Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN KASUS

STROKE HEMORAGIK

Pembimbing :
dr. Perwitasari Bustomi, Sp.S

dr. Eny Waeningsih, Sp.S, M.Kes

Disusun oleh :
Fiqa Tinfitriya Alkasie
1102015080

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI


KEPANITERAAN DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT SYARAF
RSUD DR DRADJAT PRAWIRANEGARA
APRIL 2019

1
LAPORAN PRESENTASI KASUS

1.1 Identitas Pasien


 Nama : Tn.A
 Jenis Kelamin : Laki-laki
 Usia : 56 tahun
 Pekerjaan : Wiraswasta
 Agama : Islam
 Alamat : Lopang Cilik
 Tanggal Masuk RS : 11 April 2019
 Tanggal Pemeriksaan : 17 April 2019

1.2 Anamnesis
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis dan alloanamnesis dengan keluarga pasien
pada tanggal 17 April 2019 pukul 15.00 WIB
 Keluhan Utama
Lemah anggota gerak sisi sebelah kanan
 Keluhan Tambahan
- Nyeri kepala
- Mual dan muntah
- Kesulitan berbicara
 Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang diantar keluarga ke Instalansi Gawat Darurat RS. dr. Dradjat
Prawiranegara Serang dengan keluhan lemah anggota gerak sisi sebelah kanan dan sulit
berbiacara sejak 3 jam SMRS. Keluhan tersebut timbul secara mendadak dan timbul
saat pasien sedang beraktivitas. Keluarga pasien mengatakan keluhan tersebut disertai
dengan nyeri kepala, mual dan muntah sejak 1 hari SMRS. Pasien mengatakan jika kaki
dan tangan sisi sebelah kanan hanya dapat digeser sedikit. Penderita memiliki riwayat
darah tinggi sejak ± 5 tahun yang lalu dan penderita tidak mau berobat.
 Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat hipertensi lebih dari 5 tahun dan tidak mau berobat
 Riwayat Penyakit Keluarga
Ayah pasien memiliki riwayat hipertensi

1.3 Pemeriksaan Fisik


Pemeriksaan dilakukan tanggal 17/04/2019 ( Perawatan hari ke 6)
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Composmentis
Tanda Vital
- Tekanan darah : 170/110 mmHg
- Nadi : 88 x/menit

2
- Pernapasan : 20 x/menit
- Suhu : 36,4° C
Status Generalis
Kepala : Normocephal
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-), Refleks cahaya (+/+),
Pupil isokor
THT : Pembesaran KGB pre/retroauricular (-/-)
Leher : Pembesaran KGB (-), pembesaran tiroid (-), tidak ada peningkatan
JVP
Thorax
Jantung : Inspeksi : Iktus cordis tidak terlihat, sikatrik (-)
Palpasi : Iktus cordis teraba
Perkusi :Batas jantung kanan pada ICS V linea parasternalis
dextra, batas jantung kiri pada ICS VI linea axillaris
sinistra, batas pinggang jantung pada ICS III linea
sternalis sinistra.
Kesan: batas jantung melebar
Auskultasi : Bunyi jantung I dan II regular, murmur (-), gallop (-)
Paru : Inspeksi : Gerakan dada simetris kanan dan kiri
Palpasi : Fremitus taktil (+/+), fremitus vokal (+/+)
Perkusi : Sonor pada kedua lapang perifer paru kanan kiri
Auskultas : Suara napas vesikuler (+/+), ronkhi basah kasar (-/-),
wheezing (-)
Abdomen : Inspeksi : Datar
Auskultasi : Bising usus (+) di seluruh kuadran abdomen
Perkusi : Timpani pada seluruh kuadran abdomen, batas atas
hepar setinggi ICS VI linea midklavikula kanan,
batas bawah hepar 7 cm ke arah kaudal dari batas
atas hepar, shifting dullness (-)
Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), batas hepar normal, massa (-)
Ekstremitas : akral hangat, udem kaki (-/-)

Status Neurologis
(Pemeriksaaan dilakukan di hari ke-6 pasien dirawat)
 GCS : E4M6V5  15 (Composmentis)
 Pupil
Dextra Sinistra
Bentuk Bulat Bulat
Diameter 2 mm 2 mm
Refleks cahaya langsung + +
Refleks cahaya tidak langsung + +

3
 Tanda Rangsang Meningeal
Dextra Sinistra
Kaku kuduk -
Brudzinski I - -
Laseque >70° >70°
Kernig ˃ 135° ˃ 135°
Brudzinski II - -
Brudzinski III - -
Brudzinski IV - -

 Pemeriksaan Saraf Kranial


Dextra Sinistra
N.I Baik Baik
N. II
Visus Baik Baik
Lapang Pandang Baik Baik
Warna Baik Baik
Funduskopi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
N.III. IV dan VI
M. Rektus Medius Baik Baik
M. Rektus Inferior Baik Baik
M. Rektus Superior Baik Baik
M. Rectus Lateralis Baik Baik
M. Obliqus Inferior Baik Baik
M. Obliqus Superior Baik Baik
M. Levator Palpebra Baik Baik
N. V
Sensorik Refleks Kornea + Refleks Kornea +
V1 Sensasi raba Sensasi raba
V2 V1, V2 & V3 V1, V2 & V3
V3 menurun Baik
Motorik - Baik
N. VII
Sensorik
Pengecapan (2/3 anterior + +
lidah)
Motorik:
Mengerutkan dahi + +
Mengangkat alis + +
Menutup mata + +
Lipatan nasolabial Mendatar +
Sudut mulut Turun +

4
Parese N.VII Dextra Central
N. VIII
Vestibularis Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Cochlearis
Menggesekan jari Baik Baik
Garpu tala
Rinne + +
Webber Tidak ada lateralisasi Tidak ada lateralisasi
Swabach Sama dengan Sama dengan
pemeriksa pemeriksa
N. IX & N. X
Arkus Faring Simetris
Refleks muntah + +
Pengecapan (1/3 posterior + +
lidah)
N. XI
M. Tidak dilakukan
Sternocleidomastoideus
M. Trapezius Tidak dilakukan
N. XII
Tremor lidah -
Atrofi lidah -
Deviasi lidah Deviasi ke kanan
Fasikulasi -

