Anda di halaman 1dari 32

PRESENTASI KASUS

MULTIPLE ABSES SEREBRI

Pembimbing : Risman Saragih, Sp.S


dr. M. Tanzil

Oleh : dr. Dwi Nur Saputri

TUGAS INTERNSIP PERIODE FEBRUARI – JUNI 2021


RSUD DEPATI BAHRIN
SUNGAILIAT, BANGKA BELITUNG

1
BAB I
STATUS PASIEN

I. IDENTIFIKASI
Nama : Tn.A
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 42 th
Agama : Islam
Alamat : Belinyu
Masuk RS : 29 Maret 2021

II. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis dan alloanamnesis pada tanggal 30 Maret
2021 pada pukul diruang rawat inap Seruni

 Keluhan Utama :
Lemah anggota gerak sebelah kiri

 Riwayat Penyakit Sekarang :


Pasien datang ke IGD RSUD Depati Bahrin dengan rujukan dari Klinik Medika
Belinyu datang dengan keluhan lemah anggota gerak kiri sejak tanggal 28-3-2021
menurut keluarga pasien kelemahan tersebut terjadi secara tiba-tiba dan
kelemahan muncul pada saat pasien istirahat pasien juga mengeluhkan bicara pelo
dan nyeri kepala sejak 2 minggu yang lalu , nyeri dirasakan hilang timbul dan
durasi nyeri sekitar 1-2 menit. pasien juga mengeluh mual dan muntah berisi apa
yang dimakan sejak 1 minggu , os juga mengeluh demam sejak 1 mingguu yang
lalu dan batuk berdahak keluhan kejang disangkal
 Riwayat Penyakit Dahulu :
- Riwayat Hipertensi (-)
- Riwayat Diabetes (-)
- Riwayat Asma (-)
- Riwayat Kejang (-)
- Riwayat TB (-)

 Riwayat Keluarga :
Tidak ada pada keluarga yang mengalami keluhan yang serupa.

 Riwayat Kebiasaan
- Riwayat merokok (+)
- Pasien jarang berolahraga
2
- Tidak terdapat Riwayat mengonsumsi obat dalam jangka Panjang

III. PEMERIKSAAN FISIK


Pemeriksaan dilakukan pada tanggal 30 Maret 2021 di ruang rawat inap Seruni

1. Pemeriksaan Umum
- Keadaan Umum : Tampak sakit sedang , gelisah
- Kesadaran : Compos Mentis , GCS E4M6V5
- Tanda – tanda vital :
 Tekanan darah : 110/70 mmHg
 Nadi : 88x/menit
 Suhu : 36,7 C
 Pernapasan : 22x/menit
 SpO2 : 98 %
- GDS : 143 g/dl
2. Pemeriksaan Lokalis
 Kepala
- Mata : Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, pupil
isokor
3mm/3mm , refleks cahaya +/+
 Paru
- Inspeksi : Simetris kanan dan kiri
- Palpasi : Vocal fremitus kanan dan kiri sama
- Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru
- Auskultasi : Suara napas vesikuler, rhonki -/- , wheezing -/-

 Jantung
- Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
- Palpasi :Iktus kordis teraba di ICS V di linea midklavikula sinistra
- Perkusi : Batas jantung normal
- Auskultasi : BJ I-II regular, murmur(-), gallop(-)
 Abdomen
- Inspeksi : datar, massa (-)
- Palpasi : Soepel, nyeri tekan (-) hepar dan lien tidak teraba
- Perkusi : Timpani
- Auskultasi : BU (+) Normal
 Ekstremitas : Akral hangat , CRT <2 detik, edema -/-
 Genitalia : Tidak diperiksa
3. Status Neurologikus
1. Kesadaran : Compos Mentis , GCS 15 E4M6V5

3
2. Kepala : Bentuk Normochepali , ukuran normal , hematom
(-), massa (-) , deformitas (-)

3. Tanda Rangsangan Meningeal :


- Kaku Kuduk : (-)
- Kernig’s sign : (-)
- Brudzinsky I : (-)
- Brudzinsky II : (-)
- Brudzinsky III : (-)
- Brudzinsky IV : (-)
4. Nervus Cranialis
- N.I (Olfaktorius) :
Dextra Sinistra
Daya Pembau Normosmia Normosmia

- Nervus Optikus
Dextra Sinistra
Tajam Penglihatan Normal Normal
Lapang Pandang Normal Normal
Pengenalan Warna Normal Normal
Funduskopi Tidak dilakukan Pemeriksaan
Papil Edema
Arteri : Vena

- Nervus Okulomotorius
Dextra Sinistra
Ptosis - -
Gerakan Bola
Mata
 Medial Baik
Baik
 Atas Baik
Baik
 Bawah Baik
Baik
Ukuran Pupil 3mm 3mm
Refleks Cahaya + +
Langsung
- Nervus Trokhelaris
Dextra Sinistra
Gerakan Mata Medial Baik Baik
Bawah
- Nervus Trigeminus
Mengigit Normal
Membuka Mulut Normal
SEnsibilitas
 Maksilaris + +
 MAndibularis + +

- Nervus Abdusens
4
Dextra Sinistra
Gerakan Mata ke + +
Lateral
- Nervus Facialis
Dextra Sinistra
Mengangkat Alis + -
Kerutan Dahi + -
Menutup mata + -
Menyeringai + -
- Nervus Vestibulochoclearis
Tes Romberg Tidak dilakukan pemeriksaan
Tes Rinne Tidak dilakukan pemeriksaan
Tes Weber Tidak dilakukan pemeriksaan
Tes Schwabach Tidak dilakukan pemeriksaan
- Nervus Glosofaringeus & Vagus
Uvula Letak Ditengah
Menelan Normal
Refleks Muntah Tidak dilakukan

- Nervus Assesorius
Dextra Sinistra
Memalingkan Kepala Baik Baik
Mengangkat Bahu Baik Baik
- Nervus Hipoglossus
Sikap lidah Tidak ada deviasi
Fasikulasi -
Tremor Lidah -
Atrofi otot lidah -

