Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN KASUS

SOL Multiple

Oleh:

Tia Tamara 112022062

Pembimbing:

dr. Prima Ananda Madaze , Sp.S

Kepaniteraan Klinik Departemen Ilmu Penyakit Saraf


Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
RSUD Kota Jakarta Utara
Periode 19 Juni - 22 Juli 2023
STATUS NEUROLOGI

I. IDENTITAS PASIEN
a. Nama : Tn. FR
b. Umur : 52 tahun
c. Jenis Kelamin : Laki - laki
d. Alamat : Jl. Swadaya No 040
e. Status Pernikahan : Menikah
f. Status Pendidikan : SMA
g. Suku : Jawa
h. Agama : Islam
i. No. RM : 00543141
j. Tanggal Masuk : 30/06/2023, jam 05:14

II. SUBJEKTIF
Dilakukan secara alloanamnesis dengan i s t r i p a s i e n pada tanggal 3 0 Juni 2023 di
Ruang 1104 Bangsal Gedung C.
a) Keluhan Utama
Pasien datang dengan penurunan kesadaran 2 jam SMRS
b) Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien dibawa keluarga ke IGD RSUD Koja dengan keluhan penurunan kesadaran.
Istri pasien bangun untuk mengecek kondisi pasien, diraba didahi dirasakan seperti demam, lalu
dikompres. Istri pasien memberikan minum menggunakan sendok sedikit-sedikit lalu
dimuntahkan pasien, muntah menyembur, hanya berisi air, tidak disertai mual. Setelah muntah
pasien tiba-tiba tidak memberikan respon. Istri pasien mengatakan sebelumya pasien sudah
sekitar seminggu ini cenderung tidur, jarang membuka mata, masih memberikan respon, setiap
paginya masih dijemur mengggunakan kursi roda, dan masih bisa makan dan minum. Tidak ada
kejang. Riwayat trauma kepala atau jatuh disangkal istri pasien.
Sebelumnya 1 bulan yang lalu pasien di rawat di Rumah Sakit Pekerja dengan keluhan
lemas pada seluruh tubuh tapi masih bisa digerakan, keringat dingin, muntah dan nyeri kepala.
Istri pasien mengatakan dari hasil pemeriksaan darah, glukosa darah pasien 351 g/dl dan pada
pemeriksaan CT scan ada sedikit infeksi pada paru. Pasien tidak mendapatkan obat gula dan
obat paru hanya mendapatkan vitamin, pct, dan omz. Kemudian pasien dibawa ke klinik semper
untuk berobat dan meminta diresepkan obat gula. Selama dirawat dirumah pasien tidak ada
perubahan. Seminggu kemudian pasien mengeluhkan perlahan-lahan kaki kiri tidak bisa
menapakkan ditanah, susah digerakan, tangan kiri tidak bisa digerakan dan tidak bisa duduk.
Keluhan lain nyeri kepala, muntah-muntah, dan dan cegukan. Lalu istri pasien membawa pasie
ke RS firdaus di rawat selama 5 hari. Dokter yang merawat mengatakan pasien menderita stroke
ringan.
Nyeri kepala sudah dirasakan pasien dalam 3 bulan terakhir ini. Nyeri kepala
dirasakan pada bagian depan ditepi dahi pada kedua sisi berdenyut dan terasa berat pada bagian
belakang kepala menjalar keleher. Nyeri kepala dirasakan selama 30 menitan, muncul terutama
pada hari, nyeri tidak diperberat oleh aktivitas dan posisi. Nyeri kepala membaik saat minum
obat warung. Nyeri kepala tidak dirasakan sepanjang hari, dalam 1 bulan akan beberapa kali
muncul. Selama ini pasien tidak pernah berobat hanya meminum obat warung setiap nyeri
kepala. Nyeri kepala tidak disertai demam, mual dan muntah. Riwayat trauma kepala dan jatuh
disangkal.
Istri pasien juga mengatakan pasien sering mengeluhkan batuk, batuk berdahak, dahak
lengket harus berdehem dahulu untuk mengeluarkan dahak, dahak berwarna hijau kekuningan,
tidak ada darah, batuk membaik dengan minum conidin dan comix. Keluhan lain seperti demam
yang lama, penurunan berat badan, keringat malam disangkal. Pasien pernah dirawat di RS
Pekerja 1 bulan yang dan didiagnosa ada sedikit infeksi pada paru, tetapi istri pasien
mengatakan tidak diberikan obat OAT. Kontak dengan penderita TB disangkal.
Saat ini pasien dirawat di gedung D kamar 1104. Pasien dirawat 2 hari diruang ICU
dan 3 hari di HCU. Saat ini pasien sudah sadar penuh, tangan dan kaki kiri sudah bisa digerakan,
dan sudah bisa berkomunakasi. Pasien makan dan minum melalui NGT, BAB dan BAK normal.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien baru tahu menderita DM, Hipertensi, dan infeksi paru 1 bulan yang lalu.
Riwayat stroke ringan 1 bulan yang lalu.
d. Riwayat Keluarga
Pasien memiliki anak laki/perempuan dengan usia 26 tahun, 20 tahun, dan 16 tahun.
Istri pasien berusia48 tahun. Anak kedua cewek menderita tumor payudara dan telah dioperasi 1
bulan yang lalu. Tidak ada yang menderita batuk lama/dalam pengobatan paru.
e. Riwayat Pribadi dan Sosial
Pasien merokok 6 batang/hari selama lebih dari 30 tahun. Pola makan 2x sehari. Istri
pasien mengatakan ditempat kerja sering makan nasi padang. Setiap pagi minumn. kopi hitam
Tidak ada riwayat pengggunaan obat jangka panjang, obat terlarang, dan minuman berakohol.
Riwayat penggunaan obat tidur disangkal. Tidak ada riwayat berpergian dalam beberapa bulan
ini. Riwayat alergi disangkal.
I. OBJEKTIF

