Disusun oleh:
dr. Indah P
Pembimbing:
dr. Myrna Ika Purnama, Sp. S
dr. Yohana Kartika Sari
RS TOELOENGREDJO
KABUPATEN KEDIRI
2024
BAB I
STATUS PASIEN
1. ANAMNESIS
1. Identitas
Nama : Nn. F
Usia : 18 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Ringin Sari, Kediri
No. RM : 244xxx
Tanggal Masuk RS : 25 Februari 2024
2. Data Dasar
a. Keluhan Utama
Kejang
d. Riwayat Kebiasaan
1) Nutrisi : Pasien makan nasi, lauk, dan sayur dengan porsi
cukup.
2) Merokok : disangkal
3) Alkohol : disangkal
4) Olahraga : jarang
2. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan Umum : Tampak sakit sedang, compos mentis, GCS E4V5M6
2. Tanda Vital
a. Tekanan darah : 94/65 mmHg
b. Frekuensi nadi : 80x/mnt
c. Frekuensi napas : 22x/menit
d. Suhu : 36.5°C
e. SpO2 : 98% room air
3. Berat badan : 50 kg
4. Kepala : mesocephal,
5. Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil
isokor +/+
6. Telinga : sekret (-/-), darah (-/-)
7. Hidung : NCH (-/-), sekret (-/-)
8. Mulut : mukosa bibir basah (+), sianosis (-), lidah deviasi
(-)
9. Leher : pembesaran KGB (-), kekakuan otot daerah leher (+)
10. Thoraks : simetris, bentuk normochest, retraksi (-)
11. Pulmo
a. Inspeksi : pengembangan dinding dada simetris, retraksi (-)
b. Palpasi : pengembangan dinding dada simetris
c. Perkusi : sonor/sonor
d. Auskultasi : SDV (+/+), wheezing (-/-), RBK (-/-), RBH (-/-)
12. Jantung
a. Inspeksi : iktus cordis tidak tampak
b. Palpasi : iktus cordis tidak kuat angkat
c. Perkusi : batas jantung kesan tidak melebar
d. Auskultasi : BJ I-II reguler, bising (-)
13. Abdomen
a. Inspeksi : dinding perut datar
b. Auskultasi : bising usus (+) normal
c. Perkusi : timpani
d. Palpasi : teraba supel (+), nyeri tekan (-)
14. Ekstremitas
Akral
hangat
+ +
+ +
Pitting edema
- -
- -
15. Status neurologis
a. Pemeriksaan rangsang meningeal
Kaku kuduk -
Laseque sign -
Brudzinski 1 -
Brudzinski 2 -
Brudzinski 3 -
Brudzinski 4 -
3. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium Darah 25 Februari 2024
Tabel 1.1 Hasil Laboratorium Darah 25 Februari 2024
Pemeriksaan Hasil Satuan Rujukan
Darah Lengkap
Leukosit 9.9 (H) ribu/µl 4-9
Eritrosit 4.61 juta/µl 3.76 - 5.70
Hemoglobin 12.7 g/dl 12 - 18
Hematokrit 38.2 % 33.5 – 52.0
Index Darah
MCV 82.9 % 80-100
MCH 27.5 (L) pg 28-32
MCHC 33.2 % 31-35
Trombosit 315 ribu/µl 150-360
RDW 14.2 % 11.6-14.5
PCT 0.18 % 11.3 - 14.6
MPV 5.6 (L) fL 7-11
PDW 17.4 (H) % 15-17
Hitung Jenis Leukosit
Neutrofil 68.6 % 42.5 - 71.0
Limfosit 18.4 % 17- 57
Monosit 10.5 (H) % 3.6 - 9.9
Eosinofil 0.9 % 0.7 - 5.4
Basofil 1.6 % 0-2
Elektrolit
Natrium 140 Mmol/L 136-145
Kalium 4.1 Mmol/L 3.5-5.1
Chlorida 96(L) Mmol/L 98-106
Calsium Ion 1.40(H) Mmol/L 1.17-1.29
Thoraks AP
Cor: besar dan bentuk normal
Pulmo : tak tampak infiltrat
Sinus frenicocostalis kanan kiri tajam
Trakea ditengah
