Anda di halaman 1dari 19

Fraktur Tertutup Femur Dextra 1/3 Distal

Kelompok A7

Risya Malida 102012098

Andrew Timothy F 102013135

Sisca Natalia 102013221

Erwin Febrianto 102013399

Yussi Septiana 102014079

Deviat Astriana Amier 102014135

Dewi Luckyta Mahenu 102014195

Thavinaash Ramany 102014239

Lynett Dawina Tokiu 102014253

Dokter Pembimbing:

Dr. Budiman

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jalan Arjuna Utara no.6 Jakarta 11510

2016
Pendahuluan

Sistem muskuloskeletal merupakan penunjang bentuk tubuh dan bertanggungjawab


terhadap pergerakan. Komponen utama sistem muskuloskeletal adalah jaringan ikat. Sistem
ini terdiri dari tulang, sendi, otot rangka, tendon, ligament, bursa dan jaringan-jaringan
khusus yang menghubungkan struktur-struktur ini. Beragam jaringan dan organ sistem
muskuloskeletal dapat menyebabkan terbentuknya berbagai gangguan yang berkembang
terutama dalam sistem itu sendiri atau di tempat lain namun mengenai sistem
muskuloskeletal. Trauma dalam muskuloskeletal termasuklah fraktur, dislokasi, sprains dan
strains namun yang paling parah ialah fraktur. Gangguan ini terjadi pada tulang, sendi dan
otot terjadi disebabkan kelainan metabolik, infeksi, inflamasi atau non-inflamasi atau tumor.1

Fraktur tulang memiliki pengertian sehubungan dengan hilangnya kontinuitas tulang,


tulang rawan, dan tulang sendi. Berdasarkan klasifikasi secara klinis fraktur dibagi menjadi
dua jenis yaitu fraktur terbuka dan fraktur tertutup. Fraktur terbuka adalah fraktur yang
berhubungan dengan lingkungan eksternal. Pada fraktur terbuka ujung tulang yang patah
menembus kulit hingga keluar dari bagian tubuh. Sebaliknya, fraktur tertutup adalah frakur
yang tidak berhubungan dengan lingkungan eksternal. Pada fraktur tertutup tulang yang patah
tidak menembus kulit dan tetap berada dalam bagian tubuh.1 Pada kehidupan sehari-hari ada
banyak hal yang dapat menyebabkan fraktur, mulai dari kecelakaan lalu lintas, terjatuh,
penyakit, dsb. Lokasi fraktur pun beragam, mulai dari fraktur pada femur, regio antebrachii,
dan tempat-tempat lainnya.

Skenario 8
Seorang laki-laki berusia 18 tahun dibawa ke UGD RS dengan keluhan sakit pada kaki
kanannyasetelah mengalami kecelakaan sepeda motor 1 jam yang lalu. Laki-laki tersebut
mengalami kesakitan pada tungkai atas kanan sendi lutut. Laki-laki tersebut idak dapat
berdiri & merasa kesakitan ketika berusaha mengangkat pahanya.

Anamnesis

Anamnesis adalah proses tanya jawab untuk mendapatkan data pasien beserta keadaan
dan keluhan-keluhan yang dialami pasien. Anamnesis dapat dibagi menjadi dua, yaitu auto
anamnesis dan alloanamnesis. Autoanamnesis adalah bila tanya jawab dilakukan dengan
pasien sendiri. Sedangkan alloanamnesis adalah bila tanya jawab dilakukan dengan orang lain
yang dianggap mengetahui keadaan penderita.

I. Anamnesis umum
Dalam anamnesis umum ini berisi identitas pasien, dari anamnesis ini bukan hanya dapat
diketahui siapa pasien, namun juga dapat diketahui bagaimana pasien tersebut dan
permasalahan pasien. Identitas pasien terdiri dari nama pasien, umur, jenis kelamin, alamat,
agama dan pekerjaan pasien.