 Motorik: Kekuatan : 5 5 5 5 4 4 4 4
5555 4444

Tonus : N N

N N

Trofi : atrofi - -

- -

 Sensorik: Eksteroseptif: - Ekstremitas atas: baik

- Ekstremitas bawah: baik

 Refleks fisiologis: bisep (+/+)

trisep (+/+)

5
radius (+/+)
patella (+/+)
achilles (+/+)
 Refleks patologis: Hoffman-Trommer (-/-)

Babinsky (-/-)
Oppenheim (-/-)
Gordon (-/-)
Gonda (-/-)

Schaffer (-/-)

Chaddock (-/-)

 Otonom: retensio urin (-), inkotinensia alvi (-)

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Pemeriksaan Laboratorium (29 Maret 2021)

Hematologi Lengkap

Hb : 11,0 g/dl

Leukosit : 30.300l

Trombosit : 201.000 l

Eritrosit : 4,0 jt

Hematokrit : 33 %

MCV : 82 fl

MCH : 27 pg

MCHC : 33 %

Diff count

 Limfosit : 6,0 %

 Monosit : 5,4 %

 Netrofil : 88,6 %

 Eosinophil : 0,0 %

 Basofil : 0,0 %

Urea : 35 mg/dl

Creatinin : 0,8 mg/dl

Na+ : 139 mmol/l

K+ : 3,2 mmol/l

6
Cl- : 97 mmol/l

Covid19 IgG : Non reaktif

Covid19 IgM : Non reaktif

Interpretasi : Anemia , leukositosis dengan netrofilia, electrolyte imbalance

2. Radiologi ( 30 Maret 2021 )


Thorax : Pneumonia kiri , tidak tampak kardiomegali

7
CT- Scan : Lesi cystic bentuk irregular di lobus temporo-parietal kanan , disertai
subdural hygroma regio frontal kanan , yang menyebabkan herniasi midline
subfalcine ke sisi kiri -> suspek multiple brain abscess

V. Diagnosis
Hemiparese Sinistra ec Multiple Abses Cerebri

VI. Diagnosis Banding


- SOL
- Tumor Otak

VII. Penatalaksanaan
- IVFD Aring 20 tpm
- Inj Ranitidin 2x50 mg

8
- Inj Citicoline 3x250 mg
- Paracetamol 3x500 mg
- Vit Bcomp 2x1
Obat rutin ( Bells palsy )
- Asam Mefenamat 3x500mg
- Eperison 2x50mg
- Megabal 2x 500mcg
- Metilprednisolon 3x4mg
- Omeprazol 1x20mg

VIII. Prognosis

Ad vitam : dubia ad bonam


Ad functionam : dubia ad bonam
Ad sanactionam : dubia ad bonam

IX. FOLLOW UP
TGl S O A P
30/03/2 Pasien KU : Mata : CA Hemiparese IVFD Aring 20
1 mengeluhkan Tampak -/- SI -/- sinistra ec tpm
gelisah (+) sakit Wajah SNH Inj Ranitidin 2x50
Mual (+) sedang Asimetris Bells Palsy mg
Muntah (+) GCS : Ekstremitas Inj Citicoline
Bicara pelo E4V5M6 3x250 mg
(+) pasien TD : 5555/4444 Paracetamol 3x500
membuka 120/90 5555/4444 mg
mata saat mmhg Vit Bcomp 2x1
dipanggil N: Asam Mefenamat
88x/mnt 3x500mg
RR : Eperison 2x50mg
22x/mnt Megabal 2x
T : 36,4 C 500mcg
Metilprednisolon
3x4mg
Omeprazol
1x20mg

31/03/2 Pasien KU : Mata : CA Hemiparese IVFD Aring 20


1 mengeluhkan tampak -/- SI -/- sinistra ec tpm
gelisah (+) kesakitan Wajah SNH Inj Ranitidin 2x50
Mual (+) GCS : Asimetris Bells Palsy mg
Muntah (+) E4V5M6 Ekstremitas Inj Citicoline

9
Bicara pelo TD : 90/60 3x250 mg
(+)pasien RR : 22 5555/4444 Paracetamol 3x500
membuka x/m 5555/4444 mg
mata saat N : 92 x/m Vit Bcomp 2x1
dipanggil T : 36,4 C Asam Mefenamat
3x500mg
Megabal 2x
500mcg
Omeprazol
1x20mg.

01/04/2 Demam (+) KU : Mata : CA Hemiparese IVFD Aring 20


1 Mual (+) Tampak -/- SI -/- sinistra ec tpm
Bicara pelo lemah Wajah SNH Inj Ranitidin 2x50
(+) GCS : Asimetris Bells Palsy mg
Pasien E4V5M6 Ekstremitas Inj Citicoline
membuka TD : 3x250 mg
mata saat 110/60 5555/4444 Paracetamol 3x500
dipanggil N: 68x/m 5555/4444 mg
RR : 20 Vit Bcomp 2x1
x/m Asam Mefenamat
T : 36,6C 3x500mg
Megabal 2x
500mcg
Omeprazol
1x20mg.

02/04/2 Pasien Sudah KU : Ekstremitas Hemiparese IVFD Aring 20


1 mulai Tampak sinistra ec tpm
perbaikan lemah 5555/4444 SNH Inj Dexamethason
BAB (-) BAK GCS : 5555/4444 Bells Palsy 3x1 amp
(+) Bicara E4V5M6 Inj Citicoline
pelo (+) TD : 3x250 mg
108/70 Inj Imipenem fls
N: 65x/m 2x1 fls
RR : Paracetamol 3x500
22x/m mg
T : 36,6 C Vit Bcomp 2x2
Megabal 2x1 tab
KSR 2x600mg
Vit C 2x250 mg
Zinc 1x20 mg

10
As folat 1x1
Omeprazol
1x20mg.

03/04/2 Keluarga KU : Ekstremitas Hemiparese IVFD Asering 20


1 mengatakan Mulai sinistra ec tpm
pasien sudah membaik, 5555/4444 SNH nj.citicoline
membaik , GCS 15 5555/4444 Bells Palsy 3x250mg
kontak (+) TD : Megabal 2x2
110/70 Omeprazole 1x20
N : 66x/m mg
RR : Paracetmol 3x500
22x/m mg
T : 36,6 Vit B comp 2x1
04/04/2 Lemas , KU : Ekstremitas Hemiparese IVFD Asering 20
1 tremor (+) lemah, sinistra ec tpm
GCS 15 5555/4444 SNH nj.citicoline
TD : 5555/4444 Bells Palsy 3x250mg
100/70 Megabal 2x2
N : 75x/m Omeprazole 1x20
RR : mg
20x/m Paracetmol 3x500
T : 36,5 mg
Vit B comp 2x1

