Anda di halaman 1dari 36

Laporan Kasus

Perdarahan Intraserebral et causa Cedera Kepala Sedang

Pembimbing: Dr. Prima Ananda Madaze, Sp.S

Disusun oleh:
Christanti Elliavani
11-2018-024

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN SARAF


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOJA
UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
PERIODE 13 MEI-15 JUNI 2019
STATUS NEUROLOGI

Halaman | 1
I. IDENTITAS PASIEN
a) Nama : Ny. Margaretha
b) Umur : 21 tahun
c) Jenis Kelamin : perempuan
d) Alamat : Plumban 13 RT 11/04, Kelurahan Rawa Badak Selatan
e) Status Pernikahan : Belum menikah
f) Status Pendidikan : SLTA
g) Suku : Batak
h) Agama : Kristen
i) No. RM : 00429187
j) Tanggal Masuk : 18 Mei 2019

II. SUBJEKTIF
Dilakukan secara autoanamnesis/alloanamnesis dengan: alloanamnesis
pada hari: Kamis, 23 Mei 2019, di Ruang: 611, lantai 6 Selatan

a) Keluhan Utama

Pasien mengalami penurunan kesadaran setelah kecelakaan lalu lintas  30 menit


SMRS

b) Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien mengalami penurunan kesadaran setelah kecelakaan lalu lintas  30menit


SMRS. Keluhan dirasakan setelah pasien mengalami kecelakaan lalu lintas di tabrak oleh
motor saat ingin berangkat bekerja. Saat di IGD RSUD Koja pasien mengalami muntah 2x,
tidak menyemprot, muntah berisi makanan. Menurut keluarga pasien, pasien tidak mengalami
kejang. Menurut keluarga, pasien mengalami nyeri kepala karena terdapat luka terbuka
dibagian kepala.

Menurut keluarga, saat pasien sadar, pasien cenderung gelisah, pasien masih bisa
berkomunikasi dengan keluarga. Tidak terdapat mulut mencong, bicara tidak pelo. Dua hari
setelah pasien masuk dibangsal RSUD koja, pasien rencana dilakukan operasi kraniotomi.

Pasien dirujuk ke RSUD Koja dikarenakan fasilitas yang tidak memadai di RS Bhakti
Mulya. Di RS Bhakti Mulya pasien sudah diberikan omeprazole 2x20mg IV, manitol 250 cc
lanjut 4x125cc, asam traneksamat 3x500mg, phenytoin 2x100mg, ketorolac 3x30mg,
diazepam 5mg/IV, midazolam, ranitidine 2x1

Halaman | 2
Saat di anamnesis, pasien cenderung tidur, pasien membuka mata saat disuruh
membuka mata. Pasien terlihat lemah, tidak terdapat adanya kejang, pasien merasakan nyeri
kepala, tidak terdapat adanya muntah.

Pasien mengeluh adanya gangguan penglihatan, tidak ada keluhan pusing berputar,
telinga berdenging, gangguan menelan.

Tidak ada gangguan BAB dan BAK. Asupan makanan dan minum baik selama
dirumah maupun di RS.

c) Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien tidak memiliki riwayat sakit jantung, DM, Hipertensi.

d) Riwayat Pribadi

Pasien tidak merokok dan minum alkohol

e) Riwayat Keluarga

Jenis Keadaan Penyebab


Hubungan Umur (Tahun)
Kelamin Kesehatan Meninggal

Kakek (ayah) Tidak diketahui Laki-laki Meninggal Tidak diketahui


Nenek (ayah) Tidak diketahui Perempuan Meninggal Tidak diketahui
Kakek (ibu) Tidak diketahui Laki-laki Meninggal Tidak diketahui
Nenek (ibu) Tidak diketahui Perempuan Meninggal Tidak diketahui
Ayah 61 tahun Laki-laki Sehat -
Ibu 51 tahun perempuan Sehat -

f) Riwayat Sosial

Pasien bekerja sebagai karwayawan swasta di bidang administrasi. Pasien tinggal


serumah dengan ayah, ibu, 2 orang saudaranya. Lingkungan tempat tingggal pasien terdapat
di komplek, rumah pasien terdapat jendela yang pagi hari dibuka sehingga matahari dapat
masuk dengan baik.

Halaman | 3
III. OBJEKTIF
A. Status Generalis
i. Keadaan Umum : tampak sakit berat
ii. Tanda-tanda vital
1. Tekanan Darah : 129/66 mmHg
2. Nadi : 70 x/ menit teraba kuat angkat, reguler
3. Pernapasan : 20x/menit
4. Suhu : 36C
iii. Berat Badan : 52 kg
iv. Tinggi Badan : 158 cm
v. Status Gizi : BB normal
vi. Kepala : post kraniotomi (kepala dalam kondisi
diperban)
vii. Leher : tidak ada pembesaran KGB, tidak ada
pembesaran
kelenjar tiroid
viii. Thorax
1. Jantung :
 Inspeksi: ictus cordis tidak tampak
 Palpasi: Ictus cordis teraba setinggi ICS V Linea Midclavicularis
sinistra
 Perkusi: Batas jantung kanan di ICS IV linea sternalis kanan, batas
jantung kiri di ICS V, 2 cm sebelah lateral dari linea midklavikula kiri
 Auskultasi: BJ I-II murni reguler, murmur (-), gallop (-)

2. Paru :
 Inspeksi: retraksi sela iga (-/-), pelebaran sela iga (-), simetris saat
statis dan dinamis
 Palpasi: gerak napas simetris saat statis dan dinamis
 Perkusi: sonor seluruh lapang paru
 Auskultasi: Suara napas vaskuler (+/+), wheezing (-/-), ronki (-/-)

ix. Abdomen :
 Inspeksi: perut datar, bekas operasi tidak ada
 Palpasi: bising usus (+), normoperistaltik
 Perkusi: nyeri tekan (-), massa (-)
 Auskultasi: timpani

x. Ekstremitas :

Tidak ada deformitas, kedua sisi tungkai simetris. CRT <2 detik, tidak
ada clubbing finger, tidak ada pitting edema di tungkai.

Halaman | 4
B. Status Psikis (MMSE)
C. Status Neurologis
i. Glasgow Coma Scale : E:4 M:6 V:3 (13)
ii. Tanda Rangsangan Meningeal
1. Kaku kuduk : negatif
2. Laseque : negatif
3. Kernig : negatif
4. Brudzinsky I : negatif
5. Brudzinsky II : negatif
iii. Nervi Cranialis
a) Nervus I (Olfactory nerve)

KANAN KIRI
Penghidu Sulit dinilai Sulit dinilai

b) Nervus II (Optic nerve)

KANAN KIRI
Visus Sulit dinilai Sulit dinilai
Pengenalan Warna positif positif
Lapang Pandang Sulit dinilai Sulit dinilai
Ukuran pupil 3mm 4mm
Bentuk pupil Bulat Bulat
Kesamaan pupil Isokor Isokor
Refleks cahaya Langsung Positif Positif
Refleks cahaya konsensual Positif Positif

c) Nervus III, IV, VI (Oculomotor, Trochler, Abducens nerve)

KANAN KIRI
Ptosis Negative negatif
Gerak Mata

Sela Mata Negatif Negatif


Strabismus Negatif Negatif
Diplopia Negatif Negatif
Nistagmus Negatif Negatif
Eksoftalmus Negatif Negatif

d) Nervus V (Tigeminal nerve)

KANAN KIRI
Sensibilitas muka
Atas Positif Positif
Tengah Positif Positif
Bawah Positif Positif
Menggigit Sulit dinilai Sulit dinilai
Membuka mulut Sulit dinilai Sulit dinilai

Halaman | 5
Mengunyah Sulit dinilai Sulit dinilai
Reflex kornea Sulit dinilai Sulit dinilai
Reflex bersin Sulit dinilai Sulit dinilai
Jaw-jerk test Sulit dinilai Sulit dinilai

e) Nervus VII (Facial nerve)

KANAN KIRI
Mengerutkan dahi Sulit dinilai Sulit dinilai
Menutup mata Sulit dinilai Sulit dinilai
Memperlihatkan gigi Sulit dinilai Sulit dinilai
Lekukan nasolabialis Sulit dinilai Sulit dinilai
Mencembungkan pipi Sulit dinilai Sulit dinilai
Daya kecap lidah 2/3 depan Sulit dinilai Sulit dinilai

f) Nervus VIII (Vestibulocochlear nerve)