 Motorik
Dextra Sinistra
Kekuatan
Ekstremitas atas 2 5
Ekstremitas bawah 2 5
Tonus
Ekstremitas atas Meningkat Normal
Ekstremitas bawah Meningkat Normal
Trofi
Ekstremitas atas Normal Normal
Ekstremitas bawah Normal Normal
Refleks

5
Fisiologis
Biseps +++ ++
Triseps +++ ++
Patella +++ ++
Achilles +++ ++

Patologis
Hoffmann- Tromner - -
Babinski - -
Babinski Group
Oppenheim - -
Gordon - -
Chaddock - -
Gonda - -
Schaeffer - -
Rosolimo - -
Mendel Becthrew - -

0 = Sama sekali tidak dapat bergerak


1 = Hanya mengahasilkan sedikit sekali gerakan
2 = Tidak dapat melawan gaya berat ekstremitas hanya bisa digeser
3 = Masih dapat melawan gaya berat
4 = Dapat melawan tahanan
5 = Normal

 Sensorik
Dextra Sinistra
Raba halus
Ekstremitas atas Menurun Baik
Ekstremitas bawah Menurun Baik
Nyeri
Ekstremitas atas Menurun Baik
Ekstremitas bawah Menurun Baik
Suhu
Ekstremitas atas Menurun Baik
Ekstremitas bawah Menurun Baik
Getar
Ekstremitas atas Menurun Baik

Ekstremitas bawah Menurun Baik

 Koordinasi, gait, dan keseimbangan  tidak dilakukan

6
Cara berjalan :
Tes Romberg :
Disdiadokinesis :
Ataksia :
Rebound phenomenon :
Dismetri :
 Gerak abnormal
Gerak abnormal Dextra Sinistra

Tremor - -
Athetose - -
Mioklonik - -
Chorea - -

 Otonom
- Alvi : Baik
- Uri : Baik
- Hidrosis : Baik
 Pemeriksaan Siriraj Stroke Score
No Gejala / Tanda Penilaian Indek Skor
1. Kesadaran (0) Kompos mentis X 2,5 1
(1) Mengantuk
(2) Semi koma/koma
2. Muntah (0) Tidak X 2 +2
(1) Ya
3. Nyeri Kepala (0) Tidak X 2 +2
(1) Ya
4. Tekanan Darah Diastolik X 10 +11
%
5. Ateroma (0) Tidak X (- -0
(1) Ya 3)
a. DM
b. Angina pektoris
c. Hiperkolesterolemia
Klaudikasio Intermiten
6. Konstanta - 12 -12
HASIL SSS +1
Interpretasi : 1. SSS > 1 = Stroke hemoragik
2. SSS < -1 = Stroke non-hemoragik
Total : +3 → klinis Stroke hemoragik

1.4 Pemeriksaan Penunjang


 Pemeriksaan laboraturium

7
- Darah Lengkap : Hemoglobin, leukosit, hematokrit, trombosit 

- Gula Darah : GDP dan G2PP 

- Elektrolit : Na, K, Cl 

- Profil Lipid : kolesterol total, trigliseride, HDL, LDL 

- Faal Ginjal : Ureum, Kreatinin, asam urat 

 CT-Scan kepala tanpa kontras
 Foto thoraks
 EKG
1.5 Diagnosis
 Diagnosis Klinis : Hemiparesis dextra + Parese N.VII dan N.XII dextra
Central + Hipertensi grade II
 Diagnosis Topis : Arteri carotis sinistra
 Diagnosis Etiologi : Stroke Hemoragik

1.6 Tatalaksana
Medikamentosa
 Stabilisasi jalan napas dan pernapasan
 Posisikan pasien dengan posisi kepala ditinggikan 30o
 Pasang infus NaCl 0,9 % pada sisi kiri
 Pemberian neuroprotektor citicholin 2x1 gr IV
 Pemberian diuretic osmosis Mannitol 4 x 125cc
 Pemberian Vit. K 3 x 10mg IV
 Pemberian Asam Traneksamat 4 x 500 mg IV
 Pemberian antiemetic Ondancentron 3 x 8mg IV
 Pemberian antihipertensi Amlodipin 1 x 10mg
 Pemberian analgetik Coditam 3 x 1
 Pemberian obat pencahar Laxadin Syrup 3 x 1
 Pemasangan NGT
 Pemasangan Kateter Urin
Non Medikamentosa
 Fisioterapi pasif

1.7 Prognosis
 Quo ad vitam : dubia ad bonam
 Quo ad fungsionam : dubia ad malam

8
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Stroke dan Stroke Hemoragik


Stroke adalah gangguan fungsi otak yang timbulnya mendadak, berlangsung selama 24
jam atau lebih, akibat gangguan peredaran darah di otak. Istilah stroke atau penyakit
serebrovaskuler mengacu kepada setiap gangguan neurologik mendadak akibat
pembatasan atau terhentinya aliran darah melalui sistem suplai arteri otak.1

2.2 Epidemiologi Stroke dan Stroke Hemoragik


Stroke adalah penyakit neurologi yang paling mengancam kehidupan dan merupakan
penyebab kematian nomor 3 di Amerika Serikat setelah penyakit jantung dan kanker.
Diperkirakan, insiden stroke di Amerika Serikat lebih dari 700.000 tiap tahun dan
meninggal lebih dari 160.000 tiap tahunnya.2
Dasar (Riskesdas) tahun 2018, prevalensi stroke di Indonesia ditemukan sebesar 10,9
per 1000 penduduk, dan yang telah didiagnosis oleh dokter adalah 6 per 1000 penduduk.
Di Indonesia proporsi kontrol ulang stroke secara rutin pada penderita stroke tahun 2018
sebanyak 39,4% yang rutin kontrol, 38,7% yang jarang kontrol, dan 21,9% tidak kontrol
dengan rutin .3

