MENINGITIS BAKTERIAL
Pembimbing :
dr. Eny Waeningsih, Sp. S, M. Kes
Disusun Oleh :
Euis Camila Suhendar
1102018130
A. Identitas Pasien
Nama : An.R
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Usia : 14 tahun
Pekerjaan : Pelajar
Agama : Islam
Alamat : Kampung Bongas RT 010 RW 002, Garut,
Kopo, Serang
Cekat tangan : Kanan
Tanggal Masuk RS : 1 April 2022
Tanggal Pemeriksaan : 2 April 2022
B. Anamnesis
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis dengan pasien pada tanggal 2
April 2022
Keluhan Utama
Nyeri kepala hebat
Keluhan Tambahan :
Keluar cairan dari telinga kanan, bau (+), kepala sebelah kanan
bengkak sampai mata, demam.
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang diantar keluargaya ke IGD RSUD dr. Dradjat
Prawiranegara dengan keluhan nyeri kepala hebat dan bengkak di
kepala sebelah kanan 2 minggu SMRS. Pasien juga mengeluhkan
keluar cairan berbau dari telinga kanan 5 hari SMRS. Pasien
mengeluhkan demam, batuk pilek dan mata bengkak kurang lebih 3
hari SMRS. Pasien mengeluhkan badan terasa sakit dan lemah pada
kaki dan tangan kiri .
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien belum pernah mengalami penyakit ini sebelumnya.
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada
C. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan dilakukan tanggal 2 April 2022 (perawatan hari kedua).
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Composmentis
GCS : E4M6V5 15
Tanda Vital
Tekanan darah : 110/70mmHg
Nadi : 86 x/menit
Pernafasan : 20 x/menit
Suhu : 36 °C
Kekuatan Motorik :
Dextra Sinistra
Ekstremitas Atas 5 3
Ektremitas Bawah 5 3
Status Generalis
Kepala : Bengkak pada bagian kanan
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
THT : Keluar cairan dari telinga kanan, bau(+)
Leher : Pembesaran KGB (-), JVP tidak meningkat
Thorax
Jantung
- Inspeksi : Ictus cordis terlihat, sikatrik(-)
- Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
- Perkusi : Batas jantung normal
- Auskultasi : BJ 1 dan 2 reguler, gallop (-), murmur(-)
Abdomen
- Inspeksi : Perut datar
- Palpasi : Nyeri tekan (+), batas hepar normal, massa (-)
- Perkusi : Timpani (-)
- Auskultasi : Bising usus (+)
Ekstremitas : Akral hangat, udem kaki (-/-)
Status Neurologis
(Pemeriksaan dilakukan di hari ke-2 pasien dirawat)
GCS : E4M6V5 15
Pupil :
Dextra Sinistra
Bentuk Bulat Bulat
Diameter 2 mm 2 mm
Refleks Cahaya Langsung + +
Refleks Cahaya Tidak Langsung + +
Tanda Rangsang Meningeal :
Dextra Sinistra
Kaku Kuduk +
Brudzinski I - +
Laseque - +
Kernig - +
Brudzinski II - -
Peningkatan Tekanan Intrakranial
Sakit Kepala : (+)
Muntah : (-)
Kejang : (-)
Pemeriksaan Saraf Kranial :
Nervus I Dextra Sinistra Nervus II Dextra Sinistra
Hyper/Anosmia (-) (-) Visus Baik Baik
Nervus IX dan X
Arkus faring Simetris
Reflek muntah
Pengecapan 1/3 posterior Tidak
dilakukan
Lidah
Patologis
Hoffman-Tromner ++ ++
Babinski ++ ++
Oppenheim ++ ++
Gordon ++ ++
Chaddock ++ ++
Schaeffer ++ ++
E. Diagnosis
Diagnosis Klinis : Cephalgia berat, Parese N. III,IV,VI
Sinistra, Kaku kuduk
Non-Medikamentosa
- Bed rest
G. Prognosis
Quo ad vitam : ad Bonam
Quo ad fungsionam : Dubia ad Bonam
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Meningitis adalah inflamasi pada meninges yang melapisi otak dan medula spinalis. Hal ini
paling sering disebabkan oleh infeksi (bakteri, virus, atau jamur) tetapi dapat juga terjadi
karena iritasi kimia, perdarahan subarachnoid, kanker atau kondisi lainnya.
Definisi lain menyebutkan meningitis adalah sindrom klinis yang ditandai dengan peradangan
pada meninges, yaitu lapisan membran yang melapisi otak dan sumsum tulang belakang.