KANAN KIRI
Mendengar suara berbisik Sulit dinilai Sulit dinilai
Mendengar detik arloji Sulit dinilai Sulit dinilai
Test Rinne Sulit dinilai Sulit dinilai
Test Weber Sulit dinilai Sulit dinilai
Test Schwabach Sulit dinilai Sulit dinilai
Kesan

g) N. IX (Glossopharyngeal nerve) dan N X (Vagus Nerve)


1) Arkus faring : Sulit dinilai
2) Daya kecap lidah 1/3 belakang : Sulit dinilai
3) Refleks muntah : Sulit dinilai
4) Fonasi : Sulit dinilai

h) Nervus XI (Accessory nerve)

KANAN KIRI
Memalingkan kepala Sulit dinilai Sulit dinilai
Mengangkat bahu Sulit dinilai Sulit dinilai

i) Nervus XII (Hypoglossal nerve)


1) Tremor : Negatif
2) Fasikulasi : Negatif
3) Atrofi papil lidah : Sulit dinilai
4) Pergerakan lidah : Sulit dinilai
5) Artikulasi : Sulit dinilai

Halaman | 6
iv. Sistem Motorik

Anggota Gerak Atas


KANAN KIRI
Tremor Negatif Negatif
Fasikulasi Negatif Negatif
Trofi Positif Positif
Gerakan involunter Negatif Negatif
Tonus otot Normotonus Normotonus
Kekuatan otot Lateralisasi dextra Negatif

Anggota Gerak Bawah


KANAN KIRI
Tremor Negatif Negatif
Fasikulasi Negatif Negatif
Trofi Positif Positif
Gerakan involunter Negatif Negatif
Tonus otot Normotonus Normotonus
Kekuatan otot Lateralisasi dextra Negatif

v. Sistem Sensorik

SENSIBILITA TANGAN KAKI


Kanan Kiri Kanan Kiri
S
Taktil Sulit dinilai Sulit dinilai Sulit dinilai Sulit dinilai
Nyeri Sulit dinilai Sulit dinilai Sulit dinilai Sulit dinilai
Suhu Sulit dinilai Sulit dinilai Sulit dinilai Sulit dinilai
Vibrasi Sulit dinilai Sulit dinilai Sulit dinilai Sulit dinilai
Diskriminasi 2 Sulit dinilai Sulit dinilai Sulit dinilai Sulit dinilai
titik

vi. Refleks Fisiologis

REFLEKS KANAN KIRI


Biceps reflex Positif Positif
Triceps reflex Positif Positif
Knee patela reflex Positif Positif
Archilles reflex Positif Positif
Refleks kulit perut Sulit dinilai Sulit dinilai

vii. Refleks Patologis

REFLEKS KANAN KIRI

Halaman | 7
Hoffman reflex Negatif Negatif
Trommer refleks Negatif Negatif
Babinsky reflex Positif Negatif
Chaddock reflex Positif Negatif
Oppenheim reflex Negatif Negatif
Schaeffer reflex Negatif Negatif
Gordon reflex Negatif Negatif
Mendel reflex Negatif Negatif
Rossolimo reflex Negatif Negatif

viii. Klonus

KANAN KIRI
Patella Sulit dilakukan Sulit dilakukan
Archilles Sulit dilakukan Sulit dilakukan

ix. Fungsi Cerebellum


1. Cara Berjalan : Sulit dilakukan
2. Test Romberg : Sulit dilakukan
3. Ataksi : Sulit dilakukan
4. Rebound Fenomen : Sulit dilakukan
5. Dismetri
i. Tes telunjuk-hidung: negatif
ii. Tes tumit-lutut : Sulit dilakukan
6. Disdiadokhokinesis : Positif

x. Gerakan-gerakan abnormal
1. Tremor : Negatif
2. Athetose : Negatif
3. Mioklonik : Negatif
4. Chorea : Negatif
xi. Alat vegetatif
1. Miksi : normal
2. Defekasi : sulit dinilai
3. Refleks anal : sulit dilakukan
4. Refleks kremaster :-
5. Refleks bulbokavernosa : sulit dilakukan

xii. Fungsi Luhur


1. Orientasi : Tempat: Baik, Waktu: Sulit dinilai
Orang: Baik, Situasi: Sulit dinilai
2. Afasia : Negatif

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Halaman | 8
Pemeriksaan Lab, Tanggal 19-05-2019

Hematologi

 Hb : 12.5 g/dl (N 12.5-16.0)


 Ht : 40.0 % (N 37-47)
 Leukosit : 23.750/l (N 4000-10.500)
 Trombosit : 163.000/l (182.000 - 369.000)
2. Kimia Klinik

Elektrolit:

Natrium (Na) : 132 mmol/L (N 135-147)

Kalium (K) : 4.68 mmol/L (N 3.5-5.0)

Clorida (Cl) : 108 mmol/L (96-108)

AGD

• Ph = 7.522 (N 7,35-7,45)
• Pco2 = 34.4 mmHg (N 32-45)
• PO2 = 186.9 mmHg (N 95-100)
• Hco3 = 28.5 mEq/L (N 21-28.8)
• Base Excess = 5.5 mmol/L (N -2,5- + 2,5)
• O2 saturation = 99.9 %(N94-100)

Pemeriksaan Lab, Tanggal 20-05-2019

Hematologi

 Hb : 12.4 g/dl (N 12.5-16.0)


 Ht : 37.5 % (N 37-47)
 Leukosit : 11480 l (N 4000-10.500)
 Trombosit : 187.000 l (182.000 - 369.000)
2. Kimia Klinik

Elektrolit:

Halaman | 9
Natrium (Na) : 146 mmol/L (N 135-147)

Kalium (K) : 3.88 mmol/L (N 3.5-5.0)

Clorida (Cl) : 112 mmol/L (96-108)

AGD

• Ph = 7.522 (N 7,35-7,45)
• Pco2 = 34.4 mmHg (N 32-45)
• PO2 = 186.9 mmHg (N 95-100)
• Hco3 = 28.5 mEq/L (N 21-28.8)
• Base Excess = 5.5 mmol/L (N -2,5- + 2,5)
• O2 saturation = 99.9 %(N94-100)

Pemeriksaan Foto Rontgen

Halaman | 10
Pemeriksaan CT Scan

Halaman | 11
V. RINGKASAN

Pasien mengalami penurunan kesadaran setelah kecelakaan lalu lintas  30menit SMRS.
Keluhan dirasakan setelah pasien mengalami kecelakaan lalu lintas di tabrak oleh motor saat
ingin berangkat bekerja. Saat di IGD RSUD Koja pasien mengalami muntah 2x, tidak
menyemprot, muntah berisi makanan. Menurut keluarga, psaien mengalami nyeri kepala
karena terdapat luka terbuka dibagian kepala.

Menurut keluarga, saat pasien sadar, pasien cenderung gelisah, pasien masih bisa
berkomunikasi dengan keluarga. Dua hari setelah pasien masuk dibangsal RSUD koja, pasien
rencana dilakukan operasi kraniotomi.

Pasien dirujuk ke RSUD Koja dikarenakan fasilitas yang tidak memadai di RS Bhakti
Mulya. Di RS Bhakti Mulya pasien sudah diberikan omeprazole 2x20mg IV, manitol 250 cc
lanjut 4x125cc, asam traneksamat 3x500mg, phenytoin 2x100mg, ketorolac 3x30mg,
diazepam 5mg/IV, midazolam, ranitidine 2x1

Saat di anamnesis, pasien cenderung tidur, pasien membuka mata saat disuruh membuka
mata. Pasien terlihat lemah,pasien merasakan nyeri kepala. Pasien mengeluh adanya
gangguan penglihatan. Asupan makanan dan minum baik selama dirumah maupun di RS.

Hasil pemeriksaan fisik reflek fisiologis dalam batas normal, reflex patologis Babinski
+/-, reflex chaddok +/-, sistem motoric lateralisasi dextra, kesan hemiparese dextra.

Hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 19 Mei 2019, leukosit: 23.750/l, trombosit:


163.000/l, Natrium: 132 mmol/L, chlorida: 108 mmol/L.

Hasil pemeriksaan CT Scan didapatkan adanya perdarahan intraserebral dibagian lobus


frontal.

VI. ASSESMENT
a. Diagnosis 1
i. Diagnosis Klinis : penurunan kesadaran, hemiparese dextra, nyeri
kepala
ii. Diagnosis Topis : perdarahan intraserebral regio frontal
iii. Diagnosis Etiologis : perdarahan intraserebral ec cedera kepala
sedang

Halaman | 12
iv. Diagnosis Patologis : perdarahan intraserebral
b. Diagnosis 2
c. Diagnosis 3
d. Diagnosis 4

VII. PLANNING
a. Diagnostik
MRI
b. Terapi
 O2 2-4L/menit
 Infus RL 20 tpm
 Manitol 4x125 cc
 Ketorolac 3x30mg IV
 Asam traneksamat 3x500mg
 Ceftriaxone 2 x 2gr IV
 Omeprazole 2x20mg IV
c. Monitoring
 monitoring tanda-tanda vital
 keadaan umum
 monitoring defisit neurologis
d. Edukasi
 minum obat teratur
 bed rest
 Mobilisasi gerak, dari tiduran ke duduk
VIII. PROGNOSIS
a. Ad vitam : dubia ad malam
b. Ad sanationam : dubia ad malam
c. Ad functionam : dubia ad malam

Jakarta, 31 Mei 2019

Dokter muda,

(......………………………………)

Follow Up
24/05/2019
S: Pasien mengeluh lemas , sulit menggerakan anggota gerak kanan, mual(-), muntah (-),
kejang (-), nyeri kepala (-), demam (-)
O: KU: tampak sakit berat
Kesadaran: Compos mentis
GCS: E4M6V4

Halaman | 13
TD: 111/65 mmHg
Nadi: 56 x/menit, teraba kuat angkat, regular
RR: 20 x/menit
T: 36 oC
PF
Reflek motoric: Hemiparese dextra (+), lateralisasi dextra (+)
Reflek fisiologis (+) dalam batas normal
Reflek patologis: Babinski +/-, chaddok +/-
kaku kuduk (-), kuduk kaku (-)
A: Perdarahan intraserebral post traumatic, cedera kepala sedang
P:  Manitol 2x125
 Ketorolac 3x30mg IV
 Asam traneksamat 3x500mg
 Ceftriaxone 2 x 2gr IV
 Omeprazole 2x20mg IV
 Mobilisasi duduk

25/05/2019
S: Pasien mengeluh nyeri kepala (+), mual (+), muntah (-), pusing (+), lemas (+), kejang
(-)
O: KU: tampak sakit berat
Kesadaran: Compos mentis
GCS: E4M6V5
TD: 120/60 mmHg
Nadi: 61 x/menit, teraba kuat angkat, regular
RR: 20 x/menit
T: 36 oC
PF
Reflek motoric: Hemiparese dextra (+),
Kekuatan motoric : lengan 4/5, tungkai 4/5
Reflek fisiologis (+) dalam batas normal
Reflek patologis: Babinski +/-, chaddok +/-
A: Perdarahan intraserebral post traumatic
P:  Manitol 2x125
 Ketorolac 3x30mg IV

Halaman | 14
 Asam traneksamat 3x500mg
 Ceftriaxone 2 x 2gr IV
 Omeprazole 2x20mg IV

27/05/2019
S: Pasien sudah membaik, keluhan sudah tidak ada, nyeri kepala (-), mual (-), muntah (-),
kejang (-), pasien sudah sering duduk
O: KU: tampak sakit sedang
Kesadaran: Compos mentis
GCS: E4M6V5
TD: 105/66 mmHg
Nadi: 69 x/menit, teraba kuat angkat, regular
RR: 20 x/menit
T: 36 oC
PF
Kekuatan motoric : lengan 4/5, tungkai 4/5
Reflek fisiologis (+) dalam batas normal
Reflek patologis: Babinski +/-, chaddok +/-
A: Perdarahan intraserebral post traumatic
P:  Manitol 1x125
 Ketorolac 3x30mg IV
 Asam traneksamat 3x500mg
 Omeprazole 2x20mg IV

28/05/2019
S: Pasien sudah membaik, nyeri kepala (+), pasien sudah bias berjalan ke kamar mandi
dengan di papah, pasien sudah sering duduk, makan dan minum baik, kejang (-),
muntah (-)
O: KU: tampak sakit sedang
Kesadaran: Compos mentis
GCS: E4M6V5
TD: 99/73 mmHg
Nadi: 71 x/menit, teraba kuat angkat, regular
RR: 20 x/menit

Halaman | 15
T: 36 oC
PF
Kekuatan motoric : lengan 5/5, tungkai 5/5
Reflek fisiologis (+) dalam batas normal
Reflek patologis: Babinski +/-, chaddok +/-
A: Perdarahan intraserebral post traumatic
P:  Pasien boleh pulang dan kontrol kembali
 Citicoline 2x500mg
 Fenitoin 3x100mg
 Donepezil 1x5 mg
 Asam treksenamat 3x500mg
 Asam folat 2x1

Tinjauan Pustaka

Anatomi

Gambar 1. Anatomi kulit kepala.1

a. Kulit Kepala
Kulit kepala terdiri dari 5 lapisanyang disebut sebagai SCALP yaitu:

Halaman | 16
 Skin atau kulit. Skin bersifat tebal dan mengandung rambut serta kelenjar sebasea
(keringat).

Connective tissue atau jaringan penyambung. Merupakan jaringan lemak yang
memiliki septa-septa, kaya akan pembuluh darah terutama diatas galea. Pembuluh
darah tersebut merupakan anastomosis antara arteri karotis interna dan eksterna, tetapi
lebih dominan arteri karotis eksterna.

Aponeuris atau galea aponeurotika yaitu jaringan ikat yang berhubungan langsung
dengan tengkorak. Aponeurosis galea merupakan lapisan terkuat, berupa fascia yang
melekat pada tiga otot, yaitu m.frontalis (anterior), m.occipitalis (posterior),
m.temporoparietalis (lateral). Ketiga otot ini dipersarafi oleh N. VII.

Loose areolar tissue atau jaringan penunjang longgar. Loose areolar tissue,
lapisan ini mengandung vena emissary yang merupakan vena tanpa katup,
menghubungkan SCALP, vena diploica, dan sinus vena intrakranial. Jika terjadi
infeksi pada lapisan ini, akan dengan mudah menyebar ke intrakranial. Avulsi SCALP
bisa terjadi pada lapisan ini. Hematoma yang terjadi pada lapisan ini disebut
Subgaleal hematom, merupakan hematoma yang paling sering ditemukan setelah
cedera kepala, terutama anak-anak.

Perikranium, merupakan periosteum yang melapisi tulang tengkorak, melekat erat
terutama pada sutura karena melalui sutura ini periosteum akan langsung
berhubungan dengan endosteum. Jaringan penunjang longgar memisahkan galea
aponeurotika dari perikranium dan merupakan tempat yang biasa terjadinya
perdarahan subgaleal. Kulit kepala memiliki banyak pembuluh darah sehingga bila
terjadi perdarahan akibat laserasi kulit kepala akan menyebabkan banyak kehilangan
darah terutama pada anak-anak atau penderita dewasa yang cukup lama terperangkap
sehingga membutuhkan waktu lama untuk mengeluarkannya.2

b. Tulang Tengkorak
Terdiri dari kubah (kalvaria) dan basis kranii. Tulang tengkorak terdiridari beberapa
tulang yaitu frontal, parietal, temporal dan oksipital. Kalvaria khususnya diregio
temporal adalah tipis, namun disini dilapisi oleh otot temporalis. Basis cranii
berbentuk tidak rata sehingga dapat melukai bagian dasar otak saat bergerak akibat
proses akselerasi dan deselerasi. Ronggatengkorak dasar dibagi atas 3 fosa yaitu fosa

Halaman | 17
anterior tempat lobus frontalis,fosa media tempat temporalis dan fosa posterior ruang
bagi bagian bawah batang otak dan serebelum.2,3
c. Meninges2,3
Selaput meninges menutupi seluruh permukaan otak dan terdiri dari 3 lapisan, yaitu:

Gambar 2. Lapisan Pelindung Otak.4


1) Duramater
Duramater, secara embriologi berasal dari mesoderm. Terletak paling luar,
terdiri atas dua lapisan yaitu lapisan luar (lapisan periosteal) langsung melekat
pada endosteum tabula interna dan lapisan dalam (lapisan meningeal). Duramater
merupakan selaput yang keras,terdiri atas jaringan ikat fibrosa yang melekat erat
pada permukaan dalam dari kranium. Karena tidak melekat pada selaput
arachnoid di bawahnya, maka terdapat suatu ruang potensial (ruang subdura) yang
terletak antara duramater dan arachnoid, dimana sering dijumpai perdarahan
subdural.
Pada cedera otak, pembuluh-pembuluh vena yang berjalan pada permukaan
otak menuju sinus sagitalis superior di garis tengah atau disebut Bridging Vein,
dapat mengalami robekan dan menyebabkan perdarahan subdural. Sinus sagitalis
superior mengalirkan darah vena ke sinus transversus dan sinus sigmoideus.
Laserasi dari sinus-sinus ini dapat mengakibatkan perdarahan hebat. Diperdarahi
oleh arteri meningea anterior, media, dan posterior. Masing-masing merupakan
cabang dari arteri opthtalmika untuk yang anterior, arteri carotis eksterna untuk
yang media, dan arteri vertebralis untuk yang posterior.
Arteri meningea terletak antara duramater dan permukaan dalam dari kranium
(ruang epidural). Adanya fraktur dari tulang kepala dapat menyebabkan laserasi
pada arteri-arteri ini dan menyebabkan perdarahan epidural. Yang paling sering
mengalami cedera adalah arteri meningea media yang terletak pada fosa
temporalis.2,3,5
2) Arakhnoid
Halaman | 18
Arakhnoid, secara embriologi berasal dari ektoderm. Terletak tepat dibawah
duramater. Lapisan ini merupakan lapisan avaskuler, mendapatkan nutrisi dari
CSS (Cairan Serebospinal). Ke arah dalam, lapisan ini memiliki banyak trabekula
yang melekat pada lapisan epipial dari piamater. Selaput ini dipisahkan dari dura
mater oleh ruang potensial, disebut spatium subdural, dan dari pia mater
oleh spatium subarakhnoid yang terisi oleh liquor serebrospinalis. Perdarahan
subarakhnoid umumnya disebabkan akibat cedera kepala.

3) Pia mater
Pia mater secara embriologis dan histologis sama dengan arachnoid, hanya
pada lapisan ini sel-selnya tidak saling tumpang tindih. Terdiri dari dua lapisan
yaitu lapisan epipial (luar) dan lapisan pia-glia (dalam). Melekat erat pada
permukaan korteks serebri. Pia mater adalah membrana vaskular yang dengan erat
membungkus otak, meliputi gyri dan masuk ke dalam sulci yang paling dalam.
Membrana ini membungkus saraf otak dan menyatu dengan epineuriumnya.
Arteri-arteri yang masuk ke dalam substansi otak juga diliputi oleh pia mater.3,4
d. Otak

Gambar 3. Bagian otak.6

Otak merupakan suatu struktur gelatin dengan berat pada orangdewasa sekitar
14 kg. Otak terdiri dari beberapa bagian yaitu proensefalon (otak depan) terdiri dari
serebrum dan diensefalon, mesensefalon (otak tengah) dan rhombensefalon (otak
belakang) terdiri dari pons,medula oblongata dan serebellum. Fisura membagi otak
menjadi beberapa lobus. Lobus frontal berkaitan dengan fungsi emosi, fungsi motorik
dan pusat ekspresi bicara. Lobus parietal berhubungan dengan fungsi sensorik dan
orientasi ruang. Lobus temporal mengatur fungsi memori tertentu. Lobus oksipital

Halaman | 19
bertanggung jawab dalam proses penglihatan. Mesensefalon dan pons bagian atas
berisi sistem aktivasi retikular yang berfungsi dalam kesadaran dan kewapadaan. Pada
medulla oblongata terdapat pusat kardiorespiratorik. Serebellum bertanggung jawab
dalam fungsi koordinasi dan keseimbangan.3
e. Cairan serebrospinalis
Cairan serebrospinal (CSS) dihasilkan oleh plexus khoroideus
dengankecepatan produksi sebanyak 20 ml/jam. CSS mengalir dari dari ventrikel
lateral melalui foramen monro menuju ventrikel III, dari akuaduktus sylvius menuju
ventrikel IV. CSS akan direabsorbsi ke dalam sirkulasi vena melalui granulasio
arakhnoid yang terdapat pada sinus sagitalis superior. Adanya darah dalam CSS dapat
menyumbat granulasio arakhnoid sehingga mengganggu penyerapan CSS dan
menyebabkan kenaikan takanan intracranial. Angka rata-rata pada kelompok populasi
dewasa volume CSS sekitar 150 ml dan dihasilkan sekitar 500 ml CSS per hari.3

f. Vaskularisasi Otak

Otak disuplai oleh dua arteri carotis interna dan dua arteri vertebralis. Keempat arteri ini
beranastomosis pada permukaan inferior otak dan membentuk sirkulus Willisi. Vena-vena
otak tidak mempunyai jaringan otot didalamdindingnya yang sangat tipis dan tidak
mempunyai katup. Vena tersebut keluar dari otak dan bermuara ke dalam sinus venosus
cranialis.3

Etiologi

Sebagian besar penderita cedera kepala disebabkan oleh kecelakaan lalu-lintas, berupa
tabrakan sepeda motor, mobil, sepeda dan penyebrang jalan yang ditabrak. Sisanya
disebabkan oleh jatuh dari ketinggian, tertimpa benda (misalnya ranting pohon, kayu, dsb),
olahraga, korban kekerasan baik benda tumpul maupun tajam (misalnya golok, parang,
batang kayu, palu, dsb), kecelakaan kerja, kecelakaan rumah tangga, kecelakaan olahraga,
trauma tembak, dan lain-lain.2,7

Epidemiologi
Cedera kepala sangat sering dijumpai. Di Amerika setiap tahunnya kejadian cedera
kepala diperkirakan mencapai 500.000 kasus. 10 % dari penderita cedera kepala meninggal

Halaman | 20
sebelum datang ke Rumah sakit. Labih dari 100.000 penderita menderita berbagai tingkat
kecacatan akibat cedera kepala.
Data-data yang didapat di USA dan mancanegara, dimana kecelakaan terjadi hampir
15 menit. Sekitar 60% diantaranya bersifat fatal akibat adanya cedera kepala. Data
menunjukkan cedera kepala masih merupakan penyebab utama kesakitan dan kecacatan pada
usia <35 tahun. Dari seluruh kasus cedera kepala, hanya 3-5% saja yang memerlukan
tindakan operasi.2
Data-data yang didapat di Indonesia (1982) terjadi 55.498 kecelakaan lalu lintas
dimana setiap harinya meninggal sebanyak 34 orang dan 80% penyebabnya adalah cedera
kepala. Data-data yang didapat dari RSCM (1995-1998), terjadi 96% trauma kapitis yang
disebabkan oleh kecelakaan lalu-lintas, dimana 76% dari padanya terjadi pada usia muda ±
25 tahun. Dari seluruh kasus cedera kepala, sebanyak 84% hanya memerlukan tindakan
konservatif. Sekitar 28% saja penderita cedera kepala yang menjalani pemeriksaan CT Scan.
Kontribusi paling banyak terhadap cedera kepala serius adalah kecelakaan sepeda
motor, dan sebagian besar diantaranya tidak menggunakan helm atau menggunakan helm
yang tidak memadai (>85%). Dalam hal ini yang dimaksud dengan tidak memadai adalah
helm yang terlalu tipis dan penggunaan helm tanpa ikatan yang memadai, sehingga saat
penderita terjatuh, helm sudah terlepas sebelum kepala membentur lantai.2,5

Patofisiologi

Berdasarkan patofisiologinya, kita mengenal dua macam cedera otak, yaitu cedera otak
primer dan cedera otak sekunder.Cedera otak primer adalah cedera yang terjadi saat atau
bersamaan dengan kejadian trauma, dan merupakan suatu fenomena mekanik.Umumnya
menimbulkan lesi permanen. Tidak banyak yang bisa kita lakukan kecuali membuat fungsi
stabil, sehingga sel-sel yang sedang sakit bisa mengalami proses penyembuhan yang optimal.