2.3 Etiologi Stroke Hemoragik


Perdarahan intraserebral dapat disebabkan oleh Qureshi, 2001:4
1. Hipertensi: pecahnya arteriola kecil dikarenakan oleh perubahan degeneratif akibat
hipertensi yang tidak terkontrol.
2. Amyloid Angiopathy : pecahnya arteri ukuran kecil dan menengah, dengan deposisi
protein β-amyloid
3. Arteriovenous Malformation : pecahnya pembuluh darah abnormal yang
menghubungkan arteri dan vena.
4. Aneurisma intracranial: pecahnya pelebaran sakular dari arteri ukuran medium,
biasanya berhubungan dengan perdarahan subarachnoid.
5. Angioma Kavernosum : pecahnya pembuluh darah kapiler abnormal yang dikelilingi
oleh jaringan ikat.
6. Venous Angioma : pecahnya pelebaran venula abnormal.
7. Dural venous sinus thrombosis: perdarahan diakibatkan oleh infark venosus
hemorhagik.
8. Neoplasma intracranial : akibat nekrosis dan perdarahan oleh jaringan neoplasma
yang hipervaskular.
9. Koagulopathy : paling banyak disebabkan oleh penggunaan antikoagulan dan agen
trombolitik
10. Penggunaan kokain dan alcohol : perdarahan terjadi jika memang sudah terdapat
abnormalitas vascular yang mendasari.

2.4 Faktor Resiko Stroke Hemoragik


Risiko terjadinya stroke meningkat seiring dengan berat dan banyaknya faktor

9
risiko. Faktor risiko yang dapat dimodifikasi pada penyakit stroke diantaranya adalah
riwayat stroke, hipertensi, penyakit jantung, diabetes melitus, penyakit karotis
asimptomatis, transient ischemic attack, hiperkolesterolemia, penggunaan kontrasepsi oral,
obesitas, merokok, alkoholik, penggunaan narkotik, hiperhomosisteinemia, antibodi
antifosfolipid, hiperurisemia, peninggian hematokrit, dan peningkatan kadar fibrinogen,
sedangkan faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi yaitu umur, jenis kelamin, herediter,
dan ras/etnis.2
Umur dan jenis kelamin merupakan dua di antara faktor risiko stroke yang tidak
dapat dimodifikasi. Stroke dapat menyerang semua umur, tetapi lebih sering dijumpai
pada populasi usia tua. Setelah berumur 55 tahun, Risikonya berlipat ganda setiap kurun
waktu sepuluh tahun. American Heart Association meng-ungkapkan bahwa serangan
stroke lebih banyak terjadi pada laki-laki dibandingkan perempuan dibuktikan dengan
hasil penelitian yang menunjukkan bahwa prevalensi kejadian stroke lebih banyak pada
laki-laki.2
Salah satu faktor risiko yang penting untuk terjadinya stroke adalah hipertensi.
Hasil penelitian Ramadhanis (2012) menyatakan bahwa pasien hipertensi mempunyai
peluang sebesar 4,117 kali menderita stroke dibandingkan pasien non hipertensi.5

2.5 Patogenesis Stroke Hemoragik


 Perdarahan Intraserebral
Perdarahan intraserebral paling sering terjadi ketika tekanan darah tinggi kronis
melemahkan arteri kecil, dan menyebabkannya robek. Pada beberapa orang tua, sebuah
protein abnormal yang disebut amiloid terakumulasi di arteri otak. Akumulasi ini (disebut
angiopati amiloid) melemahkan arteri dan dapat menyebabkan perdarahan. Penyebab lainnya
adalah kelainan pembuluh darah saat lahir, luka, tumor, peradangan pembuluh darah
(vaskulitis), gangguan perdarahan, dan penggunaan antikoagulan dalam dosis yang terlalu
tinggi. Pendarahan gangguan dan penggunaan antikoagulan meningkatkan resiko kematian
dari perdarahan intraserebral.6
 Perdarahan Subaraknoid
Perdarahan subaraknoid biasanya hasil dari cedera kepala. Namun, perdarahan karena
cedera kepala menyebabkan gejala yang berbeda dan tidak dianggap sebagai stroke.
Perdarahan subaraknoid dianggap stroke hanya jika terjadi secara spontan yaitu, ketika
perdarahan tidak hasil dari kekuatan-kekuatan eksternal, seperti kecelakaan atau jatuh.
Sebuah perdarahan spontan biasanya hasil dari pecahnya aneurisma mendadak di sebuah
arteri otak, yaitu pada bagian aneurisma yang menonjol di daerah yang lemah dari dinding
arteri itu. Aneurisma biasanya terjadi di percabangan arteri. Aneurisma dapat muncul pada
saat kelahiran (bawaan), atau dapat berkembang kemudian, yaitu setelah bertahun-tahun
dimana tekanan darah tinggi melemahkan dinding arteri. Kebanyakan perdarahan
subaraknoid adalah hasil dari aneurisma kongenital.7
Mekanisme lainnya adalah perdarahan subaraknoid adalah dari pecahnya koneksi
abnormal antara arteri dan vena (malformasi arteri) di dalam atau di sekitar otak. Sebuah
malformasi arteri dapat muncul pada saat kelahiran. Jarang sekali suatu bentuk bekuan darah
pada katup jantung yang terinfeksi, perjalanan (menjadi emboli) ke arteri yang memasok

10
otak, dan menyebabkan arteri menjadi meradang. arteri kemudian dapat melemah dan
pecah.6

