Anda di halaman 1dari 34

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOJA

DEPARTEMEN NEUROLOGI
KOAS UKRIDA PERIODE 4 SEPTEMBER -7 AGUSTUS 2017

Bab I
STATUS NEUROLOGI

I. IDENTITAS PASIEN
a) Nama : Ny. EY
b) Umur : 25 tahun
c) Jenis kelamin : Perempuan
d) Alamat : Jl. Cipeucang III No. 48
e) Status Pernikahan :Sudah Menikah
f) Status Pendidikan : SMA
g) Suku : Jawa
h) Agama : Islam
i) No. RM : 00-35-24-37
j) Tanggal Masuk : 18 September 2017

II. SUBJEKTIF
Dilakukan secara autoanamnesis dengan pasien pada hari Rabu tanggal 20 September
2017 di Ruang 611 Lantai 6B Utara

a) Keluhan Utama : Anggota gerak badan kiri terasa lemah sejak 2 hari yang lalu.
b) Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke IGD RSUD Koja dibawa oleh keluarganya dengan keluhan anggota
gerak badan kiri terasa lemah sejak 2 hari lalu. Keluhan muncul saat pasien bangun dari tidur
siang sekitar pukul 12.00 dan ingin menggendong anaknya namun tidak kuat, anggota gerak
badan kirinya tiba-tiba terasa lemah, pasien masih dapat berdiri tetapi harus berpegangan,
namun anggota gerak kanan tidak mengalami kelemahan. Saat itu, keluhan bicara pelo,
keluhan hilang kesadaran, keluhan mual dan muntah, keluhan sakit kepala, keluhan kejang
disangkal. Pasien mengatakan bahwa langsung dibawa ke IGD RSUD Koja sekitar pukul
18.00. Pasien mengatakan rasa lemah pada tangan dan kakinya terasa sama dibandingkan 2
hari yang lalu. Pasien menceritakan bahwa 3 hari yang lalu, pasien mengeluhkan keluhan
pusing berputar jika terbangun dari tempat tidur sehingga selama 1 hari pasien beristirahat
total, namun saat itu pasien belum merasakan kelemahan pada anggota gerak tubuhnya dan
keesokan harinya keluhan pusing sudah berkurang.
Pasien mengeluhkan 1 hari setelah dirawat di rumah sakit sempat mengalami kejang
kurang lebih selama 2 menit. Kejang terjadi saat pasien beristirahat. Kejang kelojotan di

1
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOJA
DEPARTEMEN NEUROLOGI
KOAS UKRIDA PERIODE 4 SEPTEMBER -7 AGUSTUS 2017

seluruh tubuh dan saat kejang pasien tidak sadarkan diri serta mata nampak mendelik ke atas.
Setelah kejang pasien sempat tidak sadarkan diri selama 2 menit. Dua hari setelah pasien
dirawat, pasien mengeluhkan lemah di anggota gerak sebelah kiri belum membaik dan sekitar
pukul 16.00 saat pasien sedang berbaring tangan kirinya mengalami kejang kelojotan kurang
lebih selama 5 menit, hal serupa terjadi 2 jam kemudian dan pasien dalam keadaan sadar.
Pasien mengatakan bahwa 19 hari yang lalu pasien baru menjalani persalinan pertama
di kehamilan pertamanya pada usia kehamilan 38 minggu. Proses persalinan dengan cara
normal. Bayi pasien terlahir dalam keadaan sehat dengan berat badan lahir 2.600 kg. Pasien
menceritakan bahwa selama kehamilan menjalani pemeriksaan kehamilan sebanyak 4 kali.
Sekitar 2 minggu yang lalu pasien datang memeriksakan kehamilan ke puskesmas dan
didapatkan tekanan darahnya tinggi (160/) dan diperiksakan protein BAK-nya dengan hasil
+1. Sekitar 1 minggu kemudian datang kembali untuk memeriksakan kehamilannya dengan
tekanan darah yang sudah menurun (130/) dan protein BAK-nya dengan hasil +2. Saat itu
pasien tidak mengalami keluhan sakit kepala, tidak ada keluhan kejang, tidak ada keluhan
mual maupun muntah, tidak ada keluhan kelemahan anggota gerak.

c) Riwayat Penyakit Dahulu


Tidak ada riwayat darah tinggi sebelum kehamilan pertamanya, namun ditemukan
tekanan darahnya meningkat (160/) dan adanya protein +1 di urin saat kontrol kehamilan
usia sekitar 36 minggu. Tidak ada riwayat penggunan KB sebelumnya. Tidak ada riwayat
kencing manis maupun jantung sebelumnya.

d) Riwayat Pribadi
Tidak ada riwayat merokok maupun minum minuman beralkohol.

e) Riwayat Keluarga
Ayah pasien memiliki riwayat darah tinggi sejak 10 tahun yang lalu dan ibu pasien
memiliki riwayat kencing manis sejak 5 tahun yang lalu.

f) Riwayat Sosial
Pasien tinggal serumah dengan ayah, ibu, suami, dan anaknya yang baru lahir. Hanya
suaminya yang bekerja sebagai tulang punggung keluarga. Pasien merasakan penghasilan
yang didapatkan cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Hubungan pasien dengan
keluarga baik.

2
III. OBJEKTIF
A. Status Generalis
i. Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
ii. Tanda-tanda Vital
1. Tekanan darah : 105/72 mmHg
2. Nadi : 86x/menit
3. Pernapasan : 22x/menit
4. Suhu : 36,5 C
iii. Berat Badan : 68 kg
iv. Tinggi Badan : 160 cm
v. Status gizi : IMT 26.56 kg/m2
vi. Kepala : Normocephal
vii. Leher : Pembesaran KGB (-), tiroid (-), luka (-)
viii. Thorax :
Keadaan statis maupun dinamis simetris, retraksi sela iga (-), luka (-)

1. Jantung :

Ictus kordis tidak tampak, batas jantung tampak abnormal, BJ I-II


murni regular, murmur (-), gallop (-)

3
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOJA
DEPARTEMEN NEUROLOGI
KOAS UKRIDA PERIODE 4 SEPTEMBER -7 AGUSTUS 2017

2. Paru : Suara napas vesikuler, Rh -/-, Wh -/-


ix. Abdomen : Datar, supel (+), nyeri tekan (-), BU (+), bekas luka
operasi (-).
x. Ekstremitas : Nyeri (-), luka pada kedua lutut, benjolan (-),
deformitas (-),hemiparesis(-)

B. Status Psikis (MMSE)

C. Status Neurologis
i. Glasgow Coma Scale : E: 4 M: 6 V: 5 ( 15 )
ii. Tanda Rangsangan Meningeal
1. Kaku Kuduk : (-)
2. Laseq : (-) / (-)
3. Kernig : (-) / (-)
4. Brudzinsky I : (-)
5. Brudzinsky II : (-) / (-)

iii. Nervi Cranialis

a) Nervus I (Olfactory nerve)


KANAN KIRI
Penghidu Normosmia Normosmia

b) Nervus II (Optic nerve)


KANAN KIRI
Visus Normal 6/6 Normal 6/6
Pengenalan Warna Normal Normal
Lapang Pandang Normal Normal
Ukuran pupil 3 mm 3 mm
Bentuk pupil Bulat Bulat
Kesamaan pupil Isokor
Refleks cahaya langsung Positif Positif
Refleks cahaya konsensual Positif Positif
4
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOJA
DEPARTEMEN NEUROLOGI
KOAS UKRIDA PERIODE 4 SEPTEMBER -7 AGUSTUS 2017

c) Nervus III, IV, VI


(Oculomotor nerve, Trochler nerve, Abducens nerve)
KANAN KIRI
Ptosis (-) (-)
Gerak mata Normal Normal
Sela mata 4cm 4cm
Strabismus -
-
-
Diplopia - -
Nistagmus - -
Eksoftalmus - -

d) Nervus V (Trigeminal nerve)