05/04/2 Nyeri pada KU : Ekstremitas Hemiparese IVFD Asering 20


1 selang kateter lemah , sinistra ec tpm
GCS 15 5555/4444 SNH nj.citicoline
TD : 5555/4444 Bells Palsy 3x250mg
110/70 Megabal 2x2
N : 87x/m Omeprazole 1x20
RR : mg
22x/m Paracetmol 3x500
T : 36,4 mg
Vit B comp 2x1
06/04/2 Tremor pada KU : Ekstremitas Hemiparese IVFD Asering 20
1 tangan lemah, sinistra ec tpm
sebelah kanan GCS 15 5555/4444 SNH nj.citicoline
(+) TD : 5555/4444 Bells Palsy 3x250mg
Lemah 110/70 Megabal 2x2
sebelah kiri N : 72x/m Omeprazole 1x20
(+) RR : mg

11
22x/m Paracetmol 3x500
T : 36,6 mg
Vit B comp 2x1
07/04/2 Tremor pada KU : Ekstremitas Hemiparese IVFD Asering 20
1 tangan lemah, sinistra ec tpm
sebelah kanan GCS 15 5555/4444 SNH Inj dexamethasone
(+) TD : 5555/4444 Bells Palsy 2x1
Lemah 100/70 nj.citicoline
sebelah kiri N : 88x/m 3x250mg
(+) RR : Megabal 2x2
20x/m Omeprazole 1x20
T : 36 mg
Paracetmol 3x500
mg
Vit B comp 2x1
08/04/2 Lemah KU : Ekstremitas Hemiparese IVFD Asering 20
1 sebelah kiri Mulai sinistra ec tpm
(+) membaik, 5555/4444 Multiple Inj dexamethasone
Sakit kepala GCS 15 5555/4444 abses serebri 2x1
(+- bicara TD : nj.citicoline
pelo (+) 100/60 3x250mg
N : 88x/m Megabal 2x1
RR : Omeprazole 1x20
20x/m mg
T : 36 Paracetmol 3x500
mg
Vit B comp 2x1
Zinc 1x1
As. Folat 1x1
Levofloxacin 1x1
09/04/2 Lemah KU : Ekstremitas Hemiparese IVFD Asering 20
1 sebelah kiri Mulai sinistra ec tpm
(+) membaik, 5555/4444 Multiple Inj dexamethasone
Sakit kepala GCS 15 5555/4444 abses serebri 2x1
(-) bicara pelo TD : 90/60 nj.citicoline
(+) N : 62x/m 3x250mg
RR : Megabal 2x1
20x/m Omeprazole 1x20
T : 36 mg
Paracetmol 3x500
mg
Vit B comp 2x1

12
Zinc 1x1
As. Folat 1x1
Levofloxacin 1x1
10/04/2 Lemah KU : Ekstremitas Hemiparese IVFD Asering 20
1 sebelah kiri Mulai sinistra ec tpm
(+) membaik, 5555/4444 Multiple Megabal 2x1
Sakit kepala GCS 15 5555/4444 abses serebri Omeprazole 1x20
(+) bicara TD : mg
pelo (+) 110/70 Paracetmol 3x500
N : 60x/m mg
RR : Vit B comp 2x1
20x/m Zinc 1x1
T : 36 As. Folat 1x1
Levofloxacin 1x1
tab
Rawat jalan
10/04/2 Penurunan KU : Kekuatan Hemiparese IVFD Asering 20
1 Kesadaran Mulai motoric : sinistra ec tpm
membaik, Sulit dinilai Multiple Inj citicoline
GCS abses serebri 3x250mg
E2V1M5 Inj omeprazole
=8 1x40 mg
TD : Inj ceftriaxone 2x1
110/80 gr
N : 78x/m Paracetamol 3x500
RR : mg
20x/m Vit B komp 2x1
T : 36,9 tab
11/04/21 Penurunan KU : Kekuatan Hemiparese IVFD Asering 20
Kesadaran Mulai motoric : sinistra ec tpm
membaik, Sulit dinilai Multiple Inj citicoline
GCS abses serebri 3x250mg
E2V1M5 Inj omeprazole
=8 1x40 mg
TD : Inj ceftriaxone 2x1
110/80 gr
N : 78x/m Paracetamol 3x500
RR : mg
20x/m Vit B komp 2x1
T : 36,9 tab

Hasil laboratorium tanggal 11 April 2021

13
HEMATOLOGI RUTIN Hasil Nilai Rujukan
Hemoglobin 11,8 P: 13,0-18,0
Leukosit 15.000 4.000-10.000/ul
Trombosit 357.000 150.000-400.000/ul
Eritrosit 4.1 jt P: 4,5-6,5 juta/ul
Hematokrit 35 P: 40-80
MCV 85 82-92 fl
MCH 28 23-31 pg
MCHC 33 32-36%
Hitung Jenis - -
Basofil 0 0-1 %
Eosinofil 0 2-4 %
Netrofil 84,2 3-5 %
Limfosit 8 25-40 %
Monosit 12 2-8 %
Antigen SARS-CoV-2 (-) Negatif (-) Negatif
Antibody SARS-CoV-2 (IgG) (-) Non Reaktif Non Reaktif
Antibody SARS-CoV-2 (IgM) (-) Non Reaktif Non Reaktif
Malaria (Mikroskopik) Tidak ditemukan Tidak ditemukan
KIMIA elektrolit Hasil Nilai Rujukan
Na+ 145 135-148 mmol/l
K+ 3,9 3,5-5,3 mmol/l
Cl- 105 98-105mmol/l

X. KRONOLOGIS KEMATIAN
Pasien meninggal dunia pada 12 April 2021, pukul 04.00 WIB. Menurut laporan
dokter yang sedang berjaga sebelumnya sekitar jam 03.00 pasien bicara meracau,
GCS 8, Tekanan Darah 90/60 HR, 60x, RR 24x, Temp 36,5’C, Sp02 80 – 85%. Akral
dingin. Lalu kondisi pasien terus menurun sehingga pasien di support Norepinefrine 1
amp + NaCl 100cc drip 20 tpm mikro dan NRM 15 lpm, Pasien pada jam 04.00
pasien mengalami Cardiact Arrest. Dilakukan resusitasi selama kurang lebih 30
menit dan dilakukan pemberian Epinefrine 2 amp. Dan pada pukul 04.00– 12 April
2021 pasien dinyatakan meninggal dunia.

