Anda di halaman 1dari 29

Laporan Kasus

Hernia Nucleus Pulposus Lumbal

Disusun Oleh :
Irrayanti Putri
1102014134
FK YARSI

Pembimbing :
dr. Prima Ananda Madaze, Sp. S

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf


Rumah Sakit Umum Daerah Koja
Jakarta Utara
Periode 08 April – 11 Mei 2019

1
STATUS NEUROLOGI

I. IDENTITAS PASIEN
a) Nama : Ny. S
b) Umur : 59 tahun
c) Jenis Kelamin : Perempuan
d) Alamat : Cilincing
e) Status Pernikahan : Sudah Menikah
f) Status Pendidikan : SMP
g) Suku : Jawa
h) Agama : Islam
i) No. RM : 00-26-29-xx
j) Tanggal Masuk : 23/04/2019

II. SUBJEKTIF
Dilakukan secara autoanamnesis dengan pasien pada hari Rabu tanggal 24 April
2019 di Ruang 606 Bangsal Neuro Selatan Tim B.
a) Keluhan Utama
Nyeri pinggang kanan sejak 3 hari SMRS.

b) Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien dibawa oleh keluarga ke IGD RSUD Koja dengan keluhan nyeri
pinggang kanan yang menjalar sampai ke paha kanan sejak 3 hari SMRS. Nyeri
pinggang yang menjalar sampai paha dirasakan semakin memberat, sehingga pasien
sulit untuk berjalan kemudian pasien dibawa ke RSUD Koja. Selain nyeri pinggang
pasien juga merasakan sering kesemutan pada tungkai kanannya. Kesemutan yang
dirasakan pasien hilang timbul, kesemutan diperberat ketika pasien sedang beraktivitas.
Sekitar 3 bulan sebelumnya pasien pernah jatuh terduduk dilantai karena terpleset.
Namun, saat itu pasien tidak segera dibawa ke rumah sakit melainkan pasien dibawa ke
tukang pijat. Setelah di pijat pasien merasa sudah sembuh dan tidak perlu ke rumah
sakit. Sehari-hari pasien bekerja sebagai pedagang keliling. Pasien sering membawa
barang yang beratnya kira-kira >5 kg. Pasien sudah berdagang keliling cukup lama
yaitu kira-kira 5 tahun terakhir atau setelah suami pasien tidak lagi bekerja. Pasien

2
belum pernah merasakan nyeri pinggang yang menjalar sampai ke paha sebelumnya.
Keluhan seperti demam, sakit kepala, mual, muntah, bicara pelo, dan pingsan disangkal
oleh pasien. Tidak ada gangguan buang air kecil dan buang air besar pada pasien. Pasien
tidak memiliki riwayat hipertensi, diabetes sebelumnya, dan sedang tidak dalam
pengobatan apapun.

c) Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat jatuh terduduk karena terpleset sekitar 3 bulan yang lalu.

d) Riwayat Pribadi

Pasien sering membawa barang yang beratnya >5kg, karena pasien merupakan
seorang pedagang.

Riwayat Keluarga

Hubungan Umur (Tahun) Jenis Kelamin Keadaan Penyebab Meninggal


Kesehatan
Suami 60 tahun L Sehat -
Anak 39 tahun P Sehat -
Anak 37 tahun L Sehat -
Anak 35 tahun P Sehat -

e) Riwayat Sosial
Pasien bekerja sebagai pedagang keliling. Pasien tinggal bersama suaminya.

III. OBJEKTIF
A. Status Generalis
i. Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
ii. Kesadaran : composmentis
iii. Tanda-tanda vital
1. Tekanan Darah : 126/70 mmHg
2. Nadi : 84 kali / menit, isi cukup, regular, teraba
kuat.
3. Pernapasan : 20 kali/menit, tipe thorakoabdominal

3
4. Suhu : 36 °C
iv. Berat Badan : 50 kg
v. Tinggi Badan : 160 cm
vi. Status Gizi : 19.53 kg/m2 (normoweight)
vii. Kepala : Normocephali, warna rambut hitam, tidak
mudah dicabut.
viii. Mata : konjungtiva tidak anemis, udem palpebra tidak
ada, ptosis tidak ada
ix. Leher : tidak ditemukan pembesaran KGB dan tidak
tampak adanya lesi maupun benjolan.
x. Thorax

Jantung

Inspeksi Bentuk normal, tidak terlihat ictus cordis


Palpasi Ictus Cordis teraba kuat angkat dan reguler pada ICS 5 garis midklavikularis
kiri
Perkusi Batas kanan: ICS IV linea sternalis kanan
Batas kiri: ICS V linea midklavikularis kiri
Batas atas: ICS II linea sternal kiri
Batas pinggang: ICS III linea parasternal kiri
Auskultasi Bunyi jantung I dan II normal, murni, regular, murmur (-), gallop (-)

Paru-paru
Inspeksi Kiri Simetris dalam keadaan statis dan dinamis
Kanan Simetris dalam keadaan statis dan dinamis
Palpasi Kiri Sela iga normal, benjolan tidak ada, nyeri tekan ada, fremitus vokal
dan taktil simetris
Kanan Sela iga normal, benjolan tidak ada, nyeri tekan ada. fremitus vokal
dan taktil simetris
Perkusi Kiri Sonor
Kanan Sonor

4
Auskultasi Kiri Suara nafas Vesikuler, ronkhi dan wheezing tidak ada
Kanan Suara nafas Vesikuler, ronkhi dan wheezing tidak ada

xi. Abdomen
Inspeksi : datar, dilatasi vena (-)
Palpasi
 Dinding perut : massa (-), nyeri tekan (-)
 Hati : tidak teraba massa/perbesaran
 Limpa : tidak teraba massa/perbesaran
 Ginjal : tidak teraba, bimanual (-), ballotement (-)
Perkusi : timpani, nyeri ketok CVA (-)
Auskultasi : bising usus (+), normoperistaltik

xii. Ekstremitas : Akral hangat, sianosis tidak ada, CRT ≤ 2 detik,


tidak ada edema.