KANAN KIRI
Sensibilitas muka atas,
tengah, bawah Normal Normal

Menggigit Normal Normal


Membuka mulut Normal Normal

Mengunyah Normal
Normal
Refleks kornea Normal
Normal
Refleks bersin Normal
Normal
Jaw-jerk test Normal Normal

e) Nervus VII (Facial nerve)


KANAN KIRI
Mengerutkan dahi Normal Normal
Menutup mata Normal Normal
Memperlihatkan gigi Normal Normal
Lekukan nasolabialis Normal Miring ke kiri minimal
Mencembungkan pipi Normal Normal
Daya kecap lidah 2/3 depan Tidak dilakukan Tidak dilakukan

f) Nervus VIII (Vestibulocochlear nerve)


KANAN KIRI
Mendengar suara berbisik Normal Normal
Mendengar detik arloji Normal Normal
Test Rinne Positif Positif
Test Weber Tidak ada lateralisasi Tidak ada lateralisasi

5
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOJA
DEPARTEMEN NEUROLOGI
KOAS UKRIDA PERIODE 4 SEPTEMBER -7 AGUSTUS 2017

Test Schwabach Sama dengan pemeriksa Sama dengan pemeriksa


Kesan Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan

g) N. IX (Glossopharyngeal nerve) dan N. X (Vagus nerve)


1) Arkus faring : Normal
2) Daya kecap lidah 1/3 belakang : Tidak dilakukan
3) Refleks muntah : Normal
4) Fonasi : Normal

h) Nervus XI (Accessory nerve)


KANAN KIRI
Memalingkan kepala Normal Normal
Mengangkat bahu Normal Tidak dapat dilakukan

i) Nervus XII (Hypoglossal nerve)


1) Tremor : Tidak ada
2) Fasikulasi : Tidak ada
3) Atrofi papil lidah : Tidak ada
4) Pergerakan lidah : Normal
5) Artikulasi : Normal

iv. Sistem Motorik


Anggota Gerak Atas
KANAN KIRI
Tremor Tidak ada Tidak ada
Fasikulasi Tidak ada Tidak ada
Trofi Normotrofi Normotrofi
Gerakan involunter Tidak ada Tidak ada
Tonus otot Normotonus Normotonus
Kekuatan otot 5 3
Anggota Gerak Bawah
KANAN KIRI
Tremor Tidak ada Tidak ada
Fasikulasi Tidak ada Tidak ada
Trofi Normotrofi Normotrofi

6
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOJA
DEPARTEMEN NEUROLOGI
KOAS UKRIDA PERIODE 4 SEPTEMBER -7 AGUSTUS 2017

Gerakan involunter Tidak ada Tidak ada


Tonus otot Normotonus Normotonus
Kekuatan otot 5 3

v. Sistem Sensorik
TANGAN KAKI
SENSIBILITAS
Kanan Kiri Kanan Kiri
Taktil Normal Normal Normal Normal
Nyeri Normal Normal Normal Normal
Suhu Normal Normal Normal Normal
Vibrasi Normal NNormal Normal Normal
Diskriminasi 2 Normal Normal Normal Normal
Titik

vi. Refleks Fisiologis


REFLEK KANAN KIRI
Biceps reflex (+) (+)
Triceps reflex (+) (+)
Knee patella reflex (+) (+)
Achilles reflex (+) (+)
Refleks kulit perut (+) (+)

vii. Refleks Patologis


REFLEK KANAN KIRI
Hoffman reflex (-) (-)
Trommer reflex (-) (-)
Babinski reflex (-) (-)
Chaddock reflex (-) (-)
Oppenheim reflex (-) (-)
Schaeffer reflex (-) (-)
Gordon reflex (-) (-)
Mendel reflex (-) (-)
Rossolimo reflex (-) (-)

viii. Klonus
KANAN KIRI
Patella (-) (-)

7
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOJA
DEPARTEMEN NEUROLOGI
KOAS UKRIDA PERIODE 4 SEPTEMBER -7 AGUSTUS 2017

Archilles (-) (-)

ix. Fungsi Cerebellum


1. Cara berjalan : Tidak dapat dilakukan
2. Tes Romberg : Goyang minimal
3. Ataksi : Tidak ada
4. Rebound fenomen : Tidak ada
5. Dismetri
i. Tes telunjuk-hidung : Normal
ii. Test tumit-lutut : Normal
6. Disdiadokhokinesis : Tidak dapat dilakukan

x. Gerakan-gerakan abnormal
1. Tremor : (-)
2. Athetose : (-)
3. Mioklonik : (-)
4. Chorea : (-)

xi. Alat vegetative


1. Miksi : normal
2. Defekasi : normal
3. Refleks anal : tidak dilakukan
4. Refleks kremaster : tidak dilakukan
5. Refleks bulbokavernosa : tidak dilakukan

xii. Fungsi Luhur


1. Orientasi : Baik
2. Afasia : Tidak ada

8
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOJA
DEPARTEMEN NEUROLOGI
KOAS UKRIDA PERIODE 4 SEPTEMBER -7 AGUSTUS 2017

D. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
Pemeriksaan darah rutin ( 18 September 2017 )
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
Hemoglobin 9,4 g/dL 12.5-16.0
Leukosit 7.530/uL 4.000-10.500
Hematokrit 28,4% 37.0-47.0
Trombosit 371.000/uL 182.000-368.000

Kimia klinik ( 18 September 2017 )


Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
Natrium/ Na 143 mEq/L 135-147
Kalium/ K 3,62 mEq/L 3.5-5.0
Klorida/ Cl 103 mEq/L 96-108
Ureum 14,4 mg/dL 16.6-485
Kreatinin 0,81 mg/dL 0,51-0,95
Glukosa sewaktu 99 mg/dL 200

Profil lipid ( 20 September 2017 )


Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
Kolestrol Total 232 mg/dL < 200
Kolestrol HDL 62,4 mg/ dL 48,9-73,5
Kolestrol LDL 135 mg/ dL < 130
Trigliserida 173 mg/ dL < 200
Asam Urat 4,9 mg/dL 2,4-5,7

EKG ( 18 September 2017 )

9
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOJA
DEPARTEMEN NEUROLOGI
KOAS UKRIDA PERIODE 4 SEPTEMBER -7 AGUSTUS 2017

Foto rontgen thorax AP ( 18 September 2017 )

CT-scan cerebral tanpa kontras ( 18 September 2017 )

IV. RINGKASAN

Pasien datang ke IGD RSUD Koja dengan keluhan anggota gerak badan kiri tidak
dapat digerakan.sejak 2 hari yang lalu. Keluhan dirasakan saat pasien bangun tidur di siang
hari. Keluhan kelemahan ini dirasakan menetap. Tidak ada keluhan tanda-tanda peningkatan