Membran yang melapisi otak dan sumsum belakang ini terdiri dari tiga lapisan yaitu:
1. Dura mater, merupakan lapisan terluar dan keras.
2. Arachnoid, merupakan lapisan tengah membentuk trabekula yang mirip sarang
laba-laba.
3. Pia mater, merupakan lapisan meninges yang melekat erat pada otak yang
mengikuti alur otak membentuk gyrus & sulcus.
Gabungan antara lapisan arachnoid dan pia mater disebut leptomeninges. Ruang-
ruang potensial pada meninges dilewati oleh banyak pembuluh darah yang berperan
penting dalam penyebaran infeksi pada meninges.
B. Faktor Resiko
Faktor resiko terjadinya meningitis :
1. Usia, biasanya pada usia < 5 tahun dan > 60 tahun
2. Imunosupresi atau penurunan kekebalan tubuh
3. Diabetes melitus, insufisiensi renal atau kelenjar adrenal
4. Infeksi HIV
5. Anemia sel sabit dan splenektomi
6. Alkoholisme, sirosis hepatis
7. Talasemia mayor
8. Riwayat kontak yang baru terjadi dengan pasien meningitis
9. Defek dural baik karena trauma, kongenital maupun operasi
10. Ventriculoperitoneal shunt
D. Epidemiologi
a. Orang/Manusia
Umur dan daya tahan tubuh sangat mempengaruhi terjadinya meningitis. Penyakit
ini lebih banyak ditemukan pada laki-laki dibandingkan perempuan dan distribusi
terlihat lebih nyata pada bayi. Meningitis purulenta lebih sering terjadi pada bayi
dan anak-anak karena sistem kekebalan tubuh belum terbentuk sempurna.10
Puncak insidensi kasus meningitis karena Haemophilus influenzae di negara
berkembang adalah pada anak usia kurang dari 6 bulan, sedangkan di Amerika
Serikat terjadi pada anak usia 6-12 bulan. Sebelum tahun 1990 atau sebelum
adanya vaksin untuk Haemophilus influenzae tipe b di Amerika Serikat, kira-
kira
12.000 kasus meningitis Hib dilaporkan terjadi pada umur < 5 tahun. Insidens
Rate pada usia < 5 tahun sebesar 40-100 per 100.000. Setelah 10 tahun
penggunaan vaksin, Insidens Rate menjadi 2,2 per 100.000.
b. Tempat
Risiko penularan meningitis umumnya terjadi pada keadaan sosio-ekonomi
rendah, lingkungan yang padat (seperti asrama, kamp-kamp tentara dan jemaah
haji), dan penyakit ISPA. Penyakit meningitis banyak terjadi pada negara yang
sedang berkembang dibandingkan pada negara maju.
Insidensi tertinggi terjadi di daerah yang disebut dengan the African Meningitis
belt, yang luas wilayahnya membentang dari Senegal sampai ke Ethiopia meliputi
21 negara. Kejadian penyakit ini terjadi secara sporadis dengan Insidens Rate 1-
20 per 100.000 penduduk dan diselingi dengan KLB besar secara periodik.11 Di
daerah Malawi, Afrika pada tahun 2002 Insidens Rate meningitis yang disebabkan
oleh Haemophilus influenzae 20-40 per 100.000 penduduk.
c. Waktu
Kejadian meningitis lebih sering terjadi pada musim panas dimana kasus- kasus
infeksi saluran pernafasan juga meningkat. Di Eropa dan Amerika utara insidensi
infeksi Meningococcus lebih tinggi pada musim dingin dan musim semi
sedangkan di daerah Sub-Sahara puncaknya terjadi pada musim panas.
Meningitis karena virus berhubungan dengan musim, di Amerika sering
terjadi selama musim panas karena pada saat itu orang lebih sering terpapar agen
pengantar virus.
d. Agen Infeksi
Penyebab meningitis secara umum adalah bakteri dan virus. Meningitis
purulenta paling sering disebabkan oleh Meningococcus, Pneumococcus dan
Haemophilus influenzae sedangkan meningitis serosa disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosa dan virus.
Meningitis Meningococcus yang sering mewabah di kalangan jemaah haji dan
dapat menyebabkan karier disebabkan oleh Neisseria meningitidis serogrup A,
B, C, X, Y, Z dan W 135. Grup A,B dan C sebagai penyebab 90% dari
penderita. Di Eropa dan Amerika Latin, grup B dan C sebagai
penyebab utama
sedangkan di Afrika dan Asia penyebabnya adalah grup A.16 Wabah meningitis
Meningococcus yang terjadi di Arab Saudi selama ibadah haji tahun 2000
menunjukkan bahwa 64% merupakan serogroup W135 dan 36% serogroup A.