II. Anamnesis khusus


a. Keluhan utama
Merupakan keluhan atau gejala yang mendorong atau membawa penderita mencari
pertolongan.
Biasanya merupakan ada tidaknya nyeri, oedem, keterbatasan gerak sendi akibat fraktur.
b. Riwayat penyakit sekarang
 Riwayat perjalanan penyakit
Menggambarkan riwayat penyakit secara lengkap dan jelas. Yang biasa ditanyakan
adalah kapan terjadi fraktur, mekanisme terjadinya fraktur, penanganan pertama setelah
trauma, dimana letak keluhan, faktor yang memperberat dan memperingan keluhan.
 Riwayat pengobatan
Menggambarkan segala pengobatan yang pernah didapat sebelumnya, riwayat
penanganan fraktur yaitu sudah pernah berobat atau ditangani dimana sebelumnya,
bagaimana cara penanganannya dan bagaimana hasilnya.

c. Riwayat penyakit dahulu


Riwayat penyakit baik fisik maupun psikiatrik yang pernah diderita sebelumnya. Dapat
diketahui apakah pasien dulu pernah mempunyai penyakit yang serius, trauma,
pembedahan.
d. Riwayat keluarga
Penyakit-penyakit dengan kecenderungan herediter atau penyakit menular, misalnya
apakah di dalam keluarga pasien ada yang mempunyai penyakit Diabetes Melitus,
apakah mempunyai penyakit pada tulang.
e. Riwayat sosial
Menggambarkan hobi, olahraga, pola makan, minum alkohol, kondisi lingkungan baik di
rumah, sekolah atau tempat kerja yang mungkin ada hubungannya dengan kondisi
pasien.

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan awal mencakup :


a. Pemeriksaan tanda vital.
Pemeriksaan ini meliputi pengukuran tekanan darah, denyut nadi, pernapasan, suhu tubuh,
tinggi badan, berat badan. Pemeriksaan ini dapat digunakan untuk mengetahui apakah
pasien menderita hipertensi, takikardi, demam ataupun obesitas. Dari pemeriksaan tanda-
tanda vital yang dilakukan, nilai-nilai tersebut bagi pasien ini adalah dalam batas-batas
normal.

b. Pemeriksaan fisik.
Pemeriksaan fisik pada kasus fraktur utamanya mencakup dua survey yaitu:
i. Primary Survey: memeriksa keadaan umum.
ii. Secondary Survey: memeriksa anggota gerak dan tulang belakang.2

Selain itu, pemeriksaan fisik yang lainnya dapat dilakukan dimulai saat pasien
memasuki ruangan dan mencakup tiga hal yaitu:
 Inspeksi (Look):
- Pemeriksaan ini melibatkan permerhatian dan observasi cukup dengan deskripsi
yang terlihat antaranya warna kulit, gambaran vaskularisasinya, pembengkakan
atau massa pada bagian anterior/posterior, lateral/medial, juga diperhatikan jika
terdapat luka, fistel atau ulkus dan tanda-tanda peradangan lainnya (rubor, kolor,
tumor, dolor, functio lesia).
- Memerhatikan deformitas
- Circumferential skin assessment: melihat jika terdapat pendarahan di daerah luka,
robekan pada kulit (laserations), atau harus diberikan perhatian pada sekitar kulit
pada daerah trauma yang dapat memungkinkan terjadinya fraktur terbuka.
- Fracture blisters yang mungkin dapat menganggu rencana operasi.2
 Palpasi (Feel):
- Mengukur selisih panjang ekstemitas
- Keadaan neurovascular
- Meraba pembengkakan/massa, deskripsi konsistensi dan batas-batasnya
- Perhatikan adanya nyeri tekan di persendian.
- Palpasi kelembutan dan krepitus.2
 Move/ Range of Motion:
- Menilai gerakan sendi proximal dan distal tulang yang patah
- Menilai Range of Motion (ROM) dengan gerakan fleksi-ekstensi dan
menyatakannya dalam derajat. (Normal : 0-120oC).3

Berdasarkan pemeriksaan yang telah dilakukan, didapati pembengkakkan, deformitas,


nyeri tekan, krepitasi, ROM terbatas.

Berdasarkan foto Rontgen yang telah dilakukan pada articulation genu dengan posisi
AP/lateral, ditemukan gambaran fraktur transversa femur dextra 1/3 distal dengan soft tissue
swelling.

Working Diagnosis

Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik dan penunjang,didapatkan diagnosa pasti kondisi pasien
yaitu adanya fraktur femur tertutup 1/3 distal dextra.