10
tekanan intrakranial. Satu hari setelah dirawat, pasien mengalami kejang kelojotan seluruh
badan kurang lebih selama 2 menit dan pasien tidak sadarkan diri. Kejang kembali terjadi 2
hari setelah pasien dirawat pada sore hari sebanyak 2 kali. Kejang hanya terjadi pada tangan
kiri selama 5 menit dan pasien dalam keadaan sadar. Pasien baru melahirkan anak
pertamanya 19 hari yang lalu dengan persalinan pervaginam di usia kehamilan 38 minggu.
Anak pasien terlahir dalam keadaan sehat dengan berat bdan lahir 2.600 kg. Selama
kehamilan pasien melakukan kontrol kehamilan sebanyak 4 kali. Dua minggu sebelum
persalinan, pasien kontrol kehamilan dan diapatkan tekanan darahnya tinggi dan ditemukan
protein di BAK-nya +1. Dilakukan pemeriksaan ulang seminggu kemudian dan didapatkan
protein di BAK-nya +2. Saat itu pasien belum mengalami keluhan seperti sakit kepala,
kelemahan anggota gerak, kesemutan, kejang.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 105/ 72 mmHg, frekuensi nadi 86
kali/ menit, frekuensi pernapasan 22 kali/menit, dan suhu 36,5oC. Pada pemeriksaan
neurologis ditemukan pada saraf kranial N.VII terdapat plika nasolabialis yang miring kearah
kiri, pemeriksaan saraf kranial N.XI pasien tidak mampu mengangkat bahu kirinya, kekuatan
motorik anggota gerak atas dan bawah sebelah kiri memiliki nilai 3 sedangkan sebelah kanan
memiliki kekuatan motorik 5. Pada pemeriksaan Romberg juga ditemukan pasien mengalami
goyang minimal. Untuk pemeriksaan sensorik pasien memiliki hasil normal. Pada
pemeriksaan fungsi cerebellum pasien tidak dapat melakukan gerakan disdiadokhokinesis,
karena anggota gerak kirinya sulit digerakkan.
Dari hasil pemeriksaan penunjang laboratorium didapatkan hasil hemoglobin menurun
menjadi 9,4 g/dL, hematokrit menurun 28,4%, trombosit sedikit meningkat 371.000/L,
ureum menurun 14,4 mg/dL, peningkatan kolestrol 232 mg/dL, peningkatan LDL 135 mg/dL.
Dari pemeriksaan EKG dan foto thorax tanggal 18 September 2017 didapatkan hasil normal.
Sedangkan pada CT-scan cerebral tanpa kontras didapatkan adanya lesi hipodens di bagian
korteks frontal dextra.

V. ASSESMENT
a. Diagnosis
Diagno

b. Diagnosis 2 : Vertigo

VI. PLANNING

A. Diagnostic
Pemeriksaan darah rutin berulang
Pemeriksaan glukosa darah sewaktu

11
Pemeriksaan profil lipid berulang
Terapi
Injeksi
Infus Asering 1000cc/ 24 jam
Inj. Mecobalamin 3 x 500 mg (iv)
Inj. Citicoline 2 x 1000 mg (iv)
Peroral
Tromboaspilet 1 x 80 mg (po)
Frego 2 x 10 mg (po)

C. Monitoring
Monitor TTV, kesadaran dan keadaan umum
Monitor frekuensi dan jenis kejang yang terjadi
Monitor GDS
Monitor defisit neurologi fokal
Monitor tanda-tanda peningkatan tekanan intracranial
d) Edukasi
Memberikan penjelasan tentang penyakit yang diderita
Memberikan penjelasan tentang cara melatih anggota gerak
Memberitahu untuk minum obat yang teratur

VII. PROGNOSIS
a) Ad vitam : Bonam
b) Ad sanationam : Bonam
c) Ad functionam : Bonam

12
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOJA
DEPARTEMEN NEUROLOGI
KOAS UKRIDA PERIODE 4 SEPTEMBER -7 AGUSTUS 2017

Follow Up:

Pada tanggal 21 September 2017


S : OS masih mengeluh anggota gerak badan kiri terasa lemah. Tidak ada sakit kepala.
Tidak terjadi kejang kembali.
O :
Pemeriksaan Hasil
-Glasgow Coma Scale E4V5M6
(GCS)
-Tanda-tanda Vital
Tekanan darah 116/ 79 mmHg
Frekuensi nadi 87 kali/ menit
Frekuensi nafas 20 kali/ menit
Suhu 36,8oC
-Refleks fisiologis
APR +
KPR +
Biceps +
Triceps +
-Kekuatan motorik 5 3
5 3
-Sensorik Normal

A : Stroke non-hemoragic
P : Inj. Fenitoin 3 x 100 mg
Clopidogrel 1 x 75 mg ( po )
Terapi Lain Lanjutkan

Pada Tanggal 22 September 2017


S : OS mengatakan keluhan lemah sudah berkurang dan dapat berdiri. Tidak ada sakit
kepala. Tidak ada kejang.
O :
Pemeriksaan Hasil
-Glasgow Coma Scale E4V5M6
(GCS)
-Tanda-tanda Vital
Tekanan darah 114/ 83 mmHg
Frekuensi nadi 82 kali/ menit
Frekuensi nafas 20 kali/ menit
Suhu 36,5oC
-Refleks fisiologis
APR +
KPR +
Biceps +
Triceps +
-Kekuatan motorik 5 4
5 4
-Sensorik Normal

13
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOJA
DEPARTEMEN NEUROLOGI
KOAS UKRIDA PERIODE 4 SEPTEMBER -7 AGUSTUS 2017

A : Stroke non-hemoragic
P : Inj. Fenitoin diganti peroral
Inj. Dexametason 3 x 1 g
Terapi lain lanjutkan

Pada Tanggal 23 September 2017


S : OS mengatakan keluhan lemah berkurang. Tidak ada kejang.
O :
Pemeriksaan Hasil
-Glasgow Coma Scale E4V5M6
(GCS)
-Tanda-tanda Vital
Tekanan darah 122/ 86 mmHg
Frekuensi nadi 77 kali/ menit
Frekuensi nafas 20 kali/ menit
Suhu 36,5oC
-Refleks fisiologis
APR +
KPR +
Biceps +
Triceps +
-Kekuatan motorik 5 4
5 4
-Sensorik Normal

A : Stroke non-hemoragic
P : Terapi lain lanjutkan

Pada Tanggal 25 September 2017


S : OS mengatakan keluhan lemah berkurang. Tidak ada kejang.
O :
Pemeriksaan Hasil
-Glasgow Coma Scale E4V5M6
(GCS)
-Tanda-tanda Vital
Tekanan darah 118/ 80 mmHg
Frekuensi nadi 86 kali/ menit
Frekuensi nafas 20 kali/ menit
Suhu 36,5oC
-Refleks fisiologis
APR +
KPR +
Biceps +
Triceps +
-Kekuatan motorik 5 4
5 4
-Sensorik Normal

A : Stroke non-hemoragic
P : Terapi lain lanjutkan

14
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOJA
DEPARTEMEN NEUROLOGI
KOAS UKRIDA PERIODE 4 SEPTEMBER -7 AGUSTUS 2017

Pada Tanggal 26 September 2017


S : OS mengatakan keluhan lemah berkurang. Tidak ada kejang.
O :
Pemeriksaan Hasil
-Glasgow Coma Scale E4V5M6
(GCS)
-Tanda-tanda Vital
Tekanan darah 120/ 84 mmHg
Frekuensi nadi 82 kali/ menit
Frekuensi nafas 20 kali/ menit
Suhu 36,5oC
-Refleks fisiologis
APR +
KPR +
Biceps +
Triceps +
-Kekuatan motorik 5 4
5 4
-Sensorik Normal

A : Stroke non-hemoragic
P : Terapi lain lanjutkan

15
Bab II
Tinjauan Pustaka
2.1.Stroke
Definisi Stroke1
Menurut WHO (World Health Organization) 2005 stroke adalah suatu gangguan
fungsional otak yang terjadi secara mendadak dengan tanda dan gejala klinik baik fokal
maupun global yang berlangsung lebih dari 24 jam, atau dapat langsung menimbulkan
kematian, dan semata-mata disebabkan gangguan peredaran darah otak non traumatik.2
Klasifikasi Stroke1,2
Stroke diklasifikasi menjadi:
a. Stroke Hemoragik
b. Stroke Non Hemoragik
Stroke Hemoragik terbagi menjadi :
a. Perdarahan Intraserebral (PIS)
b. Perdarahan Subarachnoid (PSA)
Stroke Non Hemoragik, dapat dijumpai dalam 4 bentuk klinis:
1. Serangan Iskemia Sepintas/Transient Ischemic Attack (TIA)
Pada bentuk ini gejalah neurologik yang timbul akibat gangguan peredaran darah
di otak akan menghilang dalam waktu 24 jam.
2. Defisit Neurologik Iskemia Sepintas/Reversible Ischemic Neurological Deficit
(RIND).
Gejala neurologik yang timbul akan menghilang dalam waktu lebih dari 24 jam,
tapi tidak lebih dari seminggu.
3. Stroke progresif (Progressive Stroke/Stroke in evolution)
Gejala neurologik makin lama makin berat.
4. Stroke komplet (Completed Stroke/Permanent Stroke)
Gejala klinis sudah menetap. Kasus completed stroke ini ialah hemiplegi dimana
sudah memperlihatkan sesisi yang sudah tidak ada progresi lagi. Dalam hal ini,
kesadaran tidak terganggu

Epidemiologi Stroke1,2
Kasus stroke di Indonesia menunjukkan peningkatan baik dalam kejadian, kecacatan,
maupun kematian. Insidens stroke sebesar 51,6/100.000 penduduk. Sekitar 4,3% penderita
stroke mengalami kecacatan yang memberat. Angka kematian berkisar antara 15-27%
pada semua kelompok usia. Stroke lebih banyak dialami laki-laki dibandingkan
perempuan. Jumlah penderita stroke meningkat seiring dengan bertambahnya usia.