B. Status Psikis (MMSE)


C. Status Neurologis
i. Glasgow Coma Scale : E:4 M: 6 V: 5 (15)
ii. Tanda Rangsangan Meningeal
1. Kaku kuduk :-
2. Laseque : Terbatas pada tungkai kanan (<70o / - )
3. Kernig : Terbatas pada tungkai kanan (<135o / - )
4. Brudzinsky I :-
5. Brudzinsky II :-

iii. Nervus Cranialis


a) Nervus I (Olfactory nerve)
KANAN KIRI
Penghidu Normosmia Normosmia

5
b) Nervus II (Optic nerve)
KANAN KIRI
Visus Normal (20/20) Normal (20/20)
Pengenalan Warna Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Lapang Pandang Normal Normal
Ukuran pupil 3 mm 3 mm
Bentuk pupil Bulat Bulat
Kesamaan pupil Isokor Isokor
Refleks cahaya Langsung + +
Refleks cahaya konsensual + +

c) Nervus III, IV, VI (Oculomotor, Trochler, Abducens nerve)


KANAN KIRI
Ptosis - -
Gerak Mata Normal Normal
Sela Mata 1,2 cm 1,2 cm
Strabismus - -
Diplopia - -
Nistagmus - -
Eksoftalmus - -

d) Nervus V (Tigeminal nerve)


KANAN KIRI
Sensibilitas muka atas, Simetris Simetris
tengah, bawah
Menggigit Simetris Simetris
Membuka mulut Simetris Simetris
Mengunyah Simetris Simetris
Reflex kornea Normal Normal
Reflex bersin Normal Normal
Jaw-jerk test Normal Normal

6
e) Nervus VII (Facial nerve)

KANAN KIRI
Mengerutkan dahi Simetris Simetris
Menutup mata Simetris Simetris
Memperlihatkan gigi Simetris Simetris
Lekukan nasolabialis Simetris Simetris
Mencembungkan pipi Simetris Simetris
Daya kecap lidah 2/3 depan Tidak dilakukan Tidak dilakukan

f) Nervus VIII (Vestibulocochlear nerve)

KANAN KIRI
Mendengar suara berbisik Normal Normal
Mendengar detik arloji Normal Normal
Test Rinne Konduksi udara lebih baik Konduksi udara lebih baik
daripada tulang daripada tulang
Test Weber Tidak ada lateralisasi Tidak ada lateralisasi
Test Schwabach Tidak memanjang Tidak memanjang
Kesan Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan

g) N. IX (Glossopharyngeal nerve) dan N X (Vagus Nerve)


1) Arkus faring : Simetris
2) Daya kecap lidah 1/3 belakang : Tidak dilakukan
3) Refleks muntah : Positif
4) Fonasi : Normal
h) Nervus XI (Accessory nerve)

KANAN KIRI
Memalingkan kepala Normal Normal
Mengangkat bahu Normal Normal

7
i) Nervus XII (Hypoglossal nerve)
1) Tremor : Negatif
2) Fasikulasi : Negatif
3) Atrofi papil lidah : Negatif
4) Pergerakan lidah : Simetris
5) Artikulasi : Normal

iv. Sistem Motorik

Anggota Gerak Atas


KANAN KIRI
Tremor Negatif Negatif
Fasikulasi Negatif Negatif
Trofi Normotrofi Normotrofi
Gerakan involunter Negatif Negatif
Tonus otot Normotonus Normotonus
Kekuatan otot 5 5

Anggota Gerak Bawah


KANAN KIRI
Tremor Negatif Negatif
Fasikulasi Negatif Negatif
Trofi Normotrofi Normotrofi
Gerakan involunter Negatif Negatif
Tonus otot Normotonus Normotonus
Kekuatan otot 4 (nyeri) 5

v. Sistem Sensorik

SENSIBILITAS LENGAN TUNGKAI


Kanan Kiri Kanan Kiri
Taktil Positif Positif Berkurang Positif
Nyeri Positif Positif Berkurang Positif

8
Suhu Positif Positif Berkurang Positif
Vibrasi Positif Positif Positif Positif
Diskriminasi 2 3 cm 3 cm 3 cm 3 cm
titik
Hipoesthesia setinggi dermatom L3, L4 dextra

vi. Refleks Fisiologis

REFLEKS KANAN KIRI


Biceps reflex Positif Positif
Triceps reflex Positif Positif
Knee patella reflex Negatif Positif
Archilles reflex Positif Positif
Refleks kulit perut - -

vii. Refleks Patologis

REFLEKS KANAN KIRI


Hoffman reflex Negatif Negatif
Trommer refleks Negatif Negatif
Babinsky reflex Negatif Negatif
Chaddock reflex Negatif Negatif
Oppenheim reflex Negatif Negatif
Schaeffer reflex Negatif Negatif
Gordon reflex Negatif Negatif
Mendel reflex Negatif Negatif
Rossolimo reflex Negatif Negatif