A. Status Generalis
Keadaan Umum :Tampak sakit sedang
Tanda-tanda vital
1. Tekanan Darah : 133/83 mmHg
2. Nadi : 108 kali / menit
3. Pernafasan : 20 kali / menit
4. Suhu : 38,0 °C
Berat Badan : 55 kg
Tinggi Badan : 177 cm
Status Gizi : 19 kg/m2 (normal)
i. Kepala : Bentuk normal, ukuran normocephali, warna rambut
hitam, tidak mudah dicabut, konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-
ii. Leher : tidak ditemukan pembesaran KGB dan tidak tampak
adanya lesi maupun benjolan.
iii. Thorax
1. Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat.
Palpasi : Ictus Cordis teraba pada ICS 5
garis midklavikularis sinistra.
Perkusi :
Batas kanan : ICS IV linea sternalis dextra
Batas kiri : ICS V linea midklavikularis sinistra
Batas atas : ICS II linea sternalis sinistra
Batas pinggang : ICS III linea parasternalis sinistra
Auskultasi : BJ I & II murni reguler, murmur (-), gallop (-)

2. Paru

Inspeksi Kanan Simetris saat statis dan Simetris saat statis dan
dinamis dinamis
Kiri Simetris saat statis dan Simetris saat statis dan
dinamis dinamis
Palpasi Kanan- - Tidak ada benjolan - Tidak ada benjolan
Kiri - Fremitus taktil - Fremitus taktil
simetris simetris
- Nyeri tekan (-) - Nyeri tekan (-)

Perkusi Kanan Sonor di seluruh lapang paru Sonor di seluruh lapang paru
Kiri Sonor di seluruh lapang paru Sonor di seluruh lapang paru
Auskultasi Kanan - Suara nafas - Suara nafas vesikuler
vesikuler - Wheezing (-), Ronki
- Wheezing (-), Ronki (-)
(-)
Kiri - Suara nafas - Suara nafas vesikuler
vesikuler - Wheezing (-), Ronki
- Wheezing (-), Ronki (-)
(-)
iv. Abdomen
Inspeksi : datar, dilatasi vena (-)
Palpasi : dinding perut : massa (-), nyeri tekan (-)
Hati : tidak teraba massa / perbesaran
Limpa : tidak teraba massa / perbesaran
Ginjal : tidak teraba, bimanual (-), ballotement (-)
Perkusi : timpani, nyeri ketok CVA (-)
Auskultasi : bising usus (+), normoperistaltik
. Ekstremitas : Akral hangat, CRT < 2 detik, sianosis (-), edema (-)

B. Status Psikis (Mini COG) : 5/5


C. Status Neurologis : 6-Juni-2023
i. Glasgow Coma Scale : E: 4 M: 6 V: 5 (15)
ii. Tanda Rangsangan Meningeal
1. Kaku kuduk : Negatif
2. Laseque : Negatif
3. Kernig : Negatif
4. Brudzinsky I : Negatif
5. Brudzinsky II : Negatif
iii. Nervi Cranialis
a) Nervus I (Olfactory nerve)
KANAN KIRI
Penghidu Normosmia Hiposmia
b) Nervus II (Optic nerve)
KANAN KIRI
Visus 20/100 20/100