BAB II

14
TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi Otak

Anatomi otak adalah struktur yang kompleks dan rumit karena fungsi
organ yang menakjubkan ini berfungsi sebagai pusat kendali dengan menerima,
menafsirkan, serta untuk mengarahkan informasi sensorik di seluruh tubuh. Ada
tiga divisi utama otak, yaitu otak depan, otak tengah, dan otak belakang.

(Sumber: www. biology.about.com)

Pembagian otak:
1. Prosencephalon - Otak depan
2. Mesencephalon - Otak tengah
- Diencephalon = thalamus, hypothalamus
- Telencephalon= korteks serebri, ganglia basalis, corpus striatum
3.Rhombencephalon - Otak belakang
-Metencephalon= pons, cerebellum
-Myelencephalon= medulla oblongata

Sawar Darah Otak (Blood Brain Barrier)


Sawar darah otak memisahkan dua kompartemen utama dari susunan saraf, yaitu
otak dan likuor serebrospinalis, dari kompartemen ketiga yaitu darah. Tempat
-tempat rintangan itu adalah tapal batas antara darah dan kedua kompartemen
susunan saraf tersebut diatas yaitu pleksus koroideus, pembuluh darah serebral
dan ruang subarachnoid serta membrane araknoid yang menutupi ruang
subaraknoid. Semua tempat sawar dibentuk oleh sel-sel yang bersambung satu
dengan yang lain dengan tight junction, yang membatasi difus intraseluler. Sel-
sel tersebut adalah endothelium pembuluh darah, epithelium pleksus korioideus
dan sel-sel membran araknoid serta perineurium. Sawar darah otak mengalami
perubahan jika terjadi beberapa proses patologis, seperti anoksia daniskemia, lesi
destruktif dan proliferative, reaksi peradangan dan imunologik, dan juga jika
terdapat autoregulasi akibat sirkulasi serebral tang terganggu.

15
Gambar 2.2 Mekanisme Imunologi Sawar
Darah Otak Sumber: www.stanford.edu/group/parasites/ParaSites

Tight junction dari endothelium pembuluh darah serebral biasanya mampu


menghalangu masuknya leukosit ataupun mikroorganisme pathogen ke susunan
saraf pusat. Tetapi pada proses radang dan imunologik, tight junction dapat
menjadi bocor. Leukosit polinuklearis terangsang oleh substansi – substansi yang
dihasilkan dari sel- sel yang sudah musnah sehingga ia dapat melintasi pembuluh
darah, tanpa menimbulkan kerusakan structural. Limfosit yang tergolong dalam T-
sel ternyata dapat juga menyebrangi endotheliaum tanpa menimbulkan kerusakan
structural pada pembuluh darah.

B. Definisi

Abses otak ( abses serebri ) adalah infeksi pada otak yang diselubungi
kapsul dan terlokalisasi pada satu atau lebih area di dalam otak.
Abses otak terdapat pada semua usia. Terbanyak pada usia dekade kedua dari
kehidupan, antara 20-50 tahun. Perbandingan antara penderita laki-laki dengan
perempuan adalah 3 : 1 atau 3 : 2.

C. Faktor Etiologi dan Predisposisi

Sebagian besar abses otak timbul secara penyebaran langsung dari infeksi
telinga tengah, sinusitis, atau mastoiditis. Sinusitis dapat berupa sinusitis
paranasal, sinusitis etmoidalis, sfenoidalis dan maksilaris. Juga dapat diakibatkan
oleh infeksi paru sistemik, endokarditis bakterial akut dan subakut, serta sepsis
mikroemboli menuju ke otak.
Penyebab lain tetapi jarang adalah osteomielitis tulang tengkorak,
sellulitis, erisipelas pada wajah, infeksi gigi, luka tembus pada tengkorak oleh
trauma. Bahkan masih banyak penulis lain yang masih belum menemukan
16
penyebab yang jelas.
Berdasarkan sumber infeksi tersebut, dapat ditentukan kira-kira dari lobus
mana dari otak abses tersebut bakal timbul.

Infeksi pada sinus paranasal, dapat menyebar secara retrograd


tromboflebitis melalui klep vena-vena diploika menuju frontal atau lobus
temporal. Biasanya bentuk absesnya tunggal, terletak suferfisial di otak, dekat
dengan sumber infeksinya. Sinusitis frontal dapat menyebabkan abses di bagian
anterior atau inferior dari lobus- lobus frontalis. Sinusitis sfenoidalis, biasanya
abses didapati pada lobus frontalis atau temporalis. Sinusitis maksilaris
absesnya didapati pada lobus temporalis. Sinusitis etmoidalis absesnya didapati
pada lobus frontalis.
Infeksi pada telinga tengah dapat menyebar ke lobus temporalis. Infeksi
pada mastoid dapat mebnyebar ke dalam serebelum. Kadang-kadang kerusakan
tengkorak kepala oleh karena kelainan bawaan, seperti kerusakan tegmentum
timpani atau karena kelainan yang didapat seperti pada kerusakan tulang
temporal oleh kolesteatoma, memberi jalan untuk penyebaran infeksi ke dalam
lobus frontalis atau serebelum. Infeksi juga dapat menyebar secara retrograd
tromboflebitis pada cabang-cabang vena di temporal. Cabang- cabang vena ini
bergabung menuju vana-vena kortikal atau ke salah satu sinus venosus (lateral,
inferior, atau petrosal superior).
Abses otak dapat juga timbul akibat penyebaran secara hematogen
dari infeksi yang letaknya jauh dari otak seperti pada infeksi paru sistemik
(empiema, abses paru, bronkiektasis, pneumonia) atau pada endokarditis
bakterialis akut dan subakut dan pada penyakit-penyakit jantung lain seperti
Tertalogi Fallot. Abses yang terbentuk sering sekali multipel dan terdapat pada
substansia alba dan substansis grisea dari jaringan otak.
Dibeberapa negara, penyebaran infeksi secara sistemik ini frekuensinya
terlihat meningkat. Lokalisasi abses otak yang penyebarannya secara hematogen
ini sesuai dengan peredaran darah, paling sering pada daerah yang didistribusi
oleh arteri serebri media, terutama pada lobus parietalis. Bisa juga pada daerah
lain seperti serebelum dan batang otak. Krayenbuhl dan Garfiels mendapatkan
endokarditis subakut bersama sama dengan penyakit jantung bawaan ataupun
penyakit jantung rematik yang amenjadi penyebab abses otak ini.
Lesi primer lainnya bisa juga akibat pustula kulit, infeksi gigi, abses tonsil,
osteomielitis dan septikemia. Sebaga penyebab abses otak yang tidak diketahui,
persentasenya cukup tinggi, antara 20-37%.
Pada penderita penyakit jantung bawaan ataupun kelainan bentuk arteri dan vena
paru terutama yang didapati adanya aliran darah pintas dari kanan ke kiri, sangat
mudah terkena abses otak, oleh karena darahnya tidak disaring