viii. Klonus

KANAN KIRI
Patella Negatif Negatif
Achilles Negatif Negatif

9
ix. Fungsi Cerebellum
1. Cara berjalan : Normal
2. Test Romberg : Negatif
3. Ataksi : Negatif
4. Rebound fenomen : Negatif
5. Dismetri
i. tes telunjuk-hidung :Negatif
ii. tes tumit-lutut : Negatif
6. Disdiadokhokinesis : Negatif
x. Pemeriksaan radikulopati:
1. Laseque Test : Terbatas pada tungkai kanan 60o (<70o) / -
2. Kernig Test : Terbatas pada tungkai kanan <135o / -
3. Patrick :+/-
4. Contra Patrick : + / -
5. Bragard’s sign : + / -
6. Sicard’s sign :+/-

xi. Gerakan-gerakan abnormal


1. Tremor : Negatif
2. Athetose : Negatif
3. Mioklonik : Negatif
4. Chorea : Negatif
xiii. Alat vegetative
1. Miksi : inkontinensia urin (-)
2. Defekasi : inkontinensia alvi (-)
3. Refleks anal : Tidak dilakukan
4. Refleks kremaster : Tidak dilakukan
5. Refleks bulbokavernosa : Tidak dilakukan

xiv. Fungsi Luhur


1. Orientasi : Tempat: Normal Waktu: Normal
Orang: Normal Situasi: Normal
2. Afasia : Negatif

10
D. Pemeriksaan Penunjang
i. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan Hasil Nilai rujukan


Darah rutin
Hemoglobin 13,7 g/dL 13,5 – 18,0
Leukosit 5,94 x 10^3/uL 4,00 -10,50
Hematokrit 42,5 % 42,0 – 52,0
Trombosit 239x 10^3/uL 163 – 337
Glukosa Sewaktu 98 mg/dL 70-200mg/dL

ii. Foto Rontgen

11
IV. RINGKASAN
Pasien perempuan 59 tahun dibawa oleh keluarga ke IGD RSUD Koja dengan
keluhan nyeri pinggang kanan yang menjalar sampai ke paha kanan sejak 3 hari SMRS.
Nyeri pinggang yang menjalar sampai paha dirasakan semakin memberat, sehingga pasien
sulit untuk berjalan kemudian pasien dibawa ke RSUD Koja. Selain nyeri pinggang pasien
juga merasakan sering kesemutan pada tungkai kanannya. Kesemutan yang dirasakan
pasien hilang timbul, kesemutan diperberat ketika pasien sedang beraktivitas. Sekitar 3
bulan sebelumnya pasien pernah jatuh terduduk dilantai karena terpleset. Sehari-hari pasien
bekerja sebagai pedagang keliling. Pasien sering membawa barang yang beratnya >5 kg.
Pasien sudah berdagang keliling cukup lama yaitu kira-kira 5 tahun terakhir atau setelah
suami pasien tidak lagi bekerja. Pasien belum pernah merasakan nyeri pinggang yang
menjalar sampai ke paha sebelumnya. Keluhan seperti demam, sakit kepala, mual, muntah,
bicara pelo, dan pingsan disangkal oleh pasien. Tidak ada gangguan buang air kecil dan
buang air besar pada pasien.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan pasien tampak sakit sedang, GCS 15, Tekanan
darah 126/70 mmHg, Nadi: 84x/menit, pernafasan: 20x/menit, suhu 36oC. Hipoestesi
setinggi dermatom L3 dan L4 dextra. Laseque Test terbatas pada tungkai kanan (<70o / -
). Kernig Test terbatas pada tungkai kanan (<135o / - ), Patrick (+/-) Contra Patrick (+/-),
Bragard’s sign (+/-), Sicard’s sign (+/-). Pada pemeriksaan penunjang laboratorium tidak
ditemukan kelainan.

V. ASSESMENT
a. Diagnosis
i. Diagnosis Klinis : Radikulopati lumbal
ii. Diagnosis Topis : Dermatom medulla spinalis L3 dan L4 dextra
iii. Diagnosis Etiologis : Hernia nucleus pulposus lumbalis
Diagnosis banding : Spondilitis TB, metastasis tumor vertebrae.
iv. Diagnosis Patologis : Degeneratif

12
VI. PLANNING
a. Diagnostik
MRI

b. Terapi
Medikamentosa:
Mecobalamin 3 x 500 mg (IV) Ketorolac 3 x 30 mg (IV)
Ranitidin 2 x 50 mg (IV) Gabapentin 2 x 300 mg (PO)
Metilprednisolon 3 x 62,5 mg (IV) Eperison HCl 2 x 50 mg (PO)
Non-medikamentosa:
- Penggunaan korset lumbal
- Berenang
- Fisioterapi

c. Monitoring
- Keadaan umum
- Tanda-tanda vital
- Perburukan defisit neurologis

d. Edukasi
 Menggunakan korset lumbal untuk mencegah bertambahnya cedera nervus.
 Menghindari duduk ataupun berbaring di lantai.
 Tidur menggunakan tempat tidur dengan kasur kapuk atau latex, bukan
busa.
 Tidak mengangkat beban lebih dari 5 kg. Ketika mengangkat beban
sebaiknya diawali dari posisi duduk terlebih dahulu bukan membungkuk.
 Mengurangi kegiatan yang memerlukan gerakan membungkuk.