2.6 Gejala Klinis Stroke Hemoragik


Gejala klinis stroke ada berbagai macam, diantaranya adalah ditemukan perdarahan
intraserebral (ICH) yang dapat dibedakan secara klinis dari stroke iskemik, hipertensi
biasanya ditemukan, tingkat kesadaran yang berubah atau koma lebih umum pada stroke
hemoragik dibandingkan dengan stroke iskemik. Seringkali, hal ini disebabkan peningkatan
tekanan intrakranial. Meningismus dapat terjadi akibat adanya darah dalam ventrikel.8
Defisit neurologis fokal. Jenis defisit tergantung pada area otak yang terlibat. Jika
belahan dominan (biasanya kiri) terlibat, suatu sindrom yang terdiri dari hemiparesis kanan,
kerugian hemisensory kanan, meninggalkan tatapan preferensi, bidang visual kana terpotong,
dan aphasia mungkin terjadi. Jika belahan nondominant (biasanya kanan) terlibat, sebuah
sindrom hemiparesis kiri, kerugian hemisensory kiri, preferensi tatapan ke kanan, dan
memotong bidang visual kiri. Sindrom belahan nondominant juga dapat mengakibatkan
pengabaian dan kekurangan perhatian pada sisi kiri.8
Jika cerebellum yang terlibat, pasien beresiko tinggi untuk herniasi dan kompresi
batang otak. Herniasi bisa menyebabkan penurunan cepat dalam tingkat kesadaran, apnea,
dan kematian. Tanda-tanda lain dari keterlibatan cerebellar atau batang otak antara lain:
ekstremitas ataksia, vertigo atau tinnitus, mual dan muntah, hemiparesis atau quadriparesis,
hemisensori atau kehilangan sensori dari semua empat anggota, gerakan mata yang
mengakibatkan kelainan diplopia atau nistagmus, kelemahan orofaringeal atau disfagia,
wajah ipsilateral dan kontralateral tubuh.8
 Perdarahan Intraserebral
Sebuah perdarahan intraserebral dimulai tiba-tiba. Di sekitar setengah dari jumlah penderita,
serangan dimulai dengan sakit kepala parah, sering selama aktivitas. Namun, pada orang tua,
sakit kepala mungkin ringan atau tidak ada. Gejala disfungsi otak menggambarkan
perkembangan yang terus memburuk sebagai perdarahan. Beberapa gejala, seperti
kelemahan, kelumpuhan, hilangnya sensasi, dan mati rasa, sering hanya mempengaruhi satu
sisi tubuh. Orang mungkin tidak dapat berbicara atau menjadi bingung. Visi dapat terganggu
atau hilang. Mata dapat menunjukkan arah yang berbeda atau menjadi lumpuh. Mual,
muntah, kejang, dan hilangnya kesadaran yang umum dan dapat terjadi dalam beberapa detik
untuk menit.9
 Perdarahan Subaraknoid
Sebelum robek, aneurisma yang biasanya tidak menimbulkan gejala kecuali menekan pada
saraf atau kebocoran sejumlah kecil darah, biasanya sebelum pecah besar (yang
menyebabkan sakit kepala), menghasilkan tanda-tanda peringatan, seperti berikut:9
 Sakit kepala, yang mungkin luar biasa tiba-tiba dan parah (kadang-kadang disebut
sakit kepala halilintar)
 Sakit pada mata atau daerah fasial
 Penglihatan ganda
 Kehilangan penglihatan tepi

11
Tanda-tanda peringatan dapat terjadi menit ke minggu sebelum pecahnya aneurisma. Individu
harus melaporkan setiap sakit kepala yang tidak biasa ke dokter segera.9
Aneurisma yang pecah biasanya menyebabkan sakit kepala, tiba-tiba parah dan
mencapai puncak dalam beberapa detik. Hal ini sering diikuti dengan kehilangan kesadaran
singkat. Hampir setengah dari orang yang terkena meninggal sebelum mencapai rumah sakit.
Beberapa orang tetap berada dalam koma atau tidak sadar dan sebagian lainnya bangun,
merasa bingung, dan mengantuk. Dalam beberapa jam atau bahkan menit, penderita mungkin
menjadi tidak responsif dan sulit untuk dibangunkan. 9
Dalam waktu 24 jam, darah dan cairan serebrospinal di sekitar otak mengiritasi
lapisan jaringan yang menutupi otak (meninges), menyebabkan leher kaku serta sakit kepala
terus, sering dengan muntah, pusing, dan nyeri pinggang. 8
Sekitar 25% dari orang yang mengalami gejala-gejala yang mengindikasikan
kerusakan pada bagian tertentu dari otak, seperti berikut: 8,9
 Kelemahan atau kelumpuhan pada satu sisi tubuh (paling umum)
 Kehilangan sensasi pada satu sisi tubuh
 Kesulitan memahami dan menggunakan bahasa
Gangguan berat dapat berkembang dan menjadi permanen dalam beberapa menit atau
jam. Demam adalah gejala umum selama 5 sampai 10 hari pertama. Sebuah perdarahan
subaraknoid dapat menyebabkan beberapa masalah serius lainnya, seperti: 8,9
 Hydrocephalus: Dalam waktu 24 jam, darah dari perdarahan subaraknoid dapat
membeku. Darah beku dapat mencegah cairan di sekitar otak (cairan serebrospinal)
dari pengeringan seperti biasanya tidak. Akibatnya, darah terakumulasi dalam
otak, peningkatan tekanan dalam tengkorak. Hydrocephalus mungkin akan
menyebabkan gejala seperti sakit kepala, mengantuk, kebingungan, mual, dan
muntah-muntah dan dapat meningkatkan risiko koma dan kematian.
 Vasospasme: Sekitar 3 sampai 10 hari setelah pendarahan itu, arteri di otak dapat
kontrak (kejang), membatasi aliran darah ke otak. Kemudian, jaringan otak tidak
mendapatkan oksigen yang cukup dan dapat mati, seperti pada stroke iskemik.
Vasospasm dapat menyebabkan gejala mirip dengan stroke iskemik, seperti
kelemahan atau hilangnya sensasi pada satu sisi tubuh, kesulitan menggunakan atau
memahami bahasa, vertigo, dan koordinasi terganggu.
 Pecah kedua: Kadang-kadang pecah kedua terjadi, biasanya dalam seminggu.