melalui kapiler-kapiler paru. Polisitemia dapat menyebabkan infark-infark kecil


di otak yang mengakibatkan daerah iskemik untuk perkembangan organisme.

17
Pada keadaan bakterimia jarang menyebabkan terbentuknya abses otak oleh
karena “Blood brain barrier” yang masih baik sangat resisten terhadap infeksi.
Sebagai faktor pencetus lain adalah terjadinya trauma tembus pada kepala,
terutama bila didapatkan adanya benda asing yang tertinggal di dalam jaringan
otak, umpamanya tulang.
Luka tembak akibat senjata api dapat menyebabkan abses otak setelah
beberapa lama dari kejadiannya, tetapi ini jarang di jumpai oleh karena biasanya
logam panas tersebut steril. Untuk mencegah terjadinya abses otak akibat trauma
tembus kepala, dinjurkan untuk segera melakukan “debridenment” .
Patah tulang dasar tengkorak yang disertai dengan kebocoran cairan
serebrospinal dapat menyebabkan meningitis yang mengakibatkan terjadinya
abses otak. Pada kraniotomi, bila terjadi infeksi osteomielitis dari “bone flap”,
kemungkinan dapat menyebabkan abses otak. Demikian pula dengan pemakaian
implan, bila terinfeksi dapat menyebabkan abses otak.
Akhir-akhir ini terlihat adanya peningkatan insiden abses otak pada
penderita penyakit imunologik. Termasuk dalam kelompok ini yaitu penderita
dengan penyakit kronis seperti pada penderita yang menggunakan kemoterapi
untuk penyakit-penyakit malignan yang dapat menekan kekebalan tubuh,
penderita yang mendapat pengobatan dengan steroid ataupun bahan sitotoksik,
antibiotika dengan kerja luas dan penderita dengan sindroma kegagalan sistem
kekebalan tubuh (AIDS).
Pernah dilaporkan abses otak disebabkan oleh organisme parasit, seperti
Schistosomiasis atau amoeba, tetapi sangat jarang. Juga oleh jamur seperti
Aktinimikosis, Nokardiosis, Candida Albicans dan lain-lain . Abses otak oleh
bakteri multosida yang tumbuh saprofit pada saluran pencernaan binatang
piaraan seperti anjing dan kucing pernah juga dilaporkan. Infeksi biasanya karena
gigitan hewan tersebut.

D. Neuropatologi dan Gambaran CT Scan

Perjalanan bentuk abses otak oleh infreksi Streptococcus alfa hemolitikus


secara histologis dibagi dalam 4 fase, dan ini memerlukan waktu sampai 2
minggu untuk terbentuknya kapsul dari abses.

Keempat fase tersebut ailah :

1. Early cerebritis ( hari ke 1 - 3 )

2. Late cerebritis ( hari ke 4 – 9 )

3. Early capsule formation ( hari ke 10 – 13 )

4. Late capsule formation ( hari ke 14 atau lebih )


a. “Early cerebritis”

Terjadi reaksi radang lokal dengan infiltrasi polimorfonuklear leukosit,


18
limfosit dan plasma sel dengan pergeseran aliran darah tepi. Dimulai pada hari
pertama dan meningkat pada hari ke-tiga. Sel-sel radang terdapat pada tunika
adventisia dari pembuluh darah dan mengelilingi daerah nekrosis infeksi.
Peradangan perivaskuler ini disebut cerebritis. Pada waktu ini terjadi edema
sekitar otak dan peningkatan efek dari massa oleh karena pengembangan
abses.
Gambaran CT Scan :

- Pada hari pertama terlihat daerah yang hipodens dengan sebagian


gambaran seperti cincin.
- Pada hari ketiga gambaran cincin lebih jelas, sesuai derngan diameter
cerebritisnya, didapati mengelilingi pusat nekrosis.
b. “Late Cerebritis”

Pada wakti ini terjadi perubahan histologis yang sangat berarti. Daerah pusat
nekrosis membesar oleh karena meningkatnya “acellular debris” dan
pembentukan nanah oleh karena perlepasan enzim-enzim dari sel radang.
Pada tepi-tepi pusat nekrosis didapati daerah sel-sel radang, makrofag- mafrofag
besar dan gambaran fibroblas yang terpencar-pencar. Fibroblas mulai menjadi
anyaman retikulum, yang akan membentuk kapsul kollagen, lesi menjadi sangat
besar.
Gambaran CT Scan :

- Gambaran cincin sempurna, 10 menit setelah pemberian kontras


perinfus. Kontras masuk ke daerah sentral dengan gambaran lesi yang
homogen. Gambaran ini menunjukkan adanya cerebritis.

c. “Early Capsule Formation”

Pusat nekrosis mulai mengecil, makrofag-makrofag menelan “acelluler


debris” dan fibroblas meningkat dalam pembentukan kapsul. Lapisan
fibroblas membentuk anyaman retikulum, mengelilingi pusat nekrosis.
Di dalam ventrikel, pembentukan dinding sangat lambat oleh karena
kurangnya vaskularisasi di daerah substansi alba dibandingkan dengan
substansi grisea. Pembentukan kapsul yang terlambat dipermukaan tengah
memungkinkan abses membesar ke dalam substansia alba. Bila abses cukup
besar, dapat robek ke dalam ventrikel lateralis. Pada pembentukan kapsul,
terlihat daerah anyaman retikulum yang tersebar membentuk kapsul
kollagen. Mulai meningkatnya reaksi astrosit di sekitar otak.
Gambaran CT Scan :

- Hampir sama dengan fase cerebritis, tetapi pusat nekrosis terlihat lebih
kecil.
- Kapsul terlihat lebih tebal.