VII. PROGNOSIS
a. Ad vitam : ad bonam
b. Ad sanationam : dubia ad bonam
c. Ad functionam : dubia ad bonam

13
TINJAUAN PUSTAKA

1. Anatomi dan Fisiologi Vertebrae

Anatomi tulang belakang perlu diketahui agar dapat ditentukan elemen yang terganggu
pada timbulnya keluhan nyeri punggung bawah.
Columna vertebralis adalah pilar utama tubuh. Merupakan struktur fleksibel yang
dibentuk oleh tulang-tulang tak beraturan, disebut vertebrae.
Vertebrae dikelompokkan sebagai berikut :
- Cervicales (7)
- Thoracicae (12)
- Lumbales (5)
- Sacroles (5, menyatu membentuk sacrum)
- Coccygeae (4, 3 yang bawah biasanya menyatu)

14
Tulang vertebrae merupakan struktur kompleks yang secara garis besar terbagi atas 2
bagian. Bagian anterior tersusun atas korpus vertebra, diskus intervertebralis (sebagai
artikulasi), dan ditopang oleh ligamentum longitudinale anterior dan posterior. Sedangkan
bagian posterior tersusun atas pedikel, lamina, kanalis vertebralis, serta prosesus tranversus
dan spinosus yang menjadi tempat otot penyokong dan pelindung kolumna vertebrale. Bagian
posterior vertebrae antara satu dan lain dihubungkan dengan sendi apofisial (fascet joint).

Tulang vertebrae ini dihubungkan satu sama lainnya oleh ligamentum dan tulang
rawan. Bagian anterior columna vertebralis terdiri dari corpus vertebrae yang dihubungkan satu
sama lain oleh diskus fibrokartilago yang disebut discus invertebralis dan diperkuat oleh
ligamentum longitudinalis anterior dan ligamentum longitudinalis posterior.
Diskus invertebralis menyusun seperempat panjang columna vertebralis. Diskus ini
paling tebal di daerah cervical dan lumbal, tempat dimana banyak terjadi gerakan columna
vertebralis, dan berfungsi sebagai sendi dan shock absorber agar kolumna vertebralis tidak
cedera bila terjadi trauma.

15
Discus intervertebralis terdiri dari lempeng rawan hyalin (Hyalin Cartilage Plate),
nukleus pulposus (gel), dan annulus fibrosus. Sifat setengah cair dari nukleus pulposus,
memungkinkannya berubah bentuk dan vertebrae dapat mengjungkit kedepan dan kebelakang
diatas yang lain, seperti pada flexi dan ekstensi columna vertebralis.

Diskus intervertebralis, baik anulus fibrosus maupun nukleus pulposusnya adalah


bangunan yang tidak peka nyeri. Bagian yang merupakan bagian peka nyeri adalah:
 Lig. Longitudinale anterior
 Lig. Longitudinale posterior
 Corpus vertebra dan periosteumnya
 Articulatio zygoapophyseal
 Lig. Supraspinosum

16
 Fasia dan otot

Stabilitas vertebrae tergantung pada integritas korpus vertebra dan diskus


intervertebralis serta dua jenis jaringan penyokong yaitu ligamentum (pasif) dan otot (aktif).
Untuk menahan beban yang besar terhadap kolumna vertebrale ini stabilitas daerah pinggang
sangat bergantung pada gerak kontraksi volunter dan refleks otot-otot sakrospinalis,
abdominal, gluteus maksimus, dan hamstring.
Dengan bertambahnya usia, kadar air nukleus pulposus menurun dan diganti oleh
fibrokartilago. Sehingga pada usia lanjut, diskus ini tipis dan kurang lentur, dan sukar
dibedakan dari anulus. Ligamen longitudinalis posterior di bagian L5-S1 sangat lemah,
sehingga HNP sering terjadi di bagian postero lateral.

2. Definisi HNP
Hernia nukleus pulposus (HNP) adalah suatu kondisi dimana menonjolnya sebagian
atau seluruh bagian dari sentral nukleus pulposus kedalam kanalis vertebralis akibat degenerasi
dari anulus fibrosus korpus intervertebralis, yang menyebabkan sakit punggung dan kaki akibat
iritasi radiks saraf tersebut. Nama lainnya yaitu: Lumbar radiculopathy, herniated
intervertebral disk, intervertebral prolapsed disk, slipped disk, kerusakan saraf.

3. Etiologi HNP

Hernia nukleus pulposus dapat disebabkan oleh beberapa hal berikut :


 Degenerasi diskus intervertebralis
 Trauma minor pada pasien tua dengan degenerasi
 Trauma berat atau terjatuh

17
 Mengangkat atau menarik benda berat

4. Epidemiologi HNP
HNP paling sering terjadi pada pria dewasa, dengan insiden puncak pada dekade ke-4
dan ke-5. HNP lebih banyak terjadi pada individu dengan pekerjaan yang banyak membungkuk
dan mengangkat. Ligamentum longitudinalis posterior pada daerah lumbal lebih kuat pada
bagian tengahnya, maka protrusi discus cenderung terjadi ke arah postero lateral, dengan
kompresi radiks saraf.

5. Faktor Risiko HNP


Faktor risiko yang tidak dapat dirubah :
1. Umur: makin bertambah umur risiko makin tinggi
2. Jenis kelamin: laki-laki lebih banyak dari wanita
3. Riawayat cedera punggung atau HNP sebelumnya
Faktor risiko yang dapat dirubah :3
1. Pekerjaan dan aktivitas: duduk yang terlalu lama, mengangkat atau menarik barang-
barang berta, sering membungkuk atau gerakan memutar pada punggung, latihan
fisik yang berat, paparan pada vibrasi yang konstan seperti supir.
2. Olahraga yang tidak teratur, mulai latihan setelah lama tidak berlatih, latihan yang
berat dalam jangka waktu yang lama.
3. Merokok. Nikotin dan racun-racun lain dapat mengganggu kemampuan diskus
untuk menyerap nutrien yang diperlukan dari dalam darah.
4. Berat badan berlebihan, terutama beban ekstra di daerah perut dapat menyebabkan
strain pada punggung bawah.