Pengenalan Warna Tidak ada kelaian Tidak ada kelainan

Lapang Pandang Tidak ada kelainan Tidak ada Kelainan

Ukuran pupil ± 3 mm + 3 mm
Bentuk pupil Bulat Bulat
Kesamaan pupil Anisokor Anisokor

Refleks cahaya Langsung + +


Refleks cahaya konsensual + +

c) Nervus III, IV, VI (Oculomotor, Trochler, Abducens nerve)


KANAN KIRI
Ptosis Negatif Negatif
Gerak Mata Normal Normal
Sela Mata 0,6 cm 0,6 cm
Strabismus Negatif Negatif
Diplopia Negatif Negatif
Nistagmus Negatif Negatif
Eksoftalmus Negatif Negatif
d) Nervus V (Tigeminal nerve)
KANAN KIRI
Sensibilitas muka
Atas Positf Negatif
Tengah Positif Negatif
bawah positif Negatif
Menggigit Simetris Simetris
Membuka mulut Simetris Simetris
Mengunyah Simetris Simetris
Reflex kornea Positif Positif
Reflex bersin Positif Positif
Jaw-jerk test Positif Positif
e) Nervus VII (Facial nerve)

KANAN KIRI
Mengerutkan dahi Simetris Simetris
Menutup mata Simetris Simetris
Memperlihatkan gigi Simetris Simetris
Lekukan nasolabialis Simetris Simetris
Mencembungkan pipi Simetris Simetris
Daya kecap lidah 2/3 Tidak dilakukan Tidak dilakukan
depan pemeriksaan pemeriksaan
f) Nervus VIII (Vestibulocochlear nerve)
Kanan Kiri
Mendengar suara berbisik Normal Normal
Mendengar detik arloji Normal Normal
Test Rinne Konduksi udara lebih Konduksi udara lebih baik
baik daripada tulang daripada tulang
Test Weber Tidak ada lateralisasi Tidak ada lateralisasi
Test Schwabach Tidak memanjang Tidak memanjang
Kesan Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan

7
g) N. IX (Glossopharyngeal nerve) dan N X (Vagus Nerve)
1) Arkus faring : Simetris
2) Daya kecap lidah 1/3 belakang : Tidak dilakukan pemeriksaan
3) Refleks muntah : Positif
4) Fonasi : Normal
h) Nervus XI (Accessory nerve)
KANAN KIRI
Memalingkan kepala Normal Normal
Mengangkat bahu Normal Normal

i) Nervus XII (Hypoglossal nerve)


1) Tremor : Negatif
2) Fasikulasi : Negatif
3) Atrofi papil lidah : Negatif
4) Pergerakan lidah : Simetris
5) Artikulasi : Normal

6)
iv. Sistem Motorik
Anggota Gerak Atas
KANAN KIRI
Tremor Negatif Negatif
Fasikulasi Negatif Negatif
Trofi 23,5 cm 22 cm
Gerakan involunter Negatif Negatif
Tonus otot Normotonus Normotonus
Kekuatan otot 4 4

8
Anggota Gerak Bawah
KANAN KIRI
Tremor Negatif Negatif
Fasikulasi Negatif Negatif
Trofi 27,5 cm 25 cm
Gerakan involunter Negatif Negatif
Tonus otot Normotonus Normotonus
Kekuatan otot 4 4

v. Sistem Sensorik
SENSIBILITAS TANGAN KAKI
Kanan Kiri Kanan Kiri
Taktil Positif Positif Positif Positif
Nyeri Positif Positif Positif Positif
Suhu Tidak Tidak Tidak Tidak
dilakukan dilakukan dilakukan dilakukan
Vibrasi Positif Positif Positif Positif
Diskriminasi 2 titik Tidak Tidak Tidak Tidak
dilakukan dilakukan dilaku dilaku
kan kan

vi. Refleks Fisiologis


REFLEKS KANAN KIRI
Biceps reflex Positif (normorefleks) Positif (normorefleks)
Triceps reflex Positif(normorefleks) Positif (normorefleks)
Knee patella reflex Positif (normorefleks) Positif (normorefleks)
Archilles reflex Positif (normorefleks) Positif (normorefleks)
Refleks kulit perut Tidak dilakukan pemeriksaan Tidak dilakukan pemeriksaan