19
d. “Late Capsule Formation”

Terjadi perkembangan lengkap dari abses otak dengan gambaran


histologisnya berupa :

20
- Bentuk pusat nekrosis diisi oleh “acelluler debris” dan sel-sel radang.
- Daerah tepi dari sel radang, mafrofag, dan fibroblas.

- Kapsul kolagen yang tebal.

- Lapisan neovaskuler sehubungan dengan cerebritis yang berlanjut.

- Reaksi astrosit, gliosis, dan edema otak di luar kapsul.

Gambaran CT Scan :

- Gambaran kapsul dari abses jelas terlihat, sedangkan daerah


nekrosis diisi oleh kontras.

E. Gambaran Klinis

Penderita datang dengan keluhan berupa sakit kepala, mintah-muntah,


kejang dan bisa disertai gangguan penglihatan. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan demam, kaku kuduk, papil bendung, bisa pula dijumpai pupil
anisokor, afasia, hemiparese, parastesia, nistagmus ataupun ataksis. Gejala-
gejala tersebut tergantung pada berbagai faktor seperti lokasi abses, virulensi dari
bakteri penyebab, apakah edema otak hebat dan kondisi tubuh atau daya tahan si
penderita sendiri. Tidak dijumpai tanda-tanda spesifik dan gejala yang khas
untuk suatu abses otak.
Paling sering dijumpai tanda-tanda umum peningkatan tekanan
intrakranial. Bisa dijumpai tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial tanpa
tanda-tanda infeksi pada waktu penderita datang ke rumah sakit. Pada umumnya
peningkatan tekanan intrakranial oleh tumor jinak lebih pelan daripada oleh
abses otak.
Pada abses yang letaknya pada “silent area” dari otak seperti pada lobus
frontalis atau lobus temporal non dominan, mungkin didapati pembesaran abses
sebelum adanya gejala-gejala dan tanda-tanda.
Gejala sakit kepala yang hebat pada penderita abses otak ini sering tidak
dapat diatasi hanya dngan pengobatan simptomatis saja. Hampir seluruh
penderita didapati keluhan sakit kepala. Beberapa penulis mendapatkan gejala-
gejala dengan persentase sebagai berikut : muntah (25-50%), kejang-kejang (30-
50%). Pada penderita dengan abses serebelli, didapatkan gejala-gejala pusing,
vertigo, ataksis, dan gejala- gejala serebelar lainnya. Gejala fokal yang sering
ditemukan (61%) pada kasus dengan abses supratentorial. Pada abses temporal
dapat dijumpai gangguan bicara pada 19,6% kasus, hemianopsia pada 31%
kasus, 20,5% kasus dijumpai unilateral midriasis yang merupakan indikasi
terjadinya herniasi tentorial. 30% dari kasus tidak didapati tanda-tanda fokal.

21
F. Pemeriksaan Penunjang
Untuk mencari sumber infeksi primer dari suatu abses otak dapat dibuat
suatu foto rontgen polos kepala, sinus ataupun mastoid. Pada foto rontgen polos
kepala, mungkin terlihat pergeseran letak glandula pinealis yang mengalami
kalsifikasi. Didapatkan pneumosefali kalau penyebarannya bakteri anaerob.
Pada anak-anak kemungkinan sutura melebar oleh karena peninggian
tekanan intrakranial. Kalau ada indikasi, kemungkinan dapat dibuat foto rontgen
toraks untuk mencari apakah ada infeksi dari paru. Dengan ultrasonografi
didapatkan gambaran lateralisasi pada 34,5% kasus. Dengan angiografi dapat
ditentukan lokalisasi abses secara tepat pada 34% kasus.
Pemeriksaan dengan “Computerized Tomography Scanning”(CT Scan) dapat
terlihat lokasi yang tepat dari abses dan juga fase dari abses tersebut, apakah pada
fase cerebritis atau pada fase sudah terbentuknya kapsul. Dengan adanya CT
Scan ini, pengelolaan abses otak dapat dilakukan secara cepat dan tepat.

Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan jumlah leukosit dan laju endap darah hasilnya selalu
abnormal. Pada 60-70% kasus dijumpai jumlah leukosit antara 10.000-
20.000/cm3. Sampai 40% kasus dijumpai normal atau sedikit meningkat.
Laju endap darah meningkat pada 75-90% kasus, rata-rata 45 mm/jam.

Cairan serebrospinal tidak dianjurkan untuk diperiksa. Abnormalnya hasil LP


tidak spesifik untuk abses otak. Penderita abses otak dengan peninggian tekanan
intrakranial, terlalu riskan untuk dilakukan LP ( lumbal pungsi ).
Yang S.Y melaporkan beberapa kasus yang dilakukan lumbal pungsi
dengan cepat menunjukkan tanda-tanda herniasi otak, oleh karena itu pada
penderita dengan sangkaan meningitis dan dijumpai tanda-tanda neurologis
abnormal, sebaiknya lebih dulu dilakukan pemeriksaan CT Scan untuk
menyingkirkan diagnosa abses otak. Bila ditemkan abses dengan efek massa
yang jelas, maka tidak dianjurkan untuk melakukan LP.
G. Diagnosa Banding

Dari gejala-gejala dan keluhan yang umum pada penderita dengan


peningkatan tekanan intrakranial serta kemungkinan didapatkan tanda-tanda
infeksi, maka abses otak ini didiagnosis banding antra lain dengan tumor,
terutama tumor ganas yang tumbuh dengan cepat, tromboflebitis intra serebral,
empiema subdural, abses ektra dural dan ensefalitis.