Tulang dan Soft tissue tampak baik
Kesimpulan : cor dan pulmo tak tampak kelainan
4. DIAGNOSIS
- Diagnosis Klinis : Seizure, Paracervical muscle spasm, Cephalgia
- Diagnosis Topis : Hemisfer cerebri
- Diagnosis Etiologis : Epilepsi (focal to bilateral onset seizure)
5. TATALAKSANA – PLANNING
1. Tatalaksana IGD
a. Inf.NaCl 0.9% 14 tpm
b. Inj Valisanbe 1 amp (I.V bolus lambat) jika kejang
c. Inj. Antrain 3x1 gr (I.V)
d. Inj. Ranitidn 2x50mg (I.V)
2. Tatalaksana
a. Inf.NaCl 0.9% 14 tpm
b. Inj Valisanbe 1 amp (I.V bolus lambat) jika kejang
c. Inj. Antrain 3x1 gr (I.V)
d. Inj. Ranitidn 2x50mg (I.V)
e. Tizanidin 2x 2mg (P.O)
f. Vit B6 1x1 tab (P.O)
g. Asam Folat 1x 400 mcg (P.O)
h. Phenytoin 2x100mg (P.O)
i. Diet TKTP 1800kkal/hr
3. Planning
a. Pemeriksaan EEG
6. PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia ad
bonam Quo ad sanationam : dubia
ad bonam Quo ad fungsionam : dubia
ad bonam
7. EDUKASI
- Edukasi pasien dan keluarga tentang kondisi dan penyakit pasien
- Edukasi pasien dan keluarga tentang pemeriksaan penunjang yang akan
dilakukan, pengobatan yang diberikan, dan tujuan dari pengobatan
tersebut
- Edukasi pasien untuk istirahat, makan dan minum yang cukup, dan
mengelola stres
8. FOLLOW UP
S O A P
26 Februari 2024 (Masuk Bangsal)
Hari ini pasien mengeluhkan KU: cukup, CM Epilepsi (focal to
a. Inf.NaCl 0.9% 14 tpm
kepala pusing + leher kaku + TD: 95/65 mmHg bilateral onset
demam – mual – muntah - , HR: 80x/mnt seizure) b. Inj Valisanbe 1 amp
pasien kejang kembali setelah RR: 22 x/mnt Cephalgia (I.V bolus lambat) jika
dipindahkan ke bangsal. Nafsu Suhu: 36.5°C kejang
makan pasien baik. Pasien masih SpO2: 99% room air
dapat menahan keinginan BAK c. Inj. Antrain 3x1 gr
dan BAB seperti biasa. (I.V)
Kep: CA -/-, SI -/-, Otot
RPD : Kejang 2x 1 bulan yang sekitar Leher kencang (+) d. Inj. Ranitidn 2x50mg
lau Thx: SDV +/+, Rh -/-, Wh -/- (I.V)
Cor: S1-S2, m (-), g (-)
e. Tizanidin 2x 2mg
Abd: BU (+), timpani, supel, NT (-)
(P.O)
Eks: AH +/+/+/+, Edema -/-/-/-, CRT
<2", f. Vit B6 1x1 tab (P.O)
g. Asam Folat 1x 400
Status lokalis:
mcg (P.O)
motorik 5/5; 5/5 , refleks fisiologis
+2/+2, refleks babinsky (-/-), h. Phenytoin 2x100mg
normotonus/normotonus (P.O)
Kesan : i. Diet TKTP
Paracervical Muscle Spasm
1800kkal/hr
27 Februari 2024
Hari ini pasien mengeluhkan KU: cukup, CM Epilepsi (focal to
a. Analsik 3x1 (PO)
leher kaku, pusing berkurang TD: 95/65 mmHg bilateral onset
namun ngliyer jika diggunakan HR: 80x/mnt seizure) b. Vit B6 1x1 tab (P.O)
berjalan, demam –, mual –, RR: 22 Cephalgia
muntah - , pasien kejang kembali c. Asam Folat 1x 400 mcg
x/mnt
setelah dipindahkan ke bangsal. (P.O)
Suhu:
Nafsu makan pasien baik. Pasien 36.5°C d. Phenytoin 2x100mg
masih dapat menahan keinginan SpO2: 99% room air (P.O)
BAK dan BAB seperti biasa.
