada orang dewasa adalah 0-13 mmHg yang dapat bervariasi
sesuai tekanan darah arterial dan respirasi. Jika tekanan intrakranial naik lebih dari 15 mmHg
maka disebut hipertensi intrakranial. TIK>20 mmHg akan menyebabkan daerah-daerah
iskemik fokal dan TIK >50 mmHg akan menyebabkan iskemik global.8

E. EDEMA CEREBRI

Gambar 1. Tipe Edema Serebri9

32
Edema serebri dapat berlaku akibat daripada kerusakan jaringan otak diakibatkan oleh
lesi intrakranial seperti tumor, abses, atau bisa juga karena trauma dan keadaan iskemik.9
1) Edema vasogenik – kelebihan cairan kaya protein yang melewati pembuluh darah
yang rusak menuju rongga ekstraseluler yang biasanya menempati substansia
alba. Cairan ekstraseluler secara bertahap menginfiltrasi jaringan otak normal
menuju ventrikel.
2) Edema sitotoksik – cairan terakumulasi dalam sel yaitu sel neuron dan sel glia
yang dapat disebabkan oleh toksik atau metabolik
3) Edema interstitial – ketika terjadi hidrosefalus obstruktif, sehingga LCS dipaksa
keluar ke interstisial dan biasanya di substansia alba periventrikular.

F. HERNIASI OTAK

Peningkatan awal TIK akan memberikan beberapa gejala dan tanda, tetapi tidak
menyebabkan kerusakan neuron, dengan syarat aliran darah cerebri masih mencukupi.
Namun, kerusakan dapat berlaku akibat daripada pergeseran otak, disebut herniasi. Terdapat
beberapa tipe herniasi, yaitu herniasi tentorial sentral, herniasi tentorial sentral, herniasi
subfalcine, herniasi tonsilar.9

Herniasi tentorial lateral, juga disebut herniasi uncal. Bagian daripada lobus
temporalis menuruni hiatus tentorium. Manifestasi klinis pada herniasti tentorial lateral
adalah oklusi arteri cerebri posterior menyebabkan hemianopia homonym, penekanan pada
formasio retikularis akan menyebabkan penurunan kesadaran., penekanan pada pedunculus
cerebri (Kernohan’s notch) dapat menyebabkan kelemahan pada ekstremitas ipsilateral (false
localizing sign), dan penekanan pada nervus III dapat menyebabkan dilatasi pupil dan reflex
cahaya negatif.9

Herniasi tentorial sentral. Bagian daripada mesensefalon dan diencephalon akan


menuruni hiatus tentorium. Kerusakan struktur dan robekan pembuluh darah dapat terjadi.
Manifestasi klini pada herniasi tentorial sentral adalah gangguan pergerakan mata akibat
kompres colliculus superior, penurunan kesadaran akibat kerusakan di mesensefalon dan
diensefalon, diabetes insipidus akibat kerusakan di pituitary dan hipotalamus.9

Herniani subfalcine. Berlaku pada SOL unilateral. Jarang memberikan gejala,


meskipun terjadi oklusi arteri cerebri anterior ipsilateral. Herniasi tonsillar. Herniasi tonsilar
terjadi saat massa subentorial yang enyebabkan herniasi tonsil cerebellaris melalui foramen
33
magnum atau hiatus tentorium yang akan menyebabkan disfungsi batang otak. Manifestasi
klinis berupa neck stiffnes, head tilt, penurunan kesadaran dan gangguan pernafasan hingga
gagal nafas.9

DAFTAR PUSTAKA

1. Tidy C. Space-occupying Lesions of the Brain Information Page | Patient [Internet].


Patient. 2013 [cited 20 February 2017]. Available from: http://patient.info/doctor/space-
occupying-lesions-of-the-brain
2. Brust JCM, ed. Current diagnosis and treatment in neurology. 2nd ed. USA:Mc-Graw
Hill;2012. p. 149-64
3. Mardjono M, Sidharta P. Neurologi klinis dasar. Jakarta: penerbit Dian Rakyat. 2013:
390-6.
4. Satyanegara, Hasan RY, Abubakar S, et all. Ilmu bedah saraf. Edisi ke-4. Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka Utama;2010. h. 160-5
5. Misbach J, Hamid AB, Maya A, et all. Buku pedoman standar pelayanan medis dan
standar prosedur operasional Neurologi. 2006. Jakarta: PERDOSSI: 75-6.
6. Sudewi R, Sugianto P, Ritarwan J. Infeksi pada system saraf. Surabaya: Airlangga
University Press 2011:21-7
7. Department of neurological surgery, university of pittsburgh, types of brain tumors,
diunduh dari http://pre.neurosurgery.pitt.edu/centers-excellence/neurosurgical-
oncology/brain-and-brain-tumors/types-brain-tumors, 6 Juli 2017
8. Ramli Y, Lastri DN, Prawirohardjo P. Neurotrauma. Jakarta: Badan Penerbit FK UI;
2015.h. 8-10
9. Lindsay KW, Bone I, Callander R, Gijn JV. Neurology and Neurosurgery illustrated. 3th
edition. Churchill Livingstone;1997: 293-318.

34

Anda mungkin juga menyukai