H. Komplikasi

Sebagai komplikasi didapati robeknya kapsul abses kedalam ventrikel atau


22
keruangan subarakhnoidal, penyumbatan cairan serebrospinalis mengakibatakan
hidrosefalus, edema otak dan terjadinya herniasi tentorial oleh massa abses otak

I. Pengobatan Abses Otak


Pengobatan abses otak ditujukan kepada menghilangkan proses infeksi
dan mengurangkan atau menghilangkan efek massa pada otak dan oleh edema
otak, sebagian besar infeksi ini diobati dengan antibiotika yang tepat dan
dihilangkan dengan tindakan pembedahan, baik dengan aspirasi maupun dengan
eksisi.
Williams-Maurice RS melaporkan bahwa tindakan bedah yang memuaskan
hasilnya adalah evakuasi, eksisi total beserta kapsul abses, mereka melakukan
pembedahan semua kasus dengan pembiusan umum. Pendekatan dengan
osteoplastik supratentorial dan intratentorial, ataupun suboksipital osteoklastik
luas dengan membuang arkus dari atlas untuk dekompresi. Pengobatan
medikamentosa disesuaikan dengan hasil kultur dari abses otak, kultur darah
ataupun sekret nasofaring.
Beberapa peneliti melaporkan hasil pengobatan hanya dengan
medikamentosa saja pada beberapa kasus berhasil, tetapi ini banyak yang
menentang. Heineman et al (1971) memperkenalkan cara pengobatan hanya
dengan antibiotika tanpa tindakan pembedahan. Dilaporkan, pada abses otak
dengan fase cerebritis pengobatan hanya dengan antibiotika. Diperiksa kultur
darah, cairan serebrospinal, sesuai dengan kultur luka apabila ditemukan. Tidak
diperiksa bakteriologis dari nanah abses intrakranial. Untuk mengurangi edema
otak, digunakan kortikosteroid.
Rosenblum dkk menemukan pengobatan medikamentosa pada abses yang
kecil dengan diameter rata-rata 1,7 cm ( 0,8 – 2,5 cm ). Kalau diameter lebih
besar antara 2 – 6 cm ( rata-rata 4,2 cm ) dianjurkan untuk dilakukan tindakan
bedah. Sebagai tambahan bahwa ada beberapa abses otak yang kecil yang tidak
berhasil dengan pengobatan antibiotika, bahkan absesnya bertambah besar, pada
pengobatan dengan hanya antibiotika ini diperlukan pemeriksaan CT Scan secara
serial. Kalau dari hasil CT Scan memperlihatkan keadaan bertambah buruk, maka
ini merupakan indikasi untuk dilakukan pembedahan.

Penderita dengan abses otak yang multipel, kemungkinan hanya abses yang
besar saja yang dapat dilakukan aspirasi atau eksisi dan ini sangat riskan. Maka
selain tindakan pembedahan, untuk abses yang dalam dan riskan diperlukan
pemberian antibiotika.
Adapun antibiotika yang dianjurkan diantara nya :

- Kombinasi penisilin dan metronidazol/kloramfenikol adalah pilihan


pertama. Kombinasi alternatif adalah sefalosporin generasi III seperti
seftriakson/sefotaksim dan metronidazol.

23
- Penisilin G atau sefalosporin generasi III ( sefotaksim, seftriakson )
dapat digunakan untuk Streptococci sp. Dosis penisilin G 20-24 juta
unit, dan juga 4-6 juta unit. Kloramfenikol atau metronidazol dapat
dierikan secara intravena dengan loading dose 15 mg/kg diikuti 7,5
mg/kg setiap 6 jam.
- Golongan penisilin resisten beta laktam ( oksasilin, metisilin, nafilin )
dengan dosis 1,5 g setiap 4 jam IV atau vankomisin dosis 1 g setiap
12 jam IV, diberikan untuk Staphylococcus aureus, paska operasi
saraf, trauma, atau endokarditis bakterialis.
- Metronidazol dosis 500 mg setiap 6 jam dapat menembus sawar darah
otak dan tidak dipengaruhi oleh kortikosteroid, tetapi hanya aktif
untuk bakteri Streptococcus anaerob, aerob, dan mikroaerofilik,
- Sefalosporin generasi III ( sefotaksim, seftriakson ) umumnya adekuat
untuk organisme gram negatif aerob. Jika terdapat Pseudomonas,
sefalosporin parenteral pilihan adalah seftazidim atau sefepim.
- Trimetoprim-sulfametoksazol dosis tinggi 15 mg/kg/hari dari
komponen trimetoprim dibagi 3 - 5 dosis untuk abses otak dengan
penyebab Nikardia sp. Dosis dapat diturunkan 1/2 selama 3-6 bulan
pada pasien tanpa penekanan imun dan selama 1 tahun pada pasien
dengan penekanan imun.

Apabila didapatkan sinusitis, mastoiditis, dilakukan drainase. Pada kasus-


kasus abses otak yang dilakukan tindakan pembedahan digunakan dua cara yaitu
aspirasi melalui pengeboran tulang tengkorak dan eksisi melalui kraniotomi.

Tindakan Pembedahan
Aspirasi

Lebih dahulu dilakukan desinfeksi dan penentuan lokasi yang akan


diaspirasi. Dengan hasil CT Scan yang ada, dapat ditentukan secara pasti.
Dilakukan pembuisan lokal dengan memakai prokain 1 %, diinfiltrasikan ke kulit
di daerah yang akan dilakukan pengbeboran. Kemudian dibuat insisi kulit kulit
kepala sebesar 3-5 cm lapis demi lapis sampai pada periosteum. Setelah tulang
tampak jelas, daerah operasi tersebut dengan alat dibuka selebar-lebarnya.
Dengan alat dilakukan pengeboran tulang sampai terlihat duramater. Duramater
dibersihkan, kalau ada perdarahan dirawat sampai benar-benar bersih. Dengan
pisau runcing perlahan-lahan duramater diiiris sampai lapisan arakniod. Setelah
korteks serebri terlihat jelas, daerah yang akan dilakukan pungsi atau aspirasi
dibakar dengan alat elektris. Dengan jarum pungsi khusus, dilakukan aspirasi
nanah pada abses. Jarum pungsi tetap di dalam kapsul abses, dengan semprit 10
cc dilakukan aspirasi berulang- ulang kemudian diirigasi dengan larutan garam