16
Faktor Resiko Stroke
Pemeriksaan faktor resiko dengan cermat dapat memudahkan seorang dokter
untuk menemukan penyebab terjadinya stroke. Terdapat beberapa faktor resiko stroke
non hemoragik, yakni: 3-5
Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi
Umur
Umur merupakan salah satu faktor risiko utama untuk stroke. Sekitar
30% dari stroke terjadi sebelum usia 65; 70% terjadi pada mereka yang 65 ke
atas. Risiko stroke adalah dua kali ganda untuk setiap 10 tahun di atas 55
tahun.
Jenis kelamin
Infark otak dan stroke terjadi sekitar 30% lebih sering pada laki-laki
berbanding perempuan, perbedaan seks bahkan lebih tinggi sebelum usia 65.
Riwayat keluarga
Jika ayah dan ibu memiliki riwayat stroke dapat berhubungan dengan faktor
risiko stroke. Peningkatan risiko ini bisa dimediasi melalui berbagai
mekanisme, termasuk heritabilitas genetik faktor risiko stroke, warisan dari
kerentanan terhadap efek dari faktor risiko seperti, familial berbagi faktor
budaya / lingkungan dan gaya hidup. Risiko stroke lebih tinggi hampir 5 kali
lipat dalam prevalensi stroke pada monozigot dibandingkan dengan dizigot
kembar.
Polisitemia vera
Pada penderita PV, terjadi mutasi pada JAK2 yaitu pada posisi 617
dimana terjadi pergantian valin menjadi fenilalanin (V617F), dikenal dengan
nama JAK2V617F. Hal ini menyebabkan aksi autoinhibitor JH2 tertekan
sehingga proses aktivasi JAK2 berlangsung tak terkontrol. Oleh karena itu,
proses eritropoiesis dapat berlangsung tanpa atau hanya sedikit hematopoetic
growth factor, sehingga terjadi peningkatan produksi semua macam sel,
termasuk sel darah merah, sel darah putih, dan platelet. Volume dan viskositas
darah meningkat. Penderita cenderung mengalami thrombosis dan pendarahan
dan menyebabkan gangguan mekanisme homeostatis yang disebabkan oleh
peningkatan sel darah merah dan tingginya jumlah platelet. Thrombosis dapat
terjadi di pembuluh darah yang dapat menyebabkan stroke.
Faktor risiko yang dapat dimodifikasi
Hipertensi
Risiko stroke berkaitan dengan tingkat sistolik hipertensi. Hal ini berlaku
untuk kedua jenis kelamin, semua umur, dan untuk resiko perdarahan,

17
atherothrombotik, dan stroke lakunar, menariknya, risiko stroke pada tingkat
hipertensi sistolik kurang dengan meningkatnya umur, sehingga ia menjadi
kurang kuat, meskipun masih penting dan bisa diobati, faktor risiko ini pada
orang tua.
Diabetes Melitus
Setelah faktor risiko stroke yang lain telah dikendalikan, diabetes
meningkatkan risiko stroke tromboemboli sekitar dua kali lipat hingga tiga kali
lipat berbanding orang-orang tanpa diabetes. Diabetes dapat
mempengaruhiindividu untuk mendapat iskemia serebral melalui
percepatanaterosklerosis pembuluh darah yang besar, seperti arteri koronari,
arteri karotid atau dengan, efek lokal padamikrosirkulasi serebral.
Penyakit jantung
Individu dengan penyakit jantung dari jenis apa pun memiliki lebihdari dua
kali lipat risiko stroke dibandingkan dengan mereka yang fungsi jantungnya
normal.
o Penyakit Arteri koroner:
Indikator kuat kedua dari keberadaan penyakit difusvaskular
aterosklerotik dan potensi sumberemboli dari thrombi mural karena
miocard infarction.
o Gagal Jantung kongestif, penyakit jantung hipertensi:
Berhubungan denganmeningkatnya kejadian stroke
o Fibrilasiatrial:
Sangat terkait dengan stroke emboli dan fibrilasi atrial
karena penyakit jantung rematik; meningkatkan risiko stroke sebesar
17 kali.
o Lainnya:
Berbagai lesi jantung lainnya telah dikaitkandengan stroke, seperti
prolaps katup mitral, patent foramen ovale, defek septum atrium,
aneurisma septum atrium,dan lesi aterosklerotik dan trombotik dari
ascending aorta.
Merokok
Beberapa laporan, termasuk meta-analisis angkastudi, menunjukkan bahwa
merokok jelasmenyebabkan peningkatan risiko stroke untuk segala usia dan
kedua jenis kelamin, tingkat risiko berhubungan denganjumlah batang rokok
yang dihisap, dan penghentianmerokok mengurangi risiko, dengan resiko
kembali seperti bukan perokok dalam masa lima tahun setelah penghentian.

18
Peningkatan hematokrit
Peningkatan viskositas menyebabkan gejala stroke ketika hematokrit melebihi
55%. Penentu utamaviskositas darah keseluruhan adalah dari isi sel darah
merah;
plasma protein, terutamanya fibrinogen, memainkan peranan penting. Ketika
meningkat viskositas hasil daripolisitemia, hyperfibrinogenemia, atau
paraproteinemia, biasanya menyebabkan gejala umum, sepertisakit kepala,
kelesuan, tinnitus, dan penglihatan kabur.Infark otak fokal dan oklusi vena
retina jauhkurang umum, dan dapat mengikuti disfungsi trombosit
akibattrombositosis. Perdarahan Intraserebral dan subarachnoidkadang-kadang
dapat terjadi.
Penyalahgunaan obat
Obat yang telah berhubungan dengan stroke termasuk methamphetamines,
norepinefrin, LSD, heroin, dan kokain. Amfetamin menyebabkan sebuah
vaskulitis nekrosisyang dapat mengakibatkan pendarahan petechial menyebar,
ataufokus bidang iskemia dan infark. Heroin dapat timbulkan sebuah
hipersensitivitas vaskular menyebabkan alergi. Perdarahan subarachnoid dan
difarction otak telah dilaporkan setelah penggunaan kokain.
Hiperlipidemia
Meskipun tingkat kolesterol tinggi telah jelas berhubungan dengan penyakit
jantung koroner, mereka sehubungan denganstroke kurang jelas. Peningkatan
kolesterol tidak muncul untukmenjadi faktor risiko untuk aterosklerosis
karotis, khususnya pada laki-laki di bawah 55 tahun. Kejadian
hiperkolesterolemia menurun dengan bertambahnya usia.Kolesterol berkaitan
dengan perdarahan intraserebralatau perdarahan subarachnoid. Tidak
adahubungan yang jelas antara tingkat kolesterol daninfark lakunar.
Kontrasepsi oral
Pil KB, estrogen tinggi yang dilaporkan meningkatkan risiko stroke pada
wanita muda. Penurunan kandungan estrogen menurunkan masalah ini,tetapi
tidak dihilangkan sama sekali. Ini adalah faktor risiko paling kuat pada wanita
yanglebih dari 35 tahun .Mekanisme diduga meningkatkoagulasi, karena
stimulasi estrogen tentang produksiprotein liver, atau jarang penyebab
autoimun
Diet
Konsumsi alkohol :
Ada peningkatan risiko infark otak, danperdarahan subarakhnoid dikaitkan
denganpenyalahgunaan alkohol pada orang dewasa muda. Mekanisme