Fraktur adalah patah tulang, putusnya kontinuitas dari tulang, tulang rawan sendi atau
tulang rawan epifisis. Pasien datang dengan keluhan nyeri pada tungkai atas kanan (sendi
lutut) dan setelah pemeriksaan fisik dilakukan,didapatkan status lokalis pada pasien di regio
femur dextra 1/3 distal nyeri, ada deformitas,krepitasi, ROM terbatas. Diagnosis diperkukuh
dengan foto Rontgen di bagian sendi yang sakit dan jelas terlihat adanya fraktur transversa di
femur 1/3 distal dextra pasien. Fraktur ini dikatakan sebagai tertutup karena kulit di atasnya
utuh dan bila terdapat luka pada kulit di atasnya disebut fraktur terbuka (compound fracture).1

Klasifikasi fraktur femur


Klasifikasi fraktur femur dibagi berdasarkan adanya luka yang berhubungan dengan daerah
yang patah. Dibagi menjadi :
 Fraktur femur tertutup
 Fraktur femur terbuka

Fraktur tertutup (closed) bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia
luar.Fraktur terbuka (open/compound), bila terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan
dunia luar karena adanya perlukaan di kulit. Fraktur terbuka terbagi atas tiga derajat yaitu:

Derajat I:
1. Luka <1cm
2. Tidak kotor
3. Fraktur sederhana, transversal, oblik, atau kominutif ringan.

Derajat II :
1. Laserasi 1- 10cm
2. Luka sedikit kotor
3. Kerusakan jaringan tendon (sedikit)
4. Fraktur kominutif sedang

Derajat III :
Terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas, meliputi struktur kulit, otot, dan neurovaskular
serta kontaminasi derajat tinggi. Fraktur derajat III terbagi atas:
1. Luka >10cm, Tulang rusak secara komunitif, banyak oto rusak, kulit masih dapat
menutup luka.
2. Adanya kulit yang tidak dapat menutup luka (skin loss)
3. Terdapat lesi neuro- vaskuler (mengenai saraf)

dengan kematian jaringan distal dari fraktur sehingga harus dilakukan amputasi2.

Jenis-jenis fraktur 1:

o Fraktur komplit adalah patah pada garis tulang dan biasanya mengalami pergeseran
dari yang normal
o Fraktur inkompilt adalah patah hanya terjadi pada sebagian dari garis tengah tulang
o Fraktur tertutup adalah patah tulang yang tidak menyebabkan robeknya kulit
o Fraktur terbuka adalah patah yang menembus kulit dan tulang berhubungan dunia luar
o Fraktur kominitif adalah fraktur dengan tulang pecah menjadi beberapa fragmen
o Fraktur green stick adalah fraktur yang salah satu sisi tulang patah sedangkan yang
satu sisi lain membengkok
o Fraktur kompresi adalah fraktur dengan tulang mengalami kompresi (biasanya tulang
belakang)
o Fraktur depresi adalah fraktur yang fragmen tulangnya terdorong kedalam (biasanya
tulang tengkorak dan wajah)

Gambar 1

Berdasarkan jumlah garis patah.