24
fisiologis sampai bersih. Akhirnya ke dalam rongga abses dimasukkan larutan 3
cc Garamicin 10 mg. Dipasang drain, dan setiap hari drain diawasi dan dilakuan
irigasi dengan larutan Garamicin 20 mg. Kalau sampai 3-5 hari hail dari irigasi
terlihat jernih, tidak terbentuk pernanahan baru maka drain dapat dilepaskan.
Drain dapat dipertahankan sampai gari ke-7 -10 dengan dijaga kesterilannya.
Disamping itu sejak sebelum pembedahan penderita telah mulai diberi
antibiotika dengan dosis tinggi seperti ampicillin 6x1 g, kloramfenikol 4 x 500
mg, metronidazol 2 x 500 mg. Sampai menunggu hasil kultur, obat-obat tersebut
terus diteruskan. Pemberian antibiotika yang sesuai diberikan sampai dengan 6
minggu setelah tindakan pembedahan. Pemberian deksametason 4 x 5 mg
diturunkan perlahan-lahan setelah pembedahan

Kraniotomi Osteoplastik
Penderita dipersiapkan dengan persiapan bedah selengkap-lengkapnya.
pembedahan dilakukan dengan pembiusan umum. Tergantung dari lokasi
absesnya, kita melakukan kraniotomi osteoplastik dan flap kulit dipersiapkan.
untuk abses fosa posterior/serebellum dilakukan suboksipital kraniotomi yang
luas, sampai membuang arkus dari tulang atlas bila diperlukan. Setelah insisi
kulit sesuai dengan lokasi absesnya, dilakukan pengeboran dibeberapa tempat
untuk kraniotomi tersebut. Tulang dilepaskan, duramater dibuka lebar. Dengan
jarum fungsi khusus dilakukan penusukan pada absesnya. Dilakukan aspirasi,
disediakan untuk dikultur.
Kemudian melalui bekas pungsi, diikuti dengan spatel sampai dinding
abses tersebut terlihat. Korteks serebri diinsisi sepanjang 2-4 cm sampai dinding
abses yang paling permukaan ditemukan. Secara perlahan-lahan dinding abses
dibebaskan dari jaringan otak yang normal sampai terlepas keseluruhannya.
Daerah bekas abses dicuci dengan larutan antibiotika seperti Garamycin. Setalah
perdarahan dihentikan dan luka pembedahan bersih, duramater ditutup rapat
kembali, dijahit dengan cara “interupted suture” dengan benang sutura 03.
Tulang dikembalikan, periosteum dijahit. Kulit dijahit lapis demi lapis. Dipasang
drain subkutan.
Pemberian antibiotika diteruskan sambil menunggu hasil kultur dan
sensitivitas test. Sebagai pencegahan, diberi anti konvulsan Dilantin 5 mg/kgBB.
Setelah satu minggu kemudian, dibuat CT Scan sebagai kontrol.

J. Komplikasi
Abses otak menyebabkan kecacatan bahkan kematian. Adapun komplikasinya
adalah:
1. Robeknya kapsul abses ke dalam ventrikel atau ruang subarachnoid
2. Penyumbatan cairan serebrospinal yang menyebabkan hidrosefalus
3. Edema otak
4. Herniasi oleh massa Abses otak
25
K. Prognosis
Angka kematian yang dihubungkan dengan abses otak secara signifikan
berkurang, dengan perkiraan 5-10% didahului CT-Scan atau MRI dan antibiotic
yang tepat, serta manajemen pembedahan merupakan faktor yang berhubungan
dengan tingginya angka kematian, dan waktu yang mempengaruhi lesi, abses
mutipel, kesadaran koma dan minimnya fasilitas CT-Scan. Angka harapan yang
terjadi paling tidak 50% dari penderita, termasuk hemiparesis, kejang,
hidrosefalus, abnormalitas nervus kranialis dan masalah- masalah pembelajaran
lainnya. Prognosis dari abses otak ini tergantung dari:
1)Cepatnyadiagnosis ditegakkan
2) Derajat perubahan patologis
3) Soliter atau multipel
4) Penanganan yang adekuat.
Dengan alat-alat canggih dewasa ini AO pada stadium dini dapat lebih cepat
didiagnosis sehingga prognosis lebih baik. Prognosis AO soliter lebih baik dan
mu1tipel. Defisit fokal dapat membaik, tetapi keajng dapat menetap pada 50%
penderita.

26
DAFTAR PUSTAKA

Dewantoro, G dkk., Panduan Praktis Diagnosis dan tata Laksana Penyakit


Saraf., Jakarta : EGC., 2009.

Hakim, AR., Pengamatan Pengelolaan Abses Otak di RSUD dr. Soetomo FK


Universitas Airlangga Surabaya pada tahun 1984-1986, Lab/UPF
Ilmu Bedah FK UNAIR/dr. Soetomo Surabaya., 1986.

Panitia Lulusan Dokter 2002-2003 FKUI., Updates in Neuroemergencies., Jakarta


: Balai Penerbit FKUI., 2002.

Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia., Buku ajar Neurologi Klinis.,


Yogyakarta : Gadjah Mada University Press., 1996.

27
DAFTAR PUSTAKA

Dewantoro, G dkk., Panduan Praktis Diagnosis dan tata Laksana Penyakit


Saraf., Jakarta : EGC., 2009.

Hakim, AR., Pengamatan Pengelolaan Abses Otak di RSUD dr. Soetomo FK


Universitas Airlangga Surabaya pada tahun 1984-1986, Lab/UPF
Ilmu Bedah FK UNAIR/dr. Soetomo Surabaya., 1986.

Panitia Lulusan Dokter 2002-2003 FKUI., Updates in Neuroemergencies., Jakarta


: Balai Penerbit FKUI., 2002.

Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia., Buku ajar Neurologi Klinis.,


Yogyakarta : Gadjah Mada University Press., 1996.

28
29
30
31
32

Anda mungkin juga menyukai