RPD : Kejang 2x 1 bulan yang e. Betahistin 3x6mg k/p
Kep: CA -/-, SI -/-, Otot
lau (P.O)
sekitar Leher kencang (+)
Thx: SDV +/+, Rh -/-, Wh f. Konsul Fisioterapi
-/- Cor: S1-S2, m (-), g (-)
g. Keluar Rumah Sakit
Abd: BU (+), timpani, supel, NT
(-) Eks: AH +/+/+/+, Edema -/-/-/-,
CRT
<2",
Status lokalis:
motorik 5/5; 5/5 , refleks fisiologis
+2/+2, refleks babinsky (-/-),
normotonus/normotonus
Kesan :
Paracervical Muscle Spasm
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Epilepsi adalah suatu keadaan yang ditandai oleh bangkitan (seizure) berulang sebagai
akibat dari adanya gangguan fungsi otak secara intermitten yang disebabkan oleh lepasnya
muatan listrik abnormal dan berlebihan dineuro-neuron secara paroksismal, didasari oleh
berbagai factor etiologi. Bangkitan epilepsy adalah manifestasi klinik dari bangkitan serupa
(stereotipik), berlangsung secara mendadak dan sementara dengan atau tanpa perubahan
kesadaran, disebabkan oleh hiperaktivitas listrik sekelompok sel saraf di otak, bukan
disebabkan oleh suatu penyakit otak akut.
Sindrom epilepsi adalah sekumpulan gejala dan tanda klinik epilepsi yang terjadi
secara bersama-sama yang berhubungan dengan etiologi, umur, onset, jenis bangkitan, factor
pencetus, dan kronisitas. Setelah masa neonatus, penyebab epilepsi mencakup berbagai
keadaan yang didapat, kongenital atau bawaan, diantaranya ada yang khas pada anak-anak dan
beberapa dapat timbul pertama kali pada berbagai usia. Sindroma epileptik yang spesifik pada
anak-anak sangatlah ditentukan oleh umur. Epilepsi yang disebabkan kelainan metabolik
herediter atau kelainan genetik biasanya dimulai pada masa kanak-kanak, epilepsi yang
disebabkan trauma lahir kadang-kadang timbul pertama kali pada masa dewasa walaupun hal
ini tidak biasa dan sebagian kecil kasus epilepsi umum primer dimulai pada usia dewasa.
Tumor otak tertentu biasanya terdapat pada anak-anak (misalnya meduloblastoma), lainnya
pada orang dewasa (meningioma) dan beberapa penyakit hanya terdapat pada usia lanjut
(misalnya demensia presenilis dan penyakit serebrovaskuler). Berbagai keadaan lain terjadi
pada anak-anak maupun orang dewasa misalnya trauma infeksi otak.
B. EPIDEMIOLOGI
Epilepsi merupakan salah satu kelainan otak yang serius dan umum
terjadi, sekitar lima puluh juta orang di seluruh dunia mengalami kelainan ini.
Angka epilepsi lebih tinggi di negara berkembang. Insiden epilepsi di negara
maju ditemukan sekitar 50/100.000, sementara di negara berkembang
mencapai 100/100.000.
1. kelainan yang terjadi selama perkembangan janin/kehamilan ibu, seperti ibu menelan
obat-obat tertentu yang dapat merusak otak janin, menglami infeksi, minum alcohol,
2. kelainan yang terjadi pada saat kelahiran, seperti kurang oksigen yang mengalir ke otak
4. tumor otak merupakan penyebab epilepsy yang tidak umum terutama pada anak-anak.
8. kecerendungan timbulnya epilepsy yang diturunkan. Hal ini disebabkan karena ambang
rangsang serangan yang lebih rendah dari normal diturunkan pada anak.
D. KLASIFIKASI
Klasifikasi epilepsi menurut International Leage Against Epilepsy (ILAE) 1981 :
E. PATOFISIOLOGI
Dasar serangan epilepsi ialah gangguan fungsi neuron-neuron otak dan tranmisi
pada sinaps. Ada 2 jenis neurotransmitter, yaitu neurotransmitter eksitasi yang
memudahkan depolarisasi atau lepas muatan listrik dan neurotransmitter inhibisi
(inhibitif terhadap penyaluran aktivitas listrik saraf dalam sinaps) yang menimbulkan
hiperpolarisasi sehingga sel nauron lebih stabil dan tidak mudah melepaskan listrik.