6. Patofisiologi HNP
Pada umumnya HNP terjadi karena adanya proses degeneratif. Dimana discus
intervertebralis mengalami kehilangan protein polisakarida, sehingga kandungan air dalam
nukleus pulposus menurun. HNP dapat timbul setelah trauma seperti jatuh, kecelakaan, dan
pengangkatan beban berat dalam pekerjaannya sehari – hari.

18
7. Manifestasi Klinis HNP
Gejala yang sering ditimbulkan akibat ischialgia adalah :
 Nyeri punggung bawah.
 Nyeri daerah bokong.
 Rasa kaku/ tertarik pada punggung bawah.
 Nyeri yang menjalar atau seperti rasa kesetrum dan dapat disertai baal, yang
dirasakan dari bokong menjalar ke daerah paha, betis bahkan sampai kaki,
tergantung bagian saraf mana yang terjepit.
 Rasa nyeri sering ditimbulkan setelah melakukan aktifitas yang berlebihan,
terutama banyak membungkukkan badan atau banyak berdiri dan berjalan.
 Rasa nyeri juga sering diprovokasi karena mengangkat barang yang berat, batuk,
bersin akibat bertambahnya tekanan intratekal.

19
 Jika dibiarkan maka lama kelamaan akan mengakibatkan kelemahan anggota badan
bawah/ tungkai bawah yang disertai dengan mengecilnya otot-otot tungkai bawah
dan hilangnya refleks tendon patella (KPR) dan achilles (APR).
 Bila mengenai konus atau kauda ekuina dapat terjadi gangguan defekasi, miksi dan
fungsi seksual. Keadaan ini merupakan kegawatan neurologis yang memerlukan
tindakan pembedahan untuk mencegah kerusakan fungsi permanen.
 Kebiasaan penderita perlu diamati, bila duduk maka lebih nyaman duduk pada sisi
yang sehat.

8. Diagnosis HNP
I. Anamnesis
Manifestasi klinis yang timbul juga tergantung pada lokasi HNP terjadi:
1. Postero-lateral: disamping nyeri pinggang, juga akan memberikan gejala dan
tanda-tanda sesuai dengan radiks dan saraf mana yang terkena.
2. Postero-sentral: mengakibatkan nyeri pinggang oleh karena menekan ligamentum
longitudinal yang bersifat peka nyeri. Mengingat bahwa medulla spinalis berakhir
pada vertebra L1 atau tepi atas L2, maka HNP kearah postero-sentral vertebra L2
tidak akan melibatkan medulla spinalis. Yang mungkin terkena adalah kauda
equina, dengan gejala dan tanda berupa rasa nyeri yang dirasakan mulai dari
pinggang, daerah perineum, tungkai sampai kaki, refleks lutut dan tumit
menghilang yang sifatnya unilateral atau asimetris.

Adanya nyeri di pinggang bagian bawah yang menjalar ke bawah (mulai dari
bokong, paha bagian belakang, dan tungkai bawah bagian atas). Sifat nyeri
disebabkan oleh HNP adalah:

1. Nyeri mulai dari bokong, menjalar ke bagian belakang lutut, kemudian ke


tungkai bawah. (sifat nyeri radikuler).
2. Nyeri semakin hebat bila penderita mengejan, batuk, mengangkat barang berat.
3. Nyeri bertambah bila ditekan antara daerah disebelah L5 – S1 (garis antara dua
krista iliaka).
4. Nyeri spontan

20
Sifat nyeri adalah khas, yaitu dari posisi berbaring ke duduk nyeri bertambah hebat.
Sedangkan bila berbaring nyeri berkurang atau hilang.

II. Pemeriksaan fisik


Pemeriksaan Neurologik
Tujuan pemeriksaan ini adalah untuk memastikan apakah kasus nyeri pinggang bawah
adalah benar karena adanya gangguan saraf atau karena sebab yang lain.6-8
 Pemeriksaan sensorik
Bila nyeri pinggang bawah disebabkan oleh gangguan pada salah satu saraf tertentu
maka biasanya dapat ditentukan adanya gangguan sensorik dengan menentukan batas-
batasnya, dengan demikian segmen yang terganggu dapat diketahui.
 Pemeriksaan motorik
Dengan mengetahui segmen otot mana yang lemah maka segmen mana yang terganggu
akan diketahui, misalnya lesi yang mengenai segmen L4 maka musculus tibialis
anterior akan menurun kekuatannya.
 Pemeriksaan reflex
Refleks tendon akan menurun pada atau menghilang pada lesi motor neuron bawah dan
meningkat pada lesi motor atas. Pada nyeri punggung bawah yang disebabkan oleh
HNP maka reflex tendon dari segmen yang terkena akan menurun atau menghilang.