1. Fraktur Komunitif: fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling berhubungan.

2. Fraktur Segmental: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak berhubungan.

3. Fraktur Multiple: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak pada tulang yang
sama

Differential Diagnosis

Berdasarkan data-data yang diperoleh, pasien juga dapat diduga mengalami

a. Fraktur Caput Femur

b. Fraktur Collum Femur


Fraktur collum femoris adalah fraktur yang terjadi disebelah proksimal linea
intertrochanter pada daerah intrakapsular sendi panggul yang termasuk kolum femur dimulai
dari bagian distal permukaan kaput femoris sampai dengan bagian proksimal dari
intertrokanter.
Fraktur collum femur dapat disebabkan oleh trauma langsung yaitu misalnya
penderita jatuh dengan posisi miring dimana daerah trochanter mayor langsung terbentur
dengan benda keras (jalanan) ataupun disebabkan oleh trauma tidak langsung yaitu karena
gerakan exorotasi yang mendadak dari tungkai bawah. Kebanyakan fraktur collum femur
(intrakapsuler) terjadi pada wanita tua (60 tahun keatas) dimana tulangnya sudah mengalami
osteoporosis. Trauma yang biasa dialami seperti jatuh terpelest dikamar mandi.
Pada anamnesis dan pemeriksaan fisik, ditemukan riwayat trauma, pada penderita
muda ditemukan riwayat kecelakaan. Pada penderita tua biasanya trauma ringan (jatuh
terpelest dikamar mandi). Penderita tidak dapat berdiri karena sakit sekali di panggul
terutama daerah inguinal depan. Posisi panggul dalam keadaan fleksi dan eksorotasi. Fraktur
kolum femur dengan pergeseran akan menyebabkan deformitas yaitu terjadi pemendekan
serta rotasi eksternal sedangkan pada fraktur tanpa pergeseran deformitas tidak jelas terlihat.
c. Fraktur Intertochanter Femur
Fraktur yang terjadi dalam sepanjang garis antara trochanter major dan minor. Mekanisme
Cedera Fraktur intertrokanter bisa terjadi secara langsung yaitu bila pasien terjatuh dan
langsung mengenai trokanter mayor, sementara tidak langsung terjadi karena pemulintiran.
Retak berada di antara trokanter mayor dan trokanter minor dengan fragmen proksimal
cenderung bergeser dalam varus.
d. Fraktur Subtrochanter
Fraktur subtrochanter ialah fraktur dimana garis patah berada 5 cm distal dari
trochanter minor. Mekanisme fraktur biasanya karena trauma langsung dapat terjadi pada
orang tua biasanya disebabkan oleh trauma yang ringan. Dan pada orang muda biasanya
karena trauma dengan kecepatan tinggi.
Pemeriksaan fisik : tungkai bawah yang cedera lebih pendek dan rotasi eksternal di
daerah panggul ditemukan hematoma atau echymosis.

Etiologi

Penyebab fraktur secara umum dapat dibagi menjadi tiga yaitu:


a. Cedera traumatik
Sebagian besar fraktur disebabkan oleh kekuatan yang tiba – tiba dan berlebihan,
yang dapat berupa benturan, pemukulan, penghancuran, penekukan atau terjatuh dengan
posisi miring, pemuntiran, atau penarikan.
Cedera traumatik pada tulang dapat dibedakan dalam hal berikut, yakni:
1) Cedera langsung, berarti pukulan langsung terhadap tulang sehingga tulang patah secara
spontan. Pemukulan biasanya menyebabkan fraktur melintang dan kerusakan pada kulit
diatasnya.
2) Cedera tidak langsung, berarti pukulan langsung berada jauh dari lokasi benturan.

b. Fraktur Patologik
Dalam hal ini, kerusakan tulang terjadi akibat proses penyakit akibat berbagai
keadaan berikut, yakni:
1) Tumor tulang (jinak atau ganas), dimana berupa pertumbuhan jaringan baru yang tidak
terkendali dan progresif.
2) Infeksi, misalnya osteomielitis, yang dapat terjadi sebagai akibat infeksi akut atau dapat
timbul sebagai salah satu proses yang progresif,
3) Rakhitis, merupakan suatu penyakit tulang yang disebabkan oleh defisiensi vitamin D yang
mempengaruhi semua jaringan skelet, biasanya disebabkan oleh defisiensi diet, tetapi
kadang-kadang dapat disebabkan kegagalan absorbsi vitamin D atau oleh karena asupan
kalsium atau fosfat yang rendah.
c. Secara spontan
Disebabkan oleh stress atau tegangan atau tekanan pada tulang yang terus menerus
misalnya pada penyakit polio dan orang yang bertugas di bidang kemiliteran.

Patofisiologi

Penyebab fraktur umumnya karena trauma. Trauma yang menyebabkan


fraktur dapat berupa trauma langsung, misalnya benturan atau ditabrak pada tungkai yang
menyebabkan patahnya tulang femur, dan dapat berupa trauma tidak langsung, misalnya
jatuh.6
Secara spesifik, fraktur kebanyakannya timbul dari dua mekanisme kecederaan yang
berlainan, dan keduanya berbeda dari segi masalah terkait individu dan komplikasi yang
bermungkinan terjadi.

i. Low energy trauma;


- Sering terjadi pada pasien lanjut usia.
- Kasus tersering adalah tergelincir dan jatuh dengan posisi fleksi tungkai sehingga
dapat menimbulkan fraktur femur.
- Setelah fraktur, deformitas pemendekan femur selalunya terjadi di samping angulasi
posterior dan displacement posterior pada fragmen distal utamanya disebabkan oleh
ketidakstabilan penarikan otot. (muscle pull)
- Pada golongan usia lanjut juga, ekstrim osteoporosis

ii. High energy trauma;