Cedera primer, yang terjadi pada waktu benturan, mungkin karena memar pada
permukaan otak, laserasi substansi alba, cedera robekan atau hemoragi karena terjatuh,
dipukul, kecelakaan dan trauma saat lahir yang bisa mengakibatkan terjadinya gangguan pada
seluruh sistem dalam tubuh. Sedangkan cedera otak sekunder merupakan hasil dari proses
yang berkelanjutan sesudah atau berkaitan dengan cedera primer dan lebih merupakan
fenomena metabolik sebagai akibat, cedera sekunder dapat terjadi sebagai kemampuan
autoregulasi serebral dikurangi atau tak ada pada area cedera. Cedera kepala terjadi karena
beberapa hal diantanya, bila trauma ekstra kranial akan dapat menyebabkan adanya leserasi

Halaman | 21
pada kulit kepala selanjutnya bisa perdarahan karena mengenai pembuluh darah. Karena
perdarahan yang terjadi terus-menerus dapat menyebabkan hipoksia, hiperemi peningkatan
volume darah pada area peningkatan permeabilitas kapiler, serta vasodilatasi arterial, semua
menimbulkan peningkatan isi intrakranial, dan akhirnya peningkatan tekanan intrakranial
(TIK), adapun, hipotensi.

Namun bila trauma mengenai tulang kepala akan menyebabkan robekan dan terjadi
perdarahan juga. Cedera kepala intra kranial dapat mengakibatkan laserasi, perdarahan dan
kerusakan jaringan otak bahkan bisa terjadi kerusakan susunan syaraf kranial terutama
motorik yang mengakibatkan terjadinya gangguan dalam mobilitas.

Manifestasi Klinis
Gejala-gejala yang ditimbulkan tergantung pada besarnya dan distribusi cedera otak.

1. Cedera kepala ringan


a. Kebingungan saat kejadian dan kebinggungan terus menetap setelah cedera.
b. Pusing menetap dan sakit kepala, gangguan tidur, perasaan cemas.
c. Kesulitan berkonsentrasi, pelupa, gangguan bicara, masalah tingkah laku
Gejala-gejala ini dapat menetap selama beberapa hari, beberapa minggu atau lebih
lama setelah konkusio cedera otak akibat trauma ringan.

2. Cedera kepala sedang


a. Kelemahan pada salah satu tubuh yang disertai dengan kebingungan atau
hahkan koma.
b. Gangguan kesadaran, abnormalitas pupil, awitan tiba-tiba defisit neurologik,
perubahan TTV, gangguan penglihatan dan pendengaran, disfungsi sensorik,
kejang otot, sakit kepala, vertigo dan gangguan pergerakan.
3. Cedera kepala berat
a. Amnesia tidak dapat mengingat peristiwa sesaat sebelum dan sesudah
terjadinya penurunan kesehatan.
b. Pupil tidak aktual, pemeriksaan motorik tidak aktual, adanya cedera terbuka,
fraktur tengkorak dan penurunan neurologik.
c. Nyeri, menetap atau setempat, biasanya menunjukan fraktur.

Fraktur pada kubah kranial menyebabkan pembengkakan pada area tersebut.

KLASIFIKASI
Berdasarkan Saat Terjadinya

Halaman | 22
Lesi (kerusakan) yang dapat timbul pada cedera kepala terdiri atas 2 jenis yaitu lesi
primer dan lesi sekunder.

 Lesi Primer
Lesi primer timbul langsung pada saat terjadinya trauma, bisa bersifat lokal maupun
difus.
-
Lesi lokal berupa robekan pada kulit kepala, otot-otot dan tendo pada kepala
mengalami kontusio, dapat terjadi perdarahan sub galeal maupun fraktur tulang
tengkorak. Demikian juga dapat terjadi kontusio jaringan otak.
-
Lesi difus merupakan cedera aksonal difus dan kerusakan mikrovaskular difus.1,3
 Lesi Sekunder
Lesi sekunder timbul beberapa waktu setelah terjadi trauma, menyusul kerusakan
primer. Umumnya disebabkan oleh keadaan iskemi-hipoksia, edema serebri,
vasodilatasi, perdarahan subdural, perdarahan epidural, perdarahan subaraknoidal,
perdarahan intraserebral, dan infeksi.2,5
Berdasarkan patologi:


Komosio serebri

Kontusio serebri

Laserasio serebri2

Komosio Cerebri/Cedera Kepala Ringan

Cedera Kepala Ringan (CKR) adalah klasifikasi berdasarkan pemeriksaan klinis,


sedangkan komosio serebri adalah klasifikasi berdasarkan patologi. CKR dianalogikan sama
dengan komosio serebri. Di klinik, klasifikasi CKR lebih umum dipakai karena memiliki
beberapa keuntungan yaitu:


Mempergunakan GCS yang berguna untuk menilai berat ringannya cedera,
penilaiannya mudah bagi dokter spesialis, dokter umum, maupun paramedis, dan nilai
GCS dapat dipakai sebagai monitoring kondisi pasien

Menilai scanning otak, sehingga akurasi adanya kerusakan otak lebih tinggi.8
Kontusio Cerebri

Halaman | 23
Diartikan sebagai kerusakan jaringan otak tanpa disertai robeknya piamater.
Kerusakan tersebut berupa gabungan antara daerah perdarahan (kerusakan pembuluh darah
kecil seperti kapiler, vena, dan arteri), nekrosis otak dan infark. Terutama melibatkan puncak-
puncak gyrus karena bagian ini akan bergesekan dengan penonjolan dan lekukan tulang saat
terjadi benturan.8

Terdapat perdarahan kecil disertai edema pada parenkim otak. Dapat timbul
perubahan patologi pada tempat cedera (coup) atau di tempat yang berlawanan dari cedera
(countre-coup). Kontusio intermediate coup terletak diantara lesi coup dan countre coup.

Gambar 4. Cedera Countre-Coup.9

Lesi kontusio sering berkembang sejalan dengan waktu, sebabnya antara lain adalah
perdarahan yang terus berlangsung, iskemik-nekrosis, dan diikuti oleh edema vasogenik.
Selanjutnya lesi akan mengalami reabsorbsi terhadap eritrosit yang lisis (48-72 jam), disusul
dengan infiltrasi makrofag (24 jam – beberapa minggu) dan gliosis aktif yang terus
berlangsung secara progresif (mulai dari 48 jam). Secara makroskopik terlihat sebagai lesi
kistik kecoklatan.8

Gejala yang timbul bergantung kepada ukuran dan lokasi kontusio. Jika melibatkan
lobus frontal dan temporal bilateral, disebut ‘cedera tetrapolar’, memberikan gejala TTIK
(Tekanan Tinggi Intra Kranial), tanpa pergeseran garis tengah (midline shift) dan disertai
koma atau penurunan kesadaran yang progresif. Gambaran CT scan berupa daerah kecil
hiperdens yang disertai atau dikelilingi oleh daerah hipodens karena edema dan jaringan otak
yang nekrosis.

Laserasio Cerebri

Halaman | 24
Jika kerusakan tersebut disertai dengan robeknya piamater. Laserasi biasanya
berkaitan dengan adanya perdarahan subarachnoid traumatika, subdural akut, dan
intraserebral. Laserasi dapat dibedakan atas laserasi langsung dan tidak langsung. Laserasi
langsung disebabkan oleh luka tembus kepala yang disebabkan oleh benda asing atau
penetrasi fragmen fraktur terutama pada fraktur depressed terbuka, sedangkan laserasi tak
langsung disebabkan oleh deformasi jaringan yang hebat akibat dari kekuatan mekanis.

Berdasarkan lokasi lesi

 Lesi diffus
 Lesi kerusakan vaskuler otak
 Lesi fokal
o Kontusio dan laserasi serebri
o Hematoma intrakranial
 Hematoma ekstradural
 Hematoma subdural
 Hematoma intraparenkim
 Hematoma subarakhnoid
 Hematoma intraserebral
 Hematoma intraserebellar.