2.7 Diagnosis dan Pemeriksaan Penunjang Stroke Hemoragik


Diagnosis stroke dapat ditegakkan berdasarkan riwayat dan keluhan utama pasien.
Beberapa gejala/tanda yang mengarah kepada diagnosis stroke antara lain: hemiparesis,
gangguan sensorik satu sisi tubuh, hemianopia atau buta mendadak, diplopia. Vertigo,
afasia, disfagia, disartria, ataksia, kejang atau penurunan kesadaran yang keseluruhannya
terjadi secara mendadak. 10
Pada manifestasi perdarahan intraserebral, terdapat pembagian berdasarkan
Luessenhop et al. Pembagian ini juga berguna dalam menentukan prognosis pada pasien
stroke dengan perdarahan intraserebral.11

12
Kelompok I II III
Kesadaran composmentis Mengantuk sampai  tak ada respon terhadap suara
stupor  respon decorticate / atau
decerebrate terhadap rasa nyeri.
Gejala motorik Ringan atau Parese ringan - Decorticate atau decebrate yang
subjektif sampai hemiplegi unilateral, dengan tanda-tanda
total barbinsky bilateral.
Pupil normal Normal sampai - Dilatasi unilateral (uncal
kecil dan bereaksi hemiation)
pernafasan normal eupneu atau - eupnue sampai apneu (tergantung
dyspneu pada lesi nya)
Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk mendukung diagnosis stroke dan
menyingkirkan diagnosis bandingnya. Laboratorium yang dapat dilakukan pada penderita
stroke diantaranya adalah hitung darah lengkap, profil pembekuan darah, kadar elektrolit, dan
kadar serum glukosa.8
Pemeriksaan pencitraan juga diperlukan dalam diagnosis. Pencitraan otak adalah
langkah penting dalam evaluasi pasien dan harus didapatkan dalam basis kedaruratan.
Pencitraan otak membantu dalam diagnosis adanya perdarahan, serta dapat menidentifikasi
komplikasi seperti perdarahan intraventrikular, edem otak, dan hidrosefalus. Baik CT non
kontras ataupun MRI otak merupakan pilihan yang dapat digunakan.8
CT non kontras otak dapat digunakan untuk membedakan stroke hemoragik dari
stroke iskemik. Pencitraan ini berguna untuk membedakan stroke dari patologi intrakranial
lainnya. CT non kontras dapat mengidentifikasi secara virtual hematoma yang berdiameter
lebih dari 1 cm.8
MRI telah terbukti dapat mengidentifikasi stroke lebih cepat dan lebih bisa diandalkan
daripada CT scan, terutama stroke iskemik. MRI dapat mengidentifikasi malformasi vaskular
yang mendasari atau lesi yang menyebabkan perdarahan.8
Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan adalah elektrokardiogram (EKG) untuk
memulai memonitor aktivitas hantung. Disritmia jantung dan iskemia miokard memiliki
kejadian signifikan dengan stroke.8
Oleh karena tidak seluruh Rumah Sakit memiliki alat-alat di atas, maka untuk
memudahkan pemeriksaan dapat dilakukan dengan sistem lain, misalnya sistem skoring yaitu
sistem yang berdasarkan gejala klinis yang ada pada saat pasien masuk Rumah Sakit. Sistem
skoring yang sering digunakan antara lain:
 Algoritma Gadjah Mada
Dengan

Penurunan kesadaran +, sakit kepala +, refleks Babinski +  YA  stroke perdarahan
TIDAK

Penurunan kesadaran +, sakit kepala +, refleks Babinski -  YA  stroke perdarahan
TIDAK

13

Penurunan kesadaran +, sakit kepala -, refleks Babinski -  YA  stroke perdarahan
TIDAK

Penurunan kesadaran +, sakit kepala -, refleks Babinski +  YA  stroke perdarahan
TIDAK

Penurunan kesadaran -, sakit kepala +, refleks Babinski +  YA  stroke perdarahan
TIDAK

Penurunan kesadaran -, sakit kepala +, refleks Babinski -  YA  stroke perdarahan
TIDAK

Penurunan kesadaran -, sakit kepala -, refleks Babinski +  YA  stroke iskemik
TIDAK

Penurunan kesadaran -, sakit kepala -, refleks Babinski -  YA  stroke iskemik
 Sjiraj Hospital Score
Versi orisinal : (0.80 x kesadaran) + (0.66 x muntah) + (0.33 x sakit kepala) + (0.33x
tekanan darah diastolik) – (0.99 x atheromal) – 3.71.
Versi disederhanakan: (2.5 x kesadaran) + (2 x muntah) + ( 2 x sakit kepala) + (0.1 x
tekanan darah diastolik) – (3 x atheroma) – 12.
Kesadaran : Sadar = 0; mengantuk, stupor = 1; semikoma, koma = 2
Muntah : tidak = 0 ; ya = 1
Sakit kepala dalam 2 jam : tidak = 0 ; ya = 1
Tanda-tanda atheroma : tidak ada = 0 ; 1 atau lebih tanda ateroma = 1
(anamnesis diabetes; angina; klaudikasio intermitten)
Pembacaan:
Skor > 1 =Perdarahan otak
< -1 =Infark otak
Sensivitas : Untuk perdarahan: 89.3%.
Untuk infark: 93.2%.
Ketepatan diagnostic : 90.3%.

Diagnosis banding PIS, PSA, dan SNH


SH
Gejala Klinis SNH
PIS PSA
1. Gejala defisit fokal Berat Ringan Berat/ringan
2. Permulaan (onset) Menit/jam 1-2 menit Pelan (jam/hari)
3. Nyeri Kepala Hebat Sangat hebat Ringan/tidak ada
4. Muntah pada awalnya Sering Sering Tidak, kecuali lesi di

14
batang otak
5. Hipertensi Hampir selalu Biasanya tidak Selalu
6. Kesadaran Bisa hilang Bisa hilang Bisa hilang/ tidak
7. Hemiparesis Sering sejak sebentar Sering dari awal
awal Permulaan tidak ada
Stroke dapat didiagnosa banding dengan penyakit-penyakit lain seperti: ensefalitis,
meningitis, migrain, neoplasma otak, hipernatremia, stroke iskemik, perdarahan subaraknoid,
hematoma subdural, kedaruratan hipertensif, hipoglikemia, labirinitis, dan Transient Ischemic
Attack (TIA).8