- Sering pada pasien usia muda dengan kasus kecelakaan lalu lintas
- Direct trauma
- Sering comminuted metaphyseal dan displaced intraarticular fracture
- Bentuk fraktur tergantung dari beratnya dan arah gaya tabrakan.
Fraktur terjadi apabila ada suatu trauma yang mengenai tulang dimana trauma
tersebut kekuatannya melebihi kekuatan tulang. Terdapat dua faktor yang mempengaruhi
terjadinya fraktur yaitu :
• Ekstrinsik : kecepatan, durasi trauma yang mengenai tulang, arah dan kekuatannya.
• Intrinsik : kapasitas tulang mengabsorbsi energy trauma, kelenturan, kekuatan densitas
tulang.6

Hantaman yang keras akibat kecelakaan yang mengenai tulan akan mengakibatkan
tulang menjadi patah dan fragmen tulang tidak beraturan atau terjadi discontinuitas di tulang
tersebut.5

Manifestasi Klinik

Gejala-gejala pasien dan hasil pemeriksaan fisik biasanya tergantung pada jenis
fraktur dan tingkat displacement.

Gejala klasik fraktur menurut Lewis (2006):


i. Nyeri: nyeri dirasakan langsung setelah jadi trauma, disebabkan adanya spasme otot;
tekanan dari patahan tulang atau kerusaskan jaringan sekitarnya.
ii. Bengkak/edema: edema muncul lebih cepat dikarenakan cairan serosa yang
terlokalisir pada daerah fraktur dan ekstravasi daerah jaringan sekitarnya.
iii. Memar/ekimosis: merupakan perubahan warna kulit sebagai akibat dari ekstravasi
daerah di jaringan sekitarnya.
iv. Spasme otot: merupakan kontraksi otot involunter yang terjadi di sekitar fraktur.
v. Penurunan sensasi: terjadi karena kerusakan syaraf, terkenanya syaraf karena edema.
vi. Gangguan fungsi: terjadi karena ketidakstabilan tulang yang fraktur, nyeri/ spasme
otot, paralisis dapat terjadi karena kerusakan saraf.
vii. Mobilitas abnormal: adalah pergerakan yang terjadi pada bagian-bagian yang pada
kondisi normalnya tidak terjadi pada fraktur tulang panjang.
viii. Krepitasi: merupakan rasa gemertak apabila bagian-bagian tulang digerakkan.
ix. Deformitas: posisi tulang yang abnormal, pergerakan otot yang mendorong fragmen
tulang ke posisi abnormal, menyebabkan tulang hilang bentuk normalnya.
x. Shock hipovolemik: shock terjadi sebagai kompensasi dari pendarahan hebat.
xi. Gambaran x-ray menentukan lokasi dan tipe fraktur.2,5

Pemeriksaan Penunjang

Radiologi

Film polos kemampuan metode penilaian awal utama pada pasien dengan kecurigaan
trauma skeletal, setiap tulang mengalami fraktur walaupun diantaranya sangat rentan3.

Tanda dan gambaran yang khas pada fraktur adalah:

1. Garis fraktur dapat melintang diseluruh diameter tulang atau menimbulkan keretekan
pada tepi kortikal luar yang normal pada fraktur minor.
2. Pembengkakan jaringan lunak, biasanya terjadi setelah fraktur
3. Irregularitas kortikal, sedikit penonjolan atau berupa anak tangga pada korteks.

Pemeriksaan penunjang yang diperlukan antara lain laboratorium meliputi darah rutin,
faktor pembekuan darah, golongan darah, cross-test, dan urinalisa. Pemeriksaan radiologis
untuk lokasi fraktur harus menurut rule of two: maka harus dibuat 2 foto tulang yang
bersangkutan. Sebaiknya dibuat foto anteroposterior (AP) dan lateral. Bila kedua proyeksi ini
tidak dapat dibuat karena keadaan pasien yang tidak mengizinkan, maka dibuat 2 proyeksi
yang tegak lurus satu sama lain. Perlu diingat bahwa bila hanya 1 proyeksi yang dibuat, ada
kemungkinan fraktur tidak dapat dilihat4,5.