Lesi difusa

Cedera otak ini disebut dengan istilah difus oleh karena secara makroskopis tidak
ditemukan adanya lesi yang dapat menimbulkan gangguan fungsi neurologik, meskipun pada
kenyataannya pasien mengalami amnesia atau penurunan kesadaran bahkan sampai koma.

Penurunan kesadaran dan/atau kelainan neurologik tersebut diatas bukan disebabkan


oleh karena penekanan ataupun distorsi batang otak oleh massa yang mendesak, tetapi lebih
banyak disebabkan oleh kerusakan langsung pada batang otak atau jaringan serebrum.
Pemeriksaan patologis telah membuktikan adanya kerusakan pada sejumlah besar akson
mulai dari derajat yang ringan berupa regangan sampai derajat yang lebih berat berupa
disrupsi/putusnya akson. Manifestasi klinisnya pada umumnya tergantung pada banyak
sedikitnya akson yang mengalami kerusakan.10

Halaman | 25
Pada keadaan yang berat proses akselerasi dan deselerasi juga menyebabkan
kerusakan jaringan pembuluh darah, sehingga pada CT-scan sering tampak gambaran bercak-
bercak perdarahan di substansia alba mulai dari subkorteks, korpus kalosum sampai ke
batang otak serta edema di daerah yang mengalami kerusakan. Jadi pada CT-scan hanya
terlihat kerusakan yang seringkali menyertai kerusakan difus pada akson yang berupa bercak-
bercak perdarahan yang lebih dikenal dengan istilah tissue tear hemorrages. 10

Tergantung dari berat ringannya cedera otak difus ini, manifestasi klinisnya dapat
berupa:

1. Cedera Akson Difus (“Diffuse Axonal Injury” = DAI)

Keadaan ini ditandai dengan adanya koma yang berlangsung lebih dari 6 jam.
Pemeriksaan radiologis tidak menunjukkan adanya lesi fokal baik berupa massa maupun
daerah yang iskemik. Gambaran klinis DAI ditandai dengan koma sejak kejadian, suatu
keadaan dimana penderita secara total tidak sadar terhadap dirinya dan sekelilingnya dan
tidak mampu memberi reaksi yang berarti terhadap rangsangan dari luar. Koma disini
disebabkan oleh karena kerusakan langsung dari akson sehingga dipakai istilah cedera akson
difus.10

Untuk keperluan klinis dan penentuan prognosis, DAI dibagi menjadi :

a. DAI ringan. Di sini koma berlangsung selama 6-24 jam. Bisa disertai defisit
neurologik dan kognitif yang berlangsung cukup lama sampai permanen. Jenis ini
relatif jarang ditemukan.

b. DAI sedang. Koma berlangsung lebih dari 24 jam tanpa disertai gangguan fungsi
batang otak. Jenis inilah yang paling banyak ditemui, terdapat pada 45 % dari semua
kasus DAI. Dengan terapi agresif angka kematiannya adalah 20 %.

c. DAI berat. Koma berlangsung lebih dari 24 jam dan disertai disfungsi batang otak
tanpa adanya proses desak ruang yang berarti. Angka kematiannya mencapai 57 %
dan menyebabkan cacat neurologis yang berat.

2. Cedera Vaskular Difus (“Diffuse Vaskular Injury” = DVI)

Halaman | 26
Ditandai dengan perdarahan kecil-kecil yang menyebar pada seluruh hemisfer,
khususnya masa putih daerah lobus frontal, temporal, dan batang otak, biasanya pasien segera
meninggal dalam beberapa menit.10

Lesi Fokal

Lesi intrakranial dapat diklasifikasikan sebagai fokal atau difusa,walau kedua bentuk cedera
ini sering terjadi bersamaan. Lesi fokal termasuk hematoma epidural, hematoma subdural,
dan kontusi (atau hematoma intraserebral). Pasien pada kelompok cedera otak difusa,secara
umum, menunjukkan CT scan normal namun menunjukkan perubahan sensorium atau bahkan
koma dalam keadaan klinis.

a. Hematoma Epidural
Epidural hematom (EDH) adalah perdarahan yang terbentuk diruang potensial antara
tabula interna dan duramater dengan ciri berbentuk bikonvek atau menyerupai lensa
cembung. Paling sering terletak diregio temporal atau temporoparietal dan sering akibat
robeknya pembuluh meningeal media. Perdarahan biasanya dianggap berasal arterial,
namun mungkin sekunder dari perdarahan vena pada sepertiga kasus. Kadang-kadang,
hematoma epidural akibat robeknya sinus vena, terutama diregio parietal-oksipital atau
fossa posterior.Walau hematoma epidural relatif tidak terlalu sering (0.5%
darikeseluruhan atau 9% dari pasien koma cedera kepala), harus selaludiingat saat
menegakkan diagnosis dan ditindak segera. Bila ditindak segera, prognosis biasanya baik
karena penekan gumpalan darah yang terjadi tidak berlangsung lama. Keberhasilan pada
penderita pendarahan epidural berkaitan langsung denggan status neurologis penderita
sebelum pembedahan. Penderita dengan pendarahan epidural dapat menunjukan adanya
‘lucid interval´ yang klasik dimana penderita yang semula mampu bicara lalu tiba-tiba
meningggal (talk and die), keputusan perlunya tindakan bedah memang tidak mudah dan
memerlukan pendapat dari seorang ahli bedah saraf(Harga Daniel, 2009)
Dengan pemeriksaan CT Scan akan tampak area hiperdens yang tidak selalu homogeny,
bentuknya biconvex sampai planoconvex, melekat pada tabula interna dan mendesak
ventrikel ke sisi kontralateral (tanda space occupying lesion ). Batas dengan corteks licin,
densitas duramater biasanya jelas, bila meragukan dapat diberikan injeksi media kontras
secara intravena sehingga tampak lebih jelas.

b. Hematom Subdural

Halaman | 27
Hematoma subdural (SDH) adalah perdarahan yang terjadi diantara duramater dan
arakhnoid.SDH lebih sering terjadi dibandingkan EDH, ditemukansekitar 30% penderita
dengan cedera kepala berat. Terjadi paling sering akibat robeknya vena bridging antara
korteks serebral dan sinus draining . Namun ia juga dapat berkaitan dengan laserasi
permukaan atau substansi otak.Fraktura tengkorak mungkin ada atau tidak (American
college of surgeon, 1997)Selain itu, kerusakan otak yang mendasari hematoma subdural
akuta biasanyasangat lebih berat dan prognosisnya lebih buruk dari hematoma
epidural.Mortalitas umumnya 60%, namun mungkin diperkecil oleh tindakan operasi
yang sangat segera dan pengelolaan medis agresif. Subdural hematom terbagimenjadi
akut dan kronis.

Gambar 5. Hematom subdural.

1) SDH Akut
Pada CT Scan tampak gambaran hyperdens sickle ( seperti bulan sabit ) dekat tabula
interna, terkadang sulit dibedakan dengan epidural hematom. Batas medial hematom
seperti bergerigi. Adanya hematom di daerah fissure interhemisfer dan tentorium juga
menunjukan adanya hematom subdural.
2) SDH Kronis
Pada CT Scan terlihat adanya komplek perlekatan, transudasi, kalsifikasi yang
disebabkan oleh bermacam- macam perubahan, oleh karenanya tidak ada pola
tertentu. Pada CT Scan akan tampak area hipodens, isodens, atau sedikit hiperdens,
berbentuk bikonveks, berbatas tegas melekat pada tabula. Jadi pada prinsipnya,
gambaran hematom subdural akut adalah hiperdens, yang semakin lama densitas ini
semakin menurun, sehingga terjadi isodens, bahkan akhirnya menjadi hipodens
c. Kontusio dan hematoma intraserebral.