19
dimanaetanol dapat menghasilkan stroke termasuk efek pada darahtekanan,
platelet, osmolalitas plasma, hematokrit,dan sel-sel darah merah. Selain
itu, alkohol bisa menyebabkanmiokardiopati, aritmia, dan perubahan di
darah aliran otakdan autoregulasi.
Kegemukan :
Diukur dengan berat tubuh relatif atau body massindexs, obesitas telah
secara konsisten meramalkan berikutnya
stroke. Asosiasi dengan stroke dapat dijelaskansebagian oleh adanya
hipertensi dan diabetes.Sebuah berat relatif lebih dari 30% di atas rata-
ratakontributor independen ke-atherosklerotik infark otak berikutnya.
Infeksi
Infeksi meningeal dapat mengakibatkan infark serebral melalui
pengembangan perubahan inflamasi dalam dinding pembuluh darah. Sifilis
meningovaskular dapat menyebabkan arteritis otak dan infark.
Periodontitis umumnya disebabkan oleh plak yang terdiri dari lapisan
tipis biofilm yang mengandung bakteri, produksi bakteri dan makanan. Bakteri
dan produknya dapat menyebar kebawah gusi sehingga terjadi proses
peradangan dan terjadilah Periodontitis. Periodontitis sendiri didapatkan
adanya peningkatan petanda petanda inflamasi, dan hal tersebut juga
merupakan indikator dari faktor resiko Stroke itu sendiri. Bakteri yang berasal
dari poket periodontal dapat masuk kedalam aliran darah dan bakteri tersebut
dapat menyebabkan peradangan pada pembuluh darah koroner yang dapat
menyebabkan aterosklerosis sehingga bisa menjadi Stroke.

2.1.1. Stroke Non Hemoragik


2.1.1.1. Etiologi Stroke Non Hemoragik
Pada tingkatan makroskopik, stroke non hemoragik paling sering disebabkan oleh
emboli ekstrakranial atau trombosis intrakranial. Selain itu, stroke non hemoragik juga
dapat diakibatkan oleh penurunan aliran serebral. Pada tingkatan seluler, setiap proses
yang mengganggu aliran darah menuju otak menyebabkan timbulnya kaskade iskemik
yang berujung pada terjadinya kematian neuron dan infark serebri.3
1. Emboli
Sumber embolisasi dapat terletak di arteria karotis atau vertebralis akan tetapi
dapat juga di jantung dan sistem vaskuler sistemik.4

a) Embolisasi kardiogenik dapat terjadi pada:


Penyakit jantung dengan shunt yang menghubungkan bagian
kanan dengan bagian kiri atrium atau ventrikel;
20
Penyakit jantung rheumatoid akut atau menahun yang
meninggalkan gangguan pada katup mitralis;
Fibralisi atrium;
Infark kordis akut;
Embolus yang berasal dari vena pulmonalis
Kadang-kadang pada kardiomiopati, fibrosis endrokardial, jantung
miksomatosus sistemik;
b) Embolisasi akibat gangguan sistemik dapat terjadi sebagai:
Embolia septik, misalnya dari abses paru atau bronkiektasis.
Metastasis neoplasma yang sudah tiba di paru.
Embolisasi lemak dan udara atau gas nitrogen (seperti penyakit
caisson).
Emboli dapat berasal dari jantung, arteri ekstrakranial, ataupun dari right-sided
circulation (emboli paradoksikal). Penyebab terjadinya emboli kardiogenik
adalah trombi valvular seperti pada mitral stenosis, endokarditis, katup buatan,
trombi mural (seperti infark miokard, atrial fibrilasi, kardiomiopati, gagal jantung
kongestif) dan atrial miksoma. Sebanyak 2-3% stroke emboli diakibatkan oleh
infark miokard dan 85% di antaranya terjadi pada bulan pertama setelah
terjadinya infark miokard.3

2. aterotrombosis
Stroke trombotik dapat dibagi menjadi stroke pada pembuluh darah besar
(termasuk sistem arteri karotis) dan pembuluh darah kecil (termasuk sirkulus
Willisi dan sirkulus posterior).Tempat terjadinya trombosis yang paling sering
adalah titik percabangan arteri serebral utamanya pada daerah distribusi dari arteri
karotis interna.Adanya stenosis arteri dapat menyebabkan terjadinya turbulensi
aliran darah (sehingga meningkatkan resiko pembentukan trombus aterosklerosis
(ulserasi plak), dan perlengketan platelet. Penyebab lain terjadinya trombosis
adalah polisitemia, anemia sickle sel, displasia fibromuskular dari arteri serebral,
dan vasokonstriksi yang berkepanjangan akibat gangguan migren. Setiap proses
yang menyebabkan diseksi arteri serebral juga dapat menyebabkan terjadinya
stroke trombotik (contohnya trauma, diseksi aorta thorasik, arteritis).3

21
Terdapat perbedaan klinis antara stroke yang d sebabkan oleh aterotrombosis dan
emboli serta pada stroke hemoragik. Seperti yang ditunjukkan pada tabel berikut:
Gejala Klinis PIS PSA Trombosis Emboli
Umur >40 tahun 20-30 tahun 50-70 tahun Semua umur
Onset Perjalanan Aktivitas Aktivitas Bangun tidur Aktivitas
TTIK
Penurunan + +/- - Menurun
kesadaran
Sakit kepala +++ ++++ - -
Muntah +++ ++++ - -
Faktor resiko
Hipertensi + +/- + -
Hiperlipidemia - - ++ -
Kaku kuduk +/- +++ - -

2.1.1.2. Patofisiologi Stroke Non Hemoragik6


Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya stroke iskemik, salah satunya adalah
aterosklerosis, dengan mekanisme thrombosis yang menyumbat arteri besar dan arteri
kecil, dan juga melalui mekanisme emboli.Pada stroke iskemik, penyumbatan bisa
terjadi di sepanjang jalur arteri yang menuju ke otak. Aterosklerosis dapat
menimbulkan bermacam-macam manifestasi klinik dengan cara:
1. Menyempitkan lumen pembuluh darah dan mengakibatkan insufisiensi aliran
darah.
2. Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadinya trombus atau perdarahan
aterom.
3. Merupakan terbentuknya trombus yang kemudian terlepas sebagai emboli
Menyebabkan dinding pembuluh menjadi lemah dan terjadi aneurisma yang
kemudian dapat robek.