 Tes-tes7,8,10
Tes lasegue (straight leg raising). Tungkai difleksikan pada sendi coxae
sedangkan sendi lutut tetap lurus. Saraf ischiadicus akan tertarik. Bila nyeri
pinggang dikarenakan iritasi pasa saraf ini maka nyeri akan dirasakan pada
sepanjang perjalanan saraf ini, mulai dari pantat sampai ujung kaki.
Crossed lasegue. Bila tes lasegue pada tungkai yang tidak sakit menyebabkan rasa
nyeri pada tungkai yang sakit maka dikatakan crossed lasegue positif.
Tes kernig. Sama dengan lasegue hanya dilakukan dengan lutut fleksi, setelah
sendi coxae 90o dicoba untuk meluruskan sendi lutut.
Patrick sign (FABERE sign). FABERE merupakan singkatan dari fleksi, abduksi,
external, rotasi, extensi. Pada tes ini penderita berbaring, tumit dari kaki yang satu
diletakkan pada sendi lutut pada tungkai yang lain. Setelah ini dilakukan penekanan

21
pada sendi lutut hingga terjadi rotasi keluar. Bila timbul rasa nyeri maka hal ini
berarti ada suatu sebab yang non neurologik misalnya coxitis.
Kontra Patrick sign. Cara melakukan tes ini yaitu tungkai dalam posisi fleksi sendi
lutut dan sendi panggul, kemudian lutut didorong ke medial, bila di sendi
sakroiliaka ada kelainan, maka di situ akan terasa nyeri.
Bragard’s sign. Bragard’s sign merupakan tes lanjutan dari tes Lasegue (LSR).
Jika LSR positif (nyeri), turunkan kaki sedikit di bawah titik ketika LSR + (nyeri)
dan secara cepat dorsofleksikan pada pergelangan kaki. Jika nyeri (+) atau
bertambah maka Bragard’s sign (+).
Sicard’s sign. Sicard’s sign merupakan tes lanjutan dari tes Lasegue (LSR). Jika
LSR positif (nyeri), turunkan kaki sedikit di bawah titik ketika LSR + (nyeri) dan
secara cepat dorsofleksikan ibu jari kaki tersebut. Jika nyeri (+) atau bertambah
maka sicard’s sign (+).
Tes Naffziger. Dengan menekan kedua vena jugularis, maka tekanan LCS akan
meningkat, hal ini menyebabkan tekanan pada radiks bertambah, sehingga timbul
nyeri radikuler.
Tes Valsava. Penderita disuruh menutup mulut dan hidung kemudian meniup
sekuatnya.
Dengan melakukan tes-tes ini, maka kita dapat menyingkirkan diagnosis
banding yang lain. Postur pasien biasanya normal, bilamana subluksasio yang terjadi
bersifat ringan.Dengan subluksasi berat, terdapat gangguan bentuk postur. Pergerakan
tulang belakang berkurang karena nyeri dan terdapatnya spasme otot. Penyangga badan
kadang-kadang memberikan rasa nyeri pada pasien, dan nyeri umumnya terletak pada
bagian dimana terdapatnya pergeseran/keretakan, kadang nyeri tampak pada beberapa
segmen distal dari level/tingkat dimana lesi mulai timbul.2
Ketika pasien diletakkan pada posisi telungkup (prone) di atas meja pemeriksaan,
perasaan tidak nyaman atau nyeri dapat diidentifikasi ketika palpasi dilakukan secara
langsung diatas defek pada tulang belakang.7,8,10
Nyeri dan kekakuan otot adalah hal yang sering dijumpai. Pada banyak pasien,
lokalisasi nyeri disekitar defek dapat sangat mudah diketahui bila pasien diletakkan
pada posisi lateral dan meletakkan kaki mereka keatas seperti posisi fetus (fetal
position). Defek dapat diketahui pada posisi tersebut. Fleksi tulang belakang seperti itu

22
membuat massa otot paraspinal lebih tipis pada posisi tersebut. Pada beberapa pasien,
palpasi pada defek tersebut kadang-kadang sulit atau tidak mungkin dilakukan.
Pemeriksaan neurologis terhadap pasien dengan spondilolistesis biasanya negatif.
Fungsi berkemih dan defekasi biasanya normal, terkecuali pada pasien dengan sindrom
cauda equina yang berhubungan dengan lesi derajat tinggi.7,8,10

III. Pemeriksaan Penunjang


A. Pemeriksaan radiologis
a. Foto polos vertebrae
Sebaiknya dilakukan dari 3 sudut pandang yaitu AP, lateral dan oblique.
Informasi yang diperoleh dari pemeriksaan ini adalah:
 Adanya penyempitan ruang intervertebralis dapat mengindikasikan
adanya HNP.
 Pada HNP dapat juga dilihat skoliosis vertebra kesisi yang sehat
dan berkurangnya lordosis lumbalis
 Dapat menyingkirkan kemungkinan kelainan patologis lainnya
seperti proses metastasis, fraktur kompresi.
b. Mielografi
Mielografi adalah suatu pemeriksaan radiologis dengan tujuan melihat
struktur kanalis spinalis dengan memakai kontras. Bahan kontras dibagi
atas kontras negatif yaitu udara dimana sekarang sudah tidak dipakai
lagi dan kontras positif yang larut dalam air (misal: Dimer-X,
Amipaque, Conray 280). Adapun prosedur mielografi adalah sbb:
Mielografi asendens:
Zat kontras disuntikkan kedalam ruang subarachnoid melalui pungsi
lumbal. Pada fluroskopi kolom zat kontras tampak jelas karena tidak
tembus oleh sinar rontgen, sehingga terlihat radiopak. Dengan
merendahkan ujung rostral kolumna vertebralis, maka kolom zat kontras
akan bergerak ke rostral. Apabila ruang subarachnoid tersumbat oleh
karena proses desak ruang ekstradural atau intradural-ekstrameduler
menindih medulla spinalis, maka kolom zat kontras terhalang (berhenti).
Mielografi desendens:

23
Zat kontras dimasukkan kedalam sisterna serebromedularis melalui
pungsi oksipital. Dengan fluoroskopi kolom zat kontras diikuti
pengalirannya kearah kaudal bila ujung kaudal kolumna vertebralis
direndahkan. Blok yang diperlihatkan berarti batas atas proses desak
ruang yang menghasilkan sindrom kompresi medula spinalis. Zat
kontras yang ditindihi oleh masa secara langsung atau tak langsung
memperlihatkan bentuk yang khas sesuai sifat kompresi tersebut.
Konfigurasi defek kontras memberikan informasi mengenai lokasi
proses desak ruang yang menindihi medula spinalis. Foto-foto yang
diambil dalam posisi: prone dengan sinar AP, lateral, oblik (kalau perlu),
prone dengan sinar horizontal (kalau perlu).
Gambaran khas pada HNP adalah terlihat adanya indentasi pada kolom
zat kontras di diskus yang mengalami herniasi. HNP yang besar dapat
menyebabkan blokade total kanalis spinalis sehingga sering dicurigai
sebagai tumor. Kelainan yang ditemukan pada mielografi yaitu HNP,
tumor ekstra dan intradural, kelainan kongenital serta arakhnoiditis.

c. Magnetic Resonance Imaging


Keunggulan MRI adalah:
1. Sangat sensitif untuk menilai morfologi jaringan lunak
2. Mampu menghasilkan penampang dalam berbagai arah
potongan tanpa mengubah posisi pasien
3. Tidak menggunakan sinar radiasi
4. Dapat membedakan antara jaringan padat, lemak/non lemak,
cairan, umur perdarahan dan pembuluh darah
5. Tidak invasive

Pada MRI, dapat terlihat gambaran bulging diskus (annulus intak),


herniasi diskus (annulus robek) dan dapat mendeteksi dengan baik
adanya kompresi akar-akar saraf atau medula spinalis oleh fragmen
diskus.

24
A. Pemeriksaan neurofisiologi
Pemeriksaan EMG dapat membedakan lesi radiks dengan saraf perifer
atau iritasi radiks dengan kompresi radiks. Pada iritasi radiks akan
terlihat potensial yang besar dan polifasik dengan durasi yang melebar
pada otot-otot segmen yang bersangkutan. Sedangkan pada kompresi
radiks, selain temuan seperti diatas juga terlihat adanya fibrilasi dengan
atau tanpa positif sharp waves pada otot-otot segmen yang bersangkutan
atau pada otot-otot paravertebral. Menghilangnya H-refleks pada satu
sisi atau perbedaan H-refleks >1,5 milidetik pada kedua sisi
menunjukkan adanya kompresi radiks.
B. Pemeriksaan laboratorium
Kadar kalsium, fosfat, alkali dan acid phosphatase serta glukosa darah
perlu diperiksa karena beberapa penyakit seperti penyakit tulang
metabolik, tumor metastasis pada vertebra dan mononeuritis diabetika
dapat menimbulkan gejala menyerupai gejala HNP.
C. Pungsi lumbal
Manfaat tindakan ini tidak terlalu bermakna. Bila terjadi blokade total
maka dijumpai peningkatan kadar protein LCS dan tes Queckenstedt
positif.

25
9. Tatalaksana HNP

Perawatan utama untuk HNP adalah diawali dengan istirahat dengan obat-
obatan untuk nyeri dan anti inflamasi, diikuti dengan terapi fisik. Dengan cara ini, lebih dari
95 % penderita akan sembuh dan kembali pada aktivitas normalnya. Beberapa persen dari
penderita butuh untuk terus mendapat perawatan lebih lanjut yang meliputi injeksi steroid atau
pembedahan.

a. Medikamentosa
Untuk penderita dengan HNP yang akut yang disebabkan oleh trauma (seperti
kecelakaan mobil atau tertimpa benda yang sangat berat) dan segera diikuti dengan nyeri hebat
di punggung dan kaki, obat pengurang rasa nyeri dan NSAIDS akan dianjurkan.
Jika terdapat kaku pada punggung, obat anti kejang, disebut juga pelemas otot, biasanya
diberikan. Kadang-kadang, steroid mungkin diberikan dalam bentuk pil atau langsung ke dalam
darah lewat intravena. Pada pasien dengan nyeri hebat berikan analgesik disertai zat
antispasmodik seperti diazepam. NSAID Nebumeton yang merupakan pro drugs dan efek
sampingnya relatif lebih kecil, terutama efek samping terhadap saluran cerna, dengan dosis 1
gram/hari. Pemakaian jangka panjang biasanya terbatas pada NSAIDS, tapi adakalanya
narkotika juga digunakan jika nyeri tidak teratasi oleh NSAIDS. Orang yang tidak dapat
melakukan terapi fisik karena rasa nyeri, injeksi steroid di belakang pada daerah herniasi dapat
sangat membantu mengatasi rasa sakit untuk beberapa bulan dan disertai program terapi rutin.
Relaksan otot diberikan secara parenteral dan hampir selalu secara intravenous.
Misalnya:
 D-tubokurarin klorida
 Metokurin yodida
 Galamin trietyodida
 Suksinilkolin klorida
 Dekametonium
Derajat relaksasi otot dapat diatur dengan kecepatan infus
 Transkuilizer