Tujuan pemeriksaan radiologi


o Untuk mempelajari gambaran normal tulang dan sendi
o Untuk konfirmasi adanya fraktur
o Untuk melihat sejauh mana pergerakan dan konfigurasi fragmen serta
pergerakannya
o Untuk menentukan teknik pengobatan
o Untuk menentukan fraktur itu baru atau tidak
o Untuk menentukan apakah fraktur intraartikuler atau ekstraartikuler
o Untuk melihat adanya keadaan patologis lain pada tulang
o Untuk melihat adanya benda asing, misalnya peluru.

 FotoPolos

Dengan pemeriksaan klinik kita sudah dapat mencurigai adanya fraktur.


Walaupun demikian pemeriksaan radiologis diperlukan untuk menentukan keadaan,
lokasi serta ekstensi fraktur. Untuk menghindarkan bidai yang bersifat radiolusen
untuk imobilisasi sementara sebelum dilakukan pemeriksaan radiologis.6

 CT-Scan

Suatu jenis pemeriksaan untuk melihat lebih detail mengenai bagian tulang
atau sendi, dengan membuat foto irisan lapis demi lapis. Pemeriksaan ini
menggunakan pesawat khusus.7,8

Penatalaksanaan

Prinsip penatalaksannaan yang harus dipertimbangkan untuk menangani fraktur1:

 Recognition yaitu menyangkut diagnosis fraktur pada tempat kecelakaan dan


selanjutnya dirumah sakit dengan lakukan pengkajian terhadap riwayat kecelakaan,
derajat kepatahan, jenis kekuatan yang berperan pada peristiwa yang terjadi, serta
menentukan kemungkinan adanya fraktur melalui pemeriksaan dan keluhan pasien.
 Reduksi fraktur adalah mengembalikan posisi tulang ke posisi anatomis.
 reduksi terbuka dengan pembedahan, memasang alat fiksasi interna (misalkan:
pen, kawat, sekrup, plat, paku, batang logam)
 reduksi tertutup, extermitas dipertahankan dengan gips, traksi, brace, bidai.
Fiksator interna.
 Imobilisasi, setelah direduksi, fragmen tulang harus diimobilisasi atau dipertahankan
dalam posisi dan kesejajaran yang benar hingga terjadi penyatuan. Metode
immobilisasi dilakukan dengan fiksasi eksterna dan interna
 Mempertahankan dan mengembalikan fungsi, mempertahan kan reduksi dan
immobilisasi, meningkatkan daerah fraktur untuk meminimalkan pembengkakan,
mamantau status neuromuscular, mengontrol kecemasan dan nyeri, kembali ke
aktivitas semula secara bertahap.

Medika Mentosa
Pemberian obat- batan pada penderita trauma dengan fraktur tidak banyak. Hanya
saat operasi, perlu diberikan anastesi. Karena pembedahan ekstremitas bawah lebih
kompleks dari ektremitas atas, maka diperlukan Spine anasthetic. Serta setelah
operasi, pasien harus diberi antibiotika dosis tinggi.

Tindakan Pembedahan

Pengelolaan penderita yang terluka memerlukan penilaian yang cepat dan


pengalolaan yang tepat untuk menghindari kematian. Pada penderita trauma, waktu
sangatlah penting, karena itu diperlukan adanya suatu cara yang mudah dilaksanakan.
Sebelum mengambil keputusan untuk melakukan pengobatan, prinsip pada fraktur ada 4
atau prinsip 4R:6

 Recognition
Yaitu penilaian dan diagnosis fraktur. Prinsip pertama adalah mengetahui
dan menilai keadan fraktur dengan anamnesis dan pemeriksaan klinik serta
radiiologis. Pada awal pengobatan perlu diperhatikan juga lokalisasi fraktur,
bentuk fraktur, menentukan teknik yang sesuai untuk pengobatan dan komplikasi
yang mungkin terjadi setelah pengobatan.
 Reduction
Yaitu reduksi draktur atau tindakan pengembalian tulang ke posisi semula
agar dapat berfungsi kembali seperti semula. Pada fraktur intra-artikuler
diperlukan reduksi atau dibenarkan secara anatomis dan mengembalikan fungsi
normal. Tidak hanya tulang, sendi pun juga harus dibenarkan untuk mencegah
komplikasi seperti kekakuan, dan deformitas.
 Retaining
Artinya tindakan imonilisasi untuk mengistirahatkan alat gerak yang sakit
tersebut sampai mendapat kesembuhan. Dalam kasus ini laki- laki tersebut berarti
harus istirahat dengan tidak boleh banyak berjalan karena akan berdampak pada
femurnya.
 Rehabilitation
Adalah tindakan untuk mengembalikan kemampuan dari anggota atau alat
gerak yang sakit agar dapat berfungsi kembali. Berarti pasien harus berlatih
berjalan misalnya dengan gips, atau tongkat supaya tulang femurnya bisa
berfungsi dengan baik.