Suatu penyumbatan total dari aliran darah pada sebagian otak akan menyebabkan
hilangnya fungsi neuron yang bersangkutan pada saat itu juga. Bila anoksia ini berlanjut
sampai 5 menit maka sel tersebut dengan sel penyangganya yaitu sel glia akan
mengalami kerusakan ireversibel sampai nekrosis beberapa jam kemudian yang diikuti
perubahan permeabilitas vaskular disekitarnya dan masuknya cairan serta sel-sel
radang.
Di sekitar daerah iskemi timbul edem glia, akibat berlebihannya H+ dari asidosis laktat.
K+ dari neuron yang rusak diserap oleh sel glia disertai retensi air yang timbul dalam
empat hari pertama sesudah stroke.Edem ini menyebabkan daerah sekitar nekrosis
22
mengalami gangguan perfusi dan timbul iskemi ringan tetapi jaringan otak masih hidup.
Daerah ini adalah iskemik penumbra. Bila terjadi stroke, maka di suatu daerah tertentu
dari otak akan terjadi kerusakan (baik karena infark maupun perdarahan). Neuron-
neuron di daerah tersebut tentu akan mati, dan neuron yang rusak ini akan
mengeluarkan glutamat, yang selanjutnya akan membanjiri sel-sel disekitarnya.
Glutamat ini akan menempel pada membran sel neuron di sekitar daerah primer yang
terserang. Glutamat akan merusak membran sel neuron dan membuka kanal kalsium
(calcium channels). Kemudian terjadilah influks kalsium yang mengakibatkan kematian
sel. Sebelumnya, sel yang mati ini akan mengeluarkan glutamat, yang selanjutnya akan
membanjiri lagi neuron-neuron disekitarnya. Terjadilah lingkaran setan. Neuron-neuron
yang rusak juga akan melepaskan radikal bebas, yaitu charged oxygen molecules
(seperti nitric acida atau NO), yang akan merombak molekul lemak didalam membran
sel, sehingga membran sel akan bocor dan terjadilah influks kalsium. Stroke iskemik
menyebabkan berkurangnya aliran darah ke otak yang menyebabkan kematian sel.
Pembuluh darah

Trombus/embolus karena plak ateromatosa,


fragmen, lemak, udara, bekuan darah

Oklusi

Perfusi jaringan cerebral

Iskemia

Hipoksia

Metabolisme anaerob Aktivitas elektrolit terganggu Nekrotik jaringan otak

Asam laktat Na & K pump gagal Infark

Na & K influk

Retensi cairan

Oedem serebral

Gg.kesadaran, kejang fokal, hemiplegia,


defek medan penglihatan, afasia

23
2.1.1.3. Gambaran Klinis Stroke Non Hemoragik
Stroke harus dipertimbangkan pada setiap pasien yang mengalami defisit neurologi akut
(baik fokal maupun global) atau penurunan tingkat kesadaran. Seringkali tidak terdapat
tanda atau gejala yang sensitif yang dapat membedakan stroke hemoragik dan non
hemoragik meskipun gejala seperti mual muntah, sakit kepala dan perubahan tingkat
kesadaran lebih sering terjadi pada stroke hemoragik. Beberapa gejala umum yang
terjadi pada stroke meliputi hemiparese, monoparese, atau quadriparese, hilangnya
penglihatan monokuler atau binokuler, diplopia, disartria, ataksia, afasia, atau
penurunan kesadaran tiba-tiba. Meskipun gejala-gejala tersebut dapat muncul sendiri
namun umumnya muncul secara bersamaan. Penentuan waktu terjadinya gejala-gejala
tersebut juga penting untuk menentukan perlu tidaknya pemberian terapi trombolitik.
Beberapa faktor dapat mengganggu dalam mencari gejala atau onset stroke seperti:
Stroke terjadi saat pasien sedang tertidur sehingga kelainan tidak didapatkan
hingga pasien bangun (wake up stroke).
Stroke mengakibatkan seseorang sangat tidak mampu untuk mencari
pertolongan.
Penderita atau penolong tidak mengetahui gejala-gejala stroke.
Terdapat beberapa kelainan yang gejalanya menyerupai stroke seperti kejang,
infeksi sistemik, tumor serebral, subdural hematom, ensefalitis, dan
hiponatremia.3
2.1.1.4. Diagnosis

Pemeriksaan Neurologi

Tujuan pemeriksaan neurologi adalah untuk mengidentifikasi gejala stroke,


memisahkan stroke dengan kelainan lain yang memiliki gejala seperti stroke, dan
menyediakan informasi neurologi untuk mengetahui keberhasilan terapi. Komponen
penting dalam pemeriksaan neurologi mencakup pemeriksaan status mental dan tingkat
kesadaran, pemeriksaan nervus kranial, fungsi motorik dan sensorik, fungsi serebral,
gait, dan refleks tendon profunda. Tengkorak dan tulang belakang pun harus diperiksa
dan tanda-tanda meningimus pun harus dicari. Adanya kelemahan otot wajah pada
stroke harus dibedakan dengan Bells palsy, biasanya ditemukan pasien yang tidak
mampu mengangkat alis atau mengerutkan dahinya.3,7
Gejala-gejala neurologi yang timbul biasanya bergantung pada arteri yang tersumbat:7

24
Sirkulasi terganggu Sensomotorik Gejala klinis lain
Sindrom Sirkulasi Anterior
A.Serebri media (total) Hemiplegia kontralateral Afasia global (hemisfer
(lengan lebih berat dari dominan), Hemi-neglect
tungkai) hemihipestesia (hemisfer non-dominan),
kontralateral. agnosia, defisit visuospasial,
apraksia, disfagia
A.Serebri media (bagian Hemiplegia kontralateral Afasia motorik (hemisfer
atas) (lengan lebih berat dari dominan), Hemi-negelect
tungkai) hemihipestesia (hemisfer non-dominan),
kontralateral. hemianopsia, disfagia
A.Serebri media (bagian Tidak ada gangguan Afasia sensorik (hemisfer
bawah) dominan), afasia afektif
(hemisfer non-dominan),
kontruksional apraksia
A.Serebri media dalam Hemiparese kontralateral, Afasia sensoris transkortikal
tidak ada gangguan (hemisfer dominan), visual dan
sensoris atau ringan sekali sensoris neglect sementara
(hemisfer non-dominan)
A.Serebri anterior Hemiplegia kontralateral Afasia transkortikal (hemisfer
(tungkai lebih berat dari dominan), apraksia (hemisfer
lengan) hemiestesia non-dominan), perubahan
kontralateral (umumnya perilaku dan personalitas,
ringan) inkontinensia urin dan alvi
Sindrom Sirkulasi Posterior
A.Basilaris (total) Kuadriplegia, sensoris Gangguan kesadaran samapi ke
umumnya normal sindrom lock-in, gangguan saraf
cranial yang menyebabkan
diplopia, disartria, disfagia,
disfonia, gangguan emosi
A.Serebri posterior Hemiplegia sementara, Gangguan lapang pandang
berganti dengan pola bagian sentral, prosopagnosia,
gerak chorea pada tangan, aleksia
hipestesia atau anestesia
terutama pada tangan
Pembuluh Darah Kecil
Lacunar infark Gangguan motorik murni,

25
gangguan sensorik murni,
hemiparesis ataksik, sindrom
clumsy hand
Siriraj Stroke Skore

Variabel Gejala Klinis Skor

Derajat Kesadaran Sadar 0

Apatis 1

Koma 2

Muntah Ya 1

Tidak 0

Sakit Kepala Ya 1

Tidak 0

Tanda-tanda ateroma Ya 1

Angina Pectoris Tidak 0


Claudicatio
Intermiten
Diabetus Melitus

Siriraj Stroke Score = (2,5 X Derajat Kesadaran) + (2 X muntah) + (2 X sakit


kepala) + (0,1 X tekanan darah diastol) (3 X ateroma) 12 .Apabila skor yang
didapatkan < 1 maka diagnosisnya stroke non perdarahan dan apabila didapatkan skor
1 maka diagnosisnya stroke perdarahan.

Algoritma Stroke Gajah Mada

26
Gambar 2. Algoritma Stroke Gajah Mada

Apabila terdapat pasien stroke akut dengan atau tanpa penurunan kesadaran,
nyeri kepala dan terdapat reflek babainski atau dua dari ketiganya maka merupakan
stroke hemoragik. Jika ditemukan penurunan kesadaran atau nyeri kepala ini juga
merupakan stroke non hemoragik. Sedangkan bila hanya didapatkan reflek babinski
positif atau tidak didapatkan penurunan kesadaran, nyeri kepala dan reflek babinski
maka merupakan stroke non hemoragik.