Diantara neurotransmitter-neurotransmitter eksitasi dapat disebut glutamate, aspartat,
norepilefrin dan asetilkolin. Sedangkan neurotransmitter inhibisi yang terkenal ialah
gamma amino butyric acid (GABA) dan glisin. Jika hasil pengaruh kedua jenis lepas
muatan listrik dan terjadi transmisi impuls atau rangsang. Dalam keadaan istirahat,
membran neuron mempunyai potensial listrik tertentu dan berada dalam keadaan
polarisasi. Aksi potensial akan mencetuskan depolarisasi membran neuron dan seluruh
sel akan melepas muatan listrik.
Oleh berbagai faktor, diantaranya keadaan patologik, dapat merubah atau
menggangu fungsi membran neuron sehingga memran mudah dilampaui oleh ion Ca dan
Na dari ruangan ekstra ke intraseluler. Influks Ca akan mencetuskan letupan depolarisasi
membran dan lepas muatan listrik berlebihan, tidak teratur dan terkendali. Lepas muatan
listrik demikian oleh sejumlah besar neuron secara sinkron merupakan dasar suatu
serangan epilepsi. Suatu sifat khas serangan epilepsi adalah bahwa beberapa saat
serangan berhenti akibat pengaruh proses inhibisi. Diduga inhibisi ini adalah pengaruh
neuron-neuron sekitar sarang epileptic. Selain itu juga sistem-sistem inhibisi pra dan
pasca sinapik yang menjamin agar neuron-neuron tidak terus menerus berlepas muatan
memegang peranan. Keadan lain yang dapat menyebabkan suatu serangan epilepsi
terhenti ialah kelelahan neuron-neuron akibat habisnya zat-zat yang penting untuk fungsi
otak.
F. DIAGNOSIS EPILEPSI
4. Lobus temporalis Halusinasi gambaran dan perilaku repetitif yang kompleks misalnya berjalan
berputar-putar
tidak menyenangkan
G. TATALAKSANA
Tujuan terapi epilepsi adalah :
Obat Anti Epilepsi (OAE) mulai diberikan bila diagnosis apilepsi sudah dipastikan,
terdapat minimal 2 kali bangkita dalam setahun, pasien dan keluarga telah mengetahui
tujuan pengobatan dan kemungkinan efek sampingnya.
Strategi pengobatan. Dimulai dengan monoterapi OAE lini pertama sesuai dosis,
kemudian ditingkatkan dosisnya sampai bangkitan teratasi/ didapat hasil yang optimal dan
konsentrasi plasma OAE pada kadar yang maksimal. Jika bangkitan masih tidak teratasi,
secara bertahap ganti ke OAE lini kedua sebelum pemberian politerapi.
Konseling. Beritahukan kepada keluarga dan pasien bahwa penggunaan OAE jangka lama
tidak akan menimbulkan perlambatan mental permanen dan pencegahan kejang untuk 1-2
tahun dapat menurunkan kemungkinan bangkitan berulang..
Penanganan jangka panjang. Teruskan pengobatan OAE sampai pasien bebas bangkitan
sekurang-kurangnya 1-2 tahun.
Pasien dengan bangkitan tunggal direkomendasikan untuk memulai terapi bila
kemungkinan kekambuhan tinggi, yaitu bila : dijumpai fokus epilepsi yang jelas pada EEG,
terdapat riwayat epilepsi saudara sekandung, riwayat trauma kepala disertai penurunan
kesadaran.
Jika sudah jelas diagnosis epilepsi obat anti epilepsi (OAE) dapat diberikan sesuai jenis
dan klasifikasi epilepsi. Sesuai kesepakatan dokter neurologi anak IDAI terapi dimulai jika
interval antara 2 episode kejang kurang dari 6 bulan. Prinsip pengobatan epilepsi adalah
monoterapi dengan dosis yang bisa memberantas kejang. Mulai dengan dosis kecil terlebih
dahulu, naikkan secara bertahap jika masih terdapat kejang. Obat anti epilepsi dapat dinaikkan
sampai dosis maksimal, jika dengan dosis 2 OAE kejang sudah terkontrol OAE pertama dapat
dicoba diturunkan secara bertahap. Jika dengan monoterapi kedua kejang kembali ada maka
tetap diberikan politerapi dengan 2 OAE. Lama pemberian OAE sampai 2 tahun bebas kejang,
EEG ulang dilakukan untuk evaluasi jika hasil EEG normal OAE dapat diturunkan bertahap
selama 3-4 bulan. Jika EEG abnormal, OAE dianjurkan sampai 3 tahun bebas kejang, setelah
itu dilakukan evaluasi EEG ulang.