2.7 Penatalaksanaan Stroke Hemoragik


 Penatalaksanaan di Ruang Gawat Darurat
 Evaluasi cepat dan diagnosis
 Terapi umum (suportif)
 stabilisai jalan napas dan pernapasan
 stabilisasi hemodinamik/sirkulasi
 pemeriksaan awal fisik umum
 pengendalian peninggian TIK
 penanganan transformasi hemoragik
 pengendalian kejang
 pengendalian suhu tubuh
 pemeriksaan penunjang
 Penatalaksanaan Stroke Perdarahan Intra Serebral (PIS)
Terapi medik pada PIS akut10:
 Terapi hemostatik
 Eptacog alfa (recombinant activated factor VII [rF VIIa]) adalah obat haemostasis
yang dianjurkan untuk pasien hemofilia yang resisten terhadap pengobatan faktor
VIII replacement dan juga bermanfaat untuk penderita dengan fungsi koagulasi yang
normal.
 Aminocaproic acid terbuktitidak mempunyai efek menguntungkan.
 Pemberian rF VIIa pada PIS pada onset 3 jam hasilnya adalah highly-significant, tapi
tidak ada perbedaan bila pemberian dilakukan setelah lebih dari 3 jam.
 Reversal of anticoagulation
 Pasien PIS akibat dari pemakaian warfarin harus secepatnya diberikan fresh
frozen plasma atau prothrombic complex concentrate dan vitamin K.
 Prothrombic-complex concentrates suatu konsentrat dari vitamin K dependent
coagulation factor II, VII, IX, dan X, menormalkan INR lebih cepat dibandingkan
FFP dan dengan jumlah volume lebih rendah sehingga aman untuk jantung dan
ginjal.
 Dosis tunggal intravena rFVIIa 10-90µg/kg pada pasien PIS yang memakai
warfarin dapat menormalkan INR dalam beberapa menit. Pemberian obat ini harus

15
tetap diikuti dengan coagulation-factor replacement dan vitamin K karena efeknya
hanya beberapa jam.
 Pasien PIS akibat penggunaan unfractionated atau low moleculer weight heparin
diberikan Protamine Sulfat, dan pasien dengan trombositopenia atau adanya
gangguan fungsi platelet dapat diberikan dosis tunggal Desmopressin, transfusi
platelet, atau keduanya.
 Pada pasien yang memang harus menggunakan antikoagulan maka pemberian
obat dapat dimulai pada hari ke-7-14 setelah erjadinya perdarahan.
 Tindakan bedah pada PIS berdasarkan EBM
 Keputusan mengenai apakah dioperasi dan kapan dioperasi masih tetap
kontroversial.
 Tidak dioperasi bila:
 Pasien dengan perdarahan kecil (<10cm3) atau defisit neurologis minimal.
 Pasien dengan GCS <4. Meskipun pasien GCS <4 dengan perdarahan
intraserebral disertai kompresi batang otak masih mungkin untuk life saving.
 Dioperasi bila:
 Pasien dengan perdarahan serebelar >3cm dengan perburukan klinis atau
kompresi batang otak dan hidrosefalus dari obstruksi ventrikel harus
secepatnya dibedah.
 PIS dengan lesi struktural seperti aneurisma malformasi AV atau angioma
cavernosa dibedah jika mempunyai harapan outcome yang baik dan lesi
strukturnya terjangkau.
 Pasien usia muda dengan perdarahan lobar sedang s/d besar yang memburuk.
 Pembedahan untuk mengevakuasi hematoma terhadap pasien usia muda
dengan perdarahan lobar yang luas (>50cm3) masih menguntungkan.
 Penatalaksanaan Perdarahan Sub Arakhnoid
 Pedoman Tatalaksana 10
o Perdarahan dengan tanda-tanda Grade I atau II (H&H PSA):
 Identifikasi yang dini dari nyeri kepala hebat merupakan petunjuk untuk upaya
menurunkan angka mortalitas dan morbiditas.
 Bed rest total dengan posisi kepala ditinggikan 30 dalam ruangan dengan
lingkungan yang tenang dan nyaman, bila perlu diberikan O2 2-3 L/menit.
 Hati-hati pemakaian obat-obat sedatif.
 Pasang infus IV di ruang gawat darurat dan monitor ketat kelainan-kelainan
neurologi yang timbul.
o Penderita dengan grade III, IV, atau V (H&H PSA), perawatan harus lebih intensif:
10

 Lakukan penatalaksanaan ABC sesuai dengan protocol pasien di ruang gawat


darurat.
 Intubasi endotrakheal untuk mencegah aspirasi dan menjamin jalang nafas
yang adekuat.
 Bila ada tanda-tanda herniasi maka dilakukan intubasi.