Hal ini merupakan wabah meningitis Meningococcus terbesar pertama di dunia
yang disebabkan oleh serogroup W135. Secara epidemiologi serogrup A, B,
dan
C paling banyak menimbulkan penyakit.
Meningitis karena virus termasuk penyakit yang ringan. Gejalanya mirip sakit
flu biasa dan umumnya penderita dapat sembuh sendiri. Pada waktu terjadi
KLB Mumps, virus ini diketahui sebagai penyebab dari 25 % kasus meningitis
aseptik pada orang yang tidak diimunisasi. Virus Coxsackie grup B merupakan
penyebab dari 33% kasus meningitis aseptik, Echovirus dan Enterovirus
merupakan penyebab dari 50% kasus.
E. Manifestasi Klinis
Gejala klasik berupa trias meningitis mengenai kurang lebih 44% penderita meningitis bakteri
dewasa. Trias meningitis tersebut sebagai berikut :
1. Demam
2. Nyeri kepala
3. Kaku kuduk.
Selain itu meningitis ditandai dengan adanya gejala-gejala seperti panas mendadak,
letargi, mual muntah, penurunan nafsu makan, nyeri otot, fotofobia, mudah
mengantuk, bingung, gelisah, parese nervus kranialis dan kejang. Diagnosis pasti
ditegakkan dengan pemeriksaan cairan serebrospinal (CSS) melalui pungsi lumbal.
Meningitis karena virus ditandai dengan cairan serebrospinal yang jernih serta rasa sakit
penderita tidak terlalu berat. Pada umumnya, meningitis yang disebabkan oleh Mumpsvirus
ditandai dengan gejala anoreksia dan malaise, kemudian diikuti oleh pembesaran kelenjer
parotid sebelum invasi kuman ke susunan saraf pusat. Pada meningitis yang disebabkan oleh
Echovirus ditandai dengan keluhan sakit kepala, muntah, sakit tenggorok, nyeri otot, demam,
dan disertai dengan timbulnya ruam makopapular yang tidak gatal di daerah wajah, leher,
dada, badan, dan ekstremitas. Gejala yang tampak pada meningitis Coxsackie virus yaitu
tampak lesi vaskuler pada palatum, uvula, tonsil, dan lidah dan pada tahap lanjut timbul
keluhan berupa
sakit kepala, muntah, demam, kaku kuduk, dan nyeri punggung.
Meningitis bakteri biasanya didahului oleh gejala gangguan alat pernafasan dan
gastrointestinal. Meningitis bakteri pada neonatus terjadi secara akut dengan gejala panas
tinggi, mual, muntah, gangguan pernafasan, kejang, nafsu makan berkurang, dehidrasi dan
konstipasi, biasanya selalu ditandai dengan fontanella yang mencembung. Kejang dialami
lebih kurang 44 % anak dengan penyebab Haemophilus influenzae, 25 % oleh
Streptococcus pneumoniae, 21 % oleh Streptococcus, dan 10 % oleh infeksi Meningococcus.
Pada anak-anak dan dewasa biasanya dimulai dengan gangguan saluran pernafasan bagian
atas, penyakit juga bersifat akut dengan gejala panas tinggi, nyeri kepala hebat, malaise,
nyeri otot dan nyeri punggung. Cairan serebrospinal tampak kabur, keruh atau purulen.
Meningitis Tuberkulosa terdiri dari tiga stadium, yaitu stadium I atau stadium prodormal
selama 2-3 minggu dengan gejala ringan dan nampak seperti gejala infeksi biasa. Pada anak-
anak, permulaan penyakit bersifat subakut, sering tanpa demam, muntah-muntah, nafsu
makan berkurang, murung, berat badan turun, mudah tersinggung, cengeng, opstipasi,
pola tidur
terganggu dan gangguan kesadaran berupa apatis. Pada orang dewasa terdapat panas yang
hilang timbul, nyeri kepala, konstipasi, kurang nafsu makan, fotofobia, nyeri punggung,
halusinasi, dan sangat gelisah.