9
vii. Refleks Fisiologis

REFLEKS KANAN KIRI

Biceps reflex + +

Triceps reflex + +

Knee patela reflex + +


Archilles reflex + +

Refleks kulit perut + +

viii. Klonus
KANAN KIRI
Patella Negatif Negatif
Achilles Negatif Negatif

ix. Fungsi Cerebellum


1. Cara berjalan : Tidak dilakukan
2. Test Romberg : Tidak di lakukan
3. Ataksi : Tidak dilakukan
4. Rebound fenomen : Negatif
5. Dismetri
i. tes telunjuk-hidung : Kesulitan mengikuti
ii. tes tumit-lutut : Kesulitan mengikuti
6. Disdiadokhokinesis : Kesulitan mengikuti
x. Gerakan-gerakan abnormal
1. Tremor : Negatif
2. Athetose : Negatif
3. Mioklonik : Negatif
4. Chorea : Negatif
vi. Alat vegetative
1. Miksi : inkontinensia urin (-)
2. Defekasi : inkontinensia alvi (-)

1
3. Refleks anal : Tidak dilakukan
4. Refleks kremaster : Tidak dilakukan
5. Refleks bulbokavernosa : Tidak dilakukan
vii. Fungsi Luhur
1. Orientasi : Tempat: Normal Waktu: Normal
Orang: Normal Situasi: Normal
2. Afasia : Negatif

Pemeriksaan Laboratorium
Darah Lengkap (30/06/2023), pukul 16:21
Hb 13.1 g/dL 13.5 - 18.00 g/dL
Leukosit 13.35 /uL 4.00-10.50 / uL
Trombosit 271.000 /uL 163000 - 337 000 /uL
Hematokrit 34.4 % 42.0 – 52.0 %
Eritrosit 4.36 juta /uL 4.7 – 6.0 juta /uL
MCV 79 fL 78 - 100 fL
MCH 30 pg 27 - 31 pg
MCHC 38g/dL 32 - 36 g/dL
RDW CV 11.4 % 11.5 – 12.2 %

Hitung Jenis
Basofil 0.2 % 0.2 – 1.2 %
Eosinofil 0.0% 0.8 – 7.0 %
Neutrofil 86.5% 34.0 – 67.9%
Limfosit 8.4% 21.8 – 53.1%
Monosit 4.9% 5.3 – 12.2 %

Kimia Klinik
Natrium 122 mEq/L 136 - 146 mEq/L
Kalium 3.35 mEq/L 3.5 - 5.0 mEq/L
Klorida 95 mEq/L 98 - 106 mEq/L

1
Kreatinin 0.99 mg/dL 0.67 – 1.17 mg/dL
GFR (CKD – EPI) 109.1 mL/min/1.72 m2 > 90 : kondisi normal
Ureum 35,9 mg/dL 16,6 – 48,5 mg/dL
Glukosa Sewaktu 104 mg/dL 70 – 200 mg/dL

Pemeriksaan CT Scan (4/07/2023)

Kesan : Multiple lesi rim enchancing di lobus frontoparietal, temporal kiri, dan cerebellum
kanan, diameter terbesar 2,2 cm di lobus kanan, suspek metastasis, DD: tuberkuloma.
Edema cerebri disertai herniasi subfacine ke sisi kiri sejauh 0,6 cm.

1
IV. ASSESSMENT
a. Diagnosis 1
i. Diagnosis Klinis : Penurunan kesadaran, cephalghia, hemiparase sinistra
ii. Diagnosis Topis : Frontoparietal bilateral, temporal sinistra, dan cerebelum kanan

iii. Diagnosis Etiologis : Susp metaste TB, Stroke

iv. Diagnosis Patologis : SOL Multiple efek desak ruang

b. Diagnosis 2 : Tuberkuloma

V. PLANNING
a. Diagnostik
:
1. MRI kepala

2. USG abdomen

b. Terapi

1. Non Medikamentosa

2. Medikamentosa:
 citicoline iv 2x500 mg
 Dexametason iv 4x10 mg
 Omeprazole iv 2x40 mg
 Ondancetron iv 2x8mg
 Pct iv 1x1gr
 Mecobalamin iv 2x500 mg
 Ocicobal tab 2x500 mg Po
 KSR tab 1x3 Po

c. Monitoring : Keadaan umum, tanda-tanda vital, glukoasa darah


d. Edukasi

VI. PROGNOSIS
a. Ad vitam :
b. Ad sanationam :
c. Ad functionam :

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
SOL (space occupying lesion) atau lesi desak ruang merupakan lesi yang meluas atau menempati
ruang dalam otak yang disebabkan oleh tumor, hematoma, abses maupun malformasi arteriovena. Peninggian
tekanan intrakranial terjadi karena hal-hal ini dapat menempati ruang intrakranial, menimbulkan edema
serebri, membendung sirkulasi dan absorpsi cairan serebro spinal , meningkatkan aliran darah otak, dan
menyumbat pembuluh darah balik vena.1
2.2 Anatomi2
Otak, merupakan merupakan bagian dari susunan saraf pusat yang terletak di cavum cranii. Berat
otak saat lahir 350 gram, dan berkembang hingga saat dewasa seberat 1400-1500 gram.