Gambaran Laboratorium

Pemeriksaan darah rutin diperlukan sebagai dasar pembelajaran dan mungkin


pula menunjukkan faktor resiko stroke seperti polisitemia, trombositosis,
trombositopenia, dan leukemia. Pemeriksaan ini pun dapat menunjukkan
kemungkinan penyakit yang sedang diderita saat ini seperti anemia.4
Pemeriksaan kimia darah dilakukan untuk mengeliminasi kelainan yang
memiliki gejala seperti stroke (hipoglikemia, hiponatremia) atau dapat pula
menunjukan penyakit yang diderita pasien saat ini (diabetes, gangguan ginjal).
Pemeriksaan koagulasi dapat menunjukkan kemungkinan koagulopati pada pasien.
Selain itu, pemeriksaan ini juga berguna jika digunakan terapi trombolitik dan
antikoagulan. Biomarker jantung juga penting karena eratnya hubungan antara stroke
dengan penyakit jantung koroner. Penelitian lain juga mengindikasikan adanya
hubungan antara peningkatan enzim jantung dengan hasil yang buruk dari stroke.4

27
Gambaran Radiologi

a) CT scan kepala non kontras


Modalitas ini baik digunakan untuk membedakan stroke hemoragik dan stroke
non hemoragik secara tepat kerena pasien stroke non hemoragik memerlukan
pemberian trombolitik sesegera mungkin. Selain itu, pemeriksaan ini juga berguna
untuk menentukan distribusi anatomi dari stroke dan mengeliminasi kemungkinan
adanya kelainan lain yang gejalanya mirip dengan stroke (hematoma, neoplasma,
abses).4
Adanya perubahan hasil CT scan pada infark serebri akut harus dipahami.
Setelah 6-12 jam setelah stroke terbentuk daerah hipodense regional yang
menandakan terjadinya edema di otak. Jika setelah 3 jam terdapat daerah hipodense
yang luas di otak maka diperlukan pertimbangan ulang mengenai waktu terjadinya
stroke. Tanda lain terjadinya stroke non hemoragik adalah adanya insular ribbon sign,
hiperdense MCA (oklusi MCA), asimetris sulkus, dan hilangnya perberdaan gray-
white matter.4
CT perfusion merupakan modalitas baru yang berguna untuk mengidentifikasi
daerah awal terjadinya iskemik. Dengan melanjutkan pemeriksaan scan setelah
kontras, perfusi dari region otak dapat diukur. Adanya hipoatenuasi menunjukkan
terjadinya iskemik di daerah tersebut.4
Pemeriksaan CT scan non kontras dapat dilanjutkan dengan CT angiografi
(CTA). Pemeriksaan ini dapat mengidentifikasi defek pengisian arteri serebral yang
menunjukkan lesi spesifik dari pembuluh darah penyebab stroke. Selain itu, CTA juga
dapat memperkirakan jumlah perfusi karena daerah yang mengalami hipoperfusi
memberikan gambaran hipodense.4
b) MR angiografi (MRA)
MRA juga terbukti dapat mengidentifikasi lesi vaskuler dan oklusi lebih awal
pada stroke akut.Sayangnya, pemeriksaan ini dan pemeriksaan MRI lainnya
memerlukan biaya yang tidak sedikit serta waktu pemeriksaan yang agak panjang.
Protokol MRI memiliki banyak kegunaan untuk pada stroke akut.4
c) USG, ECG, EKG, Chest X-Ray
Untuk evaluasi lebih lanjut dapat digunakan USG.Jika dicurigai stenosis atau
oklusi arteri karotis maka dapat dilakukan pemeriksaan dupleks karotis.USG
transkranial dopler berguna untuk mengevaluasi anatomi vaskuler proksimal lebih
lanjut termasuk di antaranya MCA, arteri karotis intrakranial, dan arteri
vertebrobasiler.Pemeriksaan ECG (ekhokardiografi) dilakukan pada semua pasien
dengan stroke non hemoragik yang dicurigai mengalami emboli
28
kardiogenik.Transesofageal ECG diperlukan untuk mendeteksi diseksi aorta
thorasik.Selain itu, modalitas ini juga lebih akurat untuk mengidentifikasi trombi pada
atrium kiri. Modalitas lain yang juga berguna untuk mendeteksi kelainan jantung
adalah EKG dan foto thoraks.4

2.1.1.5. Penatalaksanaan Stroke Non Hemoragik

Terapi pada stroke iskemik dibedakan menjadi fase akut dan pasca fase akut:1
1. Fase Akut (hari ke 0 14 sesudah onset penyakit)
Sasaran pengobatan pada fase ini adalah menyelamatkan neuron yang iskemi
jangan sampai mati dan agar proses patologik lainnya yang menyertai tidak
mengganggu/mengancam fungsi otak. Tindakan dan obat yang diberikan haruslah
menjamin perfusi darah ke otak tetap cukup, tidak justru berkurang. Karena itu
dipelihara fungsi optimal:1
Respirasi : jalan napas harus bersih
Jantung : harus berfungsi baik, bila perlu pantau EKG
Tekanan darah :dipertahankan pada tingkat optimal, dipantau jangan
sampai menurunkan perfusi otak
Gula darah : kadar gula yang tinggi pada fase akut tidak boleh
diturunkan secara drastis, terutama bila pasien memiliki diabetes mellitus
kronis
Balans cairan : bila pasien dalam keadaan gawat atau koma balans
cairan, elektrolit, dan asam basa darah harus dipantau
Penggunaan obat untuk memulihkan aliran darah dan metabolisme otak yang
menderita di daerah iskemi (ischemic penumbra) masih menimbulkan perbedaan
pendapat.
Obat-obatan yang sering dipakai untuk mengatasi stroke iskemik akut:1
Mengembalikan reperfusi otak

a. Terapi Trombolitik

Tissue plaminogen activator (recombinant t-PA) yang diberikan


secara intravena akan mengubah plasminogen menjadi plasmin yaitu
enzim proteolitik yang mampu menghidrolisa fibrin, fibrinogen dan
protein pembekuan lainnya. Pada penelitian NINDS (National Institute of
Neurological Disorders and Stroke) di Amerika Serikat, rt-PA diberikan
dalam waktu tidak lebih dari 3 jam setelah onset stroke, dalam dosis 0,9
mg/kg (maksimal 90 mg) dan 10% dari dosis tersebut diberikan secara
bolus IV sedang sisanya diberikan dalam tempo 1 jam. Tiga bulan setelah
29
pemberian rt-PA didapati pasien tidak mengalami cacat atau hanya
minimal.Efek samping dari rt-PA ini adalah perdarahan intraserebral, yang
diperkirakan sekitar 6%. Penggunaan rt-PA di Amerika Serikat telah
mendapat pengakuan FDA pada tahun 1996.8
b. Antikoagulan
Warfarin dan heparin sering digunakan pada TIA dan stroke yang
mengancam.Suatu fakta yang jelas adalah antikoagulan tidak banyak
artinya bilamana stroke telah terjadi, baik apakah stroke itu berupa infark
lakuner atau infark masif dengan hemiplegia.Keadaan yang memerlukan
penggunaan heparin adalah trombosis arteri basilaris, trombosis arteri
karotis dan infark serebral akibat kardioemboli. Pada keadaan yang
terakhir ini perlu diwaspadai terjadinya perdarahan intraserebral karena
pemberian heparin tersebut.8
c. Antiplatelet (Antiaggregasi Trombosit)
Aspirin
Obat ini menghambat siklooksigenase, dengan cara menurunkan
sintesis atau mengurangi lepasnya senyawa yang mendorong adhesi seperti
thromboxane A2. Aspirin merupakan obat pilihan untuk pencegahan
stroke. Dosis yang dipakai bermacam-macam, mulai dari 50 mg/hari, 80
mg/hari samapi 1.300 mg/hari. Obat ini sering dikombinasikan dengan
dipiridamol.Aspirin harus diminum terus, kecuali bila terjadi reaksi yang
merugikan. Konsentrasi puncak tercapai 2 jam sesudah diminum. Cepat
diabsorpsi, konsentrasi di otak rendah.Hidrolise ke asam salisilat terjadi
cepat, tetapi tetap aktif. Ikatan protein plasma: 50-80%. Waktu paruh (half
time) plasma: 4 jam. Metabolisme secara konjugasi (dengan glucuronic
acid dan glycine).Ekskresi lewat urine, tergantung pH.Sekitar 85% dari
obat yang diberikan dibuang lewat urin pada suasana alkalis. Reaksi yang
merugikan: nyeri epigastrik, muntah, perdarahan, hipoprotrombinemia dan
diduga: sindrom Reye.9
Tiklopidin (ticlopidine) dan klopidogrel (clopidogrel)
Pasien yang tidak tahan aspirin atau gagal dengan terapi aspirin, dapat
menggunakan tiklopidin atau clopidogrel.Obat ini bereaksi dengan
mencegah aktivasi platelet, agregasi, dan melepaskan granul platelet,
mengganggu fungsi membran platelet dengan penghambatan ikatan
fibrinogen-platelet yang diperantarai oleh ADP dan antraksi platelet-
platelet.Berdasarkan sejumlah 7 studi terapi tiklopidin, disimpulkan
bahwa efikasi tiklopidin lebih baik daripada plasebo, aspirin maupun
indofen dalam mencegah serangan ulang stroke iskemik. Efek samping
30
tiklopidin adalah diare (12,5 persen) dan netropenia (2,4 persen). Bila
obat dihentikan akan reversibel. Pantau jumlah sel darah putih tiap 15
hari selama 3 bulan. Komplikasi yang lebih serius, tetapi jarang, adalah
purpura trombositopenia trombotik dan anemia aplastik.9