Selama pengobatan jika masih ada kejang, sebelum menaikkan dosis OAE atau menambah
OAE dinilai dahulu kepatuhan minum obat, adakah faktor pencetus kejang.
mempengaruhi sistem inhibisi yang melibatkan GABA dalam mekanisme kerja berbagai
antiepilepsi. Obat antiepilepsi terbagi dalam delapan golongan. Empat golongan antiepilepsi
mempunyai rumus dengan inti berbentuk cincin yang mirip satu sama lain yaitu golongan
asam valproat memegang peran penting dalam pengobatan epilepsi, karbamazepin untuk
bangkitan parsial sederhana maupun kompleks, sedangkan asam valproat terutama untuk
bangkitan lena maupun bangkitan kombinasi lena dengan bangkitan tonik klonik.
1. Hidantoin
obat pilihan pertama untuk kejang umum, kejang tonik-klonik, dan pencegahan kejang
pada pasien trauma kepala/bedah saraf. Fenitoin memiliki range terapetik sempit sehingga
pada beberapa pasien dibutuhkan pengukuran kadar obat dalam darah. Mekanisme aksi
fenitoin adalah dengan menghambat kanal sodium (Na +) yang mengakibatkan influk
(pemasukan) ion Na+ kedalam membran sel berkurang dan menghambat terjadinya potensial
aksi oleh depolarisasi terus-menerus pada neuron. Dosis awal penggunaan fenitoin 5
mg/kg/hari dan dosis pemeliharaan 20 mg/kg/hari tiap 6 jam. Efek samping yang sering
terjadi pada penggunaan fenitoin adalah depresi pada SSP, sehingga mengakibatkan lemah,
dan nystagmus.Salah satu efek samping kronis yang mungkin terjadi adalahgingival
hyperplasia (pembesaran pada gusi). Menjaga kebersihan rongga mulut dapat mengurangi
2. Barbiturat
Fenobarbital merupakan obat yang efektif untuk kejang parsial dan kejang tonik-klonik.
Efikasi, toksisitas yang rendah, serta harga yang murah menjadikan fenobarbital obat yang
penting utnuk tipe-tipe epilepsi ini. Namun, efek sedasinya serta kecenderungannya
obat utama. Aksi utama fenobarbital terletak pada kemampuannya untuk menurunkan
konduktan Na dan K. Fenobarbital menurunkan influks kalsium dan mempunyai efek langsung
terhadap reseptor GABA (16) (aktivasi reseptor barbiturat akan meningkatkan durasi
pembukaan reseptor GABAA dan meningkatkan konduktan post-sinap klorida). Selain itu,
inhibition. Dosis awal penggunaan fenobarbital 1-3 mg/kg/hari dan dosis pemeliharaan 10-20
mg/kg 1kali sehari. Efek samping SSP merupakan hal yang umum terjadi pada penggunaan
fenobarbital. Efek samping lain yang mungkin terjadi adalah kelelahan, mengantuk, sedasi,
3. Deoksibarbiturat
Primidon digunakan untuk terapi kejang parsial dan kejang tonik-klonik. Primidon
mempunyai efek penurunan pada neuron eksitatori. Efek anti kejang primidon hampir sama
dengan fenobarbital, namun kurang poten. Didalam tubuh primidon dirubah menjadi metabolit
aktif yaitu fenobarbital dan feniletilmalonamid (PEMA). PEMA dapat meningkatkan aktifitas
fenobarbotal. Dosis primidon 100-125 mg 3 kali sehari. Efek samping yang sering terjadi
4. Iminostilben
digunakan sebagai pilihan pertama pada terapi kejang parsial dan tonik-klonik. Karbamazepin
menghambat kanal Na+, yang mengakibatkan influk (pemasukan) ion Na + kedalam membran
sel berkurang dan menghambat terjadinya potensial aksi oleh depolarisasi terus-menerus pada
neuron. Dosis pada anak dengan usia kurang dari 6 tahun 10-20 mg/kg 3 kali sehari, anak usia
6-12 tahun dosis awal 200 mg 2 kali sehari dan dosis pemeliharaan 400-800 mg. Sedangkan
pada anak usia lebih dari 12 tahun dan dewasa 400 mg 2 kali sehari. Efek samping yang
berganda), pusing, lemah, mengantuk, mual, goyah (tidak dapat berdiri tegak)
dan Hyponatremia. Resiko terjadinya efek samping tersebut akan meningkat seiring dengan
peningkatan usia.