Gambar 1: Anatomi Otak

Otak dibagi menjadi empat bagian, yaitu:

1. Cerebrum (Otak Besar)

Cerebrum adalah bagian terbesar dari otak manusia yang juga disebut dengan nama Cerebral Cortex,
Forebrain atau Otak Depan. Cerebrum membuat manusia memiliki kemampuan berpikir, analisa, logika,
bahasa, kesadaran, perencanaan, memori dan kemampuan visual.

Cerebrum secara terbagi menjadi 4 (empat) bagian yang disebut Lobus. Bagian lobus yang menonjol
disebut gyrus dan bagian lekukan yang menyerupai parit disebut sulcus. Keempat Lobus tersebut masing-
masing adalah: Lobus Frontal, Lobus Parietal, Lobus Occipital dan Lobus Temporal.

1
Gambar 2: Anatomi lobus

2. Cerebellum (Otak Kecil)

Otak Kecil atau Cerebellum terletak di bagian belakang kepala, dekat dengan ujung leher bagian atas.
Cerebellum mengontrol banyak fungsi otomatis otak, diantaranya: mengatur sikap atau posisi tubuh,
mengkontrol keseimbangan, koordinasi otot dan gerakan tubuh. Otak Kecil juga menyimpan dan
melaksanakan serangkaian gerakan otomatis yang dipelajari seperti gerakan mengendarai mobil, gerakan
tangan saat menulis, gerakan mengunci pintu dan sebagainya.

3. Brainstem (Batang Otak)

Batang otak (brainstem) berada di dalam tulang tengkorak atau rongga kepala bagian dasar dan
memanjang sampai ke tulang punggung atau sumsum tulang belakang. Bagian otak ini mengatur fungsi dasar
manusia termasuk pernapasan, denyut jantung, mengatur suhu tubuh, mengatur proses pencernaan, dan
merupakan sumber insting dasar manusia.

Batang Otak terdiri dari tiga bagian, yaitu:

Mesencephalon atau Otak Tengah (disebut juga Mid Brain) adalah bagian teratas dari batang otak
yang menghubungkan Otak Besar dan Otak Kecil. Otak tengah berfungsi dalam hal mengontrol respon
penglihatan, gerakan mata, pembesaran pupil mata, mengatur gerakan tubuh dan pendengaran.

Medulla oblongata adalah titik awal saraf tulang belakang dari sebelah kiri badan menuju bagian
kanan badan, begitu juga sebaliknya. Medulla mengontrol funsi otomatis otak, seperti detak jantung, sirkulasi
darah, pernafasan, dan pencernaan.

Pons merupakan stasiun pemancar yang mengirimkan data ke pusat otak bersama dengan formasi
reticular. Pons yang menentukan apakah kita terjaga atau tertidur.

4. Limbic System (Sistem Limbik)

Bagian terpenting dari Limbik Sistem adalah Hipotalamus yang salah satu fungsinya adalah bagian
memutuskan mana yang perlu mendapat perhatian dan mana yang tidak. Sistem limbik menyimpan banyak
informasi yang tak tersentuh oleh indera.

2.3 Etiologi

1. Abses Otak3

Abses otak dapat terjadi pada semua usia, namun yang paling lazim dalam usia 4 samapi 8 tahun.
Abses otak disebabkan oleh embolisasi karena penyakit jantung kongenital dengan shunt dari kanan ke kiri.,
meningitis, otitis media kronis, mastoiditis, selulitis orbita, infesi gigi, dan status imunodefisiensi. Gejalan
1
awal yang terjadi adalah gejala non spesifik seperti demam, sakit kepala, dan lesu. Gejala ketika proses
radang telah dimulai adalah muntah, sakit kepala hebat, kejang, papil edema.

2. Malformasi Arteriovenosa3

Malformasi arteriovenosa medulla spinalis terdiri dari kumpulan vena dilatasi berkelok-kelok yang
biasanya terletak pada sisi dorsal medula torakalis. Malformasi dapat menyebabkan gejala neurologis.
Kadang penderita datang dengan paraparese akut dan defisit sensorik.