16
 Hindari pemakaian sedatif yang berlebhan karena aan menyulitkan penilaian
status neurologi.
 Tindakan untuk mencegah perdarahan ulang setelah PSA 10
 Istirahat di tempat tidur secara teratur atau pengobatan dengan antihipertensi saja
tidak direkomendasikan untuk mencegah perdarahan ulang setelah terjadi PSA,
namun kedua hal tersebut sering dipakai dalam pengobatan pasien dengan PSA.
 Terapi antifibrinolitik untuk mencegah perdarahan ulang direkomendasikan pada
keadaan klinis tertentu. Contohnya pasien dengan resiko rendah untuk terjadinya
vasospasme atau memberikan efek yang bermanfaat pada operasi yang ditunda.
 Pengikatan karotis tidak bermanfaat pada pencegahan perdarahan ulang.
 Penggunaan koil intra luminal dan balon masih uji coba.
 Operasi pada aneurisma yang rupture 10
 Operasi clipping sangat direkomendasikan untuk mengurangi perdarahan ulang
setelah rupture aneurisma pada PSA.
 Walaupun operasi yang segera mengurangi resiko perdarahan ulang setelah PSA,
banyak penelitian memperlihatkan bahwa secara keseluruhan hasil akhir tidak
berbeda dengan operasi yang ditunda. Operasi yang segera dianjurkan pada pasien
dengan grade yang lebih baik serta lokasi aneurisma yang tidak rumit. Untuk keadaan
klinis lain, operasi yang segera atau ditunda direkomendasikan tergantung pada
situasi klinik khusus.
 Aneurisma yang incompletely clipped mempunyai resiko yang tinggi untuk
perdarahan ulang.
 Tatalaksana pencegahan vasospasme 10
 Pemberian nimodipin dimulai dengan dosis 1-2 mg/jam IV pada hari ke-3 atau secara
oral 60 mg setiap 6 jam selama 21 hari. Pemakaian nimodipin oral terbukti
memperbaiki deficit neurologi yang ditimbulkan oleh vasospasme. Calcium
antagonist lainnya yang diberikan secara oral atau intravena tidak bermakna.
 Pengobatan dengan hyperdinamic therapy yang dikenal dengan triple H yaitu
hypervolemic-hypertensive-hemodilution, dengan tujuan mempertahankan “cerebral
perfusion pressure” sehingga dapat mengurangi terjadinya iskemia serebral akibat
vasospasme. Hati-hati terhadap kemungkinan terjadinya perdarahan ulang pada
pasien yang tidak dilakukan embolisasi atau clipping.
 Fibrinolitik intracisternal, antioksidan, dan anti-inflamasi tidak begitu bermakna.
 Angioplasty transluminal dianjurkan untuk pengobatan vasospasme pada pasien-
pasien yang gagal dengan terapi konvensional.
 Cara lain untuk manajemen vasospasme adalah sebagai berikut:
 Pencegahan vasospasme:
 Nimodipine 60 mg per oral 4 kali sehari.
 3% NaCl IV 50 mL 3 kali sehari.
 Jaga keseimbangan cairan.
 Delayed vasospasm:
 Stop Nimodipine, antihipertensi, dan diuretika.

17
 Berikan 5% Albumin 250 mL IV.
 Pasang Swan-Ganz (bila memungkinkan), usahakan wedge pressure 12-14
mmHg.
 Jaga cardiac index sekitar 4 L/menit/m2.
 Berikan Dobutamine 2-15 µg/kg/menit.
 Antifibrinolitik10
Obat-obat anti-fibrinolitik dapat mencegah perdarahan ulang. Obat-obat yang sering
dipakai adalah epsilon aminocaproic acid dengan dosis 36 g/hari atau tranexamid acid
dengan dosis 6-12 g/hari.
 Antihipertensi 10
 Jaga Mean Arterial Pressure (MAP) sekitar 110 mmHg atau tekanan darah sistolik
(TDS) tidak lebih dari 160 dan tekanan darah diastolic (TDD) 90 mmHg (sebelum
tindakan operasi aneurisma clipping).
 Obat-obat antihipertensi diberikan bila TDS lebih dari 160 mmHg dan TDD lebih dari
90 mmHg atau MAP diatas 130 mmHg.
 Obat antihipertensi yang dapat dipakai adalah Labetalol (IV) 0,5-2 mg/menit sampai
mencapai maksimal 20 mg/jam atau esmolol infuse dosisnya 50-200 mcg/kg/menit.
Pemakaian nitroprussid tidak danjurkan karena menyebabkan vasodilatasi dan
memberikan efek takikardi.
 Untuk menjaga TDS jangan meurun (di bawah 120 mmHg) dapat diberikan
vasopressors, dimana hal ini untuk melindungi jaringan iskemik penumbra yang
mungkin terjadi akibat vasospasme.
 Hiponatremi10
 Bila Natrium di bawah 120 mEq/L berikan NaCl 0,9% IV 2-3 L/hari. Bila perlu diberikan
NaCl hipertonik 3% 50 mL, 3 kali sehari. Diharapkan dapat terkoreksi 0,5-1 mEq/L/jam
dan tidak melebihi 130 mEq/L dalam 48 jam pertama.1
 Ada yang menambahkan fludrokortison dengan dosis 0,4 mg/hari oral atau 0,4 mg
dalam 200 mL glukosa 5% IV 2 kali sehari. Cairan hipotonis sebaiknya dihindari karena
menyebabkan hiponatremi. Pembatasan cairan tidak dianjurkan untuk pengobatan
hiponatremi.
 Kejang10
Resiko kejang pada PSA tidak selalu terjadi, sehingga pemberian antikonvulsan tidak
direkomendasikan secara rutin, hanya dipertimbangkan pada pasien-pasien yang mungkin
timbul kejang, umpamanya pada hematom yang luas, aneurisma arteri serebri media,
kesadaran yang tidak membaik. Akan tetapi untuk menghindari risiko perdarahan ulang
yang disebabkan kejang, diberikan anti konvulsan sebagai profilaksis.1
Dapat dipakai fenitoin dengan dosis 15-20 mg/kgBB/hari oral atau IV. Initial dosis
100 mg oral atau IV 3 kali/hari. Dosis maintenance 300-400 mg/oral/hari dengan dosis
terbagi. Benzodiazepine dapat dipakai hanya untuk menghentikan kejang.1
Penggunaan antikonvulsan jangka lama tidak rutin dianjurkan pada penderita yang
tidak kejang dan harus dipertimbangkan hanya diberikan pada penderita yang mempunyai