Stadium II atau stadium transisi berlangsung selama 1 – 3 minggu dengan gejala penyakit lebih
berat dimana penderita mengalami nyeri kepala yang hebat, gangguan kesadaran dan kadang
disertai kejang terutama pada bayi dan anak-anak. Tanda-tanda rangsangan meningeal mulai
nyata, terjadi parese nervus kranialis, hemiparese atau quadripare, seluruh tubuh dapat
menjadi kaku, terdapat tanda-tanda peningkatan intrakranial, ubun-ubun menonjol dan
muntah lebih hebat.
Stadium III atau stadium terminal ditandai dengan kelumpuhan semakin parah dan gangguan
kesadaran lebih berat sampai koma. Pada stadium ini penderita dapat meninggal dunia dalam
waktu tiga minggu bila tidak mendapat pengobatan sebagaimana mestinya.
F. Penegakan Diagnosis
Penegakan diagnosis dapat diketahui dari anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang.
e. Anamnesa
Pada anamnesa dapat diketahui adanya trias meningitis seperti demam, nyeri
kepala dan kaku kuduk. Gejala lain seperti mual muntah, penurunan nafsu makan,
mudah mengantuk, fotofobia, gelisah, kejang dan penurunan kesadaran.
Anamnesa dapat dilakukan pada keluarga pasien yang dapat dipercaya jika tidak
memungkinkan untuk autoanamnesa.
f. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang dapat mendukung diagnosis meningitis biasanya
dilakukan pemeriksaan rangsang meningeal. Yaitu sebagai berikut :
i. Pemeriksaan Kaku Kuduk
Pasien berbaring terlentang dan dilakukan pergerakan pasif berupa fleksi
kepala. Tanda kaku kuduk positif (+) bila didapatkan kekakuan dan tahanan
pada pergerakan fleksi kepala disertai rasa nyeri dan spasme otot.
ii. Pemeriksaan Kernig
Pasien berbaring terlentang, dilakukan fleksi pada sendi panggul kemudian
ekstensi tungkai bawah pada sendi lutut sejauh mengkin tanpa rasa nyeri.
Tanda Kernig positif (+) bila ekstensi sendi lutut tidak mencapai sudut 135
(kaki tidak
dapat di ekstensikan sempurna) disertai spasme otot paha biasanya diikuti rasa
nyeri.
g. Pemeriksaan Penunjang
i. Pemeriksaan Pungsi Lumbal
Lumbal pungsi biasanya dilakukan untuk menganalisa jumlah sel dan protein
cairan cerebrospinal, dengan syarat tidak ditemukan adanya peningkatan
tekanan intrakranial.
1. Pada Meningitis Serosa terdapat tekanan yang
bervariasi, cairan jernih, sel darah putih meningkat,
glukosa dan protein normal, kultur negatif.
2. Pada Meningitis Purulenta terdapat tekanan meningkat,
cairan keruh, jumlah sel darah putih meningkat (pleositosis
lebih dari 1000 mm3), protein meningkat, glukosa menurun,
kultur (+) beberapa jenis bakteri.
Dibawah ini tabel yang menampilkan berbagai kemungkinan agen infeksi
pada cairan serebrospinal, yaitu :
G. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan meningitis mencakup penatalaksanaan kausatif, komplikatif dan suportif.
a. Neonatus-1 bulan
1) Usia 0-7 hari, Ampicillin 50 mg/kgBB IV/ 8 jam atau dengan tambahan
gentamicin 2.5 mg/kgBB IV/ 12 jam.
2) Usia 8-30 hari, 50-100 mg/kgBB IV/ 6 jam atau dengan tambahan
gentamicin 2.5 mg/kgBB IV/ 12 jam.
b. Bayi usia 1-3 bulan
1) Cefotaxim (50 mg/kgBB IV/ 6 jam)
2) Ceftriaxone (induksi 75 mg/kg, lalu 50 mg/kgBB/ 12 jam)
Ditambah ampicillin (50-100 mg/kgBB IV/ 6 jam)
Alternatif lain diberikan Kloramfenikol (25 mg/kgBB oral atau IV/ 12 jam)
ditambah gentamicin (2.5 mg/kgBB IV or IM / 8 hours).