3. Perdarahan Intrakranial3

Perdarahan intrakranial adalah perdarahan ( patologis) yang terjadi di dalam kranium, yangmungkin
ekstradural, subdural, subaraknoid, atau serebral (parenkimatosa). Perdarahan intrakranial dapat terjadi pada
semua umur dan juga akibat trauma kepala seperti kapitis,tumor otak dan lain-lain.8-13% ICH menjadi
penyebab terjadinya stroke dan kelainan dengan spectrum yang luas. Bila dibandingkan dengan stroke
iskemik atau perdarahan subaraknoid, ICH umumnya lebih banyak mengakibatkan kematian atau cacat
mayor. ICH yang disertai dengan edema akanmengganggu atau mengkompresi jaringan otak sekitarnya,
menyebabkan disfungsi neurologis. Perpindahan substansi parenkim otak dapat menyebabkan peningkatan
ICP dansindrom herniasi yang berpotensi fatal.

5. Tumor Intrakranial

Tumor otak merupakan pertumbuhan jaringan abnormal yang berasal dari sel-sel otak atau dari
struktur di sekelilingnya. Sama seperti tumor lainnya tumor otak dapat dibagi menjadi tumor otak jinak
(benigna) dan ganas (maligna). Tumor otak benigna adalah pertumbuhan jaringan abnormal di dalam otak,
tetapi tidak ganas.Tumor otak maligna adalah kanker di dalam otak yang berpotensi menyusup dan
menghancurkan jaringan di sebelahnya atau yang telah menyebar (metastase) ke otak dari bagian tubuh
lainnya melalui aliran darah.

Terdapat 2 kategori tumor otak, yaitu :

1. Tumor otak primer - tumor ini berasal dari otak itu sendiri.

2. Tumor otak sekunder (dikenali sebagai metastatik) – tumor ini berasal atau penyebaran dari organ
tubuh yang lain seperti paru-paru, ginjal, payudara, tulang, kulit dan organ tubuh lainnya.

Tumor otak primer bermula dan terbentuk di dalam otak. Tumor tersebut mungkin tumbuh dan
terbentuk di suatu tempat yang kecil atau ia dapat meluas ke daerah-daerah sekitar yang berdekatan. Tumor
sekunder (metastatik) bermula atau tumbuh di tempat lain dan kemudiannya menyebar melalui saluran darah
ke otak untuk membentuk tumor otak sekunder (tempat asalnya ialah kanker paru-paru, payudara, usus, kulit
dan lain-lain). Tumor otak metastasis merupakan komplikasi neurologis yang paling sering dari kanker
1
sistemik.

2.4 Epidemiologi4,5

Di Indonesia data tentang tumor susunan saraf pusat belum dilaporkan. Insiden tumor otak pada
anak-anak terbanyak dekade 1 (3-12 tahun), sedangkan pada dewasa pada usia 30-70 dengan puncak usia 40-
65 tahun. Tumor otak primer terjadi pada sekitar enam kasus per 100.000 populasi per tahun. Lebih sedikit
pasien dengan tumor metastatik yang datang ke pusat bedah saraf,walau insidens sebenarnya harus
sebanding, bahkan melebihi tumor primer. Sekitar 1 dari tumor otak primer terjadi pada anak-anak di
bawah usia 15 tahun.

Sekitar 15-20% pasien kanker akan didiagnosis dengan tumor otak metastasis. Insiden dari tumor ini
+ 4.1-11.1 per 100.000 populasi/tahun. Insiden tumor otak metastasis meningkat sejalan dengan semakin
majunya terapi sistemik yang memperpanjang angka harapan hidup, semakin banyaknya populasi lanjut usia,
meningkatnya insiden kanker paru dan melanoma dan kemampuan MRI dalam mendeteksi metastasis
berukuran kecil. Saat ini tumor otak metastasis dianggap sebagai tumor intrakranial yang tersering dengan
ratio 10:1 dibandingkan dengan tumor otak primer.

60%- 80% tumor otak metastasis pada orang dewasa berasal dari paru, payudara, melanoma, kolon
dan ginjal. Tumor primer yang tersering adalah paru (40-60%), diikuti oleh payudara, melanoma, kolon dan
ginjal dengan insiden relatif 10%, 3.5%, 2.8% dan 1.2% Umur saat didiagnosis tumor otak metastasis
berkorelasi dengan umur saat tumor primernya didiagnosis