Anti-edema otak

Untuk anti-oedema otak dapat diberikan gliserol 10% per infuse 1gr/kgBB/hari
selama 6 jam atau dapat diganti dengan manitol 20%.8

Neuroprotektif

Terapi neuroprotektif diharapkan meningkatkan ketahanan neuron yang iskemik


dan sel-sel glia di sekitar inti iskemik dengan memperbaiki fungsi sel yang
terganggu akibat oklusi dan reperfusi.8
2. Fase Pasca Akut
Setelah fase akut berlalu, sasaran pengobatan dititiberatkan pada tindakan
rehabilitasi penderita, dan pencegahan terulangnya stroke.1
Rehabilitasi
Stroke merupakan penyebab utama kecacatan pada usia di atas 45 tahun, maka
yang paing penting pada masa ini adalah upaya membatasi sejauh mungkin
kecacatan penderita, fisik dan mental, dengan fisioterapi, terapi wicara, dan
psikoterapi.1
Terapi preventif
Tujuannya untuk mencegah terulangnya atau timbulnya serangan baru sroke,
dengan jalan antara lain mengobati dan menghindari faktor-faktor resiko
stroke seperti:
Pengobatan hipertensi
Mengobati diabetes mellitus
Menghindari rokok, obesitas, stress, dll
Berolahraga teratur 1

31
Bab III
Pembahasan Kasus
Stroke adalah suatu gangguan fungsional otak yang terjadi secara mendadak dengan
tanda dan gejala klinik baik fokal maupun global yang berlangsung lebih dari 24 jam yang
dapat menimbulkan kematian atau kecacatan, dan disebabkan gangguan peredaran darah otak
non traumatik. Pada pasien Ny. EY keluhan lemah pada anggota gerak badan kiri sejak 2 hari
yang lalu terjadi tiba-tiba. Pasien menyangkal keluhan mual dan muntah, menyangkal
keluhan sakit kepala dan menyangkal keluhan penurunan kesadaran.Namun pasien
mengalami kejang pada hari ke 2 saat dirawat di rumah sakit, kejang kelojotan di seluruh
tubuh selama 2 menit. Saat kejang terjadi pasien tidak sadarkan diri dan mata mendelik ke
atas. Pada hari ke 3 rawat inap di rumah sakit pasien kembali mengalami kejang sebanyak 2
kali selama 5 menit namun hanya pada anggota gerak atas kiri dan pasien dalam keadaan
sadar. Sekitar 19 hari yang lalu pasien melahirkan anak pertamanya. Saat hamil, didapatkan
tekanan darah pasien tinggi ( 160/) dan protein urin +2. Namun pasien tidak mengalami
keluhan saat itu.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 105/ 72 mmHg, frekuensi nadi 86
kali/ menit, frekuensi pernapasan 22 kali/menit, dan suhu 36,5oC. Pada pemeriksaan
neurologis ditemukan pada saraf cranial N.VII terdapat plika nasolabialis yang miring kearah
kiri, kekuatan motorik anggota gerak atas dan bawah sebelah kiri memiliki nilai 3 sedangkan
sebelah kanan memiliki kekuatan motorik 5. Pada pemeriksaan Romberg juga ditemukan
pasien mengalami goyang minimal. Untuk pemeriksaan sensorik pasien memiliki hasil
normal.
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, disimpulkan diagnosis pada pasien ini
adalah stroke non-hemoragik. Berdasarkan perhitungan skor Siriraj didapatkan skor pasien
dibawah nilai 1 yang berarti stroke non hemoragik. Siriraj Stroke Score memiliki rumus (2,5
X Derajat Kesadaran) + (2 X muntah) + (2 X sakit kepala) + (0,1 X tekanan darah diastol)
(3 X ateroma) 12 jika diaplikasikan pada kasus Ny. EY didapatkan (2,5 x 0) + (2 x 0 ) + ( 2
x 0 ) + ( 0,1 x 72 ) ( 3 x 1 ) -12 dengan hasil -7,8. Berdasarkan tabel perbedaan gejala stroke
hemoragic dan stroke non hemoragic didapatkan gejala pada Ny. EY lebih sesuai dengan
stroke non hemoragic yang disebabkan aterotrombosis.

32
Gejala Klinis PIS PSA Trombosis Emboli
Umur >40 tahun 20-30 tahun 50-70 tahun Semua umur
Onset Perjalanan Aktivitas Aktivitas Bangun tidur Aktivitas
TTIK
Penurunan + +/- - Menurun
kesadaran
Sakit kepala +++ ++++ - -
Muntah +++ ++++ - -
Faktor resiko
Hipertensi + +/- + -
Hiperlipidemia - - ++ -
Kaku kuduk +/- +++ - -

33
Daftar Pustaka
1. Jusuf M. Stroke: aspek diagnostik, patofisiologi, manajemen. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI; 2000.
2. Setyopranoto I. Stroke: gejala dan penatalaksanaan. Continuing Medical Education.
Volume 38. Nomor 4. Edisi Juni. Jogjakarta: Balai Penerbit FK Universitas Gajah Mada;
2011.
3. Hassman KA. Stroke iskemik. [online]. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/793904-overview.
4. Valery F. Stroke: panduan bergambar tentang pencegahan dan pemulihan stroke. Jakarta:
PT. Bhuana Ilmu Populer; 2006.
5. Irlina L. Hubungan Periodontitis dengan penderita stroke di RSUP Kariadi Semarang.
Laporan penelitian. Semarang: FK UNDIP; 2012.
6. Mardjono M, Sidharta P. Neurologi klinis dan dasar; mekanisme gangguan vaskular
susunan saraf. Jakarta: Penerbit Dian Rakyat; 2004.
7. Ropper AH, Brown RH. Cerebrovasculer diseases in principles of neurology. Edition
8th. McGrow-Hill Proffesional. 2005
8. Stroke. Majalah Kedokteran Atma Jaya. Edisi September. Vol 1 Nomor 2. 2008
9. D
10. Simamora SK, Zanariah Z. Space Occupying Lession (SOL). Lampung: Jurnal Medula
Unila. Vol 7, No.1:68-9.
11. 1
12. Wahyudi, Kupiya Timbul.Tinjauan Pustaka: Vertigo. CDK-198/ vol. 39 no. 10, th. 2012

34

Anda mungkin juga menyukai