c. Bayi usia 3 bulan sampai anak usia 7 tahun
1) Cefotaxime (50 mg/kgBB IV/ 6 jam, maksimal 12 g/hari)
2) Ceftriaxone (induksi 75 mg/kg, lalu 50 mg/kgBB IV/ 12 jam, maksimal 4
g/hari)
d. Anak usia 7 tahun sampai dewassa usia 50 tahun
1) Dosis anak
Cefotaxime (50 mg/kgBB IV/ 6 jam, maksimal 12 g/hari)
Ceftriaxone (induksi 75 mg/kg, lalu 50 mg/kgBB IV/ 12 jam, maksimal 4
g/hari)
Vancomycin – 15 mg/kgBB IV/ 8 jam
2) Dosis dewasa
Cefotaxime – 2 g IV/ 4 jam
Ceftriaxone – 2 g IV/ 12 jam
Vancomycin – 750-1000 mg IV/ 12 jam atau 10-15 mg/kgBB IV/ 12 jam
Beberapa pengalaman juga diberikan rifampisin (dosis anak-anak, 20
mg/kgBB/hari IV; dosis dewasa, 600 mg/hari oral). Jika dicurigai infeksi listeria
ditambahkan ampicillin (50 mg/kgBB IV/ 6 jam).
e. Usia lebih dari atau sama dengan 50 tahun
1) Cefotaxime – 2 g IV/ 4 jam
2) Ceftriaxone – 2 g IV/ 12 jam
Dapat ditambahkan dengan Vancomycin – 750-1000 mg IV/ 12 jam atau 10-
15 mg/kgBB IV/ 12 jam atau ampicillin (50 mg/kgBB IV/ 6 jam). Jika
dicurigai basil gram negatif diberikan ceftazidime (2 g IV/ 8 jam).
Selain antibiotik, pada infeksi bakteri dapat pula diberikan kortikosteroid
(biasanya digunakan dexamethason 0,25 mg/kgBB/ 6 jam selama 2-4 hari).
meskipun pemberian kortikosteroid masih kontroversial, namun telah terbukti
dapat meningkatkan hasil keseluruhan pengobatan pada meningitis akibat H.
Influenzae, tuberkulosis, dan meningitis pneumokokus. Dalam suatu penelitian
yang dilakukan oleh Brouwer dkk., pemberian kortikosteroid dapat mengurangi
gejala gangguan pendengaran dan gejala neurologis sisa tetapi secara umum tidak
dapat mengurangi mortalitas.
H. Diagnosis Banding
Meningitis dapat didiagnosis banding dengann penyakit dibawah ini
a. Abses serebral
b. Ensefalitis
c. Neoplasma serebral
d. Perdarahan Subarachnoid
I. Komplikasi Meningitis
Komplikasi meningitis pada onset akut dapat berupa perubahan status mental, edema serebri
dan peningkatan tekanan intrakranial, kejang, empiema atau efusi subdural, parese nervus
kranialis, hidrosefalus, defisit sensorineural, hemiparesis atau quadriparesis, kebutaan. Pada
onset lanjut dapat terjadi epilepsi, ataxia, abnormalitas serebrovaskular, intelektual yang
menurun dan lain sebagainya. Komplikasi sistemik dari meningitis adalah syok septik,
disseminated intravascular coagulaton (DIC), gangguan fungsi hipotalamus atau disfungsi
endokrin, kolaps vasomotor dan bahkan dapat menyebabkan kematian.
J. Prognosis
Prognosis meningitis tergantung kepada umur, mikroorganisme spesifik yang menimbulkan
penyakit, banyaknya organisme dalam selaput otak, jenis meningitis dan lama penyakit
sebelum diberikan antibiotik. Penderita usia neonatus, anak-anak dan dewasa tua mempunyai
prognosis yang semakin jelek, yaitu dapat menimbulkan cacat berat dan kematian.
Pengobatan antibiotika yang adekuat dapat menurunkan mortalitas meningitis purulenta,
tetapi
50% dari penderita yang selamat akan mengalami sequelle (akibat sisa). Lima puluh persen
meningitis purulenta mengakibatkan kecacatan seperti ketulian, keterlambatan berbicara dan
gangguan perkembangan mental, dan 5 – 10% penderita mengalami kematian.
Pada meningitis Tuberkulosa, angka kecacatan dan kematian pada umumnya tinggi. Prognosa
jelek pada bayi dan orang tua. Angka kematian meningitis TBC dipengaruhi oleh umur dan
pada stadium berapa penderita mencari pengobatan. Penderita dapat meninggal dalam waktu
6-8 minggu.
Penderita meningitis karena virus biasanya menunjukkan gejala klinis yang lebih
ringan,penurunan kesadaran jarang ditemukan. Meningitis viral memiliki prognosis yang jauh
lebih baik. Sebagian penderita sembuh dalam 1 – 2 minggu dan dengan pengobatan yang
tepat penyembuhan total bisa terjadi.
K. Pencegahan Menginitis
Pencegahan primer