2.5 Tanda dan Gejala (Manifestasi Klinis)6


1. Tanda dan gejala peningkatan TIK :
a) Sakit kepala
b) Muntah
c) Papiledema
2. Gejala terlokalisasi ( spesifik sesuai dengan dareh otak yang terkena ) :
a) Tumor korteks motorik ; gerakan seperti kejang kejang yang terletak pada satu sisi tubuh
b) Tumor lobus oksipital ; hemianopsia homonimus kontralateral (hilang penglihatan pada setengah
lapang pandang, pada sisi yang berlawanan dengan tumor) dan halusinasi penglihatan.
c) Tumor serebelum ; pusing, ataksia, gaya berjalan sempoyongan dengan kecenderungan jatuh kesisi
yang lesi, otot otot tidak terkoordinasi dan nistagmus ( gerakan mata berirama dan tidak disengaja )
d) Tumor lobus frontal ; gangguan kepribadia, perubahan status emosional dan tingkah laku,
disintegrasi perilaku mental, pasien sering menjadi ekstrim yang tidak teratur dan kurang terawat
e) Tumor sudut serebelopontin ; tinitus dan kelihatan vertigo, tuli (gangguan saraf kedelapan),

1
kesemutan dan rasa gatal pada wajah dan lidah (saraf kelima), kelemahan atau paralisis (saraf kranial
keketujuh), abnormalitas fungsi motorik.
f) Tumor intrakranial bisa menimbulkan gangguan kepribadian, konfusi, gangguan bicara dan
gangguan gaya berjalan terutam pada lansia.
2.6 Pemeriksaan penunjang7
1. CT Scan : Memberi informasi spesifik mengenal jumlah, ukuran, kepadatan, jejas tumor, dan meluasnya
edema serebral sekunder serta memberi informasi tentang sistem vaskuler.
2. MRI : Membantu dalam mendeteksijejas yang kecil dan tumor didalam batang otak dan daerah hiposisis,
dimana tulang menggangu dalam gambaran yang menggunakan CT Scan
3. Biopsi stereotaktik : Dapat mendiagnosa kedudukan tumor yang dalam dan untuk memberi dasar
pengobatan seta informasi prognosi.
4. Angiografi : Memberi gambaran pembuluh darah serebal dan letak tumor
5. Elektroensefalografi (EEG) : Mendeteksi gelombang otak abnormal pada daerah yang ditempati tumor dan
dapat memungkinkan untuk mengevaluasi lobus temporal pada waktu kejan.
2.7 Tatalaksana8

1. Terapi Steroid

Steroid secara dramatis mengurangi edema sekeliling tumor intrakranial, namun tidak berefek langsung

terhadap tumor. Dosis pembebanan dekasametason 12 mg. iv, diikuti 4 mg. q.i.d. sering mengurangi
perburukan klinis yang progresif dalam beberapa jam. Setelah beberapa hari pengobatan, dosis
dikurangi bertahap untuk menekan risiko efek samping yang tak diharapkan.

2.Non Medikamentosa
Tumor otak yang tidak terobati menunjukkan ke arah kematian, salah satu akibat peningkatan TIK
atau dari kerusakan otak yang disebabkan oleh tumor. Pasien dengan kemungkinan tumor otak harus
dievaluasi dan diobati dengan segera bila memungkinkan sebelum kerusakan neurologis tidak dapat diubah.
Tujuannya adalah mengangkat dan memusnahkan semua tumor atau banyak kemungkinan tanpa
meningkatkan penurunan neurologik (paralisis, kebutaan) atau tercapainya gejala-gejala dengan mengangkat
sebagian (dekompresi).
1. Pendekatan pembedahan (craniotomy)
Dilakukan untuk mengobati pasien meningioma, astrositoma kistik pada serebelum, kista koloid pada
ventrikel ke-3, tumor kongenital seperti demoid dan beberapa granuloma. Untuk pasien dengan glioma
maligna, pengangkatan tumor secara menyeluruh dan pengobatan tidak mungkin, tetapi dapat melakukan
tindakan yang mencakup pengurangan TIK, mengangkat jaringan nefrotik dan mengangkat bagian besar dari