26
b. Operasi
Operasi lebih mungkin berhasil bila terdapat tanda-tanda obyektif adanya gangguan
neurologis. Penderita yang telah didiagnosa HNP, maka terapi konservatif yang harus
dilaksanakan. Bilamana kasus HNP masih baru namun nyerinya tidak tertahan atau defisit
motoriknya sudah jelas dan mengganggu, maka pertimbangan untuk operasi. Pasien HNP yang
akan dioperasi harus dilakukan pemeriksaan mielografi. Berdasarkan mielogram itu dapat
memastikan adanya HNP serta lokasi dan ekstensinya. Diskografi merupakan pemeriksaan
diskus yang lebih invasif yang dilakukan jika hasil mielografi meragui adanya HNP, karena
diskrografi adalah pemeriksaan diskus dengan menggunakan kontras, untuk melihat seberapa
besar diskus yang keluar dari kanalis vertebralis.
Jenis pembedahan yang bisa dilakukan pada pasien HNP adalah Laminotomi
(pemotongan sebagian lamina di atas atau di bawah saraf yang tertekan), Laminektomi
(pemotongan sebagian besar lamina atau vertebra), dan Disektomi (pemotongan sebagian atau
keseluruhan diskus intervertebralis). Sementara, ada juga yang disebut Minimally Invasive
Operation. Dengan cara ini, insisi yang diperlukan tidak lebar, dimungkinkannya visualisasi
lokasi patologi melalui mikroskop atau endoskop, trauma pembedahan yang dialami pasien
jauh lebih sedikit, dan pasien dapat pulih lebih cepat.
Disektorni dilakukan untuk memindahkan bagian yang menonjol dengan general
anesthesia. Pasien akan diajurkan untuk berjalan pada hari pertama setelah operasi untuk
mengurangi resiko penumpukan darah.
Untuk sembuh total memakan waktu beberapa minggu jika lebih dari satu diskus yang
harus ditangani. Jika ada masalah lain selain herniasi diskus operasi yang lebih ekstensif
diperlukan dan mungkin memerlukan waktu yang lebih lama untuk sembuh.
Pilihan operasi lainnya adalah mikrodisektomi, prosedur memindahkan fragmen of
nucleated disk melalui irisan yang sangat kecil dengan menggunakan chemonucleosis.
Chemonucleosis adalah injeksi enzim (yang disebut chymopapain) ke dalam herniasi diskus
untuk melarutkan substansi gelatin yang menonjol. Prosedur ini merupakan salah satu alternatif
disektomi pada kasus-kasus tertentu. Biasanya penderita boleh memulai latihan setelah 4 s/d 6
minggu setelah ia diperbolehkan bangun atau turun dari tempat tidur.

27
10. Pencegahan


Menjalankan cara hidup yang sehat.

Olahraga seperti senam aerobic, renang menjadikan tulang belakang lebih fleksibel

Cara mengangkat yang benar, menggunakan otot kaki. Berat badan ideal.

Tidak merokok, dikatakan nikotin dapat menyebabkan tulang spinal lebih cepat
degenerasi dari normal (aging).

Postur yang benar, ketika duduk dan berdiri.

Peregangan yang mendadak pada punggung, jangan sekali-kali mengangkat benda atau
sesuatu dengan tubuh dalam keadaan fleksi atau dalam keadaan membungkuk, serta
hindari kerja dan aktifitas fisik yang berat untuk mengurangi kambuhnya gejala setelah
episode awal.

11. Prognosis

Prognosis buat mereka yang nyeri punggung akut dengan tanda red flag tergantung
kepada penyebab nyeri. 90% yang mengalami LBP tanpa penyebab kesehatan, gejalanya dapat
hilang dalam tempoh sebulan. Namun, hampir 50% daripada itu akan berulang semula. 80%
mereka dengan ishialgia gejalanya dapat hilang, dengan atau tanpa operasi. Namun tempoh
untuk recover lebih lama dari mereka dengan nyeri belakang tanpa komplikasi. Prognosis
terhadap operasi diskus hasilnya memuaskan pada 2 dari 3 kasus. Namun 10% kasus lagi, tidak
menunjukkan hasil yang memuaskan. Terdapat beberapa perkara yang memberikan pengaruh
terhadap hasil operasi antara lain : lesi akibat dari kecelakaan tempat kerja, riwayat sakit lebih
1 tahun sebelum di operasi, terdapat perubahan arthritic pada tulang belakang dan anomalies
pada transisi lumbosacral, diskus yang tidak dikeluarkan sepenuhnya dan recurensi diskus dan
adhesi postopertif.

28
DAFTAR PUSTAKA

American academy of orthopaedic surgeons. Low back pain. 2013. Diunduh dari :
http://orthoinfo.aaos.org/topic.cfm?topic=A00311, 28 April 2019.

Benyamin C. Herniated Disk. 2009. Sports Medicine and Shoulder Service. UCSF
Department of Orthopaedic Surgery.http://www.nlm.nih.gov
/medlineplus/ency/article/000442.htm
Foster, R. Mark. 2014. Herniated Nucleus Pulposus. http://emedicine.medscape.
com/article/1263961-overview
Gondim F, Ghest T. Topographic and functional antomy of the spinal cord. 22 Maret 2013.
Diunduh dari http://emedicine.medscape.com/article/1148570-overview#a30. 28 April
2019.

Nuarta, Bagus.2004 Ilmu Penyakit Saraf. In: Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculapius.
Jakarta.
Nugroho ADSD, Maheswara A. 2008. Penatalaksanaan fisioterapi pada kasus HNP dengan
modalitas shoertwave diatemy, traksi lumbl dan MC kenzie exercise di RSUD Dr
Margono Soekarjo Puwokerto. Diunduh dari :
http://journal.unikal.ac.id/index.php/lppm/article/download/258/194, 28 April 2019.

Priguna S. Neurologi klinis dalam pratek dokter umum. Sakit pinggang. Jakarta: Dian Rakyat;
2006.h.202-16.

Samara, D. Lama dan sikap duduk sebagai faktor risiko terjadinya nyeri pinggang bawah. Vol.
23 No.2, 2004. Diunduh dari http//:www.jurnal kedokteran trisakti.org, 24 Mei 2014.

29

Anda mungkin juga menyukai