Halaman | 28
Kontusi serebral murni bisanya jarang terjadi. Selanjutnya, kontusi otak hampir selalu
berkaitan dengan hematoma subdural akut. Majoritas terbesar kontusi terjadi dilobus
frontal dan temporal, walau dapat terjadi pada setiap tempat termasuk serebelum dan
batang otak. Perbedaan antara kontusi dan hematoma intraserebral traumatika tidak jelas
batasannya. Bagaimanapun,terdapat zona peralihan, dan kontusi dapat secara lambat laun
menjadi hematoma intraserebral dalam beberapa hari.
Hematoma intraserebri adalah perdarahan yang terjadi dalam jaringan(parenkim)
otak. Perdarahan terjadi akibat adanya laserasi atau kontusio jaringan otak yang
menyebabkan pecahnya pula pembuluh darah yang ada di dalam jaringan otak tersebut.
Lokasi yang paling sering adalah lobus frontalis dan temporalis. Lesi perdarahan dapat
terjadi pada sisi benturan (coup) atau pada sisilainnya (countrecoup).Defisit neurologi
yang didapatkan sangat bervariasi dan tergantung pada lokasi dan luas perdarahan

Gambar 6. Lokasi perdarahan

3. Berdasarkan derajat kesadaran berdasarkan GCS10

Kategori GCS Gambaran Klinik CT Scan Otak


Minimal 15 Pingsan (-), defisit neurologik (-) Normal
Ringan 13-15 Pingsan <10 menit, defisit neurologik (-) Normal
Sedang 9-12 Pingsan >10 menit s/d 6 jam, defisit Abnormal
neurologik (+)
Berat 3-8 Pingsan > 6 jam, defisit neurologik (+) Abnormal
Catatan:

Halaman | 29
1. Tujuan klasifikasi ini untuk pedoman triase di gawat darurat
2. Jika abnormalitas CT Scan berupa perdarahan intrakranial, penderita dimasukkan
klasifikasi trauma kapitis berat

Pemeriksaan Penunjang

1. Foto polos tengkorak (skull X-ray)


Untuk mengetahui lokasi dan tipe fraktur.
2. Angiografi cerebral
Bermanfaat untuk memperkirakan diagnosis adanya suatu pertumbuhan intrakranial
hematoma.
3. CT-Scan
Pemeriksaan ini dapat mendeteksi adanya perdarahan intrakranial, edema kontosio
dan pergeseran tulang tengkorak.
4. Pemeriksaan darah dan urine.
5. Pemeriksaan MRI
6. Pemeriksaan fungsi pernafasan
Mengukur volume maksimal dari inspirasi dan ekspirasi yang penting diketahui bagi
penderita dengan cidera kepala dan pusat pernafasan (medulla oblongata).
7. Analisa Gas Darah
Menunjukan efektifitas dari pertukaran gas dan usaha pernafasan.

Penatalaksaan

Penatalaksanaan penderita cedera kepala ditentukan atas dasar beratnya cedera dan
dilakukan menurut urutan prioritas. Yang ideal dilaksanakan oleh suatu tim yang terdiri dari
paramedis terlatih, dokter ahli saraf, bedah asraf, radiologi, anestesi dan rehabilitasi medik.
Pasien dengan cedera kepala harus ditangani dan dipantau terus sejak tempat kecelakaan,
selama perjalanan dari tempat kejadian sampai rumah sakit, diruang gawat darurat, kamar
radiologi, sampai ke ruang operasi, ruang perawatan atau ICU, sebab sewaktu-waktu bisa
memburuk akibat aspirasi, hipotensi, kejang dan sebagainya. Macam dan urutan prioritas
tindakan cedera kepala ditentukan atas dalamnya penurunan kesadaran pada saat diperiksa:
Penanganan emergensi sesuai dengan beratnya trauma kapitis (ringan, sedang, berat)
berdasarkan urutan:
 Survei Primer, gunanya untuk menstabilkan kondisi pasien, meliputi tindakan- tindakan
sebagai berikut:

A = Airway (jalan nafas).

Halaman | 30
Bebaskan jalan nafas dengan memeriksa mulut dan mengeluarkan darah, gigi yang
patah, muntahan, dan lain sebagainya. Bila perlu lakukan intubasi (waspadai
kemungkinan adanya fraktur tulang leher)

B = Breathing (pernafasan).

Pastikan pernafasan adekuat

Perhatikan frekuensi, pola nafas dan pernafasan dada atau perut dan kesetaran
pengerabangan dada kanan dan kiri (simetris). Bila ada gangguan pemaiasan, cari
penyebab apakah terdapat gangguan pada sentral (otak dan batang otak) atau
perifer (otot pernafasan atau paru-paru). Bila perlu, berikan Oksigen sesuai dengan
kebutuhan dengan target saturasi 02 > 92%.

C = Circulation (sirkulasi)

Pertahankan Tekanan Darah. Sistolik > 90 mmHg. Pasang sulur intravena. Berikan
cairan intravena drip, NaCl 0,9% atau Ringer. Hindari cairan hipotonis. Bila perlu
berikan obat vasoptesor dan / inotropik.

Konsultasi ke spesialis bedah saraf berdasarkan indikasi (lihat indikasi operasi


penderita trauma kapitis)

D = Disability (yaitu untuk mengetahui lateralisasai dan kondisi umum dengan


pemeriksaan cepat status umum dan neurologi )

- Tanda vital: tekanan darah, nadi, pernafasan, suhu


- Skala koma Glasgow
- Pupil : ukuran, bentuk dan reflek cahaya
- Pemeriksaan neurologi cepat: hemiparesis, refieks patologis
- Luka-luka
- Anamnesa : AMPLE {Allergies, Medications, Past Illnesses, Last Meal,
Event / Environment related to the injury)
 Survei Sekunder, meliputi pemeriksaan dan tindakan lanjutan setelah kondisi pasien
stabil.

E = Laboratorium

Darah : Hb, leukosit, hitung jenis lekosit, trombosit, ureum, keatinin, gula darah
sewaktu, analisa gas darah dan elektrolit

Halaman | 31
Urine : perdarahan (+) / (-)

Radiologi:

- Foto polos kepala, posisi AP, lateral, tangensial


- CT scan otak.
- Foto lainnya sesuai indikasi (termasuk foto servikal)
F = Manajemen Terapi

- Siapkan untuk operasi pada pasien yang mempunyai indikasi


- Siapkan untuk masuk ruang rawat
- Penanganan luka-luka
- Pemberian terapi obat obatan sesuai kebutuhan

Indikasi Operasi Cedera Kepala

 EDH (epidural hematoma);

a. > 40 cc dengan midline shifting pada daerah temporal / frontal / parietal dengan
fungsi batang otak masih baik.
b. > 30 cc pada daerah fossa posterior dengan tanda-tanda penekanan batang otak atau
hidrosefalus dengan fungsi batang otak masih baik.
c. EDH progresif.
d. EDH tipis dengan penurunan kesadaran bukan indikasi operasi.
 SDH (subdural hematoma)

a. SDH luas (> 40 cc / > 5 mm) dengan GCS > 6, fungsi batang otak masih baik.
b. SDH tipis dengan penurunan kesadaran bukan indikasi operasi.
c. SDH dengan edema serebri / kontusio serebri disertai midline shift dengan fungsi
batang otak masih baik.
 ICH (perdarahan intraserebrai) pasca trauma. Indikasi operasi ICH pasca trauma :

a. Penurunan kesadaran progresif.


b. Hipertensi dan bradikardi dan tanda-tanda gangguan nafas (Cushing reflex).
c. Perburukan defisit neurologi fokal.
4. Fraktur impresi melebihi 1 (satu) diploe.

5. Fraktur kranii dengan laserasi serebri.

Halaman | 32
6. Fraktur kranii terbuka (pencegahan infeksi intra-kranial).

7. Edema serebri berat yang disertai tanda peningkatan TIK, dipertimbangkan operasi
dekompresi.

KASUS RINGAN (Simple Head Injury)

1. Pemeriksaan status umum dan neurologi

2. Perawatan luka-luka

3. Pasien dipulangkan dengan pengawasan ketat oleh keluarga selama 48 jam

Bila selama di rumah terdapat hal-hal sebagai berikut:

- Pasien cenderung mengantuk


- Sakit kepala yang semakin berat
- Muntah proyektil maka pasien harus segera kembali ke rumah sakit.
4. Pasien perlu dirawat apabila ada hal-hal berikut:
- Ada gangguan orientasi (waktu, tempat)
- Sakit kepala dan muntah
- Tidak ada yang mengawasi di rumah
- Letak rumah jauh atau sulit utk kembali ke RS

Analisa Kasus

Berdasarkan data-data diatas, maka pada pasien ini didapatkan keluhan sakit kepala,
mual, lemah di bagian anggota gerak kanan. Tanda-tanda ini merupakan akibat adanya cedera
kepala yang disebabkan karena post kecelakaan lalu lintas.