18
faktor-faktor risiko seperti kejang sebelumnya, hematom, infark, atau aneurisma pada
arteri serebri media.
 Hidrosefalus 10
 Akut (obstruksi)
Dapat terjadi setelah hari pertama, namun lebih sering dalam 7 hari pertama.
Kejadiannya kira-kira 20% dari kasus, dianjurkan untuk ventrikulostomi (atau
drainase eksternal ventrikuler), walaupun kemungkinan risikonya dapat terjadi
perdarahan ulang dan infeksi.
 Kronik (komunikan)
Sering terjadi setelah PSA. Dilakukan pengaliran cairan serebrospinal secara
temporer atau permanen seperti ventriculo-peritoneal shunt.
 Terapi Tambahan 10
 Laksansia (pencahar) iperlukan untuk melembekkan feses secara regular. Mencegah
trombosis vena dalam, dengan memakai stocking atau pneumatic compression
devices.
 Analgesik:
 Asetaminofen ½-1 g/4-6 jam dengan dosis maksimal 4 g/hari.
 Kodein fosfat 30-60 mg oral atau IM per 4-6 jam.
 Tylanol dengan kodein.
 Hindari asetosal.
 Pada pasien dengan sangat gelisah dapat diberikan:
- Haloperidol IM 1-10 mg tiap 6 jam.
- Petidin IM 50-100 mg atau morfin SC atau IV 5-10 mg/4-6 jam.
- Midazolam 0,06-1,1 mg/kg/jam.
- Propofol 3-10 mg/kg/jam.
 Cegah terjadinya “stress ulcer” dengan memberikan:
- Antagonis H2
- Antasida
- Inhibitor pompa proton selama beberapa hari.
- Pepsid 20 mg IV 2 kali sehari atau zantac 50 mg IV 2 kali sehari.
- Sucralfate 1 g dalam 20 mL air 3 kali sehari.

2.8 Komplikasi dan Prognosis Stroke Hemoragik


Peningkatan tekanan intrakranial dan herniasi adalah komplikasi yang paling ditakutkan
pada perdarahan intraserebral. Perburukan edem serebri sering mengakibatkan deteoriasi
pada 24-48 jam pertama. Perdarahan awal juga berhubungan dengan deteorisasi
neurologis, dan perluasan dari hematoma tersebut adalah penyebab paling sering
deteorisasi neurologis dalam 3 jam pertama. Pada pasien yang dalam keadaan waspada,
25% akan mengalami penurunan kesadaran dalam 24 jam pertama. Kejang setelah stroke
dapat muncul. Selain dari hal-hal yang telah disebutkan diatas, stroke sendiri adalah
penyebab utama dari disabilitas permanen.8
Prognosis bervariasi tergantung dari keparahan stroke, lokasi dan volume perdarahan.

19
Semakin rendah nilai SKG maka prognosis semakin buruk dan tingkat mortalitasnya
tinggi. Semakin besar volume perdarahan maka prognosis semakin buruk. Dan adanya
darah di dalam ventrikel berhubungan dengan angka mortalitas yang tinggi. Adanya darah
di dalam ventrikel meningkatkan angka kematian sebanyak 2 kali lipat. Hal ini mungkin
diakibatkan oleh obstructive hydrocephalus atau efek massa langsung dari darah
ventrikular pada struktur periventrikular, yang mana berhubungan dengan hipoperfusi
global korteks yang didasarinya. Darah ventrikular juga mengganggu fungsi normal dari
CSF dengan mengakibatkan asidosis laktat lokal.4

2.9 Pencegahan Stroke Hemoragik


Pencegahan primer pada stroke meliputi upaya memperbaiki gaya hidup dan mengatasi
berbagai faktor risiko. Upaya ini ditujukan pada orang sehat maupun kelompok risiko
tinggi yang berlum pernah terserang stroke. Beberapa pencegahan yang dapat dilakukan
adalah:10
 Mengatur pola makan yang sehat
 Melakukan olah raga yang teratur
 Menghentikan rokok
 Menhindari minum alkohol dan penyalahgunaan obat
 Memelihara berat badan yang layak
 Perhatikan pemakaian kontrasepsi oral bagi yang beresiko tinggi
 Penanganan stres dan beristirahat yang cukup
 Pemeriksaan kesehatan teratur dan taat advis dokter dalam hal diet dan obat
 Pemakaian antiplatelet
Pada pencehagan sekunder stroke, yang harus dilakukan adalah pengendalian faktor
risiko yang tidak dapat dimodifikasi, dan pengendalian faktor risiko yang dapat dimodifikasi
seperti hipertensi, diabetes mellitus, riwayat TIA, dislipidemia, dan sebagainya.10

20
DAFTAR PUSTAKA

1. Price, Sylvia A. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit ed.6.EGC,


Jakarta. 2015.
2. Sofyan AM, Sihombing IY, Hamra Y. Hubungan Umur, Jenis Kelamin, dan
Hipertensi dengan Kejadian Stroke. .2015
3. Departemen Kesehatan RI (Depkes RI). Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018.
Jakarta: Badan Penelitian dan Pengemlbangan Kesehatan.
4. Qureshi, Adnan I., Tuhrim, Stanley., Broderick, Joseph P., Batjer, H Hunt., Hondo,
Hiteki., Hanley, Daniel F.,. 2001. Spontaneous Intracebral Hemorrhage. N Engl J Med
, 344: 19
5. Ramadhanis, I. Hubungan Hipertensi dengan Kejadian Stroke di RSUD Kraton
Kabupaten Pekalongan. 2012. Skripsi Sarjana (Diterbitkan). Surakarta: Universitas
Muhamadiyah.
6. Sotirios AT,. Differential Diagnosis in Neurology and Neurosurgery.New York.
Thieme Stuttgart. 2000.
7. Silbernagl, S., Florian Lang. Teks & Atlas Berwarna Patofisiologi. EGC: Jakarta,
2007.

8. Nasissi, Denise. Hemorrhagic Stroke Emedicine. Medscape, 2010. Available at:


http://emedicine.medscape.com/article/793821-overview.
9. MERCK, 2007. Hemorrhagic Stroke. Diakes dari
http://www.merck.com/mmhe/sec06/ch086/ch086d.html
10. Kelompok Studi Stroke Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf
Indonesia.Guideline Stroke 2011. Edisi Revisi. Perhimpunan Dokter Spesialis
Saraf Indonesia: Jakarta, 2011.
11. Samino. Perjalanan Penyakit Peredaran Darah Otak. FK UI/RSCM, 2006. Diunduh
dari:http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/13PerjalananPenyakitPeredaranDarahOtak
021.pdf/13PerjalananPenyakitPeredaranDarahOtak021.html

21
22

Anda mungkin juga menyukai