5. Suksimid
Etosuksimid digunakan pada terapi kejang absens. Kanal kalsium merupakan target dari
berperan dalam pembentukan ritme sentakan yang diperantarai oleh ion Ca 2+ tipe T pada
kejang absens, sehingga penghambatan pada kanal tersebut akan mengurangi sentakan pada
kejang absens. Dosis etosuksimid pada anak usia 3-6 tahun 250 mg/hari untuk dosis awal dan
20 mg/kg/hari untuk dosis pemeliharaan. Sedangkan dosis pada anak dengan usia lebih dari 6
tahun dan dewasa 500 mg/hari. Efek samping penggunaan etosuksimid adalah mual dan
muntah, efek samping penggunaan etosuksimid yang lain adalah ketidakseimbangan tubuh,
mengantuk, gangguan pencernaan, goyah (tidak dapat berdiri tegak), pusing dan cegukan.
6. Asam valpoat
Asam valproat merupakan pilihan pertama untuk terapi kejang parsial, kejang absens,
kejang mioklonik, dan kejang tonik-klonik. Asam valproat dapat meningkatkan GABA dengan
menghambat degradasi nya atau mengaktivasi sintesis GABA. Asam valproat juga berpotensi
terhadap respon GABA post sinaptik yang langsung menstabilkan membran serta
mempengaruhi kanal kalium. Dosis penggunaan asam valproat 10-15 mg/kg/hari. Efek
samping yang sering terjadi adalah gangguan pencernaan (>20%), termasuk mual,
muntah,anorexia, dan peningkatan berat badan. Efek samping lain yang mungkin ditimbulkan
adalah pusing, gangguan keseimbangan tubuh, tremor, dan kebotakan. Asam valproat
mempunyai efek gangguan kognitif yang ringan. Efek samping yang berat dari penggunaan
dengan peningkatan kadar amonia dalam darah) umumnya terjadi 50%, tetapi tidak sampai
Interaksi valproat dengan obat antiepilepsi lain merupakan salah satu masalah terkait
penggunaannya pada pasien epilepsi. Penggunaan fenitoin dan valproat secara bersamaan
dapat meningkatkan kadar fenobarbital dan dapat memperparah efek sedasi yang dihasilkan.
Valproat sendiri juga dapat menghambat metabolisme lamotrigin, fenitoin, dan karbamazepin.
Obat yang dapat menginduksi enzim dapat meningkatkan metabolisme valproat. Hampir 1/3
pasien mengalami efek samping obat walaupun hanya kurang dari 5% saja yang menghentikan
7. Benzodiazepine
reseptor GABAA. Dosis benzodiazepin untuk anak usia 2-5 tahun 0,5 mg/kg, anak usia 6-11
tahun 0,3 mg/kg, anak usia 12 tahun atau lebih 0,2 mg/kg, dan dewasa 4-40 mg/hari. Efek
samping yang mungkin terjadi pada penggunaan benzodiazepin adalah cemas, kehilangan
a. Gabapeptin
Gabapentin merupakan obat pilihan kedua untuk penanganan parsial epilepsi walaupun
kegunaan utamanya adalah untuk pengobatan nyeri neuropati. Uji double-blind dengan kontrol
plasebo pada penderita seizure parsial yang sulit diobati menunjukkan bahwa penambahan
gabapentin pada obat antiseizure lain leibh unggul dari pada plasebo. Penurunan nilai median
seizure yang diinduksi oleh gabapentin sekitar 27% dibandingkan dengan 12% pada plasebo.