Keluhan pusing serta mual pasien merupakan tanda-tanda peningkatan tekanan


intracranial. Beberapa hal dapat membuat tekanan intracranial menjadi meningkat,
diantaranya tumor serebri, infark yang luas, trauma, perdarahan ataupun abses. Pada pasien
ini keluhan ini dapat disebabkan akibat terjadi benturan pada kepala pasien yang terjadi
setelah kecelakaan.

Pasien masih dapat mengingat dengan baik kronologis kejadian dan hal-hal baik di
masa lalu , hal ini menandakan pada pasien tidak ditemukan adanya tanda-tanda amnesia

Halaman | 33
baik amnesia retrogard maupun anterogard , hal ini dilakukan sebagai hal untuk melihat
keparahan cedera kepalanya.

Pada hasil CT Scan pasien didapatkan adanya perdarahan intracerebral pada lobus
frontalis, dimana lobus frontalis memiliki fungsi penting yaitu pengatur motoric, pusat bicara
motoric, pusat emosi, pusat berpikir, pusat perilaku, pusat inisiatif.

Terjadinya perdarahan intrakranial, berupa lesi fokal atau lesi difus pada otak, yang
biasanya terjadinya bersama-sama, perdarahan intrasereblar merupakan pecahnya pembuluh
darah yang disebabkan adanya laserasi atau kontusio sehingga apabila terjadinya bisa pada
daerah yang terkena benturan atau daerah sebrang benturan, Defisit neurologis yang terjadi
dapat berbeda-beda tergantung lokasi dan luasnya perdarahan yang terjadi.10

Cedera kepala adalah trauma mekanik terhadap kepala secara langsung ataupun tidak
langsung yang menyebabkan gangguan fungsi neurologis yaitu gangguan fisik, kognitif,
fungsi psikososial baik temporer maupun permanen.Pada kasus ini terdapat lesi perdarahan di
frontal bagian kiri, dimana menyebabkan terjadi nya hemiparese dextra.10

Klasifikasi cedera kepala dapat dilakukan dengan berbagai cara pembagian, namun
yang sering digunakan adalah berdasarkan keadaan klinis dan patologis (primer atau
sekunder seperti dijelaskan di atas). Untuk klasifikasi berdasarkan keadaan klinis didasarkan
pada kesadaran pasien yang dalam hal ini menggunakan Glasgow coma scale (GCS) sebagai
patokannya. Terdapat tiga kategori yaitu CKR (GCS: 14-15), CKS (GCS: 9-13), dan CKB
(GCS ≤ 8). Adapun bila didapat penurunan kesadaran lebih dari 24 jam disertai defisit
neurologis dan abnormalitas CT Scan berupa perdarahan intrakranial, penderita dimasukkan
klasifikasi cedera kepala berat.11

Pada kasus ini, pasien diberikan asam traneksamat. Kalnex merupakan golongan obat
asam traneksamat. Asam traneksamat merupakan obat golongan anti fibrinolitik, tersedia di
pasar dalam bentuk sediaan kapsul 250 mg, tablet salut selaput 500 mg, serta sediaan injeksi
250 mg/5 mL dan 500 mg/5 mL. Dalam obat ini mengandung bahan aktif berupa asam
traneksamat yang merupakan turunan sitetik dari asam amino lisin. Asam traneksamat umum
digunakan untuk mencegah, menghentikan, ataupun mengurangi pendarahan yang masif saat
menjalani prosedur pembedahan, epistaksis atau mimisan, pendarahan menstruasi yang berat,
angioedema herediter, dan beberapa kondisi medis lainnya. Saat seseorang mengalami
pendarahan tubuh akan membentuk bekuan darah sehingga pendarahan tersebut dapat

Halaman | 34
berhenti. Asam traneksamat bekerja dengan mencegah degradasi atau pemecahan bekuan
darah tersebut sehingga dapat mencegah, menghentikan, ataupun mengurangi pendarahan
yang tidak diinginkan.11

Pasien juga diberikan mannitol. Manitol efektif mengontrol peninggian tekanan


intrakranial pada cedera kepala berat dengan dosis 0,25-1 g/kg BB. Indikasi adalah herniasi
transtentorial dan perburukan neurologis yang bukan disebabkan kelainan ekstrakranial.
Cegah hipovolemik dengan penggantian cairan. Osmolalitas serum harus dibawah 320
mOsm/l agar tidak terjadi gagal ginjal. Euvolemia dipertahankan dengan penggantian cairan
adekuat. Kateter foley sangat penting. Bolus intermitten lebih efektif dibanding infus
Mannitol penting pada pasien cedera kepala, terutama fase akut bila diduga atau nyata ada
peninggian tekanan intrakranial.3

Kesimpulan

Demikian telah dilaporkan suatu kasus perdarahan intra serebri post trauma cedera
kepala sedang dari seorang pasien perempuan, Ny.M usia 21 tahun dengan keluhan tidak
sadarkan diri setelah mengalami kecelakaan lalu lintas. Pada pasien, GCS yang di dapat
adalah 13, pasien juga mengalami tekanan tinggi di intracranial. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan adanya hemiparese dextra. Pada pemeriksaan penunjang didapatkan pada CT
Scan terdapat adanya perdarahan intraserebri di regio lobus frontal sinistra. Maka diagnosis
yang diambil adalah perdarahan intraserebri post trauma cedeera kepala sedang. Diagnosis
ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.

Daftar Pustaka

1. Anatomi kulit kepala. Dikutip dari: Mung S. Scalp Layers. Available at:
http://medic4u.webs.com/anatomy.htm, diunduh pada tanggal 30 Mei 2019
2. Japardi I. Cedera Kepala: Memahami Aspek-aspek Penting dalam Pengelolaan
Penderita Cedera Kepala. Jakarta : PT Bhuana Ilmu Populer. 2004. p1-154.
3. Wilson LM, Hartwig MS. Anatomi dan Fisiologi Sistem Saraf. In: Price SA.
Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. 6th Ed. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC. 2006. p1006-1042

Halaman | 35
4. Lapisan pelindung otak. Dikutip dari: Wexner Medical Center. Available at:
http://medicalcenter.osu.edu/patientcare/healthcare_services/nervous_system/meningit
is/Pages/index.aspx. Diunduh tanggal 30 Mei 2019
5. Alfa AY. Penatalaksanaan Medis (Non-Bedah) Cedera Kepala. In: Basuki A, Dian
S.Kegawatdaruratan Neurologi. 2nd Ed. Bandung: Departemen/UPF Ilmu Penyakit
Saraf Fakultas Kedokteran UNPAD. 2009. p61-74.
6. Bagian otak. Dikutip dari: University of Maryland. Available at:
http://www.umm.edu/patiented/articles/what_brain_tumors_000089_1.htm, diunduh
tanggal 30 Mei 2019
7. Ginsberg L. Bedah Saraf: Cedera Kepala dan Tumor Otak. In: Lecture Notes:
Neurologi. 8th Ed. Jakarta: Penerbit Erlangga. 2007. p114-117
8. Kasan U. Jurnal Cedera Kepala. Available at:
http://images.neurosurg.multiply.multiplycontent.com/attachment/0/SZQ@KQoKCD
UAAGkRGyM1/CEDERA%20KEPALA.DOC?
key=neurosurg:journal:9&nmid=198747111 diunduh tanggal 30 Mei 2019
9. Cedera Countre-Coup Dikutip dari: http://ffden-
2.phys.uaf.edu/211_fall2010.web.dir/karlin_swearingen/pages/low_velocity.html,
diunduh tanggal 30 Mei 2019
10. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia (PERDOSSI). Trauma Kapitis. In:
Konsensus Nasional Penanganan Trauma Kapitis dan Trauma Spinal. Jakarta:
PERDOSSI Bagian Neurologi FKUI/RSCM. 2006. p1-18.
11. Brain Injury Association of America. Types of Brain
Injury. Http://www.biausa.org [diakses ] 30 Mei 2019

Halaman | 36

Anda mungkin juga menyukai