Terapi pada fraktur dapat berupa operatif dan non- operatif:6

a. Terapi non-operatif
Terapi non-operatif termasuk reduksi tertutup dan traksi skeletal dengan
membenarkan lewat operasi tertutup dan imobilisasi cast yaitu dengan gips.
Metode ini diharuskan dengan kenyamanan di tempat tidur, waktu yang lama,
mahal, dan tidak cocok dengan pasien dengan kerusakan multiple serta pasien
yang tua.
Beberapa fraktur dapat direduksi dengan traksi yang melewati traksi skeletal yang
melewati distal femur atau proximal tibia. Tapi, pemasangan dari pin pada distal
femur bisa menjadi sulit karena bisa menjadi pembengkakan jaringan lunak
(tendon), hemaarthrosis dan fraktur komunisi.
Gambar. A) titik masuk pin 2cm dibawah dan belakang dari tuberositas tibia. B)
pin dimasukan dari lateral ke medial. C) pin terpasang paralel menghadap ke sendi
lutut.

b. Terapi operatif
Lebih dikenal dengan tindakan ORIF (Open Reduction Internal Fixation). Dengan
internal fiksasi dapat menjadi cara reduksi fraktur, khususnya pada permukaan
sendi. Jika fasilitas tersedia, terapi ini menjadi suatu pilihan yang baik. Pada
pasien yang lebih tua, imobilisasi yang lebih cepat merupakan hal penting dan
fiksasi internal merupakan suatu yang wajib dilakukan. Kadang, keadaan tulang
yang osteoporotic, namun perawatan di tempat tidur lebih mudah dan pergerakan
lutu dapat dimulai lebih cepat. Alat yang digunakan adalah:
 Locked internal medullary nail untuk tipe fraktur ringan

 Plat, dipasang pada permukaan lateral femur. (cocok untuk tipe fraktur
berat)
 Lag screw, cocok untuk tipe fraktur sedang yang dipasang paralel
dengan kepala screw dimasukan kedalam sendi untuk menghindari
pengelupasan dari permukaan sendi juga menjaga untuk menghindari
kerusakan supracondylar.

Komplikasi

Komplikasi dibedakan menjadi dua yaitu komplikasi yang berhubungan dengan fraktur dan
yang berhubungan dengan injury. Komplikasi yang berhubungan dengan fraktur adalah:
a. Infeksi
Infeksi biasanya terjadi pada fraktur terbuka karena luka terkontaminasi oleh organisme yang
masuk dari luar tubuh. Pada fraktur tertutup dapat terjadi karena penolakan terhadap internal
fiksasi yang dipasang pada tubuh pasien.

b. Delayed union
Delayed union adalah suatu kondisi dimana terjadi penyambungan yang lambat yang
disebabkan oleh adanya infeksi dan tidak tercukupinya peredaran darah ke fragmen
c. Non union
Non union adalah fraktur tidak dapat sambung selama proses penyambungan dalam waktu
beberapa bulan. Non union adalah penyambungan tulang yang tidak sukses memperbaiki
perpatahannya.

d. Avascular necrosis
Avascular necrosis adalah kematian tulang karena kekurangan supply darah. Avascular
necrosis adalah nekrosis atau kerusakan tulang yang diakibatkan kurangnya pasokan darah.

e. Mal union
Mal union adalah penyambungan fragment pada posisi yang tidak sempurna.. Mal
union adalah penyambungan tulang pada posisi yang salah atau abnormal.

f. Shortening
Shorthening disebabkan oleh mal union, loss of bone, gangguan pada epiphysealpada anak-
anak. Shortening merupakan pemendekan tulang yang diakibatkan oleh mal union dan
gangguan epiphyseal pada anak-anak.