Gabapentin mengikat protein pada membran korteks saluran Ca 2+ tipe L. Namun gabapentin
tidak mempengaruhi arus Ca2+ pada saluran Ca2+ tipe T, N, atau L. Gabapentin tidak selalu
mengurangi perangsangan potensial aksi berulang terus-menerus. Dosis gabapentin untuk anak
usia 3-4 tahun 40 mg/kg 3 kali sehari, anak usia 5-12 tahun 25-35 mg/kg 3 kali sehari, anak
usia 12 tahun atau lebih dan dewasa 300 mg 3 kali sehari. Efek samping yang sering
dilaporkan adalah pusing, kelelahan, mengantuk, dan ketidakseimbangan tubuh. Perilaku yang
agresif umumnya terjadi pada anak-anak. Beberapa pasien yang menggunakan gabapentin
b. Lamotrigin
Lamotrigin merupakan obat antiepilepsi generasi baru dengan spektrum luas yang
memiliki efikasi pada parsial dan epilepsi umum. Lamotrigin tidak menginduksi atau
menghambat metabolisme obat anti epilepsi lain. Mekanisme aksi utama lamotrigin adalah
blokade kanal Na, menghambat aktivasi arus Ca 2+ serta memblok pelepasan eksitasi
neurotransmiter asam amino seperti glutamat dan aspartat. Dosis lamotrigin 25-50 mg/hari.
Penggunaan lamotrigin umumnya dapat ditoleransi pada pasien anak, dewasa, maupun pada
pasien geriatri. Efek samping yang sering dilaporkan adalah gangguan penglihatan
(penglihatan berganda), sakit kepala, pusing, dan goyah (tidak dapat berdiri tegak). Lamotrigin
dapat menyebabkan kemerahan kulit terutama pada penggunaan awal terapi 3-4
c. Levitirasetam
Penghentian OAE dapat didiskusikan dengan pasien atau keluarganya setelah 2 tahun
bebas serangan.
Harus dilakukan secara bertahap, pada umumnya 25% dari dosis semula, setiap bulan
dalam jangka waktu 3-6 bulan.
Bila digunakan lebih dari 1 OAE, maka penghentian dimulai dari 1 OAE yang bukan
utama.
Pilihan OAE pertama
Medikamentosa
Jika pasien datang dalam keadaan kejang, penghentian kejang harus segera dilakukan tanpa
menunggu anamnesis dan pemeriksaan fisis lengkap
Evaluasi tanda vital serta penilaian airway, breathing, circulation (ABC) harus
dilakukan seiring dengan pemberian obat anti-konvulsan. Pemilihan jenis obat serta dosis anti-
konvulsan pada tata laksana SE sangat bervariasi antar institusi. Berikut ini adalah algoritma
tata laksana kejang akut dan status epileptikus berdasarkan Konsensus UKK Neurologi Ikatan
Dokter Anak Indonesia.
Keterangan:
Diazepam IV: 0,2 - 0,5 mg/kg IV (maksimum 10 mg) dalam spuit, kecepatan 2 mg/menit.
Bila kejang berhenti sebelum obat habis, tidak perlu dihabiskan.
Fenobarbital: pemberian boleh diencerkan dengan NaCl 0,9% 1:1 dengan kecepatan yang
sama
Midazolam buccal: dapat menggunakan midazolam sediaan IV/IM, ambil sesuai dosis yang
diperlukan dengan menggunakan spuit 1 cc yang telah dibuang jarumnya, dan teteskan pada
buccal kanan, selama 1 menit. Dosis midazolam buccal berdasarkan kelompok usia;
• 5 mg (usia 1 – 5 tahun)
• 10 mg (usia ≥ 10 tahun)
Tapering off midazolam infus kontinyu: Bila bebas kejang selama 24 jam setelah pemberian
midazolam, maka pemberian midazolam dapat diturunkan secara bertahap dengan kecepatan
0,1 mg/jam dan dapat dihentikan setelah 48 jam bebas kejang.
Bila diagnosis epilepsi telah ditegakkan, ditentukan regimen terapi antikonvulsan sesuai
jenis epilepsi. Terapi antikonvulsan diberikan sampai pasien bebas kejang selama 2 tahun.
Edukasi
Edukasi mengenai penyakit dan pengobatannya, termasuk kepatuhan minum obat dan efek
samping obat.
Edukasi mengenai fungsi dalam kehidupan sehari-hari :
Pasien dapat beraktivitas normal seperti anak-anak lain seusianya, termasuk
berolahraga
Pada aktivitas fisik tertentu, seperti berenang sebaiknya pasien ditemani orang lain.
Aktivitas fisik yang ekstrem, kurang tidur, stress psikis sebaiknya dihindari.
Pemantauan
Pemantauan dilakukan untuk mengetahui kepatuhan minum obat, respon terhadap obat dan
timbulnya efek samping obat (bila perlu dilakukan pemeriksaan darah tepi dan fungsi hati)
juga perlu dilakukan evaluasi neurologik ulang secara berkala.
F. PROGNOSIS