1
tumor yang secara teori meninggalkan sedikit sel yang tertinggal atau menjadi resisten terhadap radiasi atau
kemoterapi.
2. Pendekatan kemoterapy
Terapi radiasi merupakan dasar pada pengobatan beberapa tumor otak, juga menurunkan timbulnya
kembali tumor yang tidak lengkap transplantasi sumsum tulang autologi intravens digunakan pada beberapa
pasien yang akan menerima kemoterapi atau terapi radiasi karena keadaan ini penting sekali untuk menolong
pasien terhadap adanya keracunan sumsum tulang sebagai akibat dosis tinggi radiasi.
Kemoterapi digunakan pada jenis tumor otak tertentu saja. Hal ini bisa digunakan pada klien :
a) Segera setelah pembedahan/tumor reduction kombinasi dengan terapi radiasi
b) Setelah tumor recurance
c) Setelah lengkap tindakan radiasi
2.8 Komplikasi9
Komplikasi setelah pembedahan dapat disebabkan efek depresif anestesi narkotik dan imobilitas. Echymosis
dan edema periorbital umumnya terjadi setelah pembedahan intracranial. Komplikasi khusus / spesifik
pembedahan intrakranial tergantung pada area pembedahan dan prosedur yang diberikan, misalnya :
1. Kehilangan memory
2. Paralisis
3. Peningkatan ICP
4. Kehilangan / kerusakan verbal / berbicara
5. Kehilangan / kerusakan sensasi khusus
6. Mental confusion
Peningkatan TIK yang disebabkan edema cerebral / perdarahan adalah komplikasi mayor pembedahan
intrakranial, dengan manifestasi klinik :
1. Perubahan visual dan verbal
2. Perubahan kesadaran (level of conciousnes/LOC) berhubungan dengan sakit kepala
3. Perubahan pupil
4. Kelemahan otot / paralysis
5. Perubahan pernafasan
Disamping terjadi komplikasi diatas, ada beberapa juga temuan gangguan yang terjadi yaitu :9
1. Gangguan fungsi neurologis.
Jika tumor otak menyebabkan fungsi otak mengalami gangguan pada serebelum maka akan
menyebabkan pusing, ataksia (kehilangan keseimbangan) atau gaya berjalan yang sempoyongan dan
kecenderunan jatuh ke sisi yang lesu, otot-otot tidak terkoordinasi dan ristagmus ( gerakan mata berirama
tidak disengaja ) biasanya menunjukkan gerakan horizontal.

1
2. Gangguan kognitif.
Pada tumor otak akan menyebabkan fungsi otak mengalami gangguan sehingga dampaknya
kemampuan berfikir, memberikan rasional, termasuk proses mengingat, menilai, orientasi, persepsi dan
memerhatikan juga akan menurun.
3. Gangguan tidur & mood
Tumor otak bisa menyebabkan gangguan pada kelenjar pireal, sehingga hormone melatonin menurun
akibatnya akan terjadi resiko sulit tidur, badan malas, depresi, dan penyakit melemahkan system lain dalam
tubuh.
4 Disfungsi seksual
a) Pada wanita mempunyai kelenjar hipofisis yang mensekresi kuantitas prolaktin yang berlebihan dengan
menimbulkan amenurrea atau galaktorea (kelebihan atau aliran spontan susu )
b) Pada pria dengan prolaktinoma dapat muncul dengan impotensi dan hipogonadisme.
c) Gejala pada seksualitas biasanya berdampak pada hubungan dan perubahan tingkat kepuasan.

2
DAFTAR PUSTAKA
1. Batticaca, F. (2008). Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta:
Salemba Medika.
2. Brunner & Suddarth (2003). Keperawatan Medical-Bedah Vol 2. Penerbit : Buku Kedokteran EGC.
Jakarta.
3. Doenges M.E, Moorhouse M.F & Geissler A.C (2009). Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk
Perencanaan Dan Pendokumentasin Perawatan Pasien. Edisi 3. Penerbit : Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
4. McPhee, S. J., & Ganong, W. F. (2012). Patofisiologi penyakit pengantar menuju kedokteran klinis.
Jakarta: EGC. Smeltzer, S. C., & Bare, B. G. (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth Edisi 8 Vol 2. Alih bahasa H. Y. Kuncara, Andry Hartono, Monica Ester, Yasmin asih,
Penerbit : Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
5. Price, S. A., & Wilson, L. M. (2012), Patofisiologi Konsep Klinis Proses _ Proses Penyakit, Penerbit :
Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
6. Wilkinson, J.M. & Ahern R.N (2012). Buku Saku Diagnosa Keperawtan (Diagnosis NANDA,
Intervensi NIC, Kriteria Hasil NOC). Edisi Ke-9 Penerbit : Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
7. Snell, Richard S. Kepala dan Leher. Dalam: Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. Ed 6. Jakarta: EGC,
2006: hlm 740-766
8. Haslam, Robert H.A. Sistim saraf. Dalam: Ilmu Kesehatan Anak Nelson Volume 3. Ed 15. Jakarta: EGC, 2000:
hlm 2106-2115
9. Robins, Kumar, Cotran. Buku Ajar Patologi. Volume 2. Edisi 7. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2007
h. 928-34.

Anda mungkin juga menyukai