Sedangkan komplikasi yang berhubungan dengan injury adalah:


i. Injury pada pembuluh darah

Injury pada pembuluh darah disebabkan fragmen fraktur masuk ke dalam jaringan tubuh yang
akan menyebabkan kerusakan pada pembuluh darah.
ii. Injury pada saraf

Injury pada saraf dapat mengenai saraf tepi.


iii. Injury pada organ dalam

Injury pada organ dalam adalah bila fraktur mengakibatkan organ dalam rusak. Contohnya
rusaknya pleura atau paru yang disebabkan fraktur costa, rupture pada uretra atau
penetrasi colon karena fraktur pelvis.

iv. Injury pada tendon

Injury pada tendon biasanya terjadi pada fraktur terbuka. Misalnya rusaknyaextensor pollicis
longus akibat fraktur radius.

v. Injury pada sendi

Contoh injury pada sendi adalah dislokasi, subluksasi dan strain.

vi. Fat embolism

Fat embolism adalah gumpalan lemak pada pembuluh darah kecil dimana dapat mengganggu
paru dan otak karena akan terjadi oedem dan perdarahan di alveoli sehingga aliran oksigen ke
arteriole terganggu kemudian terjadilah hypoxemia.5
Prognosis

Prognosis dari kasus fraktur femur tergantung tipe dan tingkat keparahan fraktur. Semakin
kompleks fraktur yang terjadi, semakin jelek prognosisnya. Pada umumnya terapi yang sesuai
akan memberikan hasil yang baik pada pasien.

Edukasi

Sebagai seorang dokter yang berdedikasi, kita perlulah memberikan segala edukasi yang
berkait kepada pasien. Pasien seharusnya mendapatkan kalsium dan juga vitamin D yang
mencukupi. Mereka juga perlulah memperbanyak latihan untuk memperkuat tulang serta
menghindari rokok atau mengkomsumsi alcohol secara berlebihan. Selain itu, pasien juga
perlulah sentiasa memperhatikan obatan yang diperoleh. Dalam aktivitas fisik, pasien juga
haruslah berdiri secara perlahan-lahan dan menggunakan tongkat atau walker yang sesuai.6

Kesimpulan

Fraktur femur 1/3 distal yang di derita pasien karena terjadinya trauma akibat jatuh
dari sepeda motor dengan kecepatan sedang membuat gerakan tungkai bawah kanan terbatas
dan tidak dapat berdiri. Dengan hasil pemeriksaan fisik pasien yang dilakukan oleh dokter
terarah pada fraktur femur terputusnya kontinuitas batang femur yang bisa terjadi akibat
trauma langsung yang gejala klinisnya ada tanda pasti dari fraktur yaitu deformitas pada
pasien, pada kasus ini pasien mengalami fraktur tertutup yang terjadi hematom di dalam
sehingga terjadi peningkatan permeabelitas kapiler dan edema semakin meningkat lalu terjadi
perfusi jaringan menurun dan terjadi vasodilatasi yang memberikan warna pucat pada kulit
akibat jaringan kekurangan O2 dan adanya rasa nyeri yang ditimbulkan karena penekanan
ujung syaraf dan tekanan jaringan sekitarnya, maka terjadi gangguan hantaran ke bagian
distal sehingga menimbulkan peningkatan tekanan kompartemen otot.

Daftar Pustaka

1. Bickley S. Buku saku pemeriksaan fisik dan riwayat kesehatan Bates. 5th ed. Jakarta: EGC;
2006.

2. Jon C. Thompson, Anatomy of Leg/knee, Netter’s concise orthopaedic anatomy, 2010; 9:


297-303.

3. Mansjoer Arif,Suprohaita,Wardhani Ika Wahyu,Setiowulan Wiwiek.Kapita Selekta


Kedokteran.Ed 3 jilid 2,FKUI.2000.

4. Bickley L.S. Anamnesis. Bates’ Guide to physical examination and history taking.
International edition. 10th edition. Lippincott Williams & Wilkins. Wolters Kluwer Health.
2009.

5. Canale,. Beaty. Campbell's operative orthopaedics, 11th ed,2007;145-147

6. Smith BA, Livesay GA, Woo SL. Biology and biomechanics of the anterior cruciate
ligament. Clin Sports Med 1993; 12:637–670.

Anda mungkin juga menyukai